campak blok 12
TRANSCRIPT
Penyakit Campak Pada Anak
Septin Permata Sari
(102014274)
Kelompok B2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Abstrak
Campak merupakan penyakit infeksi yang disebebkan oleh paramixovirus. Ditandai dengan
gejala demam tinggi, terjadi peradangan pada mata (mata merah), serta timbul bercak
kemerahan pada kulit. Penyakit ini menular melalui percikan ludah dari mulut, hidung,
maupun dari tenggorokan penderita . Imunisasi campak sangat penting karena anak-anak dan
bayi yang belum mendapat imunisasi campak merupakan golongan yang rentan untuk terkena
penyakit campak .
Kata kunci : Campak, Imunisasi , Paramixovirus
Abstract
Measles is an infectious disease caused by a paramyxovirus. Characterized by symptoms of
high fever, inflammation of the eye (red eye), as well as raised red spots on the skin. The
disease is transmitted through saliva splashes from the mouth, nose, and throat patients.
Immunization against measles is very important because children and infants who have not
received immunization against measles is a group that is susceptible to measles.
Keywords : Measles, Immunization, paramyxovirus
1
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan
oleh paramixovirus yang menyerang anak-anak bahkan juga orang dewasa. Seseorang
yang terkena penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, terjadi peradangan pada mata
(mata merah), serta timbul bercak kemerahan pada kulit. Penyakit ini dapat menular
melalui percikan ludah dari mulut, hidung, maupun dari tenggorokan penderita.
Kelompok yang paling rentan untuk terkena penyakit ini adalah bayi dan anak-anak yang
belum pernah mendapatkan imunisasi Campak. Penyakit ini juga merupakan salah satu
penyebab utama tingginya angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak-
anak.
2. Identifikasi Istilah
Tidak ada
3. Rumusan Masalah
Seorang anak perempuanya usia 2 tahun demam sejak 3 hari yang lalu.
Pembahasan
Skenario 2
Analisis Masalah
Seorang ibu membawa anak perempuanya yang berusia 2 tahun ke IGD Rumah Sakit karena
demam sejak 3 hari yang lalu.
Anamnesis
Keluhan Utama : seorang anak perempuan berusia 2 tahun demam sejak 3 hari yang lalu
Keluhan penyerta : Bintik merah di dahi, leher dan wajah, tidak terdapat cairan pada
bintik merah, batuk, pilek
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital ( TTV) :
Suhu : 390C
Denyut nadi : 110 kali per menit
2
Pernapasan : 24 kali per menit
Nilai Normal TTV :
Suhu Tubuh : Normal = 36,5o – 37,2o C
Subnormal = 35o – 36,5o C
Subfebris = 37o – 38o C
Febris = Lebih dari 38o C
Hiperpireksia = Lebih dari 41o C untuk waktu yang cukup lama
Hipotermia = Kurang dari 35o C
Pernapasan / Respirasi : Bayi = 30 – 40 kali per menit
Anak = 20 – 30 kali per menit
Dewasa = 16 – 20 kali per menit
Lansia = 14 – 16 kali per menit
Nadi : Bayi = 120 – 130 kali per menit
Anak = 80 – 90 kali per menit
Dewasa = 70 – 80 kali per menit
Lansia = 60 – 70 kali per menit
Keadaan umum :
Keadaan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tingkat Kesadaran :1
Compos mentis
Kesadaran baik. Pasien sadar sepenuhnya. Orientasi terhadap waktu, ruang atau
tempat, dan orang, serta situasi baik, selama dikehendakinya.
3
Somnolen
Penurunan kesadaran ringan, seperti orang mengantuk namun mudah dibangunkan
atau disadarkan kembali. Misalnya pada penderita anemia, penyakit Addison,
hipotiroidisme.
Sopor
Penurunan kesadaran lebih rendah dari somnolen, hingga pasien tampak seperti
sedang tidur lelap tetapi masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang lebih kuat.
Soporokoma atau koma ringan
Tingkat kesadaran lebih rendah dari sopor, pasien tidak dapat dibangunkan walaupun
dengan rangsang kuat tetapi masih ada refleks-refleks yang dapat dibangkitkan dan
masih bereaksi terhadap rangsangan nyeri.
Koma ( berat atau dalam )
Tingkat kesadaran terendah, pasien bagaikan mayat tetapi masih bernapas dan jantung
masih berdenyut. Tidak ada atau hampir tidak ada refleks yang dapat dibangkitkan
lagi.
Delirium
Penurunan kesadaran yang sifatnya akut ( mendadak ) disertai dengan kegelisahan dan
gangguan koordinasi gerak motorik, halusinasi dan delusi. Misalnya pada demam
tifoid, keracunan ( alkohol, dan lain-lain ), histeria.
Apatis
Tanda dari mulai terjadinya penurunan kesadaran, pasien tidak lagi memperhatikan
keadaan dan orang disekelilingnya.
Pemeriksaan Organ :
Mata : Konjungtivitis ODS tanpa sekret
Kepala : Bintik merah ( makula eritematosus & papula )
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening ( KGB ) (-)
4
Mulut : Bintik putih pada mulut ( Koplik spots ) (-)
Bagian Thoraks dan Abdomen : Normal
Bagian akral ekstremitas superior dan inferior : Dingin ( RT 3 detik )
Diagnosis Kerja :
Campak ( Measles )
Campak ( Measles )
Definisi dan Epidemiologi
Campak ( Measles ) , adalah penyakit infeksi virus akut ditandai dengan gejala umum
ringan, ruam kulit menyerupai campak ringan atau demam skarlatina, pembesaran dan
nyeri pada kelenjar getah beningoksipital belakang, belakang telinga dan leher belakang.2
Penyakit ini sangat infeksius dengan transmisi utama melalui droplet. Angka kasus
campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi , sekitar 3000-4000 per
tahun. Pemyakit ini paling banyak ditemui pada balita usia < 1 bulan , lalu kelompok usia
1-4 tahun, dan usia 5-14 tahun.3
Etiologi
Etiologi campak adalah virus RNA dari family Paramixoviridae, genus Morbilivirus. Port
d’entree virus ialah saluran pernapasan atas, kemudian ke kelenjar getah bening regional,
hingga penyebaran hematogen.
Patogenesis dan Patologi
Sekali di dapatkan jalan masuk ke epitel saluran nafas, replikasi virus mulai terjadi.
Proses ini merusak atau menghancurkan sel yang rentan dan menyebabkan menyatunya sel
( fusi ) membentuk sinsisia, kacaunya kerangka sel , disorganisasi kromosom, dan
munculnya badan inklusi dalam inti sel dan sitoplasma. Replikasi awal diikuti oleh
penyebaran viremia ( dan mungkin penyebaran limfatik ) ke tempat lain termasuk jaringan
limfoid, sumsum tulang , hati dan organ dalam lain, mata serta kulit.Viremia dapat
dideteksi selama fase prodromal, dan virus menetap selama 4 hari setelah munculnya
ruam. Juga terjadi replikasi virus dalam korpuskulum Hassal pada timus, endotel kapiler
dan endotel hati. Selama terjadi viremia, campak dapat menginfeksi limfosit T dan B,
makrofag dan leukosit polimorfonuklear. Kejadian ini tidak menyebabkan sitolisis yang
bermakna tetapi dapat mengganggu fungsi pertahanan tubuh umum yang penting seperti
5
sintesis imunoglobulin dan pembentukan radikal oksigen oleh leukosit polimorfonuklear
dan makrofag. Pada tahap awal infeksi , sel pembunuh alami (natural killer) , sel T
sitotoksik memainkan peranan dalam membatasi replikasi virus. Sel-sel ini dan sitokinase
yang terjadi akibat aktivasi imun, juga berperan dalam memerantarai respons peradangan
yang dapat diamati pada fase akut dini. Pada saat mulai munculnya ruam , dapat dideteksi
adanya antibodi spesifik dan limfosit efektor ditemukan di daerah replikasi virus pada
kulit dan lesi mukosa. Kejadian ini biasanya menandai mulainya pembersihan virus dari
tubuh dan kesembuhan klinis, serta perkembangan alergi; terdapat penekanan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen untuk uji kulit seperti tuberkulin dan pengurangan
proliferasi limfosit in vitro serta produksi sitokin sebagai respons terhadap rangsang
mitogenik.3 Alergi dapat menetap selama beberapa minggu dan juga terlihat pada
penerima vaksin virus campak hidup yang sudah dilemahkan.
Lesi pada selaput lendir ( bercak koplik ) terdiri atas pembentukan vesikel dan
nekrosis epitel. Histologi bercak koplik menunjukkan inklusi sitoplasma dan intranuklear,
sel raksasa dan edema interseluler. Sel raksasa epitel berinti banyak dan besar yang
menunjukkan badan inklusi dalam inti dan sitoplasma dapat ditemukan selama fase
prodromal dan akut penyakit pada mukosa pipi, faring, trakeobronkial dan kadar pada
urin. Di samping itu, sel raksasa retikoendotelial ( sel Warthin-Finkeldey ) ditemukan pada
jaringan limfoid hiperplastik, termasuk nodus limfatikus , tonsil, limpa dan timus. Epitel
jalan nafas dapat menjadi nekrotik dan terkelupas menyebabkan infeksi bakteri sekunder;
dapat diamati adanya pneumonia interstisial dengan infiltrasi sel raksasa. Perubahan
dalam otak pasien dengan ensefalomielitis menyerupai perubahan yang terlihat pada pasca
ensefalitis virus dan terdiri atas perdarahan setempat , kongesti dan demielinasi perivena.
Kadar CD8 yang dapat larut meningkat dalam cairan serebrospinal selama fase akut
ensefalomielitis pasca campak, tetapi virus tidak dapat ditemukan. Patogenesisnya
mungkin berkaitan dengan infiltrasi CD8 dan sel T sitotoksik dalam otak yang bereaksi
dengan sel sasaran, baik sel pembentuk mielin maupun sel yang terinfeksi virus.
Tanda dan Gejala ( Manifestasi Klinik )4
o Masa inkubasi :
Sekitar 10-12 hari, jika gejala-gejala prodormal pertama dipilih sebagai waktu mulai,
atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih; jarang masa inkubasi dapat
6
sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi
dan kemudian menurun selama 24 jam.
o Stadium Prodromal ( 2-4 hari ) :
Demam tinggi terus menerus ( > 38,50C ), yang disertai batuk pilek , faring hiperemis,
dan nyeri menelan, stomatitis seta mata merah ( konjungtivitis ) dan fotofobia. Tanda
patognomonik ialah enantema mukosa pipi di depan molar tiga, yang disebut sebagai
bercak koplik. Kadang-kadang stadium ini juga disertai dengan diare.
o Stadium Erupsi :
Pada demam hari ke 4 atau 5 , muncul ruam makulopapular, didahului oleh peningkatan
suhu sebelumnya. Ruam secara bertahap muncul dari batas rambut di belakang telinga,
lalu menyebar ke wajah, dan akhirnya ke ekstremitas. Ruam tersebut bertahan selama
5-6 hari.
o Stadium Penyembuhan :
Setelah 3 hari , ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam
akan menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan mengelupas, serta baru akan
menghilang setelah 1-2 minggu . Penderita campak sangat infeksius sejak 1-2 hari
sebelum stadium prodromal , hingga 4 hari setelah ruam menghilang.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium hematologi rutin : jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat ( apabila
disertai dengan infeksi sekunder ) dan pemeriksaan untuk komplikasi :
ensefalopati/ensefalitis ( pemeriksaan cairan serebrospinal , analisis gas darah dan
elektrolit) ; enteritis ( analisis feses lengkap ); atau bronkopneumonia ( rontgen toraks dan
analisis gas darah ).
Diagnosis
Gejala klinis yang khas, yaitu melalui 3 fase trias dapat ditegakkan secara klinis ( demam,
ruam, batuk, dan konjungtivitis atau ditemukan bercak koplik ) dikonfirmasi dengan : (1)
identifikasi sel-sel besar multinukleus apusan mukosa nasal. Selama stadium prodromal
sel raksasa multinukleardapat diperagakan pada pulasan mukosa hidung (2) isolasi virus
7
untuk kultur. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan (3) deteksi antobodi serum ( pada
fase akut dan penyembuhan ).5 Diagnostik naik pada titer antibodi dapat dideteksi antara
serum serum akut dan konvalesen. Angka sel darah putih cenderung rendah dengan
limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya
menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal.
Diagnosis Diferensial
Penyakit lainnya dengan karakteristik demam yang disertai ruam makulopapular :
Toksoplasmosis, sindrom Kawasaki.6 Selain itu sebagai diagnosis diferensial lainnya :
Malaria, DBD, Tifoid, Varicella Zooster Virus, CMV infection, dan Mumps.
Toksoplasmosis
Toksoplasmosis didapat pada anak dengan kondisi imun yang normal mungkin tidak
memperlihatkan manifestasi adanya penyakit. Bila manifestasinya nyata, maka gejalanya
ialah demam, kuduk kaku , nyeri otot dan sendi, ruam makulopapel , limfadenopati
setempat atau umum, pembesaran hati, hepatitis, limfositosis reaktif, meningitis, abses
otak, ensefalitis, konfusi, maleis, pneumonia, polimiositis, perikarditis, efusi perikard,
miokarditis, dam korioretinitis.
Sindrom Kawasaki
Penyakit Kawasaki adalah penyakit yang dapat menyebabkan inflamasi pada dinding
pembuluh darah di seluruh tubuh. Kondisi ini termasuk penyakit langka yang mayoritas
menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Umumnya balita yang berusia antara
sembilan bulan hingga satu tahun. Gejala penyakit Kawasaki akan muncul dalam tiga
tahap. Tahap-tahap ini umumnya akan berlangsung selama 1,5 bulan.7
Tahap Pertama ( Minggu ke 1-2 ) :
Pada tahap ini, gejala utama yang muncul adalah demam selama lebih dari lima hari yang
disertai:
Ruam kemerahan yang pertama muncul di area organ intim dan menyebar ke tubuh
bagian atas, tangan, kaki, serta wajah. Ruam ini biasanya akan hilang dalam waktu satu
minggu.
8
Mata merah, tapi tidak keluar cairan.
Perubahan kondisi mulut, seperti lidah atau tenggorokan merah serta bibir yang kering
dan pecah-pecah.
Jari-jari tangan atau kaki yang bengkak dan memerah. Tangan dan kaki juga akan
terasa sakit.
Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher.
Tahap Kedua ( Pada minggu 2-4 ) :
Demam biasanya sudah turun, tapi anak akan mengalami gejala-gejala lain yang meliputi
kulit pada ujung jari tangan dan kaki mengelupas, gangguan pencernaan (seperti diare,
muntah, dan sakit perut), serta rasa nyeri dan pembengkakan pada sendi. Dalam tahap inilah,
risiko komplikasi seperti aneurisma dapat muncul. Aneurisma adalah pembengkakan pada
pembuluh koroner akibat melemahnya dinding pembuluh koroner akibat inflamasi.
Tahap ketiga ( Pada minggu 4-6 ini ) :
Gejala-gejala penyakit Kawasaki perlahan-lahan akan berkurang, tapi kondisi anak umumnya
masih lemas sehingga mudah lelah. Penyakit Kawasaki memang tidak bisa dicegah, tapi
diagnosis dan penanganan secepat mungkin dapat menurunkan risiko komplikasi. Dengan
penanganan dini, sebagian besar anak yang mengidap penyakit ini dapat sembuh total dalam
waktu enam minggu hingga dua bulan.
Malaria
Adalah penyakit menular akibat infeksi parasit plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk malaria yang bernama Anopheles. Nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria
ini banyak terdapat pada daerah dengan iklim sedang khususnya di benua Afrika dan India.
Termasuk juga di Indonesia.
Gejala Penyakit Malaria :
Gejala malaria mirip dengan gejala flu biasa. Penderita mengalami demam, menggigil, nyeri
otot persendian dan sakit kepala. Penderita mengalami mual, muntah, batuk dan diare. Gejala
khas malaria adalah adanya siklus menggigil, demam dan berkeringat yang terjadi berulang
9
ulang. Pengulangan bisa berlangsung tiap hari, dua hari sekali atau tiga hari sekali
terggantung jenis malaria yang menginfeksi. Gejala lain warna kuning pada kulit akibat
rusaknya sel darah merah dan sel hati.Infeksi awal malaria umumnya memiliki tanda dan
gejala sebagai berikut :
Menggigil
Demam tinggi
Berkeringat secara berlebihan seiring menurunnya suhu tubuh
Mengalami ketidaknyamanan dan kegelisahan (malaise)
Tanda dan gejala lain antara lain:
Sakit kepala
Mual
Muntah
Diare
Dalam beberapa kasus, parasit penyebab malaria bisa bertahan dalam tubuh manusia selama
beberapa bulan. Sementara itu, infeksi akibat parasit P. falciparum biasanya lebih serius dan
lebih mengancam nyawa. Sehingga ketika merasakan gejala tersebut, penangan dokter lebih
awal sangat disarankan.
Demam Berdarag Dengue (DBD)
DBD memiliki tanda dan gejala yang khas, yaitu : Nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia,
artralgia/nyeri tulang, ruam (rash), manifestasi perdarahan, tidak ada bukti kebocoran plasma.
DBD memiliki 4 grade. Berikut adalah tanda dan gejala dari masing-masing grade :
Demam berdarah dengue grade I :
Deman dan manifestasi perdarahan ( uji tourniket positif ) dan adanya bukti kebocoran
plasma.
Demam berdarah dengue grade II :
Sama seperti grade I ditambah adanya perdarahan spontan
10
Demam berdarah dengue grade III :
Sama seperti grade I dan II, ditambah tanda kegagalan sirkulasi : nadi lemah, tekanan nadi
< 20 mmHg. Hipotensi, tampak lemas.
Demam berdarah dengue grade IV :
Sama seperti grade III, ditambah bukti nyata adanya syok dengan tekanan darah tidak
terukur dan nadi tidak teraba.
Tifoid
Tifoid memiliki tanda dan gejala :
Masa Inkubasi (10-14 hari ): asimtomatis;
Fase invasi. Demam ringan, naik secara bertahap, terkadang suhu malam lebih tinggi
dibandingkan pagi hari. Gejala lainnya ialah nyeri kepala, rasa tidak nyaman pada saluran
cerna, mual, muntah, sakit perut, batuk, lemas. Konstipasi.
Di akhir minggu pertama, demam telah mencapai suhu tertinggi dan akan konstan tinggi
selama minggu kedua. Tanda lainnya ialah bradikardia relatif, pulsasi dikrotik,
hepatomegali, splenomegali. Lidah tifoid ( di bagian tengah kotor, di tepi hiperemis ),
serta diare dan konstipasi.
Stadium evolusi. Demam mulai turun perlahan, tetapi dalam waktu yang cukup lama.
Dapat terjadi komplikasi perforasi usus. Pada sebagian kasus, bakteri masih ada dalam
jumlah minimal ( menjadi karier kronis )
Varicella Zooster Virus
Varicella Zooster Virus memiliki tanda dan gejala :
Gejala prodormal seperti demam, malaise, dan nyeri kepala
Lesi kulit : papul eritematosa yang berubah menjadi vesikel berbentuk menyerupai tetesan
embun ( tear drops ). Vesikel ini menjalar secara sentrifugal dari badan kemudian ke
wajah, ekstremitas, selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas. Vesikel dapat
berkembang menjadi pustul , kemudian pecah , mengering membentuk krusta.
Gejala lain : gatal pada lesi kulit dan pembesaran kelenjar getah bening.
11
CMV infection
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan infeksi
oleh cytomegalovirus, suatu virus yang tergolong keluarga virus herpes yang dapat menyebar
dengan mudah melalui cairan tubuh, seperti darah, air liur, urin, mani, dan air susu ibu.
Tanda dan gejala CMV Infection :
Hampir semua orang akan terinfeksi oleh virus ini tetapi kondisi ini jarang menimbulkan
gejala karena sistem kekebalan tubuh mampu melawan virus ini. Namun, pada orang-orang
yang sistem kekebalan tubuh yang melemah, seperti orang yang telah melakukan
transplantasi organ atau sedang dalam pengobatan kemoterapi, mereka dapat mengalami
gejala, seperti demam, diare, gangguan penglihatan dan bahkan kejang.8
Mumps
Tanda dan Gejala Penyakit Gondongan :
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat
digambarkan sdebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5
– 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan
pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar
di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah
zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
Tata laksana
Tidak ada obat yang spesifik untuk campak, yang diberikan adalah bersifat suportif seperti
tirah baring, hindari cahaya, serta pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Indikasi
12
rawat inap : hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau disertai komplikasi.
Pemberian obat simptomatik seperti asetaminofen atau ibuprofen. Pemberian vitamin A
untuk usia < 6 bulan sebanyak 50.000 IU, usia 6 bulan – 1 tahun sebanyak 100.000 IU,
anak > 1 tahun sebanyak 200.000 IU, apabila disertai gejala pada masa akibat kekurangan
vitamin A atau gizi buruk, diberikan 3 kali; 1 hari 2 , dan 2-4 minggu setelah dosis kedua. 9
Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi sekunder. Pemberian vaksin campak sebagai
profilaksis pasca pajanan dapat diberikan pada individuimunokompromais atau dengan
penyakit kronis, dalam 72 jam pasca pajanan.Alternatif lainnya ialah imunoglobulindalam
6 hari pasca papapran. Pada kasus dengan komplikasi seperti ensefalopati dan
bronkopneumonia. Pada ensefalopati : gunakan kloramfenikol 75 mg/KgBB/hari dibagi 4
dosis selama -10 hari. Selain itu gunakan deksametason dengan dosis awal 1
mg/KgBB/hari, dilanjutkan 0,5 g/KgBB/hari dibagi dalam tiga dosis sampai kesadaran
membaik. Pemberian yang melebihi 5 hari , lakukan tapering-off saat menghentikan
terapi. Sedangkan pada bronkopneumonia : oksigen 2 liter/menit, kloramfenikol 75
mg/Kg/hari dibagi 4 dosis dan ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis selama 7-10
hari.
Komplikasi
Komplikasi utama campak adalah otitis media, pneumonia dan ensefalitis. Noma pipi
dapat terjadi pada keadaan yang jarang . Gangren muncul di mana-mana tampak
merupakan akibat purpurafulminan atau koagulasi intravaskuer tersebar.
Pneumonia dapat disebebkan oleh virus campak sendiri; lesi adalah interstisial. Pneumonia
campak pada penderita dengan infeksi HIV sering mematikan dan tidak selalu disertai
oleh ruam. Namun bronkopneumonia lebih sering; bronkopneumoni karena invasi bakteri
sekunder, terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenza.
Laringitis, trakeitis dan breonkitis lazim ada dan mungkin karena virus saja. Salah satu
dari kemungkinan bahaya campak adalah eksaserbasi proses tuberkulosis yang ada
sebelumnya. Mungkin juga ada kehilangan hipersensitivitas sementara terhadap
tuberkulin. Miokarditis adalah komplikasi serius yang jarang; perubahan
elektrokardiografi semntara dikatakan relatif jarang.
Komplikasi neurologis lebih sering pada campak dari pada eksantem lain apapun. Insiden
ensefalomielitis diperkirakan 1-2/1000 kasus campak yang dilaporkan. Tidak ada korelasi
antara keparahan campak dan keparahan keterlibatan neurologis atau antara keparahan
proses ensefalitis inisial dan prognosis. Jarang, ensefalitis dilaporkan bersama campak
13
yang dimodifikasi oleh gama globulin, keterlibatan ensefalitis nampak sebelum masa
eruptif, tetapi lebih sering mulai terjadi 2-5 hari sesudah munculnya ruam. Penyebab
ensefalitis campak tetap tetap kontroversial. Ia dikesankan bahwa bila ensefalitis terjadi
pada awal perjalanan penyakit, invasi virus memainkan peran besar , walaupun virus
campak jarang diisolasi dari jaringan otak; ensefalitis yang terjadi kemudian terutama
demielinisasi dan dapat menggambarkan rekasi imunologis. Pada tipe demielinisasi ini
gejala-gejala dan perjalannya tidak berbeda dari gejala-gejala dan perjalanan ensefalitis
parainfeksi lain. Ensefalitis yang mematikan terjadi pada anak yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif untuk keganasan. Komplikasi sistemsaraf sentral lain, seperti
sindrom GuillainBaree, hemiplegia, tromboflebitis serebral, dan neuritis retrobulber,
jarang ada.
Prognosis
Anak dengan campak mempunyai prognosis yang baik, dan pasca infeksi menimbulkan
kekebalan yang bersifat permanen, walaupun dapat terjadi reinfeksi. Bayi dengan sindrom
campak yang lengkap mempunyai prognosis buruk, sedangkan bayi dengan infeksi yang
terjadi pada umur kehamilan > 16 minggu mempunyai prognosis lebih baik. Insiden
reinfeksi pada anak yang pernah mendapat campak adalah 3-10% dan yang mendapat
imunisasi adalah 14-18%.
Kesimpulan
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi merupakan
penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh
virus RNA dari family paramixoviridae, genus Morbilivirus , yang ditularkan secara droplet.
Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium erupsi dan
stadium penyembuhan. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif,
pasif dan isolasi penderita. Reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan
pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan
kematian yang tajam, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
14
Daftar Pustaka
1. Hendarto. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa
Aksara. 2012.
2. Widagdo. Masalah dan Tata Laksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta : Sagung
Seto. 2011.
3. Isselbacher, Braunwald, Wilson, dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
13th ed. Jakarta : Buku Kdokteran EGC. 2012.
4. Chris T, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita Selekta Kedokteran.4 th ed. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.
5. Maldonado Y. Measles. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J. Schor N,
Behrman RE, penyunting. Nelson’s textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders;2012.
6. Sumarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS. Penyunting. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.
7. Newburger J et al. Diagnosis, Treatment, and Long-Term Management of Kawasaki
Disease : A Statement for Health Professionals From the Committee on Rheumatic,
Fever, Endocarditisn and Kawasaki Disease, Council on Cardiovascular Disease in
Yong, America Heart Association. Pediatrics 2004; 114; 1708-1733.
8. Plotkin SA. Vaccination against cytomegalovirus, the changeling demon. Pediatr
Infect Dis J. Apr 2002;18(4):313-25; quiz 326.
9. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113 Cherry J.D. 2004.
15