bu eka farmasi

Upload: etika-nurasih

Post on 13-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

file farmasi

TRANSCRIPT

  • PELAKSANAAN PENELITIAN LANJUTAN TAHUN KE-2 DAN KE-3

    Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak secara in

    vivo mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara secara efektif pada dosis

    300 mg/KgBB. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan mengenai keamanan

    penggunaan ekstrak daun sirsak untuk terapi. Metode yang digunakan untuk

    mendapatkan dosis aman yaitu dengan uji toksisitas akut dan uji toksisitas subkronik.

    Kemudian tahun selanjutnya diperlukan penelitian tentang pembuatan formula ekstrak

    daun sirsak yang terstandart yang dapat digunakan untuk terapi kanker payudara.

    Berikut adalah tahap-tahap penelitian tahun ke-2 dan tahun ke-3.

    1.1 Tujuan Khusus

    Tahun ke-2

    1. Mengetahui efek toksisitas akut ekstrak daun sirsak terhadap hewan uji.

    2. Mengetahui efek toksisitas sub kronik ekstrak daun sirsak terhadap hewan uji.

    Tahun ke-3

    1. Menetapkan standardisasi mutu ekstrak daun sirsak berdasarkan parameter kadar

    senyawa aktif asetogenin.

    2. Membuat formula obat antikanker payudara yang berdasarkan kategori obat

    herbal terstandart

    1.2 Roadmap penelitian Penelitian terhadap ekstrak daun sirsak diawali dengan menguji toksisitas

    ekstrak tersebut.Ekstrak yang bersifat toksik terhadap sel (uji Brine shrimp letality test/

    uji BST) diharapkan bersifat toksik juga pada sel kanker.Uji BST ekstrak daun sirsak

    menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak bersifat toksik (Rachmani, 2010).Uji awal

    potensi ekstrak daun sirsak pada sel kanker dilakukan dengan metode peredaman radikal

    bebas.Salah satu aktivitas antikanker sangat terkait dengan adanya senyawa yang dapat

    meredam radikal bebas.Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun sirsak

    memiliki sifat toksik dan mampu meredam radikal bebas (Rachmani, 2011). Hal ini

    menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak memiliki potensi sebagai antikanker.

  • Peneliti selanjutnya dan telah dilakukan adalah penelitian mengenai aktivitas

    antikanker payudara secara in vitro pada sel kanker T47D. Hasil penelitian tersebut

    membuktikan bahwa ekstrak daun sirsak memiliki aktivitas antikanker payudara dengan

    nilai IC50 34 ppm (Rachmani, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak

    memiliki potensi yang tinggi untuk pengobatan kanker payudara. Rachmani dan

    Sulistyoningrum telah melakukan penelitian antikanker payudara dari ekstrak daun

    sirsak secara in vivo (penelitian tahun ke-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    ekstrak daun sirsak yang mampu menghambat proliferasi sel kanker payudara secara in

    vivo pada tikus pada dosis 300 mg/KgBB. Hasil tahun pertama ini menjadi dasar

    penelitian pada tahun ke-2, yaitu uji toksisitas akut dan subkronik ekstrak daun sirsak

    pada hewan uji dengan pengamatan toksisitas pada organ hati dan ginjal, secara

    histologi dan imunohistokimia.

    Penelitian yang diusulkan pada skim hibah bersaing ini yaitu akan dilakukan

    formulasi terhadap ekstrak daun sirsak untuk terapi kanker payudara. Adapun tahap-

    tahap penelitian yang diusulkan adalah :

    1. Aktivitas antikanker payudara dari ekstrak daun sirsak pada hewan uji (secara in

    vivo) untuk mengetahui dosis optimal sehingga nantinya dapat diperoleh dosis

    efektif terapi pada manusia.

    2. Uji keamanan penggunaan ekstrak daun sirsak sehingga selain memiliki efek

    terapi,ekstrak tersebut juga aman dikonsumsi penderita.

    3. Standardisasi mutu ekstrak untuk menjamin kualitas ekstrak yang digunakan dan

    formulasi ekstrak daun sirsak untuk medapatkan formula optimaluntuk

    pengobatan antikanker.

    Pada penelitian ini akan diperoleh produk komersial obat herbal terstandart dari

    ekstrak daun sirsak untuk terapi kanker payudara. Kategori obat herbal terstandart ini

    merupakan produk obat tradisional yang telah dibuktikan secara ilmiah berdasarkan uji

    pre klinik terhadap hewan uji mengenai uji efektifitas dan keamanannya. Penelitian ini

    diusulkan dilakukan selama tiga tahun.

  • Penelitian selanjutnya setelah penelitian ini berhasil dilakukan, yaitu

    direncanakan diusulkan pada skim penelitian yang lain (Skim penelitian Riset dan

    Tekhnologi) mengenai uji klinik pada manusia. Obat herbal terstandart ekstrak daun

    sirsak diujikan pada manusia. Uji klinik dilakukan beberapa tahap yaitu :

    a. Fase I , calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat

    yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini

    ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil

    farmakokinetik obat pada manusia.

    b. Fase II,calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit yang

    diobati. Diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan

    efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini mulai dilakukan

    pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.

    c. Fase III melibatkan kelompok besar pasien, dan lokasi uji diperluas. Obat yang

    diteliti dibandingkan dengan inovator, obat yang sudah terbukti klaim khasiat

    dan keamanannya.

    d. Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post

    marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi,

    berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk

    melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan

    obat.

    Uji klinik merupakan uji untuk meningkatkan kategori obat herbal terstandart

    menjadi fitofarmaka, dimana obat tersebut terbukti berkasiat dan aman digunakan pada

    manusia. Hal ini merupakan upaya agar obat tradisional ekstrak daun sirsak masuk pada

    sistem pengobatan formal.

  • Roadmap penelitian dapat dilihat pada skema berikut ini :

    Produk obat herbal terstandart

    Publikasi 2

    Publikasi 1

    Upaya agar obat herbal masuk pada sistem pengobatan formal

    Uji toksisitas akut dan subkronik secara in vivo

    Uji klinik formula obat herbal terstandart

    Produk Fitofarmaka

    Formulasi obat herbal terstandart ekstrak daun sirsak

    Dosis optimal ekstrak daun sirsak untuk terapi kanker payudara secara in vivo

    (Sumber dana Hibah Bersaing Tahun ke-1)

    Aktivitas ekstrak daun sirsak untuk terapi kanker payudara secara in vitro

    (Sumber dana Riset Institusional 2011)

    Ekstrak daun sirsak memiliki aktivitas antioksidan (Sumber dana Pemula 2010)

    Ekstrak daun sirsak memiliki aktivitas toksisitas terhadap larva udang

    ( Sumber dana mandiri)

    D I U S U L K A N 2013

    2014

    2015

    TE LAH DI LA KU KAN

    2011

    2010

    2009

    OUT PUT

  • 1.3 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang diusulkan selama tiga tahun untuk mendapatkan

    produk obat herbal terstandart. Penelitian tahun pertama sedang dilakukan yaitu uji

    aktivitas antikanker payudara dari ekstrak daun sirsak pada tikus (secara in vivo). Tikus

    yang diinduksi kanker payudara kemudian diberi terapi dengan ekstrak daun sirsak

    dengan beberapa konsentrasi sehingga akan diperoleh dosis terapi yang efektif

    digunakan untuk mengobati kanker payudara. Penelitian akan dilanjutkan pada tahun

    ke-2 dan ke-3 sebagai berikut :

    Tahun ke-2 : Uji toksisitas akut dan sub kronik ekstrak daun sirsak pada hewan

    uji

    Tahun ke-3 : Standardisasi ekstrak daun sirsak dan formulasi sediaannya untuk

    terapi kanker payudara

    1.4 Cara Kerja Penelitian Tahun ke-2:

    Penelitian ini dirancang berdasarkan pada hasil penelitian tahun ke-1. Uji

    toksisitas akut dan toksisitas kronik ekstrak daun sirsak pada hewan uji. Tujuan dari

    penelitian tahap ini adalah untuk mendapatkan informasi dosis ekstrak daun sirsak yang

    memberikan efek toksik baik secara akut maupun kronis.

    A. Preparasi pembuatan ekstrak Bahan yang diambil adalah daun sirsak. Bahan dicuci dengan air yang

    mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian dikeringkan

    dengan dioven pada suhu 501C. Simplisia daun sirsak kemudian diserbuk

    menggunakan grinder.

    Serbuk diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan penyari etanol 96%.

    Ekstraksi dilakukan selama 3x 24 jam dengan mengganti penyari yang baru setiap

    kali menyaring hasil filtratnya. Masing-masing filtrat kemudian dijadikan satu dan

    diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental etanol.

  • B. Uji Toksisitas Akut a. Perlakuan uji toksisitas akut pada mencit

    Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dan betina galur Balb/C

    berumur 2-3 bulan dengan bobot 20-30 gram. Makanan dalam bentuk pellet dan

    minuman berupa aquades yang diberikan ad libitum. Hewan diadaptasikan

    dalam kandang selama selama 7-14 hari sebelum pemberian dosis untuk

    memungkinkan aklimatisasi terhadap kondisi laboratorium (OECD, 2001).

    Mencit sebanyak 50 ekor dibagi dalam 5 kelompok, masing-masing

    kelompok berjumlah 10 ekor terdiri dari 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit

    betina. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam sebelum diberi perlakuan dan 1-2 jam

    setelah diberi perlakuan dengan tetap diberi air minum (OECD, 2001). Adapun

    pembagian kelompok sebagai berikut:

    Kelompok I : kontrol, diberi Na-CMC 0,5% secara oral dosis tunggal

    (kelompok kontrol negatif )

    Kelompok II : diberi ekstrak daun sirsak peroral dosis 750 mg/kg BB

    Kelompok III : diberi ekstrak daun sirsak peroral dosis 1500 mg/kg BB

    Kelompok IV : diberi ekstrak daun sirsak peroral dosis 3000 mg/kg BB

    Kelompok V : diberi ekstrak daun sirsak peroral dosis 6000 mg/kg BB

    Hewan diamati secara individual setelah pemberian dosis pada 30 menit

    pertama, selama 24 jam pertama dan setiap hari setelah perlakuan selama 14

    hari.

    Ketika hewan dinekropsi atau ditemukan mati akibat perlakuan, waktu

    kematian harus dicatat setepat mungkin. Bobot individu hewan harus ditimbang

    dan dicatat sesaat sebelum substansi uji diberikan dan setidaknya setiap minggu

    (OECD, 2001). Pada akhir tes hewan hidup ditimbang dan dinekropsi untuk uji

    histopatologi.

  • b. Pengamatan gejala toksik

    Masa pengamatan dilakukan selama 24 jam dan pada 3 jam pertama

    setelah pemberian sediaan uji pengamatan dilakukan intensif. Kriteria

    pengamatan meliputi : pengamatan fisik, jumlah hewan yang mati dan

    pemeriksaan histopatologi organ hati (Donatus, 2005).

    Pengamatan meliputi evaluasi perubahan kulit, bulu, mata dan selaput

    lendir (hidung), laju pernapasan, efek otonom (keringat, salivasi, lakrimasi,

    urinasi, dan defekasi), perubahan sistem saraf pusat (mengantuk, cara berjalan,

    tremor, dan kejang), perubahan berat badan, serta kematian.

    c. Pemeriksaan biokimia

    Pemeriksaan kadar SGPT, SGOT dan kreatinin serum dilakukan dengan

    menggunakan pereaksi enzimatik dan diukur dengan menggunakan

    spektrofotometer.

    d. Pemeriksaan histopatologi

    Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada hari ke-14 setelah pemberian

    sediaan uji.Sebanyak 3 ekor mencit betina dari tiap kelompok dikorbankan

    dengan cara dislokasi leher. Preparat sediaan permanen dibuat dengan

    mengambil hati mencit bagian lobus besar kemudian dipotong kecil-kecil untuk

    difiksasi ke dalam larutan Boang.Hasil fiksasi kemudian dicuci dengan NaCl

    fisiologis dan alkohol seri dengan konsentrasi naik berturut-turut 60%, 70%,

    80%, 96% dan alkohol absolut masing-masing selama 30 menit.Potongan hati

    ditanam pada parafin keras yang dilakukan dalam inkubator. Penyayatan hati

    dilakukan dengan mikrotom putar dengan ketebalan 0,8 mm dan penempelan

    menggunakan perekat meyer albumin yang direntangkan pada hot plate.

    Kaca obyek yang sudah ditempeli sayatan direndam berturut-turut dalam

    xilol dan alkohol seri dengan konsentrasi turun yaitu alkohol absolut, alkohol

    96%, 80% dan 70% masing-masing selama 5 menit. Pewarnaan dengan

    haematoksilin selama 10 menit kemudian dicuci dengan air hingga sayatan

    tampak menjadi biru. Pewarnaan eosin dilakukan dengan terlebih dahulu dicuci

  • dengan air dan direndam dalam alkohol selama 3 menit.Setelah itu direndam

    eosin 1% selama 5 menit dan dicuci lagi dengan alkohol selama 5 menit.

    Preparat jaringan hati diamati pada mikroskop cahaya. Jaringan hati dan

    ginjal yang diamati adalah pada preparat berupa inflamasi, degenerasi, dan

    nekrosis pada sel dan mengamati kerusakan pada vena sentralis, susunan sel, inti

    sel dan sinusoid.

    e. Analisis data

    Nilai LD50 dihitung dengan menggunakan metode Thomson and Weil.

    Tabel metode ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Log LD50= Log D + d (f + 1) Keterangan : D = dosis terkecil yang digunakan d = logaritma kelipatan f = suatu faktor pada tabel perhitungan LD50 Weil (1952), dimana:

    r adalah jumlah kematian hewan dalam satu kelompok uji n adalah jumlah hewan percobaan per kelompok k adalah jumlah hewan percobaan -1

    Kisaran nilai LD50 dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Log kisaran = Log LD50 2df

    Keterangan :

    f = suatu nilai pada tabel yang tergantung pada nilai n dan k

    Perubahan berat organ, kadar SGOT, SGPT dan kreatinin serum yang

    diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji satu arah (one way) ANOVA. Data

    hasil histopatologi di analisis secara deskriptif.

    C. Uji Toksisitas Sub Kronik a. Perlakuan uji toksisitas sub kronik pada tikus

    Pengujian toksisitas sub kronik dilakukan dengan menggunakan hewan uji

    tikus jantan dan betina galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat 150-200 g.

    Tikus diadaptasikan selama 7 hari sebelum pemberian dosis untuk aklimatisasi

  • terhadap kondisi laboratorium (OECD, 2008). Selama penelitian tikus diberi

    pakan berbentuk pelet dan pemberian minum tikus dilakukan secara ad libitum.

    Lima puluh ekor tikus jantan dan betina galur dibagi menjadi lima

    kelompok uji dan dibagi secara acak. Masing-masing kelompok terdiri 5 jantan

    dan 5 betina (OECD, 1998). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut

    (WHO, 2000) :

    Kelompok I : diberi larutan Na-CMC 1%.

    Kelompok II : diberi ekstrak uji konsentrasi 62,5 mg/kg BB

    Kelompok III : diberi ekstrak uji konsentrasi 125 mg/kg BB

    Kelompok IV : diberi ekstrak uji konsentrasi 250 mg/kg BB

    Kelompok V : diberi ekstrak uji konsentrasi 500 mg/kg BB

    b. Pengamatan gejala toksik dan biokimia

    Pengamatan dan pemeriksaan gejala toksik dilakukan setiap hari sampai

    hari ke 30 yaitu meliputi kondisi tinja, angka kematian dan perubahan berat

    badan (Mukinda and Syce, 2007). Pengambilan sampel darah dilakukan dengan

    membius hewan terlebih dahulu menggunakan fenobarbital 6% (40 mg/kg BB)

    secara intraperitoneal. Darah hewan uji diambil melalui kardiak punctur

    sebanyak lebih kurang 3 ml untuk dilakukan pengukuran kadar ureum dan

    kreatinin dilakukan pada hari ke 30.

    Setelah itu dilakukan autopsi pada hewan dan dilakukan pemeriksaan

    pada hematologi (Mukinda and Syce, 2007). Bobot individu hewan harus

    ditentukan sesaat sebelum substansi uji diberikan dan setidaknya setiap minggu.

    Perubahan berat badan harus dihitung dan dicatat.

    c. Pemeriksaan histopatologi

    Pada akhir tes hewan hidup ditimbang dan dinekropsi (OECD, 2002).

    Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada organ hati dan ginjal tikus.

    Sebanyak 3 ekor tikus jantan dan betina dari tiap kelompok dikorbankan dengan

    cara dislokasi leher. Hewan uji kemudian dibedah dan diambil organ hati dan

    ginjalnya untuk ditimbang bobotnya. Organ kemudian dicuci dengan NaCl

  • fisiologis dan difiksasi dengan formalin 10% selama 24 jam lalu dipotong

    setebal 3-5 mm. Potongan organ dimasukkan ke dalam tissue cassete dan

    dilanjutkan dengan dehidrasi, penjernihan, penembusan, dan bloking dengan

    parafin.

    Tahapan proses dehidrasi jaringan dilakukan dengan perendaman secara

    bergantian dalam etanol 80% selama 2 jam, etanol 90% sebanyak dua kali

    masing-masing selama 2 jam, dan etanol 100% sebanyak tiga kali masing-

    masing selama 1 jam. Setelah itu penjernihan dilakukan dengan perendaman

    dalam xylen sebanyak tiga kali masing-masing selama 1 jam lalu direndam

    dalam parafin sebanyak tiga kali masing-masing selama 2 jam. Preparat

    kemudian dibloking pada parafin beku lalu diletakkan di atas embedding center

    untuk penyempurnaan pembekuan. Jaringan dipotong dengan rotary microtome

    setebal 4 m dan diapungkan di permukaan waterbath selanjutnya diapungkan

    pada gelas obyek.

    Preparat direndam dalam xylen selama 5 menit, etanol 100% sebanyak

    dua kali masing-masing selama 1 menit, akuabides selama 1 menit, Harris

    hematoksilin selama 20 menit, akuabides selama 1 menit, acid alkohol dengan 2-

    3 celupan, akuabides selama 1 menit, eosin selama 2 menit, etanol 95%

    sebanyak dua kali masing-masing selama 3 menit, xylen sebanyak tiga kali

    masing-masing selama 5 menit, penutupan preparat dengan 1 tetes entellan dan

    ditutup dengan penutup gelas obyek. Parameter yang diamati adalah kerusakan

    hati dan ginjal pada preparat berupa inflamasi, degenerasi, dan nekrosis.

    d. Analisis data

    Data yang dihasilkan berupa jumlah sel darah putih dan sel darah merah.

    Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan one way ANOVA.

  • Rencana Penelitian Tahun ke-3

    Judul : Penetapan standardisasi mutu ekstrak daun sirsak dan formulasi sediaan obat

    herbal terstandart untuk terapi kanker payudara.

    A. Standardisasi mutu ekstrak daun sirsak berdasar kandungan asetogenin Penetapan kadar asetogenin secara spektrofotometri UV-Vis berdasarkan

    metode yang dilakukan oleh Chang et al. (2002) dengan mengukur serapannya pada

    panjang gelombang maksimum dengan menggunakan kuersetin sebagai standar

    (Kumar et al., 2008).

    a. Penetapan panjang gelombang

    Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan setelah pereaksi

    AlCl3 dan kalium asetat ditambahkan pada larutan kuersetin dalam metanol

    dengan konsentrasi 10 g/mL. Setelah dilakukan pengukuran dengan

    spektrofotometri UV-Vis, akan didapat panjang gelombang maksimum untuk

    gugus sinamoil dan gugus benzoil. Pengukuran dilakukan pada gugus yang

    memiliki panjang gelombang terbesar.

    b. Penetapan operating time

    Operating time ditentukan dengan mengukur serapan larutan kuersetin

    dengan konsentrasi 10 g/mL pada panjang gelombang maksimum setiap lima

    menit, pada menit ke 0, 5 ,10, 15, 20, 25, 30, 35,40 dan 45 hingga didapat nilai

    serapan yang stabil.

    c. Penetapan kadar asetogenin

    Ditimbang 10 mg ekstrak daun sirsak dan dilarutkan dalam metanol hingga

    10 mL kemudian diencerkan sedemikian rupa hingga diperoleh konsentrasi 400

    g/mL. Diambil 0,5 mL larutan ekstrak daun sirsak kemudian ditambah 1,5 mL

    metanol; 0,1 mL AlCl3 10 % b/v; 0,1 mL kalium asetat 1 M dan 2,8 mL akuades.

    Setelah didiamkan 30 menit pada suhu ruang, diukur serapannya pada panjang

    gelombang maksimum.

  • B. Formulasi sediaan obat herbal terstandart Formulasi obat herbal dilakukan untuk sediaan dalam bentuk kapsul. Ekstrak

    daun sirsak yang telah diperoleh dilakukan pencampuran dengan bahan tambahan yang

    berbeda. Dibuat tiga kelompok uji formulasi sebagai berikut :

    Kelompok I : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    avicel 5%

    Kelompok II : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    avicel 10%

    Kelompok III : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    avicel 15%

    Kelompok IV : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum 5%

    Kelompok V : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum 10%

    Kelompok VI : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum 15%

    Kelompok VII : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum dan talk 5% (1 : 1)

    Kelompok VIII : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum dan talk 10% (1 : 1)

    Kelompok IV : formulasi ekstrak daun sirsak dengan penambahan

    amylum dan talk 15% (1 : 1)

    Pengujian sediaan kapsul dilakukan dengan pemeriksaan fisik yaitu :

    1. PH

    2. Daya larut

    3. Waktu alir

  • c. Analisis Data

    Pengamatan pada uji standardisasi dengan parameter non spesifik maupun

    parameter dilakukan secara deskriptif. Uji analisis formulasi sediaan kapsul ekstrak

    daun sirsak dilakukan dengan uji ANOVA.

    1.5 Bagan Alir Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga tahun. Penelitian tahun ke-1 sedang

    dilakukan untuk mendapatkan dosis terapi yang efektif digunakan untuk pengobatan

    kanker payudara. Berikut ini adalah bagan alir penelitian pada tahun ke-2 dan ke-3.

    Pengelompokan hewan uji dan persiapannya dengan memberi perlakuan yang sama

    Uji toksisitas akut pada mencit selama 14 hari

    Dosis yang menimbulkantoksik akut pada mencit

    Tahun ke-2

    Kelompok kontrol positif

    Kelompok Ekstrak aktif dosis 1

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 2

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 3

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 4

    Hewan Uji

    Ekstrak daun sirsak

    a. Uji toksisitas akut pada hewan uji selama 14 hari

    Tahun ke-1

  • Pengelompokan hewan uji dan persiapannya dengan memberi perlakuan yang sama

    Uji toksisitas sub kronik pada tikus selama 30 hari

    Dosis yang menimbulkan toksik sub kronis pada tikus

    Kelompok kontrol positif

    Kelompok Ekstrak aktif dosis 1

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 2

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 3

    Kelompok Ekstrak aktif

    dosis 4

    Hewan Uji

    Ekstrak daun sirsak

    Tahun ke-2 b.Uji toksisitas sub kronik menggunakan hewan uji tikus selama 30 hari

    Tahun ke-3

  • Uji non parameter spesifik : a. Uji kadar air b. Uji kadar abu

    Ekstrak daun sirsak

    Tahun ke-3

    Uji parameter spesifik : a. Uji kadar senyawa

    asetogenin

    c.Uji penetapan mutu ekstrak 1.Uji berdasarkan kadar asetogenin

    Tahun ke-2

    2. Uji formulasi ekstrak daun sirsak

    Ekstrak daun sirsak + avicel

    Ekstrak daun sirsak

    Optimasi formula kapsul daun sirsak

    Ekstrak daun sirsak + amylum

    Ekstrak daun sirsak + avicel + talk

    Uji stabilitas formula ekstrak daun sirsak pada kapsul

  • Dari bagan alir penelitian diatas, akan diperoleh luaran dan indikator capaian

    pada tahun ke-2 dan tahun ke-3. Hal ini dijelaskan pada tabel berikut :

    Tahun Tujuan Luaran Indikator

    II 1.Mengetahui toksisitas akut ekstrak daun sirsak pada hewan uji

    1.Diketahui dosis toksik secara akut ekstrak daun sirsak

    1.Diperoleh dosis ekstrak daun sirsak yang aman bagi tubuh

    2.Mengetahui toksisitas sub kronik ekstrak daun sirsak pada hewan uji

    2.Diketahui dosis toksik secara sub kronik ekstrak daun sirsak

    2.Diperoleh dosis ekstrak daun sirsak yang aman bagi tubuh

    III 1.Membuat standardisasi mutu ekstrak daun sirsak

    1.Mendapatkan mutu ekstrak terstandart

    1.Diperoleh mutu ekstrak daun sirsak terstandart

    2.Membuat formula obat herbal terstandart dari ekstrak daun sirsak untuk terapi antikanker

    2. Diperoleh formula obat herbal terstandar untuk terapi kanker payudara

    2. Diperoleh formula obat herbal terstandart untuk terapi kanker payudara

  • Lampiran 1. Foto-foto pelaksanaan penelitian

    a. Kandang perlakuan tikus antikanker (khusus untuk penelitian antikanker)

    b. Perlakuan penelitian yang dilakukan selama 2 bulan

  • c. Perlakuan oral pada hewan uji tikus.