budaya lampungrepository.radenintan.ac.id/11434/1/budaya lampung dan... · 2020. 8. 3. · a. latar...
TRANSCRIPT
Budaya Lampung & Penyelesaian Konflik
Sosial Keagamaan
Drs. Agus Pahrudin, M.Pd. Drs. Mansyur Hidayat, M.Ag.
Budaya Lampung & Penyelesaian Konflik
Sosial Keagamaan
Drs. Agus Pahrudin, M.Pd. Drs. Mansyur Hidayat, M.Ag.
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
BUDAYA LAMPUNG DAN PENYELESAIANKONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN
PenulisDrs. Agus Pahrudin, M.Pd. (Ketua Peneliti)
Drs. Mansyur Hidayat, M.Ag. (Anggota Peneliti)
Desain Cover & LayoutPAI Creative
x + 256 hal : 14 x 20 cmCetakan 2007
ISBN: 978-602-5857-27-0
PenerbitPustaka Ali Imron
Perum Polri Haji Mena Natar Lampung selatan
HP. 0822 8003 5489email : [email protected]
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
vBudaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah S.W.T, yang telah memberikan berbagai rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga hasil penelitian yang berjudul : “BUDAYA LAMPUNG DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN”, dapat diselesaikan tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada suri teladan umat manusia yakni Rasulullah Muhammad S.A.W yang telah menuntun umatnya ke jalan yang benar yakni Islam.
Fokus Penelitian ini adalah (1) Apa saja nilai budaya Masyarakat Lampung, baik yang fungsional maupun disfungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan ?. (2) Bagaimana peran nilai budaya Masyarakat etnis lampung yang fungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan? (3) Faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya konflik sosial keagamaan? (4) Apa upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan budaya lokal?.
Penelitian ini terlaksana atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama R.I. Yang tertuang dalam DIPA No. MA. 01.0039.0925.521114, Tahun Anggaran 2007.
vi Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penelitian ini dihaturkan terima kasih yang tak terhingga. Pada akhirnya, hasil penelitian ini dipersembahkan kepada masyarakat akademik, semoga menjadi setitik sumbangan bagi pengembang an ilmu pengetahuan yang amat luas. Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Bandar Lampung, Juli 2007 Ketua Peneliti Drs. Agus Pahrudin, M.Pd.
viiBudaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penelitian ini dihaturkan terima kasih yang tak terhingga. Pada akhirnya, hasil penelitian ini dipersembahkan kepada masyarakat akademik, semoga menjadi setitik sumbangan bagi pengembang an ilmu pengetahuan yang amat luas. Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Bandar Lampung, Juli 2007 Ketua Peneliti Drs. Agus Pahrudin, M.Pd.
Bagi suatu masyarakat pluralistik seperti halnya di Lampung, potensi konflik sangat dimungkinkan terjadi. Ragam konflik yang terjadi bisa berasal dari berbagai hal, seperti halnya: konflik antar agama, konflik antar etnis, konflik antar budaya, konflik antar suku, ataupun konflik kepentingan antar masyarakat dari daerah atau propinsi yang berbeda. Konflik antar pengikut agama yang berbeda, biasanya terjadi manakala norma dan nilai-nilai agama yang dianutnya dicampakkan atau dilecehkan oleh penganut agama lainnya.
Konflik sangat mungkin terjadi manakala tingkat toleransi antar agama tak terpelihara dengan baik. Kesepakatan antar pemuka agama untuk hidup berdampingan secara harmonis dalam menjalankan agamanya masing-masing serta saling menghormati dan saling memahami satu sama lain merupakan suatu hal yang sangat mendasar bagi terhindarinya konflik yang berbasis agama dan budaya.
viii Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian dengan judul
““BUDAYA LAMPUNG DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN”,” yang dilakukan oleh Drs. Agus Pahrudin, M.Pd., dkk, patut memperoleh sambutan dan apresiasi yang baik.
Penelitian ini terlaksana atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama R.I. Tahun Anggaran 2007. Mudah-mudahan kerjasama seperti ni dapat dilanjutkan pada masa mendatang.
Akhirnya, kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penelitian ini dihaturkan terima kasih yang tak terhingga.
Bandar Lampung, Juli 2007 Kapuslit, Drs. Yukrim Latief, M.Ag. Nip: 150206300
ixBudaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian dengan judul
““BUDAYA LAMPUNG DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN”,” yang dilakukan oleh Drs. Agus Pahrudin, M.Pd., dkk, patut memperoleh sambutan dan apresiasi yang baik.
Penelitian ini terlaksana atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama R.I. Tahun Anggaran 2007. Mudah-mudahan kerjasama seperti ni dapat dilanjutkan pada masa mendatang.
Akhirnya, kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penelitian ini dihaturkan terima kasih yang tak terhingga.
Bandar Lampung, Juli 2007 Kapuslit, Drs. Yukrim Latief, M.Ag. Nip: 150206300
KATA PENGANTAR PENELITI ...................................................... v KATA SAMBUTAN KAPUSLIT IAIN RADEN INTAN ............ vii DAFTAR ISI ............................................................................................ ix BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Masalah Penelitian .............................................................. 8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... 8 D. Metodologi Penelitian ....................................................... 9
BAB II. AGAMA DAN BUDAYA SEBAGAI ALTERNATIF
SOLUSI KONFLIK KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG ........................................... 10
A. Pengertian Agama ............................................................... 10 B. Pluralitas Agama dan Paham Keagamaan .................... 13 C. Potensi Konflik Sosial Keagamaan ................................. 17 D. Sejarah dan Tipologi Adat Istiadat Masyarakat
Lampung ................................................................................. 18 E. Potret Masyarakat, Agama dan Budaya Lampung ..... 29 F. Adat-Budaya, Agama dan Kehidupan Keagamaan
Pada Masyarakat Lampung .............................................. 36 G. Adat-Budaya Lampung Sebagai Alternatif Tawaran
Solusi Konflik Keagamaan di Lampung ........................ 42
x Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
BAB III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG .............................................. 44
A. Kota Bandar Lampung ....................................................... 44 B. Kabupaten Tulang Bawang ............................................... 55 C. Kabupaten Lampung Tengah .......................................... 73 D. Kabupaten Lampung Timur ............................................. 105 E. Kabupaten Lampung Barat ............................................... 139 F. Kabupaten Way Kanan ...................................................... 150 G. Kabupaten Lampung Selatan ........................................... 160 H. Kota Mero .............................................................................. 169 I. Kabupaten Tanggamus ...................................................... 185 J. Kabupaten Lampung Utara .............................................. 191
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN . 215
A. Budaya Lampung yang masih fungsional dan disfungsional ........................................................................ 215
B. Budaya Lampung Dalam Meredam Konflik Sosial ..... 229 C. Implementasi Nilai Kemuakhian (Persaudaraan) ....... 236 D. Mekanisme Penyelesaian Konflik ................................... 238 E. Budaya dan Konflik Sosial Keagamaan ......................... 239
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................ 248
A. Kesimpulan ........................................................................... 248 B. Rekomendasi ........................................................................ 250
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 252 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... 256
1Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
BAB III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG .............................................. 44
A. Kota Bandar Lampung ....................................................... 44 B. Kabupaten Tulang Bawang ............................................... 55 C. Kabupaten Lampung Tengah .......................................... 73 D. Kabupaten Lampung Timur ............................................. 105 E. Kabupaten Lampung Barat ............................................... 139 F. Kabupaten Way Kanan ...................................................... 150 G. Kabupaten Lampung Selatan ........................................... 160 H. Kota Mero .............................................................................. 169 I. Kabupaten Tanggamus ...................................................... 185 J. Kabupaten Lampung Utara .............................................. 191
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN . 215
A. Budaya Lampung yang masih fungsional dan disfungsional ........................................................................ 215
B. Budaya Lampung Dalam Meredam Konflik Sosial ..... 229 C. Implementasi Nilai Kemuakhian (Persaudaraan) ....... 236 D. Mekanisme Penyelesaian Konflik ................................... 238 E. Budaya dan Konflik Sosial Keagamaan ......................... 239
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................ 248
A. Kesimpulan ........................................................................... 248 B. Rekomendasi ........................................................................ 250
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 252 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... 256
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi historiografi Indonesia membagi sejarah ke dalam periodesasi yang langsung atau tidak langsung terkait dengan agama. Ada zaman kuno (pra sejarah) yang terkait dengan tradisi animisme-dinamisme; zaman Hindu/Budha yang terkait dengan bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu/budha: Pajajaran, Galuh, Mataran, Medang Kemulan, Kediri, Sriwijaya, Kutai, Majapahit, zaman Islam terkait dengan bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam: Pasei, Peurlak, Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, Goa, Ternate, Tidore, zaman modern (penjajahan) terkait dengan penyebaran agama Nasrani. Secara demografis, yang dibuktikan oleh hasil setiap sensus yang diadakan secara periodik, seluruh penduduk Indonesia menyatakan diri sebagai pemeluk salah satu agama: Islam (87,21%), Kristen (6,04%), Katolik (3,58%), Hindu (1,83%), Budha (1,03%), dan lain-lain (0,32%). Selanjutnya, secara sosiologis kita dapat melihat bukti-bukti empirik yang dapat diamati secara kasat mata tentang adanya umat yang aktif beribadat, adanya lembaga-lembaga dan organisasi agama, tokoh-tokoh agama dalam berbagai tingkatan beserta umatnya, upacara hari-hari besar agama, dll. Di bidang politik, kita juga menyaksikan adanya partai-partai politik berdasarkan agama. Sedangkan secara kultural, kita juga menyaksikan bukti-bukti
2 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tentang hidupnya tradisi-tradisi keagamaan, kesenian, benda-benda agama, pranata-pranata agama, dan sebagainya.
Pada sebagian besar masyarakat Indonesia masih terus hidup dan berlaku kearifan-kearifan lokal (local indigenous), baik berupa adat-istiadat, tradisi, petatah-petitih maupun semboyan hidup yang sangat selaras dengan pesan perdamaian dan kerukunan berbagai agama seperti konsep-konsep: dalihan natolu (Tapanuli), Rumah Betang atau rumah panjang (Kalimantan Tengah), Menyama Braya (Bali), Siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur), Alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DIY), Basusun sirih (Melayu/Sumatra), Seloka (Jambi), Sipaka leppi dan sipakatau (Bugis), Solatta (Toraja), Kalosara dan Samaturru mepoko aso dan mendudulu (Sulawesi Tenggara), Kito samua basudara dan toraranga (Sulawesi Tengah), Kitorang basudara, Sulut sulit disulut (Sulawesi Utara), dst1.
Bagi suatu masyarakat pluralistik seperti halnya Indonesia, potensi konflik sangat dimungkinkan terjadi. Ragam konflik yang terjadi bisa berasal dari berbagai hal, seperti halnya: konflik antar agama, konflik antar etnis, konflik antar budaya, konflik antar suku, ataupun konflik kepentingan antar masyarakat dari daerah atau propinsi yang berbeda. Konflik antar pengikut agama yang berbeda, biasanya terjadi manakala norma dan nilai-nilai agama yang dianutnya dicampakkan atau dilecehkan oleh penganut agama lainnya. Konflik sangat mungkin terjadi manakala tingkat toleransi antar agama tak terpelihara dengan baik. Kesepakatan antar pemuka agama untuk hidup berdampingan secara harmonis dalam menjalankan agamanya masing-masing serta saling menghormati dan saling memahami satu sama lain merupakan suatu hal yang sangat mendasar bagi terhindarinya konflik antar agama yang berkepanjangan.
1 Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk semua:Perspektif berbagai Agama,
Balitbang Depag RI, Jakarta, 2004, hlm. 3.
3Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tentang hidupnya tradisi-tradisi keagamaan, kesenian, benda-benda agama, pranata-pranata agama, dan sebagainya.
Pada sebagian besar masyarakat Indonesia masih terus hidup dan berlaku kearifan-kearifan lokal (local indigenous), baik berupa adat-istiadat, tradisi, petatah-petitih maupun semboyan hidup yang sangat selaras dengan pesan perdamaian dan kerukunan berbagai agama seperti konsep-konsep: dalihan natolu (Tapanuli), Rumah Betang atau rumah panjang (Kalimantan Tengah), Menyama Braya (Bali), Siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur), Alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DIY), Basusun sirih (Melayu/Sumatra), Seloka (Jambi), Sipaka leppi dan sipakatau (Bugis), Solatta (Toraja), Kalosara dan Samaturru mepoko aso dan mendudulu (Sulawesi Tenggara), Kito samua basudara dan toraranga (Sulawesi Tengah), Kitorang basudara, Sulut sulit disulut (Sulawesi Utara), dst1.
Bagi suatu masyarakat pluralistik seperti halnya Indonesia, potensi konflik sangat dimungkinkan terjadi. Ragam konflik yang terjadi bisa berasal dari berbagai hal, seperti halnya: konflik antar agama, konflik antar etnis, konflik antar budaya, konflik antar suku, ataupun konflik kepentingan antar masyarakat dari daerah atau propinsi yang berbeda. Konflik antar pengikut agama yang berbeda, biasanya terjadi manakala norma dan nilai-nilai agama yang dianutnya dicampakkan atau dilecehkan oleh penganut agama lainnya. Konflik sangat mungkin terjadi manakala tingkat toleransi antar agama tak terpelihara dengan baik. Kesepakatan antar pemuka agama untuk hidup berdampingan secara harmonis dalam menjalankan agamanya masing-masing serta saling menghormati dan saling memahami satu sama lain merupakan suatu hal yang sangat mendasar bagi terhindarinya konflik antar agama yang berkepanjangan.
1 Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk semua:Perspektif berbagai Agama,
Balitbang Depag RI, Jakarta, 2004, hlm. 3.
Gejala religiusitas masyarakat yang bukti-buktinya terurai di atas berikut tradisi dan kearifan lokal yang masih ada dan berlaku di masyarakat berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai karena agama pada dasarnya mengajarkan perdamaian dengan sesama, dengan lingkungan dan dengan Tuhan.
Agama boleh saja secara ideal mengklaim diri sebagai pembawa pesan esensial tentang perdamaian. Namun dalam realitas kehidupan acapkali gejala yang nampak justru sebaliknya. Umat beragama malah tak segan mempermalukan diri dan Tuhannya dengan berkonflik atas nama pembedaan dan pembelaan terhadap agama. Nilai ideal yang dibawa agama memang menghadapi berbagai persoalan tatkala ia muncul dan bergelut dalam realitas proses sejarah kehidupan umat manusia.
Masyarakat Lampung termasuk tipikal masyarakat multikultural, keberagaman etnis, agama dan ragam budaya lokal menjadi aset bagi daerah yang dijuluki bumi ruwa jurai. Nilai-nilai budaya lokal sebagai cerminan kearifan lokal seperti piil pasenggiri, sakai sambayan, puakhi dan berbagai simbol lainnya yang mengggambarkan khazanah budaya Lampung cukup kaya.
Masyarakat Lampung memiliki keanekaragaman budaya yang perlu dilestarikan dan dipertahankan, yakni kekayaan nilai-nilai khasanah budaya masyarakat Lampung, yang sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satunya dilihat secara objektif dengan nilai-nilai agama yang dianut. Dalam hal ini perpaduan nilai-nilai agama dan budaya dimana masyarakat lampung sebagai masyarakat religius mampu memelihara nilai-nilai budayanya, sehingga sebuah tatanan masyarakat dalam kehidupan sosial keagamaannya mampu terwujud sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial yang mewarnai dinamika masyarakat secara umum. Adat Sai Batin merupakan sebuah lembaga yang telah melembagakan dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat
4 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara geografis Propinsi Lampung sangat strategis sebagai pintu gerbang sumatera yang menghubungkan antara pulau Jawa dan Sumatra dengan areal dataran seluas 35.288.35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatra. Secara georafis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat berada antara : 103.40 derajat -105.50 derajat Bujur Timur dan Utara-Selatan berada antara : 6.45 derajat – 3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : (1) Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara, (2) Selat Sunda, di sebelah Selatan, (3) Laut Jawa, di sebelah Timur, (4) Samudra Indonesia, di sebelah Barat.
Jadi, sebuah kenyataan yang tidak bisa diingkari bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang majemuk baik dari sisi etnis, budaya, suku, agama dan bahasa. Kemajemukan disatu sisi merupakan asset kekayaan khazanah budaya bangsa, namun disisi lain dapat menjadi potensi konflik tatkala warga bangsa gagal menyikapi kemajemukan secara arif dan proporsional. Beberapa kasus yang pernah terjadi berupa konflik antar etnis, antar agama, antar sekte (faham) internal agama, separatisme negara-masyarakat, konflik ekonomi, perkelahian antar desa, tawuran antar sekolah 2merupakan salah satu ekses negative dari kemajemukan yang gagal difahami oleh warga bangsa. Sejalan dengan terus berlangsungnya perubahan ditingkat nasional dan global, maka kemajemukan dan keragaman akan semakin niscaya, dan bahkan nuansa kemajemukan yang ada akan mengambil bentuk yang lebih ekstrim.
Keragaman dan perbedaan yang muncul pada tataran kehidupan nasional terlihat semakin nyata seiring dengan perubahan system politik yang memberikan ruang yang luas bagi
2 Fachruddin dan Suharyadi, Falsafah Pi’il Pasenggiri Sebagai Norma Tata Krama
Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung, Arian Jaya, Bandar Lampung, 1986, hlm. 5
5Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara geografis Propinsi Lampung sangat strategis sebagai pintu gerbang sumatera yang menghubungkan antara pulau Jawa dan Sumatra dengan areal dataran seluas 35.288.35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatra. Secara georafis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat berada antara : 103.40 derajat -105.50 derajat Bujur Timur dan Utara-Selatan berada antara : 6.45 derajat – 3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : (1) Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara, (2) Selat Sunda, di sebelah Selatan, (3) Laut Jawa, di sebelah Timur, (4) Samudra Indonesia, di sebelah Barat.
Jadi, sebuah kenyataan yang tidak bisa diingkari bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang majemuk baik dari sisi etnis, budaya, suku, agama dan bahasa. Kemajemukan disatu sisi merupakan asset kekayaan khazanah budaya bangsa, namun disisi lain dapat menjadi potensi konflik tatkala warga bangsa gagal menyikapi kemajemukan secara arif dan proporsional. Beberapa kasus yang pernah terjadi berupa konflik antar etnis, antar agama, antar sekte (faham) internal agama, separatisme negara-masyarakat, konflik ekonomi, perkelahian antar desa, tawuran antar sekolah 2merupakan salah satu ekses negative dari kemajemukan yang gagal difahami oleh warga bangsa. Sejalan dengan terus berlangsungnya perubahan ditingkat nasional dan global, maka kemajemukan dan keragaman akan semakin niscaya, dan bahkan nuansa kemajemukan yang ada akan mengambil bentuk yang lebih ekstrim.
Keragaman dan perbedaan yang muncul pada tataran kehidupan nasional terlihat semakin nyata seiring dengan perubahan system politik yang memberikan ruang yang luas bagi
2 Fachruddin dan Suharyadi, Falsafah Pi’il Pasenggiri Sebagai Norma Tata Krama
Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung, Arian Jaya, Bandar Lampung, 1986, hlm. 5
ekspresi kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi (berserikat) dan berkumpul, kebebasan menganut aliran pemikiran dan aliran keagamaan. Namun sebuah kenyataan memberikan pelajaran berharga bahwa kebebasan tanpa dibarengi dengan kearifan dalam bersikap kerap melahirkan keadaan yang kontra-produktif, yang membawa korban dan biyaia Sosial (Sosial cost) yang tinggi, baik berupa kerusakan pada sarana fisik, trauma mental, bahkan berwujud pertikaian sosial.
Salah satu kebijakan politik yang mengiringi reformasi pengelolaan bangsa adalah pemberlakuan otonomi daerah yang disatu sisi memberikan penguatan bagi tumbuhnya kreatifitas dalam menggali sumber-sumber daya local guna memacu upaya percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat disegala bidang, baik fisik material maupun mental spiritual. Dampak positif yang segera terlihat dari pemberlakuan otonomi daerah adalah timbulnya spirit kompetisi untuk menggali sumberdaya dan khazanah kebudayaan lokal yang dapat dijadikan sumber inspirasi dan motivasi maupun kekuatan pengendali dalam pembangunan. Dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk baik dari sisi etnis, budaya dan agama, maka kekayaan khazanah budaya lokal merupakan sebuah realitas yang tidak bisa dipungkiri.
Budaya Lampung merupakan salah satu budaya domestik yang disamping memiliki sejarah yang panjang juga masih mampu bertahan bahkan mengaktualisasi diri dalam kehidupan masyarakat etnis Lampung berhadapan dengan perubahan-perubahan yang dialami. Kemampuan budaya Lampung untuk bertahan dari serbuan nilai-nilai budaya impor dimungkinkan karena relevansi kandungan budaya itu bagi kehidupan indifidu, keluarga bahkan kehidupan sosial dalam situasi yang berubah-ubah. Aspek lain yang menarik dari budaya Lampung adalah sikap penganutnya (etnis Lampung) untuk beradaptasi, berinteraksi dan bersosialisasi dengan konfigurasi penduduk Lampung dengan
6 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
keragaman etnis, budaya, bahasa, dan agama. Pada mulanya propinsi Lampung hanya didiami oleh masyarakat asli suku Lampung yang menggunakan bahasa Lampung, mempraktikkan nilai-nilai budaya Lampung dalam kehidupan mereka sehari –hari. Namun kemudian karena potensi alam yang dimiliki berupa tanah yang luas dan subur, maka terjadilah migrasi dari luar daerah, baik jawa, bugis, dan etnis lain dari pulau Sumatera. Migrasi ke Lampung ini terutama dilakukan oleh orang-orang dari Pulau Jawa melalui program transmigrasi yang digalakkan oleh Pemerintah pada 1960 an3. Kenyataannya kini wilayah Propinsi Lampung didiami oleh masyarakat dengan latar belakang etnik yang beragam. Masyarakat Lampung, sebagaimana ditunjukkan dalam Lambang daerah “Sang Bumi Rua Jurai” yang salah satu artinya adalah bahwa penduduk Propinsi Lampung terdiri dari penduduk asli (orang Lampung) dan penduduk pendatang. Orang Lampung sendiri secara garis besar terdiri dari dua kelompok masyarakat adat : yaitu Orang Lampung Pepadun dan Orang Lampung Pesisir. Orang Lampung jurai Pepadun pada umumnya bermukim disepanjang aliran sungai yang bermuara ke laut Jawa dan Orang Lampung jurai saibatin bermukin di Pesisir pantai dan disepanjang aliran sungai yang bermuara ke Samudera Indonesia4. Menurut Hilman, “Orang Lampung Pepadun dicirikan oleh tutur berdialek O, sementara Saibatin dalam bertutur memakai dialek A, sekalipun tidak semua orang Pepadun berdialek O”. 5
Sementara penduduk pendatang berasal dari berbagai macam suku : Jawa, Bugis, Minang, Batak, dan lain-lain. Keberadaan Pendatang disamping telah berhasil membangun
3 Husin Sayuti, et.all., Sejarah Pembentukan Provinsi Lampung, Mandar Maju,
Bandung, 1999, hlm. 44. 4 Ali Imron, Pola Perkawinan Saibatin dulu dan Sekarang, Bandar Lampung,
Gunung Pesagi Press, 2002, hlm. 1 5 Hilman Hadikusuma, Masyarakat dan Adat Budaya Lampung, Mandar Maju, Bandung, 1990.
7Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
keragaman etnis, budaya, bahasa, dan agama. Pada mulanya propinsi Lampung hanya didiami oleh masyarakat asli suku Lampung yang menggunakan bahasa Lampung, mempraktikkan nilai-nilai budaya Lampung dalam kehidupan mereka sehari –hari. Namun kemudian karena potensi alam yang dimiliki berupa tanah yang luas dan subur, maka terjadilah migrasi dari luar daerah, baik jawa, bugis, dan etnis lain dari pulau Sumatera. Migrasi ke Lampung ini terutama dilakukan oleh orang-orang dari Pulau Jawa melalui program transmigrasi yang digalakkan oleh Pemerintah pada 1960 an3. Kenyataannya kini wilayah Propinsi Lampung didiami oleh masyarakat dengan latar belakang etnik yang beragam. Masyarakat Lampung, sebagaimana ditunjukkan dalam Lambang daerah “Sang Bumi Rua Jurai” yang salah satu artinya adalah bahwa penduduk Propinsi Lampung terdiri dari penduduk asli (orang Lampung) dan penduduk pendatang. Orang Lampung sendiri secara garis besar terdiri dari dua kelompok masyarakat adat : yaitu Orang Lampung Pepadun dan Orang Lampung Pesisir. Orang Lampung jurai Pepadun pada umumnya bermukim disepanjang aliran sungai yang bermuara ke laut Jawa dan Orang Lampung jurai saibatin bermukin di Pesisir pantai dan disepanjang aliran sungai yang bermuara ke Samudera Indonesia4. Menurut Hilman, “Orang Lampung Pepadun dicirikan oleh tutur berdialek O, sementara Saibatin dalam bertutur memakai dialek A, sekalipun tidak semua orang Pepadun berdialek O”. 5
Sementara penduduk pendatang berasal dari berbagai macam suku : Jawa, Bugis, Minang, Batak, dan lain-lain. Keberadaan Pendatang disamping telah berhasil membangun
3 Husin Sayuti, et.all., Sejarah Pembentukan Provinsi Lampung, Mandar Maju,
Bandung, 1999, hlm. 44. 4 Ali Imron, Pola Perkawinan Saibatin dulu dan Sekarang, Bandar Lampung,
Gunung Pesagi Press, 2002, hlm. 1 5 Hilman Hadikusuma, Masyarakat dan Adat Budaya Lampung, Mandar Maju, Bandung, 1990.
kehidupan pribadinya, juga telah memberikan kontribusi bagi perkembangan daerah Lampung baik dari sisi ekonomi, Sosial bahkan budaya.
Realitas kemajemukan masyarakat Lampung sebagaimana tergambar diatas, disamping menjanjikan potensi kekuatan pembangunan daerah, juga potensial melahirkan kerawanan Sosial berupa konflik dan perselisihan, baik laten maupun manifest. Dalam sejarahnya beberapa konflik pernah terjadi di daerah lampung, seperti kasus Sara pada tahun 1975 dalam wujud pembakaran rumah tinggal yang dijadikan gereja oleh masyarakat dilingkungan transmigrasi Angkatan Darat, Kasus Sara 1985 dalam rupa pembakaran gereja di Kecamatan sukoharjo Lampung Selatan, Kasus Sara 1986 berupa pembakaran rumah tinggal di Pabelan Lampung Selatan yang diduga berfungsi ganda sebagai tempat ibadah, kasus sara tahun 1994 berupa pembakaran gedung yang dipergunakan sebagai gereja oleh masyarakat,6 Demikian juga peristiwa geger nasional Kasus Kerusuhan Way Jepara yang banyak menelan korban berupa kehilangan tempat tinggal dan jiwa manusia. Kasus ini sampai saat ini belum juga terselesaikan karena persoalan yang rumit dan sarat dengan nuansa politik.
Dalam mengatasi konflik yang pernah terjadi maupun meredam potensi konflik yang tersimpan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, sederet upaya dilakukan, baik melalui pendekatan Sosial, politik, ekonomi budaya dan agama. Upaya-upaya akademis untuk merumuskan pendekatan ilmiyah mengatasi dan meredam potensi konflik juga terus dilakukan, oleh perorangan maupun institusi-institusi swasta dan pemeintah. Seiring dengan kekayaan khazanah kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, maka penggalian nilai-nilai budaya
6 Syahrial Ali, Peta Kerukunan di Lampung, dalam Achmad Syahid, Zainuddin Daulay (ed) Riuh di Beranda satu Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, Balitbang Depag RI, Jakarta, 2001
8 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yang terkandung dalam kekayaan budaya etnis masyarakat Indonesia sepatutnya dilakukan.
Penelitian ini berusaha mengungkap nilai-nilai budaya Lampung dalam meredam konflik Sosial keagamaan. B. Masalah Penelitian
Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja nilai budaya Masyarakat Lampung, baik yang
fungsional maupun disfungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan ?.
2. Bagaimana peran nilai budaya Masyarakat etnis lampung yang fungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan?
3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya konflik sosial keagamaan?
4. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan budaya lokal ?.
C. Tujuan dan kegunaan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan secara utuh budaya Lampung yang masih
fungsional dan disfungsional dalam kehidupan sosial. 2. Menjelaskan budaya Lampung yang dapat dipergunakan
sebagai sarana menumbuh-kembangkan kehidupan sosial keagamaan yang harmonis dan dapat mencegah konflik.
3. Menggali akar permasalahan yang menjadi akar penyebab konflik sosial keagamaan.
4. Mendeskripsikan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan budaya lokal.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi dunia akademis maupun dalam perumusan kebijakan pembangunan Sosial keagamaan. Bagi dunia akademis hasil penelitian ini
9Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yang terkandung dalam kekayaan budaya etnis masyarakat Indonesia sepatutnya dilakukan.
Penelitian ini berusaha mengungkap nilai-nilai budaya Lampung dalam meredam konflik Sosial keagamaan. B. Masalah Penelitian
Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja nilai budaya Masyarakat Lampung, baik yang
fungsional maupun disfungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan ?.
2. Bagaimana peran nilai budaya Masyarakat etnis lampung yang fungsional sebagai peredam konflik sosial keagamaan?
3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya konflik sosial keagamaan?
4. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan budaya lokal ?.
C. Tujuan dan kegunaan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan secara utuh budaya Lampung yang masih
fungsional dan disfungsional dalam kehidupan sosial. 2. Menjelaskan budaya Lampung yang dapat dipergunakan
sebagai sarana menumbuh-kembangkan kehidupan sosial keagamaan yang harmonis dan dapat mencegah konflik.
3. Menggali akar permasalahan yang menjadi akar penyebab konflik sosial keagamaan.
4. Mendeskripsikan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan budaya lokal.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi dunia akademis maupun dalam perumusan kebijakan pembangunan Sosial keagamaan. Bagi dunia akademis hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori-teori pencegahan konflik melalui pendekatan budaya local (local indeginous). Dan bagi instansi perumus kebijakan seperti Departemen Agama dan Pemerintah Daerah propinsi Lampung, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai basis pertimbangan dalam merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan masyarakat. D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Propinsi Lampung dengan fokus kegiatan pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh penduduk asli Lampung, meliputi kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung utara, Lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Lampung Tengah, Way Kanan dan Kota Bandar Lampung.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan bersifat studi kasus. Data yang terkumpul meliputi data primer dan data sekunder. Data primer digali dan dihimpun dengan memakai tehnik wawancara mendalam (in-dept interview) dan observasi, kedua tehnik tersebut diperkuat oleh studi dan penelaahan terhadap dokumen-dokumen yang menyangkut budaya Lampung. Data sekunder diperoleh melalui telaah sumber-sumber pustaka yang ada, utamanya yang menyangkut budaya Lampung dan dinamika masyarakat penganutnya.
10 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
A. Pengertian Agama
Untuk mencari dan mengetahui pengertian agama yang sesungguhnya dan dapat diterima oleh semua pihak atau penganut agama yang berbeda keyakinan sulit sekali ditemukan, karena setiap penganut agama tersebut akan memberikan pengertian sesuai dengan sudut pandang dari aspek mana yang dianggap urgen. Dengan demikian untuk mencari kesamaan dalam mendefinisikan agama adalah suatu yang tidak mungkin ditemukan. Maka tidak salah kalau James H. Leuha sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata 7 mengatakan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada gunanya, karena merupakan kepandaian bersilat lidah. Sementara itu mantan Menteri Agama di era 70-an Mukti Ali 8 beranggapan bahwa yang paling sulit memberikan pengeritan adalah tentang agama.
7 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 8 A. Mukti Ali, Universalitas dan Pembangunan, IKIP Bandung, Bandung 1971
11Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
A. Pengertian Agama
Untuk mencari dan mengetahui pengertian agama yang sesungguhnya dan dapat diterima oleh semua pihak atau penganut agama yang berbeda keyakinan sulit sekali ditemukan, karena setiap penganut agama tersebut akan memberikan pengertian sesuai dengan sudut pandang dari aspek mana yang dianggap urgen. Dengan demikian untuk mencari kesamaan dalam mendefinisikan agama adalah suatu yang tidak mungkin ditemukan. Maka tidak salah kalau James H. Leuha sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata 7 mengatakan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada gunanya, karena merupakan kepandaian bersilat lidah. Sementara itu mantan Menteri Agama di era 70-an Mukti Ali 8 beranggapan bahwa yang paling sulit memberikan pengeritan adalah tentang agama.
7 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 8 A. Mukti Ali, Universalitas dan Pembangunan, IKIP Bandung, Bandung 1971
Pernyataannya tersebut didasari pada tiga alasan yakni: pertama, pengalaman agama adalah soal batin, subyektif dan sangat individualis sifatnya. Kedua, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat, sehingga kata agama itu sulit didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Sementara itu Mircea Eliade seperti yang dikemukakan K. Bertens dalam salah satu tulisannya di Ulumul Qur’an9 mengatakan bahwa agama adalah dealektika (hubungan timbal balik) antara yang sakral dan yang profan. Sedangkan Harun Nasution10 memberikan definisi tentang agama ialah ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan tersebut mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari satu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera. Oxford Student Dictionary, mendefinisikan agama (religion) adalah, “the belief in the existence of supranatural ruling power, the creator and controller of universe” (Suatu kepercayaan tentang keberadaan supranatural yang mengatur suatu kekuatan yang menciptakan dan mengontrol alam semesta).
Dalam ajaran Islam kata agama dikenal dengan “ad-Diyn”. Kata “ad-Diyn” (الدِّيْن) dalam dalam Islam dapat diartikan dengan “keberutangan, keta’atan/kepatuhan, kepercayaan”. Ad-dien dalam pengertian keberutangan ialah setiap individu yang sudah menyatakan dirinya sebagai penganut agama tertentu berarti ia harus melunasi utangnya yakni dengan melaksanakan aturan-aturan, hukum-hukum atau undang-undang yang terdapat dalam ajaran agama yang telah dianut atau diyakini tersebut seperti
9Jurnal Ulumul Qur’an, Volume III, NO.3 TH.1992, halaman 47, 10 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta, 1986
12 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dalam agama Islam ada suruhan dan juga terdapat larangan. Yang bersifat suruhan harus dan wajib dilaksanakan seperti suruhan melaksanakan shalat, sedangkan yang bersifat larangan harus dijauhi atau ditinggalkan seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya. Sedangkan ad-Dien dalam pengertian keta’atan /kepatuhan adalah setiap individu yang sudah meyakini agama yang dianutnya, ia harus patuh dan tunduk dengan ajaran yang terdapat dalam agama yang diyakini tersebut walaupun ajaran yang ada dalam agamanya tersebut bertentangan dengan rationya. Seperti dalam agama Islam apabila anggota badan seseorang dijilat anjing, dalam tuntunan ajaran Islam harus disucikan dengan memakai air tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Cara menyucikan tersebut tidak boleh diganti dengan cara lain seperti dengan memakai diterjen ( rinso, sabun dan lain sejenisnya). Hal ini jika dihubungkan dengan kebersihan logika mengatakan bahwa dengan cara memakai diterjen lebih bersih, tapi tidak demikian halnya dengan ajaran Islam. Maka dalam ajaran Islam hal demikian itu disebut ta’abbudi, yakni suatu ajaran Islam yang harus dita’ati/dipatuhi walaupun aturan tersebut bertentangan dengan ratio. Sementara ad-Dien dalam pengertian keperyaan yaitu, dalam setiap agama mempunyai suatu kepercayaan seperti mempercayai adanya Tuhan, Dewa dan lain sebagainya yang dianggap oleh penganutnya mempunyai kekuatan yang dapat mengantarkannya kesuatu tempat yang lebih baik dan lebih bermanfa’at.
Dalam agama Islam misalnya yang dianggap mempunyai kelebihan mutlak adalah Allah, sementara dalam agama Animisme yang mempunyai kelebihan adalah “Roh” atau lain sebangsanya. Terlepas dari setuju atau tidak setuju, sependapat atau tidak sependapat dengan definisi yang dikemukakan di atas, yang jelas agama adalah merupakan perekat antara pemeluknya, karena dalam agama terdapat aturan-aturan yang harus diikuti oleh penganutnya.
13Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dalam agama Islam ada suruhan dan juga terdapat larangan. Yang bersifat suruhan harus dan wajib dilaksanakan seperti suruhan melaksanakan shalat, sedangkan yang bersifat larangan harus dijauhi atau ditinggalkan seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya. Sedangkan ad-Dien dalam pengertian keta’atan /kepatuhan adalah setiap individu yang sudah meyakini agama yang dianutnya, ia harus patuh dan tunduk dengan ajaran yang terdapat dalam agama yang diyakini tersebut walaupun ajaran yang ada dalam agamanya tersebut bertentangan dengan rationya. Seperti dalam agama Islam apabila anggota badan seseorang dijilat anjing, dalam tuntunan ajaran Islam harus disucikan dengan memakai air tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Cara menyucikan tersebut tidak boleh diganti dengan cara lain seperti dengan memakai diterjen ( rinso, sabun dan lain sejenisnya). Hal ini jika dihubungkan dengan kebersihan logika mengatakan bahwa dengan cara memakai diterjen lebih bersih, tapi tidak demikian halnya dengan ajaran Islam. Maka dalam ajaran Islam hal demikian itu disebut ta’abbudi, yakni suatu ajaran Islam yang harus dita’ati/dipatuhi walaupun aturan tersebut bertentangan dengan ratio. Sementara ad-Dien dalam pengertian keperyaan yaitu, dalam setiap agama mempunyai suatu kepercayaan seperti mempercayai adanya Tuhan, Dewa dan lain sebagainya yang dianggap oleh penganutnya mempunyai kekuatan yang dapat mengantarkannya kesuatu tempat yang lebih baik dan lebih bermanfa’at.
Dalam agama Islam misalnya yang dianggap mempunyai kelebihan mutlak adalah Allah, sementara dalam agama Animisme yang mempunyai kelebihan adalah “Roh” atau lain sebangsanya. Terlepas dari setuju atau tidak setuju, sependapat atau tidak sependapat dengan definisi yang dikemukakan di atas, yang jelas agama adalah merupakan perekat antara pemeluknya, karena dalam agama terdapat aturan-aturan yang harus diikuti oleh penganutnya.
B. Pluralitas Agama dan Paham Keagamaan Isu yang sangat sentral dan cepat menimbulkan konflik
dikalangan masyarakat adalah isu masalah agama dan faham keagamaan. Dengan isu faham keagamaan ini penganutnya berani mengorbankan apapun yang ada pada dirinya bahkan nyawanya sekalipun H.M.Rasyidi11 menyatakan bahwa bidang agama merupakan bidang yang ultimate dalam kehidupan manusia yakni soal hidup atau mati seorang. Potensi untuk berkembangnya konflik keagamaan dalam suatu masyarakat adalah penduduk yang beragam keyakinan faham dan faham keagamaan seperti di Indonesia pada umumnya dan Bandar Lampung pada khususnya. Hendro Puspito12 mengatakan bahwa penyebeb konflik sosial terjadi bersumber dari agama adalah perbedaan tingkat kebudayaan dan juga karena adanya masalah mayoritas dan minoritas pemeluk agama. Sementara itu Kafrawi, mengatakan sebab–sebab ketegangan dalam hubungan antar umat beragama adalah sifat misi dari masing-masing agama kurangnya pengetahuan terhadap agamanya sendiri dan agama fihak lain, kurang mampunya umat yang mendapat kelebihan dan fasilitas untuk menahan diri yang dapat diartikan dan meremehkan fihak lain, perbedaan yang menyolok tentang status sosial, ekonomi, politik antar mereka, dan kurang adanya komunikasi antara pemimpin masing-masing umat.
Implikasi globalisasi merupakan kreaksi dari perkampungan global (Global Village), dimana pluralisme keagamaan dalam masyarakat yang berasal dari satu kepercayaan atau agama yang hidup dalam perkampungan global, haruslah memilik visi yang religius yang akan berlaku adil terhadap agama mereka sendiri dan juga agama orang lain serta faham yang dimiliki oleh komunitas lain.
11 M. Rasyidi, Filsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1986 hlm.10 12 D. Hendropuspito. O.C, Sosiologi Agama, Kanisius, Jakarta, 1983 hlm. 151
14 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Menurut Nurcholis Madjid13 dengan sebuah kesadaran yang positif tentang adanya perbedaan-perbedaan antara berbagai kelompok masing-masing komunitas yang mempunyai kepercayaan,
sebaiknya memahami sejarah dalam kerangka yang sedemikian itu untuk secara serius mempertimbangkan kesadaran diri dari setiap komunitas dan keagamaan dari keseluruhannya.
Konflik dan ketegangan hubungan antar umat beragama tersebut sering terjadi ditengah-tengah masyarakat yang agama dan faham keagamaan pluralis sebagaimana kita saksikan informasinya melalui media cetak, media elektronik dan media masa laiinnya seperti konflik yang berkepanjangan antara Amerika dengan Irak dan lain sebagainya dibelahan dunia lain.
Demikian juga di Negara Republik Indonesia, seperti Poso, Maluku atau Ambon, tampaknya isu agama merupakan titik sentral pemicu terjadinya konflik, walaupun isu tersebut masih perlu dibuktikan secara ilmiah.
Keadaan semacam ini jika tidak di atasi secara konprehensif akan menyebabkan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan menjadi tidak stabil, sedangkan dalam kehidupan beragama di masyarakat akan terjadi konflik yang berkesinambu ngan atau dengan kata lain antara penganut agama satu dengan lainnya tidak terjalin hubungan yang harmonis.
Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa teori atau pemikiran yang biasa dikemukakan dalam hubungannya dengan kerukunan hidup beragama, seperti yang dikemukakan oleh Djohan Efendi14 yakni dengan jalan: Sinkretisme, reconception, Synthesa, subtitusi, agree in disagreement. Sinkretisme adalah selain cara membaurkan berbagai ajaran agama menjadi satu. Reconception yakni meyelami dan meninjau kembali agama
13 Nurcholis Madjid, Ulumul Qur,an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No. 3. Vol. VI, 1995 hlm. 62
14 Djohan Efendi, Et.ab. (ads), Masalah Hubungan antar Umat beragama di Indonesia:Monografi hasil dialog, Diskusi Panel Studi kasus di beberapa tempat di Jawa, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, Departemen Agama RI, 1983, hlm. 13
15Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Menurut Nurcholis Madjid13 dengan sebuah kesadaran yang positif tentang adanya perbedaan-perbedaan antara berbagai kelompok masing-masing komunitas yang mempunyai kepercayaan,
sebaiknya memahami sejarah dalam kerangka yang sedemikian itu untuk secara serius mempertimbangkan kesadaran diri dari setiap komunitas dan keagamaan dari keseluruhannya.
Konflik dan ketegangan hubungan antar umat beragama tersebut sering terjadi ditengah-tengah masyarakat yang agama dan faham keagamaan pluralis sebagaimana kita saksikan informasinya melalui media cetak, media elektronik dan media masa laiinnya seperti konflik yang berkepanjangan antara Amerika dengan Irak dan lain sebagainya dibelahan dunia lain.
Demikian juga di Negara Republik Indonesia, seperti Poso, Maluku atau Ambon, tampaknya isu agama merupakan titik sentral pemicu terjadinya konflik, walaupun isu tersebut masih perlu dibuktikan secara ilmiah.
Keadaan semacam ini jika tidak di atasi secara konprehensif akan menyebabkan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan menjadi tidak stabil, sedangkan dalam kehidupan beragama di masyarakat akan terjadi konflik yang berkesinambu ngan atau dengan kata lain antara penganut agama satu dengan lainnya tidak terjalin hubungan yang harmonis.
Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa teori atau pemikiran yang biasa dikemukakan dalam hubungannya dengan kerukunan hidup beragama, seperti yang dikemukakan oleh Djohan Efendi14 yakni dengan jalan: Sinkretisme, reconception, Synthesa, subtitusi, agree in disagreement. Sinkretisme adalah selain cara membaurkan berbagai ajaran agama menjadi satu. Reconception yakni meyelami dan meninjau kembali agama
13 Nurcholis Madjid, Ulumul Qur,an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No. 3. Vol. VI, 1995 hlm. 62
14 Djohan Efendi, Et.ab. (ads), Masalah Hubungan antar Umat beragama di Indonesia:Monografi hasil dialog, Diskusi Panel Studi kasus di beberapa tempat di Jawa, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, Departemen Agama RI, 1983, hlm. 13
sendiri dalam menghadapi konfrontasi dengan agama lain. Cara ini cendrung kepada penyusun unsur-unsur terbaik dari berbagai agama yang dapat memenuhi kebutuhan semua orang dan bangsa.
Synthesa dimaksudkan untuk menciptakan satu agama baru yang elemen-elemennya dari berbagai agama. Kemudian dengan cara substitusi yaitu agama–agama yang diarahkan untuk berganti agama dan memilih suatu agama yang dianggap paling benar. Sedangkan Agree in disagreement adalah suatu sikap “setuju dalam perbedaan”. Teori yang diketengahkan oleh johan Effendi tersebut di atas tidaklah sepenuhnya dapat diterima. Jika teori tersebut diterima sepenuhnya dapat membuat penganut satu agama menjadi skeptis terhadap agama yang diyakininya, bahkan dapat menjadikan penganut suatu agama murtad dengan agama yang dianutnya.
Di antara agama-agama tersebut diakui ada beberapa segi-segi perbedaan dan persamaan–persamaannya. Dengan dasar pandangan tersebut, maka masing-masing pemeluk agama dapat saling menghargai dan menghormati. Cara terakhir inilah sekarang ini semakin berkembang dalam hubungan antar umat beragama dan antar intern umat beragama (Islam). Dengan jalan ini pulalah dapat menghindari konflik dan ketegangan yang bersifat deskruktif.
Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa istilah yang dikemukakan oleh Peassen, dalam konteks hubungan antar umat beragama diantaranya; Toleransi, dialog, saling pengertian atau menghargai dan kerukunan. Toleransi dapat dilakukan antar umat beragama dengan cara menghormati agama yang diyakini oleh umat lain tanpa meminta legitimasi terlebih dahulu dari umat yang bersangkutan. Karena toleransi itu sendiri dalam pandangan Na’im, mengandung arti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
16 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di samping toleransi juga diperlukan dialog antara pemimpin penganut berbagai agama dan faham keagamaan dalam Islam untuk mencari kesamaan dalam perbedaan. Dengan demikian masing-masing penganut agama dan faham keagamaan tersebut dapat mempertimbangkan dan berusaha untuk memahami pendapat orang lain. Yang terpenting dalam mengatasi konflik baik antar umat beragama maupun antar intern umat beragama (Islam) adalah menumbuhkan “Kerukunan Hidup Beragama” antar penganut agama dan antar intern faham keagamaan.
Sedangkan kerukunan antar intern umat beragama (Islam) dengan cara mencari kesamaan dalam memahami ajaran Islam, bahwa esensi dalam ajaran Islam pada prinsipnya adalah tauhid yakni mengesakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan yang berhak untuk disembah serta menisbikan semua makhluk ciptaan-Nya. Dengan meyakini Allah sebagai Pencipta, maka dalam pandangan Islam semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Allah. Maka mereka mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan merdeka, tanpa paksaan. Karena tanggung jawab seorang manusia pula hanya dapat berlaku dalam keadaan merdeka. Demikian pula halnya dengan hubungan dan kerukunan intern umat beragama, ia akan berlangsung dengan tanpa paksaan dan diskriminatif.
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (Q.S.Yunus:99).
Sedangkan dasar semua ajaran dan faham dalam agama Islam adalah al-Quran dan al-Hadis atau sunnah Rasulullah saw. Ajaran Islam juga menekankan untuk melakukan kerja sama kemanusiaan dengan berbagai golongan atau pemahaman dalam
17Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di samping toleransi juga diperlukan dialog antara pemimpin penganut berbagai agama dan faham keagamaan dalam Islam untuk mencari kesamaan dalam perbedaan. Dengan demikian masing-masing penganut agama dan faham keagamaan tersebut dapat mempertimbangkan dan berusaha untuk memahami pendapat orang lain. Yang terpenting dalam mengatasi konflik baik antar umat beragama maupun antar intern umat beragama (Islam) adalah menumbuhkan “Kerukunan Hidup Beragama” antar penganut agama dan antar intern faham keagamaan.
Sedangkan kerukunan antar intern umat beragama (Islam) dengan cara mencari kesamaan dalam memahami ajaran Islam, bahwa esensi dalam ajaran Islam pada prinsipnya adalah tauhid yakni mengesakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan yang berhak untuk disembah serta menisbikan semua makhluk ciptaan-Nya. Dengan meyakini Allah sebagai Pencipta, maka dalam pandangan Islam semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Allah. Maka mereka mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan merdeka, tanpa paksaan. Karena tanggung jawab seorang manusia pula hanya dapat berlaku dalam keadaan merdeka. Demikian pula halnya dengan hubungan dan kerukunan intern umat beragama, ia akan berlangsung dengan tanpa paksaan dan diskriminatif.
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (Q.S.Yunus:99).
Sedangkan dasar semua ajaran dan faham dalam agama Islam adalah al-Quran dan al-Hadis atau sunnah Rasulullah saw. Ajaran Islam juga menekankan untuk melakukan kerja sama kemanusiaan dengan berbagai golongan atau pemahaman dalam
agama (Islam) yang berbeda. Karena menurut Rahman15 dalam pandangan Islam keanekaragaman dalam pemahaman agama dilihat dari segi aspek manfa’at dan positfnya untuk saling berlomba dalam kebajikan. C. Potensi Konflik Sosial Keagamaan
Kondisi kerukunan hidup beragama akan berubah menjadi konflik jika faktor-faktor penyebab konflik tidak diperhatikan oleh berbagai kelompok umat beragama maupun pemerintah. Konflik adalah sebuah kondisi yang berlawanan dengan integrasi yaitu suatu keadaaan di mana warga bangsa atau masyarakat yang di dalamnya ada dua pihak atau lebih yang berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing pihak disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari masing-masing pihak. Kelompok keagamaan tertentu yang bersaing untuk memperebutkan jabatan politik secara paksa dalam suatu wilayah melahirkan reaksi dari kelompok keagamaan yang lain.
Untuk itu, kerangka teori yang dirancang-bangun dalam kaitannya dengan pemetaan kerukunan kehidupan umat beragama ini adalah mengatur bagaimana identitas agama dan kelompok keagamaan yang seluruhnya menggunakan simbol-simbol sebagai atribut atau identitas tidak diaktifkan sekehendak hati dalam hubungan sosial. Dalam kerangka ini, kerukunan kehidupan beragama adalah wujud masyarakat yang rukun dan integratif yang tidak menonjolkan identitas agamanya masing-masing pada transaksi sosial secara berlebihan.
Kondisi masyarakat Lampung yang multy etnis dan cultural ini di samping merupakan aset pembangunan bagi pemerintah, juga merupakan potensi konflik sosial yang perlu mendapat perhatian yang serius. Karena berbagai etnis sebagai sumber kekayaan budaya juga dapat menjadi sumber dan potensi
15 Fazlur al-Rahman, Tema Pokok al-Quran, Pustaka, Bandung, 1983, hlm. 240
18 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
keragaman petaka, khususnya dalam hal keagamaan. Karena berbagai etnis masyarakat pendatang di Lampung lengkap dengan ragam agama dan keyakinan yang dibawa dari daerah asalnya. Sehingga di Lampung terdapat segala agama dan keyakinan yang umumnya ada dan diakui di seantero Nusantara. Untuk tindakan antisipasi kondisi masyarakat Lampung yang multi etnis dan agama serta keyakinan ini sebaiknya dilihat sebagai masyarkat yang berpotensi konflik sosial keagamaan, sehingga lebih cepat dapat disiapkan perangkat dan metode peredam dan pemecahannya serta dirumuskan teknis penyelesaiannya.
D. Sejarah dan Tipologi Adat Istiadat Masyarakat Lampung 1. Sejarah Adat Isitiadat Masyarakat Lampung
Menyangkut sejarah Lampung dipastikan, bahwa sejarah kehidupan manusia di Lampung telah dimulai sejak masa prasejarah yang disebut masa Megalitikum–masa batu (Paleolitikum–masa batu kasar, dan Neolitikum–batu halus) serta masa Perunggu dan Besi dan telah melalui setiap tahapan priode sejarah sampai priode modern sekarang. Hal ini telah dibuktikan dengan ditemuknnya situs-situs sejarah berupa bekas perkampungan (Settlement) masyarakat purbakala (masa Paleolitikum), yang umumnya di atas bukit yang dipagar oleh parit, temat pemujaan berupa pundan berundak yang terbuat dari tanah dan dilengkapi dengan deretan batu berjajar pada setiap tingkatan. Di samping itu didukung pula dengan ditemukannya goresan-goresan berupa tulisan pada batu yang telah sulit diketahui makna dan artinya oleh masyarakat sekarang, mereka hanya dapat menyebutnya dengan sebutan batu bersurat.16
16 Ibid., h. 2-3.
19Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
keragaman petaka, khususnya dalam hal keagamaan. Karena berbagai etnis masyarakat pendatang di Lampung lengkap dengan ragam agama dan keyakinan yang dibawa dari daerah asalnya. Sehingga di Lampung terdapat segala agama dan keyakinan yang umumnya ada dan diakui di seantero Nusantara. Untuk tindakan antisipasi kondisi masyarakat Lampung yang multi etnis dan agama serta keyakinan ini sebaiknya dilihat sebagai masyarkat yang berpotensi konflik sosial keagamaan, sehingga lebih cepat dapat disiapkan perangkat dan metode peredam dan pemecahannya serta dirumuskan teknis penyelesaiannya.
D. Sejarah dan Tipologi Adat Istiadat Masyarakat Lampung 1. Sejarah Adat Isitiadat Masyarakat Lampung
Menyangkut sejarah Lampung dipastikan, bahwa sejarah kehidupan manusia di Lampung telah dimulai sejak masa prasejarah yang disebut masa Megalitikum–masa batu (Paleolitikum–masa batu kasar, dan Neolitikum–batu halus) serta masa Perunggu dan Besi dan telah melalui setiap tahapan priode sejarah sampai priode modern sekarang. Hal ini telah dibuktikan dengan ditemuknnya situs-situs sejarah berupa bekas perkampungan (Settlement) masyarakat purbakala (masa Paleolitikum), yang umumnya di atas bukit yang dipagar oleh parit, temat pemujaan berupa pundan berundak yang terbuat dari tanah dan dilengkapi dengan deretan batu berjajar pada setiap tingkatan. Di samping itu didukung pula dengan ditemukannya goresan-goresan berupa tulisan pada batu yang telah sulit diketahui makna dan artinya oleh masyarakat sekarang, mereka hanya dapat menyebutnya dengan sebutan batu bersurat.16
16 Ibid., h. 2-3.
Bukti kehidupan masa Megalitikum telah ditemukan adanya Kyokkenmodinger yang diperkirakan bekas tempat tinggal manusia pada masa Megalitik. Gua-gua yang ditemukan seperti Gua Tamiang, Gua Giham, Gua Napal Handak di Ulu Semuwong, besar kemungkinan dahulunya merupakan tempat tinggal manusia priode Megalitik.17 Penemuan serupa banyak didapatkan di Sukarame daerah Sekala Beghak Liwa Lampung Barat, dalam bentuk dolmen dan menhir (patung yang sudah tua usia).
Daerah lain yang banyak menyimpan peninggalan serupa adalah desa-desa Way Tenong, Mutar Alam, Purawiwitan dan Pura Jaya kecamatan Sumber Jaya Lampung Utara. Begitu juga di daerah Batu Bedil kecamatan Pulau Panggung dan daerah Atagh Beghak kecamatan Cukuh Balak Lampung Selatan, begitu juga di desa Pugung Raharjo kecamatan Jabung Lampung Tengah.18
Bukti adanya kehidupan manusia di Lampung masa Neolitik adalah ditemukannya guci yang terpendam dalam tanah di daerah Walur kecamatan Pesisir Utara Lampung Utara yang berisi 60 buah kampak terbuat dari batu mulia sejenis Calchedon, Jaspis atau jenis lainnya yang sering disebut masyarakat setempat dengan gigi petir.19 Di lereng barat gunung Tanggamus tidak jauh dari Gisting kabupaten Tanggamus diketemukan pula sebuah kampak yang terbuat dari batu obsidian (batu kecubung).20
Bukti kehidupan manusia masa perunggu dan besi di Lampung yaitu ditemukannya kampak, sepatu dan nekara tipe Heger I dari Kuta Agung Tanggamus dan Arca Bojong yang terselip pisau belati dari perunggu di pinggangnya ditemukan di Bojong kabupaten Lampung Tengah.21
17 Ibid., h. 9. 18 Ibid., h. 11-12 19 Ibid. 9. 20 Ibid., h. 14. 21 Ibid.
20 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Mengenai asal-usul masyarakat Lampung terdapat beberapa teori. Di-antaranya teori sejarah yang lebih umum sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu berasal dari Yunan menyebar ke seluruh wilayah Nusantara, termasuk di-antaranya etnis Lampung sekarang.
Teori lainnya adalah teori yang mengkaitkan sejarah asal-usul dengan sebutan identitas masyarakat yang bersangkutan, misalnya sebutan istilah Lampung. Teori ini banyak mengungkap cerita-cerita yang beredar di kalangan masyarakat dalam bentuk legenda, di-antaranya: Legenda masyarakat dimuat dalam tulisan Dr. R. Broesma yang
berjudul De Lampongsche Districten menjelaskan bahwa Residen Lampung yang pertama, J.A. Du Bois (1829-1834) pernah membaca buku sejarah Majapahit milik penduduk di Teluk Betung. Dalam buku itu diuraikan bahwa Tuhan menurunkan manusia pertama ke bumi bernama Sang dewa Senembahan dan Widodari Simuhun. Dijelaskan bahwa mereka itulah yang menurunkan Si Jawa (Ratu Majapahit), Si Pasundayang (Ratu Pajajaran) dan Si Lampung (Ratu Balau). Sampai sekarang sebagian masyarakat etnis Lampung masih percaya mitos, bahwa nenek-moyang mereka berasal dari poyang Si Lampung dan dari nama inilah diyakini sebutan Lampung berasal.22
Legenda lain konon diceritakan adalah yang beredar di kalangan masyarakat Tapanuli Sumatra Utara. Menurut cerita rakyat dimaksud, pada masa yang telah lama silam meletuslah anak gunung Merapi yang mengakibatkan munculnya Danau Toba sekarang. Ketika itu ada empat orang bersaudara yang berusaha menyelamatkan diri dengan sebuah rakit, berlayar meninggalkan daerah Tapanuli. Salah seorang dari keempat saudara itu konon bernama Ompung Silamponga yang
22 Ibid., h. 5.
21Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Mengenai asal-usul masyarakat Lampung terdapat beberapa teori. Di-antaranya teori sejarah yang lebih umum sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu berasal dari Yunan menyebar ke seluruh wilayah Nusantara, termasuk di-antaranya etnis Lampung sekarang.
Teori lainnya adalah teori yang mengkaitkan sejarah asal-usul dengan sebutan identitas masyarakat yang bersangkutan, misalnya sebutan istilah Lampung. Teori ini banyak mengungkap cerita-cerita yang beredar di kalangan masyarakat dalam bentuk legenda, di-antaranya: Legenda masyarakat dimuat dalam tulisan Dr. R. Broesma yang
berjudul De Lampongsche Districten menjelaskan bahwa Residen Lampung yang pertama, J.A. Du Bois (1829-1834) pernah membaca buku sejarah Majapahit milik penduduk di Teluk Betung. Dalam buku itu diuraikan bahwa Tuhan menurunkan manusia pertama ke bumi bernama Sang dewa Senembahan dan Widodari Simuhun. Dijelaskan bahwa mereka itulah yang menurunkan Si Jawa (Ratu Majapahit), Si Pasundayang (Ratu Pajajaran) dan Si Lampung (Ratu Balau). Sampai sekarang sebagian masyarakat etnis Lampung masih percaya mitos, bahwa nenek-moyang mereka berasal dari poyang Si Lampung dan dari nama inilah diyakini sebutan Lampung berasal.22
Legenda lain konon diceritakan adalah yang beredar di kalangan masyarakat Tapanuli Sumatra Utara. Menurut cerita rakyat dimaksud, pada masa yang telah lama silam meletuslah anak gunung Merapi yang mengakibatkan munculnya Danau Toba sekarang. Ketika itu ada empat orang bersaudara yang berusaha menyelamatkan diri dengan sebuah rakit, berlayar meninggalkan daerah Tapanuli. Salah seorang dari keempat saudara itu konon bernama Ompung Silamponga yang
22 Ibid., h. 5.
terdampar di Kekhui, kemudian naik ke dataran tinggi Belalau (Sekala Bekhak sekarang). Dari tempat ini dilihatnya daerah yang terhampar luas menawan hatinya, dengan rasa haru diteriakkannyalah kata “Lappu.....ng” yang berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Sampai saat ini di kalangan etnis Lampung, khususnya Belalau, Menggala maupun Abung masih mengucapkan Lappung untuk menyebut Lampung.23 Teriakan inilah yang dijadikan oleh sebagian kalangan pengamat sejarah sebagai latar-belakang sebutan Lampung untuk wilayah ini. Pengamat lain memastikan latar belakang wilayah ini disebut Lampung adalah nama pelaku dalam lagenda, yaitu Silamponga.24 Namun demikian kedua kesimpulan itu sama-sama menjadikan legenda masyarakat Tapanuli inilah yang menjadi latar belakang sebutan Lampung untuk wilayah paling selatan pulau Sumatra.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Hilman Hadikusuma, S.H., bahwa orang Lampung berasal dari Sekala Bekhak, yaitu suatu daerah yang dihuni oleh suku Tumi penganut kepercayaan Dinamisme yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa, mereka menyembah pohon Lemasa (Melasa) Kepampang dibawah kepemimpinan Ratu Sekakhmong. Suku Tumi itu selanjutnya dipengaruhi oleh 4 orang penyebar ajaran Islam dari Pagaruyung Sumatra Barat masing-masing mereka bernama Indar Gajah dengan gelar Umpu Bujalan Diway menduduki daerah Puncak, Pak Lang dengan gelar Umpu Pekhnong menduduki daerah Hanibung, Sikin dengan gelar Umpu Nyekhupa menduduki daerah Sukau dan Belunguh dengan gelar Umpu Belunguh menduduki daerah Kenali. Keempat Umpu tersebut merupakan cikal bakal Paksi Pak
23 Ibid., h. 5-6. 24 Ibid., h. 6.
22 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sekala Bekhak yang bersahabat dengan Indarwati yang bergelar Putri Bulan berkedudukan di daerah Ganggiring. Perkembangan selanjutnya menurut Hilman, Umpu Nyekhupa menurunkan Jelma Daya, Umpu Bujalan Diway menurunkan Orang Abung, Umpu Pekhnong menurunkan Orang Pubian, Umpu Belunguh menurunkan Orang Pesisir dan Putri Bulan menurunkan Orang Tulang Bawang.
2. Tipologi Masyarakat Adat Lampung
Masyarakat Lampung secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu Penduduk Asli Lampung dan Penduduk Pendatang. Penduduk Asli Lampung khususnya sub-suku Lampung Peminggir umumnya berdomisili di sepanjang pesisir pantai, seperti di kecamatan Penengahan, Kalianda, Katibung, Padang Cermin dan Kedondong. Penduduk sub-suku Lampung yang lain tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Besarnya penduduk Lampung yang berasal dari pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, yaitu desa Bagelen Kecamatan Gedung Tataan merupakan daerah kolonisasi pertama di Indonesia. Dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, di samping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan.
Dengan beraneka ragamnya suku bangsa, warganya mempunyai masing-masing adat istiadat sendiri-sendiri, yang secara garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu kelompok penduduk asli (suku Lampung) dan kelompok penduduk pandatang (dari luar daerah Lampung). Kelompok masyarakat suku asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum tersebut berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Pemingir yang merupakan mayoritas suku
23Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sekala Bekhak yang bersahabat dengan Indarwati yang bergelar Putri Bulan berkedudukan di daerah Ganggiring. Perkembangan selanjutnya menurut Hilman, Umpu Nyekhupa menurunkan Jelma Daya, Umpu Bujalan Diway menurunkan Orang Abung, Umpu Pekhnong menurunkan Orang Pubian, Umpu Belunguh menurunkan Orang Pesisir dan Putri Bulan menurunkan Orang Tulang Bawang.
2. Tipologi Masyarakat Adat Lampung
Masyarakat Lampung secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu Penduduk Asli Lampung dan Penduduk Pendatang. Penduduk Asli Lampung khususnya sub-suku Lampung Peminggir umumnya berdomisili di sepanjang pesisir pantai, seperti di kecamatan Penengahan, Kalianda, Katibung, Padang Cermin dan Kedondong. Penduduk sub-suku Lampung yang lain tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Besarnya penduduk Lampung yang berasal dari pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, yaitu desa Bagelen Kecamatan Gedung Tataan merupakan daerah kolonisasi pertama di Indonesia. Dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, di samping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan.
Dengan beraneka ragamnya suku bangsa, warganya mempunyai masing-masing adat istiadat sendiri-sendiri, yang secara garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu kelompok penduduk asli (suku Lampung) dan kelompok penduduk pandatang (dari luar daerah Lampung). Kelompok masyarakat suku asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum tersebut berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Pemingir yang merupakan mayoritas suku
Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun.
Masyarakat Lampung terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan budaya yang terjadi karena adanya migrasi penduduk yang mobilitasnya semakin tinggi. Ragam budaya dipengaruhi adanya perbedaan penafsiran terhadap unsur-unsur kebudayaan, di antaranya sistem kemasyarakatan, sistem kekerabatan dan pola perkawinan. Dalam masyarakat adat penduduk asli Lampung terdiri dari dua jurai, yakni jurai Pepadun dan jurai Saibatin. Masyarakat Lampung jurai Pepadun lebih banyak bermukim di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke Laut Jawa (daerah pedalaman) dan masyarakat Lampung jurai Saibatin bermukim di sepanjang pesisir pantai.
Dalam masyarakat Lampung Peminggir tidak mengenal istilah pepadun tetapi dengan istilah saibatin. Saibatin ini secara turun temurun dikenal sebagai orang yang mempunyai pengaruh pada suatu kelompok atau lingkungan besar. Sedangkan masyarakat yang termasuk kelompok adat Pepadun berkediaman di daerah pedalaman seperti masyarakat adat Abung, Pubian Telusuku, Migow Pak/Tulang Bawang (Menggala), Sungkai/Way Kanan yang merupakan pendatang dari wilayah Lampung Utara. Dalam masyarakat sudah lazim dilakukan upacara-upacara adat, yang umumnya ditandai dengan adanya upacara adat perkawinan atau pernikahan. Sementara kelompok masyarakat pendatang yang berasal dari luar Lampung, yang membawa budaya dan sistem adat masing-masing, tetapi antara yang satu dengan lainnya saling hormat menghormati. Bahkan terdapat asimilasi baik dari aspek adat maupun keseniannya. Dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, orang tidak merasa canggung apabila di suatu tempat umum, seperti di pasar ada yang mendengar beragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena itu merupakan karakteristik yang membedakan daerah Lampung dengan daerah lainnya di Indonesia.
24 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Kelompok penduduk suku asli dalam masyarakat adat Pubian memiliki struktur hukum adat tersendiri. Dalam implementasi adatnya terdapat perbedaan antara adat yang satu dengan lainnya, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir dan masyarakat adat Pepadun Pubian. Satu hal yang membedakan dua kelompok penduduk asli itu, dimana masyarakat Lampung Peminggir tidak mengenal istilah pepadun; tetapi dengan istilah Saibatin. Saibatin secara turun temurun dikenal sebagai orang yang mempunyai pengaruh pada suatu kelompok atau lingkaran besar. Dan masyarakat adat Pepadun terdiri atas masyarakat adat Pubian, Abung, Menggala/Tulang Bawang, Sungkai/Way Kanan. Upacara-upaca adat pada umumnya ditandai dengan adanya upacara perkawinan, khitanan dan kematian, yang dilakukan menurut tradisi setempat.
Dalam keluarga Lampung, mulai dari suatu keluarga rumah kecil sampai kerabat besar, buwai, suku, tiyuh dan marga atau paksi berstatus sebagai pemimpin menurut garis keturunan laki-laki yang disebut Punyimbang artinya orang yang dituakan karena ia pewaris mayor dalam keluarga kerabat atau kebuwaian. Dikenal punyimbang adik warei (muakhi; muwaghi), punyimbang nuwou balak, punyimbang suku, punyimbang tiyuh, dan punyimbang buwai atau punyimbang paksi. Tanpa adanya punyimbang, maka kerabat itu akan berantakan tidak menentu, karena tidak ada yang dituakan untuk mengatur, membimbing dan mengarahkan anggota keluarga inti, keluarga luas, kerabat dan tetangga. Jika tidak ada yang mengatur atau tidak ada yang dituakan dalam musyawarah akan sulit membina dan menata keluarga, terlebih lagi ketika menyelesaikan persoalan yang krusial dalam pergaulan kehidupan keseharian.
Hubungan kekerabatan orang Lampung terjalin dikarenakan
adanya hubungan pertalian darah, pertalian perkawinan, pertalian adat yang berporos pada garis keturunan laki-laki (patrelineal).
25Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Kelompok penduduk suku asli dalam masyarakat adat Pubian memiliki struktur hukum adat tersendiri. Dalam implementasi adatnya terdapat perbedaan antara adat yang satu dengan lainnya, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir dan masyarakat adat Pepadun Pubian. Satu hal yang membedakan dua kelompok penduduk asli itu, dimana masyarakat Lampung Peminggir tidak mengenal istilah pepadun; tetapi dengan istilah Saibatin. Saibatin secara turun temurun dikenal sebagai orang yang mempunyai pengaruh pada suatu kelompok atau lingkaran besar. Dan masyarakat adat Pepadun terdiri atas masyarakat adat Pubian, Abung, Menggala/Tulang Bawang, Sungkai/Way Kanan. Upacara-upaca adat pada umumnya ditandai dengan adanya upacara perkawinan, khitanan dan kematian, yang dilakukan menurut tradisi setempat.
Dalam keluarga Lampung, mulai dari suatu keluarga rumah kecil sampai kerabat besar, buwai, suku, tiyuh dan marga atau paksi berstatus sebagai pemimpin menurut garis keturunan laki-laki yang disebut Punyimbang artinya orang yang dituakan karena ia pewaris mayor dalam keluarga kerabat atau kebuwaian. Dikenal punyimbang adik warei (muakhi; muwaghi), punyimbang nuwou balak, punyimbang suku, punyimbang tiyuh, dan punyimbang buwai atau punyimbang paksi. Tanpa adanya punyimbang, maka kerabat itu akan berantakan tidak menentu, karena tidak ada yang dituakan untuk mengatur, membimbing dan mengarahkan anggota keluarga inti, keluarga luas, kerabat dan tetangga. Jika tidak ada yang mengatur atau tidak ada yang dituakan dalam musyawarah akan sulit membina dan menata keluarga, terlebih lagi ketika menyelesaikan persoalan yang krusial dalam pergaulan kehidupan keseharian.
Hubungan kekerabatan orang Lampung terjalin dikarenakan
adanya hubungan pertalian darah, pertalian perkawinan, pertalian adat yang berporos pada garis keturunan laki-laki (patrelineal).
Adanya tutur bertutur dengan menggunakan istilah panggilan, maka dapat diketahui jauhnya hubungan kekerabatan dan kedudukan seseorang dalam hubungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab kekerabatan. Begitu pula yang secara tidak langsung menempatkan tugas dan peranan dalam pembagian kerja terhadap sesuatu kegiatan bersama, baik dalam upacara adat maupun kehidupan sehari-hari. Orang Lampung mewarisi sifat perilaku dan pandangan hidup yang disebut Pi-il Pesenggiri. Filosofi atau pandangan hidup itu masih nampak mendalam sebagai pegangan hidup di kalangan kerabat Punyimbang di lingkungan masyarakat beradat pepadun. Sementara di kalangan masyarakat Pesisir atau Saibatin sudah mulai lemah, karena pengaruh adat budaya Islam atau pandangan hidup Islam.
Istilah Pi-il menurut Hadikusuma mengandung arti rasa atau pendirian yang dipertahankan, sedangkan Pesenggiri mengandung arti nilai harga diri. Jadi Pi-il pesenggiri berarti perangai yang keras, yang tidak mau mundur terhadap tindakan dengan kekerasan, lebih-lebih yang menyangkut tersinggungnya nama baik keturunan, kehormatan pribadi dan kerabat, atau rasa harga diri. Pi-il Pesenggiri itu dalam versi Lampung Pesisir mengandung prinsip-prinsip: Khepot delom mufakat (prisip persatuan); (2) Tetengah Tetanggah (prinsip persamaan); (3) Bupudak waya (prinsip penghormatan); (4) Khopkhama delom bekekhja (prinsip kerja keras); (5) Bupiil bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan keberhasilan). Pi-il Pesenggiri dalam versi adat Lampung Pepadun memiliki unsur-unsur yang sama hanya saja rumusannya adalah sebagai berikut: (1) Pesenggiri (prinsip kehormatan); (2) Julukadek (prinsip keberhasilan); (3) Nemui nyimah (prinsip penghargaan); (4) Nengah nyappur (prinsip persamaan); dan (5) Sakai sambayan (prinsip kerjasama).
Pi-il Pesenggiri itu mencerminkan sifat watak orang Lampung yang karenanya ada istilah: “ulah Pi-il (karena pi-il)
26 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yaitu : ulah pi-il jadei wawai-ulah pi-il menguwai jahel; karena pi-il menjadi baik-karena pi-il membuat jahat”. Contoh kasus, karena cara penyelesaiannya baik, maka tanah dapat diberikan pada pendatang dengan ikhlas dan mudah. Tetapi karena penyelesaian itu tidak baik, maka demi sejengkal tanah tidak akan mau menyerah. Adapun yang dikatakan cara penyelesaian yang baik, ialah cara penyelesaian yang diterima oleh semua pemuka adat kampung, baik dari kepunyimbang suku, tiyuh, dan tua-tua masyarakat yang berpengaruh, yang berasal dari persekutuan hukum adat yang bersangkutan.
Kelompok peduduk Pendatang adalah masyarakat yang berasal dari luar wilayah/daerah Lampung, yang membawa sistem adat masing-masing. Dengan pola pemukiman yang mengelompok dan adanya keinginan untuk hidup dengan orang yang berasal dari daerah yang sama, maka adat istiadat daerah asalnya cenderung tetap dipertahankan. Meskipun demikian antara yang satu dengan lainnya saling hormat menghormati, bahkan terdapat asimilasi baik dari adat maupun budaya keseniannya.
Etnis Lampung, Jawa dan Sumatra selatan merupakan etnis terbesar, yang bukan saja menghuni wilayah perkotaan dan daerah sekitarnya, tetapi juga memenuhi daerah-daerah pedalaman sebagai petani yang mengelompok dalam komunitas etnisnya. Masing-masing membentuk perkampungan yang menyatu dalam satu wilayah kecamatan atau kabupaten tertentu, serta menjalin hubungan kerjasama antar etnis. Hal ini menjadi asset bagi pembangunan daerah Sang Bumi Ghuwa Jughai ini dengan kearifan lokalnya.
Secara garis besar Masyarakat adat Lampung dapat dibedakan kepada dua kelopok masyarakat, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun yang disebut Lampung Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin yang populer dengan sebutan Lampung Pesisir. Kedua kelompok masyarakat dimaksud
27Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yaitu : ulah pi-il jadei wawai-ulah pi-il menguwai jahel; karena pi-il menjadi baik-karena pi-il membuat jahat”. Contoh kasus, karena cara penyelesaiannya baik, maka tanah dapat diberikan pada pendatang dengan ikhlas dan mudah. Tetapi karena penyelesaian itu tidak baik, maka demi sejengkal tanah tidak akan mau menyerah. Adapun yang dikatakan cara penyelesaian yang baik, ialah cara penyelesaian yang diterima oleh semua pemuka adat kampung, baik dari kepunyimbang suku, tiyuh, dan tua-tua masyarakat yang berpengaruh, yang berasal dari persekutuan hukum adat yang bersangkutan.
Kelompok peduduk Pendatang adalah masyarakat yang berasal dari luar wilayah/daerah Lampung, yang membawa sistem adat masing-masing. Dengan pola pemukiman yang mengelompok dan adanya keinginan untuk hidup dengan orang yang berasal dari daerah yang sama, maka adat istiadat daerah asalnya cenderung tetap dipertahankan. Meskipun demikian antara yang satu dengan lainnya saling hormat menghormati, bahkan terdapat asimilasi baik dari adat maupun budaya keseniannya.
Etnis Lampung, Jawa dan Sumatra selatan merupakan etnis terbesar, yang bukan saja menghuni wilayah perkotaan dan daerah sekitarnya, tetapi juga memenuhi daerah-daerah pedalaman sebagai petani yang mengelompok dalam komunitas etnisnya. Masing-masing membentuk perkampungan yang menyatu dalam satu wilayah kecamatan atau kabupaten tertentu, serta menjalin hubungan kerjasama antar etnis. Hal ini menjadi asset bagi pembangunan daerah Sang Bumi Ghuwa Jughai ini dengan kearifan lokalnya.
Secara garis besar Masyarakat adat Lampung dapat dibedakan kepada dua kelopok masyarakat, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun yang disebut Lampung Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin yang populer dengan sebutan Lampung Pesisir. Kedua kelompok masyarakat dimaksud
pada dasarnya berkembang diatas landasan dasar budaya yang sama, seperti bahasa, tulisan, filsafat pandangan hidup, namun berbeda pada pengembangan praktek yang dipengaruhi oleh kebiasaan lokal yang melingkarinya. 1. Masyarakat Lampung Beradat Pepadun
Masyarakat Lampung beradat Pepadun ditandai dengan upacara adat pengambilan gelar kedudukan adat dengan menggunakan alat upacara yang disebut Pepadun. Pepadun merupakan singgasana yang digunakan dalam setiap upacara pengambilan gelar adat. Oleh karena itu upacara ini disebut Cakak Pepadun. Kelompok masyarakat ini pada umumnya mendiami daratan wilayah Lampung yang jauh dari pantai laut seperti daerah Abung, Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang dan Gunng Sugih. Secara kekerabatan masyarakat ini terdiri dari empat klan besar yang masing-masing dibagi lagi kedalam empat kelompok kerabat yang disebuat Buay, dengan uraian dan rinciannya sebagai berikut: a. Abung Siwo Megou, meliputi :
1) Buay Nunyai berlokasi di daerah Kota bumi 2) Buay Nuban, berlokasi di daerah Sukadana 3) Buay Subing, berlokasi di daerah Terbanggi Besar 4) Buay Selagai, berlokasi di daerah Terbanggi Besar 5) Buay Kunang, berlokasi di daerah Abung Barat 6) Buay Selaga, berlokasi di daerah Abung Barat 7) Buay Nyekhupa, berlokasi di daerah Gunung Sugih 8) Buay Unyi, berlokasi di daerah Gunng Sugih 9) Buay Tuha, berlokasi di daerah Padang Ratu
b. Mego Pak Tulang Bawang, meliputi : 1) Buay Balau, berlokasi di daerah Menggala 2) Buay Umpu, berlokasi di daerah Tulang Bawang Tengah 3) Buay Tegamoan, berlokasi di daerah Tulang Bawang
Tengah
28 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4) Buay Aji, berlokasi di daerah Tulang Bawang Tengah c. Buay Lima, meliputi :
1) Buay Barasakti, berlokasi di daerah Barasakti 2) Buay Semenguk, berlokasi di daerah Belambangan Umpu 3) Buay Baradatu, berlokasi di daerah Baradatu 4) Buay Pamuko, berlokasi di daerah Pakuan Ratu 5) Buay Bahugo, berlokasi di daerah Bahuga
d. Pubian, meliputi : 1) Buay Manyarakat, berlokasi di daerah Kedaton, Gedong
tataan dan Pagelaran 2) Buay Tambapupus, berlokasi di daerah Gedong tataan
dan Pagelaran 3) Buay Bukujadi, berlokasi di daerah Natar
2. Masyarakat Lampung Beradat Saibatin
Masyarakat Lampung beradat Saibatin disebut juga Lampung Pesisir, karena pada umunya mereka tinggal didaerah pesisir pantai. Masyarakat Lampung yang termasuk dalam ikatan adat Lampung Saibatin adalah sebagaimana berikut : a. Sekala Bekhak berlokasi di daerah Liwa, Kenali, Pesisir Tengah,
Utara dan Selatan b. Semaka berlokasi di daerah kota Agung, Wonosobo, Cukuh
Balak, Pardasuka, Kedondong, Waylima, Talang Padang c. Teluk berlokasi di daerah Teluk Ratai d. Melinting berlokasi di daerah Labuhan Maringgai dan Kalianda e. Khanau berlokasi di daerah pesisir Danau Ranau
Kedua kelompok masyarakat adat Lampung tersebut memliki sistem adat yang berbeda. Kelompok masyarakat Saibatin dalam masalah kepemimpinan, proses penobatannya berbeda dari masyarakat adat Pepadun. Bagi masyarakat Lampung beradat Saibatin seorang yang diangkat sebagai pemimpin adat adalah berdasarkan hak waris yang diperoleh seara turun temurun. Jadi
29Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4) Buay Aji, berlokasi di daerah Tulang Bawang Tengah c. Buay Lima, meliputi :
1) Buay Barasakti, berlokasi di daerah Barasakti 2) Buay Semenguk, berlokasi di daerah Belambangan Umpu 3) Buay Baradatu, berlokasi di daerah Baradatu 4) Buay Pamuko, berlokasi di daerah Pakuan Ratu 5) Buay Bahugo, berlokasi di daerah Bahuga
d. Pubian, meliputi : 1) Buay Manyarakat, berlokasi di daerah Kedaton, Gedong
tataan dan Pagelaran 2) Buay Tambapupus, berlokasi di daerah Gedong tataan
dan Pagelaran 3) Buay Bukujadi, berlokasi di daerah Natar
2. Masyarakat Lampung Beradat Saibatin
Masyarakat Lampung beradat Saibatin disebut juga Lampung Pesisir, karena pada umunya mereka tinggal didaerah pesisir pantai. Masyarakat Lampung yang termasuk dalam ikatan adat Lampung Saibatin adalah sebagaimana berikut : a. Sekala Bekhak berlokasi di daerah Liwa, Kenali, Pesisir Tengah,
Utara dan Selatan b. Semaka berlokasi di daerah kota Agung, Wonosobo, Cukuh
Balak, Pardasuka, Kedondong, Waylima, Talang Padang c. Teluk berlokasi di daerah Teluk Ratai d. Melinting berlokasi di daerah Labuhan Maringgai dan Kalianda e. Khanau berlokasi di daerah pesisir Danau Ranau
Kedua kelompok masyarakat adat Lampung tersebut memliki sistem adat yang berbeda. Kelompok masyarakat Saibatin dalam masalah kepemimpinan, proses penobatannya berbeda dari masyarakat adat Pepadun. Bagi masyarakat Lampung beradat Saibatin seorang yang diangkat sebagai pemimpin adat adalah berdasarkan hak waris yang diperoleh seara turun temurun. Jadi
pemimpin adat berlaku secara hierarki dalam lingkungan keturunan bangsawan. Pewaris pimpinan adat dan keluarga sebagai keturunan bangsawan memperoleh kedudukan adat yang berbeda dari warga masyarakat lainnya. Kedudukan dimaksud ditandai dengan gelar adat yang dinobatkan kepada masing-masing. Berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat beradat Pepadun, dalam hal kepeimpinan adat mulanya hak kepemimpinan berada pada kerabat pendiri kampung dan selanjutnya dapat diperoleh oleh setiap orang yang mampu memenuhi syarat pengesahan dan pengakuan yang ditetapkan oleh pimpinan adat untuk dapat Cakak Pepadun. E. Potret Masyarakat, Agama dan Budaya Lampung
Penduduk Lampung sebahagian besar adalah menganut agama Islam, selebihnya menganut agama Katholik, Protestan, Hindu, dan Budha. Meskipun agama yang dianut masyarakat Lampung beragam, namun tidak pernah terjadi gangguan pada kelompok-kelompok agama yang berbeda, atau konflik di kalangan penduduk yang bersumber dari perbedaan paham atau agama. Toleransi antar ummat beragama di kalangan penduduk nampaknya telah terwujud dengan baik, meski diakui masih ada hal-hal tertentu yang masih memerlukan pembinaan. Kondisi yang harmonis dan dinamis ini nampak pula dalam hubungan antara penganut agama dengan pemerintah. Ini terwujud dalam bentuk kerjasama dan saling pengertian secara timbal balik. Walaupun demikian pada awal tahun 2002 di Kalianda pernah terjadi kasus penolakan pendirian gereja HKBP oleh umat Islam Desa Lubuk Agung Kalianda, penolakan tersebut setelah ditelusuri lantaran pihak HKBP belum memperoleh izin ataupun persetujuan masyarakat Islam setempat. Akhirnya setelah di pindahkan lokasinya gereja HKBP dimaksud dapat didirikan atas rekomendasi Kepala Kantor Departemen Agama Lampung Selatan.
30 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di lihat dari latar belakang etnis dan kelompok agama yang dianut, untuk beberapa suku tertentu sukar untuk menarik garis hubungan mengingat sudah sedemikian beragamnya kelompok-kelompok penganut agama setempat dengan latar belakang suku yang berbaur pula. Hanya dari kalangan penduduk yang ber-etnis Lampung, Banten, Bugis dan Padang dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya menganut agama Islam; sedangkan dari kalangan penduduk yang yang ber-etnis Timor seluruhnya beragama Katholik; suku Batak dan Menado kebanyakan beragama Kristen; pendatang dari Bali umumnya beragama Hindu, dan etnis Cina umumnya beragama Budha.
Keberadaan rumah ibadah sangat diperlukan sebagai sarana pembinaan umat dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan pengamalan ajaran agama secara benar dan konsisten. Sarana ibadah demikian besar fungsinya bagi tokoh-tokoh agama yang memainkan peran pentingnya dalam pembinaan dan pemberdayaan umat beragama, sehingga dapat memberikan kedamaian dan rasa sejuk terhadap umatnya.
Dinamika kehidupan masyarakat beragama dapat dikaji dari perkembangan sarana ibadah yang cenderung meningkat baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Dewasa ini di Lampung terdapat masjid, langgar atau musholla yang jumlah jamaahnya dari tahun ke tahun cenderung menurun. Kecenderungan itu dapat terjadi karena adanya alih fungsi dari langgar dan mushola menjadi masjid, dan di antara masjid juga ada yang sudah tidak berfungsi dikarenakan rusak dimakan usia. Berbeda dengan gereja Kristen Protestan maupun Katolik, tampak jumlahnya dari tahun ke tahun bertambah. Kondisi itu tidak berbeda dengan Pura, Vihara dan Klenteng. Sedangkan Kapel terjadi pertambahan cukup mencolok pada tiga tahun terakhir ini.
Peran tokoh agama dalam masyarakat cukup strategis, baik sebagai pemimpin umat maupun pemimpin masyarakat. Keberadaan tokoh agama diakui dan berpengaruh besar dalam
31Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di lihat dari latar belakang etnis dan kelompok agama yang dianut, untuk beberapa suku tertentu sukar untuk menarik garis hubungan mengingat sudah sedemikian beragamnya kelompok-kelompok penganut agama setempat dengan latar belakang suku yang berbaur pula. Hanya dari kalangan penduduk yang ber-etnis Lampung, Banten, Bugis dan Padang dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya menganut agama Islam; sedangkan dari kalangan penduduk yang yang ber-etnis Timor seluruhnya beragama Katholik; suku Batak dan Menado kebanyakan beragama Kristen; pendatang dari Bali umumnya beragama Hindu, dan etnis Cina umumnya beragama Budha.
Keberadaan rumah ibadah sangat diperlukan sebagai sarana pembinaan umat dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan pengamalan ajaran agama secara benar dan konsisten. Sarana ibadah demikian besar fungsinya bagi tokoh-tokoh agama yang memainkan peran pentingnya dalam pembinaan dan pemberdayaan umat beragama, sehingga dapat memberikan kedamaian dan rasa sejuk terhadap umatnya.
Dinamika kehidupan masyarakat beragama dapat dikaji dari perkembangan sarana ibadah yang cenderung meningkat baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Dewasa ini di Lampung terdapat masjid, langgar atau musholla yang jumlah jamaahnya dari tahun ke tahun cenderung menurun. Kecenderungan itu dapat terjadi karena adanya alih fungsi dari langgar dan mushola menjadi masjid, dan di antara masjid juga ada yang sudah tidak berfungsi dikarenakan rusak dimakan usia. Berbeda dengan gereja Kristen Protestan maupun Katolik, tampak jumlahnya dari tahun ke tahun bertambah. Kondisi itu tidak berbeda dengan Pura, Vihara dan Klenteng. Sedangkan Kapel terjadi pertambahan cukup mencolok pada tiga tahun terakhir ini.
Peran tokoh agama dalam masyarakat cukup strategis, baik sebagai pemimpin umat maupun pemimpin masyarakat. Keberadaan tokoh agama diakui dan berpengaruh besar dalam
menggerakkan laju pembangunan di daerah. Tokoh agama tidak saja mampu mempengaruhi kelompok jama’ahnya masing-masing, tetapi kenyataan menunjukkan mereka berpengaruh juga terhadap penguasa di bidang pemerintahan. Jika dikaji secara mendalam dan lebih luas, mereka mempunyai peran penting dalam pembangunan di tingkat daerah dan bahkan ada juga di tingkat nasional. Pengakuan itu sangat meyakinkan di bidang spiritual keagamaan, terutama dalam hal penumbuhan semangat toleransi dan memelihara sikap saling menghormati, sehingga pembinaan kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud. Meski dalam perkembangannya dewasa ini tampak berbagai kekurangan dan kelemahan.
Untuk mengembangkan dan memelihara eksistensi masing-masing agama, diakui bahwa setiap agama memiliki tokoh agama yang disebut ulama, da’i, mubaligh, pastor, pendeta, bikhu dan lain sebagainya. Adapun jumlah pastor saat ini belum dapat dihitung secara pasti. Sedangkan untuk tokoh agama Islam yang ada yaitu mubaligh, khotib, da’i dan ulama, jumlahnya cenderung meningkat.
Dalam kehidupan masyarakat, terlebih masyarakat yang terdiri atas berbagai macam etnis dengan latar sosial budaya dan agama yang dianut, akan berbeda pula adaptasi atau penyesuaian dengan lingkungannya, sehingga untuk terwujudnya integrasi, konsensus atau harmoni adalah merupakan suatu keharusan. Apabila adaptasi itu tidak ada dalam suatu masyarakat, maka akan terjadi konflik. Sebab, konflik dan integrasi pada dasarnya merupakan dua sisi dari suatu kenyataan yang sama: konflik dan integrasi adalah merupakan dua gejala yang melekat bersama-sama di dalam setiap masyarakat.
Realitas geografis dan kemajemukan Lampung, pada prinsipnya juga menjadi aset dan representasi peta kerukunan umat Beragama di Indonesia. Meskipun kekerasan atas nama agama tidak menonjol di daerah ini seperti kasus Ambon dan
32 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Poso, tetap daerah ini tetap memiliki potensi konflik dan karenaya perlu dilakukan pemetaan kerukunan umat beragama untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terjadi disintegrasi bangsa yang dilatari konflik atas nama agama.
Kenyataan pada satu dasawarsa terakhir, menunjukkan pada berbagai permasalahan sangat besar atau multi demensional. Hal paling menonjol, misalnya, konflik horizontal atas nama agama. Kekerasan atas nama agama itu kini tetap menjadi ancaman dan dari berbagai kasus dipelbagai wilayah telah mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat maupun pemerintah, yaitu rusaknya/hancurnya infrastruktur masyarakat, seperti rumala tinggal, rumah ibadah, pasar, toko, panti asuhan, pabrik, gedung pengadilan, kantor polisi dan kantor pemerintah lainnya. Di samping itu juga rusaknya barang, seperti kendaraan bermotor, dan peralatan pabrik.
Lebih lanjut, konflik sosiai dalam bentuk kerusulaan berdarah itu juga berdampak sosio-psikologik dan sosio-kultural yang memprihatinkan bagi masyarakat yang daerahnya dilanda kerusuhan. Tumbuhnya depresi sosial, traumatik, keinginan balas dendam, dan menguatnya fenomena Sosial tension, cultural disintegration dan rendahnya Sosial trust masyarakat terhadap Pemerintah merupakan contoh riil dari akibat konflik berdarah itu.
Secara teoretik, terdapat beberapa faktor penyebab konflik sosial. Pertama, pada tataran makroskopik, konflik sosial disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah dalam segala bidang yang sentralistik dengan dampak ketimpangan dan ketidakadilan dalam pembagian kue pembangunan.
Kedua, pada tataran mikroskopik, konflik sosial bernuansa agama sebagaimana di Ambon dan Poso adalah akibat adanya kebijakan yang kurang memperhatikan kehidupan sosial keagamaan masyarakat lokal.
33Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Poso, tetap daerah ini tetap memiliki potensi konflik dan karenaya perlu dilakukan pemetaan kerukunan umat beragama untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terjadi disintegrasi bangsa yang dilatari konflik atas nama agama.
Kenyataan pada satu dasawarsa terakhir, menunjukkan pada berbagai permasalahan sangat besar atau multi demensional. Hal paling menonjol, misalnya, konflik horizontal atas nama agama. Kekerasan atas nama agama itu kini tetap menjadi ancaman dan dari berbagai kasus dipelbagai wilayah telah mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat maupun pemerintah, yaitu rusaknya/hancurnya infrastruktur masyarakat, seperti rumala tinggal, rumah ibadah, pasar, toko, panti asuhan, pabrik, gedung pengadilan, kantor polisi dan kantor pemerintah lainnya. Di samping itu juga rusaknya barang, seperti kendaraan bermotor, dan peralatan pabrik.
Lebih lanjut, konflik sosiai dalam bentuk kerusulaan berdarah itu juga berdampak sosio-psikologik dan sosio-kultural yang memprihatinkan bagi masyarakat yang daerahnya dilanda kerusuhan. Tumbuhnya depresi sosial, traumatik, keinginan balas dendam, dan menguatnya fenomena Sosial tension, cultural disintegration dan rendahnya Sosial trust masyarakat terhadap Pemerintah merupakan contoh riil dari akibat konflik berdarah itu.
Secara teoretik, terdapat beberapa faktor penyebab konflik sosial. Pertama, pada tataran makroskopik, konflik sosial disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah dalam segala bidang yang sentralistik dengan dampak ketimpangan dan ketidakadilan dalam pembagian kue pembangunan.
Kedua, pada tataran mikroskopik, konflik sosial bernuansa agama sebagaimana di Ambon dan Poso adalah akibat adanya kebijakan yang kurang memperhatikan kehidupan sosial keagamaan masyarakat lokal.
Secara empirik, cukup banyak faktor-faktor yang menyebabkan konflik sosial. Pertama, pada tataran makroskopik, konflik sosial disebabkan oleh adanya kesenjangan yang nyata dalam bidang hukum, ekonomi, politik dan budaya. Kasus pemberian kredit tanpa agunan kepada efiis tertentu (Cina) sementara etnis pribumi harus menggunakan agunan dan persyaratan lain yang berbelit-belit adalah contoh adanya ketidakadilan ekonomi.
Kedua, pada tataran mikroskopik, terlihat adanya pengabaian masyarakat lokal untuk dapat mengembangkan multikulturalisme dengan model yang sesuai dengan kondisi dan budaya lokal, telah berakibat pada terhentinya pengembangan toleransi antarkelompok etnis dan agama yang digantikan oleh kebijakan keseragaman yang dilakukan oleh pemerintah. Ketika kran kebebasan dibuka, masyarakat lokal bingung mendefinisikan kebebasan itu yang akhirnya banyak mendefinisikan kebebsan secara keliru.
Realitas inilah yang dapat dijadikan argumen empirik di atas kiranya dapat dijadikan dasar akan perlunya penyusunan peta yang menggambarkan potensi konflik dan kerukunan kehidupan umat beragama di Lampung, sebagaimana misalnya dengan belahan wilayah lain seantero Indonesia. Pemetaan kerukunan ini dimaksudkan untuk mengelaborasi kondisi kehidupan beragama, hubungan antar umat beragama, potensi-potensi konflik, kecenderungan hubungan antar umat beragama, institusi-insitusi lokal yang berperan dalam menjaga kerukunan, usaha-usaha yang dilakukan dalam menjaga integrasi sosial, serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung lahirnya kondisi integrasi sosial masyarakat di Lampung yang memiliki karakter multikultural.
Pemetaan kerukunan kehidupan beragama ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam membangun dan merawat harmoni sosial yang telah ada selama ini, sekaligus mencari alternatif-
34 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
alternatif baru yang lebih mengena dan lebih berbasis pada realitas sosial. Agar pengkajian ini lebih dapat melihat realitas sosial dalam masyarakat, maka akan dilakukan di daerah yang masyarakatnya mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi dari segi suku, etnik dan agama. Kajian ini dilakukan dengan metode kualitatif, dan diperkuat dengan metode kuantitatif. Dengan demikian, analisis terhadap hasil pengamatan, wawancara, dan data kualitatif akan diperkuat dengan hasil angket sehingga semua argument kualitatif akan didukungt dan diperluas.
Secara empiris, adat merupakan budaya yang secara umum ada dalam setiap tatanan hidup masyarakat, dimanapun mereka berada.
Berdasarkan teori Koentjoroningrat “Adat sebagai bagian dari sebuah kebudayaan yaitu berperan sebagai penggerak untuk menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya hidup berkelompok dan mendorong kerjasama agar tujuan tercapai”25
Menurut teori yang dikemukakan Soerjono Soekamto, bahwa adat merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, yang menunjukkan adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat26.
Demikian halnya dengan Adat, baik dalam pengertiannya sebagai bagian dari kebudayaan maupun sebagai lembaga kemasyarakatan, secara terstruktur terdapat pada kehidupan manusia, dimana masyarakatnya terikat dengan norma-norma bertingkah laku dalam kehidupan individu, keluarga, bertetangga, bermasyarakat dan menjadi pegangan masyarakat dalam sistem pengendalian sosial.
25 Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983. 26 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
35Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
alternatif baru yang lebih mengena dan lebih berbasis pada realitas sosial. Agar pengkajian ini lebih dapat melihat realitas sosial dalam masyarakat, maka akan dilakukan di daerah yang masyarakatnya mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi dari segi suku, etnik dan agama. Kajian ini dilakukan dengan metode kualitatif, dan diperkuat dengan metode kuantitatif. Dengan demikian, analisis terhadap hasil pengamatan, wawancara, dan data kualitatif akan diperkuat dengan hasil angket sehingga semua argument kualitatif akan didukungt dan diperluas.
Secara empiris, adat merupakan budaya yang secara umum ada dalam setiap tatanan hidup masyarakat, dimanapun mereka berada.
Berdasarkan teori Koentjoroningrat “Adat sebagai bagian dari sebuah kebudayaan yaitu berperan sebagai penggerak untuk menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya hidup berkelompok dan mendorong kerjasama agar tujuan tercapai”25
Menurut teori yang dikemukakan Soerjono Soekamto, bahwa adat merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, yang menunjukkan adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat26.
Demikian halnya dengan Adat, baik dalam pengertiannya sebagai bagian dari kebudayaan maupun sebagai lembaga kemasyarakatan, secara terstruktur terdapat pada kehidupan manusia, dimana masyarakatnya terikat dengan norma-norma bertingkah laku dalam kehidupan individu, keluarga, bertetangga, bermasyarakat dan menjadi pegangan masyarakat dalam sistem pengendalian sosial.
25 Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983. 26 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
Dengan demikian adat itu ada dalam kehidupan manusia karena kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
Agama merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Agama berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan dan alam ghaib. Agama bagi manusia merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa agama merupakan bagian yang inherent dalam diri manusia atau disebut juga fitrah kemanusiaan.27 Menurut William James, selama manusia memiliki naluri cemas dan harap, selama itu pula ia beragama.28
Agama menjadi kebutuhan hidup manusia, karena lewat agama dapat menggantikan rasa cemas dengan tawakkal dan rasa harap dengan sabar. Karena diyakini bahwa Tuhan akan melindungi hamba-Nya dengan sifat Maha Penyayag-Nya dan memenuhi harap dan pintanya dengan sifat Maha Kasih-Nya.
Dalam pandangan ahli psikologi, agama merupakan kebutuhan apa yang ada di dalam diri dan interaksi dengan lingkungan di luar dirinya.29 Sedangkan manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya dan berinteraksi dalam komunitasnya. Dengan demikian agama juga merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat.
Dengan demikian agama itu ada dalam kehidupan manusia untuk mengatur kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
27 Suryana Af, A. Toto dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung,
1997., h. 26. 28 Ibid. 29 Ibid., h. 24.
36 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
F. Adat-Budaya, Agama dan Kehidupan Keagamaan Pada Masyarakat Lampung
1. Adat-Budaya Secara empiris, adat merupakan budaya yang secara umum
ada dalam setiap tatanan hidup masyarakat, dimanapun mereka berada.
Berdasarkan teori Koentjoroningrat “Adat sebagai bagian dari sebuah kebudayaan yaitu berperan sebagai penggerak untuk menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya hidup berkelompok dan mendorong kerjasama agar tujuan tercapai”30
Menurut teori yang dikemukakan Soerjono Soekamto, bahwa adat merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, yang menunjukkan adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat.31
Demikian halnya dengan Adat, baik dalam pengertiannya sebagai bagian dari kebudayaan maupun sebagai lembaga kemasyarakatan, secara terstruktur terdapat pada kehidupan manusia, dimana masyarakatnya terikat dengan norma-norma bertingkah laku dalam kehidupan individu, keluarga, bertetangga, bermasyarakat dan menjadi pegangan masyarakat dalam sistem pengendalian sosial.
Dengan demikian adat itu ada dalam kehidupan manusia karena kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
Agama merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Agama berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan dan alam ghaib. Agama bagi manusia merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hal
30 Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983. 31 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
37Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
F. Adat-Budaya, Agama dan Kehidupan Keagamaan Pada Masyarakat Lampung
1. Adat-Budaya Secara empiris, adat merupakan budaya yang secara umum
ada dalam setiap tatanan hidup masyarakat, dimanapun mereka berada.
Berdasarkan teori Koentjoroningrat “Adat sebagai bagian dari sebuah kebudayaan yaitu berperan sebagai penggerak untuk menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya hidup berkelompok dan mendorong kerjasama agar tujuan tercapai”30
Menurut teori yang dikemukakan Soerjono Soekamto, bahwa adat merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, yang menunjukkan adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat.31
Demikian halnya dengan Adat, baik dalam pengertiannya sebagai bagian dari kebudayaan maupun sebagai lembaga kemasyarakatan, secara terstruktur terdapat pada kehidupan manusia, dimana masyarakatnya terikat dengan norma-norma bertingkah laku dalam kehidupan individu, keluarga, bertetangga, bermasyarakat dan menjadi pegangan masyarakat dalam sistem pengendalian sosial.
Dengan demikian adat itu ada dalam kehidupan manusia karena kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
Agama merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Agama berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan dan alam ghaib. Agama bagi manusia merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hal
30 Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983. 31 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
ini menunjukkan bahwa agama merupakan bagian yang inherent dalam diri manusia atau disebut juga fitrah kemanusiaan.32 Menurut William James, selama manusia memiliki naluri cemas dan harap, selama itu pula ia beragama.33
Agama menjadi kebutuhan hidup manusia, karena lewat agama dapat menggantikan rasa cemas dengan tawakkal dan rasa harap dengan sabar. Karena diyakini bahwa Tuhan akan melindungi hamba-Nya dengan sifat Maha Penyayang-Nya dan memenuhi harap dan pintanya dengan sifat Maha Kasih-Nya.
Dalam pandangan ahli psikologi, agama merupakan kebutuhan apa yang ada di dalam diri dan interaksi dengan lingkungan di luar dirinya.34 Sedangkan manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya dan berinteraksi dalam komunitasnya. Dengan demikian agama juga merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat.
Dengan demikian agama itu ada dalam kehidupan manusia untuk mengatur kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
2. Nilai Dasar Filsafat Budaya Masyarakat Lampung
Suku Lampung adalah etnis pribumi yang sejak berabad-abad telah membangun suatu sistem kehidupan sosial tertentu yang dicirikan oleh keunikan tradisi adat budaya lokalnya yang cukup menarik. Kekhususan dan keunikan tradisi adat budaya Lampung, di samping tercermin dalam keunikan bahasa dan tulisan yang telah ada dan digunakan sejak adanya suku Lampung itu sendiri, juga oleh filsafat hidup dan pandangan hidup sosial yang dianutnya yaitu Pi`il Pusenggighi yang sarat nilai keagamaan,
32 Suryana Af, A. Toto dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung,
1997., h. 26. 33 Ibid. 34 Ibid., h. 24.
38 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
melekat dan menyatu dalam praktek kehidupan sehari-hari. Nilai dasar filsafat sosial masyarakat adat Lampung yang
termuat dalam pandangan hidup Pi`il Pusenggighi ada 4 butir, yaitu: 1. Nemui Nyimah adalah nilai dasar filsafat keterbukaan dan
saling memberi dalam praktek kehidupan bermasyarakat 2. Bejuluk Buadok adalah nilai dasar filsafat saling menghargai
dan toleransi dalam praktek kehidupan bermasyarakat. 3. Nengah Nyampokh adalah nilai dasar filsafat partisipasi, turut
serta dan membaur dalam praktek kehidupan bermasyarakat. 4. Sakai Sembaian adalah nilai dasar filsafat tolong menolong dan
gotong-royong dalam praktek sosial kehidupan bermasyarakat
Dari segi bahasa, suku Lampung memiliki bahasa lisan (Bahasa Lampung) yang khusus dan berbeda dari rumpun bahasa yang ada di nusantara. Demikian pula dari segi budaya tulis-menulis, suku Lampung mempunyai dan menggunakan jenis tulisan khusus, yaitu Aksara Lampung (Ka-Ga-Nga)35 dan berbeda dari jenis aksara lokal lainnya yang ada di nusantara misalnya Aksara Jawa (Ho-No-Co-Ro-Ko), Aksara Batak (A-Ha-Na) dan Aksara Bugis (Ka-Ga-Nga-Kak).
Dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat adat Lampung memiliki struktur kepemimpinan adat yang baku dan melembaga sebagai panutan masyarakat yang dijunjung dan ditaati. Struktur kepemimpinan lembaga adat dimaksud secara herarkhis melambangkan 4 unsur pokok pemerintahan adat secara turun menurun menggambarkan tekad dan semangat kebersamaan yang dinyatakan dalam semboyan Panji pak Sekala Bekhak, yaitu tegaknya kepemimpinan masyarakat dengan empat unsur penyangga. Seorang pemimpin pemerintahan adat yang sah dan
35 Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung, Sejarah
Daerah Lampung, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, h. 3.
39Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
melekat dan menyatu dalam praktek kehidupan sehari-hari. Nilai dasar filsafat sosial masyarakat adat Lampung yang
termuat dalam pandangan hidup Pi`il Pusenggighi ada 4 butir, yaitu: 1. Nemui Nyimah adalah nilai dasar filsafat keterbukaan dan
saling memberi dalam praktek kehidupan bermasyarakat 2. Bejuluk Buadok adalah nilai dasar filsafat saling menghargai
dan toleransi dalam praktek kehidupan bermasyarakat. 3. Nengah Nyampokh adalah nilai dasar filsafat partisipasi, turut
serta dan membaur dalam praktek kehidupan bermasyarakat. 4. Sakai Sembaian adalah nilai dasar filsafat tolong menolong dan
gotong-royong dalam praktek sosial kehidupan bermasyarakat
Dari segi bahasa, suku Lampung memiliki bahasa lisan (Bahasa Lampung) yang khusus dan berbeda dari rumpun bahasa yang ada di nusantara. Demikian pula dari segi budaya tulis-menulis, suku Lampung mempunyai dan menggunakan jenis tulisan khusus, yaitu Aksara Lampung (Ka-Ga-Nga)35 dan berbeda dari jenis aksara lokal lainnya yang ada di nusantara misalnya Aksara Jawa (Ho-No-Co-Ro-Ko), Aksara Batak (A-Ha-Na) dan Aksara Bugis (Ka-Ga-Nga-Kak).
Dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat adat Lampung memiliki struktur kepemimpinan adat yang baku dan melembaga sebagai panutan masyarakat yang dijunjung dan ditaati. Struktur kepemimpinan lembaga adat dimaksud secara herarkhis melambangkan 4 unsur pokok pemerintahan adat secara turun menurun menggambarkan tekad dan semangat kebersamaan yang dinyatakan dalam semboyan Panji pak Sekala Bekhak, yaitu tegaknya kepemimpinan masyarakat dengan empat unsur penyangga. Seorang pemimpin pemerintahan adat yang sah dan
35 Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung, Sejarah
Daerah Lampung, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, h. 3.
diakui, apabila didukung oleh minimal 4 pimpinan perwakilan secara berjenjang. Misalnya seorang pimpinan adat yang disebut Sebatin menjadi sah dan diakui apabila telah membawahi minimal 4 orang Raja, begitu pula Raja, sah sebagai Raja apabila telah membawahi minimal 4 orang Raden dan seterusnya seorang Raden harus ditopang minimal oleh 4 orang Minak dan seorang Minak menjadi sah dan diakui apabila ditopang oleh minimal 4 orang Kimas. Secara hererkhis pimpinan kesatuan adat tersusun sebagai berikut: Pangikhan / Sutan minimal memiliki 4 Sebatin Sebatin minimal memiliki 4 Raja Raja minimal memiliki 4 Raden Radin minimal memiliki 4 Minak Minak minimal memiliki 4 Kimas Kimas minimal memiliki 4 Mas Mas minimal memiliki 1Kuta, 1 Jaga, 1 Layang dan 1 Bunga Kuta, Jaga, Layang dan Bunga adalah kedudukan terakhir dalam struktur kepemimpinan adat Lampung.
4 kedudukan adat yang menopang keabsahan kedudukan di atasnya disebut Pak Pendia Paku Sakha yang mempunyai tugas dan tanggung-jawabnya masing-masing sesuai kedudukannya dalam komposisi adat, yaitu Penetop Embokh, Suku Kikhi, Suku Kanan dan Lamban Lunik.
3. Kehidupan Keagamaan Pada Masyarakat Lampung
Masyarakat adat Lampung dalam kehidupan sosial keagamaan sangat kental dengan nuansa keislaman yang taat dan fanatik. Sehingga dalam pergaulan hidup sehari-hari terkesan Lampung adalah Islam dan Islam adalah Lampung, yang berarti tidak ada orang Lampung yang menganut agama selain Islam dan nilai-nilai ajaran Islam menyatu dengan standar nilai adat budaya Lampung. Sehingga nilai-nilai ke-Islaman dan adat terintegrasi
40 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dalam prilaku sosial kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung. Hal ini tampak dalam praktek kehidupan sosial sehari-hari dan pelaksanaan berbagai prosesi adat, misalnya dalam acara pengarakan pengantin dari rumah kediaman pimpinan adat ke rumah shahibul hajat, sepanjang jalan pasangan pengantin diiringi dengan regu arak-arakan yang melantunkan Shalawāt Rasul dan sya`ir-sya`ir keislaman. Penobatan Gelar Adat pada acara puncak prosesi pernikahan yang dihiasi dengan lantunan ayat suci Al-Qur`ān oleh kedua pengantin dan para pendampingnya masing-masing, dilengkapi dengan pesan-pesan keagamaan yang bersumber pada nilai-nilai Islam. Dengan demikian agar dapat memelihara prestise kelompoknya, para remaja di tiap-tiap kelompok desanya masing-masing menyiapkan diri agar kelak dapat pentas melantunkan ayat suci Al-Qur`ān pada saat prosesi pernikahannya.
Begitu juga dalam praktek adat pergaulan pada setiap lapisan masyarakat penuh dengan praktek simbol-simbol keislaman, misalnya dalam acara Muli-Maghanai (pergaulan bujang-gadis) seperti acara Nyaghak Hibos (memisahkan lidi daun aren dari daunnya), Nutu Geghepung (menumbuk beras menjadi tepung) dan Buasagh-asaghan (mencuci dan membersihkan peralatan) yang digunakan dalam acara prosesi puncak hajatan seperti tikar, ambal dan lain-lain, disyaratkan harus mengenakan kopiah, baju lengan panjang, celana panjang berlapis kain sarung setengah lutut bagi para bujang, serta mengenakan baju kebaya panjang, kerudung panjang dan sarung bagi para gadis.
Demikian juga halnya sebuah kesuksesan hasil usaha sudah menjadi adat kebiasaan untuk mengadakan acara dalam bentuk syukuran. Misalnya untuk memulai musim tanam senantiasa dimuali dengan acara Ngebabali untuk memohon perlindungan dari petaka dan hama tanaman dan kesehatan. Demikian pula seusai panen diadakan apa yang disebut dengan Ngumbai yang
41Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dalam prilaku sosial kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung. Hal ini tampak dalam praktek kehidupan sosial sehari-hari dan pelaksanaan berbagai prosesi adat, misalnya dalam acara pengarakan pengantin dari rumah kediaman pimpinan adat ke rumah shahibul hajat, sepanjang jalan pasangan pengantin diiringi dengan regu arak-arakan yang melantunkan Shalawāt Rasul dan sya`ir-sya`ir keislaman. Penobatan Gelar Adat pada acara puncak prosesi pernikahan yang dihiasi dengan lantunan ayat suci Al-Qur`ān oleh kedua pengantin dan para pendampingnya masing-masing, dilengkapi dengan pesan-pesan keagamaan yang bersumber pada nilai-nilai Islam. Dengan demikian agar dapat memelihara prestise kelompoknya, para remaja di tiap-tiap kelompok desanya masing-masing menyiapkan diri agar kelak dapat pentas melantunkan ayat suci Al-Qur`ān pada saat prosesi pernikahannya.
Begitu juga dalam praktek adat pergaulan pada setiap lapisan masyarakat penuh dengan praktek simbol-simbol keislaman, misalnya dalam acara Muli-Maghanai (pergaulan bujang-gadis) seperti acara Nyaghak Hibos (memisahkan lidi daun aren dari daunnya), Nutu Geghepung (menumbuk beras menjadi tepung) dan Buasagh-asaghan (mencuci dan membersihkan peralatan) yang digunakan dalam acara prosesi puncak hajatan seperti tikar, ambal dan lain-lain, disyaratkan harus mengenakan kopiah, baju lengan panjang, celana panjang berlapis kain sarung setengah lutut bagi para bujang, serta mengenakan baju kebaya panjang, kerudung panjang dan sarung bagi para gadis.
Demikian juga halnya sebuah kesuksesan hasil usaha sudah menjadi adat kebiasaan untuk mengadakan acara dalam bentuk syukuran. Misalnya untuk memulai musim tanam senantiasa dimuali dengan acara Ngebabali untuk memohon perlindungan dari petaka dan hama tanaman dan kesehatan. Demikian pula seusai panen diadakan apa yang disebut dengan Ngumbai yang
juga merupakan bentuk syukur atas hasil panen yang didapatkan. Ngebabali atau Ngumbai ini biasanya dilaksanakan di ladang atau sawah atau di tempat berladang atau panen itu sendiri.36
Dalam segi pendidikan pada kalangan generasi awal kemerdekaan hingga akhir angkatan Orde Lama masih sangat kental dengan sebutan ngaji atau mondok bagi para pemuda yang keluar menuntut ilmu. Hal ini menunjukkan model pendidikan yang membudaya di kalangan masyarakat Lampung saat itu. Bahkan seorang tokoh nasional asal Lampung, yaitu Alamsyah Ratu Perawiranegara, seorang mantan Mentri Agama R.I. pada era Orde Baru, menurut pengakuannya di depan para santri Pondok Modern Darussalam Gontor dalam kunjungan resminya sebagai Mentri Agama adalah salah seorang arbituren Pondok Pesantren Sri Bandung Sumatra Selatan. Pada periode awal kemerdekaan dan sebelumnya, di Lampung telah terdapat beberapa lembaga pendidikan pesantren yang cukup dikenal untuk wilayah Sumatra bagian selatan. Misalnya Pondok Pesantren Kiayi Ghalib di Bambu Seribu (Peringsewu sekarang) adalah salah-satu pesantren yang turut andil mengkader dan mendidik seorang ulama dan pimpinan keagamaan yang cukup terkenal, yaitu Prof. Syafi`i Abdul Karim seorang mantan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya yang pertama. Sebelumnya telah didapatkan juga Pondok Pesantren Banding Agung yang terdapat di desa Banding Agung Kecamatan Kedondong Lampung Selatan, salah-satu alumninya adalah Kiayi Ghalib pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Kiayi Ghalib Bambu Seribu. Kedua pondok pesantren dimaksud dikunjungi oleh para santri dari berbagai pelosok Lampung dan bahkan Sumatra Selatan, karena tidak sedikit para santri yang berasal dari daerah Komring Sumatra selatan.
36Fachruddin dan Suharyadi, Falsafah Pi’il Pasenggiri Sebagai Norma Tata Krama
Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung, Arian Jaya, Bandar Lampung, 1986.
42 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
G. Adat Budaya Lampung Sebagai Alternatif Tawaran Solusi Konflik Keagamaan di Lampung37
Kembali mencoba mengingat apa yang telah diuraikan terdahulu mengenai Adat Budaya dan Agama dalam kehidupan masyarakat dijelaskan bahwa adat budaya itu ada dalam kehidupan manusia untuk kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok, sedangkan agama itu ada dalam kehidupan manusia untuk mengatur kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok. Atau dapat dijelaskan bahwa adat budaya tumbuh untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan agama ada untuk menstabilkan kebutuhan hidup manusia. Jadi adat budaya merupakan fasilitas pemenuhan kebuthan hidup sedangkan agama merupakan fasilitas pengendalian kebutuhan hidup agar lebih mashlahat baik secara individu maupun kolektif.
Memperhatikan pengertian dan fungsi antara adat budaya dan agama dalam kontek kehidupan, sementara ego keagamaan yang sering menimbulkan konflik sosial keagamaan dalam interaksi antar masing-masing pemeluk agama, maka sangat mungkin sekali apabila adat budaya ditawarkan sebagai alternatif baik bentuk, teori maupun teknis penyelesaian konflik sosial keagamaan yang terjadi ditengah masyarakat, khususnya masyarakat Lampung. Karena apabila sudah terjadi konflik antar pemeluk agama maka itu merupakan masalah yang menggangu keamanan, harta-benda dan ekonomi. Itu semua merupakan kebutuhan hidup manusia baik secara individu ataupun kelompok.
Adapun bentuk penyelesaiannya adalah mengadop bentuk penyelesaian konflik yang mengadat dalam budaya Lampung,
37Bunyana Sholihin, “Budaya Lampung Dan Penyelesaian Konflik Keagamaan” (makalah
Seminar), Puslit IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2007.
43Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
G. Adat Budaya Lampung Sebagai Alternatif Tawaran Solusi Konflik Keagamaan di Lampung37
Kembali mencoba mengingat apa yang telah diuraikan terdahulu mengenai Adat Budaya dan Agama dalam kehidupan masyarakat dijelaskan bahwa adat budaya itu ada dalam kehidupan manusia untuk kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok, sedangkan agama itu ada dalam kehidupan manusia untuk mengatur kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok. Atau dapat dijelaskan bahwa adat budaya tumbuh untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan agama ada untuk menstabilkan kebutuhan hidup manusia. Jadi adat budaya merupakan fasilitas pemenuhan kebuthan hidup sedangkan agama merupakan fasilitas pengendalian kebutuhan hidup agar lebih mashlahat baik secara individu maupun kolektif.
Memperhatikan pengertian dan fungsi antara adat budaya dan agama dalam kontek kehidupan, sementara ego keagamaan yang sering menimbulkan konflik sosial keagamaan dalam interaksi antar masing-masing pemeluk agama, maka sangat mungkin sekali apabila adat budaya ditawarkan sebagai alternatif baik bentuk, teori maupun teknis penyelesaian konflik sosial keagamaan yang terjadi ditengah masyarakat, khususnya masyarakat Lampung. Karena apabila sudah terjadi konflik antar pemeluk agama maka itu merupakan masalah yang menggangu keamanan, harta-benda dan ekonomi. Itu semua merupakan kebutuhan hidup manusia baik secara individu ataupun kelompok.
Adapun bentuk penyelesaiannya adalah mengadop bentuk penyelesaian konflik yang mengadat dalam budaya Lampung,
37Bunyana Sholihin, “Budaya Lampung Dan Penyelesaian Konflik Keagamaan” (makalah
Seminar), Puslit IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2007.
yaitu memerankan kedudukan, tugas dan tanggung-jawab masing -masing Jakhu Suku Pendia Paku Sakha secara silang. Dalam praktek adatnya penyelesaian konflik dalam masyarakat adat Lampung, apabila konflik terjadi inter masyarakat Jakhu Suku Kikhi, maka yang bertugas dan bertanggung-jawab menyelesai kannya adalah anggota masyarakat Jakhu Suku Kanan yang ditugaskan oleh pimpinan Jakhu Sukunya, begitu sebaliknya. Apabila konflik tejadi antar anggota masyarakat adat Jakhu Suku Penetop Embokh, maka yang bertugas dan bertanggung jawab menyelesaian konflik adalah anggota masyarakat adat Jakhu Suku Lamban Lunik (Jakhu Suku Daging Batin). Badan yang bertanggung jawab menyelesaikan konflik melaksanakan tugasnya menggunakan uangkapan-ungkapan filsafat maupun pantun-pantun penyejuk yang senantiasa mengacu pada nilai-nilai yang tercakup dalam 4 norma dasar filsafat sosial masyarakat adat Lampung, yaitu Pi`il Pusanggikhi. Upaya semacam ini dilakukan dengan target bertahap, apabila tidak selesai satu kali, maka diulang dua atau tiga kali. Ternyata sebesar apapun konflik masyarakat yang terjadi ditengah masyarakat adat Lampung umumnya terselesaikan dengan bentuk dan teknis penyelesaian adat.
44 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pada bab ini dideskripsikan gambaran umum Kabupaten /Kota di Provinsi Lampung meliputi aspek historis, geografis, demografis, kehidupan sosial ekonomi, sosial politik , kehidupan beragama, adat dan Budaya.
A. Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung
Sebelum tanggal 18 maret 1964 provinsi Lampung merupakan Keresidenan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-Undang No.14 tahun 1964 Keresidenen Lampung ditingkatkan menjadi provinsi Lampung dengan ibukotanya Tanjung Karang-Teluk Betung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1983, Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Karang–Teluk Betung diganti namanya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 juni 1983, dan sejak tahun 1999 berubah nama menjadi Kota Bandar Lampung.
45Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pada bab ini dideskripsikan gambaran umum Kabupaten /Kota di Provinsi Lampung meliputi aspek historis, geografis, demografis, kehidupan sosial ekonomi, sosial politik , kehidupan beragama, adat dan Budaya.
A. Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung
Sebelum tanggal 18 maret 1964 provinsi Lampung merupakan Keresidenan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-Undang No.14 tahun 1964 Keresidenen Lampung ditingkatkan menjadi provinsi Lampung dengan ibukotanya Tanjung Karang-Teluk Betung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1983, Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Karang–Teluk Betung diganti namanya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 juni 1983, dan sejak tahun 1999 berubah nama menjadi Kota Bandar Lampung.
Dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1975 dan peraturan pemerintah No. 3 Tahun 1982 tentang perubahan wilayah, maka kota Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari 4 Kecamatan 30 Kelurahan menjadi 9 kecamatan dengan 58 Kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur/KDH Tingkat I Lampung Nomor. G/185.B.111/Hk/1988 tanggal 6 juli 1988 serta Surat Persetujuan MENDAGRI Nomor 140/1799/PUOD tanggal 19 mei 1987 tentang pemekaran kelurahan di wilayah Kota Bandar Lampung, maka kota Bandar Lampung terdiri dari 9 kecamatan dengan 84 kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung nomor 04 tahun 2001 tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan kecamatan dan kelurahan dalam kota Bandar Lampung, kota Bandar Lampung memiliki 13 Kecamatan dengan 98 kelurahan.
Sejak berdirinya tahun 1965 sampai dengan saat ini, kota Bandar Lampung telah dipimpin oleh Walikota/KDH Tingkat II Bandar Lampung berturut-turut sebagai berikut : 1. Sumarsono Priode 1956–1957 2. H. Zainal Abidin PA Priode 1957–1963 3. Alimudin Umar, SH Priode 1963–1969 4. Drs.HM. Thabrani Daud Priode 1969–1976 5. Drs. H. Fauzi Saleh Priode 1976–1981 6. Drs.H. Zulkarnain Subing Priode 1981-1986 7. Drs.H. A. Nurdin Muhayat Priode 1986–1995 8. Drs. H. Suharto Priode 1996–2004 9. Drs. H. Eddy Sutrisno, M.Pd Priode 2005–2010 2. Aspek Geografis dan Demografis Kota Bandar Lampung
Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288.35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatra. Secara georafis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat berada antara : 103.40 derajat -105.50 derajat Bujur Timur dan Utara-
46 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Selatan berada antara : 6.45 derajat– 3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : a) Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara b) Selat Sunda, di sebelah Selatan c) Laut Jawa, di sebelah Timur d) Samudra Indonesia, di sebelah Barat
Propinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota propinsi Lampung. Oleh karena itu kota Bandar Lampung selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah Lampung. Kota Bandar Lampung terletak pada tempat yang strategis karena sebagai daerah transit kegiatan perekonomian antara pulau Sumatra dan Pulau Jawa, sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.
Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5 0 20’ sampai 50 30’ lintang selatan dan 1050 28 sampai dengan 1050 37’ bujur timur. Letak tersebut berada pada teluk Lampung di ujung selatan Pulau Sumatra.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 192 km2 terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administratif batas daerah kota Bandar Lampung adalah : 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan 2) Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Padang Cermin
dan Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan
47Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Selatan berada antara : 6.45 derajat– 3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : a) Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara b) Selat Sunda, di sebelah Selatan c) Laut Jawa, di sebelah Timur d) Samudra Indonesia, di sebelah Barat
Propinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota propinsi Lampung. Oleh karena itu kota Bandar Lampung selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah Lampung. Kota Bandar Lampung terletak pada tempat yang strategis karena sebagai daerah transit kegiatan perekonomian antara pulau Sumatra dan Pulau Jawa, sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.
Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5 0 20’ sampai 50 30’ lintang selatan dan 1050 28 sampai dengan 1050 37’ bujur timur. Letak tersebut berada pada teluk Lampung di ujung selatan Pulau Sumatra.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 192 km2 terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administratif batas daerah kota Bandar Lampung adalah : 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan 2) Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Padang Cermin
dan Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan
Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 sampai
70 meter di atas permukaan laut, dengan topografi yang terdiri atas : (1) Daerah Pantai, yaitu sekitar Teluk Betung Bagian Selatan dan
Panjang (2) Daerah Perbukitan, yaitu sekitar Teluk Betung Bagian Utara (3) Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di
sekitar Tanjung Karang bagian barat yang dipengaruhi oleh Gunung Balau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur Selatan.
(4) Teluk Lampung dan Pulau-Pulai kecil di bagian selatan.
Di tengah-tengah mengalir sungai-sungai, yaitu sungai Way Halim, Way Balau, Way Awi, Way Simpur di Wilayah Tanjung Karang, Way Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuwala mengalir di Wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada di bagian barat, sedangkan daerah hilir berada di selatan, yaitu pada dataran pantai. Luas wilayah yang datar sampai landai 60%, landai sampai miring 35%, sangat miring sampai curam 4%.
Wilayah kota Bandar Lampung sebagian merupakan perbukitan, yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing dan Gunung Kapuk.
Kecamatan–kecamatan di Kota Bandar Lampung terdiri dari 13 kecamatan sebagai berikut :
48 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
TABEL : NAMA-NAMA KECAMATAN DI BANDAR LAMPUNG Kecamatan Ibukota Luas wilayah (km2)
Teluk Betung Barat Bakung 20,54 Teluk Betung Selatan Sukaraja 8,63 Panjang Panjang Selatan 23,99 Tanjung Karang Timur Kota Baru 21,10 Teluk Betung Utara Kupang Kota 9,95 Tanjung Karang Pusat Palapa 5,67 Tanjung Karang Barat Gedong Air 17,43 Kemiling Sumberejo 22,89 Kedaton Kampung Baru 8,88 Rajabasa Rajabasa 13,02 Tanjung Seneng Tanjung Seneng 12,62 Sukarame Sukarame 16,87 Sukabumi Sukabumi 10,59
Jumlah 192,18 Sumber : Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung, 2006 TABEL 3 : NAMA IBU KOTA KECAMATAN DAN KETINGGIANYA,
DAN JUMLAH KELURAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2007
KECAMATAN IBU KOTA TINGGI PUSAT (M)
JUMLAH KELURAHAN
(1) (2) (3) (4) Teluk Betung Barat Bakung 10 8 Teluk Betung Selatan Sukaraja 2 11 Panjang Panjang Selatan 5 7 Tanjung Karang Timur Kota Baru 400 11 Teluk Betung Utara Kupang Kota 300 10 Tanjung Karang Pusat Palapa 400 11 Tanjung Karang Barat Gedong Air 100 6 Kemiling Sumber Rejo 147 7 Kedaton Kampung Baru 700 8 Rajabasa Rajabasa 500 4 Tanjung Seneng Tanjung Seneng 700 4 Sukarame Sukarame 700 5 Sukabumi Sukabumi 700 6
Jumlah 98
49Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
TABEL : NAMA-NAMA KECAMATAN DI BANDAR LAMPUNG Kecamatan Ibukota Luas wilayah (km2)
Teluk Betung Barat Bakung 20,54 Teluk Betung Selatan Sukaraja 8,63 Panjang Panjang Selatan 23,99 Tanjung Karang Timur Kota Baru 21,10 Teluk Betung Utara Kupang Kota 9,95 Tanjung Karang Pusat Palapa 5,67 Tanjung Karang Barat Gedong Air 17,43 Kemiling Sumberejo 22,89 Kedaton Kampung Baru 8,88 Rajabasa Rajabasa 13,02 Tanjung Seneng Tanjung Seneng 12,62 Sukarame Sukarame 16,87 Sukabumi Sukabumi 10,59
Jumlah 192,18 Sumber : Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung, 2006 TABEL 3 : NAMA IBU KOTA KECAMATAN DAN KETINGGIANYA,
DAN JUMLAH KELURAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2007
KECAMATAN IBU KOTA TINGGI PUSAT (M)
JUMLAH KELURAHAN
(1) (2) (3) (4) Teluk Betung Barat Bakung 10 8 Teluk Betung Selatan Sukaraja 2 11 Panjang Panjang Selatan 5 7 Tanjung Karang Timur Kota Baru 400 11 Teluk Betung Utara Kupang Kota 300 10 Tanjung Karang Pusat Palapa 400 11 Tanjung Karang Barat Gedong Air 100 6 Kemiling Sumber Rejo 147 7 Kedaton Kampung Baru 700 8 Rajabasa Rajabasa 500 4 Tanjung Seneng Tanjung Seneng 700 4 Sukarame Sukarame 700 5 Sukabumi Sukabumi 700 6
Jumlah 98
TA
BE
L 4
: B
AN
YA
KN
YA
K
ELU
RA
HA
N
ME
NU
RU
T
LET
AK
G
EO
GR
AFI
D
AN
T
OPO
GR
AFI
D
I K
OT
A
BA
ND
AR
LA
MPU
NG
TA
HU
N 2
00
7
KE
CA
MA
TA
N
JUM
LAH
KE
LUR
AH
AN
LE
TA
K G
EO
GR
AFI
T
OPO
GR
AFI
PA
NT
AI
BU
KA
N P
AN
TA
I D
AT
AR
B
ER
BU
KIT
(1
) (2
) (3
) (4
) (5
) (6
) T
eluk
Bet
ung
Bar
at
8 3
5 7
1 T
eluk
Bet
ung
Sela
tan
11
4
7 7
4 Pa
njan
g
7 5
2 -
7 T
anju
ng K
aran
g T
imur
11
-
11
10
1 T
eluk
Bet
ung
Uta
ra
10
- 10
8
2 T
anju
ng K
aran
g Pu
sat
11
-
11
10
1 T
anju
ng K
aran
g B
arat
6
- 6
2 4
Kem
iling
7
- 7
2 5
Ked
aton
8
1 7
8 -
Raj
abas
a
4 -
4 4
- T
anju
ng S
enen
g
4 -
4 4
- Su
kara
me
5
- 5
5 -
Suka
bum
i 6
- 6
5 1
Jum
lah
98
13
85
72
26
50 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung dalam Angka Tahun 2006 sebesar 767.036 jiwa, yang tersebar di 13 Kecamatan, terdiri dari 386.042 laki-laki atau 50,33 persen dan 380.994 perempuan atau 49,64 persen dengan laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2002-2006 rata-rata 1,61 persen.
Kepadatan penduduk rata-rata 3.991,24 jiwa per Km2, dengan persebaran tidak merata. Terpadat pada Kecamatan Tanjung Karang Pusat dengan 13.336,68 jiwa per Km2, terjarang pada Kecamatan Tanjung Seneng dengan kepadatan 2.160,22 jiwa per Km2.
Jika ditinjau dari umur penduduk, maka pada umumnya penduduk berusia muda, yaitu di bawah 18 tahun berjumlah 38,37 persen sedangkan yang berusia 60 tahun ke atas hanya 4,57 persen, sehingga penduduk usia produktif berkisar 57,06 persen.
Masyarakat yang berada di Kota Bandar Lampung ini terdiri dari masyarakat Lampung sendiri dan masyarakat pendatang yang terdiri dari beragam suku. Suku pendatang yang mendominasi adalah suku Jawa, selanjutnya Padang, keturunan Cina, Batak, Bugis, Palembang, Bengkulu, Sunda (Banten), keturunan Arab dan beberapa suku lain dalam jumlah yang kecil. Dari 13 kecamatan di Kota Bandar Lampung yang memiliki tingkat kemajemukan yang tertinggi adalah kecamatan Teluk Betung Barat. 3. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Bandar
Lampung Sebagian besar penduduk Kota Bandar Lampung bekerja di
sektor perdagangan dan jasa. Jika ditinjau dari jenis usaha yang dikembangkan, maka komposisi tenaga kerja dan lapangan usaha sampai pada tahun 2006, sebagai berikut :
51Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung dalam Angka Tahun 2006 sebesar 767.036 jiwa, yang tersebar di 13 Kecamatan, terdiri dari 386.042 laki-laki atau 50,33 persen dan 380.994 perempuan atau 49,64 persen dengan laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2002-2006 rata-rata 1,61 persen.
Kepadatan penduduk rata-rata 3.991,24 jiwa per Km2, dengan persebaran tidak merata. Terpadat pada Kecamatan Tanjung Karang Pusat dengan 13.336,68 jiwa per Km2, terjarang pada Kecamatan Tanjung Seneng dengan kepadatan 2.160,22 jiwa per Km2.
Jika ditinjau dari umur penduduk, maka pada umumnya penduduk berusia muda, yaitu di bawah 18 tahun berjumlah 38,37 persen sedangkan yang berusia 60 tahun ke atas hanya 4,57 persen, sehingga penduduk usia produktif berkisar 57,06 persen.
Masyarakat yang berada di Kota Bandar Lampung ini terdiri dari masyarakat Lampung sendiri dan masyarakat pendatang yang terdiri dari beragam suku. Suku pendatang yang mendominasi adalah suku Jawa, selanjutnya Padang, keturunan Cina, Batak, Bugis, Palembang, Bengkulu, Sunda (Banten), keturunan Arab dan beberapa suku lain dalam jumlah yang kecil. Dari 13 kecamatan di Kota Bandar Lampung yang memiliki tingkat kemajemukan yang tertinggi adalah kecamatan Teluk Betung Barat. 3. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Bandar
Lampung Sebagian besar penduduk Kota Bandar Lampung bekerja di
sektor perdagangan dan jasa. Jika ditinjau dari jenis usaha yang dikembangkan, maka komposisi tenaga kerja dan lapangan usaha sampai pada tahun 2006, sebagai berikut :
Tabel : Jenis Usaha di Kota Bandar Lampung Jenis Usaha Jumlah Penduduk (jiwa) Presentase (%)
1. Pertanian 26.268 8,20 2. Pertambangan & Galian 696 0,22 3. Industri 22.788 7,11 4. Listrik, gas dan air 2.784 0,86 5. Konstruksi 23.148 7,22 6. Perdagangan 103.080 32,16 7. Komunikasi 29.064 9,07 8. Keuangan 17.004 5,30 9. Jasa-jasa 95.700 29,86
Sumber : Profil Potensi Kota Bandar Lampung, 2007
Masyarakat Lampung mendominasi posisi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah dan di instansi pemerintah lainnya. Masyarakat pendatang (Jawa, Padang, Batak, Sunda dan beberapa suku lainnya) ada juga yang menduduki jabatan strategis pada instansi pemerintah di Kota Bandar Lampung, namun dalam jumlah yang kecil.
Masyarakat pendatang lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta, menguasai sektor perdagangan dalam jumlah besar dan kecil, berkebun atau bertani, masyarakat di sekitar pantai menjadi nelayan, dan bidang usaha swasta yang lain. Sehingga penguasaan sumberdaya ekonomi strategis banyak dikuasai oleh masyarakat pendatang (Padang, Jawa, Batak dan keturunan Cina). Seperti pengusaha di bidang transportasi didominasi oleh suku Jawa. Perdagangan maupun bidang peragenan dan retail, pengusaha rumah makan didominasi suku Padang, keturunan Cina dan Jawa. Pengusaha di bidang otomotif (dealer kendaraan bermotor) didominasi keturunan Cina. Sedangkan pengusaha di bidang pertanian dan perindustrian didominasi oleh suku Jawa dan Sunda (Banten).
52 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4. Kehidupan Sosial Politik Masyarakat Kota Bandar Lampung a. Kondisi Sosial Politik
Berdasarkan aspirasi politik, penduduk didominasi oleh Partai Golongan Karya selanjutnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan partai-partai lainnya dalam jumlah partisan yang relatif kecil. Organisasi kepemudaan onderbaw partai politik didominasi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Sedangkan formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) didominasi oleh suku Lampung yang beragama Islam. Pemegang jabatan strategis didominasi suku Lampung yang juga beragama Islam. Di lingkungan pemerintahan, jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2006 adalah berjumlah 10.630 orang dengan jumlah pegawai dengan golongan I berjumlah 130 orang (1 persen), pegawai dengan golongan II berjumlah 2.194 orang (21 persen), pegawai dengan golongan III berjumlah 7.050 orang (66 persen) dan pegawai dengan golongan IV berjumlah 1.256 orang (12 persen).
Dengan komposisi pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2006 berjumlah 1.190 orang dengan pegawai Eselon II berjumlah 26 orang (2 persen), pegawai Eselon III berjumlah 151 orang (13 persen) dan pegawai Eselon IV berjumlah 1.013 orang (85 persen). b. Kondisi Sosial Budaya
Bahasa daerah tidak dipergunakan dalam interaksi sosial sehari-hari. Bahasa Lampung sebagai bahasa daerah dipelajari di sekolah-sekolah pada tingkat dasar, namun dalam keseharian, Bahasa Lampung dipergunakan hanya dalam komunitas suku Lampung sendiri. Bahasa yang mendominasi adalah bahasa
53Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4. Kehidupan Sosial Politik Masyarakat Kota Bandar Lampung a. Kondisi Sosial Politik
Berdasarkan aspirasi politik, penduduk didominasi oleh Partai Golongan Karya selanjutnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan partai-partai lainnya dalam jumlah partisan yang relatif kecil. Organisasi kepemudaan onderbaw partai politik didominasi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Sedangkan formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) didominasi oleh suku Lampung yang beragama Islam. Pemegang jabatan strategis didominasi suku Lampung yang juga beragama Islam. Di lingkungan pemerintahan, jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2006 adalah berjumlah 10.630 orang dengan jumlah pegawai dengan golongan I berjumlah 130 orang (1 persen), pegawai dengan golongan II berjumlah 2.194 orang (21 persen), pegawai dengan golongan III berjumlah 7.050 orang (66 persen) dan pegawai dengan golongan IV berjumlah 1.256 orang (12 persen).
Dengan komposisi pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Kota Bandar Lampung sampai dengan tahun 2006 berjumlah 1.190 orang dengan pegawai Eselon II berjumlah 26 orang (2 persen), pegawai Eselon III berjumlah 151 orang (13 persen) dan pegawai Eselon IV berjumlah 1.013 orang (85 persen). b. Kondisi Sosial Budaya
Bahasa daerah tidak dipergunakan dalam interaksi sosial sehari-hari. Bahasa Lampung sebagai bahasa daerah dipelajari di sekolah-sekolah pada tingkat dasar, namun dalam keseharian, Bahasa Lampung dipergunakan hanya dalam komunitas suku Lampung sendiri. Bahasa yang mendominasi adalah bahasa
Indonesia, walaupun demikian bahasa daerah Jawa dan Sunda Banten tidak asing terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Tradisi masyarakat yang berkembang lebih banyak dalam nuansa keagamaan, dalam bentuk perayaan hari-hari besar keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Ada perkembangan baru, sejak beberapa tahun terakhir ini tradisi Barong-sai dari masyarakat keturunan Cina sudah mulai hidup kembali dimana ketika hari raya Cina, masyarakat keturunan Cina mempertunjukkan tradisi Barong-sai dan mengadakan perjalanan berkeliling Kota Bandar Lampung.
Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki struktur dan hukum adat tersendiri. Bentuk masyarajat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.
Secara umum struktur hukum adat tersebut dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. a) Masyarakat adat Peminggir, yang berkediaman di sepanjang
pantai pesisir termasuk adat Krui, Ranau, Komering sampai Kayu Agung.
b) Masyarakat adat Pepadun yang berdiam di daerah pedalaman Lampung, terdiri dari masyarakat adat Abung (Abung Siwo Mego), Pubian (Pubian Telu Suku), Menggala/Tulang Bawang (Mego Pak) dan Buay Lima.
Upacara-upacara adat pada umumnya ditandai dengan
adanya perkawinan/pernikahan yang dilakukan menurut tata cara adat tradisional disamping hukum Islam yang menurut keyakinan merupakan bagian dari Tata cara adat itu sendiri.
Tata cara dan upacara perkawinan adat pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan Jujur dengan menurut garis keturunan Patrilenial, yang ditandai dengan pemberian sejumlah uang kepada mempelai perempuan untuk menyiapkan sesan
54 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berupa alat-alat keperluan rumah tangga. Sesan tersebut diserahkan kepada pihak laki-laki pada waktu upacara perkawinan berlangsung sekaligus sebagai penyerahan formal (secara adat) si mempelai wanita kepada keluarga mempelai laki-laki. Dengan demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara mempelai wanita dengan orang tuanya. Upacara perkawinan tersebut dalam pelaksanaanya dapat berlangsung dengan cara adat Ibal, serbo, Bumbang Aji, Intar Padang, Antar Manok, dan sebambangan.
Dalam banyak hal suatu ciri yang disebut dengan Geneologis sangat dominan pada masyarakat Lampung, dimana suatu ikatan masyarakat hukum adat dengan anggota-anggota didasarkan atas suatu pertalian keturunan, baik karena ikatan maupun hubungan darah.
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian penduduk masyarakat Lampung disimpulkan dalam 5 (lima) Prinsip, yaitu : 1) Pi’il Pesenggikhi,
Pi’il Pesenggikhi, diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku, dan sikap yang menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu, seseorang dapat mempertahankan apa saja (termasuk nyawanya) demi untuk mempertahankan pi’il pesengikhi tersebut. Selain dari itu dengan pi’il pesengikhi seseorang dapat berbuat sesuatu atau tidak, kendatipun hal itu akan merigukan dirinya sendiri secara materi.
2) Sakai Sambayan
Sakai Sambayan, meliputi berbagai pengertian yang luas didalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu membahu dan saling memberi terhadap sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain dan hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya
55Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berupa alat-alat keperluan rumah tangga. Sesan tersebut diserahkan kepada pihak laki-laki pada waktu upacara perkawinan berlangsung sekaligus sebagai penyerahan formal (secara adat) si mempelai wanita kepada keluarga mempelai laki-laki. Dengan demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara mempelai wanita dengan orang tuanya. Upacara perkawinan tersebut dalam pelaksanaanya dapat berlangsung dengan cara adat Ibal, serbo, Bumbang Aji, Intar Padang, Antar Manok, dan sebambangan.
Dalam banyak hal suatu ciri yang disebut dengan Geneologis sangat dominan pada masyarakat Lampung, dimana suatu ikatan masyarakat hukum adat dengan anggota-anggota didasarkan atas suatu pertalian keturunan, baik karena ikatan maupun hubungan darah.
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian penduduk masyarakat Lampung disimpulkan dalam 5 (lima) Prinsip, yaitu : 1) Pi’il Pesenggikhi,
Pi’il Pesenggikhi, diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku, dan sikap yang menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu, seseorang dapat mempertahankan apa saja (termasuk nyawanya) demi untuk mempertahankan pi’il pesengikhi tersebut. Selain dari itu dengan pi’il pesengikhi seseorang dapat berbuat sesuatu atau tidak, kendatipun hal itu akan merigukan dirinya sendiri secara materi.
2) Sakai Sambayan
Sakai Sambayan, meliputi berbagai pengertian yang luas didalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu membahu dan saling memberi terhadap sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain dan hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya
materi saja, tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan fikiran dan sebagainya.
3) Nemui Nyimah Neui Nyimah, berarti bermurah hati dan beramah tamah terhadap semua pihak, baik terhadap orang dalam kelompok nya maupun terhadap siapa saja pihak yang berhubungan dengan mereka. Jadi bermurah hati dalam bertutur kata serta sopan santun dan ramah tamah terhadap tamu mereka.
4) Nengah Nyapur
Nengah Nyapur, adalah sebagai tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesedian membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat dengan perkembangan zaman.
5) Bejuluk Beadek Bejuluk Beadek, adalah didasarkan pada Titie Gemetti yang diwariskan turun temurun dari zaman dahulu. Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti (Titi Gemetti) tersebut antara lain menghendaki agar seseorang disamping mempunyai nama yang diberikan orang tuanya, juga diberi gelar oleh orang dalam kelompoknya sebagai penggilan terhadapnya. Bagi orang yang berlum berkeluarga diberi Juluk (bejuluk) dan setelah ia menikah maka ia akan diberi adek (beadek) melalui acara-acara perkawinan adat Lampung.
B. Kabupaten Tulang Bawang 1. Aspek Historis
Berdasarkan peta sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang merupakan salah satu keraiaan tertua di Indonesia, di samping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan
56 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang peziarah agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya yang bernama : To-Lang p'o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera). Meski hingga saat ini belum ada yang bisa memastikan di mana letak pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu sungai Tulang Bawang ( antara Menggala dan Pagardewa ) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala. Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-Po Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke-15, Menggala dan alur sungai Tulang Bawang yang marak dengan aneka komoditi, mulai kembali dikenal Eropa. Menggala, dengan komoditi andalannya lada hitam, menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi sejenis yang di dapat VOC dari Bandar Banten. Karena perdagangan yang terus berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, sehingga kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintah Belanda yang terus berubah, membawa dampak dengan ditetapkannya Lampung berada di bawah pengawasan Langsung Gubernur Jenderal Herman William Deadles mulai tanggal 22 november 1808. Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
57Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang peziarah agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya yang bernama : To-Lang p'o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera). Meski hingga saat ini belum ada yang bisa memastikan di mana letak pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu sungai Tulang Bawang ( antara Menggala dan Pagardewa ) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala. Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-Po Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke-15, Menggala dan alur sungai Tulang Bawang yang marak dengan aneka komoditi, mulai kembali dikenal Eropa. Menggala, dengan komoditi andalannya lada hitam, menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi sejenis yang di dapat VOC dari Bandar Banten. Karena perdagangan yang terus berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, sehingga kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintah Belanda yang terus berubah, membawa dampak dengan ditetapkannya Lampung berada di bawah pengawasan Langsung Gubernur Jenderal Herman William Deadles mulai tanggal 22 november 1808. Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk pemerintahan Marga (ke-buayan) yang dipimpin oleh Kepala Marga. Wilayah Tulang Bawang sendiri dibagi dalam 3
kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamo'an dan Buay Umpu (Tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji).
Sistem Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, karena pada tahun 1864, sesuai dengan Keputusan Residen Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, sistem ini digantikan dengan sistem Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasuk di wilayah Tulang Bawang. Kondisi yang demikian ini terus berlangsung hingga pendudukan Jepang, dan tidak banyak mengalami perubahan hingga proklamasi kemerdekaan didengungkan.
Sesudah Proklamasi kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan wilayah Kewedanaan. Setelah Lampung memisahkan diri dari Propinsi Sumatera Selatan, dan membentuk Provinsi tersendiri dengan nama provinsi Lampung, maka status Menggala selanjutnya ditetapkan sebagai kecamatan di bawah naungan Kabupaten Lampung Utara.
Seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan effisiensi, maka sesepuh dan tokoh masyarakat bersama pemerintah merencanakan mengembangkan Propinsi Lampung menjadi 10 Kabupaten/Kota. Rencana ini telah dicanangkan sejak tahun 1972 namun baru mulai terwujud pada tahun 1981, dengan dibentuknya 8 Lembaga Pembantu Bupati, yang salah satunya adalah Pembantu Bupati Lampung Utara Wilayah Menggala. Pembentukan ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 821.26/502 tanggal 8 Juni 1981 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Pembantu Bupati Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Utara, Wilayah Propinsi Lampung.
58 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sejak itu, dalam kurun waktu dari tahun 1981 sampai dengan 1997, pemerintahan Menggala dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati, yang secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 1. Drs. Hi. M. Yusup Nur (masa bhakti 1981 s.d : 1985) 2. Kardinal, BA (masa bhakti 1985 s.d. 1989) 3. Drs. Hi. Somali Saleh (masa bhakti 1989 s.d. 1993) 4. Drs. Rukhyat Kusumayudha (masa bhakti 1993 s.d. 1994) 5. Drs. Tamanuri (masa bhakti 1994 s.d. 1996) 6. Hi. Santori Hasan, SH. (masa bhakti 1996 s.d. 1997)38
Pada tahun 1997 dibentuklah Sekretariat Persiapan Kabupaten Tulang Bawang, dengan sekretaris merangkap pembantu Bupati Lampung Utara wilayah Menggala Hi. Santori Hasan, SH. Sebagai Plt. Bupati Tulang Bawang sejak tanggal 20 Maret sampai dengan 9 Desember 1997 melalui surat keputusan Keputusan Gubernur No. 821.2/11/09/97 tanggal 14 Januari 1997 tentang Penunjukkan Plt Bupati Kabupaten Daerah Tingkat 11 Persiapan Tulang Bawang,.
Melalui serangkaian proses yang cukup melelahkan, akhimya Kabupaten Tulang Bawang lahir dan diresmikan keberadaannya oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Maret 1997, sebagai tindak lanjut dari ditetapkan UU no. 2 tahun 1997 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus. Seiring dengan telah definitifnya Tulang Bawang menjadi Kabupaten, selanjutnya pada tanggal 24 November 1997 dipilihlah Hi. Santori Hasan SH sebagai Bupati Tulang Bawang pertama untuk periode tahun 1997-2002 dan dilantik pada tanggal 9 Desember 1997. Pada periode selanjutnya, melalui proses pemilihan Bupati Tulang Bawang pada tanggal 12 November 2002 estafet kepemimpinan
38 Selayang Pandang, Kabupeten Tulang Bawang
59Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sejak itu, dalam kurun waktu dari tahun 1981 sampai dengan 1997, pemerintahan Menggala dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati, yang secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 1. Drs. Hi. M. Yusup Nur (masa bhakti 1981 s.d : 1985) 2. Kardinal, BA (masa bhakti 1985 s.d. 1989) 3. Drs. Hi. Somali Saleh (masa bhakti 1989 s.d. 1993) 4. Drs. Rukhyat Kusumayudha (masa bhakti 1993 s.d. 1994) 5. Drs. Tamanuri (masa bhakti 1994 s.d. 1996) 6. Hi. Santori Hasan, SH. (masa bhakti 1996 s.d. 1997)38
Pada tahun 1997 dibentuklah Sekretariat Persiapan Kabupaten Tulang Bawang, dengan sekretaris merangkap pembantu Bupati Lampung Utara wilayah Menggala Hi. Santori Hasan, SH. Sebagai Plt. Bupati Tulang Bawang sejak tanggal 20 Maret sampai dengan 9 Desember 1997 melalui surat keputusan Keputusan Gubernur No. 821.2/11/09/97 tanggal 14 Januari 1997 tentang Penunjukkan Plt Bupati Kabupaten Daerah Tingkat 11 Persiapan Tulang Bawang,.
Melalui serangkaian proses yang cukup melelahkan, akhimya Kabupaten Tulang Bawang lahir dan diresmikan keberadaannya oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Maret 1997, sebagai tindak lanjut dari ditetapkan UU no. 2 tahun 1997 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus. Seiring dengan telah definitifnya Tulang Bawang menjadi Kabupaten, selanjutnya pada tanggal 24 November 1997 dipilihlah Hi. Santori Hasan SH sebagai Bupati Tulang Bawang pertama untuk periode tahun 1997-2002 dan dilantik pada tanggal 9 Desember 1997. Pada periode selanjutnya, melalui proses pemilihan Bupati Tulang Bawang pada tanggal 12 November 2002 estafet kepemimpinan
38 Selayang Pandang, Kabupeten Tulang Bawang
beliau diteruskan oleh Drs. H. Abdurrahman Sarbini SH, MM. dan AA Sofandi yang terpilih untuk memangku jabatan Bupati dan wakil Bupati Tulang Bawang untuk masa bakti 2002-2007.39
Di bidang pemerintahan, sampai dengan bulan Agustus 2003 perangkat Daerah Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari I Sekretariat Daerah Kabupaten Tulang Bawang dengan 3 Assisten, 9 bagian, 3 badan, 16 dinas dan I kantor serta I sekretariat DPRD dengan 3 bagian. Perangkat daerah ini juga didukung dengan 16 Kecamatan, 4 Kelurahan dan 220 Kampung.
Selanjutnya, karena tuntutan situasi dan kondisi sekaligus untuk mengoptimalkan kinerja aparatur pemerintah Kabupaten Tulang Bawang maka pada bulan Desember 2003, sesuai dengan amanat PP No. 8"Tahun 2003 perangkat daerah Kabupaten Tulang Bawang mengalami perubahan sesuai dengan Perda.
Pada pemerintahan di tingkat kecamatan dari 16 Kecamatan yang ada sebelumnya yaitu : Kecamatan Menggala, Gedung Meneng, Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik, Tumijajar, Banjar Agung, Lambu Kibang, Gunung Terang, Gedung Aji, Penawar Tama, Mesuji, Tanjung Raya, Way Serdang, Rawa Jitu Selatan, Rawa Jitu Utara dan Simpang Pematang, dikembangkan menjadi 18 Kecamatan dengan diresmikannya 2 kecamatan baru berdasarkan Perda Kabupaten Tulang Bawang no. 4 Tahun 2004, yaitu Kecamatan Pagar Dewa yang sebelumnya merupakan bagian wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah (diresmikan pada tanggal 21 Juli 2004) dan Kecamatan Rawa Jitu Timur yang sebelumnya merupakan bagian wilayah Kecamatan Rawa Jitu Selatan (diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2004). Tahun 2005, pemekaran pemerintahan kecamatan dikembangkan lagi hingga menjadi 24 kecamatan dengan diresmikannya 6 kecamatan baru yakni : Kecamatan Way Kenanga, Banjar Margo, Penawar Aji, Rawa Jitu Timur, Rawa Pitu dan Gunung Agung. Sehingga saat ini
39 Ibid
60 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
jumlah kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang adalah 24 Kecamatan.
Untuk pemerintahan di tingkat kelurahan, 4 kelurahan yang ada dan saat ini hanya berada di wilayah Kecamatan Menggala direncanakan juga akan ditambah dengan beberapa kelurahan yang akan dimekarkan, di antaranya di kecamatan Banjar Agung, Tumijajar, Tulang Bawang Tengah dan Gedung Meneng. Sedangkan pada pemerintahan di tingkat Kampung saat ini jumlah kampung di Kabupaten Tulang Bawang telah menjadi 234 Kampung definitif dan I Kampung persiapan serta direncanakan masing ada beberapa kampung lagi yang akan dimekarkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi wilayah.40 2. Aspek Geografis dan Demografis
Kabupaten Tulang Bawang terletak di bagian timur laut propinsi Lampung dan berada pada daerah Utara-Selatan 3° 45'-105° 55'. Ibukota Kabupaten ini adalah Menggala, yang berjarak kurang lebih 120 km dari Ibukota Propinsi.
Batas-batas Wilayah kabupaten Tulang Bawang adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Propinsi Sumatera Selatan Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Tengah Sebelah Timur : Laut Jawa Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Utara
Luas wilayah kabupaten ini tercatat seluas 7.770,84 km atau 22 % dari wilayah Lampung, dan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Lampung.
40 Ibid
61Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
jumlah kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang adalah 24 Kecamatan.
Untuk pemerintahan di tingkat kelurahan, 4 kelurahan yang ada dan saat ini hanya berada di wilayah Kecamatan Menggala direncanakan juga akan ditambah dengan beberapa kelurahan yang akan dimekarkan, di antaranya di kecamatan Banjar Agung, Tumijajar, Tulang Bawang Tengah dan Gedung Meneng. Sedangkan pada pemerintahan di tingkat Kampung saat ini jumlah kampung di Kabupaten Tulang Bawang telah menjadi 234 Kampung definitif dan I Kampung persiapan serta direncanakan masing ada beberapa kampung lagi yang akan dimekarkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi wilayah.40 2. Aspek Geografis dan Demografis
Kabupaten Tulang Bawang terletak di bagian timur laut propinsi Lampung dan berada pada daerah Utara-Selatan 3° 45'-105° 55'. Ibukota Kabupaten ini adalah Menggala, yang berjarak kurang lebih 120 km dari Ibukota Propinsi.
Batas-batas Wilayah kabupaten Tulang Bawang adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Propinsi Sumatera Selatan Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Tengah Sebelah Timur : Laut Jawa Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Utara
Luas wilayah kabupaten ini tercatat seluas 7.770,84 km atau 22 % dari wilayah Lampung, dan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Lampung.
40 Ibid
Secara topografi daerah Tulang Bawang terbagi atas 4 bagian : 1) Daerah daratan, ini merupakan daerah terluas yang
dimanfaatkan untuk pertanian. 2) Daerah rawa, terdapat sepanjang Pantai Timur dengan
ketinggian 0-1 m, yang merupakan daerah rawa pasang surut. 3) Daerah River Basin; terdapat dua River Basin yang utama yaitu
River Basin Tulang Bawang, dan River Basin sungai-sungai kecil lainnya.
4) Daerah Alluvial, meliputi pantai sebelah timur yang merupakan bagian hilir (down steem dari sungai-sungai besar yaitu Tulang Bawang, dan Mesuji), dimanfaatkan untuk pelabuhan.
5) Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, daerah Kabupaten Tulang Bawang beriklim Tropis, dengan musim hujan dan musim kemarau berganti sepanjang tahun. Temperatur rata-rata 3I° C. Curah hujan rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun.41
3. Aspek Perekonomian Daerah dan Prasarana a. Aspek Perekonomian
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tulang Bawang dapat dikatakan cukup menggembirakan. Hal ini diindikasikan dengan adanya puluhan perusahaan besar, ratusan perusahaan kecil dan koperasi yang beroperasi di wilayah Kabupaten yang memberikan kontribusi positif bagi peningkatan ekonomi wilayah. Belum lagi ditambah dengan aktivitas di berbagai sektor yang potensial yaitu sektor industri, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, sebagaimana digambar kan secara berikut ini :
41 Ibid
62 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
(1) Sektor lndustri Dari berbagai sektor yang menjadi tulang punggung
perekonomian di Tulang Bawang, sektor industri memegang peranan yang sangat penting. Saat ini di Kabupaten Tulang Bawang terdapat kurang lebih 36 perusahaan besar, ratusanan perusahaan kecil dan koperasi. Perusahaan besar (PMA-PMDN), disamping perusahaan-perusahaan kecil lainnya, sangat berperan dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah ini. Keberadaan perusahaan-perusahaan ini diharapkan akan mampu menekan tingkat pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Antar perusahaan yang ada diharapkan akan terbentuk suatu Bussines Network, yang bisa dilakukan oleh pelaku bisnis, yaitu antara perusahaan besar, dan kecil, yang saling menguntungkan, sehingga terjadi keharmonisan antar perusahaan
yang ada. Pesatnya perkembangan industri yang ada, akan digiring
untuk mengarahkan karyawan industri berbelanja ke pusat-pusat perdagangan yang ada. Dengan demikian terbuka peluang usaha retail untuk berkembang yang selanjutnya dapat meningkatkan perputaran uang dan roda perekonomian di daerah ini.
Pengembangan sektor industri, diantaranya diarahkan pada pembinaan industri kecil dengan cara : Meningkatkan Keterampilan dan Pengetahuan SDM Pengrajin Peningkatan Mutu dan Disain Produk Pengenalan Teknologi tepat guna melalui bantuan Stimulan Promosi dan Pameran Usaha Industri secara tetap dan berkala (2) Bidang pertanian
Di bidang pertanian, potensi wilayah Kabupaten Tulang Bawang dapat dikatakan cukup menjanjikan. Dengan luas lahan yang cukup besar, sektor pertanian di Kabupaten Tulang Bawang diharapkan dapat terus dikembangkan sehingga bisa menjadi salah satu andalan pemerintah dalam upaya memantapkan/
63Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
(1) Sektor lndustri Dari berbagai sektor yang menjadi tulang punggung
perekonomian di Tulang Bawang, sektor industri memegang peranan yang sangat penting. Saat ini di Kabupaten Tulang Bawang terdapat kurang lebih 36 perusahaan besar, ratusanan perusahaan kecil dan koperasi. Perusahaan besar (PMA-PMDN), disamping perusahaan-perusahaan kecil lainnya, sangat berperan dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah ini. Keberadaan perusahaan-perusahaan ini diharapkan akan mampu menekan tingkat pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Antar perusahaan yang ada diharapkan akan terbentuk suatu Bussines Network, yang bisa dilakukan oleh pelaku bisnis, yaitu antara perusahaan besar, dan kecil, yang saling menguntungkan, sehingga terjadi keharmonisan antar perusahaan
yang ada. Pesatnya perkembangan industri yang ada, akan digiring
untuk mengarahkan karyawan industri berbelanja ke pusat-pusat perdagangan yang ada. Dengan demikian terbuka peluang usaha retail untuk berkembang yang selanjutnya dapat meningkatkan perputaran uang dan roda perekonomian di daerah ini.
Pengembangan sektor industri, diantaranya diarahkan pada pembinaan industri kecil dengan cara : Meningkatkan Keterampilan dan Pengetahuan SDM Pengrajin Peningkatan Mutu dan Disain Produk Pengenalan Teknologi tepat guna melalui bantuan Stimulan Promosi dan Pameran Usaha Industri secara tetap dan berkala (2) Bidang pertanian
Di bidang pertanian, potensi wilayah Kabupaten Tulang Bawang dapat dikatakan cukup menjanjikan. Dengan luas lahan yang cukup besar, sektor pertanian di Kabupaten Tulang Bawang diharapkan dapat terus dikembangkan sehingga bisa menjadi salah satu andalan pemerintah dalam upaya memantapkan/
meningkatkan swasembada pangan. Dari berbagai usaha pertanian yang dilakukan di Tulang Bawang, komoditas Padi, Jeruk, Salak, Jagung, Ubi Kayu, dan Kedelai adalah produk pertanian yang potensial untuk terus dikembangkan di daerah ini.Pada tahun 2003, Kabupaten Tulang bawang memperoleh panen padi sejumlah 279.602 ton dari luas lahan sebesar 61.497 Ha. Produksi ini terus meningkat di tahun 2004 hingga mencapai 344.579 ton dari luas lahan sebesar 67.537 Ha. Pada tanggal 16-19 Oktober 2003, dimotori oleh Tim Penggerak PKK, Kabupaten Tulang Bawang meraih prestasi gemilang dengan menjuarai lomba Ketahanan Pangan Tingkat Nasional yang dilaksanakan di Semanggi Ekspo Centre Jakarta. Prestasi yang diperoleh ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerja keras pemerintah Kabupaten Tulang Bawang yang terus menerus melakukan pengembangan dan pembinaan melalui kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi, sejak dari kegiatan pembibitan, penanaman/budidaya, pasca panen, pengolahan dan pemasaran serta kegiatan-kegiatan lainnya.42 (3) Perkebunan
Upaya-upaya yang dilakukan bagi pengembangan perkebunan di Tulang Bawang, ditempuh melalui budidaya industri perkebunan, dan pengembangan usaha investasi perkebunan dengan cara Pola Perusahaan Besar Swasta (PBS), Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), serta Pola Kemitraan (kemitraan melalui KUD dalam berbagai usaha dengan perkebunan besar). Secara statistik, potensi pengembangan perkebunan di Tulang Bawang tercatat seluas kurang lebih 298.943 Ha. Untuk komoditi Jeruk, pada tahun 2003 dari luas areal sebesar 4.142 Ha dengan luas panen sebesar 2.440 Ha diperoleh produksi sebanyak 43.437 ton. Tahun berikutnya, yakni pada tahun 2004, total
42 Ibid
64 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
produksi meningkat drastis, hal mana dari luas areal 8.645 Ha dengan luas panen 3.571 Ha diperoleh hasil produksi 78.562 ton.43 (4) Peternakan
Bidang usaha peternakan di Tulang Bawang, meliputi Usaha Ternak Besar, Ternak Kecil, dan Unggas, serta penyediaan sarana produksi (bibit makanan ternak usaha budidaya, usaha pasca panen, dan pemasaran). Untuk mencapai tujuan tersebut, telah dilaksanakan kegiatankegiatan : Penerapan bio-teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam
pembibitan hewan ternak. Melakukan program penggemukan ternak potong. Pencegahan penyakit dan penyuluhan.
Potensi peternakan yang potensial dikembangkan di wilayah Tulang Bawang antara lain : Sapi (Penggemukan Sapi) Lokasi : Kecamatan Tumi Jajar Kerbau Lokasi : Kecamatan Menggala Kambing Lokasi : 18 Kecamatan. Ayam ras Lokasi : Kecamatan Tumi Jajar, dan Lambu Kibang Ayam Buras, Lokasi : 18 Kecamatan.44 (5) Perikanan
Wilayah Tulang Bawang sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan. Sejak jaman dahulu, nenek moyang daerah ini telah dikenal sebaga penghasil ikan dengan jumlah yang cukup besar. Pembangunan di bidang perikanan, diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para nelayan, dengan berbagai usaha peningkatan kualitas, dan kuantitas roduksi, melalui pengembangan keramba apung di perairan sungai dan rawa, pengembangan kolam dan tambak,
43 Ibid 44 Ibid
65Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
produksi meningkat drastis, hal mana dari luas areal 8.645 Ha dengan luas panen 3.571 Ha diperoleh hasil produksi 78.562 ton.43 (4) Peternakan
Bidang usaha peternakan di Tulang Bawang, meliputi Usaha Ternak Besar, Ternak Kecil, dan Unggas, serta penyediaan sarana produksi (bibit makanan ternak usaha budidaya, usaha pasca panen, dan pemasaran). Untuk mencapai tujuan tersebut, telah dilaksanakan kegiatankegiatan : Penerapan bio-teknologi Inseminasi Buatan (IB) dalam
pembibitan hewan ternak. Melakukan program penggemukan ternak potong. Pencegahan penyakit dan penyuluhan.
Potensi peternakan yang potensial dikembangkan di wilayah Tulang Bawang antara lain : Sapi (Penggemukan Sapi) Lokasi : Kecamatan Tumi Jajar Kerbau Lokasi : Kecamatan Menggala Kambing Lokasi : 18 Kecamatan. Ayam ras Lokasi : Kecamatan Tumi Jajar, dan Lambu Kibang Ayam Buras, Lokasi : 18 Kecamatan.44 (5) Perikanan
Wilayah Tulang Bawang sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan. Sejak jaman dahulu, nenek moyang daerah ini telah dikenal sebaga penghasil ikan dengan jumlah yang cukup besar. Pembangunan di bidang perikanan, diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para nelayan, dengan berbagai usaha peningkatan kualitas, dan kuantitas roduksi, melalui pengembangan keramba apung di perairan sungai dan rawa, pengembangan kolam dan tambak,
43 Ibid 44 Ibid
pembina nelayan umum, nelayan laut, serta petani tambak udang. Pengembangan dan pembinaan sektor perikanan di Tulang Bawang tersebut, tersebar di seluruh kecamatan di daerah ini, dengan fokus pembinaan diarahkan mulai dari kegiatan penangkapan atau pembudidayaan ikan termasuk kegiatan mengangkut, menyimpan, dan mengawetkan, sampai pemasaran hasil.
Sejak tahun 2002, hasil-hasil produksi perikanan Tulang Bawang telah mampu menembus pasar internasional, dengan melakukan ekspor ke negara Amerika, Hongkong, dan Jepang. Total volume eksport ke 3 negara tersebut (tahun 2002) adalah sebesar 8.734,40 ton, dan nilai eksport sebesar 96.078.400 US Dolar.
Kabupaten Tulang Bawang juga pernah tercatat sebagai sentra budidaya udang terbesar di Indonesia, bahkan di Asia. Tercatat ada dua perusahaan besar yang bergerak di bidang budidaya udang, yaitu : PT. Dipasena Citra Dharmaja, yang brlokasi di Kec. Rawa Jitu timur dan PT. Centra Pertiwi Bahari, saat ini juga terus dikembangkan budidaya Man Bandeng, cumi-cumi dan kepiting.
Guna meningkatkan pelayanan dan kemudahan dalam memasarkan hasil produksi perikanan, telah dilakukan pembinaan dan pengembangan terhadap beberapa Tempat Pelelangan Wan (TPI), yaitu diantaranya Kuala Teladas Kecamatan Gedong Meneng, yang makin diperlancar dengan telah dibangunnya jalan tembus sejauh 3 km, yang menghubungkan daerah tersebut dengan Kampung Kekatung.
Sedang dirintis kembali kejayaan masa lalu sebagai penghasil udang terbesar di Asia Tenggara yang pernah diukir oleh PT. Dipasena Citra Dharmaja pada era tahun 90-an. Upaya-upaya yang dilaksanakan adalah mengoptimalkan kembali produktivitas PT. Dipasena Citra Dharmaja dengan mewujudkan normalisasi atas permasalahanpermasalahan yang dihadapi
66 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
selama ini. Saat ini upaya tersebut telah menampakkan hasil positif, yang ditandai dengan membaiknya situasi di Bumi Dipasena dan berproduksinya kembali PT. Dipasena45 (6) Kehutanan dan Konservasi Tanah
Luas seluruh hutan daerah Tulang Bawang yaitu 1 19.924,01 Ha, terdiri dari : Kawasan Register 44, seluas 11.473,12 Ha Kawasan Register 45 ; seluas 42.762,09 Ha Kawasan Register 47, seluas 65.688 Ha.
Sayangnya dengan potensi hutan yang sedemikian luas itu, di masa lalu tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya hutan, sehingga hampir 80 % dari luas areal hutan yang ada kini musnah dan berganti lahan-lahan kosong dan kristis akibat maraknya kegiatan penebangan-penebangan kayu secara liar di masa lampau. Kini Pemerintah Kabupaten telah berupaya untuk melakukan pembangunan kehutanan dan konservasi tanah di Kabupaten Tulang Bawang, terutama pada lahan kritis yang dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Hutan Rakyat dan Penghijauan.
(7) Sarana dan Prasarana 1) Transportasi
Pembangunan sektor perhubungan di Tulang Bawang diarahkan untuk memperlancar arus lalu lintas melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi, darat, laut, serta sungai. Di samping itu pembangunan sarana dan prasarana perhubungan, secara khusus ditujukan untuk membuka isolasi dan membuka keterpencilan wilayah, guna menghubungkan pusat pertumbuhan ekonomi dengan pusat distribusi, serta
45 Ibid
67Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
selama ini. Saat ini upaya tersebut telah menampakkan hasil positif, yang ditandai dengan membaiknya situasi di Bumi Dipasena dan berproduksinya kembali PT. Dipasena45 (6) Kehutanan dan Konservasi Tanah
Luas seluruh hutan daerah Tulang Bawang yaitu 1 19.924,01 Ha, terdiri dari : Kawasan Register 44, seluas 11.473,12 Ha Kawasan Register 45 ; seluas 42.762,09 Ha Kawasan Register 47, seluas 65.688 Ha.
Sayangnya dengan potensi hutan yang sedemikian luas itu, di masa lalu tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya hutan, sehingga hampir 80 % dari luas areal hutan yang ada kini musnah dan berganti lahan-lahan kosong dan kristis akibat maraknya kegiatan penebangan-penebangan kayu secara liar di masa lampau. Kini Pemerintah Kabupaten telah berupaya untuk melakukan pembangunan kehutanan dan konservasi tanah di Kabupaten Tulang Bawang, terutama pada lahan kritis yang dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Hutan Rakyat dan Penghijauan.
(7) Sarana dan Prasarana 1) Transportasi
Pembangunan sektor perhubungan di Tulang Bawang diarahkan untuk memperlancar arus lalu lintas melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi, darat, laut, serta sungai. Di samping itu pembangunan sarana dan prasarana perhubungan, secara khusus ditujukan untuk membuka isolasi dan membuka keterpencilan wilayah, guna menghubungkan pusat pertumbuhan ekonomi dengan pusat distribusi, serta
45 Ibid
daerah pemasaran. Upaya ini sekaligus dalam rangka mendukung sistem transportasi lintas propinsi, bahkan termasuk transportasi lintas ASEAN, melalui jalur lintas Timur (Jalintim) yang merupakan salah satu akses yang menghubungkan wilayah Lampung dengan wilayah-wilayah lain di Sumatera. Tidak dipungkiri adanya Jalintim ini, sangat berdampak pada perkembangan perekonomian masyarakatdi daerah ini. Ditinjau dari perkembangannya, jasa transportasi darat, angkutan penumpang dan barang di dalam Kabupaten Tulang Bawang, maupun antar kota berkembang sangat baik.
Selain daripada itu, dalam upaya untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Tulang Bawang yang dahulu pernah dikenal sebagai Paris Van Lampung, maka dengan memanfaatkan sungai Tulang Bawang sebagai sarana transportasi air yang potensial, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang akan berupaya untuk menghidupkan aktivitas perairan di Kabupaten Tulang Bawang.
Untuk transportasi perairan, sungai-sungai yang tersebar di Kabupaten Tulang Bawang sangat potensial dan memungkin kan untuk dijadikan sarana transportasi. Adapun panjang sungai-sungai di Tulang Bawang, adalah Way Tulang Bawang ; 136 km, Way Kanan ; 51 km dan Way Kiri ; 35 km. Transportasi ini, juga didukung beberapa dermaga darat, yang tersebar di Tulang Bawang, yaitu dermaga sungai Menggala, Gunung Tapa, Bina Indonesia, Gedung Aji, Rawajitu, Kuala Teladas, Wiralaga, Sindang, serta dermaga Perairan Daratan gedung Karya jitu, dan 2 unit Pelabuhan Pendaratan Ikan (TPI). Di samping melalui jalan darat dan sungai, akses ke Kabupaten Tulang Bawang bisa dilakukan melalui laut. Untuk kelancaran transportasi laut tersebut, Kabupaten Tulang Bawang telah melengkapinya dengan 3 pelabuhan laut yang terdapat di daerah Menggala, Mesuji, dan Sungai Burung.46
46 Ibid
68 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
2) Fasilitas Umum Selama kurun waktu tahun 2003-2006, berbagai fasilitas
umum yang bernilai trategis dan dibutuhkan di Kabupaten Tulang Bawang telah juga dibangun. Meskipun seluruhnya belum dapat terealisasi tetapi sebagian telah dapat dipenuhi dan telah dimanfaatkan oleh seluruh elemen yang berada di daerah ini. Secara fisik/infrastruktur berbagai fasilitas umum yang saat ini telah dan sedang dibangun diantaranya Gedung Musyawarah Mufakat (telah beroperasi dan diresmikan Mendagri Hari Sabarno bersamaan dengan peresmian 50 unit Perumahan Pegawai pada tanggal 18 Mei 2004), Masjid Agung Baiturrahman dan Islamic Centre Kabupaten Tulang Bawang (telah dipergunakan sebagai arena utama kegiatan MTQ ke-32 Tingkat Propinsi Lampung 2004), pembangunan Gedung Sesat Agung, penyediaan lahan dan membantu pembangunan Markas Kodim Tulang Bawang (peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Danrem 043 Garuda Hitam pada tanggal 11 Juni 2004 dan saat ini pengelolaannya pun telah diserahkan kepada Korem 043 Garuda Hitam) dan upaya pengadaan Taman Makam Pahlawan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan beberapa Kantor Polsek yang sebagian besar dilaksanakan dengan pola Swadaya Murni Masyarakat.
Di bidang kesehatan, sarana kesehatan di Kabupaten Tulang Bawang semakin lengkap dengan telah diresmikan Rumah Sakit Umum Daerah Menggala pada bulan Januari 2006.. Hal ini sesuai dengan visi "Menuju Tulang Bawang sehat 2010" dengan misi peningkatan pelayanan dan sarana kesehatan serta peningkatan kesehatan lingkungan. Hingga akhir tahun 2006, jumlah sarana kesehatan yang ada di Tulang Bawang saat ini adalah sebagai berikut : Rumah Sakit Umum Daerah : I Unit Rumah Sakit Swasta : 7 Unit Puskesmas Perawatan : 3 Unit
69Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
2) Fasilitas Umum Selama kurun waktu tahun 2003-2006, berbagai fasilitas
umum yang bernilai trategis dan dibutuhkan di Kabupaten Tulang Bawang telah juga dibangun. Meskipun seluruhnya belum dapat terealisasi tetapi sebagian telah dapat dipenuhi dan telah dimanfaatkan oleh seluruh elemen yang berada di daerah ini. Secara fisik/infrastruktur berbagai fasilitas umum yang saat ini telah dan sedang dibangun diantaranya Gedung Musyawarah Mufakat (telah beroperasi dan diresmikan Mendagri Hari Sabarno bersamaan dengan peresmian 50 unit Perumahan Pegawai pada tanggal 18 Mei 2004), Masjid Agung Baiturrahman dan Islamic Centre Kabupaten Tulang Bawang (telah dipergunakan sebagai arena utama kegiatan MTQ ke-32 Tingkat Propinsi Lampung 2004), pembangunan Gedung Sesat Agung, penyediaan lahan dan membantu pembangunan Markas Kodim Tulang Bawang (peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Danrem 043 Garuda Hitam pada tanggal 11 Juni 2004 dan saat ini pengelolaannya pun telah diserahkan kepada Korem 043 Garuda Hitam) dan upaya pengadaan Taman Makam Pahlawan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan beberapa Kantor Polsek yang sebagian besar dilaksanakan dengan pola Swadaya Murni Masyarakat.
Di bidang kesehatan, sarana kesehatan di Kabupaten Tulang Bawang semakin lengkap dengan telah diresmikan Rumah Sakit Umum Daerah Menggala pada bulan Januari 2006.. Hal ini sesuai dengan visi "Menuju Tulang Bawang sehat 2010" dengan misi peningkatan pelayanan dan sarana kesehatan serta peningkatan kesehatan lingkungan. Hingga akhir tahun 2006, jumlah sarana kesehatan yang ada di Tulang Bawang saat ini adalah sebagai berikut : Rumah Sakit Umum Daerah : I Unit Rumah Sakit Swasta : 7 Unit Puskesmas Perawatan : 3 Unit
Puskesmas Non Perawatan : 21 Unit Puskesmas Pembantu : 82 Unit Puskesmas Keliling : 23 Unit Dokter : 44 Orang Perawat : 64 Orang Mantri : 161 Orang 47
4. Aspek Pendidikan dan Kultural a. Pendidikan
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang senantiasa konsisten dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang salah satunya melalui pendidikan. Pada sektor ini kebijakan yang dilakukan difokuskan pada upaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan yang memadai, terjangkau dan berkualitas pada setiap jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SLTP hingga SLTA. Mengenai seberapa jauh perkembangan/hasil yang telah dicapai Pemerintah Kabupaten lewat kebijakan di bidang pendidikan, hal ini dapat difahami dari tabel tabel yang memuat data perkembangan pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang sebagaimana terlampir.
Selain dari pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, saat ini di Kabupaten Tulang Bawang juga sedang dikembangkan berbagai sekolah kejuruan guna memenuhi tuntutan kerja yang sesuai dengan potensi daerah. Salah satunya yang telah terealisasi pada tahun 2003 adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di bidang Perikanan yang berlokasi di Kecamatan Menggala.
Di bidang pendidikan tinggi, data yang ada di Kabupaten Tulang Bawang juga menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik. Untuk tingkat Perguruan Tinggi, sebanyak 3 perguruan tinggi telah membuka kelas jauh di daerah ini dan
47 Ibid
70 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
melaksanakan kuliah perdana pada tanggal 25 November 2004, yaitu STIBUN Bandar Lampung, AMIK Lampung, IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Sebelumnya telah ada 3 perguruan tinggi lainnya di daerah ini, yaitu STIE Muhammadiyah di Kecamatan Tumi Jajar, STAI Al-Ma'arif di Kecamatan "Tulang Bawang Tengah, dan STIH Muhammadiyah di Menggala. Kemudian pada tahun 2005 disusul dengan Universitas Tulang Bawang yang membuka Kelas B di Menggala. Pada tahun 2006 ini pun direncanakan Kabupaten Tulang Bawang akan memiliki sebuah perguruan tinggi yang bernama Universitas Megow Pak.48 b. Budaya dan Pariwisata
Kabupaten Tulang Bawang memiliki berbagai objek wisata budaya/sejarah yang dapat diandalkan. Misalnya Kota Menggala (ibukota Kabupaten Tulang Bawang) yang merupakan kota tertua, dan beberapa obyek wisata budaya yang tak kalah menarik, seperti makam-makam kuno di Pagar Dewa, Gedong Aji, Bakung Ilir/Udik, serta sanggar-sanggar seni/budaya (di antaranya Sanggar Tari Besapen, binaan Dra. R.Ay Sri Adiyanti Rachman.) sebagai pelestarian seni/budaya warisan nenek moyang yang siap memberikan paparan dan sajian tentang adat istiadat masyarakat Tulang Bawang. Sanggar Tari Besapen telah mengukir Prestasi-prestasi gemilang di antaranya : a) Juara Umum Festival Krakatau 3 kali berturut-turut, yaitu
Juara Umum festival Krakatau tahun 2003, 2004, dan tahun 2005.
b) Meraih Predikat 10 penampil terbaik Parade Tari Daerah di TMII yang diikuti seluruh propinsi se-Indonesia pada tahun 2003 (Kabupaten Tulang Bawang mewakili Propinsi Lampung)
c) Meraih Juara Umum Karnaval Prajurit Tradisional Nusantara dalam rangka Pekan Budaya Taman Mini Indonesia Indah
48 Ibid
71Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
melaksanakan kuliah perdana pada tanggal 25 November 2004, yaitu STIBUN Bandar Lampung, AMIK Lampung, IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Sebelumnya telah ada 3 perguruan tinggi lainnya di daerah ini, yaitu STIE Muhammadiyah di Kecamatan Tumi Jajar, STAI Al-Ma'arif di Kecamatan "Tulang Bawang Tengah, dan STIH Muhammadiyah di Menggala. Kemudian pada tahun 2005 disusul dengan Universitas Tulang Bawang yang membuka Kelas B di Menggala. Pada tahun 2006 ini pun direncanakan Kabupaten Tulang Bawang akan memiliki sebuah perguruan tinggi yang bernama Universitas Megow Pak.48 b. Budaya dan Pariwisata
Kabupaten Tulang Bawang memiliki berbagai objek wisata budaya/sejarah yang dapat diandalkan. Misalnya Kota Menggala (ibukota Kabupaten Tulang Bawang) yang merupakan kota tertua, dan beberapa obyek wisata budaya yang tak kalah menarik, seperti makam-makam kuno di Pagar Dewa, Gedong Aji, Bakung Ilir/Udik, serta sanggar-sanggar seni/budaya (di antaranya Sanggar Tari Besapen, binaan Dra. R.Ay Sri Adiyanti Rachman.) sebagai pelestarian seni/budaya warisan nenek moyang yang siap memberikan paparan dan sajian tentang adat istiadat masyarakat Tulang Bawang. Sanggar Tari Besapen telah mengukir Prestasi-prestasi gemilang di antaranya : a) Juara Umum Festival Krakatau 3 kali berturut-turut, yaitu
Juara Umum festival Krakatau tahun 2003, 2004, dan tahun 2005.
b) Meraih Predikat 10 penampil terbaik Parade Tari Daerah di TMII yang diikuti seluruh propinsi se-Indonesia pada tahun 2003 (Kabupaten Tulang Bawang mewakili Propinsi Lampung)
c) Meraih Juara Umum Karnaval Prajurit Tradisional Nusantara dalam rangka Pekan Budaya Taman Mini Indonesia Indah
48 Ibid
Tanggal 3 Oktober 2004 dan 25 September 2005 (Kontingen Tulang Bawang mewakili Propinsi Lampung)
d) Juara Parade Lagu Daerah Nasional di TMII pada bulan Desember 2005.
Di samping potensi-potensi tersebut, Tulang Bawang masih
menyimpan berbagai potensi pariwisata yang layak dikembang kan, antara lain River Tour di sungai Tulang Bawang dan Mesuji, perkampungan di atas air di Kuala Teladas, areal konservasi Rawa Pitu yang unik dengan keberadaan burung-burung yang bermigrasi antar benua. Potensi pariwisata lainnya adalah Rawa Pacing yaitu lahan basah yang masih tersisa saat ini, seluas 12.000 Ha, yang kaya akan ragam flora dan fauna seperti beberapa jenis ikan lokal dan burung yang dilindungi. Kawasan Bujung Tenuk di daerah Menggala, juga menyimpan pesona pariwisata yag terpendam. Keindahan alamnya sangat unik dimana di musim hujan terlihat seperti danau, sementara pada musim kemarau terlihat seperti padang rumput yang kaya dengan burung-burung spesies langka di dunia.
Sebagai penunjang pariwisata, saat ini di Tulang Bawang terdapat banyak hotel (kelas Melati) serta penginapan-penginapan di tiap kecamatan yang cukup representatif, restoran dan rumah makan, serta warung-warung makan kecil lainnya juga banyak terdapat di daerah ini dengan aneka masakan, mulai dari masakan khas Lampung (seruit) sampai dengan masakan, Palembang, Padang, dan lain sebagainya, yang higienis, murah, terjamin dan representatif. 5. Beberapa Kebijaksanaan Pokok di Bidang Keagamaan
Tidak dapat diingkari bahwa peranan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pembinaan warga masyarakat di wilayah Kabupaten Tulang Bawang merupakan sesuatu hal yang amat penting demi menunjang peningkatan taraf hidup dan aspek-
72 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
aspek sosial warga masyarakat setempat. Khusus, di bidang agama, peranan pemerintah selaku pengawas dan pembina umat beragama, amat menentukan bagi terwujudnya peningkatan kualitas kehidupan beragama, termasuk kerukunan antar kelompok-kelompok penganut yang ada.
Bahwa kendati pun Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang secara struktural tidak memiliki seksi khusus yang membidangi urusan agama, namun melalui kerja sama yang intens dengan instansi terkait khususnya yang bernaung dibawah Departemen Agama, beberapa kebijaksanaan pokok telah berhasil dibuat dan dilaksanakan, yang di antaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menjalankan dan mengamankan kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang telah dibuat oleh instansi yang lebih tinggi di bidang agama yang mengarah pada pembinaan prilaku umat beragama agar lebih tertib, sejalan dengan ideologi Pancasila.
2. Membentuk Tim Pengawas dan Pembinaan Rumah lbadah, yang merupakan pelayanan dan konsultasi terhadap masalah-masalah tertentu khususnya yang berkaitan dengan soal pendirian tempat ibadah .
3. Membentuk dan mengaktifkan satkar Ulama, yang merupakan mitra pemerintah setempat dalam membahas persoalan-persoalan etika, hokum, moral dan teologis.
4. Menyelenggarakan kegiataan-kegiatan tertentu yang dapat menambah syi'ar keagamaan dan membangkitkan semangat beragama yang dinamis, antara lain seperti : Perayaan Hari Besar Beragama, Lomba Cerdas Cermat Agama,MTQ,Safari Ramadhan, dll.
5. Memberikan dukungan berupa bantuan, maupun rekomendasi terhadap permohonan bantuan sarana ibadah/keagamaan yang di ajukan oleh masyarakat kepada instansi atau lembaga sosial tertentu.
6. Memberikan pelayanan administrasi surat-surat yang menyangkut masalah umum atau agama, seperti: surat
73Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
aspek sosial warga masyarakat setempat. Khusus, di bidang agama, peranan pemerintah selaku pengawas dan pembina umat beragama, amat menentukan bagi terwujudnya peningkatan kualitas kehidupan beragama, termasuk kerukunan antar kelompok-kelompok penganut yang ada.
Bahwa kendati pun Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang secara struktural tidak memiliki seksi khusus yang membidangi urusan agama, namun melalui kerja sama yang intens dengan instansi terkait khususnya yang bernaung dibawah Departemen Agama, beberapa kebijaksanaan pokok telah berhasil dibuat dan dilaksanakan, yang di antaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menjalankan dan mengamankan kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang telah dibuat oleh instansi yang lebih tinggi di bidang agama yang mengarah pada pembinaan prilaku umat beragama agar lebih tertib, sejalan dengan ideologi Pancasila.
2. Membentuk Tim Pengawas dan Pembinaan Rumah lbadah, yang merupakan pelayanan dan konsultasi terhadap masalah-masalah tertentu khususnya yang berkaitan dengan soal pendirian tempat ibadah .
3. Membentuk dan mengaktifkan satkar Ulama, yang merupakan mitra pemerintah setempat dalam membahas persoalan-persoalan etika, hokum, moral dan teologis.
4. Menyelenggarakan kegiataan-kegiatan tertentu yang dapat menambah syi'ar keagamaan dan membangkitkan semangat beragama yang dinamis, antara lain seperti : Perayaan Hari Besar Beragama, Lomba Cerdas Cermat Agama,MTQ,Safari Ramadhan, dll.
5. Memberikan dukungan berupa bantuan, maupun rekomendasi terhadap permohonan bantuan sarana ibadah/keagamaan yang di ajukan oleh masyarakat kepada instansi atau lembaga sosial tertentu.
6. Memberikan pelayanan administrasi surat-surat yang menyangkut masalah umum atau agama, seperti: surat
keterangan tanah wakaf, izin penyelenggaraan da'wah terbuka, izin pembangunan rumah ibadah, pendirian yayasan/ organisasi keagamaan, dan lain-lain.
7. Mengadakan pengawasan terhadap kemungkinan munculnya kelompok/aliran-aliran baru dalam masyarakat yang bersifat eksklusif dan ekstrim, baik yang tergolong ekstrim kiri maupun kanan, yang dapat menimbulkan keresahan dan ketidak tenteraman dalam masyarakat. 49
Demikianlah beberapa kebijaksanaan pokok yang telah
dilaksanakan oleh unsur pimpinan daerah Kabupaten Tulang Bawang beserta jajarannya dalam upaya pembinaan kehidupan beragama, yang kesemuanya ini tidak lain ditujukan untuk menciptakan ketenteraman, kedamaian, ketertiban dan kerukunan di kalangan warga masyarakat, khususnya umat beragama di Kabupaten Tulang Bawang. C. Kabupaten Lampung Tengah 1. Aspek Geografis dan Demografis
Kapubaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten diantara 10 daerah Kabupaten dan Kota yang berada di Propinsi Lampung. Kabupaten ini secara Administratif telah terbentuk sejak tahun 1945 yakni sejak diberlakukannya Peraturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945. Wilayah Kabupaten ini terbentuk seluas 4789, 82 KM2, terletak pada koordinat 1040 35c Bujur Timur sampai 1050 50 Bujur TImur dan 4030–4015 Lintang Selatan. Dilihat dari bentangan wilyah Kabupaten Lampung Tengah terhitung memiliki bentangan wilayah yang cukup luas untuk ukuran sebuah Kabupaten. Posisi Kabupaten Lampung Tengah berbatasan dengan 5 Kabupaten lainnya : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan, sebelah Timur
49 Wawancara dengan Bapak Drs. H Hairuddin, Kasi Penalis Tulang Bawang tgl 16 Juni 2007
74 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan Lampung. Barat.
Secara Topografi Daerah Kabupaten Lampung Tengah terbagi dalam 5 unit Topografi yakni: Daerah Topografi Berbukit sampai bergunung, Daerah Topografi berombak sampai bergelombang, daerah daratan Aluvial, Daerah rawa pasang surut, serta daerah bergelombang ditandai oleh adanya Bukit-bukit rendah yang dikelilingi dataran-dataran sempit dengan kemiringan
antara 8% sampai 15 %, berada pada ketinggian 300 m sampai 500 m dari permukaan air laut. Daerah Dataran Aluvial meliputi Lampung Tengah sampai mendekati Pantai seperti Way Seputih dan Way Pengubuan. Daerah Rawa Pasang Surut terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung Tengah dimana genangan air tergantung pada pasang surut air laut dengan ketinggian wilayah antara 0,5 sampai 1 m diatas permukaan air laut. Sedangkan Daerah Sungai (River Basin) berada sekitar aliran Sungai Way Seputih dan aliran Sungai Way Sekampung. Berdasarkan data Statistik tahun 2004, penduduk Kabupaten Lampung Tengah berjumlah 1.109.884 yang tersebar pada 26 Kecamatan. Dengan luas wilayah 4789.82 Km2, maka rata-rata kepadatan Penduduk di Lampung Tengah adalah 238 orang/km2. Kosentrasi penduduk terbesar berada di Kecamatan Terbangi Besar dalam jumlah 98.616 jiwa, diikuti oleh Kecamatan Bandar Mataram dengan jumlah 64092 serta Padang Ratu dengan jumlah penduduk 62985 orang. Kosentrasi penduduk di Kecamatan Terbangi Besar diduga karena Kecamatan ini merupakan daerah sentral perdagangan yang telah dilengkapi berbagai fasilitas bisnis modern.
75Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan Lampung. Barat.
Secara Topografi Daerah Kabupaten Lampung Tengah terbagi dalam 5 unit Topografi yakni: Daerah Topografi Berbukit sampai bergunung, Daerah Topografi berombak sampai bergelombang, daerah daratan Aluvial, Daerah rawa pasang surut, serta daerah bergelombang ditandai oleh adanya Bukit-bukit rendah yang dikelilingi dataran-dataran sempit dengan kemiringan
antara 8% sampai 15 %, berada pada ketinggian 300 m sampai 500 m dari permukaan air laut. Daerah Dataran Aluvial meliputi Lampung Tengah sampai mendekati Pantai seperti Way Seputih dan Way Pengubuan. Daerah Rawa Pasang Surut terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung Tengah dimana genangan air tergantung pada pasang surut air laut dengan ketinggian wilayah antara 0,5 sampai 1 m diatas permukaan air laut. Sedangkan Daerah Sungai (River Basin) berada sekitar aliran Sungai Way Seputih dan aliran Sungai Way Sekampung. Berdasarkan data Statistik tahun 2004, penduduk Kabupaten Lampung Tengah berjumlah 1.109.884 yang tersebar pada 26 Kecamatan. Dengan luas wilayah 4789.82 Km2, maka rata-rata kepadatan Penduduk di Lampung Tengah adalah 238 orang/km2. Kosentrasi penduduk terbesar berada di Kecamatan Terbangi Besar dalam jumlah 98.616 jiwa, diikuti oleh Kecamatan Bandar Mataram dengan jumlah 64092 serta Padang Ratu dengan jumlah penduduk 62985 orang. Kosentrasi penduduk di Kecamatan Terbangi Besar diduga karena Kecamatan ini merupakan daerah sentral perdagangan yang telah dilengkapi berbagai fasilitas bisnis modern.
Tebel Luas Areal, Banyaknya Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah
No Kecamatan
District Luas/Area
Km2 Penduduk Population
Kepadatan/Km2 Density Km2
(1) (2) (3) (4)
1. Padang Ratu 272.83 62.985 231
2. Selagai Lingga 308.52 31.665 103
3. Pubian 173.88 40.126 231
4. Anak Tuha 161.64 32.853 203
5. Kali Rejo 101.31 60.163 594
6. Sendang Agung 108.89 34.192 314
7. Bangun Rejo 132.63 5.169 392
8. Gunung Sugih 130.12 58.812 452
9. Bekri 93.51 24.309 260
10. Bumi Ratu Nuban 65.14 26.127 401
11. Trimurjo 68.43 47.197 690
12. Punggur 118.45 33.396 282
13. Kota Gajah 68.05 30.601 450
14. Seputih Raman 146.65 43.860 299
15. Terbagi Besar 208.65 98.616 473
16. Seputih Agung 122.27 42.028 344
17. Way Pengubuan 210.72 32.008 152
18. Terusan Nunyai 302.05 45.004 149
19. Seputih Mataram 120.01 43.904 366
20. Bandar Mataram 1.055.28 54.092 61
21. Seputih Banayk 145.92 39.063 268
22. Way Seputih 77.84 15.556 200
23. Rumbia 201.11 47.905 238
24. Bumi Nabung 108.94 30.167 277
25. Seputih Surabaya 144.60 42.926 297
26. Bandar Surabaya 142.39 30.316 213
76 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung Tengah
2006 4.789.82 1.109.884 238
2005 4.789.82 1.097.947 236
Sumber: Lampung Tengah dalam Angka Tahun 2006
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Data statistik yang ada menunjukkan bahwa kondisi
ekonomi masyarakat terdistribusi dalam kelompok yang beragam, namun mayoritas merupakan petani (49%), menyusul mereka yang hidup dari industri pengolahan (14%), bisnis dan perdagangan di sektor real 13%, di sektor jasa-jasa lainnya 10%, dan hanya sebagian kecil masyarakat yang bekerja di sektor jasa bangunan (konstruksi) 5%, di sektor pertambangan dan penggalian 2%, angkutan dan komunikasi 2%, serta 1% di sektor listrik dan air bersih.
Sekalipun pertanian belum memberikan kesejahteraan secara maksimal namun sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian tersedia secara memadai.Di beberapa tempat sara irigasi untuk mengairi persawahan penduduk tersedia, apalagi kapasistas Lampung Tengah memiliki beberapa sungai yang relatif besar serta puluhan sungai-sungai kecil.Sungai Way Pengubuan mengalir sepanjang 120 km, Way Seputih mengalir sepanjang 143 km, Sungai sekampung sepanjang 94 km, tentu saja ketiga sungai besar di atas memberikan dampak ekonomi, baik dalam penyediaan air persawahan maupun manfaat ekonomi lainnya.Demikian juga keberadaan sungai-sungai kecil yang jumlahnya puluhan.Budaya pertanian masyarakat di sisi lain sudah sedikit banyak di sertai wawasan agrobisnis sehingga pilihan komoditas yang di tanam disesuaikan dengan permintaan pasar.Di samping manenam padi pada areal persawahan basah, tanaman singkong dan jagung merupakan pilihan komoditas yang menguntungkan, karena tersedianya puluhan pabrik tapioka dan makanan ternak yang bisa menampung produksi jagung dan
77Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung Tengah
2006 4.789.82 1.109.884 238
2005 4.789.82 1.097.947 236
Sumber: Lampung Tengah dalam Angka Tahun 2006
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Data statistik yang ada menunjukkan bahwa kondisi
ekonomi masyarakat terdistribusi dalam kelompok yang beragam, namun mayoritas merupakan petani (49%), menyusul mereka yang hidup dari industri pengolahan (14%), bisnis dan perdagangan di sektor real 13%, di sektor jasa-jasa lainnya 10%, dan hanya sebagian kecil masyarakat yang bekerja di sektor jasa bangunan (konstruksi) 5%, di sektor pertambangan dan penggalian 2%, angkutan dan komunikasi 2%, serta 1% di sektor listrik dan air bersih.
Sekalipun pertanian belum memberikan kesejahteraan secara maksimal namun sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian tersedia secara memadai.Di beberapa tempat sara irigasi untuk mengairi persawahan penduduk tersedia, apalagi kapasistas Lampung Tengah memiliki beberapa sungai yang relatif besar serta puluhan sungai-sungai kecil.Sungai Way Pengubuan mengalir sepanjang 120 km, Way Seputih mengalir sepanjang 143 km, Sungai sekampung sepanjang 94 km, tentu saja ketiga sungai besar di atas memberikan dampak ekonomi, baik dalam penyediaan air persawahan maupun manfaat ekonomi lainnya.Demikian juga keberadaan sungai-sungai kecil yang jumlahnya puluhan.Budaya pertanian masyarakat di sisi lain sudah sedikit banyak di sertai wawasan agrobisnis sehingga pilihan komoditas yang di tanam disesuaikan dengan permintaan pasar.Di samping manenam padi pada areal persawahan basah, tanaman singkong dan jagung merupakan pilihan komoditas yang menguntungkan, karena tersedianya puluhan pabrik tapioka dan makanan ternak yang bisa menampung produksi jagung dan
singkong hasil pertanian masyarakat.Hanya saja lahan yang semakin menyempit, baik karena pertambahan jumlah penggarap maupun karena alih fungsi lahan menjadi lokasi industri dan perumahan merupakan tantangan bagi efektivitas dan produktivitas pertanian.Di samping dukungan dana produksi, sektor pertanian juga di dukung oleh infrastruktur jalan dan pasar dalam kondisi dan jumlah yang mencukupi.Lahn-lahan pertanian masyarakat umumnya di lalui oleh sarana jalan yang pada umumnya dalam kondisi baik.Sarana infrastruktur yang tersedia ini tentu saja sngat menopang kemudahan untuk mengangkut hasil produksi pertanian menuju sentra-sentra pemasaran maupun menuju pabrik-pabrik pengolahan.Demikian pula pasar-pasar tradisional tersedia di hampir semua kecamatan, di samping pasar Ban Jaya yamg relatif besar. Dan bisa di akses oleh penduduk dari semua wilayah kecamatan di Lampung Tengah. Sejumlah industri baik yang berskala kecil menengah, maupun berskala besar, ada di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Keberadaan industri-industri ini, di samping menopang perekonomian masyarakat juga menopang angkatan kerja sehingga mengatasi pengangguran. Sekalipun jumlah angkatan kerja serta masyarakat Lampung Tengah yang bekerja di sektor industri manufaktur masih relatif kecil (14%).
Jumlah masyarakat yang bekerja di sektor jasa (service) memperlihatkan kecenderungan semakin bertambah. Dengan perkembangan kota kabupaten maupun kota-kota kecamatan baik kecamatan induk maupun hasil pemekaran, maka jasa angkutan (angkutan pedesaan) maupun jasa ojek semakin banyak di butuhkan dan inipun di respon oleh masyarakat dengan menyediakan layanan di bidang ini.
78 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Distribusi Penduduk Lampung Tengah Menurut Pekerjaan
No Sektor Pekerjaan Prosentase
27. Petani 49% 28. Industri Pengolahan 14% 29. Jasa 10%
30. Perdagangan 13%
31. Bangunan 5%
32. Keuangan dan Jasa Perusahaan 4%
33. Angkutan dan Komunikasi 2% 34. Listrik dan Air Bersih 1%
Sumber : Lampung Tengah dalam Angka 2006 3. Kehidupan Sosial Politik
Reformasi politik yang menjadi bagian dari gerakan dan program reformasi di Indonesia umumnya menjadikan demokratisasi di segala bidang berjalan, baik secara struktural maupun secara kultural. Secara struktural, jajaran pemerintah baik di pusat maupun di daerah tidak bisa menghindar dari keharusan untuk melakukan keterbukaan (transparansi) khususnya pada proses-proses politik di daerah. Pemerintah kabupaten Lampung Tengah dengan segenap jajarannya sebagai komponen eksekutif di daerah terikat dengan keharusan untuk melakukan demokratisasi politik sejalan dngan kebijakan politik nasional. Karena itu dalam proses-proses politik di daerah Lampung Tengah iklim demokrasi itu berjalan sejalan dengan koridor struktural. Kebijakan struktural pemerintah di daerah itu mendapatkan respon posotif dari masyarakay yang memang pada beberapa sisi memiliki kultur demokratis dan terbiasa berhadapan dengan proses demokrasi dalam lingkungan sosial politik mereka. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa Indonesia, masyarakat Lampung Tengah telah terbiasa dengan proses politk
79Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Distribusi Penduduk Lampung Tengah Menurut Pekerjaan
No Sektor Pekerjaan Prosentase
27. Petani 49% 28. Industri Pengolahan 14% 29. Jasa 10%
30. Perdagangan 13%
31. Bangunan 5%
32. Keuangan dan Jasa Perusahaan 4%
33. Angkutan dan Komunikasi 2% 34. Listrik dan Air Bersih 1%
Sumber : Lampung Tengah dalam Angka 2006 3. Kehidupan Sosial Politik
Reformasi politik yang menjadi bagian dari gerakan dan program reformasi di Indonesia umumnya menjadikan demokratisasi di segala bidang berjalan, baik secara struktural maupun secara kultural. Secara struktural, jajaran pemerintah baik di pusat maupun di daerah tidak bisa menghindar dari keharusan untuk melakukan keterbukaan (transparansi) khususnya pada proses-proses politik di daerah. Pemerintah kabupaten Lampung Tengah dengan segenap jajarannya sebagai komponen eksekutif di daerah terikat dengan keharusan untuk melakukan demokratisasi politik sejalan dngan kebijakan politik nasional. Karena itu dalam proses-proses politik di daerah Lampung Tengah iklim demokrasi itu berjalan sejalan dengan koridor struktural. Kebijakan struktural pemerintah di daerah itu mendapatkan respon posotif dari masyarakay yang memang pada beberapa sisi memiliki kultur demokratis dan terbiasa berhadapan dengan proses demokrasi dalam lingkungan sosial politik mereka. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa Indonesia, masyarakat Lampung Tengah telah terbiasa dengan proses politk
pemilihan kepada desa yang kerap diwarnai oleh kompetensi politik antar calon yang sedikit banyak menyebabkan fragmentasi kelompok, namun keadaan tersebut kenyataan selalu terjadi dalam waktu yang tidak berkepanjangan. Setelah proses pemilihan kepala desa selesai, kehidupan sosial masyarakat kembali berjalan normal. Karena itu ketika iklim demokrasi itu semakin terbuka, politik masyarakat tidak sampai mencederai kehidupan sosial masyarakat pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum 2004 terbilang cukup memadai (76%), yang sekalipun hal tersebut belum sepenuhnya menggambarkan adanya kesadaran politik secara esensial. Hal itu karena dalam banyak kasus partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum juga didorong oleh faktor-faktor pragmatis seperti ingin memilih calon anggota legislatif yang memiliki kedekatan dengannya, atau karena fanatisme kepala tokoh politik tanpa di barengi dengan pertimbangan-pertimbangan kritis.
Pada peristiwa pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk memilih bupati Lampung Tengah periode 2005 – 2009 , dinamika sosial politik yang terjadi di kabupatyen Lampung Tengah menjadi sesuatu yang menarik, sekalipin dinamika sosial politik merupakan hal yang tidak jauh berbeda dari apa yang terjadi di daerah ini.
Dalam perspektif sosial ada beberapa hal yang menjadi sebuah realitas historis, pertama, primordialisme merupakan suatu hal yang masih melekat.Isu putra daerah atau pendatang masih merupakan isu yang digiring untuk menjadi sebuah komoditas politik para kandidat yang bersaing. Masing-masing kandidat menjadikan basis primordialismenya sebagai modal suara utama. Kandidat yang berasal dari suku Bali dan beragama Hindu menjadikan masyarakat Hindu Lampung Tengah sebagai basis primordialnya, sebagai modal suara utama, dan dalam kenyataannya jumlah perolehan suaranya juga bebanding lurus
80 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dengan besarnya prosentase masyarakat yang menganut agama Hindu di daerah Lampung Tengah, ditambah dengan dukungan pendukung partai dalam jumlah yang tidak segnifikan.
Dengan kata lain bahwa faktor primordial masih menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan-pilihan politik. Kedua, bahwa isu agama secara signifikan masih menjadi faktor yang cukup berpengaruh, kandidat yang maju dalam pilkada yang kebetulan menganut agama yang dianut oleh masyarakat dalam jumlah yang minoritas diprediksi sejak awal tidak akan memperoleh dukungan suara secara signifikan, dan itu kemudian menjadi sebuah kenyataan ketika hasil pemilihan diumumkan. Sekalipun kandidat tersebut didukung oleh partai yang dalam pemilu Legislatif memperoleh suara terbesar. Ketiga, bahwa ikatan ideologis kepartaian belum menjadi sebuah ikatan yang permanen.
Pengaruh kepentingan pragmatis primordial lebih besar mengikat perliaku warga dan pendukung partai. Konflik internal yang melibatakan pengurus dan pendukung partai Golkar Lampung Tengah menejelang Pilkada Lampung Tengah tahun 2005 memperlihatkan fenomena tersebut.
Konflik yang terjadi begitu tajam sampai berakibat bentrokan fisik justru terjadi di internal Partai, karena konflik kepentingan yang tidak menemukan titik temu pada tataran pengembalan keputusan resmi pada musyawarah partai, menyebabkan salah satu anggota atau pendukung partai menciderai pendukung partai yang sama secara fisik, dan bentrokan fisik itu justru terjadi di kantor partai itu sendiri. Peristiwa ini menyiratkan sebuah kenyataan betapa konflik kepentingan bukan saja bisa menyebabkan konflik antar partai, namun juga bisa menyebabkan konflik antar indifidu atau kelompok di internal parta.
81Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dengan besarnya prosentase masyarakat yang menganut agama Hindu di daerah Lampung Tengah, ditambah dengan dukungan pendukung partai dalam jumlah yang tidak segnifikan.
Dengan kata lain bahwa faktor primordial masih menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan-pilihan politik. Kedua, bahwa isu agama secara signifikan masih menjadi faktor yang cukup berpengaruh, kandidat yang maju dalam pilkada yang kebetulan menganut agama yang dianut oleh masyarakat dalam jumlah yang minoritas diprediksi sejak awal tidak akan memperoleh dukungan suara secara signifikan, dan itu kemudian menjadi sebuah kenyataan ketika hasil pemilihan diumumkan. Sekalipun kandidat tersebut didukung oleh partai yang dalam pemilu Legislatif memperoleh suara terbesar. Ketiga, bahwa ikatan ideologis kepartaian belum menjadi sebuah ikatan yang permanen.
Pengaruh kepentingan pragmatis primordial lebih besar mengikat perliaku warga dan pendukung partai. Konflik internal yang melibatakan pengurus dan pendukung partai Golkar Lampung Tengah menejelang Pilkada Lampung Tengah tahun 2005 memperlihatkan fenomena tersebut.
Konflik yang terjadi begitu tajam sampai berakibat bentrokan fisik justru terjadi di internal Partai, karena konflik kepentingan yang tidak menemukan titik temu pada tataran pengembalan keputusan resmi pada musyawarah partai, menyebabkan salah satu anggota atau pendukung partai menciderai pendukung partai yang sama secara fisik, dan bentrokan fisik itu justru terjadi di kantor partai itu sendiri. Peristiwa ini menyiratkan sebuah kenyataan betapa konflik kepentingan bukan saja bisa menyebabkan konflik antar partai, namun juga bisa menyebabkan konflik antar indifidu atau kelompok di internal parta.
Tabel Prosentase Hasil Pemilu Tahun 2004 oleh Masing-masing Partai Lampung Tengah
No Partai Prosentase
1. PNI 4,58% 2. PBB 2,40% 3. PPP 4,25% 4. PDK 0,87% 5. PNBK 1,80% 6. DEMOKRAT 6,01% 7. PAN 5,01% 8. PKPB 4,30% 9. PKB 11,78% 10. PKS 4,5% 11. PBR 1,40% 12. PDIP 20,16% 13. PDS 05,46% 14. GOLKAR 24,67% 15. PP 1,30%
Sumber : Hasil Pemilu Tahun 2004 dari 10 Kecamatan Terbesar (KPU Lampung Tengah)
4. Gambaran Umum Kehidupan Umat Beragama a. Jumlah Penganut Agama
Menurut data di Kantor Departemen Agama Kabupaten Lampung Tengah tahun 2007, Secara kuantitatif mayoritas penduduk Lampung Tengah merupakan penganut agama Islam (89%), 5% menganut agama Hindu, 2, 22% menganut agama Budha, sedangkan penganut agama Kristen berada pada besaran jumlah yang hampir sama yaitu Kristen 1, 88% dan Katolik 1, 87%. Penganut agama Islam sebagai mayoritas penduduk tersebut bertempat tinggal di semua wilayah Kecamatan secara relatif
82 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
merata. Penganut agama Hindu umumnya hidup secara mengelompok, jumlah terbesar penganut Agama Hindu ada di Kecamatan Seputih Mataram, Sepuith Banyak dan di Kecamatan Rumbia. Hal tersebut bisa terlihat dari tabel yang disajikan berikut ini :
83Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
merata. Penganut agama Hindu umumnya hidup secara mengelompok, jumlah terbesar penganut Agama Hindu ada di Kecamatan Seputih Mataram, Sepuith Banyak dan di Kecamatan Rumbia. Hal tersebut bisa terlihat dari tabel yang disajikan berikut ini :
Tab
el
Jum
lah
Pend
uduk
Men
urut
Aga
ma
Tah
un 2
006
No
Kec
amat
an
Aga
ma
Yan
g D
ianu
t Ju
m. P
endd
k Is
lam
Pr
otes
tan
Kat
olik
H
indu
B
udha
1.
Pa
dang
Rat
u 60
.371
38
4 90
0
225
506
62.3
86
2.
K
ali R
ejo
56.4
56
747
1.332
58
2 30
6 59
.423
3.
Ban
gun
Rej
o 49
.152
968
653
673
168
51.6
14
4.
G
unun
g Su
gih
56
.027
84
5 71
0
15
12
57.6
09
5.
T
rim
urjo
45
.027
1.6
12
563
1.00
6 31
2 48
.834
6.
Pung
gur
31.17
7 81
5 1.2
92
1.011
1.8
08
36.10
3 7.
Sepu
tih
Ram
an
32.6
85
370
60
7 9.
983
2.84
7 46
.492
8.
Ter
bagi
Bes
ar
83.6
65
6.37
5 1.3
75
1.544
4.
230
97
.189
9.
Se
puti
h M
atar
am
32.7
73
1.180
1.5
76
7.89
7 8.
934
52.3
60
10.
Se
puti
h B
anya
k 48
.320
27
0
1.595
9.
813
21
60.0
19
11.
R
umbi
a 45
.376
62
6 1.1
76
7.73
1 2.
450
57
.359
12
.
Sepu
tih
Sura
baya
41
.080
75
3 88
8 1.8
37
2.25
2 46
.810
13
.
Ter
usan
Nun
yai
39.7
21
416
718
3.12
1 17
0
44.14
6 14
.
Bum
i Rat
u N
uban
24
.028
38
3 38
8 1.3
16
310
26
.425
15
.
Bek
ri
28.3
71
348
517
546
214
29.9
96
16.
Se
puti
h A
gung
40
.924
64
9 61
9 1.2
14
104
43.5
10
84 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
17.
W
ay P
engu
buan
2.
573
175
581
1.017
31
7 34
.663
18
.
Ban
dar
Mat
aram
34
.491
75
1 67
2 52
3 97
37
.534
19
.
Pubi
an
37.6
45
433
1.340
51
5 -
39.9
333
20.
Se
laga
i Lin
gga
33.8
34
341
598
910
-
35.6
83
21.
A
nak
Tuh
a 32
.927
26
7 68
9 47
0
- 34
.353
22.
Se
ndan
g A
gung
33
.658
95
8 83
1 57
3 93
36
.113
23.
K
ota
Gaj
ah
31.15
2 1.2
16
720
2.
157
91
35.3
26
24.
B
umi N
abun
g 33
.821
19
5 48
0
1461
15
35
.972
25.
B
anda
r Su
raba
ya
30.2
18
365
508
1.529
54
32
.674
26.
W
ay S
eput
ih
27.
A
nak
Rat
u A
ji
Jum
lah
1.012
.726
21
.442
21
.328
58
.729
25
.30
1 1.1
39.5
26
Sum
ber:
Lam
pung
Ten
gah
dala
m A
ngka
Tah
un 2
00
6
85Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
17.
W
ay P
engu
buan
2.
573
175
581
1.017
31
7 34
.663
18
.
Ban
dar
Mat
aram
34
.491
75
1 67
2 52
3 97
37
.534
19
.
Pubi
an
37.6
45
433
1.340
51
5 -
39.9
333
20.
Se
laga
i Lin
gga
33.8
34
341
598
910
-
35.6
83
21.
A
nak
Tuh
a 32
.927
26
7 68
9 47
0
- 34
.353
22.
Se
ndan
g A
gung
33
.658
95
8 83
1 57
3 93
36
.113
23.
K
ota
Gaj
ah
31.15
2 1.2
16
720
2.
157
91
35.3
26
24.
B
umi N
abun
g 33
.821
19
5 48
0
1461
15
35
.972
25.
B
anda
r Su
raba
ya
30.2
18
365
508
1.529
54
32
.674
26.
W
ay S
eput
ih
27.
A
nak
Rat
u A
ji
Jum
lah
1.012
.726
21
.442
21
.328
58
.729
25
.30
1 1.1
39.5
26
Sum
ber:
Lam
pung
Ten
gah
dala
m A
ngka
Tah
un 2
00
6
b. Sarana Peribadatan Secara Simbolik masing-masing kelompok penganut agama
terikat dengan aturan formal dan kewajiban ritual agama masing-masing. Kebutuhan untuk melaksanakan peribadatan bagi umat Islam mendorong penganut agama Islam untuk membangun sarana peribadatan berupa Masjid, Musholla dan Langgar. Demikian juga bagi penganut agama lainnya. Umat Hindu disamping secara berkelompok memiliki sarana peribadatan bersama, juga masing-masing mendirikan sarana peribadatan di depan rumah kediaman keluarga, sehingga dengan mudah orang yang datang bisa mengenal dan membedakan penganut agama Hindu di sebuah tempat. Masyarakat penganut agama Budha terkesan seolah tidak terlalu mementingkan sarana peribadatan. Walaupun secara kuantitatif jumlah penganut agama Budha di daerah ini lebih besar dari Protetstan dan Katolik, namun jumlah sarana peribadatan yang mereka miliki jauh lebih kecil. Ini terjadi karena kesulitan bagi mereka untuk mencari lokasi pendirian rumah ibadah, disamping prilaku budaya masyoritas penganut agama Budha disini yang tidak terlalu mempedulikan keberadaan rumah ibadah, mereka lebih terikat pada kepentingan-kepentingan pengembangan ekonomi pribadi maupun kelompok yang mayoritas berasal dari warga keturunan (cina).
86 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
jum
lah
Tem
pat
Peri
bada
tan
di K
abup
aten
Lam
pun
g T
enga
h T
ahun
200
6
No
Kec
amat
an
Tem
pat
Peri
bada
tan
Mas
jid
Mus
hala
/La
ngga
r G
erej
a K
atol
ik
Ger
eja
Prot
esta
n Pu
re
viha
ra
1.
Pada
ng R
atu
145
167
4 2
1 2
2.
K
ali R
ejo
82
99
7 8
9 2
3.
B
angu
n R
ejo
63
75
1 2
1 1
4.
G
unun
g Su
gih
68
51
2 5
- -
5.
T
rim
urjo
56
52
2
2 2
-
6.
Pu
nggu
r 43
61
3
1 1
-
7.
Se
puti
h Ra
man
28
66
1
4 7
3
8.
T
erba
gi B
esar
62
82
5
2 3
1
9.
Se
puti
h M
atar
am
31
62
3 3
7 -
10.
Se
puti
h B
anya
k 61
64
4
2 5
-
11.
R
umbi
a 19
39
4
1 4
1
12.
Se
puti
h Su
raba
ya
52
43
5 3
1 1
13.
T
erus
an N
unya
i 39
46
5
2 1
-
14.
B
umi R
atu
Nub
an
31
58
1 1
3 -
87Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
jum
lah
Tem
pat
Peri
bada
tan
di K
abup
aten
Lam
pun
g T
enga
h T
ahun
200
6
No
Kec
amat
an
Tem
pat
Peri
bada
tan
Mas
jid
Mus
hala
/La
ngga
r G
erej
a K
atol
ik
Ger
eja
Prot
esta
n Pu
re
viha
ra
1.
Pada
ng R
atu
145
167
4 2
1 2
2.
K
ali R
ejo
82
99
7 8
9 2
3.
B
angu
n R
ejo
63
75
1 2
1 1
4.
G
unun
g Su
gih
68
51
2 5
- -
5.
T
rim
urjo
56
52
2
2 2
-
6.
Pu
nggu
r 43
61
3
1 1
-
7.
Se
puti
h Ra
man
28
66
1
4 7
3
8.
T
erba
gi B
esar
62
82
5
2 3
1
9.
Se
puti
h M
atar
am
31
62
3 3
7 -
10.
Se
puti
h B
anya
k 61
64
4
2 5
-
11.
R
umbi
a 19
39
4
1 4
1
12.
Se
puti
h Su
raba
ya
52
43
5 3
1 1
13.
T
erus
an N
unya
i 39
46
5
2 1
-
14.
B
umi R
atu
Nub
an
31
58
1 1
3 -
15.
B
ekri
29
48
2
1 1
3
16.
Se
puti
h A
gung
46
79
3
1 2
-
17.
W
ay P
engu
buan
31
54
1
2 1
-
18.
B
anda
r M
atar
am
29
59
2 1
6 -
19.
Pu
bian
62
79
3
1 2
-
20.
Se
laga
i Lin
gga
71
64
1 1
- -
21.
A
nak
Tuh
a 65
79
1
- -
-
22.
Se
ndan
g A
gung
67
85
3
1 2
1
23.
K
ota
Gaj
ah
40
46
2 3
- 1
24.
B
umi N
abun
g 36
35
1
1 1
-
25.
B
anda
r Su
raba
ya
32
75
2 3
4 2
26.
W
ay S
eput
ih
- -
- -
- -
27.
A
nak
Rat
u A
ji -
- -
- -
-
Ju
mla
h 1.2
88
1.668
68
53
64
3.
141
Sum
ber:
Lam
pung
Ten
gah
dala
m A
ngka
Tah
un 2
00
6
88 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pembangunan sarana peribadatan ini sebagian besar merupakan hasil swadaya masyarakat penganut agama masing-masing, dan hanya sebagaian kecil merupakan bantuan Pemerintah Pusat maupun daerah. Kondisi sarana tersebut sebagain besar terawatdan, terpelihara termanfaatkan sekalipun umunya baru terbatas pada keperluan pelaksanaan ibadah ritual. Hampir semua Masjid difungsikan untuk kegiatan sholat lima waktu, sholat Jum’at, shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Bahkan sekali-kali difungsikan juga sebagai sarana sosial, seperti kegiatan rembug atau musyawarah untuk kepentingan bersama, dan kegiatan lainnya. Demikian juga halnya dengan Gereja. Pada hari-hari Minggu dan hari-hari peribadatan umat Nasrani selalu terlihat pengunjung yang melakukan kegiatan peribadatan di tempat-tempat tersebut. Pelaksanaan ritual umat beragama nampaknya masih menjadi simbol utama religiusitas masyarakat.
Keinginan untuk merealisasikan ajaran agama juga tercermin pada kegiatan sosial keagamaan. Ini terutama dilakukan melalui kelompok-kelompok atau organisasi keagamaan. Kwalitas lembaga-lembaga keagamaan yang ada mencerminkan tingginya keinginan untuk mengaktualisasikan ajaran agama pada masing-masing kelompok pemeluk agama. Masyarakat muslim mempunyai 1503 temuan pengujian Al-Qur’an 1274 Majelis Ta’lim yang dijadikan kelompok informal dalam kgiatan pendidikan agama. Pada tataran pendidikan formal terdapat 78 buah Pesantren. c. Organisasi/Kelompok Keagamaan.
Implementasi ajaran agama oleh masyarakat pemeluk agama pada umumnya memang masih lebih banyak pada wilayah aktifitas yang bernuansa peribadatan (ritual), yang dilakukan di tempat-tempat peribadatan masing-masing agama seperti masjid dan musholla, Gereja, Pure maupun vihara.
89Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pembangunan sarana peribadatan ini sebagian besar merupakan hasil swadaya masyarakat penganut agama masing-masing, dan hanya sebagaian kecil merupakan bantuan Pemerintah Pusat maupun daerah. Kondisi sarana tersebut sebagain besar terawatdan, terpelihara termanfaatkan sekalipun umunya baru terbatas pada keperluan pelaksanaan ibadah ritual. Hampir semua Masjid difungsikan untuk kegiatan sholat lima waktu, sholat Jum’at, shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Bahkan sekali-kali difungsikan juga sebagai sarana sosial, seperti kegiatan rembug atau musyawarah untuk kepentingan bersama, dan kegiatan lainnya. Demikian juga halnya dengan Gereja. Pada hari-hari Minggu dan hari-hari peribadatan umat Nasrani selalu terlihat pengunjung yang melakukan kegiatan peribadatan di tempat-tempat tersebut. Pelaksanaan ritual umat beragama nampaknya masih menjadi simbol utama religiusitas masyarakat.
Keinginan untuk merealisasikan ajaran agama juga tercermin pada kegiatan sosial keagamaan. Ini terutama dilakukan melalui kelompok-kelompok atau organisasi keagamaan. Kwalitas lembaga-lembaga keagamaan yang ada mencerminkan tingginya keinginan untuk mengaktualisasikan ajaran agama pada masing-masing kelompok pemeluk agama. Masyarakat muslim mempunyai 1503 temuan pengujian Al-Qur’an 1274 Majelis Ta’lim yang dijadikan kelompok informal dalam kgiatan pendidikan agama. Pada tataran pendidikan formal terdapat 78 buah Pesantren. c. Organisasi/Kelompok Keagamaan.
Implementasi ajaran agama oleh masyarakat pemeluk agama pada umumnya memang masih lebih banyak pada wilayah aktifitas yang bernuansa peribadatan (ritual), yang dilakukan di tempat-tempat peribadatan masing-masing agama seperti masjid dan musholla, Gereja, Pure maupun vihara.
Namun bagi pemeluk agama yang memahami bahwa agama yang dianutnya tidak hanya menuntut pelaksanaan aktifitas ritual, implementasi ajaran agama juga diwujudkan dalam wilayah-wilayah kegiatan sosial. Dalam rangka tersebut organisasi sosial keagamaan banyak dibentuk. Disamping sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan kelompok keagamaan yang dalam hal-hal tertentu juga dipandang memiliki kekhasan dibandingkan kelompok lain.
Sebagai umat yang secara kuantitatif terhitung mayoritas, masyarakat muslim memliki organisasi sosial keagamaan yang lebih banyak dibanding kelompok masyarakat yang beragama lain. Dikalangan internal umat Islam, ekspresi keagamaan antara satu kelompok aliran dengan kelompok aliran lain terkadang memiliki perbedaan, sekalipun hanya pada hal-hal yang dipandang tidak substantif (furu’iyah).
Demikian juga halnya dikalngan penganut agama kristen dan katolik, juga terdapat sekte-sekte dan aliran yang memandang perlu untuk membentuk komunitas tersendiri sehingga juga membentuk perkumpulan keagamaan yang bernuansa sektarian tersendiri. Sebagian dari sekte-sekte dalam kristen dan katolik tidak terpantau oleh para elit organisasi secara struktural.
Demikian juga kelompok yang dimiliki oleh agama lain. Tabel berikut menggambarkan organisasi/kelompok yang ada di Kabupaten Lampung Tengah .
90 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Organisasi/ Kelompok Keagamaan Di Kabupaten Lampung Tengah
No Islam Kristen Dan
Katolik Hindu Budha
1 2 3 4 5 6 7
NU Muhammadiyah Persis Perti PITI DDII LDII
HKBP Immanuel Advent Pantekosta
Parisada Hindu Dharma Walubi
Wawancara Dengan Staf KUA Kecamatan Terbangi Besar 50
d. Aktifitas ummat beragama Seperti diuraikan diatas bahwa aktifitas yang bernuansa
peribadatan (ritual), kenyataannya memang masih menjadi ekspresi keberagamaan masyarakat berbagai agama yang dominan, baik pada tataran pribadi maupun kelompok. Karena itu sarana preribadatan berupa masjid dan musholla, Gereja, Pure dan Vihara, merupakan sarana utama kehidupan beragama yang dianggap penting oleh semua kelompok pemeluk agama. Pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh penduduk yang masyoritas beragama Islam, sarana peribadatan berupa masjid dan musholla bisa ditemukan disemua sudut desa. Bahkan di beberapa desa jumlah masjid dan musholla melebihi yang ada di desa lain. Masjid dan musholla dikunjungi oleh warga muslim pada waktu-waktu pelaksanaan sholat lima waktu. Pada waktu maghrib jumlah masyarakat muslim yang beribadah di mesjid meningkat di banding waktu-waktu sholat lainnya. Khusus pada hari jum’at dimana muslim harus melaksanakan ibadah sholat jum’at, masjid dipenuhi oleh kaum laki-laki muslim yang akan melaksanakan sholat jum’at., Demikian juga sarana peribadatan umat yang
50 Wawancara dengan Staf KUA Kecamatan Terbanggi Besar, 1 Juni 2007
91Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Organisasi/ Kelompok Keagamaan Di Kabupaten Lampung Tengah
No Islam Kristen Dan
Katolik Hindu Budha
1 2 3 4 5 6 7
NU Muhammadiyah Persis Perti PITI DDII LDII
HKBP Immanuel Advent Pantekosta
Parisada Hindu Dharma Walubi
Wawancara Dengan Staf KUA Kecamatan Terbangi Besar 50
d. Aktifitas ummat beragama Seperti diuraikan diatas bahwa aktifitas yang bernuansa
peribadatan (ritual), kenyataannya memang masih menjadi ekspresi keberagamaan masyarakat berbagai agama yang dominan, baik pada tataran pribadi maupun kelompok. Karena itu sarana preribadatan berupa masjid dan musholla, Gereja, Pure dan Vihara, merupakan sarana utama kehidupan beragama yang dianggap penting oleh semua kelompok pemeluk agama. Pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh penduduk yang masyoritas beragama Islam, sarana peribadatan berupa masjid dan musholla bisa ditemukan disemua sudut desa. Bahkan di beberapa desa jumlah masjid dan musholla melebihi yang ada di desa lain. Masjid dan musholla dikunjungi oleh warga muslim pada waktu-waktu pelaksanaan sholat lima waktu. Pada waktu maghrib jumlah masyarakat muslim yang beribadah di mesjid meningkat di banding waktu-waktu sholat lainnya. Khusus pada hari jum’at dimana muslim harus melaksanakan ibadah sholat jum’at, masjid dipenuhi oleh kaum laki-laki muslim yang akan melaksanakan sholat jum’at., Demikian juga sarana peribadatan umat yang
50 Wawancara dengan Staf KUA Kecamatan Terbanggi Besar, 1 Juni 2007
beragama lain. Gereja-gereja ramai dikunjungi jema’atnya pada hari minggu dan hari-hari peribadatan lainnya. Orang-orang kristen dan katolik pemukimannya tidak mengelompok, sehingga pengunjung sebuah gereja belum tentu penduduk kristen yang tempat tinggalnya berdekatan dengan gereja tempatnya beribadat. Pure–pure bagi penganut agama Hindu terdapat di beberapa tempat di wilayah yang peganut hindunya terhitung cukup banyak. Mereka mengunjungi dan melaksanakan aktifitas peribadatan di pure-pure besar atau di tempat-tempat peribadatan yang ada di depan rumah tempat tinggal masing-masing keluarga.Sesekali ada mobilisasi massa Hindu, terutama pada hari-hari raya keagamaan. Selain dalam aktifitas yang bernuansa ritual, implementasi ajaran agama yang berdimensi sosial dilakukan dalam aktifitas- aktifitas sosial pendidikan dan sosisal ekonomi. Umat Islam banyak mendirikan lembaga-lembaga Pendidikan Agama (Islam) dan lembaga pendidikan umum yang bernuansa keagamaan.
Organisasi Muhammadiyah dan NU menyelenggarakan aktifitas pendidikan yang terlihat di beberapa tempat. Muhammadiyah mengelola sebuah perguruan yang terhitung cukup besar yang terletak di Kelurahan Bandar Jaya Terbanggi Besar, Kota Gajah dan di beberapa tempat lainnya. Disamping aktifitas pendidikan, orang-orang Muhammadiyah juga mengelola lembaga-lembaga ekonomi seperti Baitul Mal Wattamwil (BMT), Koperasi, dll, sekalipun masih dalam tahap perkembangan. Sebuah Toko Satu Harga (multi M) yang terletak di Pasar Bandar Jaya dikelola oleh para aktifis muda Muhammadiyah. Demikian juga orang-orang NU. Aktifitas sosial NU lebih nampak pada pengelolaan Pesantren yang di wilayah Kabupaten Lampung Tengah terlihat di hampir setiap Kecamatan. Setiap Pesantren diasuh dan dipimpin oleh seorang Kiyai yang dibantu oleh para guru pengajar (ustadz), yang umumnya santri senior Kiyai pengasuh. Dikalangan penganut kristen dan katolik aktifitas sosial
92 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tampak dalam pengelolaan lembaga-lembaga Pendidikan umum yang bernuansa keagamaan, sekalipun siswa-siswi yang belajar di lembaga-lembaga tersebut tidak hanya mereka yang beragama kristen. Dibeberapa tempat terdapat lembaga-lembaga pendidkan bernuansa Kristen, sekalipun lembaga-lembaga tsb belum terhitung besar. 5. Sikap Masyarakat Tentang Pola Hubungan Kehidupan Umat
Beragama a. Hubungan Intern Penganut Agama
Kemajemukan (Pluralitas) sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan dalam masyarakat yang semakin dinamis dan mengalami mobilitas sosial yang semakin tinggi. Di Kecamatan Terbanggi Besar yang menjadi wilayah fokus penelitian, pluralitas itu menjadi kenyataan yang membawa implikasi positif dan negatif sekaligus. Dipandang dari perspektif budaya, mayoritas masyarakat Terbanggi Besar merupakan masyarakat yang berasal dari suku jawa yang dalam kesehariannya memperlihatkan dan menggunakan simbol-simbol kejawaan seperti bahasa jawa sebagai bahasa pergaulan. Namun dipandang dari sisi agama, mayoritas masyarakat Terbanggi Besar adalah muslim (menganut agama Islam). Antara satu suku dengan suku lain melakukan interaksi sosial dan ekonomi terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di kelurahan Bandar Jaya khususnya terdapat masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial keagamaan yang berbada-beda. Orang-orang yang berasal dari suku Minang yang umumnya pedagang yang merupakan activist dan paling tidak simpatisan organisasi Muhammadiyah, berinteraksi dengan para pembeli dan pelanggan dari suku-suku lainnya dengan tidak melihat dari kelompok Islam mana ia berasal. Interaksi intensif dan terkadang diwarnai oleh suasana kompetisi terselubung antara berbagai kelompok
93Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tampak dalam pengelolaan lembaga-lembaga Pendidikan umum yang bernuansa keagamaan, sekalipun siswa-siswi yang belajar di lembaga-lembaga tersebut tidak hanya mereka yang beragama kristen. Dibeberapa tempat terdapat lembaga-lembaga pendidkan bernuansa Kristen, sekalipun lembaga-lembaga tsb belum terhitung besar. 5. Sikap Masyarakat Tentang Pola Hubungan Kehidupan Umat
Beragama a. Hubungan Intern Penganut Agama
Kemajemukan (Pluralitas) sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan dalam masyarakat yang semakin dinamis dan mengalami mobilitas sosial yang semakin tinggi. Di Kecamatan Terbanggi Besar yang menjadi wilayah fokus penelitian, pluralitas itu menjadi kenyataan yang membawa implikasi positif dan negatif sekaligus. Dipandang dari perspektif budaya, mayoritas masyarakat Terbanggi Besar merupakan masyarakat yang berasal dari suku jawa yang dalam kesehariannya memperlihatkan dan menggunakan simbol-simbol kejawaan seperti bahasa jawa sebagai bahasa pergaulan. Namun dipandang dari sisi agama, mayoritas masyarakat Terbanggi Besar adalah muslim (menganut agama Islam). Antara satu suku dengan suku lain melakukan interaksi sosial dan ekonomi terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di kelurahan Bandar Jaya khususnya terdapat masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial keagamaan yang berbada-beda. Orang-orang yang berasal dari suku Minang yang umumnya pedagang yang merupakan activist dan paling tidak simpatisan organisasi Muhammadiyah, berinteraksi dengan para pembeli dan pelanggan dari suku-suku lainnya dengan tidak melihat dari kelompok Islam mana ia berasal. Interaksi intensif dan terkadang diwarnai oleh suasana kompetisi terselubung antara berbagai kelompok
keagamaan Islam terjadi di arena peribadatan dan aktifitas sosial yang diwadahi masjid Istiqlal pasar Bandar Jaya.
Masjid ini mulai dibangun sejak beberapa tahun silam, namun pemakaiannya baru diresmikan oleh Bupati Lampung Tengah lebih kurang 2 tahun yang lalu. Sekalipun inisiatif pembangunannya dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari suku Minang yang nota-bene Muhammadiyah, namun kini kepengurusannya sudah majemuk dari berbagai kelompok. Pola peribadatannya netral dan demokratis, tergantung dari imam yang bertugas. Kalau imam yang bertugas orang Muhammadiyah maka terlihat ia menerapkan simbol-simbol peribadatan Muhammadiyah, demikian juga ketika orang NU yang memimpin sholat, ia akan membawa simbol-simbol peribadatan ala NU seperti membaca do’a qunut ketika sholat shubuh, membaca zikir dan do’a dengan suara yang dikeraskan, dll.51 Interaksi antar berbagai kelompok agama intern Islam disini berlangsung tanpa masalah yang berarti, kecuali konflik kepentingan antar kelompok yag menginginkan simbol-simbol kelompoknya lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain. Namun menurut informan yang sama, di masjid lain pernah terjadi keributan kecil yang yang mengundang campur tangan pemerintah untuk penyelesaiannya. Peristiwa tersebut terjadi akibat kesalah-pahaman. Suatu kelompok keagamaan Islam yang melakukan kegiatan dakwah keliling (jaulah) dari masjid ke masjid, ditolak kehadirannya disebuah masjid karena dianggap aliran baru yang dikhawatirkan mengotori bangunan fisik masjid. Apalagi kelompok ini melakukan aktivitas, istirahat dan memasak untuk keperluan makan mereka selama melakukan aktifitas itu di masjid.
Dari informasi yang disajikan di atas terlihat gambaran bahwa sekalipun belum terjadi konflik yang berarti, namun potensi konflik intern umat beragama umumnya dipicu oleh
51 Padli SH, MM, (Lurah Bandar Jaya Barat), wawancara dicatat pada tanggal 8 Juli 2007
94 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
perbedaan faham atau aliran agama. Potensi konflik dapat berkembang dan menimbulkan masalah ketika masing-masing kelompok imgin menonjolkan egoisme kelompoknya. Namun demikian kedewasaan serta kadar pemahaman terhadap agama yang memadai menjadi faktor tumbuhnya sikap toleran dan menghargai perbedaan yang ada. b. Hubungan Antar Penganut Agama
Hubungan antar penganut agama umumnya terjadi di arena-arena diluar arena peribadatan formal, seperti arena ekonomi. Di kecamatan Terbanggi Besar, khususnya di Kelurahan Bandar Jaya, sebagian pedagang (umumnya pedagang besar) adalah warga keturunan Cina yang menganut agama Budha dan sebagian lainnya Kristen dan Khatolik. Pada pedagang keturunan ini, sehari-hari berhubungan dengan warga muslim di arena perdagangan, Interaksi pedagang dan pembeli dalam wadah kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis.
Kegiatan gotong royong merupakan kegiatan tradisional lain yang masih melekat dalam kehidupan sosial pada aneka suku yang ada. Pada suku Jawa yang mayoritas di Kecamatan Terbanggi Besar, kegiatan gotong royong dilakukan baik untuk mewujudkan sarana atau fasilitas yang menyangkut kepentingan bersama maupun pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut hajat kehidupan pribadi. Kerjasama seluruh komponen masyarakat biasanya terjadi tanpa melihat perbedaan agama. Seperti penuturan Bapak Santari seorang penganut Khatolik, disamping ikut bergotong royong bersama-sama warga yang berbeda agama dalam memperbaiki dan membangun sarana desa, warga yang beragama Khatolik pun tak segan untuk datang membantu atau ikut berpartisipasi pada acara-acara keluarga yang diadakan oleh warga desa lain, sekalipun beragama yang berbeda52.
52 Sulastri, Wawancara dicatat pada tanggal 1 Juni 2007
95Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
perbedaan faham atau aliran agama. Potensi konflik dapat berkembang dan menimbulkan masalah ketika masing-masing kelompok imgin menonjolkan egoisme kelompoknya. Namun demikian kedewasaan serta kadar pemahaman terhadap agama yang memadai menjadi faktor tumbuhnya sikap toleran dan menghargai perbedaan yang ada. b. Hubungan Antar Penganut Agama
Hubungan antar penganut agama umumnya terjadi di arena-arena diluar arena peribadatan formal, seperti arena ekonomi. Di kecamatan Terbanggi Besar, khususnya di Kelurahan Bandar Jaya, sebagian pedagang (umumnya pedagang besar) adalah warga keturunan Cina yang menganut agama Budha dan sebagian lainnya Kristen dan Khatolik. Pada pedagang keturunan ini, sehari-hari berhubungan dengan warga muslim di arena perdagangan, Interaksi pedagang dan pembeli dalam wadah kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis.
Kegiatan gotong royong merupakan kegiatan tradisional lain yang masih melekat dalam kehidupan sosial pada aneka suku yang ada. Pada suku Jawa yang mayoritas di Kecamatan Terbanggi Besar, kegiatan gotong royong dilakukan baik untuk mewujudkan sarana atau fasilitas yang menyangkut kepentingan bersama maupun pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut hajat kehidupan pribadi. Kerjasama seluruh komponen masyarakat biasanya terjadi tanpa melihat perbedaan agama. Seperti penuturan Bapak Santari seorang penganut Khatolik, disamping ikut bergotong royong bersama-sama warga yang berbeda agama dalam memperbaiki dan membangun sarana desa, warga yang beragama Khatolik pun tak segan untuk datang membantu atau ikut berpartisipasi pada acara-acara keluarga yang diadakan oleh warga desa lain, sekalipun beragama yang berbeda52.
52 Sulastri, Wawancara dicatat pada tanggal 1 Juni 2007
Demikian juga sikap warga muslim terhadap warga yang beragama lain, dalam acara-acara warga yang beragama lain, kalau memang diundang dan diharapkan ikut serta warga muslim juga tidak sungkan-sungkan untuk menghadiri acara tersebut, meskipun kalau dalam hal menikmati hidangan agak berhati-hati khawatir kalau ada hidangan yang berupa makanan yang tidak dibolehkan menurut ajaran Islam.53 Pendirian yang masih umum ditemukan ditengah masyarakat bahwa dalam hal makanan mereka berprinsip lebih baik tidak makan dari pada makanan yang dihidangkan meragukan kehalalannya.
Pada peristiwa kematian, saling mengucapkan rasa berbela sungkawa antar warga yang keluarganya mengalami musibah kematian adalah fenomena sosial yang biasa terjadi, Sunkono seorang warga Kelurahan Yukum Jaya yang beragama Kristen menjelaskan bahwa kadang-kadang ia dan kawan-kawan Kristen lainnya hadir pada acara-acara slametan kematian warga muslim, apalagi kalau hubungan dengan keluarga yang ditimpa musibah sedah terjalin dengan baik. Kenyataan yang tergambar di atas merefleksikan betapa kerukunan memang telah menjadi kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Meskipun demikian, bagi masyarakat yang kadar pengetahuan terhadap ajaran agamanya memadai, terdapat sikap hati-hati dan pemilahan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sekalipun atas alasan ingin bertoleransi dan saling tenggang rasa. Secara garis besar terlihat bahwa perbedaan agama tidak membuat sekat-sekat yang mengelompokkan masyarakat dalam kehidupan sosial maupun kehidupan ekonomi. Interaksi antar masyarakat lintas agama terjadi balik secara individu maupun kelompok tanpa melihat agama sebagai pembatas apalagi penghalang.
53 Sarkani, Wawancara dicatat pada tanggal 1 Juni 2007
96 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
c. Hubungan Antar Umat Beragama Pada Tataran Pribadi 1) Hubungan Pertemanan
Secara teoritik normatif manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah bisa menghindar dari kerjasama, interaksi dan menjalin relasi sosial dengan sesama. Apa yang telah menjadi naluri tersebut pada kenyataannya semakin mengkristal ketika berhadapan dengan realitas empirik yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuahan terhadap kerjasama bukan semata-mata dalam rangka memenuhi hajat psikologis yang bemuara pada ketenangan yang bernuasa psikologis, tapi juga acap kali didorong oleh kebutuhan pragmatis ekonomis, dalam rangka memenuhi hajat kebutuhan ekonomi. Fakta yang ditemukan memperlihatkan beberapa kenyataan tersebut. 100% responden mengakui bahwa manusia memerlukan kerjasama dengan orang lain tanpa dibatasi oleh sekat-sekat agama, suku dan budaya. Pengakuan responden diatas sekaligus juga menyiratkan keinginan untuk menghilangkan ekslusifitas individual dan kelompok, baik atas dasar agama atau atas dasar sekat-sekat simbolis primordial yang acapkali menjadi halangan bagi terciptanya harmonitas sosial. Keinginan untuk menghilangkan segala bentuk ekslusifitas tersebut dipertegas dengan pernyataan 100% responden yang setuju bahwa bergaul dengan siapapun termasuk yang berbeda agama, suku, budaya dan bahasa harus dijalin dengan baik.
Keinginan masyarakat Lampung Tengah untuk mewujudkan harmonitas pada tataran pergaulan individu tanpa melihat batas-batas agama dan budaya diperkuat oleh utuk memupuk tali hubungan kekerabatan melalui acara-0acara tradisional yang dirasakan berfungsi memperkuat kekerabatan. Dalam hubungan tersebut mayoritas responden (90,9%) yang menyatakan setuju untuk menghadiri undangan hajatan dari teman sekalipun berbeda agama. Perbedaan agama nampaknya tidak menjadi kendala psikologis dalam menjalin hubungan pertemanan yang
97Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
c. Hubungan Antar Umat Beragama Pada Tataran Pribadi 1) Hubungan Pertemanan
Secara teoritik normatif manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah bisa menghindar dari kerjasama, interaksi dan menjalin relasi sosial dengan sesama. Apa yang telah menjadi naluri tersebut pada kenyataannya semakin mengkristal ketika berhadapan dengan realitas empirik yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuahan terhadap kerjasama bukan semata-mata dalam rangka memenuhi hajat psikologis yang bemuara pada ketenangan yang bernuasa psikologis, tapi juga acap kali didorong oleh kebutuhan pragmatis ekonomis, dalam rangka memenuhi hajat kebutuhan ekonomi. Fakta yang ditemukan memperlihatkan beberapa kenyataan tersebut. 100% responden mengakui bahwa manusia memerlukan kerjasama dengan orang lain tanpa dibatasi oleh sekat-sekat agama, suku dan budaya. Pengakuan responden diatas sekaligus juga menyiratkan keinginan untuk menghilangkan ekslusifitas individual dan kelompok, baik atas dasar agama atau atas dasar sekat-sekat simbolis primordial yang acapkali menjadi halangan bagi terciptanya harmonitas sosial. Keinginan untuk menghilangkan segala bentuk ekslusifitas tersebut dipertegas dengan pernyataan 100% responden yang setuju bahwa bergaul dengan siapapun termasuk yang berbeda agama, suku, budaya dan bahasa harus dijalin dengan baik.
Keinginan masyarakat Lampung Tengah untuk mewujudkan harmonitas pada tataran pergaulan individu tanpa melihat batas-batas agama dan budaya diperkuat oleh utuk memupuk tali hubungan kekerabatan melalui acara-0acara tradisional yang dirasakan berfungsi memperkuat kekerabatan. Dalam hubungan tersebut mayoritas responden (90,9%) yang menyatakan setuju untuk menghadiri undangan hajatan dari teman sekalipun berbeda agama. Perbedaan agama nampaknya tidak menjadi kendala psikologis dalam menjalin hubungan pertemanan yang
harmonis. Sekalipun pada sisi yang lain sebagian responden terkesan tidak memperdulikan norma-norma ajaran agama dalam membina hubungan sosial lintas agama. Hal tersebut dapat dipahami dari pernyataan 59% responden yang menyatakan setuju jika undangan acara keagamaan dari penganut agama lain harus dihadiri, dengan kata lain bahwa kebanyakan responden lebih mengedepankan kepentingan menjaga harmonitas hubungan persahabatan dibanding pertimbangan apakah hal tersebut melanggar norma yang diatur dalam ajaran agama masing-masing atau tidak. Semangatt persahabatan yang relatif tinggi terebut ditopang oleh semangat sosial yang terekspresi dalam keinginan untuk saling tolong menolong antara anggota masyarakat meskipun berbeda agama. 95% responden setuju pada penyataan keharusan untuk melaksanakan kegiatan tolong menolong dengan tidak membeda-bedakan agama. Sekat-sekat wilayah, atau dominasi penghunian suatu wilayah hanya oleh suatu agama tertentu merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh semua anggota masyarakat di wilayah penelitian, hal terebut ditandai oleh ketidak setujuan seluruh responden (100%) jika suatu wilayah dihuni oleh satu kelompok umat beragama atau satu suku tertentu saja. Artinya hidup berdampingan dan berbaur antar pemeluk berbagai agama dengan damai merupakan kondisi ideal yang diharapkan masyarakat pemeluk agama manapun. Sekalipun demikian juga oleh semua individu dalam masyarakat, suatu hal yang dipandang wajar dan seringkali menjadi kebiasaan yang membudaya dikalangan masyarakat pemeluk suatu agama, jika hal terebut bertentangan dengan norma agama pemeluk agama lain maka hal tersebut harus diwaspadai agar tidak menimbulkan masalah. Seperti memelihara Babi, Anjing yang menjadi kebiasaan penganut agama suatu agama bisa ditolerir sepanjang hewan terebut tidak dibiarkan berkeliaraan. 100% responden menyatakan ketidak setujuan mereka jika hewan tersebut
98 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dibiarkan berkeliaran. Sekalipun hal ini bisa jadi tidak disasarkan atas pandangan yang terbentuk oleh pengaruh agama semata, dan bisa jadi hal tersebut didasarkan oleh keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dari polusi kotoran-kotoran hewan, dsb. 2) Hubungan Pertetanggaan
Hidup bertetangga merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan masyarakat. Kondisi masyarakat yang semakin plural baik dari sisi agama, budaya dan bahasa, menyebabkan keragaman dan perbedaan prilaku dalam bertetangga. Konflik serta potensi konflik bisa diukur dan dipahami melalui ekspresi sedemikian rupa. Mayoritas responden dalam wilayah penelitian menghendaki suasana harmonis dalam kehidupan bertetangga yang karena itu seluruh anggota masyarakat harus melakukan upaya untuk mewujudkan dan menjaga harmonitas itu, dalam berbagai aktifitas sosial. Hampir semua responden menginginkan agar pergaulan indifidu atau kelompok tidak dibatasi oleh sekat-sekat agama. 99% responden berpendapat bahwa sebaiknya pergaulan antar tetangga tetap terjalin sekalipun berbeda agama, 91% menginginkan untuk tetap saling menghadiri undangan tetangga dalam kegiatan yang bernuansa adat istiadat. Dalam pristiwa duka seperti kematiaan, 90% berpendapat setuju jika tetangga yang berbeda agama menampakkan rasa simpati, bahkan dalam pristiwa kematian yang dialami oleh tetangga yang berbeda agama, tetangga yang lain seharusnya tidak berkeberatan untuk terlibat dalam pengurusan jenazah (79%) dan hanya sebagian kecil (21%) yang menyatakan keberatan untuk melakukan hal itu. Bahkan pada umumnya (60%) responden setuju untuk memberikan dukungan pasilitas bagi kepentingan pelaksanaan ibadah bagi tetangga yang berbeda agama. Hanya saja masih terjadi kontraversi pendapat yang seimbang dikalangan responden, jika kegiatan menjaga harmonitas
99Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dibiarkan berkeliaran. Sekalipun hal ini bisa jadi tidak disasarkan atas pandangan yang terbentuk oleh pengaruh agama semata, dan bisa jadi hal tersebut didasarkan oleh keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dari polusi kotoran-kotoran hewan, dsb. 2) Hubungan Pertetanggaan
Hidup bertetangga merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan masyarakat. Kondisi masyarakat yang semakin plural baik dari sisi agama, budaya dan bahasa, menyebabkan keragaman dan perbedaan prilaku dalam bertetangga. Konflik serta potensi konflik bisa diukur dan dipahami melalui ekspresi sedemikian rupa. Mayoritas responden dalam wilayah penelitian menghendaki suasana harmonis dalam kehidupan bertetangga yang karena itu seluruh anggota masyarakat harus melakukan upaya untuk mewujudkan dan menjaga harmonitas itu, dalam berbagai aktifitas sosial. Hampir semua responden menginginkan agar pergaulan indifidu atau kelompok tidak dibatasi oleh sekat-sekat agama. 99% responden berpendapat bahwa sebaiknya pergaulan antar tetangga tetap terjalin sekalipun berbeda agama, 91% menginginkan untuk tetap saling menghadiri undangan tetangga dalam kegiatan yang bernuansa adat istiadat. Dalam pristiwa duka seperti kematiaan, 90% berpendapat setuju jika tetangga yang berbeda agama menampakkan rasa simpati, bahkan dalam pristiwa kematian yang dialami oleh tetangga yang berbeda agama, tetangga yang lain seharusnya tidak berkeberatan untuk terlibat dalam pengurusan jenazah (79%) dan hanya sebagian kecil (21%) yang menyatakan keberatan untuk melakukan hal itu. Bahkan pada umumnya (60%) responden setuju untuk memberikan dukungan pasilitas bagi kepentingan pelaksanaan ibadah bagi tetangga yang berbeda agama. Hanya saja masih terjadi kontraversi pendapat yang seimbang dikalangan responden, jika kegiatan menjaga harmonitas
pertetanggan itu dipadang sudah menyentuh wilayah keyakinan yang dianggap mendasar. Terhadap keikut sertaan dalam kegiatan gotong royong membangun rumah ibadah agama lain, 50% responden menyatakan setuju dan 50% lainnya menyatakan tidak setuju. 3) Hubungan Kekerabatan
Pada umumnya masyarakat menginginkan agar hubungan kekerabatan dijaga dan dilakukan dengan tetap berpegang pada norma-norma agama, apalagi pada aspek-aspek yang dipandang merupakan hal yang mendasar dalam ajaran agama. Namun satu hal yang pada umumnya disepakati responden adalah bahwa perbedaan agama dalam suatu keluarga tidak menjadi faktor yang mengganggu hubungan kekerabatan. Dengan kata lain tali kekerabatan tetap terjaga tanpa terhalangi oleh perbedaan agama.
Namun demikian kebanyakan responden (59%) memandang persaudaraan atas dasar kesamaan agama lebih sempurna dan lebih utuh serta tidak memungkinkan timbulnya masalah dalam melaksanakan ajaran atau ketentuan agama. Ini tidak berarti sebuah keharusan untuk melakukan pemutusan hubungan kekerabatan dengan anggota keluarga yang tidak seagama. Hanya saja sikap kehati-hatian terhadap anggota keluarga yang berbeda agama juga tetap perlu diterapkan terutama dalam hal-hal yang menyangkut m akanan. Hal tersebut terlihat pada sikap hati-hati dalam mengkonsumsi makanan yang dihidangkan oleh famili yang berbeda agama (64%), dan ketidak setujuan dengan pernikahan dengan orang yang berbeda agama (65%). Sikap tegas responden masih nampak pada penolakan terhadap sikap longgar terhadap ajaran agama semata-mata didasari atas alasan untuk menjaga hubungan kekeluargaan dengan anggota keluarga yang berbeda agama (64% menolak sikap lonngar tersebut).
100 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
d. Hubungan Pada Tataran Peribadatan Persoalan relasi antar pemeluk agama yang menyangkut
acara seremonial keagamaan sampai saat ini masih tersisa sebagai persoalan yang krusial dan dikalangan penganut agama tertentu dipandang sebagai hal yang mengganggu. Dalam Islam umpamanya, seremoni keagamaan dipandang sebagai wilayah substansi agama yang karena itu hanya boleh dimasuki oleh penganut ajaran agama itu, tanpa keterlibatan penganut agama lain dengan alasan apapun. Namun tidak demikian halnya menurut agama lain. Ajaran normatif agama dimaksud secara teoritik berimbas pada sikap penganut agama tehadap acara serimoni yang bernuansa peribadatan pada agama lain. Realitas yang ditemukan dilapangan memperlihatkan kenyataan yang berbeda dari norma-norma ideal diatas, namun pada sisi lain menampakkan kenyataan betapa budaya toleransi dan harmonitas hubungan antar pemeluk agama memang sudah mewujud sampai pada tingkat yang meyimpang dalam perspektif substansi ajaran agama.
Terhadap acara-acara peringatan hari besar agama lain, atas dasar keinginan untuk menjaga kerukunan antar penganut agama, mayoritas responden (68%) memandang kegiatan menghadiri peringatan hari besar agama lain dibenarkan. Demikian juga halnya dengan mengucapkan salam, 54% responden memandang dibolehkan untuk mengucapakn salam untuk penganut agama lain. Sekalipun jumlah tersebut tidak signifikan karena 46% lainnya memandang salam bukan sekedar sebuah simbol sapaan biasa yang boleh diucapkan dihdapan semua agama, namum ia meruipakan sapaan yang bernilai sakral dan mengandung nilai ibadah (ritual).
101Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
d. Hubungan Pada Tataran Peribadatan Persoalan relasi antar pemeluk agama yang menyangkut
acara seremonial keagamaan sampai saat ini masih tersisa sebagai persoalan yang krusial dan dikalangan penganut agama tertentu dipandang sebagai hal yang mengganggu. Dalam Islam umpamanya, seremoni keagamaan dipandang sebagai wilayah substansi agama yang karena itu hanya boleh dimasuki oleh penganut ajaran agama itu, tanpa keterlibatan penganut agama lain dengan alasan apapun. Namun tidak demikian halnya menurut agama lain. Ajaran normatif agama dimaksud secara teoritik berimbas pada sikap penganut agama tehadap acara serimoni yang bernuansa peribadatan pada agama lain. Realitas yang ditemukan dilapangan memperlihatkan kenyataan yang berbeda dari norma-norma ideal diatas, namun pada sisi lain menampakkan kenyataan betapa budaya toleransi dan harmonitas hubungan antar pemeluk agama memang sudah mewujud sampai pada tingkat yang meyimpang dalam perspektif substansi ajaran agama.
Terhadap acara-acara peringatan hari besar agama lain, atas dasar keinginan untuk menjaga kerukunan antar penganut agama, mayoritas responden (68%) memandang kegiatan menghadiri peringatan hari besar agama lain dibenarkan. Demikian juga halnya dengan mengucapkan salam, 54% responden memandang dibolehkan untuk mengucapakn salam untuk penganut agama lain. Sekalipun jumlah tersebut tidak signifikan karena 46% lainnya memandang salam bukan sekedar sebuah simbol sapaan biasa yang boleh diucapkan dihdapan semua agama, namum ia meruipakan sapaan yang bernilai sakral dan mengandung nilai ibadah (ritual).
e. Aspek hubungan Antar Kelompok Agama Hubungan antar umat beragama tidak hanya dalam bentuk
interaksi individual namun juga terlihat dalam bentuk hubungan antara kelompok atau organisasi keagamaan. Kesadaran berkelompok (berorganisasi) dikalangan kelompok-kelompok keagamaan dalam realitasnya cukup tinggi yang dibuktikan oleh kenyataan bahwa hampir setiap komunitas agama mempunyai wadah organisasi sosial keagamaan yang salah satunya berfungsi sebagai wadah kolektif memperjuangkan kepentingan komunitas agama. Setiap organisasi keagamaan biasanya dipimpin oleh para tokoh agama yang oleh komunitasnya dianggap memiliki pengaruh yang cukup dalam kelompok atau komunitasnya. Secara sosiologis peran tokoh agama ini ternyata sangat penting, demikian juga halnya dalam menjaga lerukunan umat beragama. Keseluruhan responden (100%) mengakui peran penting tokoh agama dalam menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Nilai ketokohan para tokoh agama ternyata menjadi guidance (penunjuk arah) bagi warganya dalam hubungan dengan umat lain, 91% responden menyatakan bahwa kerukunan pada tokoh agama di tingkat nasional perlu diikuti oleh tokoh agama didaerah, artinya prilaku rukun para tokoh agama masih menjadi barometer bagi umat dibawahnya. Pertemuan rutin para tokoh agama dalam suasana akrab dan penuh keterbukaan merupakan merupakan sebuah sarana kerukunan yang keberadaannya juga diharapkan oleh 91% responden yang dihubungi. Dengan demikian harmonitas hubungan antar umat beragama yang tersealisasi dalam bentuk komunikasi antar para tokoh agama yang tergabung dalam wadah-wadah formal seperti Forum Komunikasi Umat Beragama sangat diperlukan. Karenanya menurut responden keberadaa FKUB diperlukan untuk kepentingan menjaga kerukunan antar umat bergama.
Dalam konteks menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama, 90% responden berpendangan bahwa masing-
102 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
masing missionarist (pendakwah) agama harus berpegang pada koridor aturan yang ada, dengan kata lain kegiatan penyebaran agama dengan cara-cara yang melanggar aturan merupakan cara yang tidak dikehendaki oleh semua kelompok agama, karena kekhawatiran hal tersebut akan menjadi salah satu pemicu konflik. Sikap toleran terhadap keyakinan dan faham keagamaan kelompok lain, termasuk intern umat beragama merupakan sebuha sikap yang semestinya dimiliki oleh semua umat beragama. Dan dalam hal tersebut 91% responden berpendapat bahwa sikap dan perbuatan mengkafirkan orang yang berbeda faham termasuk dalam intern umat beragama merupakan sikap dan prilaku yang dapat merusak kerukunan umat beragama. f. Hubungan antar umat beragama dan pemerintah.
Dalam hal yang menyangkut kehidupan beragama fungsi pemerintah antara lain melakukan regulasi agar tercipta suasana harmonis dan dinamis antar masyarakat beragama maupun antar masyarakat beragama dengan pemerintah, menjadi fasilitator dan dinamisator kehidupan beragama baik dengan menyediakan perangkat system maupun dukungan sarana financial.54 Implementasi dari tugas-tugas pemerintah di atas antara lain secara teknis dilaksanakan dalam penyusunan program dan kebijakan tentang pembangunan bidang keagamaan baik berupa sarana fisik dan pengembangan mental yang berangkat dari realitas kebutuhan yang ada. Demikian juga Bantuan sarana dan prasarana keagamaan lintas agama seperti sarana ibadah dan pendidikan. Setiap tahun Kandepag Lampung Tengah membangun dan memperbaiki sarana pendidikan yang ada, baik negeri maupun swasta.55 Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam pengembangan umat agama juga terlihat pada bantuan Pemda
54 M. Wazer (Kabag TU Kandepag Lampung Tengah), Wawancara dicatat pada tanggal 1 Juni 2007 55 Drs. Qomarul Zaman, Wawancara dicatat pada tanggal 14 Juni 2007
103Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
masing missionarist (pendakwah) agama harus berpegang pada koridor aturan yang ada, dengan kata lain kegiatan penyebaran agama dengan cara-cara yang melanggar aturan merupakan cara yang tidak dikehendaki oleh semua kelompok agama, karena kekhawatiran hal tersebut akan menjadi salah satu pemicu konflik. Sikap toleran terhadap keyakinan dan faham keagamaan kelompok lain, termasuk intern umat beragama merupakan sebuha sikap yang semestinya dimiliki oleh semua umat beragama. Dan dalam hal tersebut 91% responden berpendapat bahwa sikap dan perbuatan mengkafirkan orang yang berbeda faham termasuk dalam intern umat beragama merupakan sikap dan prilaku yang dapat merusak kerukunan umat beragama. f. Hubungan antar umat beragama dan pemerintah.
Dalam hal yang menyangkut kehidupan beragama fungsi pemerintah antara lain melakukan regulasi agar tercipta suasana harmonis dan dinamis antar masyarakat beragama maupun antar masyarakat beragama dengan pemerintah, menjadi fasilitator dan dinamisator kehidupan beragama baik dengan menyediakan perangkat system maupun dukungan sarana financial.54 Implementasi dari tugas-tugas pemerintah di atas antara lain secara teknis dilaksanakan dalam penyusunan program dan kebijakan tentang pembangunan bidang keagamaan baik berupa sarana fisik dan pengembangan mental yang berangkat dari realitas kebutuhan yang ada. Demikian juga Bantuan sarana dan prasarana keagamaan lintas agama seperti sarana ibadah dan pendidikan. Setiap tahun Kandepag Lampung Tengah membangun dan memperbaiki sarana pendidikan yang ada, baik negeri maupun swasta.55 Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam pengembangan umat agama juga terlihat pada bantuan Pemda
54 M. Wazer (Kabag TU Kandepag Lampung Tengah), Wawancara dicatat pada tanggal 1 Juni 2007 55 Drs. Qomarul Zaman, Wawancara dicatat pada tanggal 14 Juni 2007
terhadap sarana dan kegiatan-kegiatan keagamaan dan bernuansa keagamaan, meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan. Masjid Istiqlal yang megah yang dibangun di tengah keramaian kota Bandar Jaya sebagian dananya merupakan bantuan pemerintah Pemda Lampung Tengah.56
Respon umat beragama terhadap pelaksanaan fungsi pemerintah dapat dilihat pada tingkat ketaatan masyarakat terhadap ketentuan legal formal yang menyangkut kehidupan masyarakat pada umumnya, terutama yang menyangkut kehidupan beragama. Seperti penuturan Dalimi, seorang PJS Kepala KUA Terbanggi Besar bahwa kesadaran masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya, peristia Talak dan ruju’ sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh peraturan yang ada sudah tinggi, sehingga tugas pemerintah untuk melakukan sosialisasi dalam bidang itu sudah semakin ringan. Hanya saja menurut penuturannya, khusus dalam hal ketentuan pendirian rumah ibadah memang masih terjadi kesalah pahaman di tengah masyarakat tentang prosedur legal yang diatur untuk mendirikan rumah ibadah, Sekali-sekali ditemukan pelanggaran yang mengundang campur tangan pemerintah untuk penyelesaian nya.57 Dalam hal pendirian rumah ibadah pada umunya masyarakat beragama memahami keberadaan aturan legal formal yang ada dalam hal itu. 77% responden yang dihubungi menyatakan setuju jika dalam hal pendirian rumah ibadah perlu diatur undang-undang, dan itu menurut mereka bukan sebuah diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Deskripsi di atas memperlihatkan pernyataan adanya harmonitas antar umat beragama dengan pemerintah. Harmonitas itu terjadi ketika pemerintah sebagai regulator, fasilitator, stabilisator dan dinamisator kehidupan masyarakat menjalankan fungsinya. Respon positif masyarakat diperlihatkan dengan sikap apresiatif, 56 M. Fadli, SH, MM, Wawancara dicatat pada tanggal 17 Juni 2007 57 Dalimi, Wawancara dicatat pada tanggal 17 juni 2007
104 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dan taat menjalankan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan kata lain bahwa dengan masing-masing pihak pemerintah dan umat beragama menjalankan fungsinya secara sinergis maka harmonitas atau kerukunan itu juga menjadis kenyataan. Apa yang dilakukan pemerintah umumnya menyangkut kepentingan masyarakat secara langsung dan masyarakat merasakan manfaat langsung dari sikap taat mereka terhadap aturan dan kebijakan yang dibuat. Sekalipun dalam hal tersebut sekali-kali terlihat ada perbedaan kepentingan yang belum bersinergi dalam sebuah titik temu.
Keinginan dan kebijakan pemerintah untuk menertibkan pedagang kaki lima di pasar Bandar Jaya agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas umpanya tidak serta merta dapat terwujud, karena pedagang merasa hal tersebut akan berpengaruh kepada pendapatan yang merupakan tumpuan hidup mereka, sekalipun pada akhirnya dapat ditemukan jalan keluar dari hal tersebut seperti memutar rute kendaraan ke jalan lain yang ternyata justru berdampak positif.58 Perbedaan persepsi antara masysrakat dan Pemerintah dalam suatu hal terjadi karena belum dikomunikasi kannya secara maksimal kebijakan Pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Dan ketika komunikasi dilakukan maka perbedaan persepsi dapat dipersempit dan pada akhikrnya kesepahaman dapat dicapai.
Pada sisi yang lain, relasi antara Pemerintah dan masysarakat belum ada pada wilayah yang seimbang. Seperti penuturan informan dilapangan bahwa pada tataran pengambilan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarajkat luas, inisiatif dan rencana-rencana masih lebih banyak datang dari pihak pemerintah, kecuali pada hal-hal yang oleh masyarakat dirasakan sebagai persoalan yang mendesak dan masyarakat merasakan bahwa campur tangan pemerintah merupakan hal
58 M. Fadli, Wawancara dicatat pada tanggal 18 Juni 2007
105Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dan taat menjalankan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan kata lain bahwa dengan masing-masing pihak pemerintah dan umat beragama menjalankan fungsinya secara sinergis maka harmonitas atau kerukunan itu juga menjadis kenyataan. Apa yang dilakukan pemerintah umumnya menyangkut kepentingan masyarakat secara langsung dan masyarakat merasakan manfaat langsung dari sikap taat mereka terhadap aturan dan kebijakan yang dibuat. Sekalipun dalam hal tersebut sekali-kali terlihat ada perbedaan kepentingan yang belum bersinergi dalam sebuah titik temu.
Keinginan dan kebijakan pemerintah untuk menertibkan pedagang kaki lima di pasar Bandar Jaya agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas umpanya tidak serta merta dapat terwujud, karena pedagang merasa hal tersebut akan berpengaruh kepada pendapatan yang merupakan tumpuan hidup mereka, sekalipun pada akhirnya dapat ditemukan jalan keluar dari hal tersebut seperti memutar rute kendaraan ke jalan lain yang ternyata justru berdampak positif.58 Perbedaan persepsi antara masysrakat dan Pemerintah dalam suatu hal terjadi karena belum dikomunikasi kannya secara maksimal kebijakan Pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Dan ketika komunikasi dilakukan maka perbedaan persepsi dapat dipersempit dan pada akhikrnya kesepahaman dapat dicapai.
Pada sisi yang lain, relasi antara Pemerintah dan masysarakat belum ada pada wilayah yang seimbang. Seperti penuturan informan dilapangan bahwa pada tataran pengambilan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarajkat luas, inisiatif dan rencana-rencana masih lebih banyak datang dari pihak pemerintah, kecuali pada hal-hal yang oleh masyarakat dirasakan sebagai persoalan yang mendesak dan masyarakat merasakan bahwa campur tangan pemerintah merupakan hal
58 M. Fadli, Wawancara dicatat pada tanggal 18 Juni 2007
yang tak bisa dihindari dan mendesak, maka masyarakat mengambil inisiatif untuk kemudian pemerintah memfasilitasi untuk perwujudan hal tersebut. D. Kabupaten Lampung Timur 1. Aspek Historis Lampung Timur
Pepatah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang pandai menghargai sejarah bangsanya sendiri. Dalam skala yang lebih mikro, maka penghargaan terhadap sejarah daerahnya tidak akan dapat terwujud tanpa terlebih dahulu memahami dinamika sejarah daerahnya tersebut dengan jujur dan adil. Berikut akan diuraikan aspek historis pemerintah Kabupaten Lampung Timur sejak masa pemerintahan penjajah Belanda, masa pemerintahan penjajah Jepang dan setelah masa kemerdekaan. 1) Zaman Pemerintahan Belanda
Wilayah Kabupaten Lapung Timur yang sekarang ini, pada zaman pemerintahan Belanda merupakan Onder Afdeling Sukadana yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsan Belanda dan pelaksanaannya dibantu oleh seorang Demang Bangsa Pribumi/Indonesia. Onder Afdeling Sukadana terbagi atas 3 distrik, yaitu : a. Onder Distrik Sukadana b. Onder Distrik Labuhan Maringgai c. Onder Distrik Guning Sugih
Masing-masing Onder Distrik dikepalai oleh seorang
Asisten Demang yang berkedudukan sebagai Pembantu Demang untuk mengkoordinir Pesirah. Masing-masing Onder Distrik terdiri dari Marga-marga, yaitu : Onder Distrik Sukadana terdiri dari;
106 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
a. Marga Sukadana b. Marga Tiga c. Marga Nuban d. Marga Unyai Way Seputih Onder Distrik Labuhan Maringgai terdiri dari; a. Marga melinting b. Marga Sekampung Ilir c. Marga Sekampung Udik d. Marga Subing Labuhan Onder Distrik Gunung Sugih terdiri dari; a. Marga Unyi b. Marga Subing c. Marga Anak Tuha d. Marga Pubian
2) Zaman Jepang (1942-!945)
Wilayah Kabupaten Lampung Tengah pada masa Pemerintahan Jepang merupakan wilayah Bun Shu Metro, yang terbagi dalam beberapa Gun Shu, Marga-marga, dan Kampung-kampung. Bun Shu dikepalai oleh seorang Bun Shu Cho dan Gun Shu dikepalai oleh Gun Shu Cho, Marga dikepalai oleh Marga Cho, dan Kampung dikepalai oleh seorang Kepala Kampung.
3) Zaman Kemerdekaan
Setelah Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan dengan berlakunya Peraturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945, maka Bun Shu Metro berubah menjadi Kabupaten Lampung Tengah yang dikepalai oleh seorang Bupati. Bupati pertama Kabupaten Lampung Tengah adalah Burhanuddin dengan masa jabatan tahun 1945 hingga tahun 1948. Itulah sebabnya, jika ditinjau dari perkembangan organisasi pemerintahan maka
107Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
a. Marga Sukadana b. Marga Tiga c. Marga Nuban d. Marga Unyai Way Seputih Onder Distrik Labuhan Maringgai terdiri dari; a. Marga melinting b. Marga Sekampung Ilir c. Marga Sekampung Udik d. Marga Subing Labuhan Onder Distrik Gunung Sugih terdiri dari; a. Marga Unyi b. Marga Subing c. Marga Anak Tuha d. Marga Pubian
2) Zaman Jepang (1942-!945)
Wilayah Kabupaten Lampung Tengah pada masa Pemerintahan Jepang merupakan wilayah Bun Shu Metro, yang terbagi dalam beberapa Gun Shu, Marga-marga, dan Kampung-kampung. Bun Shu dikepalai oleh seorang Bun Shu Cho dan Gun Shu dikepalai oleh Gun Shu Cho, Marga dikepalai oleh Marga Cho, dan Kampung dikepalai oleh seorang Kepala Kampung.
3) Zaman Kemerdekaan
Setelah Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan dengan berlakunya Peraturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945, maka Bun Shu Metro berubah menjadi Kabupaten Lampung Tengah yang dikepalai oleh seorang Bupati. Bupati pertama Kabupaten Lampung Tengah adalah Burhanuddin dengan masa jabatan tahun 1945 hingga tahun 1948. Itulah sebabnya, jika ditinjau dari perkembangan organisasi pemerintahan maka
pembagian wilayah Lampung atas kabupaten-kabupaten dianggap telah terjadi pada zaman pemerintahan Jepang.
Beberapa peristiwa penting atau kejadian-kejadian yang patut dicatat antara lain ialah bahwa pada tahun 1946-1947 jumlah marga bertambah 2 marga, yaitu : a. Marga Terusan Unyai; b. Marga Selaga Lingga
Tambahan marga ini terjadi karena adanya perubahan batas wilayah ataupun karena terjadinya perpindahan dan perkembangan
penduduk. Dalam perkembangan selanjutnya wilayah Lampung Timur
memasuki Masa Pemerintahan Negeri (1953-1975). Dengan dibubarkannya Pemerintahan Marga, maka sebagai gantinya dibentuklah Pemerintahan Negeri yang terdiri dari seorang Kepala Negeri dan Dewan Negeri. Kepala Negeri dipilih oleh Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Pada masa ini di Kabupaten Lampung Tengah terdapat 9 (sembilan) Negeri, yaitu : a. Negeri Pekalongan dengan pusat pemerintahan di Pekalongan. b. Negeri Tribawono dengan pusat pemerintahan di Banar Joyo. c. Negeri Sekampung dengan pusat pemerintahan di
Sumbergede. d. Negeri Sukadana dengan pusat pemerintahan di Sukadana. e. Negeri Labuhan Maringgai dengan pusat pemerintahan di
Labuhan Maringgai.
Dalam prakteknya sistem Pemerintahan Negeri tersebut dirasakan adanya kurang keserasian dengan Pemerintahan Kecamatan dan Keadaan ini menyulitkan tugas Pemerintah. Oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung sejak tahun 1972 mengambil kebijaksanaan secara bertahap untuk menghapus Pemerintahan Negeri dengan jalan tidak mengangkat lagi Kepala Negeri yang telah habis masa jabatannya. Dengan demikian
108 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
secara bertahap Pemerintahan Negeri di Lampung Tengah hapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada pemerintahan Kecamatan setempat.
Dalam rangka membantu tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah dibagian Timur, maka dibentuk wilayah kerja Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Timur di Sukadana yang meliputi 10 (sepuluh) kecamatan yaitu Kecamatan Metro Kibang, Batanghari, Sekampung Jabung, Labuhan Meringgai, Way Jepara, Sukadana, Pekalongan, Raman Utara, dan Purbolinggo.
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat, serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka dipandang perlu wilayah Kabupaten Daerah tingkat II Lampung Tengah ditata menjadi 3 (tiga) Daerah Tingkat II.
Pada tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999, wilayah Pembantu Bupati Kabupaten Lampung Tengah wilayah Sukadana dibentuk menjadi Kabupaten Lampung Timur yang meliputi 10 (Sepuluh) kecamatan definitif dan 13 (tiga belas) kecamatan pembantu.
Dengan kata lain, Kabupaten Lampung Timur pada dasarnya merupakan hasil pemekaran yang sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Sukadana. Setelah menjadi kabupaten yang definitive ibu kota Kabupaten Lampung Timur berkedudukan di Sukadana.
Sejak berdiri Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999 sampai sekarang, dijabat oleh 5 (lima) Bupati yaitu : a. H. Muhamad Nurdin, SH : Menjabat dari April 1999 s.d. April
2000. b. Ir. H. Irfan N. Djafar, CES : Menjabat dari 2000 s.d. Desember
2002.
109Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
secara bertahap Pemerintahan Negeri di Lampung Tengah hapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada pemerintahan Kecamatan setempat.
Dalam rangka membantu tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah dibagian Timur, maka dibentuk wilayah kerja Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Timur di Sukadana yang meliputi 10 (sepuluh) kecamatan yaitu Kecamatan Metro Kibang, Batanghari, Sekampung Jabung, Labuhan Meringgai, Way Jepara, Sukadana, Pekalongan, Raman Utara, dan Purbolinggo.
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat, serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka dipandang perlu wilayah Kabupaten Daerah tingkat II Lampung Tengah ditata menjadi 3 (tiga) Daerah Tingkat II.
Pada tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999, wilayah Pembantu Bupati Kabupaten Lampung Tengah wilayah Sukadana dibentuk menjadi Kabupaten Lampung Timur yang meliputi 10 (Sepuluh) kecamatan definitif dan 13 (tiga belas) kecamatan pembantu.
Dengan kata lain, Kabupaten Lampung Timur pada dasarnya merupakan hasil pemekaran yang sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Sukadana. Setelah menjadi kabupaten yang definitive ibu kota Kabupaten Lampung Timur berkedudukan di Sukadana.
Sejak berdiri Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999 sampai sekarang, dijabat oleh 5 (lima) Bupati yaitu : a. H. Muhamad Nurdin, SH : Menjabat dari April 1999 s.d. April
2000. b. Ir. H. Irfan N. Djafar, CES : Menjabat dari 2000 s.d. Desember
2002.
c. H. Bahusin MS. : Menjabat dari Desember 2002 s.d. Mei 2005. d. H. Syaiful Anwar HAM, S.H. : Menjabat dari Mei 2005 s.d.
Agustus 2005. e. H. Satono, S.H., S.P. : Menjabat dari Agustus 2005 s.d.
sekarang.(BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. xvii – xxi )
2. Adat-istiadat Lampung Timur
Secara umum masyarakat adat Lampung Timur adalah termasuk masyarakat adat Pepadun, yang terkenal dengan istilah Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku. Kalaupun terdapat masyarakat adat Peminggir, hal tersebut hanya dapat dijumpai di beberapa desa/kampung saja. Upacara-upacara adat pada umumnya dapat terlihat pada acara-acara perkawinan/ pernikahan, di mana perkawinan/pernikahan tersebut dilakukan menurut tata cara adat tradisional disamping kewajiban memenuhi hukum Agama Islam.
Tata cara dan upacara perkawinan adat Pepadun pada umumnya menurut garis keturunan patrilinial dari adanya “Jujur” yakni berupa pemberian sejumlah uang dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai wanita, dan adanya “Sesan” yakni berupa alat-alat rumah tangga komplit sebagai bawaan mempelai perempuan untuk menuju hidup baru bersama suaminya, “Sesan” tersebut akan diserahkan pihak keluarga mempelai wanita kepada pihak keluarga mempelai laki-laki pada saat upacara perkawinan berlangsung dan sekaligus sebagai penyerahan formal (secara adat) mempelai wanita dari keluarganya kepada pihak keluarga mempelai pria. Dengan demikian secara hukum adat maka putus
pula hubungan secara adat (bukan secara kekeluargaan) antara mempelai wanita dari adat keluarganya.
Upacara perkawinan adat Pepadun bisa berupa upacara adat besar (gawei besar ibal serbou, bumbang aji, intar wawai, dan sebumbang) bisa pula berupa gawei kecil.
110 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian yang khas dalam hubungan sosial antar masyarakat Lampung yang disimpulkan dalam 5 prinsip, yaitu:
Pi’il Pasenggiri Sakai Sambayan Nemui Nyimah Nengah Nyappur Bejuluk Beadek
Ke lima prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
“Pi’il Pasenggiri” berasal dari bahasa Arab fiil yang berarti perilaku, dan pasenggiri maksudnya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, serta tahu kewajiban. Pada filsafat piil tampak nilai-nilai yang bersifat begitu luhur seperti tercantum dalam kitab hukum adat Kuntara Abung dan Kuntara Raja Niti. Kedua kitab itu banyak berisi aturan perilaku seseorang, cara berpakaian, aturan perkawinan, serta hukum perdata adat. “Sakai Sambayan” mengandung makna dan pengertian yang luas, termasuk di antaranya tolong-menolong, bahu-membahu, dan saling memberikan sesuatu kepada pihak lain yang memerlukan dalam hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi dalam arti moral termasuk sumbangan tenaga, fikiran dan lain sebagainya. “Nemui Nyimah” berarti bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang dalam satu Klan maupun diluar Klan dan juga terhadap siapa saja yang berhubungan dengan mereka. Jadi selain bermurah hati dengan memberikan sesuatu yang ada padanya kepada pihak lain juga sopan santun dalam bertutur kata terhadap tamu mereka.
111Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian yang khas dalam hubungan sosial antar masyarakat Lampung yang disimpulkan dalam 5 prinsip, yaitu:
Pi’il Pasenggiri Sakai Sambayan Nemui Nyimah Nengah Nyappur Bejuluk Beadek
Ke lima prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
“Pi’il Pasenggiri” berasal dari bahasa Arab fiil yang berarti perilaku, dan pasenggiri maksudnya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, serta tahu kewajiban. Pada filsafat piil tampak nilai-nilai yang bersifat begitu luhur seperti tercantum dalam kitab hukum adat Kuntara Abung dan Kuntara Raja Niti. Kedua kitab itu banyak berisi aturan perilaku seseorang, cara berpakaian, aturan perkawinan, serta hukum perdata adat. “Sakai Sambayan” mengandung makna dan pengertian yang luas, termasuk di antaranya tolong-menolong, bahu-membahu, dan saling memberikan sesuatu kepada pihak lain yang memerlukan dalam hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi dalam arti moral termasuk sumbangan tenaga, fikiran dan lain sebagainya. “Nemui Nyimah” berarti bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang dalam satu Klan maupun diluar Klan dan juga terhadap siapa saja yang berhubungan dengan mereka. Jadi selain bermurah hati dengan memberikan sesuatu yang ada padanya kepada pihak lain juga sopan santun dalam bertutur kata terhadap tamu mereka.
“Nengah Nyappur” adalah tata cara pergaulan masyarakat Lampung dengan sikap membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum agar berpengetahuan luas dan ikut berpartisipasi terhadap segala sesuatu yang sifatnya baik dalam pergaulan dan kegiatan masyarakat yang dapat membawa kemajuan dan selalu bisa menyesuaikan diri terhadap perkembangan jaman. “Bejuluk Beadek” adalah didasarkan kepada “Titei Gemattei” yang diwarisi secara turun-temurun secara adat dari zaman nenek moyang dahulu, tata cara ketentuan pokok yang selalu dipakai diikuti (Titei Gemattei) diantaranya adalah ketentuan seseorang selain mempunyai nama juga diberi gelar sebagai panggilan terhadapnya dan bagi seseorang baik pria maupun wanita jika sudah menikah diberi adek (beadek) yang biasanya pemberian adek ini diakukan atau dilaksanakan didalam rangkaian upacara atau waktu pelaksanaan perkawinan/pernikahan59.
Di samping terdapat masyarakat adat Lampung Pepadun dan sebagian lagi masyarakat adat Lampung Peminggir sebagai adat-istiadat penduduk asli, di kabupaten Lampung Timur juga terdapat masyarakat adat yang dibawa serta oleh para pendatang dari berbagai daerah asalnya, seperti msyarakat adat Jawa, Sunda, Bali dan lain sebagainya. Keberadaan masyarakat adat para pendatang ini semakin memperkaya khazanah adat-istiadat dan budaya yang ada di kabupaten Lampung Timur dan sesama masyarakat adat tersebut hidup berdampingan dengan harmoni, rukun dan damai60.
59 BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. xxiv – xxvi
60 Agus Suyono S.Sos, Sekretaris Kantor Kesbang & Linmas Kabupaten Lampung Timur, Wawancara, tanggl 14 Juni 2007, di Sukadana
112 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
3. Kondisi Geografis dan Demografis (1) Kondisi Geografis
Kabupaten Lampung Timur membentang pada posisi : 105o 15’ BT - 106o 20’ BT dan 4o 37’ LS - 5o 37’ LS. Kabupaten Lampung Timur memiliki luas wilayah kurang lebih 5.325,03 km2 atau sekitar 15% dari total wilayah Propinsi Lampung (total wilayah Lampung sebesar 35.376 km2). Wilayah Kabupaten Lampung Timur sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Sukadana. Ibukota Kabupaten Lampung Timur berkedudukan di Sukadana.
Secara administratif perbatasan Kabupaten Lampung Timur dengan wilayah atau Kabupaten lain adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia,
Kecamatan Seputih Surabaya, dan Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah serta Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Propinsi Banten dan DKI Jakarta;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Katibung, Kecamatan Palas, dan Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantul dan Kecamatan Metro Raya, Kota Metro dan Kecamatan Punggur serta Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Dari segi Topografi Kabupaten Lampung Timur dapat
dibagi menjadi 5 (lima) daerah yaitu : Pertama; daerah berbukit sampai bergunung, terdapat di Kecamatan Jabung Sukadana, Sekampung Udik dan Labuhan Maringgai.
113Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
3. Kondisi Geografis dan Demografis (1) Kondisi Geografis
Kabupaten Lampung Timur membentang pada posisi : 105o 15’ BT - 106o 20’ BT dan 4o 37’ LS - 5o 37’ LS. Kabupaten Lampung Timur memiliki luas wilayah kurang lebih 5.325,03 km2 atau sekitar 15% dari total wilayah Propinsi Lampung (total wilayah Lampung sebesar 35.376 km2). Wilayah Kabupaten Lampung Timur sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Sukadana. Ibukota Kabupaten Lampung Timur berkedudukan di Sukadana.
Secara administratif perbatasan Kabupaten Lampung Timur dengan wilayah atau Kabupaten lain adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia,
Kecamatan Seputih Surabaya, dan Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah serta Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Propinsi Banten dan DKI Jakarta;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Katibung, Kecamatan Palas, dan Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantul dan Kecamatan Metro Raya, Kota Metro dan Kecamatan Punggur serta Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Dari segi Topografi Kabupaten Lampung Timur dapat
dibagi menjadi 5 (lima) daerah yaitu : Pertama; daerah berbukit sampai bergunung, terdapat di Kecamatan Jabung Sukadana, Sekampung Udik dan Labuhan Maringgai.
Kedua; daerah berombak sampai bergelombang, yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit, dengan kemiringan antara 8 % hingga 15 % dan ketinggian antara 50 meter sampai 200 meter. Ketiga; daerah daratan alluvial, mencakup kawasan yang cukup luas meliputi kawasan pantai pada bagian timur kabupaten Lampung Timur dan daerah-daerah pada sepanjang sungai juga merupakan sebagian hilir dari Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian kawasan tersebut berkisar antara 25 hingga 75 meter dpl dengan kemiringan 0 % hingga 3 %. Keempat; daerah rawa pasang surut di sepanjang pantai Timur dengan ketinggian 0,5 meter dpl. Dan kelima, daerah aliran sungai, yaitu Seputih, Sekampung dan Way Jepara. (BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. xxii – xxiii) (2) Kondisi Demografis
Mengenai kondisi demografis, berdasarkan data yang terdapat pada Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006 yang diterbitkan oleh Balai Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Timur, penduduk Lampung Timur kini berjumlah 919.017 jiwa. Dari jumlah tersebut 463.362 jiwa (50,42 %) di antaranya berjenis kelamin laki-laki dan 455.655 jiwa (49,58 %) berjenis kelamin perempuan, tersebar di 24 kecamatan, 241 desa/5 kelurahan.
Penduduk Lampung Timur juga terdiri dari berbagai macam etnis serta suku bangsa, seperti Lampung, Jawa, Sunda, Palembang, Padang, Melayu, Batak, China, Arab dan lain sebagainya. Hanya saja data resmi dan kongkrit mengenai jumlah serta persentasenya tidak dapat kita temukan dalam dokumen resmi kependudukan atau pemerintahan. Hal yang demikian dapat dimaklumi, karena menonjolkan identitas etnik, suku bangsa dan ras berpotensi menimbulkan sentimen negatif yang
114 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tidak menguntungkan untuk membina persatuan dan kesatuan masyarakat.
Tingkat kepadatan penduduk rata-rata per-desa di Kabupaten Lampung Timur adalah 3.782/desa dengan tingkat kepadatan per-desa paling tinggi berada di kecamatan Bandar Sribhawono (6.965/desa), disusul kemudian kecamatan Sekampung Udik (4.705/desa) dan posisi ketiga adalah kecamatan Gunung Pelindung (4.265/desa)61.
Untuk lebih lengkap dan jelas mengenai jumlah penduduk di Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
61 BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. 49
115Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
tidak menguntungkan untuk membina persatuan dan kesatuan masyarakat.
Tingkat kepadatan penduduk rata-rata per-desa di Kabupaten Lampung Timur adalah 3.782/desa dengan tingkat kepadatan per-desa paling tinggi berada di kecamatan Bandar Sribhawono (6.965/desa), disusul kemudian kecamatan Sekampung Udik (4.705/desa) dan posisi ketiga adalah kecamatan Gunung Pelindung (4.265/desa)61.
Untuk lebih lengkap dan jelas mengenai jumlah penduduk di Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
61 BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. 49 T
abel
JU
MLA
H P
END
UD
UK
KA
BU
PAT
EN L
AM
PUN
G T
IMU
R M
ENU
RU
T J
ENIS
KEL
AIM
DA
N K
ECA
MA
TA
N
Kec
amat
an
Laki
-lak
i Pe
rem
puan
Ju
mla
h Se
ks R
atio
(1
) (2
) (3
) (4
) (5
) 1.
Met
ro K
iban
g 2.
B
atan
ghar
i 3.
Se
kam
pung
4.
M
arga
Tig
a 5.
Se
kam
pung
Udi
k 6.
Ja
bung
7.
Pa
sir
Sakt
i 8.
W
away
Kar
ya
9.
Mar
ga S
ekam
pung
10
. La
b.M
arin
ggai
11
. M
atar
am B
aru
12
. B
anda
r Sr
ibha
won
o 13
. M
elin
ting
14
. G
unun
g Pe
lindu
ng
15.
Way
Jep
ara
16.
Bra
ja S
eleb
ah
9.51
8 25
.413
28
.651
22
.136
33.2
57
22.5
98
17.2
35
17.7
48
13.4
61
31.9
00
13
.233
21
.40
6 12
.835
10
.80
0
24.5
33
10.6
11
9.25
5 25
.329
28
.50
4 21
.571
32
.60
9 22
.296
16
.860
17
.893
13
.280
31
.495
12
.987
20
.384
12
.384
10
.526
24
.057
10
.417
18.7
22
50.7
41
57.15
5 43
.70
7 65
.866
44
.894
34
.095
35
.641
26
.741
63
.395
26
.221
41
.790
25
.219
21
.326
48
.610
21
.029
102,
84
100
,33
100
,51
102,
62
101,9
9 10
1,36
102,
22
99,19
10
1,36
101,2
8 10
1,90
10
5,0
2 10
3,64
10
2,60
10
2,0
6 10
1,86
116 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
17.
Labu
hanr
atu
18.
Suka
dana
19
. B
umi A
gung
20
. Bat
angh
ari N
uban
21
. Pe
kalo
ngan
22
. R
aman
Uta
ra
23.
Purb
olin
ggo
24.
Way
Bun
gur
Jum
lah
20.0
09
31.5
36
8.35
1 20
.349
20
.966
17
.439
18
.824
10
.534
463.
362
19.3
06
30.8
06
8.28
6 19
.895
21
.112
17.11
5 18
.986
10
.30
1
455.
655
39.3
14
62.3
42
16.6
37
40.2
44
42.0
79
34.5
54
37.8
10
20.8
35
91
9.0
17
103,
64
102,
37
100
,77
102,
28
99,3
1 10
1,89
99,15
10
2,27
101,6
9 B
PS L
ampu
ng T
imur
, Lam
pung
Tim
ur D
alam
Ang
ka T
ahun
200
6, h
lm. 4
9
117Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
17.
Labu
hanr
atu
18.
Suka
dana
19
. B
umi A
gung
20
. Bat
angh
ari N
uban
21
. Pe
kalo
ngan
22
. R
aman
Uta
ra
23.
Purb
olin
ggo
24.
Way
Bun
gur
Jum
lah
20.0
09
31.5
36
8.35
1 20
.349
20
.966
17
.439
18
.824
10
.534
463.
362
19.3
06
30.8
06
8.28
6 19
.895
21
.112
17.11
5 18
.986
10
.30
1
455.
655
39.3
14
62.3
42
16.6
37
40.2
44
42.0
79
34.5
54
37.8
10
20.8
35
91
9.0
17
103,
64
102,
37
100
,77
102,
28
99,3
1 10
1,89
99,15
10
2,27
101,6
9 B
PS L
ampu
ng T
imur
, Lam
pung
Tim
ur D
alam
Ang
ka T
ahun
200
6, h
lm. 4
9
4. Kondisi Sosial Politik (a) Administrasi Pemerintahan.
Secara administrativ Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan Pusat Pemerintahan di Kota Sukadana. Pada tahap ini Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur meliputi 10 kecamatan definitif, 13 kecamatan pembantu dan 232 desa.
Selanjutnya dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintahan Nomor 46 Tahun 1999, 2 (dua) kecamatan pembantu yaitu kecamatan pembantu Margatiga dan Sekampung Udik statusnya ditingkatkan menjadi kecamatan Definitif. Dengan demikian wilayah Kabupaten Lampung Timur bertambah 2 (dua) kecamatan menjadi 12 kecamatan definitif dan 11 kecamatan pembantu serta 232 desa.
Kemudian dengan ditetapkannya Peraturan Daerah No 01 tahun 2001 dan keputusan Bupati Lampung Timur Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan 11 (sebelas) kecamatan di Wilayah Kabupaten Lampung Timur, maka kecamatan di Kabupaten Lampung timur sekarang berjumlah 23 kecamatan definitif dan 232 desa. Pada tahun 2002, dengan Keputusan Bupati Lampung Timur No. 19 tahun 2001 dan No. 06 tahun 2002 maka jumlah desa di kabupaten Lampung Timur sebanyak 232 desa definitif dan 3 desa persiapan. Data terakhir, pada tahun 2006 jumlah Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur sebanyak 24 kecamatan. Sedangkan jumlah desa sebanyak 241 desa dan 5 kelurahan.
Data administrativ pemerintahan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infra struktur administrative-pemerintahan berkembang cukup pesat, di mana dalam kurun waktu 7 tahun telah mengalami penambahan jumlah kecamatan yang pada awal berdiri Pemerintah Kabupaten tahun 1999 hanya ada 10 kecamatan definitive, pada tahun 2006 telah bertambah 14
118 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
kecamatan definitive, sehingga sekarang Lampung Timur telah memiliki 24 kecamatan, 18 desa dan 5 kelurahan.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah kecamatan, kelurahan dan desa yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur saat ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
119Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
kecamatan definitive, sehingga sekarang Lampung Timur telah memiliki 24 kecamatan, 18 desa dan 5 kelurahan.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah kecamatan, kelurahan dan desa yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur saat ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A D
ESA
/K
ELU
RA
HA
N K
AB
UP
AT
EM L
AM
PUN
G T
IMU
R M
ENU
RU
T K
ECA
MA
TA
N
Kec
amat
an/
Dis
tric
t Ib
u K
ota/
Cap
ital
B
anya
knya
/ n
umbe
r of
D
esa
Vill
age
Kel
urah
an V
illag
e Ju
mla
h T
otal
(1
) (2
) (3
) (4
) (5
) M
etro
Kib
ang
Bat
angh
ari
Seka
mpu
ng
Mar
ga T
iga
Seka
mpu
ng U
dik
Jabu
ng
Pasi
r Sa
kti
Waw
ay K
arya
M
arga
Sek
ampu
ng
Labu
han
Mar
ingg
ai
Mat
aram
Bar
u
Ban
dar
Srib
haw
ono
Mel
inti
ng
Gun
ung
Pelin
dung
W
ay J
epar
a B
raja
Sel
ebah
La
buha
nrat
u Su
kada
na
Bum
i Agu
ng
Mar
goto
to
Ban
ar J
oyo
Sum
ber
Ged
e T
anju
ng H
arap
an
Pugu
ng R
ahar
jo
Neg
ara
Bat
in
Mul
yo S
ari
Sum
berr
ejo
Peni
anga
n
Labu
han
Mar
ingg
ai
Mat
aram
Bar
u
Srib
haw
ono
Wan
a N
eger
i Agu
ng
Bra
ja s
akti
B
raja
Har
josa
ri
Labu
han
Rat
u Su
kada
na
Don
omul
yo
7 17
14
13
14
12
8 11
8 11 7 6 6 5 14
6 11
11
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 5 0
7 17
14
13
14
12
8 11
8 11 7 6 6 5 14
6 11
16
6
120 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Bat
angh
ari N
uban
Pe
kalo
ngan
R
aman
Uta
ra
Purb
olin
ggo
Way
Bun
gur
Suka
raja
Nub
an
Peka
long
an
Kot
a R
aman
T
aman
Faj
ar
Tam
bah
Subu
r
13
10
11
12
8
0
0
0
0
0
13
10
11
12
8
Jum
lah
/ T
otal
200
5 20
04
200
3 20
02
200
1
241
236
233
238
234
5 5 5 0
0
246
241
238
238
234
(BPS
Lam
pung
Tim
ur, L
ampu
ng T
imur
Dal
am A
ngka
Tah
un 2
006,
hlm
. 17)
T
abel
D
AFT
AR
PEJ
AB
AT
MU
SPID
A P
LUS
& S
EKR
ETA
RIA
T D
AER
AH
KA
BU
PAT
EN L
AM
PU
NG
TIM
UR
N
O.
NA
MA
JA
BA
TA
N
NA
MA
PEJ
AB
AT
K
ETER
AN
GA
N
I.
MU
SPID
A P
LUS
1 B
upat
i H
i. Sa
tono
,S.H
.,S.P
.
2 W
akil
Bup
ati
Nov
eris
man
Sub
ing,
S.H
.,M.M
.
3 K
etua
DPR
D
Ket
ut E
raw
an, S
.H.
4
Kap
olre
s A
KB
P D
rs.A
bdul
roch
man
Bas
o
5 K
oman
dan
Kod
im 0
411
Letk
ol R
ahm
an R
iyan
to
121Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Bat
angh
ari N
uban
Pe
kalo
ngan
R
aman
Uta
ra
Purb
olin
ggo
Way
Bun
gur
Suka
raja
Nub
an
Peka
long
an
Kot
a R
aman
T
aman
Faj
ar
Tam
bah
Subu
r
13
10
11
12
8
0
0
0
0
0
13
10
11
12
8
Jum
lah
/ T
otal
200
5 20
04
200
3 20
02
200
1
241
236
233
238
234
5 5 5 0
0
246
241
238
238
234
(BPS
Lam
pung
Tim
ur, L
ampu
ng T
imur
Dal
am A
ngka
Tah
un 2
006,
hlm
. 17)
T
abel
D
AFT
AR
PEJ
AB
AT
MU
SPID
A P
LUS
& S
EKR
ETA
RIA
T D
AER
AH
KA
BU
PAT
EN L
AM
PU
NG
TIM
UR
N
O.
NA
MA
JA
BA
TA
N
NA
MA
PEJ
AB
AT
K
ETER
AN
GA
N
I.
MU
SPID
A P
LUS
1 B
upat
i H
i. Sa
tono
,S.H
.,S.P
.
2 W
akil
Bup
ati
Nov
eris
man
Sub
ing,
S.H
.,M.M
.
3 K
etua
DPR
D
Ket
ut E
raw
an, S
.H.
4
Kap
olre
s A
KB
P D
rs.A
bdul
roch
man
Bas
o
5 K
oman
dan
Kod
im 0
411
Letk
ol R
ahm
an R
iyan
to
6 K
epal
a K
ejak
saan
Neg
eri
Jaja
Sub
agja
, S.H
.
7 K
etua
Pen
gadi
lan
Neg
eri
Kas
wan
to, S
.H.
8
Sekr
etar
is D
aera
h I W
ayan
Sut
arja
, S.H
., M
.M.
II. S
EK
RE
TA
RIA
T D
AE
RA
H
9 A
sist
en I/
Bid
. Pem
erin
taha
n
Drs
.Hi.K
asm
ir J
umli
10
A
sist
en II
/B
id.E
kuba
ng
Ir.H
i. D
joha
nsya
h,M
.M.
11
Asi
sten
III/
Bid
.Adm
inst
rasi
B
anda
rsya
h, S
.H.
12
Asi
sten
IV/
Bid
. Um
um
Hi.M
akru
f ZA
, S.S
os
13
Sekr
etar
is D
PRD
D
r.Zu
khri
Eff
endi
,SH
,MM
(Sum
ber
: BPS
Lam
pung
Tim
ur, L
ampu
ng T
imur
Dal
am A
ngka
Tah
un 2
006,
hlm
. 237
)
122 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
(b) Partai Politik dan Pertisipasi Politik Masyarakat Untuk mengetahui kondisi Sosial politik, antara lain dapat
dilihat dari kehidupan demokratisasi, keberadaan organisasi Partai Politik, partisipasi politik masyarakatnya serta keberadaan organisasi kemasyarakatan/lembaga swadaya masyarakat.
Dalam bidang kehidupan demokrasi, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur sangat menjunjung tinggi dan menghormati nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari tumbuh dan berkembangnya organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang laksana jamur di musim hujan, dengan berbagai macam platform, visi dan masinya. Dewasa ini di Lampung Timur terdapat 48 LSM dan 39 Ormas. Ormas-ormas dan LSM-LSM tersebut juga tidak mengalami kendala yang berarti untuk untuk melakukan berbagai macam aktivitas serta menyampaikan aspirasi dan pemikirannya. (Erawan, S.E., Kasi Kesbang Kantor Kesbang & Linmas Pemkab. Lampung Timur, Wawancara, tanggl .. 15 juni 2007, di Sukadana)
Untuk mengetahui peta kekuatan masing-masing organisasi politik, dapat dilihat pada susunan serta jumlah keanggotaan DPRD sebagaimana terlihat pada Tabel berikut :
123Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
(b) Partai Politik dan Pertisipasi Politik Masyarakat Untuk mengetahui kondisi Sosial politik, antara lain dapat
dilihat dari kehidupan demokratisasi, keberadaan organisasi Partai Politik, partisipasi politik masyarakatnya serta keberadaan organisasi kemasyarakatan/lembaga swadaya masyarakat.
Dalam bidang kehidupan demokrasi, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur sangat menjunjung tinggi dan menghormati nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari tumbuh dan berkembangnya organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang laksana jamur di musim hujan, dengan berbagai macam platform, visi dan masinya. Dewasa ini di Lampung Timur terdapat 48 LSM dan 39 Ormas. Ormas-ormas dan LSM-LSM tersebut juga tidak mengalami kendala yang berarti untuk untuk melakukan berbagai macam aktivitas serta menyampaikan aspirasi dan pemikirannya. (Erawan, S.E., Kasi Kesbang Kantor Kesbang & Linmas Pemkab. Lampung Timur, Wawancara, tanggl .. 15 juni 2007, di Sukadana)
Untuk mengetahui peta kekuatan masing-masing organisasi politik, dapat dilihat pada susunan serta jumlah keanggotaan DPRD sebagaimana terlihat pada Tabel berikut :
Tabel SUSUNAN KEANGGOTAAN DPRD KABUPATEN LAMPUNG TIMUR PERIODE 2005 – 2009
URAIAN JUMLAH KETARANGAN
A. SUSUNAN : 1. Ketua 2. Wakil Ketua 3. Komisi-Komisi A B C D
B. FRAKSI-FRAKSI : 1. PDIP 2. Partai GOLKAR 3. PKB 4. PKS 5. Aliansi
Kebangsaan
1 3
11 11
9 11
12 7 7 5 14
Bidang Pemerintahan Bidang Perekonomian dan Keuangan Bidang Kesejahteraan Masyarakat Bidang Pembangunan
(Sumber: BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, hlm. 20)
Data di atas menunjukkan bahwa di Kabupaten Lampung
Timur terdapat 4 (empat) organisasi partai politik besar dengan tolok ukur bahwa partai tersebut memiliki konstituen yang cukup besar dan mampu membentuk fraksi tersendiri di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Keempat partai tersebut adalah Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP), partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai-partai lain yang memiliki wakil di legislative dan kemudian berkoalisi dalam sebuah fraksi Aliansi Kebangsaan adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai
124 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Pelopor dan PPDK.
Kehidupan demokrtisasi juga dapat dilihat dari tingginya tingkat akomodasi Pemerintah Kabupaten Lampung Timur kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilihan Umum pada tahun 2004 yang lalu. Data pada Kantor Kesbang & Linmas Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa dari total jumlah penduduk yang mencapai 914.443 jiwa, 611.110 di antaranya terdaftar sebagai pemilih. (Erawan, S.E., Kasi Kesbang Kantor Kesbang & Linmas Pemkab Lampung Timur, Wawancara, tanggal 20 Nopember 2006, di Sukadana) (c) Kondisi Sosial Ekonomi
Untuk dapat mengetahui kondisi Sosial ekonomi suatu masyarakat, di antarranya dapat dilihat dari aspek jenis mata pencaharian utama masyarakatnya. Dalam konteks ini, penduduk Lampung Timur yang berjumlah 919.017 jiwa, mayoritasnya (64,95%) masih mengandalkan sector pertanian sebagai mata pencaharian atau lapangan usaha utamanya, disusul kemudian sector perdagangan (15,83%) pada urutan kedua, sector jasa (6,81%) pada urutan ketiga dan sektor industri (5,26%) pada urutan keempat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian adalah logis, sebab di samping kualitas sumuber daya manusia masyarakat Lampung Timur pada umumnya masih rendah, kondisi alamnya bergunung, berbukit, subur dan masih tersedia lahan yang cukup luas untuk bercocok tanam.
Persentase lapangan usaha utama masyarakat Lampung Timur secara lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut :
125Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Pelopor dan PPDK.
Kehidupan demokrtisasi juga dapat dilihat dari tingginya tingkat akomodasi Pemerintah Kabupaten Lampung Timur kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilihan Umum pada tahun 2004 yang lalu. Data pada Kantor Kesbang & Linmas Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa dari total jumlah penduduk yang mencapai 914.443 jiwa, 611.110 di antaranya terdaftar sebagai pemilih. (Erawan, S.E., Kasi Kesbang Kantor Kesbang & Linmas Pemkab Lampung Timur, Wawancara, tanggal 20 Nopember 2006, di Sukadana) (c) Kondisi Sosial Ekonomi
Untuk dapat mengetahui kondisi Sosial ekonomi suatu masyarakat, di antarranya dapat dilihat dari aspek jenis mata pencaharian utama masyarakatnya. Dalam konteks ini, penduduk Lampung Timur yang berjumlah 919.017 jiwa, mayoritasnya (64,95%) masih mengandalkan sector pertanian sebagai mata pencaharian atau lapangan usaha utamanya, disusul kemudian sector perdagangan (15,83%) pada urutan kedua, sector jasa (6,81%) pada urutan ketiga dan sektor industri (5,26%) pada urutan keempat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian adalah logis, sebab di samping kualitas sumuber daya manusia masyarakat Lampung Timur pada umumnya masih rendah, kondisi alamnya bergunung, berbukit, subur dan masih tersedia lahan yang cukup luas untuk bercocok tanam.
Persentase lapangan usaha utama masyarakat Lampung Timur secara lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel PERSENTASE PENDUDUK LAMPUNG TIMUR USIA 10 TAHUN KE ATASMENURUT LAPANGAN USAHA UTAMA
(BPS Lampung Timur, Lampung Timur Dalam Angka Tahun 2006, Hlm. 52)
Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Lampung Timur dapat dikategorikan sebagai masyarakat agraris, karena masih bergantung pada kondisi dan ketersediaan sumber daya alam (SDA) untuk memenuhi hajat hidupnya. Sedangkan mata pencaharian yang lebih mengandalkan kualifikasi sumber daya manuia (SDM) seperti perdagangan, jasa, industri dan lain-lain secara kuantitatif masih relatif sedikit.
Adapun masyarakat Kabupaten Lampung Timur yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) secara keseluruhan berjumlah 16.624 orang (1,80%). Data lebih lengkap tentang jumlah PNS berikut sebarannya dapat dilihat pada Tabel berikut :
Lapangan Usaha Utama
2002
2003
2004
2005
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri 4. Listrik, Gas, Air 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Transportasi & Komunikasi 8. Keuangan 9. Jasa 10. Lainnya Jumlah
69,90 0,42 6,82 0,06 2,51 11,97 2,57 0,48 5,27 - 100 %
69,90 0,42 6,82 0,06 2,51 11,97 2,57 0,48 5,27 - 100 %
73,66 0,22 5,58 0,04 2,25 10,40 2,81 0,15 4,88 - 100 %
64,95 0,46 5,26 0,04 4,35 15,83 2,02 0,18 6,81 0,09 100 %
126 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
JUM
LAH
PEG
AW
AI
NEG
ERI
SIPI
L PE
MD
A K
AB
UP
AT
EN
LAM
PU
NG
TIM
UR
MEN
UR
UT
GO
LON
GA
N P
er-
AP
RIL
200
6
No.
U
RA
IAN
G
OLO
NG
AN
JU
MLA
H
I II
II
I IV
(1
) (2
) (3
) (4
) (5
) (6
) (7
) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
Sekr
etar
iat
Dae
rah
Se
kret
aria
t D
PRD
B
adan
Pen
gaw
as D
aera
h
Bap
peda
B
aped
alda
B
adan
Pro
mos
i & In
vest
asi D
aera
h
Din
as T
anam
an P
anga
n &
Hol
tiku
ltur
a D
inas
Pet
erna
kan
Din
as P
erik
anan
dan
Kel
auta
n
Din
as P
erke
buna
n da
n K
ehut
anan
D
inas
Per
tam
bang
an d
an E
nerg
i D
inas
Per
indu
stri
an,P
erda
gang
an,K
oprs
D
inas
Kes
ehat
an
Din
as P
endi
dika
n D
asar
0
0
0
0
0
0
0
0 1 1 0
0 2 47
61
6 5 2 2 2 29
11
3 59
5 3 193
554
94
13
25
27
15
12
118
30
25
75
19
20
239
4.12
6
25
5 9 7 7 6 8 5 6 5 6 4 5 821
180
24
39
36
24
20
15
5 46
35
14
0
30
27
439
5.54
8
127Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
JUM
LAH
PEG
AW
AI
NEG
ERI
SIPI
L PE
MD
A K
AB
UP
AT
EN
LAM
PU
NG
TIM
UR
MEN
UR
UT
GO
LON
GA
N P
er-
AP
RIL
200
6
No.
U
RA
IAN
G
OLO
NG
AN
JU
MLA
H
I II
II
I IV
(1
) (2
) (3
) (4
) (5
) (6
) (7
) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
Sekr
etar
iat
Dae
rah
Se
kret
aria
t D
PRD
B
adan
Pen
gaw
as D
aera
h
Bap
peda
B
aped
alda
B
adan
Pro
mos
i & In
vest
asi D
aera
h
Din
as T
anam
an P
anga
n &
Hol
tiku
ltur
a D
inas
Pet
erna
kan
Din
as P
erik
anan
dan
Kel
auta
n
Din
as P
erke
buna
n da
n K
ehut
anan
D
inas
Per
tam
bang
an d
an E
nerg
i D
inas
Per
indu
stri
an,P
erda
gang
an,K
oprs
D
inas
Kes
ehat
an
Din
as P
endi
dika
n D
asar
0
0
0
0
0
0
0
0 1 1 0
0 2 47
61
6 5 2 2 2 29
11
3 59
5 3 193
554
94
13
25
27
15
12
118
30
25
75
19
20
239
4.12
6
25
5 9 7 7 6 8 5 6 5 6 4 5 821
180
24
39
36
24
20
15
5 46
35
14
0
30
27
439
5.54
8
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Sekr
etar
iat
KPU
D
inas
Pen
d. M
enng
ah, K
jrua
n &
Tin
ggi
Rum
ah S
akit
Dae
rah
Suka
dana
1 1 0
0
0
0 1 5 0
0
0
0
1 143
41
4 3 12
39
94
15
6 4 14
6 863
19
12
18
21
33
34
24
19
10
15
0
163 3 4 5 4 4 6 7 2 2 1
8 1.1
70
63
20
26
37
77
139
46
27
16
30
Ju
mla
h 59
1.3
11
5.91
2 1.1
20
8.40
2
128 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4. K
ehid
upan
Um
at B
erag
ama
a. J
umla
h um
at b
erag
ama.
D
alam
hal
keh
idup
an u
mat
ber
agam
a, m
asya
raka
t La
mpu
ng T
imur
ter
mas
uk m
asya
raka
t ya
ng
hete
roge
n, s
ebab
dar
i tot
al p
endu
duk
Lam
pung
Tim
ur y
ang
berj
umla
h 91
9.0
17 ji
wa
seca
ra k
esel
uruh
an
terc
atat
seb
agai
pen
ganu
t sa
lah
satu
dar
i 5 (l
ima)
aga
ma
yang
ada
yai
tu :
Isla
m, H
indu
, Kri
sten
, Kat
olik
, da
n B
udha
, seb
agai
man
a da
pat
dilih
at p
ada
Tab
el b
erik
ut :
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A U
MA
T B
ERA
GA
MA
MEN
UR
UT
KEC
AM
AT
AN
DI
KA
BU
PA
TEN
LA
MP
UN
G T
IMU
R
Kec
amat
an
Is
lam
Kat
olik
Prot
esta
n
Hin
du
B
udha
Lain
nya
Ju
mla
h
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1. M
etro
Kib
ang
2.
Bat
angh
ari
3.
Seka
mpu
ng
4.
Mar
ga T
iga
5.
Seka
mpu
ng U
dik
6.
Jabu
ng
7.
Waw
ay K
arya
8.
Pa
sir
Sakt
i
1857
5 49
194
5592
7 41
794
5778
7 69
493
3345
7 31
959
32
1054
72
0
168
573
321
292
239
165
347
294
567
2837
55
9 38
2 87
7
0
40
72
1 16
1 4
425
1 16
5 1
376
914
0
106
136 8 230
58
12
6 83
0 1 7 9 14
39
7 23
18 7
72
50 7
41
57 1
55
43 7
07
65 8
66
71 6
35
3 5 6
41
34 0
95
129Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4. K
ehid
upan
Um
at B
erag
ama
a. J
umla
h um
at b
erag
ama.
D
alam
hal
keh
idup
an u
mat
ber
agam
a, m
asya
raka
t La
mpu
ng T
imur
ter
mas
uk m
asya
raka
t ya
ng
hete
roge
n, s
ebab
dar
i tot
al p
endu
duk
Lam
pung
Tim
ur y
ang
berj
umla
h 91
9.0
17 ji
wa
seca
ra k
esel
uruh
an
terc
atat
seb
agai
pen
ganu
t sa
lah
satu
dar
i 5 (l
ima)
aga
ma
yang
ada
yai
tu :
Isla
m, H
indu
, Kri
sten
, Kat
olik
, da
n B
udha
, seb
agai
man
a da
pat
dilih
at p
ada
Tab
el b
erik
ut :
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A U
MA
T B
ERA
GA
MA
MEN
UR
UT
KEC
AM
AT
AN
DI
KA
BU
PA
TEN
LA
MP
UN
G T
IMU
R
Kec
amat
an
Is
lam
Kat
olik
Prot
esta
n
Hin
du
B
udha
Lain
nya
Ju
mla
h
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1. M
etro
Kib
ang
2.
Bat
angh
ari
3.
Seka
mpu
ng
4.
Mar
ga T
iga
5.
Seka
mpu
ng U
dik
6.
Jabu
ng
7.
Waw
ay K
arya
8.
Pa
sir
Sakt
i
1857
5 49
194
5592
7 41
794
5778
7 69
493
3345
7 31
959
32
1054
72
0
168
573
321
292
239
165
347
294
567
2837
55
9 38
2 87
7
0
40
72
1 16
1 4
425
1 16
5 1
376
914
0
106
136 8 230
58
12
6 83
0 1 7 9 14
39
7 23
18 7
72
50 7
41
57 1
55
43 7
07
65 8
66
71 6
35
35 6
41
34 0
95
9.
Labu
han
Mar
ingg
ai
10.
Gun
ung
Pelin
dung
11
. M
elin
ting
12
. M
atar
am B
aru
13
. B
anda
rSri
bhaw
ono
14.
Way
Jep
ara
15.
Bra
ja S
eleb
ah
16.
Labu
han
Rat
u 17
. Su
kada
na
18.
Bum
i Agu
ng
19.
Bat
angh
ari N
uban
20
. Pek
alon
gan
21
. R
aman
Uta
ra
22.
Purb
olin
ggo
23.
Way
Bun
gur
6130
2
2073
3 24
939
250
53
4037
4
4692
4 19
621
380
70
6124
5 16
134
3875
3
4038
6 31
139
3723
1 20
593
310
132 71
180
29
2 56
7 37
5 20
3 24
4 13
6 63
5 10
40
248
322
140
564
286
179
453
776
637
107
620
32
7 18
4 55
9 38
5 69
22
7 89
1 0
29
86
10
53
67
423
925
382
514
181
61
13
3 0
51
3 7
156 89
17
481
278 39
0
35
9 0
236
255
47
13
4
35 0 3 1 2 19
1 4 2 1 1 0 1 14
2
63 3
95
21
326
25
219
26
221
41
790
48 6
10
21 0
29
39 3
14
62 3
42
16 6
37
40 2
44
42 0
79
34 5
54
37 8
10
20 8
35
Jum
lah
880
.686
8.
294
11.4
89
15.9
58
2.40
4 18
6 91
9.0
17
(BPS
La
mpu
ng
Tim
ur,
Lam
pung
T
imur
D
alam
A
ngka
T
ahun
20
06,
hlm
. 89
)
130 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sebagaimana komposisi penduduk di kabupaten-kebupaten lain di provinsi Lampung pada umumnya, mayoritas masyarakat Lampung Timur menganut agama Islam. Sumber BPS Lampung Timur menunjukkan urutan agama-agama dari segi jumlah penganutnya adalah sebagai berikut : a. Umat Islam mencapai 880.686 (95,81 %); b. Umat Hindu 15..958 (1,72 %) ,; c. Umat Kristen/Protestan 11.489 (1,24 %); d. Umat Katolik 8.924 (0,96 %); e. Umat Budha 2.404 (0,25 %); dan f. Linnya 186 (0,02 %). b. Aktivitas keagamaan
Aktivitas keagamaan umat beragama di Kabupaten Lampung Timur secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : a. aktivitas ritual/peribadatan;
Aktivitas ritual–peribadatan yang sifatnya personal seperti salat/sembahyang, puasa, pembacaan kitab-kitab suci dan lain sebagainya biasanya dilaksanakan di rumah kediaman masing-masing umat. Sedang aktivitas ritual-peribadatan yang sifatnya kolektif atau berjamaah seperti salat Jumat, salat berjamaah, salat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, misa kebaktian dan lain sebagainya biasanya dilaksanakan di rumah-rumah ibadah seperti masjid, musalla, gereja, pura dan vihara. Mereka dapat melaksanakan ajaran agama baik yang sifatnya personal maupun kolektif sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing, tanpa ada pihak atau kelompok lain yang menghalang-halangi ataupun mengganggu.
Dengan demikian, maka keberadaan sarana peribadatan seperti masjid, gereja, pura, dan vihara dapat dijadikan salah satu tolok ukur keberagamaan suatu masyarakat. Berkenaan dengan keberadaan sarana peribadatan di Lampung Timur, dapat dilihat pada Tabel berikut :
131Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sebagaimana komposisi penduduk di kabupaten-kebupaten lain di provinsi Lampung pada umumnya, mayoritas masyarakat Lampung Timur menganut agama Islam. Sumber BPS Lampung Timur menunjukkan urutan agama-agama dari segi jumlah penganutnya adalah sebagai berikut : a. Umat Islam mencapai 880.686 (95,81 %); b. Umat Hindu 15..958 (1,72 %) ,; c. Umat Kristen/Protestan 11.489 (1,24 %); d. Umat Katolik 8.924 (0,96 %); e. Umat Budha 2.404 (0,25 %); dan f. Linnya 186 (0,02 %). b. Aktivitas keagamaan
Aktivitas keagamaan umat beragama di Kabupaten Lampung Timur secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : a. aktivitas ritual/peribadatan;
Aktivitas ritual–peribadatan yang sifatnya personal seperti salat/sembahyang, puasa, pembacaan kitab-kitab suci dan lain sebagainya biasanya dilaksanakan di rumah kediaman masing-masing umat. Sedang aktivitas ritual-peribadatan yang sifatnya kolektif atau berjamaah seperti salat Jumat, salat berjamaah, salat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, misa kebaktian dan lain sebagainya biasanya dilaksanakan di rumah-rumah ibadah seperti masjid, musalla, gereja, pura dan vihara. Mereka dapat melaksanakan ajaran agama baik yang sifatnya personal maupun kolektif sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing-masing, tanpa ada pihak atau kelompok lain yang menghalang-halangi ataupun mengganggu.
Dengan demikian, maka keberadaan sarana peribadatan seperti masjid, gereja, pura, dan vihara dapat dijadikan salah satu tolok ukur keberagamaan suatu masyarakat. Berkenaan dengan keberadaan sarana peribadatan di Lampung Timur, dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tab
el
JUM
LAH
SA
RA
NA
PER
IBA
DA
TA
N U
MA
T B
ERA
GA
MA
KA
BU
PA
TEN
LA
MPU
NG
TIM
UR
TA
HU
N 2
006
Kec
amat
an
Mas
jid
Ger
eja
Kat
olik
G
erej
a Pr
otes
tan
Pura
V
ihar
a
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Met
ro K
iban
g B
atan
ghar
i Se
kam
pung
M
arga
Tig
a Se
kam
pung
Udi
k Ja
bung
1)
Pasi
r Sa
kti
Waw
ay K
arya
M
arga
Sek
ampu
ng
Labu
han
Mar
ingg
ai
Mat
aram
Bar
u
Ban
dar
Srib
haw
ono
Mel
inti
ng
Gun
ung
Pelin
dung
W
ay J
epar
a B
raja
Sel
ebah
21
57
40
79
72
94
56
43
- 60
41
32
34
35
66
25
2 - 2 3 - 4 - 11 - 1 4 2 4 2 3 5
- 6 1 4 21
7 - - - 5 2 5 - 2 3 -
- - - - 9 4 - 8 - - - - - - - 5
- 1 - - 3 1 - 3 - - 3 3 - --
- -
132 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Labu
hanr
atu
Suka
dana
B
umi A
gung
B
atan
ghar
i Nub
an
Peka
long
an
Ram
an U
tara
Pu
rbol
ingg
o W
ay B
ungu
r
90
77
25
31
66
50
42
35
3 2 1 1 2 2 1 -
4 - 1 3 3 - 2 2
4 1 1 - - 13
- -
1 - - 4 1 1 - - JU
MLA
H
1.171
55
71
45
21
(B
PS L
ampu
ng T
imur
, Lam
pung
Tim
ur D
alam
Ang
ka T
ahun
200
6, h
lm. 9
0)
133Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Labu
hanr
atu
Suka
dana
B
umi A
gung
B
atan
ghar
i Nub
an
Peka
long
an
Ram
an U
tara
Pu
rbol
ingg
o W
ay B
ungu
r
90
77
25
31
66
50
42
35
3 2 1 1 2 2 1 -
4 - 1 3 3 - 2 2
4 1 1 - - 13
- -
1 - - 4 1 1 - - JU
MLA
H
1.171
55
71
45
21
(B
PS L
ampu
ng T
imur
, Lam
pung
Tim
ur D
alam
Ang
ka T
ahun
200
6, h
lm. 9
0)
b. aktivitas seremonial/upacara keagamaan; dan Adapun yang dimaksud dengan aktivitas seremonial
keagamaan adalah upacara-upacara yang bernuansa keagmaan tetapi tidak termasuk kategori ibadah, seperti upacara peringatan hari-hari besar keagamaan (Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Natal, Hari Raya Paskah, Hari Raya Nyepi, Galungan, Kuningan dan lain sebagainya), resepsi perkawinan, khitanan dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya, pada saat hari raya kagamaan umat beragama biasanya saling mengunjungi di antara sanak famili, sahabat-karib dan handa-taulan untuk saling mengungkapkan kegembiraan serta saling maaf memaafkan. Bahkan untuk aktivitas seremonial keagamaan seperti ini terkadang yang ikut merayakan tidak terbatas hanya satu umat agama saja, melainkan juga dapat diikuti oleh umat lintas agama. c. Aktivitas Sosial Keagamaan
Aktivitas sosial keagamaan yang dilaksanakan oleh umat beragama Kabupaten Lampung Timur antara lain meliputi pendidikan keagamaan, dakwah keagamaan, pemberian santunan kepada masyarakat yang kurang mampu atau fakir miskin, bakti Sosial dan lain sebagainya.
1) Pendidikan keagamaan, baik yang dikelola oleh pemerintah
atau para tokoh agama atau lembaga-lembaga keagamaan, bisanya memiliki spesifikasi tertentu. Pendidikan keagamaan tersebut di samping bertujuan untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa pada umumnya, namun focus serta titik tekannya adalah untuk memperdalam ilmu keagamaan serta untuk membina moralitas anak didiknya. Sebagai contoh, untuk umat Islam dikenal lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) atau Taman Kanak-Kanak, Madrasah dengan beberapa jenjang/tingkatan yang ada (tingkat Ibtidaiyah/SD, Tsanawiyah/SLTP dan Aliyah/SLTA), Pondok
134 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pesantren dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut ada yang dikelola oleh pemerintah (negeri) dan ada pula yang dikelola oleh masyarakat (swasta).
Untuk mengetahui keberadaan lembaga pendidikan
keagamaan di lingkungan umat Islam Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel berikut :
135Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pesantren dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut ada yang dikelola oleh pemerintah (negeri) dan ada pula yang dikelola oleh masyarakat (swasta).
Untuk mengetahui keberadaan lembaga pendidikan
keagamaan di lingkungan umat Islam Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A
SEK
OLA
H,
KEL
AS,
G
UR
U
DA
N
MU
RID
D
I LI
NG
KU
NG
AN
D
EPA
RT
EMEN
A
GA
MA
LA
MP
UN
G T
IMU
R T
AH
UN
200
6
Jeni
s Se
kola
h/Sc
hool
Typ
e Se
kola
/
Scho
ols
Kel
as/
C
lass
es
Gur
u/
Tea
cher
s M
urid
/Pu
pils
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1. R
A S
was
ta/
Pri
vate
Isla
mic
Pre
-Ele
men
tary
Sch
ool
2. M
I Neg
eri/
Sta
te Is
lam
ic E
lem
enta
ry S
choo
l 3.
MI S
was
ta/
Pri
vate
Isla
mic
Ele
men
tary
Sch
ool
4. M
Ts
Neg
eri/
Sta
te Is
lam
ic J
unio
r H
igh
Scho
ol
5. M
Ts
Swas
ta/
Pri
vate
Isla
mic
Jun
ior
Hig
h Sc
hool
6.
MA
Neg
eri/
Sta
te Is
lam
ic S
enio
r H
igh
Scho
ol
7. M
A S
was
ta/
Pri
vate
Isla
mic
Sen
ior
Hig
h Sc
hool
8.
Mad
rasy
ah D
inia
h/ P
riva
te Is
lam
ic E
lem
enta
ry S
choo
l 9.
Pon
dok
Pesa
ntre
n/ Is
lam
ic S
choo
l
47
4 93
2 69
1 23
35
77
94
24
558
36
315
16
87
111
254
132
45
651
79
1282
49
44
2 29
4 76
2
1365
86
7 10
084
11
17
1256
1 67
3 27
76
3690
95
75
(BPS
Lam
pung
Tim
ur, L
ampu
ng T
imur
Dal
am A
ngka
Tah
un 2
006,
hlm
. 65)
136 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sedangkan aktivitas pendidikan keagamaan untuk umat selain Islam, hingga kini belum dilaksanakan melalui lembaga kependidikan formal yang dikelola secara khusus seperti halnya madrasah atau pondok pesantren dalam Islam, melainkan hanya dilaksanakan di rumah tempat tinggal biasa atau di rumah ibadah. Bagi sebagian umat Krsiten, Katolik, dan Hindu, pendidikan keagamaan juga dilaksanakan sekolah-sekolah formal seperti SD, SMP dan SMA manakala jumlah siswa, tenaga pengajar, sarana dan prasarananya memang memadai. Jika tidak, maka bagi kalangan umat Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, dikenal istilah “Sekolah Minggu”, yakni pemberian pendidikan keagamaan kepada anak didik/generasi muda umat beragama masing-masing.
Pendidikan keagamaan pada umumnya di Kabupaten Lampung Timur, selain diselenggarakan pada lembaga kependidikan khusus seperti madrasah dan pondok pesantren, juga diselenggarakan pada lembaga pendidikan formal yang umum seperti SD, SMP dan SMA, yang sebagian tenaga pengajar/ gurunya juga disiapkan oleh Pemerintah. Data kekuatan guru yang diangkat oleh Pemerintah di lingkungan Departemen Agama Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel KEKUATAN GURU DI LINGKUNGAN KANTOR DEPARTEMEN AGAMA LAMPUNG TIMUR BERDASARKAN AGAMA Kondisi Per 31 Agustus 2006
No. Satuan Kerja Islam Kristen Katolik Hindu Budha Jumlah
Kandepag Lamtim 209 1 1 2 4 217
(Sumber: Kanwil Depag, Data Keagamaan Provinsi Lampung Tahun 2006, hlm. 57)
137Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sedangkan aktivitas pendidikan keagamaan untuk umat selain Islam, hingga kini belum dilaksanakan melalui lembaga kependidikan formal yang dikelola secara khusus seperti halnya madrasah atau pondok pesantren dalam Islam, melainkan hanya dilaksanakan di rumah tempat tinggal biasa atau di rumah ibadah. Bagi sebagian umat Krsiten, Katolik, dan Hindu, pendidikan keagamaan juga dilaksanakan sekolah-sekolah formal seperti SD, SMP dan SMA manakala jumlah siswa, tenaga pengajar, sarana dan prasarananya memang memadai. Jika tidak, maka bagi kalangan umat Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, dikenal istilah “Sekolah Minggu”, yakni pemberian pendidikan keagamaan kepada anak didik/generasi muda umat beragama masing-masing.
Pendidikan keagamaan pada umumnya di Kabupaten Lampung Timur, selain diselenggarakan pada lembaga kependidikan khusus seperti madrasah dan pondok pesantren, juga diselenggarakan pada lembaga pendidikan formal yang umum seperti SD, SMP dan SMA, yang sebagian tenaga pengajar/ gurunya juga disiapkan oleh Pemerintah. Data kekuatan guru yang diangkat oleh Pemerintah di lingkungan Departemen Agama Lampung Timur dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel KEKUATAN GURU DI LINGKUNGAN KANTOR DEPARTEMEN AGAMA LAMPUNG TIMUR BERDASARKAN AGAMA Kondisi Per 31 Agustus 2006
No. Satuan Kerja Islam Kristen Katolik Hindu Budha Jumlah
Kandepag Lamtim 209 1 1 2 4 217
(Sumber: Kanwil Depag, Data Keagamaan Provinsi Lampung Tahun 2006, hlm. 57)
2) Aktivitas Dakwah keagamaan. Kegiatan dakwah keagamaan adalah kegiatan yang
dimaksudkan untuk menyiarkan dan memberikan pemahaman yang sebenarnya tentang ajaran-ajaran agama tertentu di kalangan umatnya. Kegiatan dakwah keagamaan ini ada yang dilaksanakan oleh individu tokoh agama tertentu secara personal, dan ada pula yang dikelola oleh lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majlis Taklim, RISMA, PGI, PHDI, Paroki, Walubi/MBI dan sebagainya. Waktu palaksanaannya biasanya bersamaan dengan peringatan hari-hari besar keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi, Israk Mikraj, Natalan, Galungan dan sebagainya. Akan tetapi terkadang ada juga kegiatan dakwah yang terjadwal secara periodik atau dikemas secara khusus dengan istilah Tabligh Akbar. Tabel JUMLAH LEMBAGA DAKWAH, MAJELIS TAKLIM, RISMA, MUBALIGH, DAN ULAMA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
No. Unit Kerja Lembaga Dakwah
Majelis Taklim
Risma Mubaligh Khotib Ulama
Kandepag Kab. Lampung Timur
7
294
40
15
693
160
(Sumber: Kanwil Depag, Data Keagamaan Provinsi Lampung Tahun 2006, hlm. 19).
138 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel JUMLAH PENYULUH AGAMA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2004 (Kondisi per 31 Agustus 2006)
No Agama Kualifikasi
Muda Madya Utama Jumlah
1 Islam 78 18 - 96
2 Kristen 6 - - 6
3 Katolik 2 - - 2
4 Hindu 4 1 - 5
5 Budha 3 2 1 6
Jumlah 93 21 1 116
(Sumber: Kanwil Depag, Data Keagamaan Provinsi Lampung Tahun 2006, hlm. 20)
3) Pemberian bantuan Sosial.
Pemberian bantuan Sosial atau santunan yang bernuansa keagamaan dilaksakan sebagai bentuk kepedulian umat beragama kepada pihak-pihak yang memerlukannya sperti kelompok fakir miskin atau yatim piatu dan lain sebagainya. Betuknya dapat berupa : a. pemberian sembako kepada masyarakat yang kurang mampu; b. pemberian beasiswa / peralatan pendidikan; c. khitanan massal; d. mendirikan/membangun fasilitas peribadatan/pendidikan
seperti masjid, musalla, gereja, pura, vihara, madrasah dan lain sebagainya.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk kegiatan amal
tersebut, di antaranya ialah : zakat, infak, sedekah, korban, amal dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut biasanya diselenggarakan bersamaan dengan peringatan hari-hari besar keagamaan seperti
139Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel JUMLAH PENYULUH AGAMA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2004 (Kondisi per 31 Agustus 2006)
No Agama Kualifikasi
Muda Madya Utama Jumlah
1 Islam 78 18 - 96
2 Kristen 6 - - 6
3 Katolik 2 - - 2
4 Hindu 4 1 - 5
5 Budha 3 2 1 6
Jumlah 93 21 1 116
(Sumber: Kanwil Depag, Data Keagamaan Provinsi Lampung Tahun 2006, hlm. 20)
3) Pemberian bantuan Sosial.
Pemberian bantuan Sosial atau santunan yang bernuansa keagamaan dilaksakan sebagai bentuk kepedulian umat beragama kepada pihak-pihak yang memerlukannya sperti kelompok fakir miskin atau yatim piatu dan lain sebagainya. Betuknya dapat berupa : a. pemberian sembako kepada masyarakat yang kurang mampu; b. pemberian beasiswa / peralatan pendidikan; c. khitanan massal; d. mendirikan/membangun fasilitas peribadatan/pendidikan
seperti masjid, musalla, gereja, pura, vihara, madrasah dan lain sebagainya.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk kegiatan amal
tersebut, di antaranya ialah : zakat, infak, sedekah, korban, amal dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut biasanya diselenggarakan bersamaan dengan peringatan hari-hari besar keagamaan seperti
hari raya Idul Fitri, Idul Kurban, Natalan/Tahun Baru, Waysak, Galungan/Kuningan dan lain sebagainya. E. Kabupaten Lampung Barat 1. Geografis dan Demografis
Kabupaten Lampung Barat adalah salah satu kabupaten dari sepuluh daerah kabupaten dan kota yang berada di Propinsi Lampung. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 1991 tertanggal 16 Juli 1991 dan secara formal disyahkan keberadaannya sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 16 Agustus 1991. Wilayah kabupaten ini terbentang seluas 4950,40 Km atau 13,99% dari luas wilayah Propinsi Lampung. Secara geografis memang dari sisi wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki bentangan wilayah yang sangat luas untuk ukuran sebuah kabupaten. Posisi Kabupaten Lampung Barat berbatasan dengan empat kabupaten lain dan dengan Selat Sunda, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tanggamus, serta sebelah selatan berbatasan dengan Laut Indonesia dan Selat Sunda.
Wilayah Kabupaten Lampung Barat terletak pada koordinat 40 47’ 16” - 50 56’ 42” Lintang Selatan dan 1030 35’ 8” - 1040 33’ 8” Bujur Timur. Sacara topografi Kabupaten ini dibagi menjadi tiga unit topografi yakni : dataran rendah dengan ketinggian 0 – 600 meter di atas permukaan laut, daerah berbukit dengan ketinggian 600–1000 meter dari permukaan laut, dan daerah pegunungan dengan ketinggian 1000–2000 meter dari permukaan laut. Sebagian besar wilayah Lampung Barat terdiri dari perbukitan dan pegunungan dan sebagian lainnya merupakan dataran rendah yang berada dipinggiran pantai. Maka menurut Oldeman Irsal L. Darwis (1979, Akibat pengaruh dari rantai Pegunungan Bukit Barisan, maka Lampung Barat memiliki 2 (dua) zone iklim yaitu
140 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
zone A yang terdapat dibagian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan jumlah bulan basah + 9 bulan, termasuk Krui dan Bintuhan Bengkulu, dan zone B yang terdapat dibagian Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Berdasarkan data statistik tahun 2004, jumlah penduduk Lampung Barat adalah 383.736 orang yang mendiami 14 wilayah kecamatan yaitu : Kecamatan Pesisir Selatan, Bengkunat, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara Lemong, Balik Bukit, Sukau, Belalau, Sekincau, Suoh, Batu Brak, Sumber Jaya dan Way Tenong. Dengan jumlah penduduk 383.736 orang, maka rata-rata kepadatan penduduk/Km2 di Lampung Barat adalah 77,52/Km2. Ini terutama disebabkan karena sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah hutan lindung, terutama yang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Konsentrasi penduduk terbesar berada di Kecamatan Sumber Jaya dalam jumlah 46.516 orang dengan luas areal 356,45/Km2. Diikuti oleh Kecamatan Bengkunat dengan luas areal terbesar (1.400,81 Km2). Padatnya penduduk dikedua kecamatan ini disebabkan besarnya potensi pertanian maupun pelabuhan yang ada. Sedangkan kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Pesisir Tengah yaitu 282,21 jiwa/Km2.
Tabel LUAS WILAYAH KECAMATAN BALIK BUKIT DIRINCI PER DESA (Dalam Ha)
No. Pekon/Kelurahan Sawah Bukan Sawah Jumlah 1. 2. 3. 4.
1. Kubu Perahu 40 3,452 3,492
2. Way Empulau Ulu 300 2,362 2,662
3. Wates 65 1,407 1,472
4. Padang Dalom 56 1,718 1,774
5. Gunung sugih 29 854 883
6. Sebarus 79 1,920 1,999
141Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
zone A yang terdapat dibagian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan jumlah bulan basah + 9 bulan, termasuk Krui dan Bintuhan Bengkulu, dan zone B yang terdapat dibagian Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Berdasarkan data statistik tahun 2004, jumlah penduduk Lampung Barat adalah 383.736 orang yang mendiami 14 wilayah kecamatan yaitu : Kecamatan Pesisir Selatan, Bengkunat, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara Lemong, Balik Bukit, Sukau, Belalau, Sekincau, Suoh, Batu Brak, Sumber Jaya dan Way Tenong. Dengan jumlah penduduk 383.736 orang, maka rata-rata kepadatan penduduk/Km2 di Lampung Barat adalah 77,52/Km2. Ini terutama disebabkan karena sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah hutan lindung, terutama yang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Konsentrasi penduduk terbesar berada di Kecamatan Sumber Jaya dalam jumlah 46.516 orang dengan luas areal 356,45/Km2. Diikuti oleh Kecamatan Bengkunat dengan luas areal terbesar (1.400,81 Km2). Padatnya penduduk dikedua kecamatan ini disebabkan besarnya potensi pertanian maupun pelabuhan yang ada. Sedangkan kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Pesisir Tengah yaitu 282,21 jiwa/Km2.
Tabel LUAS WILAYAH KECAMATAN BALIK BUKIT DIRINCI PER DESA (Dalam Ha)
No. Pekon/Kelurahan Sawah Bukan Sawah Jumlah 1. 2. 3. 4.
1. Kubu Perahu 40 3,452 3,492
2. Way Empulau Ulu 300 2,362 2,662
3. Wates 65 1,407 1,472
4. Padang Dalom 56 1,718 1,774
5. Gunung sugih 29 854 883
6. Sebarus 79 1,920 1,999
7. Pasar Liwa 36 2,261 2,297
8. Way Mengaku 75 2,045 2,120
9. Padang Cahya 45 2,352 2,397
10. Sukarame 30 1,897 1,927
11. Bahway 150 4,623 4,773
Jumlah 905 24,891 25,796
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk
Beberapa indikator perekonomian menunjukkan bahwa secara umum perekonomian masyarakat (penduduk) Lampung Barat masih tertinggal, sekalipun potensi yang ada masih memberi harapan untuk mengalami perkembangan. Perputaran keuangan hanya berpusat pada beberapa wilayah seperti Pasar Krui, Pajar Bulan, Pasar Liwa dan Sekincau. Pada beberapa wilayah tersebut sudah terdapat sarana yang bisa mendukung berjalannya arus perekonomian seperti Pasar Permanen, Bank dan Koperasi sebagai pusat transaksi perputaran keuangan antara pedagang dan pembeli serta Bank dan Koperasi sebagai institusi tempat menyimpan dan meminjamkan modal kepada para pelaku ekonomi.
142 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el .
Jum
lah
Rum
ah T
angg
a, P
endu
duk
dan
Rat
a-ra
ta A
nggo
ta R
umah
Tan
gga
men
urut
Kec
amat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kec
amat
an
Jum
lah
Rum
ah T
angg
a Ju
mla
h Pe
ndud
uk
Rat
a-ra
ta A
nggo
ta R
umah
Tan
gga
(1)
(2)
(3)
(4)
Pesi
sir
Sela
tan
3.96
3 19
.973
5.
04
Ben
gkun
at
9.43
8 43
.173
4.57
Pe
sisi
r T
enga
h 5.
782
31.0
46
5.37
Kar
ya P
engg
awa
2.35
4 13
.885
5.
90
Pesi
sir
Uta
ra
1.083
9.
805
5.44
Lem
ong
3.0
72
13.8
59
4.51
Bal
ik B
ukit
7.
376
31.0
32
4.21
Suka
u 5.
452
24.3
21
4.46
Bel
alau
6.
141
24.9
46
4.0
6 Su
oh
9.42
4 33
.928
3.
60
Seki
ncau
9.
222
39.5
49
4.29
Bat
u B
rak
2.57
8 12
.811
4.
97
Sum
ber
Jaya
11
.761
46
.516
3.
96
Way
Ten
ong
9.0
66
38.8
92
4.29
Jum
lah
87.4
32
383.
736
4.39
Sum
ber
: BPS
, 20
07
143Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el .
Jum
lah
Rum
ah T
angg
a, P
endu
duk
dan
Rat
a-ra
ta A
nggo
ta R
umah
Tan
gga
men
urut
Kec
amat
an
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
Kec
amat
an
Jum
lah
Rum
ah T
angg
a Ju
mla
h Pe
ndud
uk
Rat
a-ra
ta A
nggo
ta R
umah
Tan
gga
(1)
(2)
(3)
(4)
Pesi
sir
Sela
tan
3.96
3 19
.973
5.
04
Ben
gkun
at
9.43
8 43
.173
4.57
Pe
sisi
r T
enga
h 5.
782
31.0
46
5.37
Kar
ya P
engg
awa
2.35
4 13
.885
5.
90
Pesi
sir
Uta
ra
1.083
9.
805
5.44
Lem
ong
3.0
72
13.8
59
4.51
Bal
ik B
ukit
7.
376
31.0
32
4.21
Suka
u 5.
452
24.3
21
4.46
Bel
alau
6.
141
24.9
46
4.0
6 Su
oh
9.42
4 33
.928
3.
60
Seki
ncau
9.
222
39.5
49
4.29
Bat
u B
rak
2.57
8 12
.811
4.
97
Sum
ber
Jaya
11
.761
46
.516
3.
96
Way
Ten
ong
9.0
66
38.8
92
4.29
Jum
lah
87.4
32
383.
736
4.39
Sum
ber
: BPS
, 20
07
Tab
el 4
. Jum
lah
Pasa
r da
n Pe
rtok
oan
Per
Kec
amat
an K
abup
aten
Lam
pung
Bar
at t
ahun
20
07
Kec
amat
an
Pasa
r Pe
rtok
oan
Perm
anen
Pe
rtok
oan
Sem
i Per
man
en
(1)
(2)
(3)
(4)
Pesi
sir
Sela
tan
1
0
0
Ben
gkun
at
1 0
0
Pe
sisi
r T
enga
h
1 49
6
Kar
ya P
engg
awa
0
0
0
Pesi
sir
Uta
ra
0
0
0
Lem
ong
0
0
0
Bal
ik B
ukit
1
28
108
Suka
u 2
24
80
Bel
alau
1
20
145
Suoh
3
58
108
Seki
ncau
1
10
0
Bat
u B
rak
0
0
0
Sum
ber
Jaya
2
44
215
Way
Ten
ong
1 4
0
Jum
lah
14
237
662
Sum
ber
: Din
as p
asar
Kab
upat
en L
ampu
ng B
arat
, 20
07
144 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran utama terhadap perkembangan ekonomi penduduk di Kabupaten ini 91.6% pendudukan usia 10 tahun keatas mengadalkan pertanian sebagai sumber penghasilan. Berbagai jenis sayuran dihasilkan oleh para petani seperti cabe, kol, labu siam, terong dan aneka sayuran lainnya.
Selain sayur mayur Lampung Barat juga dikenal dengan hasil perkebunannya, etrutama kopi. Namun harga kopi yang sangat fluktuatif, bahkan cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir sangat tidak menguntungkan bagi perekonomian masyarakat kabupaten ini, karena hampir 50% penduduk asli maupun pendatang adalah petani kopi. Hal ini ditunjukkan pula oleh turunnya prosentase sub sektor perkebunan pada RDRBL (Produk Domestik Regional Bruto), dimana tahun 2001 kebawah(presentase sub sektor ini diatas 35% bahkan pada tahun 1998 mencapai 50% dan terus mengalami penurunan hingga kini menjadi 27.87% (tahun 2004).
Disamping dari hasil kopi, sebagian penduduk Lampung Barat (terutama yang tinggal di daerah Krui dan sekitarnya) mengandalkan hasil hutan damar sebagai tumpuan perekonomiannya, dibandingkan dengan kopi, damar memiliki kesetabilan harga yang menggembirakan, dan harganyapun relatif baik, karena komoditas ini menjadi andalah eksport. Disamping damar, perekonomian penduduk yang mendiami daerah Pesisir Pantai di topang oleh hasil kelapa yang kualitasnya sangat baik sehingga digemari oleh konsumen luar daerah. Akan tetapi karena tanaman yang mayoritas sudah cukup tua, maka produksinya sudah tidak lagi maksimal.
Sedangkan sektor industri agaknya belum banyak ditekuni sehingga juga bellum memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian penduduk. Dari data yang ada tergambar bahwa industri yang ada masih terbatas pada industri kecil berkala rumah tangga, yang berjumlah 106 buah unit usaha, dan belum
145Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran utama terhadap perkembangan ekonomi penduduk di Kabupaten ini 91.6% pendudukan usia 10 tahun keatas mengadalkan pertanian sebagai sumber penghasilan. Berbagai jenis sayuran dihasilkan oleh para petani seperti cabe, kol, labu siam, terong dan aneka sayuran lainnya.
Selain sayur mayur Lampung Barat juga dikenal dengan hasil perkebunannya, etrutama kopi. Namun harga kopi yang sangat fluktuatif, bahkan cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir sangat tidak menguntungkan bagi perekonomian masyarakat kabupaten ini, karena hampir 50% penduduk asli maupun pendatang adalah petani kopi. Hal ini ditunjukkan pula oleh turunnya prosentase sub sektor perkebunan pada RDRBL (Produk Domestik Regional Bruto), dimana tahun 2001 kebawah(presentase sub sektor ini diatas 35% bahkan pada tahun 1998 mencapai 50% dan terus mengalami penurunan hingga kini menjadi 27.87% (tahun 2004).
Disamping dari hasil kopi, sebagian penduduk Lampung Barat (terutama yang tinggal di daerah Krui dan sekitarnya) mengandalkan hasil hutan damar sebagai tumpuan perekonomiannya, dibandingkan dengan kopi, damar memiliki kesetabilan harga yang menggembirakan, dan harganyapun relatif baik, karena komoditas ini menjadi andalah eksport. Disamping damar, perekonomian penduduk yang mendiami daerah Pesisir Pantai di topang oleh hasil kelapa yang kualitasnya sangat baik sehingga digemari oleh konsumen luar daerah. Akan tetapi karena tanaman yang mayoritas sudah cukup tua, maka produksinya sudah tidak lagi maksimal.
Sedangkan sektor industri agaknya belum banyak ditekuni sehingga juga bellum memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian penduduk. Dari data yang ada tergambar bahwa industri yang ada masih terbatas pada industri kecil berkala rumah tangga, yang berjumlah 106 buah unit usaha, dan belum
ada satupun industri besar yang ke daerah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Tabel. Jumlah Industri Kecil dan Tenaga Kerjanya Kabupaten
Lampung Barat : Jenis Industri Unit Usaha Tenaga Kerja
(1) (2) (3) Industri Makanan : 116 377 - Kerupuk 25 125 - Tahu/Tempe 37 111 - Roti 20 4 - Gula Aren 19 16 - Kopi Bubuk 2 4 - Keripik 8 64 - Kue Kering 2 5 - Es Balon 1 8
Industri Pengolahan tanah Liat dan Industri dari Semen dan Kapur :
23 80
- Bata/Genteng 8 40 - Tegel 6 24 - Genteng Beton 4 16 - Bahan Bangunan dan Semen 5 6
Industri Perabotan/Perlengkapan RT : 51 197 - Mebel 24 95 - Kusen Pintu 23 92 - Anyaman Bambu 2 6 - Sapu Ijuk 1 2 - Bakul Rotan 1 2
Industri Sandang dan Bahan dari Kulit : 8 30 - Penjahit pakaian 2 5 - tenun tapis 6 25
Industri Pengolahan Lainnya : 47 101 - Percetakan 17 36 - Las 30 65
Jumlah 106 328
Sumber : Deperindag Kabupaten Lampung Barat, 2007
146 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Disamping beberapa sub sektor di atas, sektor kelautan juga merupakan seluas satu sub sektor yang menjadi tumpuan hidup sebagian penduduk Lampung Barat, terutama yang mendiami wilayah yang berada di pantai. Akan tetapi penghasilan nelayan ditempat ini sangat fluktuatif karena jumlah tangkapan ikan sangat ditentukan oleh laut yang ditempat ini terkenal keganasannya. Dan teknologi penangkapan ikan yang dipakai maish sangat sederhana bahkan cenderung tradisional, sehingga juga sulit bagi penduduk yang menekuni profesi sebagai nelayan untuk dapat menjadikan propinsi ini sebagai tumpuan perekonomian. 3. Kehidupan Sosial Politik Masyarakat Kabupaten Lampung
Barat a. Kondisi Sosial Politik
Beberapa faktor yang ada menjadikan kehidupan sosial politik di daerah ini kurang memilliki gairah dan greget dibanding di daerah lain. Perhatian masyarakat nampaknya masih berkonsetrasi pada ekonomi yang menopang hidup, disamping juga harapan mereka terhadap perubahan nasib disebabkan oleh perubahan politik tidak terlalu besar. Sehingga tingkat partisifasi politik masyarakat didaerah ini cenderung rendah. Data yang ada menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden di tahun 2004 hanya berkisar 65%.
Pilihan masyarakat terhadap Anggota Legislatif maupun Presiden sangat ditentukan oleh faktor kedekatan emosional. Kampanye Partai Demokrat Indonesia yang memakai strategi pendekatan emosional berhasil meraih 40% suara pemilih di daerah ini. Yang juga berlajut pada Pemilu Presiden pada putaran pertama dan kedua. Untuk meraih simpati masyarakat didaerah ini PDI mengandalkan isu hubungan kekerabatan keluarga Taufik Kiemas dan Megawati Soekarno Putri dengan masyarakat di
147Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Disamping beberapa sub sektor di atas, sektor kelautan juga merupakan seluas satu sub sektor yang menjadi tumpuan hidup sebagian penduduk Lampung Barat, terutama yang mendiami wilayah yang berada di pantai. Akan tetapi penghasilan nelayan ditempat ini sangat fluktuatif karena jumlah tangkapan ikan sangat ditentukan oleh laut yang ditempat ini terkenal keganasannya. Dan teknologi penangkapan ikan yang dipakai maish sangat sederhana bahkan cenderung tradisional, sehingga juga sulit bagi penduduk yang menekuni profesi sebagai nelayan untuk dapat menjadikan propinsi ini sebagai tumpuan perekonomian. 3. Kehidupan Sosial Politik Masyarakat Kabupaten Lampung
Barat a. Kondisi Sosial Politik
Beberapa faktor yang ada menjadikan kehidupan sosial politik di daerah ini kurang memilliki gairah dan greget dibanding di daerah lain. Perhatian masyarakat nampaknya masih berkonsetrasi pada ekonomi yang menopang hidup, disamping juga harapan mereka terhadap perubahan nasib disebabkan oleh perubahan politik tidak terlalu besar. Sehingga tingkat partisifasi politik masyarakat didaerah ini cenderung rendah. Data yang ada menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden di tahun 2004 hanya berkisar 65%.
Pilihan masyarakat terhadap Anggota Legislatif maupun Presiden sangat ditentukan oleh faktor kedekatan emosional. Kampanye Partai Demokrat Indonesia yang memakai strategi pendekatan emosional berhasil meraih 40% suara pemilih di daerah ini. Yang juga berlajut pada Pemilu Presiden pada putaran pertama dan kedua. Untuk meraih simpati masyarakat didaerah ini PDI mengandalkan isu hubungan kekerabatan keluarga Taufik Kiemas dan Megawati Soekarno Putri dengan masyarakat di
daerah ini, terutama di Pulau Pisang dan pasar Krui. Strategi ini cukup efektif dan berhasil meraih 40% suara pemilih dan 60% lainnya masing-masing diraih Golkar sebanyak 35% dan PAN 7%, PKB 6% dan 6% lainnya terdistribusi pada partai-partai kecil lainnya. Sedangkan pada Pemilu putaran pertama dan kedua suara tertinggi selalu tertinggi oleh Megawati Soekarno Putri. Dari 10 kabupaten yang ada di Propinsi Lampung kemenangan Megawati hanya terjadi di daerah ini.
Dari angka-angka di atas terlihat bahwa polarisasi pilihan politik masyarakat di daerah ini cenderung tidak terlalu tajam. Karena itu juga tidak terjadi konflik-konflik yang berarti disebabkan karena keragaman pilihan politik. b. Kondisi Sosial Budaya
Bahasa daerah tidak dipergunakan dalam interaksi sosial sehari-hari. Bahasa Lampung sebagai bahasa daerah dipelajari di sekolah-sekolah pada tingkat dasar, namun dalam keseharian, Bahasa Lampung dipergunakan hanya dalam komunitas suku Lampung sendiri. Bahasa yang mendominasi adalah bahasa Indonesia, walaupun demikian bahasa daerah Jawa dan Sunda Banten tidak asing terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Tradisi masyarakat yang berkembang lebih banyak dalam nuansa keagamaan, dalam bentuk perayaan hari-hari besar keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Ada perkembangan baru, sejak beberapa tahun terakhir ini tradisi Barong-sai dari masyarakat keturunan Cina sudah mulai hidup kembali dimana ketika hari raya Cina, masyarakat keturunan Cina mempertunjukkan tradisi Barong-sai dan mengadakan perjalanan berkeliling Kota Bandar Lampung.
Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki struktur dan hukum adat tersendiri. Bentuk masyarajat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu
148 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dengan yang lainya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.
Secara umum struktur hukum adat tersebut dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. a) Masyarakat adat Peminggir, yang berkediaman di sepanjang
pantai pesisir termasuk adat Krui, Ranau, Komering sampai Kayu Agung.
b) Masyarakat adat Pepadun yang berdiam di daerah pedalaman Lampung, terdiri dari masyarakat adat Abung (Abung Siwo Mego), Pubian (Pubian Telu Suku), Menggala/Tulang Bawang (Mego Pak) dan Buay Lima.
Upacara-upacara adat pada umumnya ditandai dengan
adanya perkawinan/pernikahan yang dilakukan menurut tata cara adat tradisional disamping hukum Islam yang menurut keyakinan merupakan bagian dari Tata cara adat itu sendiri.
Tata cara dan upacara perkawinan adat pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan Jujur dengan menurut garis keturunan Patrilenial, yang ditandai dengan pemberian sejumlah uang kepada mempelai perempuan untuk menyiapkan sesan berupa alat-alat keperluan rumah tangga. Sesan tersebut diserahkan kepada pihak laki-laki pada waktu upacara perkawinan berlangsung sekaligus sebagai penyerahan formal (secara adat) si mempelai wanita kepada keluarga mempelai laki-laki. Dengan demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara mempelai wanita dengan orang tuanya. Upacara perkawinan tersebut dalam pelaksanaanya dapat berlangsung dengan cara adat Ibal, serbo, Bumbang Aji, Intar Padang, Antar Manok, dan sebambangan.
Dalam banyak hal suatu ciri yang disebut dengan Geneologis sangat dominan pada masyarakat Lampung, dimana suatu ikatan masyarakat hukum adat dengan anggota-anggota
149Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dengan yang lainya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.
Secara umum struktur hukum adat tersebut dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. a) Masyarakat adat Peminggir, yang berkediaman di sepanjang
pantai pesisir termasuk adat Krui, Ranau, Komering sampai Kayu Agung.
b) Masyarakat adat Pepadun yang berdiam di daerah pedalaman Lampung, terdiri dari masyarakat adat Abung (Abung Siwo Mego), Pubian (Pubian Telu Suku), Menggala/Tulang Bawang (Mego Pak) dan Buay Lima.
Upacara-upacara adat pada umumnya ditandai dengan
adanya perkawinan/pernikahan yang dilakukan menurut tata cara adat tradisional disamping hukum Islam yang menurut keyakinan merupakan bagian dari Tata cara adat itu sendiri.
Tata cara dan upacara perkawinan adat pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan Jujur dengan menurut garis keturunan Patrilenial, yang ditandai dengan pemberian sejumlah uang kepada mempelai perempuan untuk menyiapkan sesan berupa alat-alat keperluan rumah tangga. Sesan tersebut diserahkan kepada pihak laki-laki pada waktu upacara perkawinan berlangsung sekaligus sebagai penyerahan formal (secara adat) si mempelai wanita kepada keluarga mempelai laki-laki. Dengan demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara mempelai wanita dengan orang tuanya. Upacara perkawinan tersebut dalam pelaksanaanya dapat berlangsung dengan cara adat Ibal, serbo, Bumbang Aji, Intar Padang, Antar Manok, dan sebambangan.
Dalam banyak hal suatu ciri yang disebut dengan Geneologis sangat dominan pada masyarakat Lampung, dimana suatu ikatan masyarakat hukum adat dengan anggota-anggota
didasarkan atas suatu pertalian keturunan, baik karena ikatan maupun hubungan darah.
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian penduduk masyarakat Lampung disimpulkan dalam 5 (lima) Prinsip, yaitu : 1) Pi’il Pesenggikhi,
Pi’il Pesenggikhi, diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku, dan sikap yang menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu, seseorang dapat mempertahankan apa saja (termasuk nyawanya) demi untuk mempertahankan pi’il pesengikhi tersebut. Selain dari itu dengan pi’il pesengikhi seseorang dapat berbuat sesuatu atau tidak, kendatipun hal itu akan merigukan dirinya sendiri secara materi.
2) Sakai Sambayan
Sakai Sambayan, meliputi berbagai pengertian yang luas didalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu membahu dan saling memberi terhadap sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain dan hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan fikiran dan sebagainya.
3) Nemui Nyimah Neui Nyimah, berarti bermurah hati dan beramah tamah terhadap semua pihak, baik terhadap orang dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja pihak yang berhubungan dengan mereka. Jadi bermurah hati dalam bertutur kata serta sopan santun dan ramah tamah terhadap tamu mereka.
150 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4) Nengah Nyapur Nengah Nyapur, adalah sebagai tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesedian membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat dengan perkembangan zaman.
5) Bejuluk Beadek Bejuluk Beadek, adalah didasarkan pada Titie Gemetti yang diwariskan turun temurun dari zaman dahulu. Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti (Titi Gemetti) tersebut antara lain menghendaki agar seseorang disamping mempunyai nama yang diberikan orang tuanya, juga diberi gelar oleh orang dalam kelompoknya sebagai penggilan terhadapnya. Bagi orang yang berlum berkeluarga diberi Juluk (bejuluk) dan setelah ia menikah maka ia akan diberi adek (beadek) melalui acara-acara perkawinan adat Lampung.
F. Kabupaten Way Kanan 1. Sejarah Singkat
Pada tahun 1957 kabupaten Way Kanan masih merupakan wilayah kewedanaan Way Kanan. Saat itu dipimpin oleh Wedana Ratu Pengadilan. Cikal bakal Kabupaten Way Kanan diawali dengan adanya pertemuan yang membahas rencana Pemerintah Pusat untuk menyiapkan lahan seluas 100.000 Ha untuk keperluan transmigrasi. Di antara empat kewedanaan yang ada yakni Kewedanaan Kotabumi, Kewedanaan Krui, Kewedanaan Menggala dan Kewedanaan Way Kanan, hanya Kewedanaan Way Kanan yang merespon rencana pemerintah pusat tersebut. Sikap ini diambil dengan pertimbangan agar kelak kewedanaan Way Kanan dapat cepat ramai penduduknya. Pada saat itu pulalah H. Ridwan Basyah –saat itu sebagai notulis- memunculkan ide awal
151Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
4) Nengah Nyapur Nengah Nyapur, adalah sebagai tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesedian membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat dengan perkembangan zaman.
5) Bejuluk Beadek Bejuluk Beadek, adalah didasarkan pada Titie Gemetti yang diwariskan turun temurun dari zaman dahulu. Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti (Titi Gemetti) tersebut antara lain menghendaki agar seseorang disamping mempunyai nama yang diberikan orang tuanya, juga diberi gelar oleh orang dalam kelompoknya sebagai penggilan terhadapnya. Bagi orang yang berlum berkeluarga diberi Juluk (bejuluk) dan setelah ia menikah maka ia akan diberi adek (beadek) melalui acara-acara perkawinan adat Lampung.
F. Kabupaten Way Kanan 1. Sejarah Singkat
Pada tahun 1957 kabupaten Way Kanan masih merupakan wilayah kewedanaan Way Kanan. Saat itu dipimpin oleh Wedana Ratu Pengadilan. Cikal bakal Kabupaten Way Kanan diawali dengan adanya pertemuan yang membahas rencana Pemerintah Pusat untuk menyiapkan lahan seluas 100.000 Ha untuk keperluan transmigrasi. Di antara empat kewedanaan yang ada yakni Kewedanaan Kotabumi, Kewedanaan Krui, Kewedanaan Menggala dan Kewedanaan Way Kanan, hanya Kewedanaan Way Kanan yang merespon rencana pemerintah pusat tersebut. Sikap ini diambil dengan pertimbangan agar kelak kewedanaan Way Kanan dapat cepat ramai penduduknya. Pada saat itu pulalah H. Ridwan Basyah –saat itu sebagai notulis- memunculkan ide awal
untuk menjadikan kewedanaan Way Kanan menjadi Kabupaten yang berdiri sendiri, terpisah dari kabupaten Lampung Utara.62
Pada tahun 1971, keinginan menjadikan kewedanaan Way Kanan menjadi Kabupaten Way Kanan muncul kembali dalam pertemuan yang diprakarsai oleh H. Ridwan Basyah pula. Selanjutnya pada tahun 1975, Nasrun Syah Gelar Sultan Mangkubumi di Bumi Agung Kecamtan Bahuga mengundang seluruh tokoh adat sewilayah Way Kanan dalam acara Adat Bugawi. Pada saat itulah diadakan musyawarah khusus yang dipimpin oleh H. Ridwan Basyah yang membahas kembali gagasan untuk menjadikan kewedanaan Way Kanan sebagai kabupaten yang berdiri sendiri, sekaligus mengajukan gagasan tersebut kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara dan Pemerintah dari Tingkat I Propinsi Lampung.
Pada tahun 1986 gagasan pendirian kabupaten Way Kanan mendapatkan respon positif dari Pemerintah Pusat ditandai dengan dibentuknya Pembantu Bupati Lampung Utara wilayah Blambangan Umpu dengan SK MENDAGRI No. 821.26/502 Tanggal 8 Juni 1985 dengan wilayah Pembantu Bupati meliputi 6 wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Blambangan Umpu, Bahuga, Pakuan Ratu, Baradatu, Banjit, dan kecamatan Kasui. Saat itu yang menjabat sebagai Pembantu Bupati adalah Bapak H. Ridwan Basyah.
Pada tanggal 18 Februari 1991 BAPEDA Tk. I Lampung melayangkan surat kepada Pembantu Bupati untuk menyelengga rakan Musyawrah Besar di SESAT PURANTI GAWI Blambangan Umpu untuk mempersiapkan lahan perkantoran, nama kabupaten dan letak Ibu Kota kabupaten sebagai persiapan Way menjadi kabupaten. Pertemuan tersebut diselenggarakan pada tanggal 4 Mei 1991 yang dihadiri sekitar 200 Orang terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, ilmuan dan pejabat setempat.
152 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dalam acara tersebut disepakati usulan dan pernyataan dukungan sepenuhnya agar Way Kanan menjadi Kabupaten dengan Ibu Kota Blambangan Umpu yang terdiri dari 17 kecamatan.
Berkat dengan perjuangan yang gigih dan dukungan dari semua pihak serta Ridho Allah SWT, maka pada tahun 1999 terbitlah UU No. 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Way Kanan bersamaan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro.
Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, maka pada 27 April 1999 Menteri Dalam Negeri ketika itu dijabat oleh Syarwan Hamid menandatangani prasasti peresmian Way Kanan menjadi Kabupaten sekaligus melantik Drs. Tamannuri sebagai Bupati Way Kanan. Selanjutnya tanggal 27 April 1999 inilah ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Way Kanan. 2. Kondisi Geografis dan Demografis
Kabupaten Way Kanan terletak pada posisi 4,120 -4,580 LS arah Utara Selatan dan 104,170 -105,040 BT arah Timur Barat. Sebelah Utara berbatasan dengan propinsi Sumatera Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat.
Kabupaten Way Kanan mempunyai luas wilayah 3.921,63 Km2. Secara geografis termasuk daerah perbukitan yang diapit oleh tiga gunung, yaitu gunung punggur, gunung remas dan gunung bukit duduk. Kabupaten Way Kanan dilintasi oleh beberapa sungai besar di antaranya sungai Way Kanan, Way Pisang, Way Umpu, Way Besai, Way Giham dan Way Tahmi.63
Pada saat ini wilayah Kabupaten Way Kanan secara administratif terbagi kepada 14 kecamatan yaitu: Kecamatan
153Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dalam acara tersebut disepakati usulan dan pernyataan dukungan sepenuhnya agar Way Kanan menjadi Kabupaten dengan Ibu Kota Blambangan Umpu yang terdiri dari 17 kecamatan.
Berkat dengan perjuangan yang gigih dan dukungan dari semua pihak serta Ridho Allah SWT, maka pada tahun 1999 terbitlah UU No. 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Way Kanan bersamaan dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro.
Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, maka pada 27 April 1999 Menteri Dalam Negeri ketika itu dijabat oleh Syarwan Hamid menandatangani prasasti peresmian Way Kanan menjadi Kabupaten sekaligus melantik Drs. Tamannuri sebagai Bupati Way Kanan. Selanjutnya tanggal 27 April 1999 inilah ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Way Kanan. 2. Kondisi Geografis dan Demografis
Kabupaten Way Kanan terletak pada posisi 4,120 -4,580 LS arah Utara Selatan dan 104,170 -105,040 BT arah Timur Barat. Sebelah Utara berbatasan dengan propinsi Sumatera Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat.
Kabupaten Way Kanan mempunyai luas wilayah 3.921,63 Km2. Secara geografis termasuk daerah perbukitan yang diapit oleh tiga gunung, yaitu gunung punggur, gunung remas dan gunung bukit duduk. Kabupaten Way Kanan dilintasi oleh beberapa sungai besar di antaranya sungai Way Kanan, Way Pisang, Way Umpu, Way Besai, Way Giham dan Way Tahmi.63
Pada saat ini wilayah Kabupaten Way Kanan secara administratif terbagi kepada 14 kecamatan yaitu: Kecamatan
Banjit, Baradatu, Gunung Labuhan, Kasui, Rebang Tangkas, Blambangan Umpu, Way Tuba, Negeri Agung, Pakuan Ratu, Negara Batin, Negeri Besar, Bahuga, Buai Bahuga, Bumi Agung, dan 192 kampung.
Sedangkan secara demografis jumlah penduduk Kabupaten Way Kanan sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Way Kanan dalam Angka Tahun 2005 sebesar 393.771 jiwa, yang tersebar di 14 Kecamatan, terdiri dari 204.249 laki-laki atau 51,87 persen dan 189.522 perempuan atau 48,13 persen.
Kepadatan penduduk rata-rata 95 jiwa per Km2, dengan persebaran tidak merata. Terpadat pada Kecamatan Baradatu dengan 252 jiwa per Km2, dan penduduk dengan kepadatan terendah di Kecamatan Negeri Agung dengan kepadatan 36 jiwa per Km2.
Jika ditinjau dari umur penduduk, maka pada umumnya penduduk berusia muda, yaitu di bawah 18 tahun berjumlah 194.772 jiwa atau 49,65% sedangkan yang berusia 60 tahun ke atas hanya berjumlah 23.295 jiwa atau 5,93%, sehingga penduduk usia produktif berjumlah 174.217 atau 44,41%.
Masyarakat yang berada di Kabupaten Way Kanan ini terdiri dari masyarakat Lampung sendiri dan masyarakat pendatang yang terdiri dari beragam suku bangsa. Masyarakat pendatang didominasi oleh suku Jawa, disusul Semendo, Sunda, Ogan, dan beberapa suku lain dalam jumlah yang kecil.
3. Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi
Secara makro, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Way Kanan pada tahun 2007 sebesar 4,10%. Angka ini menunjukan kenaikan yang realtif stabil pada posisi angka 4%, jika dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya yaitu 4,64% pada tahun 2004, 4,13% pada tahun 2003 dan 4,02% pada tahun 2002.
Pada perhitungan Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) kegiatan ekonomi di kabupaten way Kanan dikelompokkkan
154 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
menjadi sembilan sektor. Berikut ini struktur Ekonomi Kabupeten Way Kanan tahun 2004 –2007 : Tabel 4 Struktur Ekonomi Kabupeten Way Kanan tahun 2004–2007 Atas dasar Harga berlaku (Persen)
Lapangan Usaha/sektor 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 59,81 59,16 56,49 53,84
2. Pertambangan dan penggalian 2,00 2,04 2,53 2,77
3. Industri Pengolahan 11,76 11,46 12,64 14,08
4. Listrik, Gas dan Air 0,12 0,15 0,15 0,14
5. Konstruksi 4,74 4,70 4,55 4,53
6. Perdagangan, Hotel dan Rumah makan
8,98 8,90 8,36 7,87
7. Angkutan dan Komunikasi 2,74 2,80 3,52 4,56
8. Lembaga Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
1,74 2,33 2,55 2,45
9. Jasa-jasa 8,11 8,46 9,21 9,78
PDRB 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Indeks Pembangunan Manusia Kab. Way Kanan, 2007, BPS Kab. Way Kanan
Pada tabel strukur ekonomi Kabupaten Way Kanan di atas,
jelas bahwa sektor perekonomian masyarakat di dominasi pada sektor pertanian, didukung oleh sektor industri dan pengolahan. Sedangkan sektor Perdagangan, hotel dan Rumah Makan dan Sektor jasa tumbuh seacara berimbang. Meskipun sektor pertanian berada pada posisi teratas, tapi secara makro belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kab. Way Kanan secara significant, sebab sektor keuangan dan jasa masih merupakan sektor yang paling utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Way Kanan.
Masyarakat Lampung mendominasi posisi sebagai pegawai negeri sipil, khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah dan di
155Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
menjadi sembilan sektor. Berikut ini struktur Ekonomi Kabupeten Way Kanan tahun 2004 –2007 : Tabel 4 Struktur Ekonomi Kabupeten Way Kanan tahun 2004–2007 Atas dasar Harga berlaku (Persen)
Lapangan Usaha/sektor 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 59,81 59,16 56,49 53,84
2. Pertambangan dan penggalian 2,00 2,04 2,53 2,77
3. Industri Pengolahan 11,76 11,46 12,64 14,08
4. Listrik, Gas dan Air 0,12 0,15 0,15 0,14
5. Konstruksi 4,74 4,70 4,55 4,53
6. Perdagangan, Hotel dan Rumah makan
8,98 8,90 8,36 7,87
7. Angkutan dan Komunikasi 2,74 2,80 3,52 4,56
8. Lembaga Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
1,74 2,33 2,55 2,45
9. Jasa-jasa 8,11 8,46 9,21 9,78
PDRB 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Indeks Pembangunan Manusia Kab. Way Kanan, 2007, BPS Kab. Way Kanan
Pada tabel strukur ekonomi Kabupaten Way Kanan di atas,
jelas bahwa sektor perekonomian masyarakat di dominasi pada sektor pertanian, didukung oleh sektor industri dan pengolahan. Sedangkan sektor Perdagangan, hotel dan Rumah Makan dan Sektor jasa tumbuh seacara berimbang. Meskipun sektor pertanian berada pada posisi teratas, tapi secara makro belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kab. Way Kanan secara significant, sebab sektor keuangan dan jasa masih merupakan sektor yang paling utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Way Kanan.
Masyarakat Lampung mendominasi posisi sebagai pegawai negeri sipil, khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah dan di
instansi pemerintah lainnya. Masyarakat pendatang (Jawa, Semendo, Bali, Padang, Batak dan beberapa suku lainnya) ada juga yang menduduki jabatan strategis pada instansi pemerintah di Kabupaten Way Kanan, namun dalam jumlah yang kecil.
Masyarakat pendatang lebih banyak bekerja dalam sektor informal. Sehingga penguasaan sumberdaya ekonomi strategis banyak dikuasai oleh masyarakat pendatang (Padang, Jawa, Bali dan Batak). Seperti pengusaha di bidang transportasi didominasi oleh suku Bali. Perdagangan maupun bidang peragenan dan retail, pengusaha rumah makan didominasi suku Padang dan Jawa. Pengusaha di bidang otomotif (dealer kendaraan bermotor) didominasi keturunan Cina. Sedangkan pengusaha di bidang pertanian dan perkebunan didominasi oleh suku Jawa dan Semendo.
Kemapanan masyarakat dari aspek sosial budayanya dapat dilihat dari aspek pendidikan. Kabupaten Way Kanan cukup responsif terhadap kemajuan di bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari cukup banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada. Mulai tingkat Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai tingkat SLTA, terdapat 478 lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta. Kemudian tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat sudah cukup memadai. Data tentang hal ini dapat tergambar dalam tabel berikut: Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Sekolah Kabupaten Way Kanan
NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH SISWA 1 TK 4.293 2 SD 55.879 3 SLTP 15.051 4 SLTA 5.044
Jumlah 80.267 Sumber: BPS Way Kanan, Way Kanan Dalam Angka, 2007
156 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Aspek sosial budaya lainnya adalah aspek bahasa. Di Kabupaten Way Kanan bahasa daerah dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat mayoritas suku di suatu wilayah kecamatan. Seperti di Kecamatan Blambangan Umpu, mayoritas penduduknya suku Lampung, maka bahasa sehari-hari yang digunakan ialah bahasa Lampung. Sedang di Kecamatan Banjit, bahasa yang dipakai sehari-ari adalah bahasa Semendo, dikarenakan di wilayah ini mayoritas penduduknya suku Semendo. Dan begitu juga di beberapa wilayah lainnya.
Selanjutnya dapat pula dijumpai Tradisi atau adat istiadat yang masih melekat dan dilestarikan. Seperti, pesta perkawinan dalam adat Lampung, pesta perkawinan dalam adat semendo, dan suku-suku lainnya. 4. Kondisi Sosial Politik
Untuk melihat kondisi sosial politik di Kabupaten Way Kanan, dapat ditelusuri melalui partisipasi masyarakat dalam organisasi politik, organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi politiknya, dapat digambarkan pada data PEMILU yang lalu, seperti yang terdapat dalam tabel berikut: Tabel Daftar Perolehan Suara Pada Pemilu Kabupaten Way Kanan
NO NAMA PARTAI POLITIK JUM. SUARA SAH KET. 1 2 3 4 1 PNI MARHAENISME 3.451 XIII 2 PBSD 1.769 XVIII 3 PBB 4.834 X 4 PARTAI MERDEKA 362 XXII 5 PPP 10.712 V
157Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Aspek sosial budaya lainnya adalah aspek bahasa. Di Kabupaten Way Kanan bahasa daerah dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat mayoritas suku di suatu wilayah kecamatan. Seperti di Kecamatan Blambangan Umpu, mayoritas penduduknya suku Lampung, maka bahasa sehari-hari yang digunakan ialah bahasa Lampung. Sedang di Kecamatan Banjit, bahasa yang dipakai sehari-ari adalah bahasa Semendo, dikarenakan di wilayah ini mayoritas penduduknya suku Semendo. Dan begitu juga di beberapa wilayah lainnya.
Selanjutnya dapat pula dijumpai Tradisi atau adat istiadat yang masih melekat dan dilestarikan. Seperti, pesta perkawinan dalam adat Lampung, pesta perkawinan dalam adat semendo, dan suku-suku lainnya. 4. Kondisi Sosial Politik
Untuk melihat kondisi sosial politik di Kabupaten Way Kanan, dapat ditelusuri melalui partisipasi masyarakat dalam organisasi politik, organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi politiknya, dapat digambarkan pada data PEMILU yang lalu, seperti yang terdapat dalam tabel berikut: Tabel Daftar Perolehan Suara Pada Pemilu Kabupaten Way Kanan
NO NAMA PARTAI POLITIK JUM. SUARA SAH KET. 1 2 3 4 1 PNI MARHAENISME 3.451 XIII 2 PBSD 1.769 XVIII 3 PBB 4.834 X 4 PARTAI MERDEKA 362 XXII 5 PPP 10.712 V
6 PPDK 2.979 XIV 7 PPIB 652 XX 8 PNBK 4.643 XI 9 PARTAI DEMOKRAT 3.958 XII 10 PKPI 6.264 IX 11 PPDI 117 XXIII 12 PPNUI 2579 XV 13 PAN 7352 VII 14 PKPB 6431 VIII 15 PKB 10.895 IV 16 PKS 9.901 VI 17 PBR 13.550 III 18 PDI-P 38.603 II 19 PDS 1.850 XVII 20 GOLKAR 47.095 I 21 PARTAI PATRIOT PANCASILA 2.544 XVI 22 PSI 699 XIX 23 PPD 377 XXI 24 PARTAI PELOPOR 0 XXIV
Sumber: Kesbanglinmas Kab. Way Kanan, 2007.
Dari tabel di atas, tergambar bahwa aspirasi politik masyarakat kabupaten Way Kanan masih terkonsentrasi pada partai-partai besar, seperti: Partai Golkar yang memperoleh suara terbanyak. Disusul PDI-P pada posisi kedua, PBR pada posisi ketiga, PKB pada poisisi keempat, PPP pada posisi kelima, dan PKS dan PAN sebagai partai baru pada posisi keenam dan ketujuh.
Sementara dari sisi partisipasi masyarakat dalam berorganisasi, dapat dilihat dari banyaknya muncul organisasi sosial kemasyarakatan seperti yang terdapat dalam tabel berikut ini:
158 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
Daf
tar
Org
anis
asi K
emas
yara
kata
n da
n LS
M
Kab
upat
en W
ay K
anan
NO
N
AM
A O
RG
AN
ISA
SI/
LSM
K
ETU
A
KET
. 1
Kom
ite
Ant
i Kor
upsi
(KO
AK
) A
zwar
i LS
M
2 D
PC P
ejua
ng S
iliw
angi
A
bdul
Mul
uk R
M
OR
MA
S 3
Lem
baga
Ada
t LP
G-W
K L
ima
Keb
uaia
n H
. Rid
wan
Bas
yah
OR
MA
S 4
DPD
LD
II
Rid
wan
Ism
ail
OR
MA
S 5
Yay
asan
Dak
wah
Isla
m
Muk
htar
Jay
a O
RM
AS
6 D
PC P
enga
bdia
n Pu
tra
Bang
sa
Muj
ahid
O
RM
AS
7 Fo
rum
Lam
pung
Ruw
ai J
urai
Kor
wil
Way
Kan
an
Bus
ri R
ahm
adi A
S, B
E
OR
MA
S 8
Dia
n C
arit
a K
abup
aten
Way
Kan
an
A L
ine
Subi
yant
o LS
M
9 Le
mba
ga In
form
asi N
egar
a RI
(LIN
-RI)
D
ahyi
n A
hmad
LS
M
10
Pusa
t St
udi d
an K
ebija
kan
(PU
SSB
IK)
Yuz
iriz
al, S
H.
LSM
11
M
asya
raka
t Pe
duli
Pem
bang
unan
Kab
. Way
Kan
an
Ham
im A
kbar
LS
M
12
Kom
ite
Inde
pend
en P
EM
ILU
Kab
. Way
Kan
an
Azw
ar S
yari
fudd
in S
P LS
M
13
Lem
baga
Inde
pend
en P
engk
ajia
n Pe
mba
ngun
an d
an A
spir
asi
Rak
yat
(LIB
AS)
D
r.H
C. I
Mad
e G
elge
l SE
, M.S
i. LS
M
14
Koa
lisi L
ingk
unga
n H
idup
(KO
ALH
I)
Ham
ka T
P. N
egar
a LS
M
15
Jari
ngan
Mas
yara
kat
Way
Kan
an B
ersa
tu (J
AM
WA
KT
U)
Aba
dir
Muh
ir
LSM
16
Le
mba
ga B
antu
an K
eseh
atan
Neg
ara
M. I
ndra
Ibra
him
LS
M
17
Aso
sias
i Kon
trak
tor
Um
um In
done
sia
(ASK
UM
IND
O)
Jazu
li D
J Pr
ofes
i 18
M
asya
raka
t Pe
mbe
rant
as K
KN
Sat
u In
done
sia
(MA
PAK
SI)
Muk
htar
Jay
a LS
M
19
Lem
baga
Pen
gger
ak A
nak
Bang
sa
Agu
ston
i LS
M
Sum
ber:
Kes
ban
glin
mas
Kab
. Way
Kan
an, 2
007.
159Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
Daf
tar
Org
anis
asi K
emas
yara
kata
n da
n LS
M
Kab
upat
en W
ay K
anan
NO
N
AM
A O
RG
AN
ISA
SI/
LSM
K
ETU
A
KET
. 1
Kom
ite
Ant
i Kor
upsi
(KO
AK
) A
zwar
i LS
M
2 D
PC P
ejua
ng S
iliw
angi
A
bdul
Mul
uk R
M
OR
MA
S 3
Lem
baga
Ada
t LP
G-W
K L
ima
Keb
uaia
n H
. Rid
wan
Bas
yah
OR
MA
S 4
DPD
LD
II
Rid
wan
Ism
ail
OR
MA
S 5
Yay
asan
Dak
wah
Isla
m
Muk
htar
Jay
a O
RM
AS
6 D
PC P
enga
bdia
n Pu
tra
Bang
sa
Muj
ahid
O
RM
AS
7 Fo
rum
Lam
pung
Ruw
ai J
urai
Kor
wil
Way
Kan
an
Bus
ri R
ahm
adi A
S, B
E
OR
MA
S 8
Dia
n C
arit
a K
abup
aten
Way
Kan
an
A L
ine
Subi
yant
o LS
M
9 Le
mba
ga In
form
asi N
egar
a RI
(LIN
-RI)
D
ahyi
n A
hmad
LS
M
10
Pusa
t St
udi d
an K
ebija
kan
(PU
SSB
IK)
Yuz
iriz
al, S
H.
LSM
11
M
asya
raka
t Pe
duli
Pem
bang
unan
Kab
. Way
Kan
an
Ham
im A
kbar
LS
M
12
Kom
ite
Inde
pend
en P
EM
ILU
Kab
. Way
Kan
an
Azw
ar S
yari
fudd
in S
P LS
M
13
Lem
baga
Inde
pend
en P
engk
ajia
n Pe
mba
ngun
an d
an A
spir
asi
Rak
yat
(LIB
AS)
D
r.H
C. I
Mad
e G
elge
l SE
, M.S
i. LS
M
14
Koa
lisi L
ingk
unga
n H
idup
(KO
ALH
I)
Ham
ka T
P. N
egar
a LS
M
15
Jari
ngan
Mas
yara
kat
Way
Kan
an B
ersa
tu (J
AM
WA
KT
U)
Aba
dir
Muh
ir
LSM
16
Le
mba
ga B
antu
an K
eseh
atan
Neg
ara
M. I
ndra
Ibra
him
LS
M
17
Aso
sias
i Kon
trak
tor
Um
um In
done
sia
(ASK
UM
IND
O)
Jazu
li D
J Pr
ofes
i 18
M
asya
raka
t Pe
mbe
rant
as K
KN
Sat
u In
done
sia
(MA
PAK
SI)
Muk
htar
Jay
a LS
M
19
Lem
baga
Pen
gger
ak A
nak
Bang
sa
Agu
ston
i LS
M
Sum
ber:
Kes
ban
glin
mas
Kab
. Way
Kan
an, 2
007.
Dar
i tab
el d
i ata
s, t
erga
mba
r ba
hwa
pert
umbu
han
orga
nisa
si s
osia
l kem
asya
raka
tan
di K
abup
aten
W
ay K
anan
cuk
up p
esat
, kar
ena
kabu
pate
n W
ay K
anan
usi
anya
mas
ih
rela
tif
mud
a. S
ecar
a ku
anti
tati
f ju
mla
h O
RM
AS
seba
nyak
7
lem
baga
, da
n LS
M s
eban
yak
12 l
emba
ga.
Den
gan
dem
ikia
n pe
rtum
buha
n LS
M le
bih
pesa
t da
ripa
da O
RM
AS.
Se
dang
kan
Org
anis
asi
Kep
emud
aan
di
kabu
pate
n W
ay K
anan
dap
at d
igam
bark
an p
ada
tabe
l be
riku
t in
i: T
abel
D
afta
r O
rgan
isas
i Pem
uda
Kab
upat
en W
ay K
anan
N
O
NA
MA
OR
GA
NIS
ASI
PEM
UD
A
KET
UA
K
ET.
1 G
P. A
NSH
OR
T
oto
Dw
i Pam
budi
D
PD
2 Pe
mdu
a M
uham
mad
iyah
M
. Tho
hir,
S.A
g.
PD
3 K
NPI
H
.M.H
adi S
aput
ra
DPC
4
Pers
atua
n M
uli-
Meg
hana
i Lam
pung
M
atso
n Su
hari
,SE
K
ab.W
ay K
anan
5
Purn
a PA
SKIB
RA
Indo
nesi
a B
. Ish
ak
Kab
.Way
Kan
an
6 H
impu
nan
Pela
jar
dan
Mah
asis
wa
(HPM
AW
AN
) R
ahm
adha
n K
ab.W
ay K
anan
7
Gen
eras
i Mud
a Pe
ncin
ta A
lam
Way
Kan
an (G
EM
PALA
WK
) A
nsho
ri O
ktaf
iyad
i
Sum
ber:
Kes
ban
glin
mas
Kab
. Way
Kan
an, 2
007.
160 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sedangkan formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupten Way Kanan didominasi oleh suku Jawa disusul dengan suku Lampung, Semendo, ogan, sunda serta suku-suku kecil lainnya. Jabatan-jabatan strategis lebih didominasi suku Lampung. G. Kabupaten Lampung Selatan 1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan
Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut, pada bab VI pasal 18 disebutkan bahwa pembagian Daerah di Indonesia atas Daerah Besar dan Kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang serta memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan Negara dan Hak-hak Asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Sebagai realisasi dari pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, lahirlah Undang-undang Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini mengatur tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah yang pertama. Isinya antara lain mengembalikan kekuasaan Pemerintahan di Daerah kepada aparatur berwewenang yaitu Pamong Praja dan Polisi. Selain itu, untuk menegakkan Pemerintahan di Daerah yang rasional dengan mengikut sertakan wakil-wakil rakyat atas dasar kedaulatan rakyat.Selanjutnya disusul dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Pembentukan Daerah Otonom dalam wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya sebagai berikut : 1. Propinsi Daerah Tingkat I; 2. Kabupaten/Kotamadya (Kota Besar) Daerah Tingkat II; 3. Desa (Kota Kecil) Daerah Tingkat III.
161Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sedangkan formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupten Way Kanan didominasi oleh suku Jawa disusul dengan suku Lampung, Semendo, ogan, sunda serta suku-suku kecil lainnya. Jabatan-jabatan strategis lebih didominasi suku Lampung. G. Kabupaten Lampung Selatan 1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan
Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut, pada bab VI pasal 18 disebutkan bahwa pembagian Daerah di Indonesia atas Daerah Besar dan Kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang serta memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan Negara dan Hak-hak Asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Sebagai realisasi dari pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, lahirlah Undang-undang Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini mengatur tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah yang pertama. Isinya antara lain mengembalikan kekuasaan Pemerintahan di Daerah kepada aparatur berwewenang yaitu Pamong Praja dan Polisi. Selain itu, untuk menegakkan Pemerintahan di Daerah yang rasional dengan mengikut sertakan wakil-wakil rakyat atas dasar kedaulatan rakyat.Selanjutnya disusul dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Pembentukan Daerah Otonom dalam wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya sebagai berikut : 1. Propinsi Daerah Tingkat I; 2. Kabupaten/Kotamadya (Kota Besar) Daerah Tingkat II; 3. Desa (Kota Kecil) Daerah Tingkat III.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, maka lahirlah Propinsi Sumatera Selatan dengan perpu Nomor 3 tanggal 14 Agustus 1950, yang dituangkan dalam Perda Sumatera Selatan Nomor 6 tahun 1950. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah untuk Daerah Propinsi, Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil, maka keluarlah Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Nomor 6 Tahun 1950 tentang Pembentukan DPRD Kabupaten di seluruh Propinsi Sumatera Selatan.
Perkembangan selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian otonomi Daerah bawahannya, diatur selanjutnya Undang-undang Darurat Nomor 4 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan sebanyak 14 Kabupaten, diantaranya Kabupaten Lampung Selatan beserta DPRD-nya dan 7 (tujuh) buah Dinas otonom. Untuk penyempurnaan lebih lanjut tentang struktur Pemerintahan Kabupaten, lahirlah Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 yang tidak jauh berbeda dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948. Hanya dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 dikenal dengan sistem otonomi riil yaitu pemberian otonomi termasuk medebewind.
Kemudian untuk lebih sempurnanya Sistem Pemerintahan Daerah, lahirlah Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang mencakup semua unsur-unsur progresif dari pada : 1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 22 tahun 1948; 3. Undang-undang Nomor 1 tahun 1957; 4. Penpres Nomor 6 tahun 1959; 5. Penpres Nomor 5 tahun 1960.
162 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Selajutnya, karena Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dimaksud sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ditinjau kembali. Sebagai penyempurnaan, lahirlah Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang sifatnya lebih luas dari Undang-undang Nomor 18 tahun 1965. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang Pemerintahan saja, tetapi lebih luas dari itu, termasuk dinas-dinas vertical (aparat pusat di daerah) yang diatur pula didalamnya.
Selain itu, Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 diperkuat dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian disempurnakan oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2006. Undang-undang yang terakhir ini lebih jelas dan tegas menyatakan bahwa prinsip yang dipakai bukan lagi otonomi riil dan seluas-luasnya, tetapi otonomi nyata dan bertanggung jawab serta bertujuan pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. 2. Aspek Geografis
Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288.35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera. Secara geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat berada antara : 103.40 derajat-105.50 derajat Bujur Timur dan Utara-Selatan berada antara : 6.45 derajat–3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : 1. Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara 2. Selat Sunda, di sebelah Selatan 3. Laut Jawa, di sebelah Timur 4. Samudra Indonesia, di sebelah Barat
163Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Selajutnya, karena Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dimaksud sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ditinjau kembali. Sebagai penyempurnaan, lahirlah Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang sifatnya lebih luas dari Undang-undang Nomor 18 tahun 1965. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang Pemerintahan saja, tetapi lebih luas dari itu, termasuk dinas-dinas vertical (aparat pusat di daerah) yang diatur pula didalamnya.
Selain itu, Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 diperkuat dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian disempurnakan oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2006. Undang-undang yang terakhir ini lebih jelas dan tegas menyatakan bahwa prinsip yang dipakai bukan lagi otonomi riil dan seluas-luasnya, tetapi otonomi nyata dan bertanggung jawab serta bertujuan pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. 2. Aspek Geografis
Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288.35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera. Secara geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat berada antara : 103.40 derajat-105.50 derajat Bujur Timur dan Utara-Selatan berada antara : 6.45 derajat–3.45 derajat Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan : 1. Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah Utara 2. Selat Sunda, di sebelah Selatan 3. Laut Jawa, di sebelah Timur 4. Samudra Indonesia, di sebelah Barat
Propinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Sebagai Ibukota Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan serta merupakan pusat kegiatan perekonomian. Secara geografis, Kabupaten Lampung Selatan terletak pada posisi 104.15-105.45 Bujur Timur dan515-6 Lintang Selatan. Dengan letak yang demikian, maka daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di di Indonesia merupakan daerah tropis. Posisi wilayah barat agak keselatan cenderung meruncing menelusuri pantai dan membentuk teluk lampung dan semakin ke selatan paling ujung berabatasan dengan selat sunda, sedangkan bagian Timur berbatasan dengan laut Jawa.
Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai luas daerah daratan kurang lebih 3.180,78 km dan panjang pantainya lebih dari 200 km memiliki posisi yang strategis karena tidak saja merupakan pintu gerbang pulau Sumatera dengan Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni di Kecamatan Penengahan, tetapi juga adanya Bandar Udara Radin Intan II di Kecamatan Natar.
Dengan ketinggian 0-1000 m di atas permukaan laut, topografi Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari : a. Ketinggian 0-7 m dari permukaan laut. Daerah ini merupakan
pertemuan air, yaitu sekitar Sragi, Palas, Ketapang, Sidomulyo, Kalianda, Padang Cermin, dan Punduh Pidada.
b. Ketinggian 7-50 m dari permukaan laut daerah ini merupakan wilayah datar sehingga kalau ada pengairan yang cukup, akan menjadi daerah persawahan yang baik. Daerah ini terdapat pada kecamatan Penengahan, Ketapang, Sragi, Palas, Kalianda, Tanjung Bintang dan Padang Cermin.
c. Ketinggian 50-100 m dari permukaan laut, masih merupakan daerah persawahan. Hanya karena permukaan tanahnya mulai
164 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
bergelombang dengan kemiringan lereng mencapai 15 % sehingga tanah disini banyak dimanfaatkan untuk pertanian tanah kering. Daerah ini terdapat di kecamatan Penengahan Palas, Sidomulyo, Katibung, Gedung Tataan, Natar dan Jati Agung.
d. Ketinggian 100-500 m dari permukaan laut daerah ini merupakan daerah persawahan yang baik, walaupun permukaan tanahnya relatif lebih kasar dibanding daerah dibawahnya daerah ini terdapat pada kecamatan Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon, Natar dan Tegineneng.
e. Ketinggian 500-1000 m daerah ini merupakan daerah peralihan antara iklim panas dan iklim sedang. Permukaan tanahnya berbukit hingga bergunung terdapat pada kecamatan Kedondong, Padang Cermin, Punduh Pidada, Gedung Tataan, Merbau Mataram dan Katibung.
f. Ketinggian lebih dari 1000 m menepati ruang relatif kecil yaitu di sebagian gunung yang terdapat di Kecamatan Kalianda dan Padang Cermin.
Secara administratif batas wilayah Kabupaten Lampung
Selatan meliputi : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah
dan Lampung Timur. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus.
Adapun Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari 20 kecamatan sebagai berikut :
165Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
bergelombang dengan kemiringan lereng mencapai 15 % sehingga tanah disini banyak dimanfaatkan untuk pertanian tanah kering. Daerah ini terdapat di kecamatan Penengahan Palas, Sidomulyo, Katibung, Gedung Tataan, Natar dan Jati Agung.
d. Ketinggian 100-500 m dari permukaan laut daerah ini merupakan daerah persawahan yang baik, walaupun permukaan tanahnya relatif lebih kasar dibanding daerah dibawahnya daerah ini terdapat pada kecamatan Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon, Natar dan Tegineneng.
e. Ketinggian 500-1000 m daerah ini merupakan daerah peralihan antara iklim panas dan iklim sedang. Permukaan tanahnya berbukit hingga bergunung terdapat pada kecamatan Kedondong, Padang Cermin, Punduh Pidada, Gedung Tataan, Merbau Mataram dan Katibung.
f. Ketinggian lebih dari 1000 m menepati ruang relatif kecil yaitu di sebagian gunung yang terdapat di Kecamatan Kalianda dan Padang Cermin.
Secara administratif batas wilayah Kabupaten Lampung
Selatan meliputi : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah
dan Lampung Timur. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus.
Adapun Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari 20 kecamatan sebagai berikut :
Tabel Daftar Kecamatan- kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan
No Kecamatan Ibukota Luas wilayah (km2) 1 Penengahan Penengahan 190,11 2 Palas Bangunan 171,39 3 Kalianda Kalianda 161,40 4 Sidomulyo Sidomulyo 160,98 5 Katibung Tanjung Ratu 222,31 6 Tanjung Bintang Jati Baru 233,04 7 Natar Natar 213,77 8 Gedong Tataan Gedong Tataan 97,06 9 Kedondong Kedondong 131,11 10 Padang Cermin Wates Way Ratai 317,63 11 Jati Agung Margo Agung 164,47 12 Tegineneng Trimulyo 151,26 13 Negeri Katon Negeri Katon 152,69 14 Sragi Kuala Sekampung 81,92 15 Ketapang Bangun Rejo 108,60 16 Rajabasa Banding 100,39 17 Candi Puro Candipuro 84,69 18 Merbau Mataram Merbau Mataram 113,94 19 Punduh Pidada Bawang 224,19 20 Way Lima Baturaja 99,83
Jumlah 3.180,78
Sumber : - Data dan Fakta Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005
- Peta Administrasi Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan, BAPPEDA Kab. Lam-Sel Tahun 2007
3. Aspek Demografi Penduduk
Penduduk Kabupaten Lampung Selatan ditinjau dari asal keturunannya dapat digolongkan dalam 2 (dua) kelompok penduduk yaitu kelompok penduduk asli (suku Lampung) dan kelompok penduduk pendatang (berasal dari luar daerah
166 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung). Masyarakat penduduk asli Lampung memiliki struktur hukum adat yang berbeda-beda dan secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung adat Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok yang kedua yaitu kelompok masyarakat Lampung adat Pepadun. Sementara masyarakat penduduk pendatang, sejarahnya sudah dimulai sejak Zaman Belanda yaitu pada tahun 1905 dengan adanya transmigrasi sebanyak 155 kepala keluarga dari pulau Jawa yang ditempatkan di Desa Bagelan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan.
Kemudian secara bertahap program transmigrasi ini dilanjutkan, baik pada Zaman Kolonialisasi Belanda, maupun setelah Zaman Kemerdekaan. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan akan selalu mengalami perkembangan, baik pertambahan dikarenakan jumlah kelahiran maupun pertambahan karena perpindahan, terutama perpindahan dari Pulau Jawa, yaitu setelah dibukanya pelabuhan Penyeberangan Bakauheni yang dapat menunjang kelancaran lalu lintas hubungan antar Pulau Jawa-Sumatera, demikian sebaliknya.
Penduduk pendatang terdiri dari beberapa suku antara lain Suku Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Selatan, Makasar, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Manado, Timor dan lain sebagainya. Penduduk pendatang dari pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat) merupakan penduduk yang jumlahnya relatif banyak yang menempati daerah-daerah pedesaan.
Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) tahun 2003 berjumlah 1.187.648 jiwa terdiri dari 620.259 jiwa laki-laki dan 567.389 jiwa perempuan. Sedangkan berdasarkan hasil proyeksi tahun 2004 berjumlah 1.205.703 jiwa yang tercatat pada 278.593 rumah tangga, terdiri dari 632.484 penduduk laki-laki dan 573.219 penduduk perempuan.
167Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung). Masyarakat penduduk asli Lampung memiliki struktur hukum adat yang berbeda-beda dan secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung adat Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok yang kedua yaitu kelompok masyarakat Lampung adat Pepadun. Sementara masyarakat penduduk pendatang, sejarahnya sudah dimulai sejak Zaman Belanda yaitu pada tahun 1905 dengan adanya transmigrasi sebanyak 155 kepala keluarga dari pulau Jawa yang ditempatkan di Desa Bagelan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan.
Kemudian secara bertahap program transmigrasi ini dilanjutkan, baik pada Zaman Kolonialisasi Belanda, maupun setelah Zaman Kemerdekaan. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan akan selalu mengalami perkembangan, baik pertambahan dikarenakan jumlah kelahiran maupun pertambahan karena perpindahan, terutama perpindahan dari Pulau Jawa, yaitu setelah dibukanya pelabuhan Penyeberangan Bakauheni yang dapat menunjang kelancaran lalu lintas hubungan antar Pulau Jawa-Sumatera, demikian sebaliknya.
Penduduk pendatang terdiri dari beberapa suku antara lain Suku Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Selatan, Makasar, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Manado, Timor dan lain sebagainya. Penduduk pendatang dari pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat) merupakan penduduk yang jumlahnya relatif banyak yang menempati daerah-daerah pedesaan.
Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) tahun 2003 berjumlah 1.187.648 jiwa terdiri dari 620.259 jiwa laki-laki dan 567.389 jiwa perempuan. Sedangkan berdasarkan hasil proyeksi tahun 2004 berjumlah 1.205.703 jiwa yang tercatat pada 278.593 rumah tangga, terdiri dari 632.484 penduduk laki-laki dan 573.219 penduduk perempuan.
Persentase struktur umur penduduk sebagian besar berada pada usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah 63,35 %. Berikutnya usia anak-anak (0-14 tahun) berjumlah 32,40 %. Dan penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) sebesar 4,25 %.
4. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk
Sebagian besar penduduk Kabupaten Lampung Selatan bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Jika ditinjau dari jenis usaha yang dikembangkan, maka komposisi tenaga kerja dan lapangan usaha pada tahun 2007, sebagai berikut : Tabel Komposisi Tenaga Kerja Kabupaten Lampung Selatan
No Jenis Usaha Jumlah Penduduk (jiwa) Presentase(%) 1 Pertanian 120.021 32,9 2 Pertambangan dan Galian 1.652 0,5 3 Industri 45.887 12,4 4 Listrik, gas dan air 2.548 0,7 5 Konstruksi 12.696 3,5 6 Perdagangan 83.188 22,8 7 Komunikasi 15.321 4,2 8 Keuangan 10.150 2,8 9 Jasa-jasa 74.026 20,2
Jumlah 364489 100
Sumber data : Profil Potensi Kabupaten Lampung Selatan 2007 Masyarakat Lampung mendominasi posisi sebagai pegawai
negeri sipil, khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah dan di Instansi Pemerintah lainnya. Masyarakat pendatang (Jawa, Padang, Batak dan beberapa suku lainnya) ada juga yang menduduki jabatan strategis pada instansi pemerintah di Kabuapten Lampung Selatan, namun dalam jumlah yang kecil.
168 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Masyarakat pendatang lebih banyak bekerja dalam sektor informal. Sehingga penguasaan sumberdaya ekonomi strategis banyak dikuasai oleh masyarakat pendatang (Jawa, Padang, Batak dan keturunan Cina). Seperti pengusaha di bidang transportasi didominasi oleh suku Jawa. Perdagangan maupun bidang peragenan dan retail, pengusaha rumah makan didominasi suku Padang, keturunan Cina dan Jawa. Pengusaha di bidang otomotif (dealer kendaraan bermotor) didominasi keturunan Cina. Sedangkan pengusaha di bidang pertanian dan perindustrian didominasi oleh suku Jawa. 5. Kehidupan Sosial Politik
Berdasarkan aspirasi politik, penduduk Lampung Selatan didominasi oleh Partai Golongan Karya selanjutnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Organisasi kepemudaan onderbaw partai politik didominasi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Sedangkan Formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) didominasi oleh suku Lampung yang beragama Islam. Pemegang jabatan strategis juga didominasi suku Lampung beragama Islam Hal ini terlihat di lingkungan pemerintahan. Adapun jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 adalah berjumlah 11.852 orang dengan rincian sebagai berikut : Golongan I : 104 orang (0,9 persen), Golongan II : 2062 orang (17,7 persen), Golongan III : 8.063 orang (69,2 persen) dan Golongan IV : 1423 orang ( 12,2 persen)
Dengan komposisi Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan sampai dengan tahun 2004 berjumlah 1.101 orang dengan rincian sebagai berikut : Eselon II : 24 orang (2,18 persen), Eselon III : 145 orang (13,17 persen) dan Eselon IV : 936 orang (85,01 persen).
169Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Masyarakat pendatang lebih banyak bekerja dalam sektor informal. Sehingga penguasaan sumberdaya ekonomi strategis banyak dikuasai oleh masyarakat pendatang (Jawa, Padang, Batak dan keturunan Cina). Seperti pengusaha di bidang transportasi didominasi oleh suku Jawa. Perdagangan maupun bidang peragenan dan retail, pengusaha rumah makan didominasi suku Padang, keturunan Cina dan Jawa. Pengusaha di bidang otomotif (dealer kendaraan bermotor) didominasi keturunan Cina. Sedangkan pengusaha di bidang pertanian dan perindustrian didominasi oleh suku Jawa. 5. Kehidupan Sosial Politik
Berdasarkan aspirasi politik, penduduk Lampung Selatan didominasi oleh Partai Golongan Karya selanjutnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Organisasi kepemudaan onderbaw partai politik didominasi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Sedangkan Formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) didominasi oleh suku Lampung yang beragama Islam. Pemegang jabatan strategis juga didominasi suku Lampung beragama Islam Hal ini terlihat di lingkungan pemerintahan. Adapun jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 adalah berjumlah 11.852 orang dengan rincian sebagai berikut : Golongan I : 104 orang (0,9 persen), Golongan II : 2062 orang (17,7 persen), Golongan III : 8.063 orang (69,2 persen) dan Golongan IV : 1423 orang ( 12,2 persen)
Dengan komposisi Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan sampai dengan tahun 2004 berjumlah 1.101 orang dengan rincian sebagai berikut : Eselon II : 24 orang (2,18 persen), Eselon III : 145 orang (13,17 persen) dan Eselon IV : 936 orang (85,01 persen).
Pengelompokan penduduk menurut tingkat pendidikan, diuraikan dalam prosentase sebagai berikut : Warga Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki tingkat pendidikan Pascasarjana sebanyak 2 persen, Sarjana sebanyak 27 persen, Sekolah Menengah Atas (SLA) sebanyak 38 persen, Sekolah Menengah Pertama (SLP) sebanyak persen, Sekolah Dasar (SD) dan tidak sekolah 12 persen.
Adapun Bahasa Daerah tidak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang mendominasi adalah Bahasa Indonesia, walaupun demikian di kalangan tertentu bahasa daerah baik Jawa maupun Banten tetap yang banyak dipergunakan.
Tradisi masyarakat yang berkembang lebih banyak dalam nuansa keagamaan, dalam bentuk perayaan hari-hari besar keagamaan, baik agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Di samping perkembangan baru sejak beberapa tahun terakhir ini tradisi Barong-sai dari masyarakat keturunan Cina sudah mulai hidup kembali pada hari-hari besar masyarakat keturunan Cina melalui kegiatan Carnaval juga tradisi lama masih tetap eksis seperti pertunjukan Kuda Lumping dan Sintren. H. Kota Metro 1. Geografis dan Demografis
Di dalam gambaran umum Kota Metro, dijelaskan mengenai 2 (dua) faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang ada meliputi kondisi umum di dalam Kota Metro itu sendiri meliputi kondisi geografis, perekonomian, sosial budaya, prasarana dan sarana fisik serta pemerintahan umum. Faktor eksternal yang mempengaruhi Kota Metro meliputi kebijakan-kebijakan Provinsi Lampung, Nasional dan Internasional serta gejala-gejala yang kemungkinan dapat mempengaruhi situasi dan perkembangan Kota Metro.
170 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Posisi Wilayah Kota Metro berada di Tengah Provinsi Lampung yang secara geografis terletak pada 5º6-5º8 Lintang Selatan dan 105º17-105º19 Bujur Timur. Dalam skala nasional, Kota Metro berfungsi mendukung kelancaran arus transportasi Lintas Sumatera menuju Pulau Jawa dan Bali, sedangkan dalam skala regional Kota Metro merupakan wilayah belakang/hinterland dari Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung. Kondisi ini didukung oleh keberadaan Kota Metro yang relatif dekat dengan Kota Bandar Lampung, serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana perhubungan antar kedua kota yang memadai.
Dalam skala lokal, Kota Meto merupakan pusat pengumpulan dan distribusi barang bagi kecamatan-kecamatan yang ada di sekitarnya. Di samping itu, Kota Metro berkembang dengan pesat sebagai tempat konsentrasi permukiman penduduk, pusat pelayanan sosial, dan pusat perdagangan dan jasa, yang didukung oleh kelengkapan fasilitas permukiman, perdagangan, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta fasilitas sosial lainnya.
Secara garis besar, peran Kota Metro dalam lingkup Provinsi Lampung adalah : a. Merupakan tempat transit transportasi, yang dapat
mendukung pergerakan antar wilayah perkotaan dan pedesaan yang ada di sekitarnya;
b. Merupakan jalur lintas alternatif , karena dilalui oleh jalan yang menghubungkan Kota Bandar Lampung ( jalan Sultan Agung, Way Halim ) dan Kota Metro ( Jalan Budi Utomo, Margorejo );
c. Merupakan pusat pemasaran hasil pertanian dan industri kecil (rumah tangga) dari daerah sekitarnya;
d. Merupakan pusat pendidikan, pemerintahan, pelayanan sosial, dan permukiman penduduk;
171Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Posisi Wilayah Kota Metro berada di Tengah Provinsi Lampung yang secara geografis terletak pada 5º6-5º8 Lintang Selatan dan 105º17-105º19 Bujur Timur. Dalam skala nasional, Kota Metro berfungsi mendukung kelancaran arus transportasi Lintas Sumatera menuju Pulau Jawa dan Bali, sedangkan dalam skala regional Kota Metro merupakan wilayah belakang/hinterland dari Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung. Kondisi ini didukung oleh keberadaan Kota Metro yang relatif dekat dengan Kota Bandar Lampung, serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana perhubungan antar kedua kota yang memadai.
Dalam skala lokal, Kota Meto merupakan pusat pengumpulan dan distribusi barang bagi kecamatan-kecamatan yang ada di sekitarnya. Di samping itu, Kota Metro berkembang dengan pesat sebagai tempat konsentrasi permukiman penduduk, pusat pelayanan sosial, dan pusat perdagangan dan jasa, yang didukung oleh kelengkapan fasilitas permukiman, perdagangan, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta fasilitas sosial lainnya.
Secara garis besar, peran Kota Metro dalam lingkup Provinsi Lampung adalah : a. Merupakan tempat transit transportasi, yang dapat
mendukung pergerakan antar wilayah perkotaan dan pedesaan yang ada di sekitarnya;
b. Merupakan jalur lintas alternatif , karena dilalui oleh jalan yang menghubungkan Kota Bandar Lampung ( jalan Sultan Agung, Way Halim ) dan Kota Metro ( Jalan Budi Utomo, Margorejo );
c. Merupakan pusat pemasaran hasil pertanian dan industri kecil (rumah tangga) dari daerah sekitarnya;
d. Merupakan pusat pendidikan, pemerintahan, pelayanan sosial, dan permukiman penduduk;
e. Merupakan pusat kegiatan ekonomi dan penggerak pertumbuhan dan pembangunan wilayah, dengan daerah pendukung terdiri dari Punggur, Kotagajah, Pekalongan, Sukadana, Purbolinggo, Batanghari, Sekampung, Metro, dan Trimurjo.
Kota Metro mulai terbentuk dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur dan Kotamadya Dati II Metro. Di dalam desentralisasi otonomi daerah saaat ini, Kota Metro memiliki hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan yang disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Luas Kota Metro secara administratif sebesar 68,74 Km² atau 6.874 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur;
b. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur;
c. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur;
d. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.
Kota Metro terdiri dari 5 (lima) kecamatan dan 22 kelurahan
meliputi jumlah Rukun Tetangga (RT) sebanyak 836 dan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 310. Kecamatan yang wilayahnya paling luas adalah Kecamatan Metro Utara 19,64 Km² atau 28,57% dari luas total Kota Metro. Sementara kecamatan lainnya memiliki luas wilayah antara 17% sampai 21% terhadap luas seluruh kota.
172 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
Luas
Wil
ayah
Adm
insi
tras
i Kot
a M
etro
per
Kel
urah
an T
ahun
200
7 N
o K
ecam
atan
K
elur
ahan
Lu
as W
ilaya
h (K
m²)
%
ter
hada
p Lu
as T
otal
Ju
mla
h LK
1.
Met
ro P
usat
1.
Met
ro
2. I
mop
uro
3. H
adim
ulyo
Tim
ur
4. H
adim
ulyo
Bar
at
5. Y
osom
ulyo
2,28
1,1
9 3,
37
1,50
3,
37
3,32
1,7
3 4,
90
2,18
4,
90
9 6 6 9 5
Su
b to
tal
11,7
1 17
,04
35
2.
Met
ro U
tara
1.
Ban
jars
ari
2. P
urw
osar
i 3.
Pur
woa
sri
4. K
aran
grej
o
5,75
2,
55
3,62
7,
72
8,36
3,
71
5,27
11
,23
9 7 4 11
Sub
tota
l 14
,33
20,8
5 23
3.
M
etro
Tim
ur
1. Ir
ing
Mul
yo
2. Y
osod
adi
3. Y
osor
ejo
4. T
ejos
ari
5. T
ejo
agun
g
1,89
3,36
1,2
2 3,
76
1,55
3,22
4,
89
1,77
5,47
2,
25
8 4 9 4 5
Su
b to
tal
11,7
8 17
,14
30
4.
Met
ro B
arat
1.
Mul
yoja
ti
2. M
ulyo
sari
3.
Gan
jar
Agu
ng
4. G
anja
rsar
i
2,95
3,
03
2,88
2,
42
4,29
4,
41
4,19
3,
52
6 5 5 5
Su
b to
tal
11,2
8 16
,41
21
Lu
as T
otal
Wila
yah
Kot
a M
etro
68
,74
100
,00
140
Su
mbe
r : B
agia
n Pe
mer
inta
han
Setd
a K
ota
Met
ro, 2
00
7
173Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
Luas
Wil
ayah
Adm
insi
tras
i Kot
a M
etro
per
Kel
urah
an T
ahun
200
7 N
o K
ecam
atan
K
elur
ahan
Lu
as W
ilaya
h (K
m²)
%
ter
hada
p Lu
as T
otal
Ju
mla
h LK
1.
Met
ro P
usat
1.
Met
ro
2. I
mop
uro
3. H
adim
ulyo
Tim
ur
4. H
adim
ulyo
Bar
at
5. Y
osom
ulyo
2,28
1,1
9 3,
37
1,50
3,
37
3,32
1,7
3 4,
90
2,18
4,
90
9 6 6 9 5
Su
b to
tal
11,7
1 17
,04
35
2.
Met
ro U
tara
1.
Ban
jars
ari
2. P
urw
osar
i 3.
Pur
woa
sri
4. K
aran
grej
o
5,75
2,
55
3,62
7,
72
8,36
3,
71
5,27
11
,23
9 7 4 11
Sub
tota
l 14
,33
20,8
5 23
3.
M
etro
Tim
ur
1. Ir
ing
Mul
yo
2. Y
osod
adi
3. Y
osor
ejo
4. T
ejos
ari
5. T
ejo
agun
g
1,89
3,36
1,2
2 3,
76
1,55
3,22
4,
89
1,77
5,47
2,
25
8 4 9 4 5
Su
b to
tal
11,7
8 17
,14
30
4.
Met
ro B
arat
1.
Mul
yoja
ti
2. M
ulyo
sari
3.
Gan
jar
Agu
ng
4. G
anja
rsar
i
2,95
3,
03
2,88
2,
42
4,29
4,
41
4,19
3,
52
6 5 5 5
Su
b to
tal
11,2
8 16
,41
21
Lu
as T
otal
Wila
yah
Kot
a M
etro
68
,74
100
,00
140
Su
mbe
r : B
agia
n Pe
mer
inta
han
Setd
a K
ota
Met
ro, 2
00
7
Kondisi fisik Kota Metro sangat menentukan rencana pengembangannya di masa mendatang. Berdasarkan pengamatan terhadap karakteristik fisik wilayah, tidak teridentifikasi adanya kendala fisik berkaitan dengan topografi mengingat sebagian besar wilayah Kota Metro relatif datar. Selain itu kondisi geologi dan rendahnya tingkat kepekaan terhadap erosi sangat mendukung pengembangan fisik kota. Faktor limitasi perkembangan fisik yang perlu dicermati adalah perkembangan kota pada kawasan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan tak terbangun. Hal tersebut sangat penting dalam upaya mempertahankan kondisi ekologis wilayah yang berkelanjutan.
Kota Metro memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan 0%-5% dan terletak pada ketinggian 45%-62% di atas permukaan laut. Jenis batuannya terdiri dari batuan alluvium, sedangkan jenis tanahnya adalah Podzolik yang terdiri dari asosiasi Podzolik kekuningan dan Podzolik merah kekuningan.
Wilayah Kota Metro berkembang di atas lahan pertanian, yang sebagian besar berupa sawah irigasi teknis dan produktif. Perkembangan ini makin dipercepat oleh pembangunan prasarana jalan, sehingga lahan permukiman dan persawahan yang terbangun cenderung mengikuti jaringan jalan. Kepadatan bangunan paling tinggi terdapat di pusat kota, yang terdiri dari bangunan perkantoran jasa lainnya. Kota Metro beriklim tropis sebagaimana halnya dengan kondisi iklim di wilayah Provinsi Lampung pada umumnya. Secara terinci kondisi iklim di kota Metro adalah sebagai berikut : a. Arus angin
Kota Metro terletak di garis khatulistiwa pada posisi 5º Lintang Selatan yang beriklim Humid Tropis, dengan arah angin laut berhembus dari Samudera Indonesia dan Laut Jawa. Pada bulan November hingga bulan Maret, angin berhembus dari arah Barat dan Barat Laut. Pada bulan Juli hingga bulan
174 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Agustus, angin berhembus dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin pada umumnya rata-rata 5,83 km / jam
b. Temperatur dan kelembaban udara Pada ketinggian antar 40-62 meter dari permukiman laut, temperatur udara rata-rata siang berkisar 26ºC-30ºC, dengan suhu udara rata-rata siang hari 28º C, dengan suhu udara rata-rata siang hari 28º C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antar 80%-88%.
c. Rata-rata curah hujan di Kota Metro antar 1.921,07 mm per tahun sejak tahun 2000-2003. Bulan hujan prakiraan berkisar antar bulan September hingga bulan Mei, sedangkan bulan kering perkiraan berkisar antara bulan Juni hingga bulan Agustus.
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah dan kualitas penduduk sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan yang berlangsung. Aspek kependudukan menentukan jumlah kebutuhan pelayanan dan penyediaan sumberdaya ekonomi, termasuk kebutuhan-kebutuhan dasar maupun fasilitas sosial dan fasilitas umum lainnya.
Penduduk Kota Metro pada tahun 2004 berjumlah 152.829 jiwa, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,78% per tahun sejak tahun 2001. Penyebaran penduduk di Kota Metro pada tahun 2004 sebagian besar terkonsentrasi di kecamatan Metro Pusat dan Kecamatan Metro Timur. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Metro sebesar 2.212 jiwa/km², dengan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Metro Pusat dan terendah di Kecamatan Metro Selatan.
175Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Agustus, angin berhembus dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin pada umumnya rata-rata 5,83 km / jam
b. Temperatur dan kelembaban udara Pada ketinggian antar 40-62 meter dari permukiman laut, temperatur udara rata-rata siang berkisar 26ºC-30ºC, dengan suhu udara rata-rata siang hari 28º C, dengan suhu udara rata-rata siang hari 28º C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antar 80%-88%.
c. Rata-rata curah hujan di Kota Metro antar 1.921,07 mm per tahun sejak tahun 2000-2003. Bulan hujan prakiraan berkisar antar bulan September hingga bulan Mei, sedangkan bulan kering perkiraan berkisar antara bulan Juni hingga bulan Agustus.
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah dan kualitas penduduk sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan yang berlangsung. Aspek kependudukan menentukan jumlah kebutuhan pelayanan dan penyediaan sumberdaya ekonomi, termasuk kebutuhan-kebutuhan dasar maupun fasilitas sosial dan fasilitas umum lainnya.
Penduduk Kota Metro pada tahun 2004 berjumlah 152.829 jiwa, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,78% per tahun sejak tahun 2001. Penyebaran penduduk di Kota Metro pada tahun 2004 sebagian besar terkonsentrasi di kecamatan Metro Pusat dan Kecamatan Metro Timur. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Metro sebesar 2.212 jiwa/km², dengan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Metro Pusat dan terendah di Kecamatan Metro Selatan.
Tabel Jumlah dan Kepadatan penduduk Kota Metro Tahun 2007
No Kecamatan Banyak Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Metro Pusat 27.953 28.115 56.068 2. Metro Barat 10.591 11.030 21.621 3. Metro Timur 16.384 17.120 33.504 4. Metro Utara 12.344 12.389 24.733 5. Metro Selatan 8.403 8.550 16.953
Jumlah 75.675 77.204 152.879
Sumber : BKCS KB, 2007
Komposisi penduduk Kota Metro berdasarkan struktur umur dibedakan atas usia produktif (> 15-60 tahun) dan usia tidak produktif (1-14 tahun dan > 60 tahun). Pada tahun 2004 jumlah penduduk usia produktif di Kota Metro sebesar 109.188 jiwa atau 71.42% dari jumlah penduduk, sedangkan usia tidak produktif berjumlah 43.691 jiwa atau 28,58%. Tabel Penduduk Kota Metro Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007
Kelompok Umur Penduduk Jumlah (Jiwa) 1-4 5-9
10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59
60-65+
5.088 5.475 7.051 8.965 7.996 8.534 5.852 5.167 5.193 4.584 4.778 3.879 3.113
5.588 5.980 7.379 8.669 6.754 8.226 6.135 6.110 5.397 4.678 4.419 3.852 4.017
10.676 11.455 14.430 17.634 14.750 16.760 11.987 11.277
10.590 9.262 9.197 7.731 7.130
Jumlah 75.675 77.204 152.879 Sumber : BKCS KB, 2007
176 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Berdasarkan komposisi umur penduduk di atas, maka besarnya ratio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Kota Metro pada tahun 2004 sebesar 40%, artinya setiap 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 40 jiwa yang tidak produktif. Dengan demikian ratio ketergantungan penduduk Kota Metro termasuk klasifikasi rendah (<50%). Secara terinci komposisi penduduk produktif dan tidak produktif dapat dilihat pada Tabel berikut :
Perbandingan Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kota Metro Tahun 2007
No Kelompok Umur Jumlah
Keterangan Jiwa %
1. 1-14 36.561 23.92 Usia tidak produktif
2. >15-59 109.188 71,42 Usia Produktif
3. >60 7.130 4,66 Usia tidak produktif
Jumlah 152.879 100,00
Sumber : Bagian Pemerintahan Setda Kota Metro, 2007 (data diolah)
Mata pencaharian penduduk Kota Metro pada tahun 2004
sebagian besar adalah pada sektor jasa (33,58%) disusul oleh sektor pertanian (32,92%), konstribusi (11,65%), dan perdagangan (9,45%). Komposisi mata pencahrian penduduk di Kota Metro tahun 2004 secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut:
177Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Berdasarkan komposisi umur penduduk di atas, maka besarnya ratio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Kota Metro pada tahun 2004 sebesar 40%, artinya setiap 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 40 jiwa yang tidak produktif. Dengan demikian ratio ketergantungan penduduk Kota Metro termasuk klasifikasi rendah (<50%). Secara terinci komposisi penduduk produktif dan tidak produktif dapat dilihat pada Tabel berikut :
Perbandingan Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kota Metro Tahun 2007
No Kelompok Umur Jumlah
Keterangan Jiwa %
1. 1-14 36.561 23.92 Usia tidak produktif
2. >15-59 109.188 71,42 Usia Produktif
3. >60 7.130 4,66 Usia tidak produktif
Jumlah 152.879 100,00
Sumber : Bagian Pemerintahan Setda Kota Metro, 2007 (data diolah)
Mata pencaharian penduduk Kota Metro pada tahun 2004
sebagian besar adalah pada sektor jasa (33,58%) disusul oleh sektor pertanian (32,92%), konstribusi (11,65%), dan perdagangan (9,45%). Komposisi mata pencahrian penduduk di Kota Metro tahun 2004 secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tab
el
Jum
lah
Pend
uduk
Ber
dasa
rkan
Mat
a Pe
ncah
aria
n di
Kot
a M
etro
Tah
un 2
00
7
No
Sekt
or
Jum
lah
Pend
uduk
(Jiw
a)
%
Met
ro P
usat
Met
ro B
arat
Met
ro T
imur
M
etro
Sel
atan
M
etro
Uta
ra
Jum
lah
1. Pe
rtan
ian
1.00
2 1.5
45
1.174
1.5
74
3.26
9 8.
564
32,9
2 2.
Pe
rika
nan
266
33
3 4
9 31
5 1,2
1 3.
Pe
tern
akan
61
5 0
6
212
75
908
3,49
4.
In
dust
ri
904
33
143
78
265
1.423
5,
47
5.
Kon
stru
ksi
1.665
54
4 29
3 37
6 15
4 3.
032
11
,65
6.
Perd
agan
gan
493
152
1.511
18
9 12
1 2.
466
9,48
7.
A
ngku
tan
80
62
63
7 83
29
5 1,1
3 8.
Ja
sa K
euan
gan
28
2 2
0
0
30
0,11
9.
Ja
sa P
emer
inta
han
3.38
9 54
1 2.
658
438
1.078
8.
104
31,15
10
. Ja
sa P
eror
anga
n 23
7 11
6 14
0
21
88
602
2,31
11
. La
inny
a 15
4 0
12
4 0
0
27
8 1,0
7
Ju
mla
h 8.
833
3.0
26
6.11
7 2.
899
5.14
2 26
.017
10
0 %
33
,95
11,6
3 23
,51
11,14
19
,76
100
Sum
ber
: Bap
peda
Kot
a M
etro
, 20
07
178 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dal
am t
abel
ter
sebu
t, t
erlih
at b
ahw
a ju
mla
h pe
ndud
uk y
ang
beke
rja
seba
gian
bes
ar b
erte
mpa
t ti
ngga
l di
Kec
amat
an M
etro
Pus
at (
33,9
5%),
Kec
amat
an M
etro
Tim
ur (
23,5
1%),
dan
Kec
amat
an M
etro
U
tara
(19
,76%
), se
dang
kan
yang
pro
sent
asen
ya r
elat
if re
ndah
ber
ada
di K
ecam
atan
Met
ro S
elat
an
(11,1
4%) d
an K
ecam
atan
Met
ro B
arat
(11,
63%
). T
abel
Ju
mla
h K
elua
rga
Mis
kin
di K
ota
Met
roT
ahun
20
04-
200
7
No
Kec
amat
an
200
4 20
05
200
6 20
07
PSA
E
KS1
AE
PS
AE
K
S1A
E
PSA
E
KS1
AE
PS
AE
K
S1A
E
1. M
etro
Pus
at
669
1.260
56
2 1.4
84
558
1.349
55
9 1.5
45
2.
Met
ro B
arat
80
2 63
4 71
1 66
3 74
9 82
9 67
8 79
6 3.
M
etro
Tim
ur
577
282
496
364
453
348
449
507
4.
Met
ro U
tara
58
7 92
7 55
7 94
6 53
7 75
4 53
7 68
2 5.
M
etro
Sel
atan
31
3 13
0
331
187
339
247
334
349
Jum
lah
2.94
8 3.
233
2.65
7 3.
644
2.63
6 3.
527
2.55
7 3.
879
179Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dal
am t
abel
ter
sebu
t, t
erlih
at b
ahw
a ju
mla
h pe
ndud
uk y
ang
beke
rja
seba
gian
bes
ar b
erte
mpa
t ti
ngga
l di
Kec
amat
an M
etro
Pus
at (
33,9
5%),
Kec
amat
an M
etro
Tim
ur (
23,5
1%),
dan
Kec
amat
an M
etro
U
tara
(19
,76%
), se
dang
kan
yang
pro
sent
asen
ya r
elat
if re
ndah
ber
ada
di K
ecam
atan
Met
ro S
elat
an
(11,1
4%) d
an K
ecam
atan
Met
ro B
arat
(11,
63%
). T
abel
Ju
mla
h K
elua
rga
Mis
kin
di K
ota
Met
roT
ahun
20
04-
200
7
No
Kec
amat
an
200
4 20
05
200
6 20
07
PSA
E
KS1
AE
PS
AE
K
S1A
E
PSA
E
KS1
AE
PS
AE
K
S1A
E
1. M
etro
Pus
at
669
1.260
56
2 1.4
84
558
1.349
55
9 1.5
45
2.
Met
ro B
arat
80
2 63
4 71
1 66
3 74
9 82
9 67
8 79
6 3.
M
etro
Tim
ur
577
282
496
364
453
348
449
507
4.
Met
ro U
tara
58
7 92
7 55
7 94
6 53
7 75
4 53
7 68
2 5.
M
etro
Sel
atan
31
3 13
0
331
187
339
247
334
349
Jum
lah
2.94
8 3.
233
2.65
7 3.
644
2.63
6 3.
527
2.55
7 3.
879
Dari tabel diatas, terlihat bahwa jumlah keluarga pra sejahtera alasan ekonomi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 mengalami penurunan dari 3.188 keluarga menjadi 2.557 turun sebesar 631 keluarga pra sejahtera.
Terkait dengan pembangunan manusia (sebagai objek), dapat dilihat status pembangunan manusia melalui suatu indikator komposit yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Pada tahun 2004, Kota Metro memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua di Provinsi Lampung dengan nilai 69,0 setelah Kota Bandar Lampung, sedangkan yang memiliki nilai IPM terendah adalah Kabupaten Lampung Barat. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Lampung Barat menunjukkan angka yang ekstrem pada angka harapan hidup dan daya beli masyarakat. Sementara Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung memiliki IPM tertinggi dengan kontribusi utama indeks diperoleh dari kamampuan daya beli masyarakatnya.
Tabel Kategori Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Metro
No Nilai IPM Kategori 1. IPM < 50 Rendah 50 ≤ IPM < 66 Menengah Bawah * ) 66 ≤ IPM < 80 Menengah Atas *) IPM ≥ 80 Tinggi
*) Modifikasi UNDP dengan memecah klasifikasi menengah
180 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Nilai Komponen IPM Kabupaten / Kota se-Provinsi Lampung
No Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 1. Lampung Barat 59.40 59.10 63.20 2. Tanggamus 60.10 60.10 65.50 3. Lampung Selatan 59.70 60.30 64.60 4. Lampung Timur 60.80 61.60 65.70 5. Lampung Tengah 62.10 63.20 66.90 6. Lampung Utara 64.30 64.30 66.30
7. Way Kanan 60.70 61.80 64.50 8. Tulang Bawang 61.20 60.50 63.50 9. Bandar Lampung 70.90 71.60 70.70 10 Metro 68.90 69.00 73.50 Provinsi Lampung 62.60 63.10 66.00
Sumber : BPS Provinsi Lampung 2006-2007
Pada tabel diatas, terlihat bahwa pada tahun 2006 dan 2007 IPM Kota Metro masing-masing sebesar 68,90 dan 69,00. Dengan demikian Kota Metro menduduki peringkat ke dua dari sepuluh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. Setelah Kota Bandar Lampung. Namun di tahun 2003 posisi Kota Metro meningkat menjadi menduduki posisi pertama dengan IPM sebesar 73,50
Apabila dilihat dari masing-masing komponen, maka Kota Metro memiliki nilai Indeks Kelangsungan Hidup (IKH) sebesar 75,8, nilai Indeks Pengetahuan (IP) sebesar 84,8 dan nilai Indeks Daya Beli (IDB) sebesar 46,2. Nilai IKH Kota Metro merupakan yang tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung, sedangkan IP dan IDB menduduki urutan nomor dua setelah Kota Bandar Lampung. Nilai komponen pembentukan IPM secara terinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
181Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tabel Nilai Komponen IPM Kabupaten / Kota se-Provinsi Lampung
No Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 1. Lampung Barat 59.40 59.10 63.20 2. Tanggamus 60.10 60.10 65.50 3. Lampung Selatan 59.70 60.30 64.60 4. Lampung Timur 60.80 61.60 65.70 5. Lampung Tengah 62.10 63.20 66.90 6. Lampung Utara 64.30 64.30 66.30
7. Way Kanan 60.70 61.80 64.50 8. Tulang Bawang 61.20 60.50 63.50 9. Bandar Lampung 70.90 71.60 70.70 10 Metro 68.90 69.00 73.50 Provinsi Lampung 62.60 63.10 66.00
Sumber : BPS Provinsi Lampung 2006-2007
Pada tabel diatas, terlihat bahwa pada tahun 2006 dan 2007 IPM Kota Metro masing-masing sebesar 68,90 dan 69,00. Dengan demikian Kota Metro menduduki peringkat ke dua dari sepuluh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. Setelah Kota Bandar Lampung. Namun di tahun 2003 posisi Kota Metro meningkat menjadi menduduki posisi pertama dengan IPM sebesar 73,50
Apabila dilihat dari masing-masing komponen, maka Kota Metro memiliki nilai Indeks Kelangsungan Hidup (IKH) sebesar 75,8, nilai Indeks Pengetahuan (IP) sebesar 84,8 dan nilai Indeks Daya Beli (IDB) sebesar 46,2. Nilai IKH Kota Metro merupakan yang tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung, sedangkan IP dan IDB menduduki urutan nomor dua setelah Kota Bandar Lampung. Nilai komponen pembentukan IPM secara terinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tab
el
Nila
i Kom
pone
n IP
M K
abup
aten
/K
ota
se
-Pro
vins
i Lam
pung
Tah
un 2
00
7
No
Kab
upat
en/
Kot
a In
deks
Kel
angs
unga
n H
idup
(IK
H)
Inde
ks
Peng
etah
uan
(IP)
In
deks
Day
a B
eli (
IDB
) In
deks
Pem
bang
unan
M
anus
ia (I
PM)
1. La
mpu
ng B
arat
66
,3
77,7
33
,2
59,1
2.
Tan
ggam
us
69,3
75
,7
35,4
60
,1 3.
La
mpu
ng S
elat
an
70,0
74
,5
36,5
60
,3
4.
Lam
pung
Tim
ur
73,0
73
,8
38,1
61,6
5.
La
mpu
ng T
enga
h 73
,8
77,5
38
,1 63
,2
6.
Lam
pung
Uta
ra
72,2
79
,8
40,8
64
,3
7.
Way
Kan
an
71,5
76
,3
37,6
61
,8
8.
Tul
ang
Baw
ang
73,2
74
,9
36,5
61
,5
9.
Ban
dar
Lam
pung
75
,0
84,9
54
,9
71,6
10
M
etro
75
,8
84,8
46
,2
69,0
Prov
insi
Lam
pung
72
,0
77,6
39
,7
63,1
Sum
ber
: BPS
Pro
vins
i Lam
pung
, 20
07
182 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pem
bang
unan
m
anus
ia
pada
m
asin
g-m
asin
g ke
cam
atan
di
K
ota
Met
ro
tahu
n 20
07
mem
perl
ihat
kan
bahw
a IP
M K
ecam
atan
Met
ro P
usat
pal
ing
ting
gi d
iban
ding
kan
keca
mat
an la
inny
a. H
al
ini d
iseb
abka
n ka
rena
Inde
ks D
aya
Bel
i dan
Inde
ks P
enge
tahu
an d
i Kec
amat
an M
etro
Pus
at r
elat
if t
ingg
i da
n m
embe
rika
n ko
nstr
ibus
i cuk
up b
esar
ter
hada
p an
gka
IPM
sep
erti
Tab
el d
i baw
ah in
i :
Tab
el
Nila
i Kom
pone
n IP
M T
iap
Kec
amat
an d
i Kot
a M
etro
Tah
un 2
00
7
No
Kec
amat
an
Inde
ks K
elan
gsun
gan
Hid
up (I
KH
) In
deks
Pe
nget
ahua
n (I
P)
Inde
ks D
aya
Bel
i (I
DB
) In
deks
Pem
bang
unan
M
anus
ia (I
PM)
1. M
etro
Pus
at
75,2
5 86
,22
38,6
6 66
,71
2.
Met
ro U
tara
74
,33
77,3
9 33
,14
61,6
2 3.
M
etro
Sel
atan
75
,17
81,2
8 31
,14
62,5
3 4.
M
etro
Tim
ur
74,17
85
,52
31,9
3 63
,87
5.
Met
ro B
arat
75
,33
83,9
2 35
,03
64,7
6
Kot
a M
etro
75
,78
85,7
2 34
,32
65,2
7
Sum
ber
: BPS
Kot
a M
etro
, 20
07
183Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Pem
bang
unan
m
anus
ia
pada
m
asin
g-m
asin
g ke
cam
atan
di
K
ota
Met
ro
tahu
n 20
07
mem
perl
ihat
kan
bahw
a IP
M K
ecam
atan
Met
ro P
usat
pal
ing
ting
gi d
iban
ding
kan
keca
mat
an la
inny
a. H
al
ini d
iseb
abka
n ka
rena
Inde
ks D
aya
Bel
i dan
Inde
ks P
enge
tahu
an d
i Kec
amat
an M
etro
Pus
at r
elat
if t
ingg
i da
n m
embe
rika
n ko
nstr
ibus
i cuk
up b
esar
ter
hada
p an
gka
IPM
sep
erti
Tab
el d
i baw
ah in
i :
Tab
el
Nila
i Kom
pone
n IP
M T
iap
Kec
amat
an d
i Kot
a M
etro
Tah
un 2
00
7
No
Kec
amat
an
Inde
ks K
elan
gsun
gan
Hid
up (I
KH
) In
deks
Pe
nget
ahua
n (I
P)
Inde
ks D
aya
Bel
i (I
DB
) In
deks
Pem
bang
unan
M
anus
ia (I
PM)
1. M
etro
Pus
at
75,2
5 86
,22
38,6
6 66
,71
2.
Met
ro U
tara
74
,33
77,3
9 33
,14
61,6
2 3.
M
etro
Sel
atan
75
,17
81,2
8 31
,14
62,5
3 4.
M
etro
Tim
ur
74,17
85
,52
31,9
3 63
,87
5.
Met
ro B
arat
75
,33
83,9
2 35
,03
64,7
6
Kot
a M
etro
75
,78
85,7
2 34
,32
65,2
7
Sum
ber
: BPS
Kot
a M
etro
, 20
07
Distribusi IPM menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel di atas, terlihat bahwa IPM tertinggi dicapai oleh kecamatan Metro Pusat, dimana indeks daya beli terhadap angka IPM. Sedangkan untuk indeks kelangsungan hidup terlihat bahwa secara umum tingkat kelangsungan hidup di Kota Metro relatif sama. Hal ini menunjukkan akses masyarakat pada sektor kesehatan relatif sama pada setiap kecamatan sehingga derajat kesehatan ibu, bayi dan anak relatif sama pada tiap kecamatan.
Untuk indeks kelangsungan hidup kecamatan se-Kota Metro mempunyai angka yang relatif sama. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap sektor kesehatan pada setiap kecamatan relatif sama, sehingga derajat kesehatan ibu, bayi, dan anak relatif setara pada seluruh kecamatan.
Jumlah dan kualitas penduduk sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan yang berlangsung. Aspek kependudukan menentukan jumlah kebutuhan pelayanan dan penyediaan sumberdaya ekonomi, termasuk kebutuhan-kebutuhan dasar maupun fasilitas sosial dan fasilitas umum lainnya. 3. Kehidupan Sosial Politik
Aspek kehidupan sosial politik Kota Metro terdapat dalam Visi, Misi dan Kebijakan Umum yang tertuang pada item pertama yang di didalamanya terkandung prinsip-prinsip demokratis berarti penyelenggaraan otonomi daerah didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, mengedepankan peran serta masyarakat, sehingga menciptakan pemerintahan yang partisipatoris dan egaliter. Dalam item keempat adalah mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan bertanggung jawab. Dalam rangka menciptakan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik, maka tata kepemerintahan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, transparan, profesional, efisien dan efektif,
184 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berkeadilan serta taat pada aturan-aturan hukum. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan iklim yang kondusif dalam mengemban tugas-tugas pemerintahan daerah guna lebih mewujudkan tingkat kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas.
Mewujudkan kehidupan demokrasi dalam segala aspek kehidupan, menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, menjunjung tinggi hukum dan menjamin tegaknya supremasi hukum. Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pembangunan. Sebab masyarakat adalah subyek dari pembangunan itu sendiri. Selain juga untuk menciptakan rasa aman, nyaman, tertib, dan tentram supaya hak-hak dasar masyarakat tidak terlanggar dengan menjunjung tinggi hukum, sehingga hukum menjadi panglima di dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya.
Kehidupan sosial politik Kota Metro dijabarkan dalam matriks indikasi rencana program yang terdapat pada misi kelima yaitu : Mewujudkan kehidupan demokrasi dalam segala aspek kehidupan, menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, menjunjung tinggi hukum dan menjamin tegaknya supremasi hukum yang di dalam kebijakan umum bertujuan untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Strategi yang dijalankan adalah kerjasama dengan aparat penegak hukum dan masyarakat dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Hal ini sebagai program dari pemerintah Kota Metro untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan masyarakat, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mencipatakan iklim kehidupan demokrasi yang melibatkan peran serta masyarakat. Sebagai indikator hasil atau outcomesnya adalah meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, meningkatnya
ketertiban dan keamanan, terselenggaranya rekruitmen panwasda,
185Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
berkeadilan serta taat pada aturan-aturan hukum. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan iklim yang kondusif dalam mengemban tugas-tugas pemerintahan daerah guna lebih mewujudkan tingkat kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas.
Mewujudkan kehidupan demokrasi dalam segala aspek kehidupan, menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, menjunjung tinggi hukum dan menjamin tegaknya supremasi hukum. Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pembangunan. Sebab masyarakat adalah subyek dari pembangunan itu sendiri. Selain juga untuk menciptakan rasa aman, nyaman, tertib, dan tentram supaya hak-hak dasar masyarakat tidak terlanggar dengan menjunjung tinggi hukum, sehingga hukum menjadi panglima di dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya.
Kehidupan sosial politik Kota Metro dijabarkan dalam matriks indikasi rencana program yang terdapat pada misi kelima yaitu : Mewujudkan kehidupan demokrasi dalam segala aspek kehidupan, menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, menjunjung tinggi hukum dan menjamin tegaknya supremasi hukum yang di dalam kebijakan umum bertujuan untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Strategi yang dijalankan adalah kerjasama dengan aparat penegak hukum dan masyarakat dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Hal ini sebagai program dari pemerintah Kota Metro untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan masyarakat, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mencipatakan iklim kehidupan demokrasi yang melibatkan peran serta masyarakat. Sebagai indikator hasil atau outcomesnya adalah meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, meningkatnya
ketertiban dan keamanan, terselenggaranya rekruitmen panwasda,
dan meningkatnya kehidupan demokrasi, sedangkan indikasi kegiatan adalah rekruitmen Panwasda yang merupakan fungsi pelayanan umum sedangkan Sub fungsinya adalah Lembaga Eksekutif dan Legislatif. Sebagai penanggung jawabnya adalah Sekretaiat DPRD Kota Metro. I. Kabupaten Tanggamus 1. Geografis dan Demografis
Kecamatan Kotaagung adalah salah satu dari sejumlah Pemerintah Daerah Kecamatan yang berada di bawah naungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus. Kecamatan yang berada di ibu kota kabupaten ini, memiliki catatan sejarah setidaknya sejak tahun 1889, pada saat Belanda mulai masuk di wilayah Kota agung, yang pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang kontroller. Pada waktu itu pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah adat yang terdiri dari lima marga yaitu : 1. Marga Gunung Alip 2. Marga Benawang 3. Marga Belunguh 4. Marga Pematang Sawa 5. Marga Ngarip
Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa kampung
Selanjutnya pada tahun 1944 berdiri Pemerintahan Kecamatan dan Kewedanaan, serta pada tahun 1953 berdiri pula Pemerintahan Negeri sekaligus menghapus pemerintahan Adat/Marga
Pada masa Pemerintahan Kewedanaan, Kotaagung mengkordinir empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kotaagung, Kecamatan Wonosobo, Kecamatan Cukuh Balak dan Kecamatan Talang Padang yang mencakup Kecamatan Pulau
186 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Panggung. Pada tahun 1964, Pemerintahan Kewedanaan dihapuskan yang selanjutnya pada tahun 1971 Pemerintahan Negeri juga dihapuskan.
Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 114/1979 tanggal 30 Juni 1979 dalam rangka mengatasi rentang kendali dan sekaligus merupakan persiapan pembentukan pembantu Bupati Lampung Selatan untuk wilayah Kotaagung yang berkedududkan di Kotaagung, ditetapkan pembantu bupati wilayah Kotaagung yang meliputi 10 kecamatan, tujuh perwakilan kecamatan dengan 300 desa dan tiga kelurahan serta empat desa persiapan.
Pada saat Kabupaten Tanggamus terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 1997, Kotaagung ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten. Pada saat ini Kotaagung sebagai sebuah kecamatan meliputi wilayah yang cukup luas, yang kemudian pada tahun 2005 dikembangkan menjadi tiga kecamatan berdasarkan Perda Tanggamus No.5 Tahun 2005. Dengan perda ini Kecamatan Kotaagung dikembangkan menjadi tiga wilayah kecamatan yaitu, Kotaagung Pusat (Kotaagung) Kecamatan Kotaagung Barat (Negarabatin), dan Kecamatan Kotaagung Timur (Kagungan).
Kecamatan Kotaagung Pusat yang akan menjadi wilyah penelitian ini terletak di pusat ibu kota Kabupaten Tanggamus yang memiliki luas wilayah 76, 93 km2 berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara Kecamatan Ulu Belu 2. Sebelah Selatan Teluk Semangka 3. Sebelah Timur Kecamatan Kotaagung Timur 4. Sebelah Barat Kecamatan Kotaagung Barat.
Secara administrasi Kecamatan Kotaagung terdiri dari 3 kelurahan (Kelurahan Baros, Kelurahan Kuripan dan Kelurahan Pasar Madang) dan 10 pekon (Negeri Ratu, Kotaagung, Terbaya,
187Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Panggung. Pada tahun 1964, Pemerintahan Kewedanaan dihapuskan yang selanjutnya pada tahun 1971 Pemerintahan Negeri juga dihapuskan.
Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 114/1979 tanggal 30 Juni 1979 dalam rangka mengatasi rentang kendali dan sekaligus merupakan persiapan pembentukan pembantu Bupati Lampung Selatan untuk wilayah Kotaagung yang berkedududkan di Kotaagung, ditetapkan pembantu bupati wilayah Kotaagung yang meliputi 10 kecamatan, tujuh perwakilan kecamatan dengan 300 desa dan tiga kelurahan serta empat desa persiapan.
Pada saat Kabupaten Tanggamus terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 1997, Kotaagung ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten. Pada saat ini Kotaagung sebagai sebuah kecamatan meliputi wilayah yang cukup luas, yang kemudian pada tahun 2005 dikembangkan menjadi tiga kecamatan berdasarkan Perda Tanggamus No.5 Tahun 2005. Dengan perda ini Kecamatan Kotaagung dikembangkan menjadi tiga wilayah kecamatan yaitu, Kotaagung Pusat (Kotaagung) Kecamatan Kotaagung Barat (Negarabatin), dan Kecamatan Kotaagung Timur (Kagungan).
Kecamatan Kotaagung Pusat yang akan menjadi wilyah penelitian ini terletak di pusat ibu kota Kabupaten Tanggamus yang memiliki luas wilayah 76, 93 km2 berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara Kecamatan Ulu Belu 2. Sebelah Selatan Teluk Semangka 3. Sebelah Timur Kecamatan Kotaagung Timur 4. Sebelah Barat Kecamatan Kotaagung Barat.
Secara administrasi Kecamatan Kotaagung terdiri dari 3 kelurahan (Kelurahan Baros, Kelurahan Kuripan dan Kelurahan Pasar Madang) dan 10 pekon (Negeri Ratu, Kotaagung, Terbaya,
Kusa, Kedamaian, Kelungu, Pardasuka, Teratas, Penanggungan, Terdana,)
Topografi wilayah Kecamatan Kotaagung Pusat berada di ketinggian 59,9 meter dari permukaan laut, beriklim sedang dengan suhu antara 20 sampai sampai 31 derajat Celcius, sebagian besar wilayahnya berupa dataran dan sebagian berupa daerah perbukitan.
Dilihat dari sudut demografis, jumlah penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat tercatat sebesar 35.779 jiwa, 18.492 laki-laki dan 17.287.64 Tingkat kepadatan penduduk di kecamatan ini bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus lainnya cukup padat, dengan ratio kepadatan sebesar /Km2
Etnisitas penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat, sebagian besar adalah lampung peminggir. Sayang tidak bisa didapatkan data statistik yang akurat tentang ini. Tetapi menurut observasi peneliti dan keterangan tokoh masyarakat setempat, wilayah kecamatan kotaagung yang tediri dari 3 kelurahan dan 10 pekon, 8 pekon masih didominasi oleh penduduk asli dari etnis Lampung peminggir. Hanya 2 pekon (Kotaagung dan Negeri Ratu) dan ketiga kelurahan saja, yang masyarakatnya dari latar belakang etnis yang beragam, seperti etnis Jawa, Sunda, Banten, Bugis, Padang dan Palembang, Batak, Cina.
Agak sukar untuk menarik garis hubungan antara latar belakang etnis dengan kelompok agama yang dianut, mengingat sudah sedemikian beragamnya kelompok-kelompok penganut agama setempat dengan latar belakang suku yang berbaur pula. Kecuali untuk beberapa suku tertentu, misalnya dari kalangan penduduk yang beretnis Lampung dapat diketahui bahwa seluruhnya masih menganut agama Islam, demikian halnya etnis Padang, Sunda dan Banten. Sedangkan dari kalangan penduduk
188 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yang beretnis Batak kebanyakan beragama Kristen, dan etnis Cina umumnya beragama Budha. 2. Kehidupan Sosial Ekonomi
Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat dilihat dari sudut lapangan usaha/ mata pencahariannya, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat Kabupaten Tanggamus
NO. JENIS PEKERJAAN JUMLAH % 1 Tani 4.250 orang 32,4% 2 Buruh 4.183 orang 31,80% 3 Dagang 3.242 orang 24,7%
4 PNS 640 orang 4,8% 5 Nelayan 767 orang 5,8% 6 Dokter 6 orang 0,04 7 TNI/POLRI 27 orang 0,2% Total Keseluruhan 13.115 Orang 100%
Sumber: Diolah dari data di 3 kelurahan dan 10 pekon di wilayah Kecamatan Kotaagung Pusat.
Dari tabel di atas diketahui bahwa mata pencaharian
penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat sebagian besar adalah di sektor pertanian (tani dan nelayan) Sedangkan selebihnya bekerja di sektor jasa termasuk di dalamnya juga pegawai negeri dan TNI-Polri, kemudian berdagang, dan lain-lain. Pada sektor jasa dalam bentuk dagang tanpaknya juga merupakan jenis pekerjaan yang cukup dominan. Hal ini tanpaknya terkait dengan letak wilayah kecamatan Kotaagung pusat yang terletak di salah satu pusat kegiatan ekonomi di kabupaten Tanggamus. Berikut gambaran prasarana perekonomian di 3 kelurahan kecamatan Kotaagung Pusat.
189Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
yang beretnis Batak kebanyakan beragama Kristen, dan etnis Cina umumnya beragama Budha. 2. Kehidupan Sosial Ekonomi
Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat dilihat dari sudut lapangan usaha/ mata pencahariannya, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat Kabupaten Tanggamus
NO. JENIS PEKERJAAN JUMLAH % 1 Tani 4.250 orang 32,4% 2 Buruh 4.183 orang 31,80% 3 Dagang 3.242 orang 24,7%
4 PNS 640 orang 4,8% 5 Nelayan 767 orang 5,8% 6 Dokter 6 orang 0,04 7 TNI/POLRI 27 orang 0,2% Total Keseluruhan 13.115 Orang 100%
Sumber: Diolah dari data di 3 kelurahan dan 10 pekon di wilayah Kecamatan Kotaagung Pusat.
Dari tabel di atas diketahui bahwa mata pencaharian
penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat sebagian besar adalah di sektor pertanian (tani dan nelayan) Sedangkan selebihnya bekerja di sektor jasa termasuk di dalamnya juga pegawai negeri dan TNI-Polri, kemudian berdagang, dan lain-lain. Pada sektor jasa dalam bentuk dagang tanpaknya juga merupakan jenis pekerjaan yang cukup dominan. Hal ini tanpaknya terkait dengan letak wilayah kecamatan Kotaagung pusat yang terletak di salah satu pusat kegiatan ekonomi di kabupaten Tanggamus. Berikut gambaran prasarana perekonomian di 3 kelurahan kecamatan Kotaagung Pusat.
Tabel Prasarasarana Perekonomian di 3 Kelurahan Kecamatan Kotaagung Pusat
Kelurahan pasar toko kios KUD bank Baros Pasar Madang Kuripan
1 1
10 78 8
17 33 29
- 1 1
- - 2
Jumlah 2 96 79 2 2 Sumber: Kotaahung Dalam Angka 2006-2007
Karena data tentang prasarana perekonomian di atas diperoleh dari data tahun 2006-2007, maka diasumsikan prasarana perekonomian saat ini telah berkembang sedemikian rupa seiring berkembangnya kehidupan ekonomi di daerah ini. Sayangnya Kecamatan Kotaagung Pusat tidak memiliki data terbaru tentang hal ini. 3. Kehidupan Sosial Politik a) Kondisi Sosial Politik
Berdasarkan hasil perolehan suara Pemilihan Umum Nasional tahun 2003 di Kecamatan Kotaagung Pusat, yang masuk katagori lima partai besar adalah; Demokrat, PDIP, Golkar, PAN, dan PPP. Sesuai dengan urutan lima partai besar itu dapat diketahui bahwa partai populis dikalangan penduduk warga kecamatan Kotaagung Pusat adalah partai yang bercorak nasionalis. Anggota partai ini dan simpatisannya berasal dari berbagai macam latar belakang golongan etnis dan agama, memiliki visi dan misi yang sama yaitu berorientasi kepada kepentingan nasional.
Demikian halnya organisasi kepemudaan onderbaw partai politik, juga didominasi oleh organisasi kepemudaan yang merupakan onderbaw dari partai politik yang bercorak nasionalis,
190 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
seperti organisasi Pemuda Panca Marga dari partai Golkar. Organisasi ini mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa membedakan latar belakang etnis dan agama dalam struktur kepengurusan dan aktivitasnya.
Di wilayah ini azas-azas demokrasi dapat ditegakkan, semisal berkenaan dengan formasi PNS, untuk mengisi formasi yang ada tidak mesti berasal dari etnik atau agama mayoritas penduduk setempat, selama profesional nampaknya tidak menimbulkan gejolak sosial, dan sampai sekarang, masalah sosial politik di wilayah ini cukup aman dan terkendali, ditandai dengan tidak adanya konflik sosial yang terjadi. b) Kehidupan Sosial Budaya
Kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduknya. Tingkat pendidikan penduduk kecamatan Kotaagung pusat tidak didapatkan data stastistik yang terbaru. Data yang disajikan di bawah ini merupakan data yang diperoleh secara manual dari kelurahan dan pekon di wilayah Kotaagung sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Tanggamus.
Tabel Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat Kabupaten Tanggamus
NO. JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH ( % ) 1. SD 8.665 50,00% 2. SLTP 4.105 23,60% 3. SLTA 3.658 21,10% 4. Diploma 1 188 1,08% 5. Diploma 2 184 1,06% 6 Diploma 3 182 1,05% 7 S1 327 1,88% 8 S.2 12 0,06% 9 S3 1 0,005% Jumlah 17.321 100%
Sumber : Diolah dari data kelurahan dan pekon di wilayah Kecamatan Kotaagung Pusat.
191Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
seperti organisasi Pemuda Panca Marga dari partai Golkar. Organisasi ini mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa membedakan latar belakang etnis dan agama dalam struktur kepengurusan dan aktivitasnya.
Di wilayah ini azas-azas demokrasi dapat ditegakkan, semisal berkenaan dengan formasi PNS, untuk mengisi formasi yang ada tidak mesti berasal dari etnik atau agama mayoritas penduduk setempat, selama profesional nampaknya tidak menimbulkan gejolak sosial, dan sampai sekarang, masalah sosial politik di wilayah ini cukup aman dan terkendali, ditandai dengan tidak adanya konflik sosial yang terjadi. b) Kehidupan Sosial Budaya
Kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduknya. Tingkat pendidikan penduduk kecamatan Kotaagung pusat tidak didapatkan data stastistik yang terbaru. Data yang disajikan di bawah ini merupakan data yang diperoleh secara manual dari kelurahan dan pekon di wilayah Kotaagung sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Tanggamus.
Tabel Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Kotaagung Pusat Kabupaten Tanggamus
NO. JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH ( % ) 1. SD 8.665 50,00% 2. SLTP 4.105 23,60% 3. SLTA 3.658 21,10% 4. Diploma 1 188 1,08% 5. Diploma 2 184 1,06% 6 Diploma 3 182 1,05% 7 S1 327 1,88% 8 S.2 12 0,06% 9 S3 1 0,005% Jumlah 17.321 100%
Sumber : Diolah dari data kelurahan dan pekon di wilayah Kecamatan Kotaagung Pusat.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa taraf pendidikan penduduk kecamatan Kotaagung Pusat masih didominasi oleh pendidikan tingkat dasar. Namun demikian yang telah mencapai tingkat sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi juga sudah cukup menonjol secara kuantitas. Kondisi ini menjadi potensi bagi terbangunnya kehidupan sosial budaya yang baik, dimana sikap saling menghargai dan sikap positif dalam memahami perbedaan antara satu dengan lainnya diharapkan bisa terbangun.
Dalam kehidupan sosial budaya penduduk kecamatan Kotaagung nampak adanya kebersamaan dan keakraban antar sesama warga masyarakat, semisal saat penyelenggaraan tradisi budaya yang berkenaan dengan siklus kehidupan, peringatan hari-hari besar nasional, dan keagamaan. Dimana mereka saling membantu, menghadiri dan berkunjung sesama warga masyarakat. Oleh karena itu meskipun di daerah kecamatan ini penduduknya heterogin baik dari segi etnis maupun agama, mereka kelihatan rukun dan belum pernah terjadi konflik bernuansa “sara” yang merusak hubungan harmonis yang telah terbina. Keharmonisan itu antara lain juga nampak dalam komunikasi pergaulan sehari-hari baik di kantor, pasar dan masyarakat secara umum, selain menggunakan bahasa Indonesia, ada kecenderungan dikalangan etnis lain untuk menggunakan bahasa lampung sebagai bahasa mayoritas penduduk di daerah ini, dan terkesan lebih dekat dan akrab. J. Kabupaten Lampung Utara 1. Geografis dan Demografis.
Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu dari 10 kabupaten/kota di Provinsi Lampung, yang memiliki batas: sebelah utara dengan Kabupaten Way Kanan; sebelah Selatan dengan Kabupaten Lampung Tengah; sebelah timur dengan Kabupaten Tulang Bawang; dan sebelah barat dengan Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 272,563
192 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
km2 atau 7,72 % dari luas wilayah Provinsi Lampung, dengan mata pencaharian pokok penduduknya sebagai petani.
Secara klimatologis, Kabupaten Lampung Utara terletak pada posisi 4,34°-5,06° Lintang Selatan dan 104,30°-105,08° Bujur Timur, dengan temperatur rata-rata 30°C. Sedangkan dari aspek topografis terbagi menjadi dua jenis: 1. Topografi berbukit sampai bergunung. Daerah ini memiliki
lereng-lereng yang curam/terjal dengan ketinggian bervariasi antara 450–1500 m dari permukaan laut, meliputi kawasan bukit barisan yang umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer atau sekunder dengan puncak-puncaknya antara lain Bukit Barisan dan Bukit Pesagi.
2. Topografi Daerah River Basin. Di Kabupaten Lampung Utara terdapat river basin sungai-sungai kecil. Pada umumnya bentuk medan topografi daerah ini terbadi atas dua bagian: Sebelah barat lebih kurang 7% dari luas Lampung Utara merupakan rangkaian pegunungan Bukit Barisan, dan sebelah timur lebih kurang 93% dari luas Lampung Utara terbentang dataran yang sebagian besar tertutup vulkanis awan gelap dan terbentang sawah serta perkebunan dataran rendah.
Sementara itu, secara geologis, pada bagian utara terdapat
lapisan sedimen vulkanis dari celah (fisaves errution) yang mengalami pelipatan di zaman peistosin, sehingga menghasilkan lapisan minyak bumi di dalam empat seri lapisan Palembang (Palembang Bed). Lapisan ini terdapat di Kotabumi yang ditandai dengan singkapan endapan tulfa massam. Data tentang endapan mineral di Kabupaten Lampung Utara belum banyak ditemukan, sehingga potensi endapan bahan tambang belum banyak diketahui. Dari literatur dan peta geologi dapat diinventarisir adanya bahan-bahan tambang endapan (endapan mineral) di antaranya: minyak bumi yang terdapat pada lapisan Palembang
193Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
km2 atau 7,72 % dari luas wilayah Provinsi Lampung, dengan mata pencaharian pokok penduduknya sebagai petani.
Secara klimatologis, Kabupaten Lampung Utara terletak pada posisi 4,34°-5,06° Lintang Selatan dan 104,30°-105,08° Bujur Timur, dengan temperatur rata-rata 30°C. Sedangkan dari aspek topografis terbagi menjadi dua jenis: 1. Topografi berbukit sampai bergunung. Daerah ini memiliki
lereng-lereng yang curam/terjal dengan ketinggian bervariasi antara 450–1500 m dari permukaan laut, meliputi kawasan bukit barisan yang umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer atau sekunder dengan puncak-puncaknya antara lain Bukit Barisan dan Bukit Pesagi.
2. Topografi Daerah River Basin. Di Kabupaten Lampung Utara terdapat river basin sungai-sungai kecil. Pada umumnya bentuk medan topografi daerah ini terbadi atas dua bagian: Sebelah barat lebih kurang 7% dari luas Lampung Utara merupakan rangkaian pegunungan Bukit Barisan, dan sebelah timur lebih kurang 93% dari luas Lampung Utara terbentang dataran yang sebagian besar tertutup vulkanis awan gelap dan terbentang sawah serta perkebunan dataran rendah.
Sementara itu, secara geologis, pada bagian utara terdapat
lapisan sedimen vulkanis dari celah (fisaves errution) yang mengalami pelipatan di zaman peistosin, sehingga menghasilkan lapisan minyak bumi di dalam empat seri lapisan Palembang (Palembang Bed). Lapisan ini terdapat di Kotabumi yang ditandai dengan singkapan endapan tulfa massam. Data tentang endapan mineral di Kabupaten Lampung Utara belum banyak ditemukan, sehingga potensi endapan bahan tambang belum banyak diketahui. Dari literatur dan peta geologi dapat diinventarisir adanya bahan-bahan tambang endapan (endapan mineral) di antaranya: minyak bumi yang terdapat pada lapisan Palembang
Bed dan terakumulasi sebagai lanjutan dari endapan minyak bumi di daerah Palembang, yakni sebelah timur Kotabumi.
Potensi hidrologis di Kabupaten Lampung Utara cukup tinggi untuk sektor pertanian. Sebagaian besar sungai-sungainya mengalir dari arah barat yang berbukit-bukit menuju ke timur yang landai, sehingga sangat potensial untuk pengambangan irigasi. Sunai-sungai yang dimaksud antara lain Way Rarem dengan panjang + 53 km, dan Way Sesah. Secara rinci potensi hidrologis ini dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL NAMA-NAMA SUNGAI DAN PANJANGNYA DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA
No Nama Sungai Panjang (Km) Daerah Air (Km)
1. Way Rarem 42 193
2 Way Galing 27 131,5 3 Way Kulur 26 137
4 Way Sabuk 38 143,5
5 Way Kelamas 32 108,3
6 Way Rendah 30 156
7 Way Talang Mas 57 134
8 Way Melungun 45 133
9 Way Kelanga 23 76
10 Way Sungai Hulu 38 116
11 Way Butuh 25 64 12 Way Buyut 33 124
13 Way Hanakau 29 59,5
14 Way Sungkai Hilir 25 80
15 Way Papan 33 208
Sumber: Balai PSDA Wilayah Mesuji Tulangbawang 2007
194 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara administratif, Kabupaten Lampung Utara terbagi menjadi 16 kecamatan dan 231 desa/kelurahan definitif dan persiapan, dengan luas wilayah yang sangat beragam. Dari 16 kecamatan tersebut, yang paling luas adalah Kecamatan Abung Selatan (33.275 ha) dan Sungkai Utara (33.182 ha), sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Kotabumi yang hanya 5.911 ha. Secara rinci luas daerah Kabupaten Lampung Utara menurut Kecamatan sebagai berikut:
195Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara administratif, Kabupaten Lampung Utara terbagi menjadi 16 kecamatan dan 231 desa/kelurahan definitif dan persiapan, dengan luas wilayah yang sangat beragam. Dari 16 kecamatan tersebut, yang paling luas adalah Kecamatan Abung Selatan (33.275 ha) dan Sungkai Utara (33.182 ha), sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Kotabumi yang hanya 5.911 ha. Secara rinci luas daerah Kabupaten Lampung Utara menurut Kecamatan sebagai berikut:
Tab
el
LUA
S D
AE
RA
H K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
M
EN
UR
UT
KE
CA
MA
TA
N T
AH
UN
20
07
No
Kec
amat
an
Ibuk
ota
Luas
(ha)
%
Lua
s K
ab.
Jml.
Des
a 1
Buk
it K
emun
ing
Buk
it K
emun
ing
11.4
98
4,22
8
2 A
bung
Tin
ggi
Ula
k R
enga
s 13
.30
6 4,
88
8 3
Tan
jung
Raj
a T
anju
ng R
aja
33.17
0
12,17
18
4
Abu
ng B
arat
O
gan
Lim
a 11
.551
4,
24
23
5 A
bung
Ten
gah
Gun
ung
Bes
ar
27.5
40
10,10
20
6
Kot
abum
i K
otab
umi
5.91
1 2,
17
13
7 K
otab
umi U
tara
M
aduk
oro
17.5
19
6,43
8
8 K
otab
umi S
elat
an
Mul
ang
May
a 10
.422
3,
82
14
9 A
bung
Sel
atan
K
alib
alan
gan
33.2
75
12,2
1 15
10
A
bung
Sem
uli
Sem
uli J
aya
9.68
8 3,
55
14
11
Abu
ng T
imur
B
umi A
gung
Mar
ga
10.4
47
3,83
12
12
A
bung
Sur
akar
ta
Tat
a K
arya
11
.051
4,
05
9 13
Su
ngka
i Sel
atan
K
etap
ang
19.5
58
7,18
26
14
B
unga
May
ang
Neg
ara
Tl.
Baw
ang
12.5
76
4,61
10
15
M
uara
Sun
gkai
N
eger
i Uju
ng K
aran
g 11
.869
4,
35
10
16
Sung
kai U
tara
N
egar
a R
atu
33.18
2 12
,17
31
Ju
mla
h T
otal
27
2.56
3 10
0
231
Sum
ber:
BPS
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
tah
un 2
00
7.
196 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Wila
yah
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
sel
uas
272.
563
km²
dihu
ni o
leh
pend
uduk
sej
umla
h 55
8.98
1 or
ang,
de
ngan
ti
ngka
t ke
pada
tan
yang
ti
dak
mer
ata.
Pe
ndud
uk
terp
adat
be
rada
di
K
ecam
atan
K
otab
umi,
yang
m
erup
akan
ib
ukot
a ka
bupa
ten
yang
m
enca
pai
869,
36
per
Km
².
Seba
likny
a,
di
Kec
amat
an A
bung
Ten
gah
pend
uduk
nya
mas
ih t
ergo
long
jar
ang,
den
gan
kepa
data
n pe
ndud
uk h
anya
96
,94
per
km².
Sec
ara
leng
kap
data
kep
endu
duka
n da
pat
dilih
at p
ada
tabe
l ber
ikut
: T
abel
K
EPA
DA
TA
N P
EN
DU
DU
K P
ER
KM
² D
AN
RA
TA
-RA
TA
PE
ND
UD
UK
PE
R-R
UM
AH
TA
NG
GA
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Luas
(ha)
Jm
l. Pe
ndud
uk
Kep
adat
an P
end
per
Km
² 1
Buk
it K
emun
ing
11.4
98
35.3
34
307,
31
2 A
bung
Tin
ggi
13.3
06
16.2
35
122,
01
3 T
anju
ng R
aja
33.17
0
27.8
04
83,8
2 4
Abu
ng B
arat
11
.551
32
.385
28
0,3
7 5
Abu
ng T
enga
h 27
.540
26
.696
96
,94
6 K
otab
umi
5.91
1 51
.388
86
9,36
7
Kot
abum
i Uta
ra
17.5
19
27.7
02
158,
13
8 K
otab
umi S
elat
an
10.4
22
61.3
67
588,
82
9 A
bung
Sel
atan
33
.275
58
.818
17
6,76
10
A
bung
Sem
uli
9.68
8 22
.187
229,
02
11
Abu
ng T
imur
10
.447
33
.648
32
2,0
8 12
A
bung
Sur
akar
ta
11.0
51
26.4
57
239,
41
197Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Wila
yah
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
sel
uas
272.
563
km²
dihu
ni o
leh
pend
uduk
sej
umla
h 55
8.98
1 or
ang,
de
ngan
ti
ngka
t ke
pada
tan
yang
ti
dak
mer
ata.
Pe
ndud
uk
terp
adat
be
rada
di
K
ecam
atan
K
otab
umi,
yang
m
erup
akan
ib
ukot
a ka
bupa
ten
yang
m
enca
pai
869,
36
per
Km
².
Seba
likny
a,
di
Kec
amat
an A
bung
Ten
gah
pend
uduk
nya
mas
ih t
ergo
long
jar
ang,
den
gan
kepa
data
n pe
ndud
uk h
anya
96
,94
per
km².
Sec
ara
leng
kap
data
kep
endu
duka
n da
pat
dilih
at p
ada
tabe
l ber
ikut
: T
abel
K
EPA
DA
TA
N P
EN
DU
DU
K P
ER
KM
² D
AN
RA
TA
-RA
TA
PE
ND
UD
UK
PE
R-R
UM
AH
TA
NG
GA
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Luas
(ha)
Jm
l. Pe
ndud
uk
Kep
adat
an P
end
per
Km
² 1
Buk
it K
emun
ing
11.4
98
35.3
34
307,
31
2 A
bung
Tin
ggi
13.3
06
16.2
35
122,
01
3 T
anju
ng R
aja
33.17
0
27.8
04
83,8
2 4
Abu
ng B
arat
11
.551
32
.385
28
0,3
7 5
Abu
ng T
enga
h 27
.540
26
.696
96
,94
6 K
otab
umi
5.91
1 51
.388
86
9,36
7
Kot
abum
i Uta
ra
17.5
19
27.7
02
158,
13
8 K
otab
umi S
elat
an
10.4
22
61.3
67
588,
82
9 A
bung
Sel
atan
33
.275
58
.818
17
6,76
10
A
bung
Sem
uli
9.68
8 22
.187
229,
02
11
Abu
ng T
imur
10
.447
33
.648
32
2,0
8 12
A
bung
Sur
akar
ta
11.0
51
26.4
57
239,
41
13
Sung
kai S
elat
an
19.5
58
40.6
34
207,
76
14
Bun
ga M
ayan
g 12
.576
11
.094
11
2,0
7 15
M
uara
Sun
gkai
11
.869
29
.441
24
8,0
5 16
Su
ngka
i Uta
ra
33.18
2 56
.948
17
1,62
Jum
lah
Tot
al
272.
563
561.1
38
205,
87
200
4 27
2.56
3 55
8.98
1 20
5,0
8 Su
mbe
r: B
PS K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra t
ahun
20
07.
198 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dari tabel di atas nampak bahwa tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan sangat tidak berimbang. Yang terpadat terletak di Kecamatan Kotabumi, baik Kotabumi induk, Kotabumi Utara maupun Kotabumi Selatan. Ini dapat dimengerti karena posisinya sebagai ibukota Kabupaten Lampung Utara, sementara yang lain sangat beragam. 2. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk. a) Pendidikan.
Secara umum tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Lampung Utara sudah cukup memadai, jika ditinjau dari ketersediaan sarana & prasarana pendidikan, mulai dari jenjang Pendidikan Dasar, Menengah sampai Pendidikan Tingggi. Begitu pula dengan rasio ketersediaan gedung, ruang kelas, jumlah guru/dosen serta murid/mahaiswa. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
199Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dari tabel di atas nampak bahwa tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan sangat tidak berimbang. Yang terpadat terletak di Kecamatan Kotabumi, baik Kotabumi induk, Kotabumi Utara maupun Kotabumi Selatan. Ini dapat dimengerti karena posisinya sebagai ibukota Kabupaten Lampung Utara, sementara yang lain sangat beragam. 2. Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk. a) Pendidikan.
Secara umum tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Lampung Utara sudah cukup memadai, jika ditinjau dari ketersediaan sarana & prasarana pendidikan, mulai dari jenjang Pendidikan Dasar, Menengah sampai Pendidikan Tingggi. Begitu pula dengan rasio ketersediaan gedung, ruang kelas, jumlah guru/dosen serta murid/mahaiswa. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A S
EK
OLA
H, G
UR
U D
AN
MU
RID
ME
NU
RU
T S
TA
TU
S SE
KO
LAH
DA
N T
ING
KA
T P
EN
DID
IKA
N
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7 N
o St
atus
/T
ingk
at S
ekol
ah
Seko
lah
Ged
ung
Uni
t R
uang
Kel
as
Gur
u/D
osen
M
urid
/Si
swa
NE
GE
RI
1
TK
1
1 2
7 54
2
SD S
eder
ajat
41
6 84
4 5.
064
3.
756
78.3
73
3 SM
P Se
dera
jat
45
159
494
1.326
18
.811
4
SMU
Sed
eraj
at
17
60
215
616
8.74
2 5
Perg
urua
n T
ingg
i -
- -
- -
SWA
STA
1
TK
89
89
17
8 29
3 1.9
01
2 SD
Sed
eraj
at
7 13
38
40
1.7
06
3 SM
P Se
dera
jat
38
64
180
53
9 6.
180
4
SMU
Sed
eraj
at
36
83
4.11
5 72
4 5.
518
5 Pe
rgur
uan
Tin
ggi
4 4
- 10
8 1.5
27
Jum
lah
Tot
al
653
1.317
10
.286
7.
429
122.
812
200
4 77
9 68
8 4.
196
5.86
6 12
3.0
08
Sum
ber:
Din
as P
endi
dika
n d
an K
ebud
ayaa
n K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
200 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dar
i da
ta d
i at
as t
erlih
at,
bahw
a pe
ran
swas
ta d
i bi
dang
pen
didi
kan
cuku
p si
gnif
ikan
, te
ruta
ma
kont
ribu
siny
a pa
da p
endi
dika
n ti
ngka
t m
enen
gah
ke a
tas.
Se
men
tara
itu
untu
k pe
ndid
ikan
das
ar,
di s
emua
kec
amat
an d
idom
inas
i ole
h le
mba
ga p
endi
dika
n ne
geri
. Se
cara
kua
ntit
atif
, ju
mla
h m
urid
Sek
olah
Das
ar N
eger
i pa
ling
bany
ak b
erad
a di
Kec
amat
an
Sung
kai
Uta
ra,
kem
udia
n K
otab
umi
Sela
tan,
Buk
it k
emun
ing
dan
Bun
ga M
ayan
g, s
edan
gkan
Sek
olah
D
asar
Sw
asta
ur
utan
ter
bany
ak a
dala
h K
ecam
atan
Kot
abum
i Se
lata
n, B
unga
May
ang,
Buk
it K
emun
ing
dan
Sung
kai U
tara
. Sec
ara
rinc
i dap
at d
iliha
t pa
da t
abel
ber
ikut
: T
abel
B
AN
YA
KN
YA
MU
RID
SD
NE
GE
RI &
SW
AST
A M
EN
UR
UT
JE
NIS
KE
LAM
IN P
ER
KE
CA
MA
TA
N
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g 2.
154
2.63
4 4.
788
107
136
243
2 A
bung
Tin
ggi
333
409
742
- -
- 3
Tan
jung
Raj
a 1.6
92
2.0
69
3.76
1 48
59
10
7 4
Abu
ng B
arat
1.8
96
2.0
09
3.90
5 -
- -
5 A
bung
Ten
gah
1.096
1.3
41
2.43
7 -
- -
6 K
otab
umi
3.0
45
3.72
2 6.
767
- -
- 7
Kot
abum
i Uta
ra
1.843
2.
254
4.0
97
- -
-
201Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Dar
i da
ta d
i at
as t
erlih
at,
bahw
a pe
ran
swas
ta d
i bi
dang
pen
didi
kan
cuku
p si
gnif
ikan
, te
ruta
ma
kont
ribu
siny
a pa
da p
endi
dika
n ti
ngka
t m
enen
gah
ke a
tas.
Se
men
tara
itu
untu
k pe
ndid
ikan
das
ar,
di s
emua
kec
amat
an d
idom
inas
i ole
h le
mba
ga p
endi
dika
n ne
geri
. Se
cara
kua
ntit
atif
, ju
mla
h m
urid
Sek
olah
Das
ar N
eger
i pa
ling
bany
ak b
erad
a di
Kec
amat
an
Sung
kai
Uta
ra,
kem
udia
n K
otab
umi
Sela
tan,
Buk
it k
emun
ing
dan
Bun
ga M
ayan
g, s
edan
gkan
Sek
olah
D
asar
Sw
asta
ur
utan
ter
bany
ak a
dala
h K
ecam
atan
Kot
abum
i Se
lata
n, B
unga
May
ang,
Buk
it K
emun
ing
dan
Sung
kai U
tara
. Sec
ara
rinc
i dap
at d
iliha
t pa
da t
abel
ber
ikut
: T
abel
B
AN
YA
KN
YA
MU
RID
SD
NE
GE
RI &
SW
AST
A M
EN
UR
UT
JE
NIS
KE
LAM
IN P
ER
KE
CA
MA
TA
N
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g 2.
154
2.63
4 4.
788
107
136
243
2 A
bung
Tin
ggi
333
409
742
- -
- 3
Tan
jung
Raj
a 1.6
92
2.0
69
3.76
1 48
59
10
7 4
Abu
ng B
arat
1.8
96
2.0
09
3.90
5 -
- -
5 A
bung
Ten
gah
1.096
1.3
41
2.43
7 -
- -
6 K
otab
umi
3.0
45
3.72
2 6.
767
- -
- 7
Kot
abum
i Uta
ra
1.843
2.
254
4.0
97
- -
-
8 K
otab
umi S
elat
an
3.67
6 4.
494
8.17
0
406
309
715
9 A
bung
Sel
atan
2.
496
2.0
41
4.53
7 -
- -
10
Abu
ng S
emul
i 1.7
14
2.0
96
3.81
0
- -
- 11
A
bung
Tim
ur
1.316
1.6
10
2.92
6 -
- -
12
Abu
ng S
urak
arta
1.4
86
1.817
3.
303
- -
- 13
Su
ngka
i Sel
atan
2.
994
3.66
0
6.65
4 -
- -
14
Bun
ga M
ayan
g 2.
159
1.765
3.
924
273
296
569
15
Mua
ra S
ungk
ai
1.136
92
8 2.
064
-
- -
16
Sung
kai U
tara
9.
145
7.34
3 16
.488
36
36
72
Su
mbe
r: D
inas
Pen
didi
kan
dan
Keb
uday
aan
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
.
Ada
pun
yang
men
gam
bil j
alur
pen
didi
kan
dasa
r m
elal
ui M
adra
sah
Ibti
daiy
ah, b
aik
nege
ri m
aupu
n sw
asta
te
rban
yak
di K
ecam
atan
Sun
gkai
Uta
ra,
disu
sul
Kec
amat
an K
otab
umi,
Abu
ng S
elat
an d
an
Kot
abum
i Sel
atan
. Sec
ara
rinc
i dap
at d
iliha
t pa
da t
abel
ber
ikut
:
202 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A M
UR
ID M
AD
RA
SAH
IB
TID
AY
AH
NE
GE
RI
& S
WA
STA
ME
NU
RU
T J
EN
IS K
ELA
MIN
PE
R K
EC
AM
AT
AN
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g -
- -
249
223
472
2 A
bung
Tin
ggi
- -
- -
- -
3 T
anju
ng R
aja
- -
- 12
0
112
232
4 A
bung
Bar
at
- -
- 20
2 20
0 40
2 5
Abu
ng T
enga
h -
- -
- -
- 6
Kot
abum
i 30
8 27
4 58
2 68
59
12
7 7
Kot
abum
i Uta
ra
- -
- 90
63
15
3 8
Kot
abum
i Sel
atan
21
4 15
8 37
2 21
24
45
9
Abu
ng S
elat
an
100
94
194
163
140
30
3 10
A
bung
Sem
uli
- -
- -
- -
11
Abu
ng T
imur
-
- -
101
101
202
12
Abu
ng S
urak
arta
-
- -
241
208
449
13
Sung
kai S
elat
an
- -
- 13
3 12
6 25
9 14
B
unga
May
ang
- -
- 17
12
29
15
M
uara
Sun
gkai
-
- -
- -
- 16
Su
ngka
i Uta
ra
234
235
469
382
360
74
2 Ju
mla
h 85
6 76
7 1.6
17
1.787
1.6
28
3.41
5 20
04
730
733
1.463
1.7
35
1.597
3.
332
Sum
ber:
Dep
arte
men
Aga
ma
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
.
203Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A M
UR
ID M
AD
RA
SAH
IB
TID
AY
AH
NE
GE
RI
& S
WA
STA
ME
NU
RU
T J
EN
IS K
ELA
MIN
PE
R K
EC
AM
AT
AN
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g -
- -
249
223
472
2 A
bung
Tin
ggi
- -
- -
- -
3 T
anju
ng R
aja
- -
- 12
0
112
232
4 A
bung
Bar
at
- -
- 20
2 20
0 40
2 5
Abu
ng T
enga
h -
- -
- -
- 6
Kot
abum
i 30
8 27
4 58
2 68
59
12
7 7
Kot
abum
i Uta
ra
- -
- 90
63
15
3 8
Kot
abum
i Sel
atan
21
4 15
8 37
2 21
24
45
9
Abu
ng S
elat
an
100
94
194
163
140
30
3 10
A
bung
Sem
uli
- -
- -
- -
11
Abu
ng T
imur
-
- -
101
101
202
12
Abu
ng S
urak
arta
-
- -
241
208
449
13
Sung
kai S
elat
an
- -
- 13
3 12
6 25
9 14
B
unga
May
ang
- -
- 17
12
29
15
M
uara
Sun
gkai
-
- -
- -
- 16
Su
ngka
i Uta
ra
234
235
469
382
360
74
2 Ju
mla
h 85
6 76
7 1.6
17
1.787
1.6
28
3.41
5 20
04
730
733
1.463
1.7
35
1.597
3.
332
Sum
ber:
Dep
arte
men
Aga
ma
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
.
Pend
uduk
yan
g m
enga
mbi
l pen
didi
kan
ting
kat
men
enga
h pe
rtam
a ne
geri
di L
ampu
ng U
tara
, 75
% m
emili
h Se
kola
h N
eger
i, se
dang
kan
sisa
nya
25 %
mem
ilih
jalu
r sw
asta
. Se
dang
kan
dari
sis
i an
imo,
m
asya
raka
t ya
ng m
emili
h ne
geri
ter
bany
ak d
i Kec
amat
an K
otab
umi y
ang
men
capa
i 14,
46 %
, diik
uti o
leh
Kec
amat
an K
otab
umi
Sela
tan
dan
Sung
kai
Uta
ra.
Seda
ngka
n ya
ng t
erke
cil
ber
asal
dar
i K
ecam
atan
M
uara
Sun
gkai
ya
ng h
anya
0,5
3 %
. Ada
pun
mas
yara
kat
yang
mem
ilih
swas
ta t
erba
nyak
di
Kec
amat
an
Kot
abum
i Sel
atan
(24,
56 %
), se
lanj
utny
a di
ikut
i Kec
amat
an A
bung
tim
ur (1
2,50
%),
Bun
ga M
ayan
g (1
0,9
3 %
), A
bung
Sel
atan
(9,5
1 %
), A
bung
Sem
uli (
9,20
%) d
an t
erke
cil S
ungk
ai U
tara
(1,9
%).
Seca
ra r
inci
dap
at
dilih
at p
ada
tabe
l ber
ikut
:
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A P
ELA
JAR
SM
P N
EG
ER
I & S
WA
STA
ME
NU
RU
T J
EN
IS K
ELA
MIN
PE
R K
EC
AM
AT
AN
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g 76
5 87
5 1.6
40
70
53
123
2 A
bung
Tin
ggi
245
260
50
5 -
- -
3 T
anju
ng R
aja
510
52
4 1.0
34
- -
- 4
Abu
ng B
arat
39
4 48
0
874
192
186
378
5 A
bung
Ten
gah
409
344
753
83
88
171
6 K
otab
umi
1.261
1.4
84
2.74
5 15
6 16
8 32
4 7
Kot
abum
i Uta
ra
694
690
1.3
84
175
131
306
8 K
otab
umi S
elat
an
947
1.177
2.
124
805
688
1.493
204 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
9 A
bung
Sel
atan
51
3 59
9 1.1
12
289
299
588
10
Abu
ng S
emul
i 60
9 60
2 1.2
11
182
287
569
11
Abu
ng T
imur
11
2 98
21
0
387
386
773
12
Abu
ng S
urak
arta
26
8 36
7 63
5 66
74
14
0
13
Sung
kai S
elat
an
661
688
1.349
96
11
0
206
14
Bun
ga M
ayan
g 48
5 58
0
1.065
32
3 35
5 67
6 15
M
uara
Sun
gkai
52
49
10
1 14
0
169
309
16
Sung
kai U
tara
1.0
29
1.058
2.
087
59
63
12
2 Ju
mla
h 8.
954
9.87
5 18
.829
3.
123
3.0
57
6.18
0
200
4 8.
987
9.22
8 18
.182
2.95
9 2.
847
5.80
6 Su
mbe
r: D
inas
Pen
didi
kan
dan
Keb
uday
aan
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
. Se
men
tara
itu
, m
asya
raka
t ya
ng m
emili
h pe
ndid
ikan
per
tam
anya
di
Mad
rasa
h T
sana
wiy
ah
Neg
eri
hany
a ti
ga k
ecam
atan
, ya
itu
Kec
amat
an K
otab
umi
(33,
50 %
), K
otab
umi
Sela
tan
(39
%),
dan
Sung
kai U
tara
(27,
50 %
). Se
dang
kan
yang
mem
ilih
Mad
rasa
h T
sana
wiy
ah S
was
ta le
bih
bany
ak la
gi y
aitu
K
ecam
atan
Abu
ng S
elat
an (1
9,57
%),
sung
kai U
tara
(12,
72 %
), A
bung
Sur
akar
ta (1
2,70
%),
Sung
kai S
elat
an
(11,1
6 %
), da
n ya
ng t
erke
cil K
ecam
atan
Abu
ng S
emul
i (0
,61
%),
seba
gaim
ana
terl
ihat
pad
a ta
bel b
erik
ut:
205Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
9 A
bung
Sel
atan
51
3 59
9 1.1
12
289
299
588
10
Abu
ng S
emul
i 60
9 60
2 1.2
11
182
287
569
11
Abu
ng T
imur
11
2 98
21
0
387
386
773
12
Abu
ng S
urak
arta
26
8 36
7 63
5 66
74
14
0
13
Sung
kai S
elat
an
661
688
1.349
96
11
0
206
14
Bun
ga M
ayan
g 48
5 58
0
1.065
32
3 35
5 67
6 15
M
uara
Sun
gkai
52
49
10
1 14
0
169
309
16
Sung
kai U
tara
1.0
29
1.058
2.
087
59
63
12
2 Ju
mla
h 8.
954
9.87
5 18
.829
3.
123
3.0
57
6.18
0
200
4 8.
987
9.22
8 18
.182
2.95
9 2.
847
5.80
6 Su
mbe
r: D
inas
Pen
didi
kan
dan
Keb
uday
aan
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
. Se
men
tara
itu
, m
asya
raka
t ya
ng m
emili
h pe
ndid
ikan
per
tam
anya
di
Mad
rasa
h T
sana
wiy
ah
Neg
eri
hany
a ti
ga k
ecam
atan
, ya
itu
Kec
amat
an K
otab
umi
(33,
50 %
), K
otab
umi
Sela
tan
(39
%),
dan
Sung
kai U
tara
(27,
50 %
). Se
dang
kan
yang
mem
ilih
Mad
rasa
h T
sana
wiy
ah S
was
ta le
bih
bany
ak la
gi y
aitu
K
ecam
atan
Abu
ng S
elat
an (1
9,57
%),
sung
kai U
tara
(12,
72 %
), A
bung
Sur
akar
ta (1
2,70
%),
Sung
kai S
elat
an
(11,1
6 %
), da
n ya
ng t
erke
cil K
ecam
atan
Abu
ng S
emul
i (0
,61
%),
seba
gaim
ana
terl
ihat
pad
a ta
bel b
erik
ut:
T
AB
EL
B
AN
YA
KN
YA
PE
LAJA
R M
TS
NE
GE
RI &
SW
AST
A M
EN
UR
UT
JE
NIS
KE
LAM
IN P
ER
KE
CA
MA
TA
N
DI
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
06-
200
7
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g -
- -
237
276
513
2 A
bung
Tin
ggi
- -
- -
- -
3 T
anju
ng R
aja
- -
- 56
48
10
4 4
Abu
ng B
arat
-
- -
125
135
260
5
Abu
ng T
enga
h -
- -
72
73
145
6 K
otab
umi
270
25
9 52
9 48
44
92
7
Kot
abum
i Uta
ra
- -
- 14
4 12
7 27
1 8
Kot
abum
i Sel
atan
35
5 26
7 62
2 34
36
70
9
Abu
ng S
elat
an
- -
- 49
2 46
0
952
10
Abu
ng S
emul
i -
- -
22
8 30
11
A
bung
Tim
ur
- -
- 16
0
216
376
12
Abu
ng S
urak
arta
-
- -
308
310
61
8 13
Su
ngka
i Sel
atan
-
- -
240
30
3 54
3 14
B
unga
May
ang
- -
- 13
5 13
5 27
0
15
Mua
ra S
ungk
ai
- -
- -
- -
16
Sung
kai U
tara
22
1 22
3 44
4 31
8 30
1 61
9 Ju
mla
h 84
6 74
9 1.5
95
2.39
1 2.
472
4.86
3 20
04
696
679
1.375
2.
405
2.31
6 4.
545
Sum
ber:
Dep
arte
men
Aga
ma
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
.
206 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di t
ingk
at M
enen
gah
Ata
s (S
MU
), ti
dak
sem
ua k
ecam
atan
pen
dudu
knya
men
empu
h pe
ndid
ikan
ne
geri
yai
tu A
bung
Tin
ggi,
Kot
abum
i, A
bung
Sel
atan
, Bun
ga M
ayan
g da
n M
uara
Sun
gkai
. Seb
alik
nya,
di
keca
mat
an
lain
ya
ng
berp
endi
dika
n SM
A
Neg
eri
adal
ah
Kec
amat
an
Kot
abum
i Se
lata
n (3
0,8
9 %
), K
otab
umi U
tara
10
,18
%),
Abu
ng S
emul
i (9,
99 %
), B
ukit
Kem
unin
g (9
,85
%),
Sung
kai U
tara
(8,
20 %
), da
n ya
ng la
in le
bih
keci
l lag
i pro
sent
asen
ya. I
ni d
apat
dili
hat
pada
tab
el b
erik
ut:
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A P
ELA
JAR
SM
U N
EG
ER
I & S
WA
STA
ME
NU
RU
T J
EN
IS K
ELA
MIN
PE
R K
EC
AM
AT
AN
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g 29
6 38
7 68
3 32
7 34
4 62
1 2
Abu
ng T
ingg
i -
- -
- -
- 3
Tan
jung
Raj
a 21
5 15
1 36
6 -
- -
4 A
bung
Bar
at
259
357
616
32
25
57
5 A
bung
Ten
gah
137
115
252
50
63
112
6 K
otab
umi
- -
- 25
3 28
3 53
6 7
Kot
abum
i Uta
ra
342
364
706
226
273
499
8 K
otab
umi S
elat
an
916
1.226
2.
142
959
1.228
2.
187
9 A
bung
Sel
atan
-
- -
148
169
317
10
Abu
ng S
emul
i 32
9 26
4 69
3 -
- -
11
Abu
ng T
imur
18
5 16
9 35
4 41
36
77
207Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Di t
ingk
at M
enen
gah
Ata
s (S
MU
), ti
dak
sem
ua k
ecam
atan
pen
dudu
knya
men
empu
h pe
ndid
ikan
ne
geri
yai
tu A
bung
Tin
ggi,
Kot
abum
i, A
bung
Sel
atan
, Bun
ga M
ayan
g da
n M
uara
Sun
gkai
. Seb
alik
nya,
di
keca
mat
an
lain
ya
ng
berp
endi
dika
n SM
A
Neg
eri
adal
ah
Kec
amat
an
Kot
abum
i Se
lata
n (3
0,8
9 %
), K
otab
umi U
tara
10
,18
%),
Abu
ng S
emul
i (9,
99 %
), B
ukit
Kem
unin
g (9
,85
%),
Sung
kai U
tara
(8,
20 %
), da
n ya
ng la
in le
bih
keci
l lag
i pro
sent
asen
ya. I
ni d
apat
dili
hat
pada
tab
el b
erik
ut:
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A P
ELA
JAR
SM
U N
EG
ER
I & S
WA
STA
ME
NU
RU
T J
EN
IS K
ELA
MIN
PE
R K
EC
AM
AT
AN
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g 29
6 38
7 68
3 32
7 34
4 62
1 2
Abu
ng T
ingg
i -
- -
- -
- 3
Tan
jung
Raj
a 21
5 15
1 36
6 -
- -
4 A
bung
Bar
at
259
357
616
32
25
57
5 A
bung
Ten
gah
137
115
252
50
63
112
6 K
otab
umi
- -
- 25
3 28
3 53
6 7
Kot
abum
i Uta
ra
342
364
706
226
273
499
8 K
otab
umi S
elat
an
916
1.226
2.
142
959
1.228
2.
187
9 A
bung
Sel
atan
-
- -
148
169
317
10
Abu
ng S
emul
i 32
9 26
4 69
3 -
- -
11
Abu
ng T
imur
18
5 16
9 35
4 41
36
77
12
Abu
ng S
urak
arta
61
84
14
5 -
- -
13
Sung
kai S
elat
an
187
221
408
- -
- 14
B
unga
May
ang
- -
- 89
65
15
4 15
M
uara
Sun
gkai
-
- -
- -
- 16
Su
ngka
i Uta
ra
264
305
569
18
26
44
Jum
lah
3.19
1 3.
743
6.93
4 2.
143
2.51
2 4.
625
200
4 3.
168
3.72
1 6.
889
2.0
29
2.18
2 4.
211
Sum
ber:
Din
as P
endi
dika
n da
n K
ebud
ayaa
n K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
Se
lanj
utny
a, m
erek
a ya
ng m
enem
pun
pend
idik
an m
enen
gah
atas
mel
alui
jal
ur M
adra
sah
Aliy
ah
Neg
eri,
hany
a ad
a di
dua
n ke
cam
atan
, ya
itu
Kec
amat
an K
otab
umi
dan
Sung
kai
Uta
ra.
Seda
ngka
n M
adra
sah
Aliy
ah S
was
ta m
enja
di p
iliha
n p
endu
duk
sem
ua k
ecam
atan
, ke
cual
i A
bung
Tin
ggi,
Tan
jung
R
aja,
Abu
ng B
arat
, Kot
abum
i Sel
atan
, Abu
ng S
emul
i, da
n M
uara
Sun
gkai
. Lih
at t
abel
ber
ikut
ini:
208 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A
PELA
JAR
M
AD
RA
SAH
A
LIY
AH
N
EG
ER
I &
SW
AST
A
ME
NU
RU
T
JEN
IS
KE
LAM
IN
PER
K
EC
AM
AT
AN
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g -
- -
228
318
546
2 A
bung
Tin
ggi
- -
- -
- -
3 T
anju
ng R
aja
- -
- -
- -
4 A
bung
Bar
at
- -
- -
- -
5 A
bung
Ten
gah
- -
- 8
9 17
6
Kot
abum
i 38
6 44
8 83
4 69
55
12
4 7
Kot
abum
i Uta
ra
- -
- 27
39
66
8
Kot
abum
i Sel
atan
-
- -
- -
- 9
Abu
ng S
elat
an
- -
- 13
7 76
21
3 10
A
bung
Sem
uli
- -
- -
- -
11
Abu
ng T
imur
-
- -
37
43
80
12
Abu
ng S
urak
arta
-
- -
157
165
321
13
Sung
kai S
elat
an
- -
- 11
2 12
6 23
8 14
B
unga
May
ang
- -
- 40
45
85
15
M
uara
Sun
gkai
-
- -
- -
- 16
Su
ngka
i Uta
ra
165
200
365
67
71
138
Jum
lah
551
648
1.199
88
2 94
8 1.8
30
200
4 62
8 69
3 1.3
21
614
729
1.343
Su
mbe
r: D
epar
tem
en A
gam
a K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
209Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A
PELA
JAR
M
AD
RA
SAH
A
LIY
AH
N
EG
ER
I &
SW
AST
A
ME
NU
RU
T
JEN
IS
KE
LAM
IN
PER
K
EC
AM
AT
AN
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Neg
eri
Swas
ta
Pria
W
anit
a Jm
l Pr
ia
Wan
ita
Jml
1 B
ukit
Kem
unin
g -
- -
228
318
546
2 A
bung
Tin
ggi
- -
- -
- -
3 T
anju
ng R
aja
- -
- -
- -
4 A
bung
Bar
at
- -
- -
- -
5 A
bung
Ten
gah
- -
- 8
9 17
6
Kot
abum
i 38
6 44
8 83
4 69
55
12
4 7
Kot
abum
i Uta
ra
- -
- 27
39
66
8
Kot
abum
i Sel
atan
-
- -
- -
- 9
Abu
ng S
elat
an
- -
- 13
7 76
21
3 10
A
bung
Sem
uli
- -
- -
- -
11
Abu
ng T
imur
-
- -
37
43
80
12
Abu
ng S
urak
arta
-
- -
157
165
321
13
Sung
kai S
elat
an
- -
- 11
2 12
6 23
8 14
B
unga
May
ang
- -
- 40
45
85
15
M
uara
Sun
gkai
-
- -
- -
- 16
Su
ngka
i Uta
ra
165
200
365
67
71
138
Jum
lah
551
648
1.199
88
2 94
8 1.8
30
200
4 62
8 69
3 1.3
21
614
729
1.343
Su
mbe
r: D
epar
tem
en A
gam
a K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
Ada
pun
ting
kat
pend
idik
an t
ingg
i, di
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
ter
dapa
t em
pat
Per
guru
an
Tin
ggi
Swas
ta,
STK
IP M
uham
mad
iyah
, ST
IH M
uham
mad
iyah
, ST
IE R
atul
a, S
TM
IK S
urya
Int
an,
deng
an
jum
lah
mah
asis
wa
sepe
rti t
erlih
at p
ada
tabe
l ber
ikut
:
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A M
AH
ASI
SWA
ME
NU
RU
T S
EM
EST
ER
D
I K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
TA
RA
TA
HU
N 2
00
7
No
Nam
a Pe
rgur
uan
Tin
ggi
Sem
este
r Jm
l 1
2 3
4 5
6 7
8 9
1
STK
IP M
UH
AM
MA
DIY
AH
-
98
- 16
8 -
236
- -
- 50
2 2
STIH
MU
HA
MM
AD
IYA
H
- 13
0
- 10
4 -
179
- -
- 41
3 3
STIE
RA
TU
LA
- 23
-
78
- 97
-
- -
198
4 ST
MIK
SU
RY
A IN
TA
N
87
85
55
55
66
66
- -
- 41
4
87
33
6 55
40
5 66
57
8 0
0
0
1.5
27
D
i bi
dang
kes
ehat
an,
di s
elur
uh k
ecam
atan
se
Lam
pung
Uta
ra s
udah
ter
jang
kau
laya
nan
med
is,
beru
pa P
usat
Kes
ehat
an M
asya
raka
t (P
uske
smas
), ba
ik P
uske
smas
Indu
k m
aupu
n Pu
skes
mas
Pem
bant
u,
term
asuk
Bal
aiPe
ngob
atan
/ R
umah
Ber
salin
. H
al i
ni m
enun
jukk
an b
ahw
a ti
ngka
t pe
laya
nan
sosi
al
mas
yara
kat
suda
h cu
kup
maj
u. S
ecar
a ri
il da
pat
dilih
at p
ada
tabe
l ber
ikut
:
210 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
JUM
LAH
PU
SKE
SMA
S M
EN
UR
UT
KE
CA
MA
TA
N
DI K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
AT
AR
A T
AH
UN
20
06
-20
07
No
Kec
amat
an
Jeni
s Pu
skes
mas
Jm
l Pe
raw
atan
In
duk
Pem
bant
u B
P/R
B
OR
KE
S 1
Buk
it K
emun
ing
1 1
2 2
6 2
Abu
ng T
ingg
i -
1 3
- 4
3 T
anju
ng R
aja
- 1
4 -
5 4
Abu
ng B
arat
-
1 5
2 8
5 A
bung
Ten
gah
- 1
5 -
6 6
Kot
abum
i -
1 6
5 12
7
Kot
abum
i Uta
ra
- 1
5 3
9 8
Kot
abum
i Sel
atan
-
2 5
8 15
9
Abu
ng S
elat
an
- 2
10
7 19
10
A
bung
Sem
uli
- 1
4 -
5 11
A
bung
Tim
ur
- 1
7 -
8 12
A
bung
Sur
akar
ta
1 1
3 -
5 13
Su
ngka
i Sel
atan
-
2 4
- 6
14
Bun
ga M
ayan
g -
1 3
1 5
15
Mua
ra S
ungk
ai
- 1
2 -
3 16
Su
ngka
i Uta
ra
1 1
6 4
14
Ju
mla
h 3
21
74
32
130
Janu
ari 2
004
3 18
73
29
12
3
211Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
JUM
LAH
PU
SKE
SMA
S M
EN
UR
UT
KE
CA
MA
TA
N
DI K
AB
UPA
TE
N L
AM
PUN
G U
AT
AR
A T
AH
UN
20
06
-20
07
No
Kec
amat
an
Jeni
s Pu
skes
mas
Jm
l Pe
raw
atan
In
duk
Pem
bant
u B
P/R
B
OR
KE
S 1
Buk
it K
emun
ing
1 1
2 2
6 2
Abu
ng T
ingg
i -
1 3
- 4
3 T
anju
ng R
aja
- 1
4 -
5 4
Abu
ng B
arat
-
1 5
2 8
5 A
bung
Ten
gah
- 1
5 -
6 6
Kot
abum
i -
1 6
5 12
7
Kot
abum
i Uta
ra
- 1
5 3
9 8
Kot
abum
i Sel
atan
-
2 5
8 15
9
Abu
ng S
elat
an
- 2
10
7 19
10
A
bung
Sem
uli
- 1
4 -
5 11
A
bung
Tim
ur
- 1
7 -
8 12
A
bung
Sur
akar
ta
1 1
3 -
5 13
Su
ngka
i Sel
atan
-
2 4
- 6
14
Bun
ga M
ayan
g -
1 3
1 5
15
Mua
ra S
ungk
ai
- 1
2 -
3 16
Su
ngka
i Uta
ra
1 1
6 4
14
Ju
mla
h 3
21
74
32
130
Janu
ari 2
004
3 18
73
29
12
3
Seca
ra s
osio
eko
nom
i, m
ayor
itas
pen
dudu
k K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra b
erm
atap
enca
hari
an
seba
gai
peta
ni,
baik
di
laha
n sa
wah
mau
pun
laha
n ke
ring
. R
asio
per
band
inga
n an
tara
jum
lah
kepa
la
kelu
arga
tan
i de
ngan
ket
erse
diaa
n la
han
sang
at b
erag
am.
Nam
un j
ika
diam
bil
rata
-rat
a da
ri s
elur
uh
keca
mat
an, t
erse
dia
laha
n 5,
12 h
a un
tuk
seti
ap k
epal
a ke
luar
ga. L
ihat
tab
el b
erik
ut:
TA
BE
L
JUM
LAH
KE
PALA
KE
LUA
RG
A T
AN
I DA
N L
UA
S T
AN
AH
ME
NU
RU
T J
EN
ISN
YA
PE
R K
EC
AM
AT
AN
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kec
amat
an
Kep
. Kel
. Je
nis
Laha
n (H
a)
L aha
n/K
K
Saw
ah
Ker
ing
Jum
lah
1 B
ukit
Kem
unin
g 1.0
12
263
11.2
35
11.4
98
11,3
6 2
Abu
ng T
ingg
i 1.8
44
477
16.10
8 16
.585
8,
99
3 T
anju
ng R
aja
2.80
0
705
30.8
23
31.5
28
8,99
4
Abu
ng B
arat
2.
843
408
10.8
45
11.2
53
4,0
5 5
Abu
ng T
enga
h 3.
646
1.265
15
.739
17
.00
4 4,
66
6 K
otab
umi
936
203
5.86
1 6.
064
6,
47
7 K
otab
umi U
tara
2.
493
537
8.53
0
9.0
67
3,63
8
Kot
abum
i Sel
atan
1.4
96
163
10.2
59
10.4
22
6,96
9
Abu
ng S
elat
an
3.86
0
1.349
33
.235
34
.584
8,
95
10
Abu
ng S
emul
i 2.
646
1.735
10
.035
11
.770
4,
50
212 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
11
Abu
ng T
imur
3.
743
3.32
1 8.
062
11
.383
3,
04
12
Abu
ng S
urak
arta
6.
613
2.45
7 7.
726
10.18
3 1,5
3 13
Su
ngka
i Sel
atan
3.
879
624
18.6
36
19.2
60
4,96
14
B
unga
May
ang
2.90
8 59
5 14
.384
14
.979
5,
15
15
Mua
ra S
ungk
ai
2.38
9 80
2 14
.727
15
.529
6,
50
16
Sung
kai U
tara
4.
608
268
13.3
04
13.5
72
2,94
Jum
lah
47.7
16
15.17
2 22
9.50
9 24
4.68
1 5,
12
20
04
47.7
16
14.2
04
267.
749
281.9
53
5,9
Sum
ber
: Din
as P
erta
nian
, Pet
erna
kan
dan
Peri
kana
n K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
3. K
ehid
upan
Sos
ial P
olit
ik.
Seba
gai k
abup
aten
lain
di
Indo
nesi
a, p
arti
sipa
si p
olit
ik m
asya
raka
t di
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
cu
kup
sign
ifik
an.
Sem
ua p
arta
i po
litik
pes
erta
pem
ilu t
elah
mem
iliki
cab
angn
ya d
i ka
bupa
ten
ini,
kend
ati k
eter
wak
ilan
part
ai p
olit
ik d
i DPR
D n
ampa
k di
dom
inas
i tig
a pa
rtai
bes
ar: G
olka
r, P
DIP
dan
PK
S,
seda
ngka
n pa
rtai
yan
g la
in b
erga
bung
dal
am w
adah
Fra
ksi
Pem
baha
ruan
. H
al i
ni d
apat
dili
hat
pada
ko
mpo
sisi
dan
per
sona
lia s
erta
jum
lah
angg
ota
men
urut
kom
isi d
an fr
aksi
nya,
seb
agai
ber
ikut
:
213Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
11
Abu
ng T
imur
3.
743
3.32
1 8.
062
11
.383
3,
04
12
Abu
ng S
urak
arta
6.
613
2.45
7 7.
726
10.18
3 1,5
3 13
Su
ngka
i Sel
atan
3.
879
624
18.6
36
19.2
60
4,96
14
B
unga
May
ang
2.90
8 59
5 14
.384
14
.979
5,
15
15
Mua
ra S
ungk
ai
2.38
9 80
2 14
.727
15
.529
6,
50
16
Sung
kai U
tara
4.
608
268
13.3
04
13.5
72
2,94
Jum
lah
47.7
16
15.17
2 22
9.50
9 24
4.68
1 5,
12
20
04
47.7
16
14.2
04
267.
749
281.9
53
5,9
Sum
ber
: Din
as P
erta
nian
, Pet
erna
kan
dan
Peri
kana
n K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra.
3. K
ehid
upan
Sos
ial P
olit
ik.
Seba
gai k
abup
aten
lain
di
Indo
nesi
a, p
arti
sipa
si p
olit
ik m
asya
raka
t di
Kab
upat
en L
ampu
ng U
tara
cu
kup
sign
ifik
an.
Sem
ua p
arta
i po
litik
pes
erta
pem
ilu t
elah
mem
iliki
cab
angn
ya d
i ka
bupa
ten
ini,
kend
ati k
eter
wak
ilan
part
ai p
olit
ik d
i DPR
D n
ampa
k di
dom
inas
i tig
a pa
rtai
bes
ar: G
olka
r, P
DIP
dan
PK
S,
seda
ngka
n pa
rtai
yan
g la
in b
erga
bung
dal
am w
adah
Fra
ksi
Pem
baha
ruan
. H
al i
ni d
apat
dili
hat
pada
ko
mpo
sisi
dan
per
sona
lia s
erta
jum
lah
angg
ota
men
urut
kom
isi d
an fr
aksi
nya,
seb
agai
ber
ikut
:
Tab
el
KO
MPO
SISI
DA
N P
ER
SON
ALI
A S
ER
TA
JU
MLA
H A
NG
GO
TA
ME
NU
RU
T K
OM
ISI
DA
N F
RA
KSI
DPR
D
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
UT
AR
A T
AH
UN
20
07
No
Kom
isi/
Bid
ang
Frak
si/
Ora
ng
PDIP
G
OLK
AR
PK
S PE
MB
AH
AR
UA
N
JML
1 K
omis
i A
Pem
erin
taha
n 1
3 1
5 10
2 K
omis
i B
Pert
ania
n &
Indu
stri
2
2 1
6 11
3 K
omis
i C
Keu
anga
n &
Eko
nom
i 2
2 1
6 11
4 K
omis
i D
Pem
bang
unan
1
3 1
5 10
5 Pi
mpi
nan
Dew
an/
Koo
rdin
ator
1
1 1
- 3
JU
MLA
H
7 11
5
22
45
Sum
ber
: Sek
reta
riat
DPR
D K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra
B
egit
u pu
la d
enga
n ba
nyak
nya
angg
ota
DPR
D
men
urut
jen
is k
elam
in d
idom
inas
i ol
eh P
arta
i G
olka
r (1
1 or
ang)
, PD
IP (7
ora
ng),
PKS
(5 o
rang
) dan
frak
si P
emba
haru
an (2
2 or
ang)
.
214 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A
AN
GG
OT
A
DPR
D
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
U
TA
RA
M
EN
UR
UT
JE
NIS
K
ELA
MIN
D
AN
K
OM
POSI
SI K
EA
NG
GO
TA
AN
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kom
posi
si K
eang
gota
an
Jeni
s K
elam
in
Jum
lah
Pria
W
anit
a 1
Frak
si P
DIP
6
1 7
2 Fr
aksi
Par
tai G
olka
r 8
3 11
3
Frak
si P
emba
haru
an
20
2 22
4
Frak
si P
KS
5 -
5
Jum
lah
39
6 45
200
4 39
6
45
Sum
ber:
Sek
reta
riat
DPR
D K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra
215Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Tab
el
BA
NY
AK
NY
A
AN
GG
OT
A
DPR
D
KA
BU
PAT
EN
LA
MPU
NG
U
TA
RA
M
EN
UR
UT
JE
NIS
K
ELA
MIN
D
AN
K
OM
POSI
SI K
EA
NG
GO
TA
AN
TA
HU
N 2
00
6-20
07
No
Kom
posi
si K
eang
gota
an
Jeni
s K
elam
in
Jum
lah
Pria
W
anit
a 1
Frak
si P
DIP
6
1 7
2 Fr
aksi
Par
tai G
olka
r 8
3 11
3
Frak
si P
emba
haru
an
20
2 22
4
Frak
si P
KS
5 -
5
Jum
lah
39
6 45
200
4 39
6
45
Sum
ber:
Sek
reta
riat
DPR
D K
abup
aten
Lam
pung
Uta
ra
A. Budaya Lampung Yang Masih Fungsional dan Disfungsional
Suku Lampung merupakan etnis pribumi yang selama berabad-abad telah membangun system kehidupan sosial tertentu yang dicirikan oleh keunikan tradisi adat budaya lokalnya yang cukup menarik. Keunikan dan kekhususan budaya Lampung antara lain tercermin dalam keunikan bahasa dan tulisan (aksara) yang telah digunakan sejak adanya suku (etnis) itu sendiri. Disamping memiliki bahasa, etnis Lampung juga mempunyai Nilai-nilai budaya yang bersifat normative, Filsafat dan etika sosial yang bersumber dari nilai-nilai budaya, serta system dan tata pergaulan yang merupakan tuntunan dalam berinteraksi dalam hubungan antar pribadi, keluarga, antar kelompok secara internal maupun dalam hubungan dengan pihak lain di luar etnis lampung.
Kebudayaan Lampung dalam realitasnya berwujud tiga hal pokok, pertama, berupa wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan. Kedua, berupa kebudayaan yang berwujud kompleks aktifitas kelakuan berpola yang terimplementasi dalam interaksi Sosial, dan ketiga kebudayaan sebagai hasil kreasi dan kreatitifitas baik beruwujud benda-benda maupun non-benda (non-materi). Pengkategorian ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Koencaraningrat (1987
216 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
: 5). Selanjutnya untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan pemahaman terhadap realitas kebudayaan yang ditemukan di lapangan, kebudayaan orang Lampung diuraikan dalam bentuk : Bahasa, Seni Budaya, Budaya keagamaan, Nilai-nilai budaya dan tata kelakuan dalam bentuk etika sosial sebagai implementasi dari nilai-nilai budaya yang dianut, serta system kekuasaan yang berbentuk lembaga adat. 1. Bahasa Lampung.
Bahasa Lampung merupakan bahasa (alat) komunikasi dalam pergaulan antar masyarakat (etnis) Lampung dalam kehidupan sehari-hari dan pada moment-momen tertentu yang bernuansa tradisi. Dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal disebuah wilayah yang penduduknya masih relatif homogen (baik dikawasan pedesaan maupun perkotaan), maka bahasa Lampung dipakai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari (seperti yang dilakukan oleh masyarakat Lampung pubian di Desa Negeri Sakti, Kurungan nyawa, Suka Banjar Gedong Tataan Lampung Selatan, Negara Batin Natar, demikian juga pada masyarakat Pesisir Desa Hanau Berak, Punduh, Bawang, kecamatan Padang Cermin Lampung Selatan., Masyarakat lampung yang tinggal sepanjang wilayah Pesisir Krui Lampung Barat, dan masyarakat Lampung yang tinggal disepanjang Pesisir kota Agung Tanggamus).
Namun dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal di wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang secara etnis terbilang majemuk, maka bahasa Lampung hanya dipakai sebagai alat komunikasi di kalangan anggota keluarga, dan menurut Zulkifli, orang Lampung yang tetap menjaga keberadaan bahasa Lampung sebagai alat komunikasi sesama anggota keluarga ditengah masyarakat yang majemuk, jumlahnya tergolong minoritas ditengah orang Lampung, dan lebih banyak yang tidak terlalu mempersoalkan ketidak mampuan anggota keluarga
217Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
: 5). Selanjutnya untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan pemahaman terhadap realitas kebudayaan yang ditemukan di lapangan, kebudayaan orang Lampung diuraikan dalam bentuk : Bahasa, Seni Budaya, Budaya keagamaan, Nilai-nilai budaya dan tata kelakuan dalam bentuk etika sosial sebagai implementasi dari nilai-nilai budaya yang dianut, serta system kekuasaan yang berbentuk lembaga adat. 1. Bahasa Lampung.
Bahasa Lampung merupakan bahasa (alat) komunikasi dalam pergaulan antar masyarakat (etnis) Lampung dalam kehidupan sehari-hari dan pada moment-momen tertentu yang bernuansa tradisi. Dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal disebuah wilayah yang penduduknya masih relatif homogen (baik dikawasan pedesaan maupun perkotaan), maka bahasa Lampung dipakai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari (seperti yang dilakukan oleh masyarakat Lampung pubian di Desa Negeri Sakti, Kurungan nyawa, Suka Banjar Gedong Tataan Lampung Selatan, Negara Batin Natar, demikian juga pada masyarakat Pesisir Desa Hanau Berak, Punduh, Bawang, kecamatan Padang Cermin Lampung Selatan., Masyarakat lampung yang tinggal sepanjang wilayah Pesisir Krui Lampung Barat, dan masyarakat Lampung yang tinggal disepanjang Pesisir kota Agung Tanggamus).
Namun dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal di wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang secara etnis terbilang majemuk, maka bahasa Lampung hanya dipakai sebagai alat komunikasi di kalangan anggota keluarga, dan menurut Zulkifli, orang Lampung yang tetap menjaga keberadaan bahasa Lampung sebagai alat komunikasi sesama anggota keluarga ditengah masyarakat yang majemuk, jumlahnya tergolong minoritas ditengah orang Lampung, dan lebih banyak yang tidak terlalu mempersoalkan ketidak mampuan anggota keluarga
untuk berkomunikasi dalam bahasa Lampung sekalipun mereka adalalah orang Lampung asli yang seharusnya merasa berkewajiban untuk mempertahankan keberadaan bahasa Lampung. hanya sesekali orang Lampung berkomunikasi dalam bahasa Lampung. Dikawasan yang majemuk seperti itu bahasa Lampung jarang terdengar dipakai ditempat-tempat umum, seperti di Pasar, masjid, kantor, dan lain-lain. Menurut seorang informan hal ini terjadi karena dorongan keinginan untuk tetap menjalin keakraban dan hubungan baik dengan mereka yang tidak mengerti bahasa Lampung, disamping rasa kepemilikan orang Lampung terhadap bahasa etnisnya juga tidak sebagaimana yang ada pada etnis lain.65
Disamping sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa Lampung juga digunakan sebagai bahasa formal pada acara-acara yang bernuansa tradisi, seperti upacara perkawinan yang sekaligus berfungsi sebagai upacara pemberian gelar (juluk dan adok), pada acara dimana para penyelenggara dan masyarakat yang terlibat dalam acara tsb. dituntut untuk berbahasa Lampung, Bahasa tutur yang dipakai dalam pemberian gelar (juluk dan adok) adalah bahasa Lampung yang telah dirangkai dalam struktur sastra (tulis maupun lisan) yang sarat dengan muatan pesan-pesan atau misi (Abadi, tokoh adat Pubian), sekalipun orang yang doberi gelar adat tsb (juluk dan adok) ada yang bukan dari suku Lampung.
Bahasa Lampung juga masih dijadikan alat komunikasi sehari-hari dikalangan masyarakat lampung komunitas perkotaan dalam lingkungan etnis Lampung yang relative homogen, seperti pada masyarakat Labuhan Ratu yang berasal dari suku Lampung adat Abung, masyarakat Pengajaran yang berasal dari suku Lampung adat Pesisir, demikian juga masyarakat Raja basa dan Gedong meneng yang berasal dari adat Pubian, Hal yang sama
65 Effendi Sanusi, punyimbang masyarakat adat Lampung pepadun (Abung).
218 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
juga dilakukan oleh masyarakat Lampung yang tinggal di daerah Pakuon teluk Betung, yang mayoritas berlatar belakang etnis Lampung Pesisir.
Realitas diatas disamping mengindikasikan masih eksisnya bahasa Lampung sebagai unit kebudayaan orang Lampung, juga mengindikasikan rendahnya rasa kepemiliksn orang Lampung terhadap unit kebudayaan yang berbentuk bahasa. Sekalipun fenomena semacam itu hanya dapat disimpulkan pada masyarakat lampung yang tinggal dikawasan perkotaan yang telah mengalami interaksi dengan berbagai kalangan masyarakat yang majemuk. Dan hal demikian tidak terlihat dikawasan pedesaan yang masih homogen (beretnis lampung). Indikasi rendahnya rasa kepemilikan terhadap budaya Lampung ini juga nampak pada upaya pewarisan Budaya Lampung.
Pewarisan bahasa Lampung dikalangan warga etnis Lampung dilakukan baik secara setruktural maupun kultural. Secara structural dimaksud bahwa pewarisan bahasa dilakukan secara formal, melalui program kurikulum sekolah.66 Sedangkan secara cultural dimaksud bahwa pewarisan bahasa Lampung dilakukan oleh orang-orang tua kepada anak dan keturunannya sejak kecil.
Dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal di Pedesaan atau dikawasan dimana orang Lampung masih homogen, maka perwarisan bahasa Lampung terjadi secara alamiah, dimana bahasa Lampung memang dijadikan sebagai bahasa komunikasi utama, dan dipakai sejak masa kanak-kanak. Akan tetapi dikalangan orang Lampung ysng menetap di kawasan perkotaan, maka pewarisan bahasa Lampung mengalami kendala. Sekalipun demikian dikalangan sebagian kecil orang Lampung, bahasa
66 Meskipun bahasa Lampung telah masuk menjadi muatan local kurikulum sekolah (khususnya SD), namun bahasa Lampung tetap belum dikuasai secara aktif (alat komunikasi) oleh mereka yang telah mempelajarinya melalui kegiatan belajar di sekolah, hal ini mengindikasikan bahwa pengajaran bahasa daerah (Lampung ) melalui program pendidikan formal belum sepenuhnya effektif.
219Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
juga dilakukan oleh masyarakat Lampung yang tinggal di daerah Pakuon teluk Betung, yang mayoritas berlatar belakang etnis Lampung Pesisir.
Realitas diatas disamping mengindikasikan masih eksisnya bahasa Lampung sebagai unit kebudayaan orang Lampung, juga mengindikasikan rendahnya rasa kepemiliksn orang Lampung terhadap unit kebudayaan yang berbentuk bahasa. Sekalipun fenomena semacam itu hanya dapat disimpulkan pada masyarakat lampung yang tinggal dikawasan perkotaan yang telah mengalami interaksi dengan berbagai kalangan masyarakat yang majemuk. Dan hal demikian tidak terlihat dikawasan pedesaan yang masih homogen (beretnis lampung). Indikasi rendahnya rasa kepemilikan terhadap budaya Lampung ini juga nampak pada upaya pewarisan Budaya Lampung.
Pewarisan bahasa Lampung dikalangan warga etnis Lampung dilakukan baik secara setruktural maupun kultural. Secara structural dimaksud bahwa pewarisan bahasa dilakukan secara formal, melalui program kurikulum sekolah.66 Sedangkan secara cultural dimaksud bahwa pewarisan bahasa Lampung dilakukan oleh orang-orang tua kepada anak dan keturunannya sejak kecil.
Dikalangan masyarakat Lampung yang tinggal di Pedesaan atau dikawasan dimana orang Lampung masih homogen, maka perwarisan bahasa Lampung terjadi secara alamiah, dimana bahasa Lampung memang dijadikan sebagai bahasa komunikasi utama, dan dipakai sejak masa kanak-kanak. Akan tetapi dikalangan orang Lampung ysng menetap di kawasan perkotaan, maka pewarisan bahasa Lampung mengalami kendala. Sekalipun demikian dikalangan sebagian kecil orang Lampung, bahasa
66 Meskipun bahasa Lampung telah masuk menjadi muatan local kurikulum sekolah (khususnya SD), namun bahasa Lampung tetap belum dikuasai secara aktif (alat komunikasi) oleh mereka yang telah mempelajarinya melalui kegiatan belajar di sekolah, hal ini mengindikasikan bahwa pengajaran bahasa daerah (Lampung ) melalui program pendidikan formal belum sepenuhnya effektif.
Lampung tetap dipergunakan sebagai bahasa komunikasi keluarga, seperti yang dilakukan oleh Bapak Effendi Sanusi, Tokoh Masyarakat Pepadun/adat Lampung Abung. Menurutnya “Sebagai orang Lampung ia merasa berkewajiban untuk mewariskan bahasa lampung sampai kepada anak cucu, karena itu ia selalu membiasakan selauruh anggota keluarga yang tingggal bersamanya untuk mengguinakan bahasa ini sebagai alat komunikasi keluarga”. 2. Seni budaya
Seni budaya Lampung yang kini masih eksis dalam kehidupan masyarakat etnis Lampung terdiri dari seni Tari, Seni Musik, Seni sastra, Seni tenun dan seni ukir. Seni sastra Lampung umumnya berbentuk sastra lisan baik dalam bentuk cerita rakyat, pribahasa maupun pantun. Cerita rakyat masih berkembang ditengah sebagian masyarakat Lampung, dalam bentuk dongeng, legenda dan mite. Masyarakat Lampung menggala misalnya mengenal dan memahami cerita Radin jambat Hangkirat. Sastra lisan Lampung yang dirangkai dalam bentuk pantun khususnya masih aktif dipakai dalam prosesi perkawinan, terutama pada prosesi pemberian gelar yang dilakukan dalam acara-acara perkawinan (butetah menurut adat Pesisir, dan pepancokh menurut adat pepadun). Dikalangan orang Lampung yang beradat Pepadun, pemakaian dan pewarisan sastra lisan dilakukan terutama dalam melaksanakan prosesi perkawinan, yang umumnya masih menyertakan prosesi adat. Hal yang demikian juga masih ditemukan pada masyarakatt Lampung beradat Pesisir. Hanya saja intensitas pemakaian dan pewarisan sastra lisan pada kedua kelompok masyarakat Lampung ini berbeda. Orang Lampung pepadun nampak lebih intens memakai, mendengar dan memahami sastra lisan Lampung dibandingkan dengan masyarakat Pesisir. Hal ini karena prosesi adat yang menyertakan satra lisan Lampung hanya dilakukan dalam
220 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
kesempatan pemberian gelar kebesaran adat (juluk dan adok), Pemberian juluk dan adok pada masyarakat ber-adat pepadun bisa dilakukan pada semua orang, sedangkan pada masyarakat beradat Pesisir hanya dilakukan terhadap keturunan punyimbang (elit adat)., tokoh adat ( punyimbang) menyampaikan gelar yang diberikan dalam tutur bahasa sastra yang dituangkan dalam pantun-pantun berbahasa Lampung. Secara tehnis menurut Sohor, seorang punyimbang masyarakat adapt Pubian, pada pelaksanaan pemberian gelat (juluk dan adok), sang punyimbang menyampaikan gelar yang diberikan dalam rangkaian tutur kata yang telah terangkai dalam syair-syair yang penuh pesan.
Sementara seni musik tradisional masih ditemukan terutama pada masyarakat Lampung yang tinggal di kawasan pedesaan yang homogen. Wujud seni musik Lampung berbentuk seni tabuh Rebana dan tala), seni petik (Gitar dan gambus) seni tiup (seruling dan Serdam). Seni Musik berupa musik Rebana misalnya, dipakai oleh masyarakat adat Pesisir Krui dalam bentuk Seni Bedikir (berdzikir), yang biasanya ditabuh mengiringi pembacaan kitab Barzanji, yang dilantunkan dengan suara dan lagu yang khas. Pembacaan Badikir ini dilakukan pada acara-acara perkawinan, khitanan, Aqikah menyambut kelahiran bayi dll. Pada masyarakat Pepadun rebana dan tala (gulintang) biasanya dipakai mengiringi dan mengarak pasangan pengantin.
Sementara Seruling, serdam dan musik Gambus pada umumnya dipakai oleh masyarakat Pesisir Kota Agung Tenggamus dan Way Lima Kedondong Pada kedua komunitas ini masih banyak dijumpai anak-anak remaja maupun orang tua yang mampu memainkan alat musik ini dengan baik, untuk mengiringi lagu-lagu etnis Lampung baik dilakukan secara indifidual (solo) maupun dalam kelompok (group).
Seni Tari trasdisional semakin jarang dipakai. Momen-momen yang bernuansa adat semakin jarang mempertunjukkan tarian tradisional, kecuali pada masyarakat Lampung Pepadun.
221Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
kesempatan pemberian gelar kebesaran adat (juluk dan adok), Pemberian juluk dan adok pada masyarakat ber-adat pepadun bisa dilakukan pada semua orang, sedangkan pada masyarakat beradat Pesisir hanya dilakukan terhadap keturunan punyimbang (elit adat)., tokoh adat ( punyimbang) menyampaikan gelar yang diberikan dalam tutur bahasa sastra yang dituangkan dalam pantun-pantun berbahasa Lampung. Secara tehnis menurut Sohor, seorang punyimbang masyarakat adapt Pubian, pada pelaksanaan pemberian gelat (juluk dan adok), sang punyimbang menyampaikan gelar yang diberikan dalam rangkaian tutur kata yang telah terangkai dalam syair-syair yang penuh pesan.
Sementara seni musik tradisional masih ditemukan terutama pada masyarakat Lampung yang tinggal di kawasan pedesaan yang homogen. Wujud seni musik Lampung berbentuk seni tabuh Rebana dan tala), seni petik (Gitar dan gambus) seni tiup (seruling dan Serdam). Seni Musik berupa musik Rebana misalnya, dipakai oleh masyarakat adat Pesisir Krui dalam bentuk Seni Bedikir (berdzikir), yang biasanya ditabuh mengiringi pembacaan kitab Barzanji, yang dilantunkan dengan suara dan lagu yang khas. Pembacaan Badikir ini dilakukan pada acara-acara perkawinan, khitanan, Aqikah menyambut kelahiran bayi dll. Pada masyarakat Pepadun rebana dan tala (gulintang) biasanya dipakai mengiringi dan mengarak pasangan pengantin.
Sementara Seruling, serdam dan musik Gambus pada umumnya dipakai oleh masyarakat Pesisir Kota Agung Tenggamus dan Way Lima Kedondong Pada kedua komunitas ini masih banyak dijumpai anak-anak remaja maupun orang tua yang mampu memainkan alat musik ini dengan baik, untuk mengiringi lagu-lagu etnis Lampung baik dilakukan secara indifidual (solo) maupun dalam kelompok (group).
Seni Tari trasdisional semakin jarang dipakai. Momen-momen yang bernuansa adat semakin jarang mempertunjukkan tarian tradisional, kecuali pada masyarakat Lampung Pepadun.
Pada komunitas lampung ini masih sering dijumpai tari cangget, khususnya pada masyarakat Pepadun beradat abung, dimana salah satu mata acara tradisional yang dilalui dalam acara perkawinanan adalah Cangget agung, dimana tari cangget dipertunjukkan oleh muda-mudi. Dikalangan komunitas Lampung beradat Saibatin masih ditemukan beberapa jenis tari, sekalipun semakin jarang dipertunjukkan sehingga berpengaruh pula terhadap minat generasi muda untuk mempelajarinya. Dikalangan masyarakat Pesisir masih terdapat jenis tari Nyambai yang hanya dipertunjukkan pada acara-acara perkawinan, khususnya acara resepsi perkawinan keluarga punyimbang (pemimpin adat). Dikalangan komunitas Saibatin Kota Agung masih sering dipertunjukkan tari Ngedalung, terutama pada resepsi pernikahan (Nayuh) para punyimbang adat yang sudah mencapai kedudukan adat ‘Pangiran’.
Seni tari Lampung yang intens dipertunjukkan dalam acara-acara pernikahan maupun pada seremoni-seremoni formal adalah seni tari yang bernuansa modern dan merupakan kreasi baru perpaduan dari tari tradisional Lampung dan tari tradisional etnis lain yang ada di Lampung.
Jenis seni khas masyarakat Lampung yang mulai dikenal secara Nasional bahkan Internasoinal, dan kini mulai menjadi komoditas komersial adalah seni tenun, khususnya berupa seni tenun Kain Tapis, menurut Sukarni, di daerah asalnya sendiri (Pulau Pisang), kain tapis sudah tidak ditekuni sebagai komoditas komersial, karena biaya produksi yang cukup mahal dan kendala pemasaran.67 Namun sekalipun tidak menjadi jenis seni yang ditekuni oleh komunitas masyarakat Lampung, seni tenun jenis ini sudah ditekuni dan dikembangkan oleh masyarakat perkotaan, bahkan diluar wilayah Lampung.
67 Sukarni, punyimbang masyarakat lampung Pesisir marga Pulau Pisang Krui, Lampung Barat.
222 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sementara seni ukir, saat ini hanya dipakai dikalangan yang terbatas, seperti pada arsitektur rumah para punyimbang (kepala adat) berupa lamban balak maupun nuwo balak, dan masyarakat Lampung yang memiliki konsen dan kemampuan ekonomi, hal ini karena seni ukir ini disamping sulit juga membutuhkan biaya yang tinggi (Faisal, tokoh masyarakat Kota Agung).
Tradisi Lampung asli juga terlihat pada beberapa aktifitas Sosial ekonomi. Pada acara perkawinan tradisi Lampung bukan hanya diimplementasikan dalam bentuk pemakaian busana adat dan pernak-pernik yang dipakai, tetapi juga dengan melakukan pemberian gelar (juluk/adok), pemakaian ketentuan adat dalam pelaksanaan prosesi perkawinan ini khususnya terlihat masih ketat pada masyarakat adat pepadun dan terlihat longgar pada masyarakat adat Pesisir. 3. Sistem religi (keagamaan tradisional)
Unsur budaya Lampung asli juga nampak dalam praktek-prajtek religi (keagamaan) yang menyertai berbagai kegiatan hidupan masyarakat. Pada aktifitas ekonomi (khususnya pertaniaan), prosesi religious tradisional masih banyak dipakai oleh masyarakat Lampung terutama yung tinggal diwilayah pedesaan. Di Pedesaan Krui misalnya masih dijumpai tradisi Ngumbai (pemotongan hewan berupa kambing maupun ayam untuk dipersembahkan kepada penguasa alam dengan tujuan agar hasil pertanian meningkat), demikian juga tradisi ngebabali (berupa penyerahan hidangan kepada penguasa atau roh-roh yang menghuni suatu lahan dengan tujuan agar terhindar dari gangguan).
Menurut arsyad,68 “Kedua tradisi itu umumnya dilakukan ketika membuka lahan pertanian, mulai menghuni tempat tinggal yang baru, serta pada setiap musim tanam dan menghadapi
68 Arsyad, tokoh agama di Pesisir Krui lampung Barat.
223Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Sementara seni ukir, saat ini hanya dipakai dikalangan yang terbatas, seperti pada arsitektur rumah para punyimbang (kepala adat) berupa lamban balak maupun nuwo balak, dan masyarakat Lampung yang memiliki konsen dan kemampuan ekonomi, hal ini karena seni ukir ini disamping sulit juga membutuhkan biaya yang tinggi (Faisal, tokoh masyarakat Kota Agung).
Tradisi Lampung asli juga terlihat pada beberapa aktifitas Sosial ekonomi. Pada acara perkawinan tradisi Lampung bukan hanya diimplementasikan dalam bentuk pemakaian busana adat dan pernak-pernik yang dipakai, tetapi juga dengan melakukan pemberian gelar (juluk/adok), pemakaian ketentuan adat dalam pelaksanaan prosesi perkawinan ini khususnya terlihat masih ketat pada masyarakat adat pepadun dan terlihat longgar pada masyarakat adat Pesisir. 3. Sistem religi (keagamaan tradisional)
Unsur budaya Lampung asli juga nampak dalam praktek-prajtek religi (keagamaan) yang menyertai berbagai kegiatan hidupan masyarakat. Pada aktifitas ekonomi (khususnya pertaniaan), prosesi religious tradisional masih banyak dipakai oleh masyarakat Lampung terutama yung tinggal diwilayah pedesaan. Di Pedesaan Krui misalnya masih dijumpai tradisi Ngumbai (pemotongan hewan berupa kambing maupun ayam untuk dipersembahkan kepada penguasa alam dengan tujuan agar hasil pertanian meningkat), demikian juga tradisi ngebabali (berupa penyerahan hidangan kepada penguasa atau roh-roh yang menghuni suatu lahan dengan tujuan agar terhindar dari gangguan).
Menurut arsyad,68 “Kedua tradisi itu umumnya dilakukan ketika membuka lahan pertanian, mulai menghuni tempat tinggal yang baru, serta pada setiap musim tanam dan menghadapi
68 Arsyad, tokoh agama di Pesisir Krui lampung Barat.
panen”. Dan dikalangan masyarakat Lampung yang menggantung kan kehidupannya dari hasil laut (berprofesi sebagai nelayan) terdapat tradisi ngumbai lawok, dalam bentuk upacara pemberian sesaji untuk kekuatan yang dipercayai menguasai laut sehingga diharapkan terjauh dari bencana laut dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Pemberian sesaji ini dilakukan setiap tahun, berupa kepala seekor kerbau yang besar.69 4. Etika Pergaulan (Sosial)
Dalam pergaulan sehari-hari, baik sesama anggota masyarakat yang berasal dari etnis Lampung maupun terhadap etnis lain, etika sosial yang bersumber dari nilai–nilai budaya Lampung masih dipakai. Nilai-nilai budaya yang menjadi sumber etika Sosial adalah Pi’il Pesinggiri, berupa Sakai Sambaian, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, serta Bejuluk Beadek (Buadok). Menurut Ali Imron,70 secara sederhana Piil Pesinggiri dapat diartikan sebagai harga diri orang lampung yang didasarkan atas prilaku yang baik, sifat berjiwa besar, memahami posisi dan tanggung jawab diri dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Piil Pesinggiri selanjutnya diimplementasikan dalam nilai Sakai Sambaian, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur dan Bejuluk Beadek (Buadok). Sakai Sambaian adalah nilai budaya yang mengharuskan orang Lampung untuk memiliki jiwa gotong royong dan jiwa sosial, serta tidak mengenal pamrih. Nilai budaya ini diimplementasikan dalam bentuk sikap dan kebiasaan saling membantu baik dalam mewujudkan kebutuhan dan keperluan hidup sehari-hari, menghadapi bencana yang menimpa seseorang atau keluuarga, maupun dalam acara-acara seremonial. Kebiasaan bergotong royong terutama masih mencolok pada masyarakat
69 Acara Ngumbai lawok ini sekarang sudah dijadikan sebagai komoditas pariwisata yang dilakukan secara seremonial untk menarik minat wisata asing berkunjung ke kawasan wisata pantai Lampung Barat. 70 Budayawan dan sekaligus peneliti budaya Lampung.
224 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung yang tinggal di Pedesaan. Pada masyarakat Padang Cermin misalnya, kebiasaan saling membantu dilakukan dalam aktifitas pertanian, perwujudan kebutuhan hidup seperti membangun rumah (butegak), pelaksanaan pesta perkawinan, dan pada saat mengahadapi musibah (kecadangan). Meskipun kebiasaan bergotong royong (Sakai Sambayan) masih sangat kental terlihat pada masyarakat Lampung, namun serbuan modernisasi yang menawarkan kehidupan yang serba praktis dan efisien, baik biaya, waktu dan tenaga, telah sedikit banyak mempengaruhi nilai-nilai kegotong royongan yang selama ini hidup dalam kepribadian orang Lampung. Seperti diungkapkan oleh Ismail bahwa budaya gotong royong itu sedikit demi sedikit telah terkikis. “Beberapa waktu yang lalu dalam mewujudkan keperluan pesta pernikahan misalnya, hampir semua pekerjaan dilakukan dengan cara bergotong royong (sakai sambayan), baik dalam kegiatan tandang (mewujudkan keperluan pesta perkawinan yang bahannya berada di hutan seperti daun untuk membungkus kue), melawai (mencari ikan untuk keperluan pesta), nyani kubu (mendirikan tarup), sampai ngebungkar kubu (membongkar tarup)”. Budaya Sakai Sambayan juga terancam oleh perubahan lingkungan alam yang menyebabkan perubahan sikap budaya. Dalam hal tersebut perubahan terjadi sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan alam. Dalam membuat rumah tempat tinggal sebagai salah satu keperluan hidup, budaya saling membantu dan bergotong royong sudah semakin berkurang. Seperti diungkapkan Bustama, seorang tokoh masyarakat Pesisir Padang Cermin“ Dulunya gotong royong dilakukan sejak menurunkan kayu dari hutan (lewat aliran sungai) yang disebut Buanyut, mendirikan tiang-tiang rumah sampai memasang atap (genteng) yang disebut butegak, namun sekarang karena semakin mahal dan langkanya kayu, beberapa bahan rumah tidak lagi terbuat dari kayu, saling membantu dalam membuat rumah tinggal hanya dalam memasang atap rumah (kap)
225Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampung yang tinggal di Pedesaan. Pada masyarakat Padang Cermin misalnya, kebiasaan saling membantu dilakukan dalam aktifitas pertanian, perwujudan kebutuhan hidup seperti membangun rumah (butegak), pelaksanaan pesta perkawinan, dan pada saat mengahadapi musibah (kecadangan). Meskipun kebiasaan bergotong royong (Sakai Sambayan) masih sangat kental terlihat pada masyarakat Lampung, namun serbuan modernisasi yang menawarkan kehidupan yang serba praktis dan efisien, baik biaya, waktu dan tenaga, telah sedikit banyak mempengaruhi nilai-nilai kegotong royongan yang selama ini hidup dalam kepribadian orang Lampung. Seperti diungkapkan oleh Ismail bahwa budaya gotong royong itu sedikit demi sedikit telah terkikis. “Beberapa waktu yang lalu dalam mewujudkan keperluan pesta pernikahan misalnya, hampir semua pekerjaan dilakukan dengan cara bergotong royong (sakai sambayan), baik dalam kegiatan tandang (mewujudkan keperluan pesta perkawinan yang bahannya berada di hutan seperti daun untuk membungkus kue), melawai (mencari ikan untuk keperluan pesta), nyani kubu (mendirikan tarup), sampai ngebungkar kubu (membongkar tarup)”. Budaya Sakai Sambayan juga terancam oleh perubahan lingkungan alam yang menyebabkan perubahan sikap budaya. Dalam hal tersebut perubahan terjadi sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan alam. Dalam membuat rumah tempat tinggal sebagai salah satu keperluan hidup, budaya saling membantu dan bergotong royong sudah semakin berkurang. Seperti diungkapkan Bustama, seorang tokoh masyarakat Pesisir Padang Cermin“ Dulunya gotong royong dilakukan sejak menurunkan kayu dari hutan (lewat aliran sungai) yang disebut Buanyut, mendirikan tiang-tiang rumah sampai memasang atap (genteng) yang disebut butegak, namun sekarang karena semakin mahal dan langkanya kayu, beberapa bahan rumah tidak lagi terbuat dari kayu, saling membantu dalam membuat rumah tinggal hanya dalam memasang atap rumah (kap)
sampai memasang genteng”. Demikian juga yang terjadi dalam aktifitas pertanian, budaya efisiensi waktu dan tenaga telah menggantikan kebiasaan sakai sambayan (belin, menurut bahasa Pesisir), seperti penuturan Arsyad, “Saling tolong menolong antar sesama petani saat ini hanya pada saat menanam (nanom) dan panen (ngegetas) padi. Padahal dulunya yang tidak dilakukan dengan bergotong royong hanya saat memupuk dan menyiangi rumput (nyalau). masyarakat saling membantu baik pada tahap megolah tanah (dengan memakai kerbau/buakhoh), menanam padi, dan pada saat panen dimana sesama petani saling membantu dalam memotong padi (ngegetas)”. Unsur Piil Pesiinggiri dalam bentuk Sakai Sambaian juga dipraktikkan pada saat emnghadapi musibah, baik peristiwa sakit, bencana alam maupun bencana kematian. Kebiasaan yang telah turun temurun dikalangan masyarakat Lampung, bahwa kalau ada yang mendapat musibah sakit, terkena bencana maupun ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia, maka tanpa koordinasi masyarakat akan mengadakan hiogh sumbay, berupa kegiatan mengumpulkan sumbangan dalam bentuk beras, bahan sayur-mayur, ayam, kentang maupun dalam bentuk uang, untuk diberikan kepada keluarga yang sedang tertimpa musibah.
Nilai budaya Lampung juga mengajarkan kepada penganutnya untuk bersikap sopan santun, terbuka, terhadap sesama manusia dengan penuh ketulusan. Nemui Nyimah menjadi sumber motivasi untuk berprilaku baik terhadap orang lain atau pendatang (temui yang berarti tamu ).Demikian juga sikap menghormati, menyambut dan menjamu tamu (temui) yang datang berkunjung ke rumah kediaman keluarga Lampung. Menurut Effendi Sanusi, “Orang Lampung merasa sebuah keharusan untuk menyambut dan memberikan jamuan secara maksimal kepada tamu yang datang. Karena itu merupakan kebiasaan orang Lampung untuk tidak melepas seorang tamu pergi meninggalkan rumah sebelum tamu tsb. dipersilahkan
226 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
untuk terlebih dahulu makan, dan minimal menikmati hidangan yang telah disediakannya, sekalipun dalam bentuk yang sederhana”. Demikian juga ketika bertamu, bagi orang Lampung yang masih memegang teguh ketentuan adat Lampung, terasa kurang pantas untuk berkunjung (bertamu) ke rumah seseorang tanpa membawa sesuatu sebagai oleh-oleh sekalipun sederhana. Dan menurut Syu’eb (orang Lampung Pubian),sikap seperti itu dilakukan baik kepada orang yang diketahui memang berasal dari etnis Lampung maupun dari etnis lain”. Sikap pergaulan yang demikian, kemungkinan telah menjadi modal berharga bagi orang Lampung untuk berinteraksi dan menerima kehadiran orang lain (the others) dari luar marga, suku bahkandari luar etnisnya. Sekalipun pada sisi lain implementasi nilai budaya nemui nyimah tanpa dilandasi dengan pemahaman yang benar dan fleksibel, akan mengundang sikap inefisien (prilaku boros). Namun demikian, Dalam realitasnya nilai budaya ini telah menjadi salah satu sumber motivasi untuk bersikap terbuka (welcome) terhadap kehadiran orang lain dari kelompok yang tidak terbatas. Karena sikap yang ditunjukkan oleh orang Lampung seperti itu, maka dalam kenyataan sosial yang terlihat bahwa ditengah lingkungan pemukiman orang lampung yang terbilang homogen sesara etnis sekalipun, ada penduduk yang berlatar etnis lain yang bisa hidup dengan harmonis dalam suasana keakraban dan persaudaraan. Perbedaan suku dan asal muasal nampaknya tidak menjadi sebuah penghalang bagi masyarakat etnis Lampung untuk saling terbuka, saling mengunjungi dan membina hubungan antar pribadi, antar keluarga dan hubungan Sosial.
Disamping itu secara normatif Orang Lampung dituntut oleh Filsafat sosial yang menjadi tuntunan dalam pergaulannya untuk bergaul dengan baik dikalangan masyarakat luas (Nengah Nyappur), tanpa membedakan suku, budaya, status sosial dan lain-lainnya, dengan tetap menjaga martabat dan kehormatan diri (pi’il Pesinggiri). Orang Lampung dituntut untut nengah (bergaul)
227Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
untuk terlebih dahulu makan, dan minimal menikmati hidangan yang telah disediakannya, sekalipun dalam bentuk yang sederhana”. Demikian juga ketika bertamu, bagi orang Lampung yang masih memegang teguh ketentuan adat Lampung, terasa kurang pantas untuk berkunjung (bertamu) ke rumah seseorang tanpa membawa sesuatu sebagai oleh-oleh sekalipun sederhana. Dan menurut Syu’eb (orang Lampung Pubian),sikap seperti itu dilakukan baik kepada orang yang diketahui memang berasal dari etnis Lampung maupun dari etnis lain”. Sikap pergaulan yang demikian, kemungkinan telah menjadi modal berharga bagi orang Lampung untuk berinteraksi dan menerima kehadiran orang lain (the others) dari luar marga, suku bahkandari luar etnisnya. Sekalipun pada sisi lain implementasi nilai budaya nemui nyimah tanpa dilandasi dengan pemahaman yang benar dan fleksibel, akan mengundang sikap inefisien (prilaku boros). Namun demikian, Dalam realitasnya nilai budaya ini telah menjadi salah satu sumber motivasi untuk bersikap terbuka (welcome) terhadap kehadiran orang lain dari kelompok yang tidak terbatas. Karena sikap yang ditunjukkan oleh orang Lampung seperti itu, maka dalam kenyataan sosial yang terlihat bahwa ditengah lingkungan pemukiman orang lampung yang terbilang homogen sesara etnis sekalipun, ada penduduk yang berlatar etnis lain yang bisa hidup dengan harmonis dalam suasana keakraban dan persaudaraan. Perbedaan suku dan asal muasal nampaknya tidak menjadi sebuah penghalang bagi masyarakat etnis Lampung untuk saling terbuka, saling mengunjungi dan membina hubungan antar pribadi, antar keluarga dan hubungan Sosial.
Disamping itu secara normatif Orang Lampung dituntut oleh Filsafat sosial yang menjadi tuntunan dalam pergaulannya untuk bergaul dengan baik dikalangan masyarakat luas (Nengah Nyappur), tanpa membedakan suku, budaya, status sosial dan lain-lainnya, dengan tetap menjaga martabat dan kehormatan diri (pi’il Pesinggiri). Orang Lampung dituntut untut nengah (bergaul)
dan Nyappur (berbaur) untuk dapat memperoleh dan memberikan sumbangan dan kontribusi pemikiran, mendapatkan inspirasi dan melahirkan inisiatif, ide dan pendapat, untuk memperoleh kemanfaatan dan mencapai dinamika kehidupan dalam tingkat yang maksimal.
Keempat nilai-nilai budaya yang menjadi prinsip pokok yang mendasari sikap dalam interaksi sosial diatas menjadi panduan etis untuk mencapai martabat dan kehormatan diri (Piil Pesinggiri), baik secara indifidual maupun kelompok. Nampaknya harga dan martabat diri dalam perspektif budaya Lampung indikasinya adalah pada kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dan saling memberi kontribusi dan kemaslahatan dalam hubungan sesame anggota masyarakat bahkan sesame manusia. Pada akhirnya, konfigurasi indifidu yang menjaga martabat yang tergambar diatas, akan membentuk komunitas yang diliputi harmonitas sosial. 5. Lembaga (Kekuasaan) Adat
Dalam tatanan kehidupan Sosial, masyarakat adat Lampung memiliki struktur kepemimpinan adat yang baku dan melembaga, yang dijadikan sebagai panutan dan penjaga stabilitas dalam komunitas adapt. Menurut Bunyana,71 Struktur kepemimpinan lembaga adat Lampung secara hirarkis melambangkan 4 unsur pokok pemerintahan adat secara turun temurun, yang menggambarkan tekad dan semangat kebersamaan yang terefleksi dalam symbol Panji pak sekala Bekhak. Simbol diatas bermakna tegaknya kepemimpinan masyarakat dengan empat unsur penyangga. Seorang pemimpin pemerintahan adat, keberadaan dan posisinya bisa dan diakui apabila didukung oleh minimal empat perwakilan secara berjenjang.72
71 Budayawan dan peneliti Budaya Lampung, dosen IAIN Raden Intan Bandar Lampung. 72 Seorang pemimpin adat yang disebut Sebatin menjadi sah dan diakui bila telah mempunyai empat orang raja pada struktur kekuasaan dibawahnya, begitu juga raja (struktur kekuasaan
228 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Meskipun struktur pemerintahan adat Lampung memiliki aturan hirarki yang ketat, namun peran sosial maupun politiknya semakin sempit. Peran lembaga adat pada masyarakat Lampung saat ini ada pada wilayah yang semakin terbatas, seperti pada prosesi perkawinan dengan seluruh tahapannya, penentuan pemberian gelar (juluk/adok). Sementara dalam pemerintahan desa Lembaga adat seringkali dipakai semata-mata sebagai pemberi justifikasi. Ini bisa dipahami jika melihat kultur masyarakat (termasuk orang Lampung) yang belum lepas dari paternalisme, sekalipun dalam kadar yang berbeda dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan latar etnis dan budaya lain. Paternalisme ini juga yang menjadi penyebab mengapa eksistensi lembaga adat masih tetap diakui dan memperoleh tempat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Lampung. Namun seperti diungkapkan diatas bahwa seiring dengan perubahan system Sosial politik yang terjadi, peran lembaga adat semakin terposisi dalam wilayah yang semakin sempit (termarginalisaasi). Lembaga kekuasaan adat terutama sudah tidak lagi secara formal memiliki porsi otoritas politik. Seperti dituturkan oleh Ismai’il, “Dalam proses pemilihan kepala desa misalnya, calon-calon yang ingin maju dalam pemilihan biasanya terlebih dahulu meminta restu dan persetujuan dari Pemangku adat, bahkan pada kasus tertentu mereka yang mendapat dukungan penuh dari para punyimbang (elit lembaga adat) biasanya yang akan mendapat dukungan yang luas”. Kedudukan dan posisi punyimbang adat yang masih memperoleh tempat dalam kehidupan masyarakat Lampung, pada saat tertentu juga rawan menjadi objek politisasi yang melahirkan konflik. Seperti dalam peristiwa politik Pemilihan pimpinan daerah, para punyimbang dijadikan “alat” untuk meraih dukungan dan perolehan suara. Seorang informan menceritakan bahwa di salah satu desa ada konflik yang terjadi berkepanjangan karena dibawah sebatin), diakui keabsahannya bila telah memiliki empat orang raden pada struktur kekuasaan dibawahnya, dan berlaku sterusnya.
229Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Meskipun struktur pemerintahan adat Lampung memiliki aturan hirarki yang ketat, namun peran sosial maupun politiknya semakin sempit. Peran lembaga adat pada masyarakat Lampung saat ini ada pada wilayah yang semakin terbatas, seperti pada prosesi perkawinan dengan seluruh tahapannya, penentuan pemberian gelar (juluk/adok). Sementara dalam pemerintahan desa Lembaga adat seringkali dipakai semata-mata sebagai pemberi justifikasi. Ini bisa dipahami jika melihat kultur masyarakat (termasuk orang Lampung) yang belum lepas dari paternalisme, sekalipun dalam kadar yang berbeda dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan latar etnis dan budaya lain. Paternalisme ini juga yang menjadi penyebab mengapa eksistensi lembaga adat masih tetap diakui dan memperoleh tempat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Lampung. Namun seperti diungkapkan diatas bahwa seiring dengan perubahan system Sosial politik yang terjadi, peran lembaga adat semakin terposisi dalam wilayah yang semakin sempit (termarginalisaasi). Lembaga kekuasaan adat terutama sudah tidak lagi secara formal memiliki porsi otoritas politik. Seperti dituturkan oleh Ismai’il, “Dalam proses pemilihan kepala desa misalnya, calon-calon yang ingin maju dalam pemilihan biasanya terlebih dahulu meminta restu dan persetujuan dari Pemangku adat, bahkan pada kasus tertentu mereka yang mendapat dukungan penuh dari para punyimbang (elit lembaga adat) biasanya yang akan mendapat dukungan yang luas”. Kedudukan dan posisi punyimbang adat yang masih memperoleh tempat dalam kehidupan masyarakat Lampung, pada saat tertentu juga rawan menjadi objek politisasi yang melahirkan konflik. Seperti dalam peristiwa politik Pemilihan pimpinan daerah, para punyimbang dijadikan “alat” untuk meraih dukungan dan perolehan suara. Seorang informan menceritakan bahwa di salah satu desa ada konflik yang terjadi berkepanjangan karena dibawah sebatin), diakui keabsahannya bila telah memiliki empat orang raden pada struktur kekuasaan dibawahnya, dan berlaku sterusnya.
perbedaan pendapat dan pilihan dalam memilih kepala desa, dan peran punyimbang dalam hal tersebut sangat besar. Konflik antar kelompok masyarakat di desa itu mengikuti konflik antar punyimbang.
Sekalipun lembaga (kekuasaan) adat ini semakin mengalami marginalisasi peran, namun realitasnya ia tetap menjadi bagian penting dalam struktur kepemimpinan kultural yang eksistensi nya masih diterima masyarakat. Posisi struktur kekuasaan adat yang masih melembaga dan memperoleh pengakuan ditengah komunitasnya ini, merupakan sebuah modal budaya untuk menjaga kohesivitas dikalangan masyarakat yang masih cenderung paternalistik. Ini karena lembaga ini dapat memerankan diri dan difungsikan sebagai faktor penjaga stabilitas ditengah krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan politik formal. B. Budaya Lampung Dalam Meredam Konflik Sosial 1. Implementasi Falsafah Piil Pesinggiri a. Sakai Sambayan
Dari data yang terungkap pada sub-bab diatas terlihat bahwa budaya saling membantu masih menyatu dalam sikap hidup dan pergaulan sosial masyarakat Lampung, baik dalam mewujudkan kebutuhan hidup sehari-hari, pembangunan sarana Sosial, maupun dalam acara-acara seremonial yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Bahkan menurut seorang informan73, Orang Lampung biasanya merasa malu jika tidak terlibat dalam kegiatan yang bernuansa sosial sekalipun hanya dalam kadar yang tidak memadai (sekedarnya). Dan dalam prakteknya anggota masyarakat (etnis Lampung) yang dinilai jarang terlibat dalam kegiatan yang bernuansa gotong royong, atau kurang memiliki kepedulian sosial akan memperoleh sangsi sosial dari masyarakat
73 Effendi Sanusi, tokoh masyarakat Lampung Pepadun (Abung).
230 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
lingkungannya. Jika sewaktu–waktu dia sendiri mempunyai hajat (acara besar) yang melibatkan masyarakat ramai, biasanya masyarakat merasa tidak merasa memiliki keharusan untuk terlibat dalam acara itu, tokoh masyarakat
Apa yang terungkap diatas menjadi sebuah petunjuk bahwa nilai budaya Sakai Sambayan (keharusan untuk saling membantu secara tulus) masih menyatu dalam sikap hidup orang Lampung. Secara normative nilai budaya itu mengharuskan adanya sikap hidup saling membantu dalam segala suasana dan kelompok sosial, tanpa melihat latar belakang etnis, budaya dan agama. Dengan demikian, Filsafat Sosial Sakai Sambaian dapat menjadi modal budaya bagi perwujudan masyarakat yang memiliki kepedulian sosial, ditengah masyarakat yang semakin indifidualistik dan materialistik.. Kepedulian sosial yang tumbuh subur ditengah kehidupan sosial akan menjadi pranata penting bagi tumbuhnya kekuatan internal dalam membangun kohesi sosial, yang sekaligus menjadi peredam timbulnya konflik sosial yang disebabkan beberapa factor.
Realitas kebiasaan saling membantu dan saling tolong menolong diatas menjadi satu indicator sosial bahwa dalam ruang psikologi masyarakat masih terdapat perasaan dan bahkan kesadaran interrelasi antara satu dengan yang lain, antara indifidu dengan indifidu, antara keluarga dengan keluarga dan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Interrelasi ini merupakan bentukan atau produk dari nilai budaya ‘sakai sambayan’ yang menjadi dorongan internal (internal spirit) dari prilaku itu. Suasana psikologis yang kemudian termanifestasi dalam sikap dan prilaku sosial dalam bentuk kebiasaan saling tolong menolong, bantu membantu, bergotong royong, dalam banyak jenis kegiatan hidup bermasyarakat merupakan sebuah indikator masih terpeliharanya solidaritas sosial ditengah masyarakat etnis Lampung. Setiap indifidu, keluarga dan kelompok kecil berfungsi sebagai unit Sosial yang saling
231Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
lingkungannya. Jika sewaktu–waktu dia sendiri mempunyai hajat (acara besar) yang melibatkan masyarakat ramai, biasanya masyarakat merasa tidak merasa memiliki keharusan untuk terlibat dalam acara itu, tokoh masyarakat
Apa yang terungkap diatas menjadi sebuah petunjuk bahwa nilai budaya Sakai Sambayan (keharusan untuk saling membantu secara tulus) masih menyatu dalam sikap hidup orang Lampung. Secara normative nilai budaya itu mengharuskan adanya sikap hidup saling membantu dalam segala suasana dan kelompok sosial, tanpa melihat latar belakang etnis, budaya dan agama. Dengan demikian, Filsafat Sosial Sakai Sambaian dapat menjadi modal budaya bagi perwujudan masyarakat yang memiliki kepedulian sosial, ditengah masyarakat yang semakin indifidualistik dan materialistik.. Kepedulian sosial yang tumbuh subur ditengah kehidupan sosial akan menjadi pranata penting bagi tumbuhnya kekuatan internal dalam membangun kohesi sosial, yang sekaligus menjadi peredam timbulnya konflik sosial yang disebabkan beberapa factor.
Realitas kebiasaan saling membantu dan saling tolong menolong diatas menjadi satu indicator sosial bahwa dalam ruang psikologi masyarakat masih terdapat perasaan dan bahkan kesadaran interrelasi antara satu dengan yang lain, antara indifidu dengan indifidu, antara keluarga dengan keluarga dan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Interrelasi ini merupakan bentukan atau produk dari nilai budaya ‘sakai sambayan’ yang menjadi dorongan internal (internal spirit) dari prilaku itu. Suasana psikologis yang kemudian termanifestasi dalam sikap dan prilaku sosial dalam bentuk kebiasaan saling tolong menolong, bantu membantu, bergotong royong, dalam banyak jenis kegiatan hidup bermasyarakat merupakan sebuah indikator masih terpeliharanya solidaritas sosial ditengah masyarakat etnis Lampung. Setiap indifidu, keluarga dan kelompok kecil berfungsi sebagai unit Sosial yang saling
berinterrelasi membangun sebuah komunitas besar yang diwarnai oleh solidaritas.
Hanya saja seperti terungkap dalam sub-bab terdahulu bahwa sikap hidup yang didasari filsafat sosial Sakai Sambaian dikhawatirkan akan terancam baik oleh serbuan nilai-nilai modern yang menawarkan pola hidup yang serba praktis, effisiensi waktu, tenaga dan biaia (tanpa mempertimbangkan nilai dan fungsi Sosial), serta perubahan lingkungan alam yang menyebabkan adaptasi sikap budaya. Seperti kebiasaan saling membantu dalam membangun rumah, item kegiatan saling membantu semakin berkurang jumlahnya karena semakin berkurangnya bahan pembuatan rumah yang tersedia dilingkungan sekitar. Pengurangan unit-unit kegiatan yang bernuansa Sakai sambayan, akan berimplikasi berkurangnya kegiatan yang berfungsi (functional) dalam membangun solidaritas masyarakat yang menyatu dalam kehidupan mereka sehari-hari (ongoing solidarity). b. Nemui Nyimah
Nilai ini diimplementasikan baik ketika menyambut tamu maupun dalam sikap sebagai seorang tamu. Dalam pandangan budaya Lampung, Terhadap seorang atau sekelompok orang yang datang bertamu, maka kewajiban orang atau kelompok orang yang didatangi (tuan rumah) untuk menghormati, menjamu dan menjaga keselamatan mereka selama bertamu (nyambut temui). Jika hal-hal diatas sampai tidak terlaksana maka hal tersebut akan merendahkan harga diri (pi’il). Tamu (temui) dimaksud berlaku secara umum tanpa membedakan apakah ybs. berlatar suku Lampung, mengerti adat istiadat Lampung, atau tidak. Nilai ini juga mengharuskan seseorang untuk membiasakan diri saling mengunjungi, baik terhadap kerabat, kenalan maupun teman. Seorang yang bertamu harus bersikap baik, sopan dalam bertutur kata, serta membawa sesuatu sebagai oleh-oleh, sekalipun dalam
232 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
bentuk yang sederhana.74 Menurut Effendi Sanusi, keharusan berprilaku baik kepada tamu dan dalam bertamu antara lain disimbolkan dengan kebiasaan menghidangkan makanan dan membawa oleh-oleh (buah tangan) ketika bertamu. Menurutnya sekalipun membawa oleh-oleh dalam bertamu bukan sebuah keharusan dalam adat, namun karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat maka, hal tersebut seolah-olah menjadi ketentuan adat Lampung
Data diatas memberikan penjelasan bahwa nilai budaya berupa unsur falsafah Piil Pesinggiri Nemui Nyimah merupakan dorongan untuk membangun hubungan sosial yang baik dikalangan internal etnis Lampung maupun etnis lain. Secara simbolis ia mengharuskan penganutnya untuk memperlihatkan sikap yang baik terhadap tamu, namun secara substantif ia akan menjadi dorongan (motivasi internal) untuk memperlakukan pendatang (suku, etnis) yang berbeda dengan baik. Perasaan malu (liom) jika gagal memberikan penghormatan dan penghargaan maksimal terhadap tamu (pendatang), akan menjadi dorongan untuk memaksimalisasi ekspresi prilaku yang baik terhadap tamu (pendatang). Dengan demikian dikhotomi penduduk asli dan pendatang akan terjembatani dengan sendirinya, terutama dengan perwujudan falsafah Nemui Nyimah yang semakin intens ditengah relasi dan interaksi masyarakat Lampung yang sangat plural dalam berbagai segi. Semakin berkurangnya dikhotomi antara penduduk asli dan pendatang secara praktis akan mengurangi jarak Sosial antara etnis lampung dan etnis lain, menghilangkan sekat-sekat masyarakat yang sering kali muncul akibat penguatan identitas kesukuan, baik yang dilakukan secara sengaja karena motif-motif tertentu (motiv politik, ekonomi, dll). Identitas yang dibear-besarkan pada tahap selanjutnya akan menguatkan perasaan perbedaan yang pada tahap selanjutnya
74 Isroni, orang lampung Pepadun (Pubian).
233Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
bentuk yang sederhana.74 Menurut Effendi Sanusi, keharusan berprilaku baik kepada tamu dan dalam bertamu antara lain disimbolkan dengan kebiasaan menghidangkan makanan dan membawa oleh-oleh (buah tangan) ketika bertamu. Menurutnya sekalipun membawa oleh-oleh dalam bertamu bukan sebuah keharusan dalam adat, namun karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat maka, hal tersebut seolah-olah menjadi ketentuan adat Lampung
Data diatas memberikan penjelasan bahwa nilai budaya berupa unsur falsafah Piil Pesinggiri Nemui Nyimah merupakan dorongan untuk membangun hubungan sosial yang baik dikalangan internal etnis Lampung maupun etnis lain. Secara simbolis ia mengharuskan penganutnya untuk memperlihatkan sikap yang baik terhadap tamu, namun secara substantif ia akan menjadi dorongan (motivasi internal) untuk memperlakukan pendatang (suku, etnis) yang berbeda dengan baik. Perasaan malu (liom) jika gagal memberikan penghormatan dan penghargaan maksimal terhadap tamu (pendatang), akan menjadi dorongan untuk memaksimalisasi ekspresi prilaku yang baik terhadap tamu (pendatang). Dengan demikian dikhotomi penduduk asli dan pendatang akan terjembatani dengan sendirinya, terutama dengan perwujudan falsafah Nemui Nyimah yang semakin intens ditengah relasi dan interaksi masyarakat Lampung yang sangat plural dalam berbagai segi. Semakin berkurangnya dikhotomi antara penduduk asli dan pendatang secara praktis akan mengurangi jarak Sosial antara etnis lampung dan etnis lain, menghilangkan sekat-sekat masyarakat yang sering kali muncul akibat penguatan identitas kesukuan, baik yang dilakukan secara sengaja karena motif-motif tertentu (motiv politik, ekonomi, dll). Identitas yang dibear-besarkan pada tahap selanjutnya akan menguatkan perasaan perbedaan yang pada tahap selanjutnya
74 Isroni, orang lampung Pepadun (Pubian).
akan dengan mudah menyulut prasangka etnis (prejudice), yang secara empiris telah terbukti menjadi pemicu konflik.
c. Nengah Nyappur Nilai ini menuntut orang Lampung untuk memiliki
kepandaian bergaul dikalangan yang tidak terbatas, baik suku, status sosial, pangkat dan kedudukan. Menurut Muslimin (Punyimbang masyarakat Pesisir), “Dengan kepandaian bergaul itu maka diharapkan ia akan diterima ditengah pergaulan yang luas sehingga mempunyai posisi dan kedudukan (bisa nengah atau berada ditengah). Nilai ini menurut Ismail, selayaknya juga menjadi dorongan bagi orang Lampung untuk tidak memilih-milih orang atau kelompok dalam pergaulan dan memperlakukan seluruh kelompok etnis, agama dan status Sosial dalam posisi yang sama tanpa diskriminasi. Secara normative nilai diatas menjadi panduan bagi orang lampung untuk berinteraksi dalam wilayah sosial yang tidak terbatas, memperlakukan semua kelompok sosial dalam pergaulan secara adil dan tanpa dfiskriminasi. Implementasi nilai-nilai ini telah menjadikan orang Lampung sebagai anggota masyarakat yang supel, dengan tidak menghilangkan identitas sebagai orang Lampung.
Sikap diskriminatif dalam membangun interaksi Sosial secara empiris merupakan benih-benih yang potensial menimbulkan konflik. Sikap diskriminatif pada umumnya timbul karena prasangka (prejudice) yang merupakan buah dari stereotype etnik. Dan dalam relasi dan interaksi dua atau berbagai komunitas yang berlatar belakang etnik yang berbeda stereotype yang berkembang menjadi sikap diskrimitatif memang kerap terjadi. Sikap diskriminatif dalam pergaulan biasanya akan berimplikasi kedalam sikap diskriminatif dalam mengelola kekuasaan politik dan ekonomi, yang jika dibiarkan berkembang maka pada suatu waktu akan mengalami metamorfosa menjadi konflik, baik pada tingkatan latent maupun manifest. Upaya
234 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
perubahan sikap diskriminatif menjadi sikap proporsional (adil) akan effektif dan tidak menemui banyak kendala ketika memang telah ada sumber perdamaian yang memanifestasi dari nilai-nilai budaya yang dianut. Falsafah Sosial nengah nyappur dalam konteks diatas telah mengakar dalam sikap budaya masyarakat (etnis) Lampung dan dengan demikian akan fungsional dalam menjauhi sikap Sosial yang diskriminatif, yang potensial akan memicu keretakan Sosial yang tidak produktif dalam membangun kesatuan (integrasi) masyarakat.
d. Bejuluk Beadek Orang Lampung disamping mempunyai nama yang
diberikan orang tuanya sejak kecil, juga memperoleh nama adat (nama kecil yang disebut juluk) dan nama tua atau panggilan adat setelah menikah yang disebut adek/adok. Menurut Fachruddin75, juluk merupakan panggilan kecil terhadap orang Lampung sekaligus symbol dari cita-cita yang ingin dicapai setelah nanti dewasa. Sedang adok atau adek merupakan panggilan adat yang diberikan setelah seseorang dianggap berprestasi (diantaranya melangsungkan pernikahan). Menurutnya juluk dan adok ini sekaligus juga merupakan symbol semangat pembaharuan Sosial. Semangat pembaharuan sosial yang terkandung dalam symbol juluk dan adok ini dilengkapi dengan pelaksanakaan upacara menghadapi daur kehidupan dalam budaya Lampung yang berupa “Seghak Sepei-Turun mandei serta Cakak Pepadun”. Dengan kata lain bahwa penyandang nama kebesaran adat bukan hanya dituntut untuk menjaga prilaku dan sikap Sosial yang baik, bahkan juga dituntut untuk selalu memiliki semangat pembaharuan Sosial melalui peningkatan prestasi diri yang memotivasi terjadinya peningkatan prestasi pada orang lain (warga lain).
75 Budayawan dan peneliti Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
235Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
perubahan sikap diskriminatif menjadi sikap proporsional (adil) akan effektif dan tidak menemui banyak kendala ketika memang telah ada sumber perdamaian yang memanifestasi dari nilai-nilai budaya yang dianut. Falsafah Sosial nengah nyappur dalam konteks diatas telah mengakar dalam sikap budaya masyarakat (etnis) Lampung dan dengan demikian akan fungsional dalam menjauhi sikap Sosial yang diskriminatif, yang potensial akan memicu keretakan Sosial yang tidak produktif dalam membangun kesatuan (integrasi) masyarakat.
d. Bejuluk Beadek Orang Lampung disamping mempunyai nama yang
diberikan orang tuanya sejak kecil, juga memperoleh nama adat (nama kecil yang disebut juluk) dan nama tua atau panggilan adat setelah menikah yang disebut adek/adok. Menurut Fachruddin75, juluk merupakan panggilan kecil terhadap orang Lampung sekaligus symbol dari cita-cita yang ingin dicapai setelah nanti dewasa. Sedang adok atau adek merupakan panggilan adat yang diberikan setelah seseorang dianggap berprestasi (diantaranya melangsungkan pernikahan). Menurutnya juluk dan adok ini sekaligus juga merupakan symbol semangat pembaharuan Sosial. Semangat pembaharuan sosial yang terkandung dalam symbol juluk dan adok ini dilengkapi dengan pelaksanakaan upacara menghadapi daur kehidupan dalam budaya Lampung yang berupa “Seghak Sepei-Turun mandei serta Cakak Pepadun”. Dengan kata lain bahwa penyandang nama kebesaran adat bukan hanya dituntut untuk menjaga prilaku dan sikap Sosial yang baik, bahkan juga dituntut untuk selalu memiliki semangat pembaharuan Sosial melalui peningkatan prestasi diri yang memotivasi terjadinya peningkatan prestasi pada orang lain (warga lain).
75 Budayawan dan peneliti Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
Menurut Abadi76, menyandang nama kebesaran adat memiliki konsekwensi sosial berupa keharusan untuk menjaga dan meningkatkan martabat dan kehormatan diri, tidak degan cara memaksa orang lain untuk memberikan penghormatan, tetapi menampakkan prilaku yang baik serta menghindar dan menjauhi prilaku tercela yang merugikan dan membuat resah masyarakat. Dengan demikian maka penyandang adok/adek akan tetap terhormat dan bermartabat. Hal ini sekaligus berarti larangan bagi mereka yang telah memperoleh nama adat untuk melakukan perbuatan tercela yang meresahkan masyarakat dan merendahkan harga diri. Dengan kata lain bahwa penyandang nama kebesaran yang bersumber dari adat dituntut untuk menempati posisi sebagai penjaga stabilitas Sosial baik dari gangguan perbuatan dirinya dan gangguan perbuatan orang lain. 2. Carem Ragem
Kemajemukan dan keragaman etnis, budaya dan agama yang seringkali tidak bisa menghindari keragaman sikap, pandangan, dan prilaku telah menjadi realitas sejarah pada masyarakat Lampung. Sehingga nilai budaya lampungpun menyikapi hal tersebut secara akomodatif. Ditengah berbagai keragaman yang ada orang Lampung dituntut untuk megakui keragaman itu sebagai sebuah kenyataan. Didalam filsafat sosial yang bersumber dari nilai budaya tradisional Lampung juga ditemukan adanya filsafat Carem Ragem, meskipun Filsafat Sosial ini hanya ditemukan pada masyarakat Lampung Abung (Pepadun). Menurut Effendi Sanusi, Carem Ragem artinya keharusan untuk menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat ditengah keragaman pendapat, selera, sikap dan kebiasaan, serta perbedaan latar belakang suku, bahasa, adat istiadat dan agama.
76 Punyimbang adat Pepadun (Pubian) Tiuh (Desa) Negeri Sakti, Lampung Selatan.
236 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara internal, sebagaimana diungkapkan diatas, orang (etnis) Lampung sendiri terdiri dari kelompok masyarakat adat (jurai) Lampung Pepadun dan Pesisir (Sai Batin), yang juga realitasnya masih terbagi dalam sub-sub unit jurai yang disebut Buay. Jurai Pepadun terbagi kedalam Buay Abung Siwo Megou, Mego Pak Tulang Bawang, Buay limo, dan Pubian telu Suku. Sementara Masyarakat Lampung beradat (jurai) Pesisir terdiri dari Sekala Bekhak, Semaka, Teluk Melinting dan Khanau.77
Dengan demikian pengakuan terhadap keragaman memang berpijak pada realitas histories sosiologis internal etnis Lampung sendiri. Dan seiring dengan lanju mobilisasi penduduk yang menyebabkan migrasi baik yang dilakukan secara indifidual, berkelompok maupun yang sengaja di program oleh pemerintah, maka keragaman itu semakin menjadi realitas yang terhindari. Falsafah Carem Ragem Filsafat sosial yang terdapat dalam nilai budaya Lampung mengakui keragaman pandangan, pendapat, budaya, agama yang pada saat tertentu berimplikasi pada keragaman kelompok sosial, keragaman kelompok budaya dan agama. Pengakuan terhadap keragaman itu juga mengajarkan kearifan dalam menghadapi perbedaan. Secara teoritik, pengakuan terhadap keragaman ini merupakan modal awal bagi tumbuhnya sikap toleransi dan solidaritas, dimana kedua sikap tersebut merupakan sebuah keharusan dalam interaksi masyarakat yang dilatari oleh komposisi penduduk yang beragam.
C. Implementasi Nilai Kemuakhian (Persaudaraan) Dalam perspektif budaya Lampung seseorang dan
keluarganya dapat diperlakukan dan diposisikan sebagai saudara (puakhi) baik karena keturunan, hubungan perkawinan, atau
77Bunyana Sholihin, “Budaya Lampung Dan Penyelesaian Konflik Keagamaan” (makalah
Seminar), Puslit IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2007.
237Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Secara internal, sebagaimana diungkapkan diatas, orang (etnis) Lampung sendiri terdiri dari kelompok masyarakat adat (jurai) Lampung Pepadun dan Pesisir (Sai Batin), yang juga realitasnya masih terbagi dalam sub-sub unit jurai yang disebut Buay. Jurai Pepadun terbagi kedalam Buay Abung Siwo Megou, Mego Pak Tulang Bawang, Buay limo, dan Pubian telu Suku. Sementara Masyarakat Lampung beradat (jurai) Pesisir terdiri dari Sekala Bekhak, Semaka, Teluk Melinting dan Khanau.77
Dengan demikian pengakuan terhadap keragaman memang berpijak pada realitas histories sosiologis internal etnis Lampung sendiri. Dan seiring dengan lanju mobilisasi penduduk yang menyebabkan migrasi baik yang dilakukan secara indifidual, berkelompok maupun yang sengaja di program oleh pemerintah, maka keragaman itu semakin menjadi realitas yang terhindari. Falsafah Carem Ragem Filsafat sosial yang terdapat dalam nilai budaya Lampung mengakui keragaman pandangan, pendapat, budaya, agama yang pada saat tertentu berimplikasi pada keragaman kelompok sosial, keragaman kelompok budaya dan agama. Pengakuan terhadap keragaman itu juga mengajarkan kearifan dalam menghadapi perbedaan. Secara teoritik, pengakuan terhadap keragaman ini merupakan modal awal bagi tumbuhnya sikap toleransi dan solidaritas, dimana kedua sikap tersebut merupakan sebuah keharusan dalam interaksi masyarakat yang dilatari oleh komposisi penduduk yang beragam.
C. Implementasi Nilai Kemuakhian (Persaudaraan) Dalam perspektif budaya Lampung seseorang dan
keluarganya dapat diperlakukan dan diposisikan sebagai saudara (puakhi) baik karena keturunan, hubungan perkawinan, atau
77Bunyana Sholihin, “Budaya Lampung Dan Penyelesaian Konflik Keagamaan” (makalah
Seminar), Puslit IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2007.
proses adopsi (angkonan) .Saudara (puakhi) karena keturunan dimaksud hubungan kekerabatan disebabkan karena kedekatan hubungan keturunan baik dari pihak ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan juga bisa terjadi karena perkawinan yang terjadi dengan salah satu anggota keluarga atau kerabat. Dan tidak hanya terbatas pada hal itu, kekerabatan juga terjadi melalui mekanisme adopsi (angkonan). Seseorang yang berasal dari suku (etnis) lain, karena sebab tertentu diangkat melalui prosedur resmi sebagai bagian dari saudara atau kerabat (puakhi. ) Pengangkatan sebagai saudara biasanya karena sebab perkawinan (seorang yang berasal dari etnis lain ingin melangsungkan perkawinan dengan orang lampung maka belum diterima kedudukannya dalam etnis Lampung sebelum terlebih dahulu diadopsi/diangkat sebagai bagian dari keluarga oleh seseorang dari etnis Lampung asli), hal seperti itu terutama berlaku pada masyarakat Lampung Pepadun.
Pengangkatan (pengangkonan) juga bisa berlaku atas a kesepakatan kedua belah pihak untuk mengikat hubungan dekat (pertemanan) yang telah terjadi dalam bentuk persaudaraan formal yang diresmikan oleh mekanisme adat Lampung. Dalam prakteknya orang Lampung memperlakukan orang yang telah diposisikan sebagai saudara (puakhi), sekalipun lewat mekanisme adosi adat sama dengan saudara karena keturunan atau karena hubungan perkawinan. Perbedaan hanya dalam hal-hal tertentu seperti dalam hak waris dll. Orang Lampung merasa harus terlibat dalam urusan saudaranya (puakhi), menolong dan membela, baik persaudaraan (ke-muakhi-an) itu karena keturunan, perkawinan, maupun karena angkonan, dalam suka dan duka. Keharusan untuk saling tolong menolong dan saling membela termanifestasi dalam bentuk pengorbanan harta, bahkan bila perlu dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Menurut seorang informan, ketika seseorang telah masuk dalam lingkup kemuakhian (bagiam dari keluarga orang Lampung) maka dia sepenuhnya diberlakukan sebagai bagian dari keluarga
238 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
marga, atau komunitas masyarakat (etnis) Lampung yang secara psikologis ulun Lampung (orang lampung) akan merasa lebih dekat, dibandingkan dengan orang yang belum secara formal menjadi bagian dari keluarga orang Lampung. Filsafat dan mekanisme hubungan Sosial yang terangkum dalam terma ke-muakhi-an ini dapat menjadi titik masuk (entry point) dan jembatan penghubung bagi penduduk Lampung dari suku dan etnis lain untuk sepenuhnya menjadi bagian formal komunitas adapt Lampung, yang konsekwensinya disamping orang Lampung akan sepenuhnya memposisikannya sebagai bagian dari komunitasnya, juga secara pribadi ia akan tertuntut untuk memposisikan diri sebagai bagian dari komunitas (adapt) Lampung dengan segala konsekwensinya.
Hubungan kemuakhian akan lebih memupuk keintiman hubungan Sosial lebih dari hubungan Sosial yang didasari oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat sementara dan pragmatis. Sekalipun pada kasus-kasus tertentu hubungan yang telah terbina dan diikat dalam hubungan kemuakhian, juga tidak menjadi jaminan kepastian terjalinnya harmonitas antara orang-orang dalam ikatan itu. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh kenyataan terjadinya konflik antara sesama saudara (puakhi), yang biasanya dipicu oleh kepentingan-kepentingan pragmatis yang bernuansa materi, seperti perselisihan dalam pembagian harta warisan, dan lain-lain. D. Mekanisme penyelesaian konflik
Konflik dalam realitasnya merupakan salah satu bentuk hubungan Sosial yang diwarnai oleh pertentangan antara satu dengan yang lain. Konflik antar indifidu dan kelompok sesama orang dari etnis Lampung, antara orang Lampung dengan orang yang berltar belakang etnis lain juga telah menjadi bagian dari bentuk interaksi Sosial. Karena itu kekayaan budaya Lampung merumuskan mekanisme penyelesaian konflik indifidu maupun
239Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
marga, atau komunitas masyarakat (etnis) Lampung yang secara psikologis ulun Lampung (orang lampung) akan merasa lebih dekat, dibandingkan dengan orang yang belum secara formal menjadi bagian dari keluarga orang Lampung. Filsafat dan mekanisme hubungan Sosial yang terangkum dalam terma ke-muakhi-an ini dapat menjadi titik masuk (entry point) dan jembatan penghubung bagi penduduk Lampung dari suku dan etnis lain untuk sepenuhnya menjadi bagian formal komunitas adapt Lampung, yang konsekwensinya disamping orang Lampung akan sepenuhnya memposisikannya sebagai bagian dari komunitasnya, juga secara pribadi ia akan tertuntut untuk memposisikan diri sebagai bagian dari komunitas (adapt) Lampung dengan segala konsekwensinya.
Hubungan kemuakhian akan lebih memupuk keintiman hubungan Sosial lebih dari hubungan Sosial yang didasari oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat sementara dan pragmatis. Sekalipun pada kasus-kasus tertentu hubungan yang telah terbina dan diikat dalam hubungan kemuakhian, juga tidak menjadi jaminan kepastian terjalinnya harmonitas antara orang-orang dalam ikatan itu. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh kenyataan terjadinya konflik antara sesama saudara (puakhi), yang biasanya dipicu oleh kepentingan-kepentingan pragmatis yang bernuansa materi, seperti perselisihan dalam pembagian harta warisan, dan lain-lain. D. Mekanisme penyelesaian konflik
Konflik dalam realitasnya merupakan salah satu bentuk hubungan Sosial yang diwarnai oleh pertentangan antara satu dengan yang lain. Konflik antar indifidu dan kelompok sesama orang dari etnis Lampung, antara orang Lampung dengan orang yang berltar belakang etnis lain juga telah menjadi bagian dari bentuk interaksi Sosial. Karena itu kekayaan budaya Lampung merumuskan mekanisme penyelesaian konflik indifidu maupun
konflik Sosial yang dipicu oleh berbagai faktor. Jika karena sebab tertentu, sewaktu-waktu terjadi konflik antara indifidu atau antar kelompok maka ditempuh mekanisme penyelesaian konflik dibawah koordinasi para tokoh adat (punyimbang). Kedua belah pihak dipertemukan dan diminta untuk menceritakan duduk persoalannya.
Pemimpin adat (Punyimbang) menjadi mediator untuk terjadinya perdamaian antara kedua belah pihak dengan meminta pihak yang dinyatakan bersalah meminta maaf dan meminta pihak lawan untuk berdamai. Pihak yang bersalah diberi sangsi adat berupa keharusan untuk Mengadakan upacara perdamaian dengan menyembelih hewan (kambing misalnya, yang disebut Cepalo) untuk dinikmati bersama dalam upacara peresmian (deklarasi) perdamaian tsb, dan disaat itu pula disepakati untuk membangun hubungan baru dalam bentuk persaudaraan (kemuakhian) (S. Muhsin, Tokoh Masyarakat Lampung Pesisir) E. Budaya dan Konflik Sosial Keagamaan 1. Konflik Internal Masyarakat (etnis) Lampung
Konflik Internal pada masyarakat (etnis) Lampung terjadi pada acara-acara perkawinan atau upacara-upacara yang melibatkan aturan dan mekanisme adat Lampung. Ketegangan (konflik) terkadang terjadi antara kedua pihak dalam penerapan aturan-aturan adat istiadat seperti dalam prosesi pemberian gelar (cakak pepadun). Ketegangan yang merupakan benih konflik terjadi dalam proses perundingan untuk mencapai kesepakatan dalam persitiwa perkawinan antara seorang gadis Lampung berlatar belakang adat Pepadun dan seorang bujang berlatar belakang adat Pesisir, atau berlatar belakang etnis lain. Ketegangan terjadi bukan karena perbedaan suku (etnis) yang belum bisa diterima dikalangan masyarakat etnis Lampung beradat Pepadun, tetapi pada tahap untuk mencapai kesepakatan kesepakatan dalam menerapkan ketentuan adat Pepadun yang
240 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dirasakan berat oleh pihak lain. Dalam ketentuan adat Pepadun khususnya buay Abung, Pubian, Menggala (Tulang Bawang) dan lain-lainnya, seorang calon pengantin diharuskan terlebih dahulu memenuhi persyaratan membayar biyaia pelaksanaan upacara penobatan gelar adat (Cakak Pepadun) sebelum melangsungkan perkawinan dengan gadis pepadun. Ketentuan ini seringkali dirasakan dan dinilai sebagai ketentuan yang menyulitkan dan mengada-ada oleh keluarga calon pengantin laki-laki dari komunitas adat Pesisir bahkan bagi etnis lain. Alotnya perundingan antara kedua belah pihak seringkali berujung dalam konflik, sekalipun dalam tensi yang berbeda-beda. Konflik yang paling sederhana dalam konteks proses perkawinan adalah dalam bentuk batalnya keinginan melangsungkan pernikahan antara kedua belah pihak, sekalipun dalam hal ini norma-norma adat Lampung (Pepadun) masih memberi ruang untuk pemberlakukan mekanisme yang tergolong darurat, seperti dengan jalan melakukan proses kawin lari.
Konflik dalam bentuk diatas terjadi antar keluarga kedua belah yang melangsungkan perkawinan, antara keluarga (yang melangsungkan perkawinan) dengan tokoh adat, maupun antara tokoh adat dengan tokoh adat lainnya. Ketegangan terkadang berlangsung dalam waktu yang lama dan melibatkan kelompok masyarakat yang menjadi pengikut tokoh adat (punyimbang) yang terlibat konflik, demikian juga konflik terkadang terjadi dalam bentuk yang sederhana seperti tidak saling menegur dan menyapa, dan kadang-kadang juga berkembang menjadi benih pertikaian yang berkembang menjadi penyebab bentrokan fisik ketika ada pemicu lain yang menyebabkan perselisihan.
Dari penjelasan yang menggambarkan realitas konflik internal pada masyarakat Lampung diatas menyiratkan sebuah kenyataan bahwa aturan normative ketentuan adat istiadat Lampung terutama yang mengatur mekanisme pelaksanaan perkawinan dalam hal tertentu berbeda antara adat istiadat
241Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
dirasakan berat oleh pihak lain. Dalam ketentuan adat Pepadun khususnya buay Abung, Pubian, Menggala (Tulang Bawang) dan lain-lainnya, seorang calon pengantin diharuskan terlebih dahulu memenuhi persyaratan membayar biyaia pelaksanaan upacara penobatan gelar adat (Cakak Pepadun) sebelum melangsungkan perkawinan dengan gadis pepadun. Ketentuan ini seringkali dirasakan dan dinilai sebagai ketentuan yang menyulitkan dan mengada-ada oleh keluarga calon pengantin laki-laki dari komunitas adat Pesisir bahkan bagi etnis lain. Alotnya perundingan antara kedua belah pihak seringkali berujung dalam konflik, sekalipun dalam tensi yang berbeda-beda. Konflik yang paling sederhana dalam konteks proses perkawinan adalah dalam bentuk batalnya keinginan melangsungkan pernikahan antara kedua belah pihak, sekalipun dalam hal ini norma-norma adat Lampung (Pepadun) masih memberi ruang untuk pemberlakukan mekanisme yang tergolong darurat, seperti dengan jalan melakukan proses kawin lari.
Konflik dalam bentuk diatas terjadi antar keluarga kedua belah yang melangsungkan perkawinan, antara keluarga (yang melangsungkan perkawinan) dengan tokoh adat, maupun antara tokoh adat dengan tokoh adat lainnya. Ketegangan terkadang berlangsung dalam waktu yang lama dan melibatkan kelompok masyarakat yang menjadi pengikut tokoh adat (punyimbang) yang terlibat konflik, demikian juga konflik terkadang terjadi dalam bentuk yang sederhana seperti tidak saling menegur dan menyapa, dan kadang-kadang juga berkembang menjadi benih pertikaian yang berkembang menjadi penyebab bentrokan fisik ketika ada pemicu lain yang menyebabkan perselisihan.
Dari penjelasan yang menggambarkan realitas konflik internal pada masyarakat Lampung diatas menyiratkan sebuah kenyataan bahwa aturan normative ketentuan adat istiadat Lampung terutama yang mengatur mekanisme pelaksanaan perkawinan dalam hal tertentu berbeda antara adat istiadat
Lampung pesisir dan Pepadun berbeda. Dalam pelaksanaanya perbedaan itu potensial menjadi pemicu konflik sekalipun hanya terjadi dalam batas keluarga kedua belah pihak. Namun demikian solidaritas kelompok (kelompok Pesisir) bisa saja menjadi jembatan penghubung bagi timbulnya konflik internal (Pubian versus Pesisir) yang bernuansa kelompok. Akar dari konflik seperti itu adalah ketidak-sepakatan terhadap norma adat yang berakibat berfungsinya norma adat yang merupakan unit kebudayaan sebagai pemicu konflik. Dalam kasus diatas norma adat justru berfungsi (functional) sebagai pemicu konflik Sosial.
Konflik internal yang dipicu oleh norma-norma budaya lampung juga terjadi pada jajaran internal satu jurai (kelompok adat), terutama dalam hubungan Sosial yang dilatari oleh perbedaan status Sosial akibat implementasi pemakaian gelar kebesaran adat (adek). Dalam prakteknya antar kelompok masyarakat yang memiliki tingkatan (posisi) Sosial yang berbeda-beda menurut adat itu dipisahkan baik secara fisik maupun psikologis. Dalam prosesi perkawinan yang sekaligus dilatari oleh oleh prosesi tradisi pemberian gelar kebesaran adat (adek), indifidu dan kelompok masyarakat dibedakan menurut gelar (adek) yang telah disandangnya. Mereka yang terutama karena factor ekonomi belum bisa meraih gelar adat, akan memperoleh kedudukan dan tugas yang terkesan rendah, seperti menjadi pelayan yang menyiapkan berbagai keperluan pesta, dan lain-lain. Ketidak-setaraan kedudukan yang berimplikasi pada pembedaan jenis tugas (fungsi) menjadi pemicu konflik sekalipun mungkin konflik itu hanya termanifestasi dalam bentuk sikap psikologis. 2. Konflik Eksternal a. Agama (Islam) dan Etnis Lampung
Orang Lampung sangat identik dengan agama Islam dan nilai-nilai budaya Lampung diyakini oleh orang Lampung bersumber dari Islam. Sampai saat ini dalam pandangan
242 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
masyarakat (etnis) Lampung, adalah merupakan penyimpangan terhadap budaya Lampung jika ada anggota masyarakat (etnis) Lampung yang memeluk agama selain Islam, Seperti diungkapkan oleh Abadi, seorang punyimbang Masyarakat Pubian, bahwa “jika terdapat anggota keluarga yang memeluk agama selain Islam, maka ia akan mengalami sangsi pengucilan (isolasi) baik fisik maupun psikologis dari keluarga dan akan sulit diterima dilingkungan adat Lampung (status adatnya tidak diakui)”. Pandangan masyarakat Pubian (Pepadun). Pandangan masyarakat Lampung pepadun nampaknya bukan cerminan dari karakter masyarakat terpadun yang lebih tertutup, karena dalam hal agama pandangan masyarakat Pesisir juga tidak berbeda. Sebagaimana diungkapkan oleh Ismail, salah seorang punyimbang masyarakat Pesisir, bahwa orang Lampung belum memberikan tempat bagi anggota keluarganya untuk menganut agama selain Islam. Prosesi adat yang dilakukan selalu disertai dengan nuansa ke-Islaman”. Dengan kata lain, orang Lampung mengidentifikasi diri dan kelompok mereka dengan identitas cultural berupa symbol Islam yang sekaligus menjadi symbol budaya yang sangat melekat. Identitas ini juga dijadikan sebagai garis ‘pembeda’ antara orang Lampung dengan suku (etnis) lain. Integrasi Islam dan budaya lampung secara simbolik terlihat dalam beberapa unsur kebudayaan Lampung. Antara lain seperti yang terlihat dalam kegiatan pengarakan pasangan pengantin dalam prosesi adat perkawinan. Dalam kegiatan ini regu arak-arakan yang mengiringi pengantin melantunkan shalawat nabi dan ucapan-ucapan yang bersumber dari ajaran Islam. Penobatan Gelar adat dikalangan masyarakat Pesisir selalu diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci alqur’an oleh kedua pasangan pengantin dan pendampingnya masing-masing, dilengkapi dengan pesan-pesan keagamaan yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam. Dan sampai sekarang masih ditemukan sebuah sikap dikalangan remaja Lampung Pesisir, bahwa untuk menjaga prestise
243Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
masyarakat (etnis) Lampung, adalah merupakan penyimpangan terhadap budaya Lampung jika ada anggota masyarakat (etnis) Lampung yang memeluk agama selain Islam, Seperti diungkapkan oleh Abadi, seorang punyimbang Masyarakat Pubian, bahwa “jika terdapat anggota keluarga yang memeluk agama selain Islam, maka ia akan mengalami sangsi pengucilan (isolasi) baik fisik maupun psikologis dari keluarga dan akan sulit diterima dilingkungan adat Lampung (status adatnya tidak diakui)”. Pandangan masyarakat Pubian (Pepadun). Pandangan masyarakat Lampung pepadun nampaknya bukan cerminan dari karakter masyarakat terpadun yang lebih tertutup, karena dalam hal agama pandangan masyarakat Pesisir juga tidak berbeda. Sebagaimana diungkapkan oleh Ismail, salah seorang punyimbang masyarakat Pesisir, bahwa orang Lampung belum memberikan tempat bagi anggota keluarganya untuk menganut agama selain Islam. Prosesi adat yang dilakukan selalu disertai dengan nuansa ke-Islaman”. Dengan kata lain, orang Lampung mengidentifikasi diri dan kelompok mereka dengan identitas cultural berupa symbol Islam yang sekaligus menjadi symbol budaya yang sangat melekat. Identitas ini juga dijadikan sebagai garis ‘pembeda’ antara orang Lampung dengan suku (etnis) lain. Integrasi Islam dan budaya lampung secara simbolik terlihat dalam beberapa unsur kebudayaan Lampung. Antara lain seperti yang terlihat dalam kegiatan pengarakan pasangan pengantin dalam prosesi adat perkawinan. Dalam kegiatan ini regu arak-arakan yang mengiringi pengantin melantunkan shalawat nabi dan ucapan-ucapan yang bersumber dari ajaran Islam. Penobatan Gelar adat dikalangan masyarakat Pesisir selalu diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci alqur’an oleh kedua pasangan pengantin dan pendampingnya masing-masing, dilengkapi dengan pesan-pesan keagamaan yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam. Dan sampai sekarang masih ditemukan sebuah sikap dikalangan remaja Lampung Pesisir, bahwa untuk menjaga prestise
kelompoknya para remaja dari tiap-tiap kelompok desa, mempersiapkan diri agar pada saatnya nanti bisa tmpil optimal dalam membacakan ayat suci al-quran didepan kelompok masyarakat adat yang menyaksikan pernikahannya.
Demikian juga Integrasi Islam dan budaya Lampung sebagai identitas kelompok terlihat pada reaksi berupa perasaan terusik dan ketersinggungan serta reaksi yang berbentuk sikap dan tindakan sosial ketika ada aktifitas keagamaan agama yang tidak dianut oleh orang lampung dilakukan ditengah lingkungan sosial masyarakat lampung, sekalipun realitasnya keterikatan orang Lampung terhadap agamanya banyak yang hanya sebatas keterikatan simbolis. Seorang tokoh muda Lampung yang dalam kesehariannya tidak melaksanakan sholat secara aktif, namun memperlihatkan sikap tidak simpatik ketika ditanya tanggapannya terhadap penyebaran agama (lain) yang mempergunakan pendekatan budaya Lampung sebagai alat pendekatan. Namun demikian dalam pergaulan sehari-hari masyarakat Lampung sudah terbiasa bergaul secara luas, baik dengan orang yang berasal dari etnis, budaya, bahasa dan agama yang sama maupun berbeda. Informan yang sama menjelaskan bahwa ia mempunyai beberapa teman dekat yang berbeda agama.
Pandangan masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai kultural diatas tidak sepenuhnya berarti bahwa secara kultural masyarakat (etnis) Lampung menjadikan Islam sebagai substansi dari petunjuk prilaku dalam kehidupannya. Hal itu terlihat pada praktek tradisi keagamaan yang pada beberapa hal masih diwarnai oleh singkretisme. Seperti bisa dilihat pada tradisi Ngumbai dan Ngebabali yang masih menjadi bagian dari tradisi keagamaan sebagian masyarakat Lampung. Pada sebagian masyarakat Lampung lainnya, Islam hanya tercermin secara simbolis, dan keterikatan terhadap Islam terlihat semata sebagai keterikatan batin. Kedisiplinan dalam menjalankan aturan formal ke-Islaman yang nampak pada sebagian masyarakat Lampung,
244 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
agaknya bukan bentukan kultur Lampung yang dianggap Islam oleh penganut-pebganutnya.
Reaksi tidak simpatik terhadap agama lain, seperti tercermin dalam bentuk tindakan pengucilan terhadap anggota keluarga atau orang Lampung yang menganut agama lain,78seperti terlihat diatas secara teroritik merupakan sebuah mekanisme yang dipakai untuk mempertahankan identitas kelompok dan identitas etnis. Bagi orang Lampung peralihan agama dari Islam kepada agama lain bisa jadi merupakan ancaman terhadap kelestarian identitas cultural yang selama ini dipelihara secara turun temurun. Pilihan mengganti agama (pindah menganut agama lain selain Islam) berarti keputusan untuk mencabut identitas kulturalnya sendiri, dan mendeklarasikan perpisahan dari identitas budaya (Lampung) yang selama ini dipakai. Dari perspektif ini keputusan adat untuk memberikan sangsi berupa pebncabutan dan tidak mengakui status adat yang bersangkutan seperti terungkap diatas, bisa dipahami sebagai mekanisme dalam mempertahankan identitas etnis (Lampung).
Ancaman terhadap identitas apapun, termasuk didalamnya identitas etnis memang secara alamiah merupakan pemicu konflik baik yang ada pada tataran potensi (laten), bahkan ketika tidak ditemukan penyelesaian dalam hal ini akan berkembang menjadi konflik terbuka (manifest). Kedatangan agama lain dengan berbagai simbolnya kedalam lingkungan pemukiman orang Lampung juga bisa dipahami sebagai ancaman terhadap
78 Secara empiris sesungguhnya sulit untuk menemukan Ulun Lampung (orang Lampung) asli yang menganut agama selain Islam, sekalipun interaksi antara orang lampung dengan etnis lain (termasuk yang beragama lain) selain Islam telah berlangsung lama dan dalam banyak kegiatan untuk memenuhi hajat kebutuhan hidup.Dalam kegiatan perdagangan umpamanya, sebagian pedagang Lampung berhubungan secara intensif dengan pedagang-pedagang beragama lain terutama dari keturunan Tiong Hoa. Namun demikian, bagi Orang Lampung identitas agama adalah hal yang dianggap sangat prinsip, sehingga memang dipandang sangat tercela jika berpindah ke agama selain Islam. Seperti kebanyakan orang tua muslim lainnya, orang tua yang memiliki anak gadis yang diketahui berhubungan dengan pemuda non muslim, akan berhadapan dengan ancaman-ancaman dari orang tua serta keluarga besarnya jika terus meneruskan hubungannya dengan orang yang pemuda yang belum beragama Islam.
245Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
agaknya bukan bentukan kultur Lampung yang dianggap Islam oleh penganut-pebganutnya.
Reaksi tidak simpatik terhadap agama lain, seperti tercermin dalam bentuk tindakan pengucilan terhadap anggota keluarga atau orang Lampung yang menganut agama lain,78seperti terlihat diatas secara teroritik merupakan sebuah mekanisme yang dipakai untuk mempertahankan identitas kelompok dan identitas etnis. Bagi orang Lampung peralihan agama dari Islam kepada agama lain bisa jadi merupakan ancaman terhadap kelestarian identitas cultural yang selama ini dipelihara secara turun temurun. Pilihan mengganti agama (pindah menganut agama lain selain Islam) berarti keputusan untuk mencabut identitas kulturalnya sendiri, dan mendeklarasikan perpisahan dari identitas budaya (Lampung) yang selama ini dipakai. Dari perspektif ini keputusan adat untuk memberikan sangsi berupa pebncabutan dan tidak mengakui status adat yang bersangkutan seperti terungkap diatas, bisa dipahami sebagai mekanisme dalam mempertahankan identitas etnis (Lampung).
Ancaman terhadap identitas apapun, termasuk didalamnya identitas etnis memang secara alamiah merupakan pemicu konflik baik yang ada pada tataran potensi (laten), bahkan ketika tidak ditemukan penyelesaian dalam hal ini akan berkembang menjadi konflik terbuka (manifest). Kedatangan agama lain dengan berbagai simbolnya kedalam lingkungan pemukiman orang Lampung juga bisa dipahami sebagai ancaman terhadap
78 Secara empiris sesungguhnya sulit untuk menemukan Ulun Lampung (orang Lampung) asli yang menganut agama selain Islam, sekalipun interaksi antara orang lampung dengan etnis lain (termasuk yang beragama lain) selain Islam telah berlangsung lama dan dalam banyak kegiatan untuk memenuhi hajat kebutuhan hidup.Dalam kegiatan perdagangan umpamanya, sebagian pedagang Lampung berhubungan secara intensif dengan pedagang-pedagang beragama lain terutama dari keturunan Tiong Hoa. Namun demikian, bagi Orang Lampung identitas agama adalah hal yang dianggap sangat prinsip, sehingga memang dipandang sangat tercela jika berpindah ke agama selain Islam. Seperti kebanyakan orang tua muslim lainnya, orang tua yang memiliki anak gadis yang diketahui berhubungan dengan pemuda non muslim, akan berhadapan dengan ancaman-ancaman dari orang tua serta keluarga besarnya jika terus meneruskan hubungannya dengan orang yang pemuda yang belum beragama Islam.
identitas itu, sehingga wajar kalau timbul perasaan dan sikap tidak simpatik. Pada titik tertentu bahkan hal itu akan memicu timbulnya prasangka (prejudice) bahwa setiap identitas budaya selain Islam, akan merupakan ancaman terhadap identitas budaya etnis yang tidak lain dari symbol-simbol Islam itu sendiri. b. Suasana Batin Orang Lampung terhadap pendatang
Sejarah konflik antara etnis Lampung (asli) dan pendatang tercermin dalam beberapa peristiwa dalam sejarah. Konflik pertama berupa konflik yang terjadi antara Pangeran sabakingking dengan Ratu Darah Putih yang dipicu oleh ketidak jelasan siapa yang tua dan siapa yang muda diantara mereka berdua.79 Konflik ini bisa difahami sebagai batu ujian dalam proses Islamisasi di daerah Lampung, dan dapat diselesaikan dengan mudah karena masyarakat Lampung pada waktu itu telah menganut Islam.80 Namun disamping konflik data sejarah juga memberi penjelasan keterbukaan orang Lampung terhadap pendatang, yang membuahkan suasana damai. Sikap orang Lampung yang menerima kedatangan etnis lain diwilayah Lampung dengan ketulusan dan kelapangan jiwa tercermin dalam beberapa hal, pertama, Masuknya masyarakat transmigran dari pulau Jawa sejak pertama memang melalui pengesahan oleh tokoh-tokoh adat Lampung, kedua, Pemaknaan prinsip Sang Bumi Rua jurai. Secara historis sebenarnya sang Bumi Rua jurai bermakna Satu Bumi (wilayah) yang dihuni oleh dua jurai (klen), yakni jurai Pesisir dan Jurai Pepadun. Namun sejalan dengan perkembangan historis masyarakat Lampung yang berdampingan dengan pendatang dari berbagai suku dalam jumlah yang lebih banyak dari suku Lampung asli, maka kemudian dilakukan pengembangan interpretasi terhadap prinsip itu. Sang Bumi Rua
79 Fachruddin, Konflik mengakar sepanjang Abad, Harian Lampung Post, edisi 19 September 2006. 80 I b i d.
246 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Jurai disisi lain juga dipahami sebagai “Bumi yang satu yang dihuni oleh dua kelompok etnis yakni etnis Lampung asli dan etnis Pendatang”, dan keduanya disebut masyarakat Lampung. Menurut Ali Imron, masyarakat (etnis) Lampung asli menerima pemaknaan seperti itu sebagai makna lain dari filosopi Sang Bumi Rua Jurai, dan tidak ada penolakan yang berarti dari masyarakat etnis Lampung terhadap pengertian ini. Orang Lampung dengan demikian memang sejak awal telah menyikapi masyarakat pendatang sebagai bagian dari masyarakat Lampung. Hanya saja tidak dapat ditutupi kenyataan bahwa secara psikologis masih ada perasaan orang Lampung bahwa mereka merupakan penduduk asli yang memiliki hak hidup secara wajar di tanah Lampung. Sehingga karenanya masyarakat Lampung yang terbilang pendatang seyogyanya memperlihatkan sikap toleran dan “mengerti”. Menurut Y. Syukur81, “Tidak ditutupi kenyataan bahwa terkadang timbul kecemburuan orang Lampung terhadap pendatang, terutama ketika kekuasaan politik dan sumber-sumber ekonomi dikuasai secara semena-mena tanpa memahami “perasaan” (suasana psikologis dan sosial) masyarakat Lampung.”.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa ketidak adilan sosial, politik dan ekonomi potensial menjadi pemicu konflik yang akan merambat menjadi konflik yang berdimensi ganda, termasuk konflik yang bernuansa sosial keagamaan. Karena isu perbedaan agama sering kali dengan gampang dieksploitasi untuk menjustifikasi kritik dan sikap perlawanan terhadap kondisi ketidak adilan sosial, politik dan ekonomi, apalagi jika benih-benih cultural ketidak- siapan masyarakat dalam menerima perbedaan agama itu memang sudah ada.
Realitas peminggiran orang Lampung secara politik dan ekonomi terutama terutama dirasakan pada masa pemerintahan orde baru. Secara politik, Kepala-kepala daerah yang memimpin
81 Tokoh adat Lampung Pubian (Pepadun).
247Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Jurai disisi lain juga dipahami sebagai “Bumi yang satu yang dihuni oleh dua kelompok etnis yakni etnis Lampung asli dan etnis Pendatang”, dan keduanya disebut masyarakat Lampung. Menurut Ali Imron, masyarakat (etnis) Lampung asli menerima pemaknaan seperti itu sebagai makna lain dari filosopi Sang Bumi Rua Jurai, dan tidak ada penolakan yang berarti dari masyarakat etnis Lampung terhadap pengertian ini. Orang Lampung dengan demikian memang sejak awal telah menyikapi masyarakat pendatang sebagai bagian dari masyarakat Lampung. Hanya saja tidak dapat ditutupi kenyataan bahwa secara psikologis masih ada perasaan orang Lampung bahwa mereka merupakan penduduk asli yang memiliki hak hidup secara wajar di tanah Lampung. Sehingga karenanya masyarakat Lampung yang terbilang pendatang seyogyanya memperlihatkan sikap toleran dan “mengerti”. Menurut Y. Syukur81, “Tidak ditutupi kenyataan bahwa terkadang timbul kecemburuan orang Lampung terhadap pendatang, terutama ketika kekuasaan politik dan sumber-sumber ekonomi dikuasai secara semena-mena tanpa memahami “perasaan” (suasana psikologis dan sosial) masyarakat Lampung.”.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa ketidak adilan sosial, politik dan ekonomi potensial menjadi pemicu konflik yang akan merambat menjadi konflik yang berdimensi ganda, termasuk konflik yang bernuansa sosial keagamaan. Karena isu perbedaan agama sering kali dengan gampang dieksploitasi untuk menjustifikasi kritik dan sikap perlawanan terhadap kondisi ketidak adilan sosial, politik dan ekonomi, apalagi jika benih-benih cultural ketidak- siapan masyarakat dalam menerima perbedaan agama itu memang sudah ada.
Realitas peminggiran orang Lampung secara politik dan ekonomi terutama terutama dirasakan pada masa pemerintahan orde baru. Secara politik, Kepala-kepala daerah yang memimpin
81 Tokoh adat Lampung Pubian (Pepadun).
Lampung hampir seluruhnya merupakan bagian dari etnis pendatang. Demikian juga ketidak adilan ekonomi, wilayah-wilayah dimana terdapat konsentrasi masyarakat asli Lampung, umumnya adalah kawasan yang termasuk kawasan tertinggal dan miskin secara ekonomi dan hampir tidak tersentuh perhatian dan kebijakan pembangunan. Kondisi tersebut mengalami perubahan ketika terjadi perubahan iklim politik, pemberlakuan Undang-undang yang menyangkut otonomi daerah, dan demokratisasi politik yang berimplikasi pada keharusan untuk mengakomodasi seluruh kekuatan sosial yang ada di daerah.Sekalipun dalam kenyataannya distribusi kekuasaan politik telah menjadi kenyataan, namun hal tersebut belum secara signifikan berimplikasi pada perwujudan keadilan ekonomi. Penduduk asli Lampung masih dilanda kemiskinan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kenyataan kawasan pemukiman orang-orang Lampung masih banyak yang berada di kawasan tertinggal baik dilihat dari ketersediaan fasilitas, ketersediaan SDM pembangunan maupun infrastruktur pokok yang menjamin berlangsungnya segala aktivitas ekonomi dengan lancar.
248 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
A. Kesimpulan
Diskusi dan pembahasan tentang “Budaya Lampung dan Penyelesaian Konflik Sosial Keagamaan”, sebagaimana dipaparkan di atas pada akhirnya dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut. 1. Sebagian nilai budaya Lampung masih fungsional dan sebagian
(kecil) lainnya sudah tidik lagi dijadikan sebagai sumber motivasi prilaku budaya masyarakat Lampung.
2. Nilai budaya Lampung yang masih menjadi sumber moral dan etika Sosial yang menjadi tuntunan dalam berinteraksi, baik antar sesama penduduk dari etnis Lampung maupun dengan kalangan etnis Lain adalah : Pertama berupa Filsafat Piil Pesinggiri, yang kemudian diimplementasikan secara rinci dalam nilai : Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, serta Bejuluk Beadek. Piil Pesinggiri adalah harga diri orang Lampung yang berlandaskan pada moral yang baik, memahami posisi, kewajiban dan tanggung jawab diri, dalam kegidupan bermasyarakat. Sakai Sambayan berarti keharusan manusia untuk bergotong royong dan saling membantu, berjiwa Sosial dan menanamkan ketulusan dalam bergaul. Nemui Nyimah berarti keharusan bagi manusia untuk bersikap sopan santun, terbuka terhadap sesama manusia baik secara
249Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
A. Kesimpulan
Diskusi dan pembahasan tentang “Budaya Lampung dan Penyelesaian Konflik Sosial Keagamaan”, sebagaimana dipaparkan di atas pada akhirnya dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut. 1. Sebagian nilai budaya Lampung masih fungsional dan sebagian
(kecil) lainnya sudah tidik lagi dijadikan sebagai sumber motivasi prilaku budaya masyarakat Lampung.
2. Nilai budaya Lampung yang masih menjadi sumber moral dan etika Sosial yang menjadi tuntunan dalam berinteraksi, baik antar sesama penduduk dari etnis Lampung maupun dengan kalangan etnis Lain adalah : Pertama berupa Filsafat Piil Pesinggiri, yang kemudian diimplementasikan secara rinci dalam nilai : Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, serta Bejuluk Beadek. Piil Pesinggiri adalah harga diri orang Lampung yang berlandaskan pada moral yang baik, memahami posisi, kewajiban dan tanggung jawab diri, dalam kegidupan bermasyarakat. Sakai Sambayan berarti keharusan manusia untuk bergotong royong dan saling membantu, berjiwa Sosial dan menanamkan ketulusan dalam bergaul. Nemui Nyimah berarti keharusan bagi manusia untuk bersikap sopan santun, terbuka terhadap sesama manusia baik secara
moral maupun material. Nengah Nyappur berarti keharusan bagi manusia untuk bergaul secara luas (tanpa diskriminasi), terbuka untuk menerima input pemikiran, berinisiatif dan memberikan kontribusi pendapat untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan bersama. Bejuluk Beadek berarti keharusan untuk menyempurnakan hidup dengan menjaga martabat diri dan keluarga untuk tidak mengalami keterpurukan dalam pandangan masyarakat luas. Manusia harus bersikap dan berbuat baik, melakukan hal-hal yang positif dan produktif serta menghindari hal-hal yang negative, sejalan dengan kebesaran nama (julukan) yang dimiliki Carem Ragem yang berarti keharusan untuk mengakui dan menerima realitas keragaman yang terjadi ditengah kehidupan dan pergaulan masyarakat, keragaman yang terjadi dikalangan internal suku Lampung maupun keragaman eksternal (keragaman etnis, budaya, agama). Kedua, Filsafat Kemuakhian (Persaudaraan). Persaudaraan dalam Budaya Lampung terjadi karena factor keturunan, hubungan perkawinan, serta karena hubungan dekat (intim) yang kemudian diresmikan dalam mekanisme adat yang disebut proses angkonan (adopsi). Hubungan kemuakhian dapat menjadi pintu masuk bagi etnis lain untuk dapat diterima sebagai bagian dari keluarga dan komunitas (etnis) Lampung secara formal. Harmonitas Sosial yang didasari hubungan kemuakhian (persaudaraan) dalam perspektif budaya Lampung adalah harmonitas yang tulus tanpa tendensi lain, kecuali motivasi persaudaraan itu sendiri. Penghayatan terhadap nilai-nilai Piil Pesinggiri disamping menuntun prilaku produktif yang mengembangkan harmonitas dan kohesi Sosial, juga menumbuhkan kearifan dalam menyikapi konflik (antar individu dan Sosial). Nilai budaya Lampung menetapkan mekanisme penyelesaian konflik Sosial dan membangun harmonitas hubungan individu, keluarga dan harmonitas sosial.
250 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
3. Konflik Sosial keagamaan terjadi dan potensial terjadi karena factor budaya (adat istiadat), factor agama dan factor politik dan ekonomi. Konflik yang dipicu oleh factor budaya terlihat dalam perselisihan penerapan ketentuan adat istiadat dalam proses perkawinan, dan dalam pemberian gelar (nama kebesaran adat). Demikian juga yang merupakan implikasi dari stratipikasi Sosial sebagai ekses dari tingkatan kedudukan dalam pandangan adat. Sementara konflik antara orang Lampung dan etnis lain potensial terjadi karena faktor perbedaan agama, dimana orang Lampung umumnya beragama Islam dan menjadikan Islam sebagai identitas etnis dan identitas budayanya. Secara cultural, orang Lampung belum nenerima kehadiran orang Lampung yang beragama lain dan kehadiran pelaksanaan peribadatan agama lain di lingkungan pemukiman orang Lampung yang masih homogen. Disamping kedua factor diatas konflik juga potensial terjadi karena ketidak adilan politik dan ekonomi. Ketidak adilan politik terutama dirasakan orang Lampung pada masa Pemerintahan orde baru, dimana ketidak adilan politik ini berimplikasi pada ketidak-adilan ekonomi.
B. Rekomendasi
Berpijak pada realitas masyarakat dan nilai budaya (Lampung) yang menjadi objek kajian, serta kesimpulan yang dirumuskan berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan maka diajukan rekomendasi sebagai berikut ; 1. Nilai-nilai budaya lokal (Lampung) yang menyimpan kekayaan
falsafati untuk mewujudkan tata pergaulan antar etnis, kelompok sosial, agama dan budaya yang harmonis, perlu terus dilestarikan, diwariskan dan dikembangkan, untuk dijadikan salah satu asset budaya nasional dalam meredam dan menyelesaikan berbagai macam konflik sosial melalui pendekatan kearifan budaya lokal. (local wisdom).
251Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
3. Konflik Sosial keagamaan terjadi dan potensial terjadi karena factor budaya (adat istiadat), factor agama dan factor politik dan ekonomi. Konflik yang dipicu oleh factor budaya terlihat dalam perselisihan penerapan ketentuan adat istiadat dalam proses perkawinan, dan dalam pemberian gelar (nama kebesaran adat). Demikian juga yang merupakan implikasi dari stratipikasi Sosial sebagai ekses dari tingkatan kedudukan dalam pandangan adat. Sementara konflik antara orang Lampung dan etnis lain potensial terjadi karena faktor perbedaan agama, dimana orang Lampung umumnya beragama Islam dan menjadikan Islam sebagai identitas etnis dan identitas budayanya. Secara cultural, orang Lampung belum nenerima kehadiran orang Lampung yang beragama lain dan kehadiran pelaksanaan peribadatan agama lain di lingkungan pemukiman orang Lampung yang masih homogen. Disamping kedua factor diatas konflik juga potensial terjadi karena ketidak adilan politik dan ekonomi. Ketidak adilan politik terutama dirasakan orang Lampung pada masa Pemerintahan orde baru, dimana ketidak adilan politik ini berimplikasi pada ketidak-adilan ekonomi.
B. Rekomendasi
Berpijak pada realitas masyarakat dan nilai budaya (Lampung) yang menjadi objek kajian, serta kesimpulan yang dirumuskan berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan maka diajukan rekomendasi sebagai berikut ; 1. Nilai-nilai budaya lokal (Lampung) yang menyimpan kekayaan
falsafati untuk mewujudkan tata pergaulan antar etnis, kelompok sosial, agama dan budaya yang harmonis, perlu terus dilestarikan, diwariskan dan dikembangkan, untuk dijadikan salah satu asset budaya nasional dalam meredam dan menyelesaikan berbagai macam konflik sosial melalui pendekatan kearifan budaya lokal. (local wisdom).
2. Pengembangan budaya local perlu dilakukan melalui langkah pengkajian dan revitalisasi dan redisain, agar budaya lokal tidak kehilangan relevansinya dengan perkembangan budaya masyarakat yang terus terjadi.
3. Sejalan dengan rekomendasi pada poin 1 dan 2 di atas, maka pengkajian dan penelitian nilai budaya lokal ini perlu terus dilakukan dan dikembangkan secara lebih serius, dengan dukungan methodology yang akurat, kelembagaan profesional serta dukungan finansial yang memadai.
4. Pelestarian dan pengembangan budaya local seyogyanya dilakukan melalui gerakan pendidikan, dan ini terutama untuk mendukung upaya pewarisan kekayaan khazanah budaya local yang fungsional dalam mengatasi berbagai persoalan Sosial, budaya dan keagamaan.
252 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Alamsyah Ratu Prawiranegara, Pembinaan Hidup Antar Umat
Beragama, Jakarta, DEPAG RI 1982. Arief Makhya, “Budaya Lampung Sejalan Ajaran Islam”, dalam
Canang No. 01 Edisi Januari 2002. Agus Pahrudin, Pemetaan Kerukukan Kehidupan Umat Beragama
di Kota Bandar Lampung, Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2006.
Ahmada Syahid dan Zainudin Daulay, Riuh di Beranda Satu, Puslitbang Depag RI.
Adney, Bernard T., Etika Sosial Lintas Budaya, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
Ali Imron, Pola Perkawinan Saibatin dulu dan sekarang, Bandar Lampung, Gunung Pesagi Press,2002.
Alo Liliweri, Prasangka dan konflik, LKiS, Yogyakarta, 2005. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 2001 A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab- Indonesia, Surabaya,
Pustaka Progressif, 1997
A. Mukti Ali, Beberapa Persoalaan Agama Dewasa ini, Jakarta, Rajawali Pers, 1989
-------------------, Universalitas dan Pembangunan, Bandung, IKIP Bandung, 1971
A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab- Indonesia, Surabaya, Pustaka Progressif, 1997
253Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Alamsyah Ratu Prawiranegara, Pembinaan Hidup Antar Umat
Beragama, Jakarta, DEPAG RI 1982. Arief Makhya, “Budaya Lampung Sejalan Ajaran Islam”, dalam
Canang No. 01 Edisi Januari 2002. Agus Pahrudin, Pemetaan Kerukukan Kehidupan Umat Beragama
di Kota Bandar Lampung, Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2006.
Ahmada Syahid dan Zainudin Daulay, Riuh di Beranda Satu, Puslitbang Depag RI.
Adney, Bernard T., Etika Sosial Lintas Budaya, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
Ali Imron, Pola Perkawinan Saibatin dulu dan sekarang, Bandar Lampung, Gunung Pesagi Press,2002.
Alo Liliweri, Prasangka dan konflik, LKiS, Yogyakarta, 2005. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 2001 A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab- Indonesia, Surabaya,
Pustaka Progressif, 1997
A. Mukti Ali, Beberapa Persoalaan Agama Dewasa ini, Jakarta, Rajawali Pers, 1989
-------------------, Universalitas dan Pembangunan, Bandung, IKIP Bandung, 1971
A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab- Indonesia, Surabaya, Pustaka Progressif, 1997
Bunyana Sholihin, “Budaya Lampung Dan Penyelesaian Konflik Keagamaan” (makalah Seminar), Puslit IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2007.
Broersma, R., De Lampongsche Districten, Javasche Boekhandle & Drukkerij, Batavia, 1916.
Dale Cannon, Enam Cara Beragama, (Jakarta: Diperta Depag RI, 2002)
D. Hendropuspito, O.C. Sosiologi Agama, Jakarta, Kanisius, 1983. Depdikbud Lampung, Sejarah Daerah Lampung, Kanwil
Depdikbud, Bandar Lampung, 1985. Depdikbud Lampung, Adat Istiadat Daerah Lampung, Kanwil
Depdikbud, Provinsi Lampung, Bandar Lampung, 1985/1986.
Djohan Efendi, Et.ab. (ads) Masalah Hubungan Antar Umat Beragama di Indonesia: Monografi Hasil Dialog, Diskusi Panel Studi Kasus di Beberapa Tempat di Jawa, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, Departemen Agama RI, 1983
Fazlur al-Rahman, Tema Pokok al-Quran, Bandung, Pustaka, 1983 Fachruddin dan Suharyadi, Falsafah Pi’il Pasenggiri Sebagai
Norma Tata Krama Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung, Arian Jaya, Bandar Lampung, 1986.
Fachruddin, Aqil Irham dan Suharyadi, Upacara Canggot Agung: Aktualisasi Nilai-nilai Tradisional Daerah Lampung, Depdikbud, Bandar Lampung, 1999.
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, CV.
Rajawali, Jakaarta, 1992. Hilman Hadikusuma, Masyarakat dan Adat Budaya Lampung,
Mandar Maju, Bandung, 1990. Hilman Hadikusuma, Asal Usul Suku Bangsa Lampung, Gunung
Pesagi, Bandar Lampung, 1992.
254 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983.
Husin Sayuti, et.al., Sejarah Pembentukan Propinsi Lampung, Proyek Kerjasama Balitbang Provinsi Lampung dan Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2001.
Imam Tholkhah, Anatomi Konflik Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001.
Irfan Abubakar dan Chaider S. Bamualim, Modul: Resolusi Konflik Agama dan Etnis di Indonesia, Pusat Bahasa dan Budaya, UIN Syahida, Jakarta.
Jhon J. Macionis, Society the Basics, Prentice Hall, Upper Saddle River, US.
K.Bertens, Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.3. Vol.III, 1992 .
Kiay Paksi, Sayuti Ibrahim, Buku Handak II: Mengenal Adat Lampung Pubian, Gunung Pesagi, Bandar Lampung, 1955.
Koencaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,Jakarta, PT Gramedia, 1987.
Koencaraningrat, Pengantar Antropologi, Pen. Univ., Jakarta, 1984. Kotamadya Bandar Lampung Dalam Angka 2003. Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk Semua: Perspektif
Berbagai Agama, (Jakarta: Balitbang Depag RI, 2004) Ma’arif Jamuin, Resolusi Konflik antar Etnik dan Agama, Surakarta,
CISCORE Indonesia, 2004. M. Ikhwan, et.al., Wujud arti dan fungsi Puncak-puncak
Kebudayaan Lama dan asli Masyarakat lampung, Bandar Lampung, Kanwil Depdikbud Prov. Lampung, 1996.
M. Rasyidi, Filsafat Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1986 Moh Soleh Isre (ed), Konflik Etno Religius Indonesia
Kontemporer, Badan Litbang, Depag R.I., Jakarta, 2003.
255Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, Ikhiar Baru, Van Hoeve, Jakarta, 1983.
Husin Sayuti, et.al., Sejarah Pembentukan Propinsi Lampung, Proyek Kerjasama Balitbang Provinsi Lampung dan Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2001.
Imam Tholkhah, Anatomi Konflik Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001.
Irfan Abubakar dan Chaider S. Bamualim, Modul: Resolusi Konflik Agama dan Etnis di Indonesia, Pusat Bahasa dan Budaya, UIN Syahida, Jakarta.
Jhon J. Macionis, Society the Basics, Prentice Hall, Upper Saddle River, US.
K.Bertens, Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.3. Vol.III, 1992 .
Kiay Paksi, Sayuti Ibrahim, Buku Handak II: Mengenal Adat Lampung Pubian, Gunung Pesagi, Bandar Lampung, 1955.
Koencaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,Jakarta, PT Gramedia, 1987.
Koencaraningrat, Pengantar Antropologi, Pen. Univ., Jakarta, 1984. Kotamadya Bandar Lampung Dalam Angka 2003. Muhaimin, Damai di Dunia Damai untuk Semua: Perspektif
Berbagai Agama, (Jakarta: Balitbang Depag RI, 2004) Ma’arif Jamuin, Resolusi Konflik antar Etnik dan Agama, Surakarta,
CISCORE Indonesia, 2004. M. Ikhwan, et.al., Wujud arti dan fungsi Puncak-puncak
Kebudayaan Lama dan asli Masyarakat lampung, Bandar Lampung, Kanwil Depdikbud Prov. Lampung, 1996.
M. Rasyidi, Filsafat Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1986 Moh Soleh Isre (ed), Konflik Etno Religius Indonesia
Kontemporer, Badan Litbang, Depag R.I., Jakarta, 2003.
Nurcholis Madjid, Ulumul Qura’n, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.3. Vol. VI, 1995
Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Penyiaran Agama, Bantuan Kepada Lembaga Keagamaan Dan Pendirian Tempat-tempat Ibadat, Proyek Penerangan, Bimbingan Dan Da’wah/Khutbah Agama Islam Propinsi Lampung, 1981/1982.
Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung, Sejarah Daerah Lampung, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978.
Peursen, C.A. Van, Strategi Kebudayaan (Terj. Dick Hartoko), edisi kedua, Kanisius, Yogyakarta, 1988.
Sahibi Da’im, Kerukunan Antar Umat Beragama, Jakarta, Gunung Agung, 1983
Syahrial Ali, Peta Kerukunan di Lampung, dalam Achmad Syahid, Zainuddin Daulay (ed.), “Riuh di Beranda Satu Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, (Jakarta: Balitbang Depag RI, 2001)
Suryana Af, A. Toto dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997.
Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1987.
Y.V. Peassen, Kerjasama Antar Agama dan Prospeknya, Kasus Sulawesi Utara, dalam Agama dan Tantangan Zaman, jakarta, LP3, 1985
256 Budaya Lampung dan PenyelesaianKonflik Sosial Keagamaan
Lampiran : Peta Propinsi Lampung
PETA WILAYAHPETA WILAYAHProvinsiProvinsi LampungLampung
TahunTahun 20062006