case dr.delsi

Upload: yana-aurora-prathita

Post on 16-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Case Report

Identitas PasienNama: Tn. NUsia: 56 ThnAlamat: Pauh KamangPekerjaan: Petani Status Pernikahan: Menikah

Keluhan Utama: Nyeri , luka dan bengkak pada tungkai kanan bawahPrimary SurveyA: ClearB: Baik, 21x/menitC: Baik, Tekanan Darah : 120/70 mmHgNadi: 64x/menitD: GCS 15

Secondary SurveyKeluhan Utama: Nyeri, luka dan bengkak pada tungkai kanan bawahRPS: Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 4 jam sebelum masuk rumah sakit Os sedang menyeberang jalan lalu ada motor melintas dan kaki kanan Os tertabrak motor sehingga terpelanting ke pinggir jalan Setelah kejadian Os mengeluh nyeri dan bengkak pada tungkai kiri dan tidak bisa berdiri Pasien sadar, sakit kepala (-), muntah (-)

Pemeriksaan Fisik Keadaan UmumKesadaran: CMCTekanan Darah: 120/70 mmHgNafas: 21x/ menitNadi:64x/menitSuhu: Afebris

Status Generalis Mata: Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterikJantung: Dalam batas normalParu: Dalam batas normal

Status Lokalis Regio CrurisLook: Wound : (+) bruising (-) Shape: swelling (+) Deformitas : (+)Feel: Nyeri tekan (+) Warm Sensibilitas distal (+) Arteri dorsalis pedis terabaMove: ROM limited due to pain

Diagnosis Kerja :Open fraktur tibia dekstra Gustilo Anderson grade I

Pemeriksaan PenunjangFoto polos cruris sinistra AP dan Lateral

Diagnosis :Open fraktur tibia dekstra segmental displaced Gustillo Anderson grade 3A, open fraktur fibula dekstra 1/3 tengah oblique displaced Gustillo Anderson grade I

Terapi inisial:Debridement dan reposisiInfus RLATS CeftriaxoneKetorolacRanitidin

Terapi DefinitifORIF plate and screwTinjauan PustakaA. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges, 2002). Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008). Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.

B. Klasifikasi Fraktur1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua antara lain:a. Fraktur tertutup Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena kulit masih utuh tanpa komplikasi. Klasifikasi berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lnak bagian dlam dan pembengkakan4) Tngkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak nyata dan ancaman sindroma kompartementb. Fraktur terbukaBila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memunkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.Derajat patah tulang terbuka :1) Derajat ILaserasi 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas3) Derajat IIILuka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, avulsi, trauma pada otot dan nervusIII A: luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tapi dengan jaringan yang masih menutupi tulang yang adekuatIII B: luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan jaringan penutup tulang yang tidak adekuat, devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas, biasanya memerlukan skin graft atau skin flapIII C : luka dengan kerusakan vaskular utama

C. AnatomiOsteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis.

D. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. 3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).

E. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. 1. Rekognisi (Pengenalan ) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. 2. Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002). 3. Retensi (Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008). 4. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).