blok 27

47
Diagnosis Prenatal dan Penyakit Genetika yang Berhubungan dengan Kehamilan Diatas Usia 35 Tahun A1 Adatya Stevani Paulins Putuhena 102010253 Gabriel Susilo 102012016 Yanuar Hermawan 102012033 Samuel Wosangara Billy 102012152 Evenjelina 102012206 Juliana Dewi Hadi 102012316 Edy Sujono 102012342 Vidya Dewi Sutanto 102012382 Muhamad Aman Bin Embok Halid 102012496 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510, Telp : 021- 56942061, Fax : 021-563173 Pendahuluan Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan fungsi pada perkembangan janin dengan berbagai teknik dan prosedur selama kehamilan. Bayi baru lahir sekitar 2-3% mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang ditemukan pada saat 1

Upload: evenjelina-eve

Post on 01-Feb-2016

233 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

intoksikasi solvent

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 27

Diagnosis Prenatal dan Penyakit Genetika yang Berhubungan dengan

Kehamilan Diatas Usia 35 Tahun

A1

Adatya Stevani Paulins Putuhena 102010253

Gabriel Susilo 102012016

Yanuar Hermawan 102012033

Samuel Wosangara Billy 102012152

Evenjelina 102012206

Juliana Dewi Hadi 102012316

Edy Sujono 102012342

Vidya Dewi Sutanto 102012382

Muhamad Aman Bin Embok Halid 102012496

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl.

Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173

Pendahuluan

Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan

fungsi pada perkembangan janin dengan berbagai teknik dan prosedur selama kehamilan.

Bayi baru lahir sekitar 2-3% mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang

ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan salah satu peneyebab

utama kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar kasus rawat inap

dibagian anak.

Saat ini di negara-negara maju sebagian besar pertanyaan tentang kondisi janin sudah

dapat terjawab dengan majunya teknologi ultrasonografi dan laboratorium, dan kekhawatiran

kondisi ibu sudah dapat dikurangi dengan pemberian pelayanan kebidanan yang adekuat.

Malahan sekarang orang lebih takut untuk melakukan pemeriksaan diagnosis pranatal karena

1

Page 2: Blok 27

merasa tidak siap untuk membuat keputusan bila hasil pemantauannya menunjukkan keadaan

yang tidak diinginkan.

Skrining prenatal bertujuan untuk mengetahui apakah janin mempunyai resiko

mengalami kelainan genetik atau kelainan kongenital tertentu, sedangkan diagnosis prenatal

bertujuan untuk mengetahui secara pasti bahwa janin tersebut benar-benar mengalami

kelainan genetik atau kelainan bawaan tertentu.

Diagnosis prenatal seharusnya dilakukan pada keadaan berikut; (1) bila kehamilan

mempunyai resiko yang mengakibatkan kelainan bawaan pada janinnya, (2) mencari adanya

kelainan bawaan yang paling sering terjadi pada janin meskipun tidak jelas adanya faktor

resiko, (3) mencari adanya gangguan struktual ataupun pertumbuhan pada janin.1

Pembahasan

Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting untuk melakukan

anamnesis terlebih dahulu. Dari anamnesis diagnosis kita akan lebih terarah. Hal yang perlu

kita tanyakan dalam anamnesis antara lain identitas, keluhan utama dan keluhan tambahan,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,

riwayat sosial, dan berdasarkan kasus ditanyakan juga riwayat kehamilan. Beberapa hal

penting yang kita tanyakan berdasarkan kasus dapat dilihat dalam tabel berikut (tabel 1).

Riwayat kehamilan

saat ini

Riwayat obstetri lalu Riwayat penyakit Riwayat sosial

ekonomi

Usia ibu hamil

Perdarahan

pervaginam

Keputihan

Mual dan muntah

Masalah/kelainan

pada kehamilan

sekarang

Pemakaian obat-obat

(termasuk jamu)

Jumlah kehamilan

Jumlah persalinan

Jumlah persalinan

cukup bulan

Jumlah persalinan

prematur

Jumlah anak hidup

Jumlah keguguran

Jumlah aborsi

Perdarahan pada

Jantung

Hipertensi

Diabetes melitus

TBC

Alergi obat/makanan

Ginjal

Dll

Status perkawinan

Respon ibu &

keluarga terhadap

kehamilan

Jumlah keluarga di

rumah

Kebiasaan makan

dan minum

Kebiasaan merokok,

menggunakan obat

2

Page 3: Blok 27

kehamilan,

persalinan terdahulu

Hipertensi pada

kehamilan terdahulu

Berat bayi <2,5 kg /

> 4 kg

Adanya masalah2

selama kehamilan,

persalinan terdahulu

terlarang, & alkohol

Pekerjaan & aktivitas

sehari-hari

Pendidikan

Penghasilan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi badan,

tinggi fundus uteri (tafsiran berat badan janin), auskultasi (mengetahui denyut jantung janin),

palpasi abdomen untuk mendeteksi kehamilan ganda (setelah umur kehamilan 28 minggu),

manuver Loepold untuk menentukan posisi dan letak janin.

Leopold I, tujuannya untuk mengetahui letak fundus uteri. Dengan cara :

- Wajah pemeriksa menghadap ibu

- Palpasi fundus uteri

Tentukan bagian janin yang ada pada fundus.

Leopold II, tujuannya untuk menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi

maternal. Dengan cara:

- Wajah pemeriksa mengahadap ke arah kepala ibu

- Palpasi dengan satu tangn pada tiap sisi abdomen

- Palpasi janin di antara dua tangan

- Temukan mana punggung dan bagian ekstremitas

Leopold III, tujuannya untuk membedakan bagian presentasi dari janin dan sudah masuk

dalam pintu panggul. Dengan cara:

- Wajah pemeriksa menghadap ke arah kepala ibu

- Palpasi di atas simfisi pubis. Beri tekanan pada area uterus

3

Page 4: Blok 27

- Palpasi bagian presentasi janin diantara ibu jari dan keempat jari dengan menggerakan

pergelangan tangan. Tentukan prensentasi janin

- Jika ada tahanan berarti ada penurunan kepala

Leopold IV, tujuannya untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada pemeriksaan Leopold

III dan untuk mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk pintu atas panggul.

Memberikan informasi tentang bagian presentasi : bokong atau kepala, sikap (fleksi/ekstensi),

dan station (penurunan bagian presentasi). Dengan cara :

- Wajah pemeriksa menghadap ke arah ekstremitas ibu

- Palpasi janin di antara dua tangan

- Evaluasi penurunan bagian presentasi

Indikasi Prenatal Diagnostik

Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia maternal (>35

tahun), abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP) dan hasil skrining test lain

yang positif. Secara singkat indikasi untuk diagnosis prenatal adalah sebagai berikut :1,2

1. Kehamilan tunggal dengan usia ≥ 35 tahun saat pelahiran

Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk menjalani

pemeriksaan diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun insidens trisomi mulai

meningkat dengan cepat. Hal ini berhubungan dengan non-disjunction pada miosis. Pada

usia 35 tahun kemungkinan untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan kromosom

adalah 1:192, sehingga ada beberapa ahli yang menawarkan diagnosis prenatal pada usia

33 tahun namun hal ini belum menjadi konsensus.

2. Kehamilan kembar dizigotik dengan usia ≥ 31 tahun pada saat pelahiran

Dengan dua janin, hukum probabilitas menyebutkan bahwa kesempatan salah satu

atau keduanya akan merita sindrom Down lebih besar dibandingkan bila hanya ada satu

janin. Risiko trisomi 21 pada kehamilan kembar harus dihitung setelah

mempertimbangkan risiko sindrom Down yang terkait usia ibu.

3. Riwayat kelahiran trisomi autosomal

Wanita yang sekurang-kurangnnya pernah sekali hamil trisomi mempunyai risiko

kira-kira 1 persen untuk mengalami kehamilan trisomi autosom yang sama atau berbeda.

Hal ini berlaku sampai risiko terkait umur mereka mencapai lebih dari 1 persen, yaitu

pada saat risiko yang lebih itnggi mendominasi.

4

Page 5: Blok 27

4. Riwayat kehamilan 47,XXX atau 47,XXY

Wanita yang anak sebelumnya menderita 47,XXY tidak beresiko tinggi untuk

mengalami kembali kehamilan ini, karena kromosom ekstra pada situasi ini berasal dari

ayah, dan kesalahan dari ayah peluangnya kecil untuk berulang. Sama halnya dengan

45,X mempunyai resiko sangat rendah untuk berulang.

5. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat translokasi kromosom

Untuk sebagian besar translokasi, risiko anak lahir hidup abnormal yang diamati lebih

kecil daripada resiko teoritisnya, karena sebagian gamet menghasilkan konseptus yang

tidak mampu bertahan hidup.

6. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat inversi kromosom

Risiko setiap pembawa sifat ditentukan oleh metode penetapannya, kromosom yang

terlibat, dan besarnya inversi, sehingga harus ditetapkan secara individu.

7. Riwayat triploidi

Lebih dari 99 persen konseptus triploid gugur pada trimester pertama atau kedua

awal. Jarang sekali janin yang berkembang. Jika triploid yang terjadi pada janin bertaha

melewati trimester pertama, risiko pengukangan adalah 1 sampai 1,5 persen, cukup untuk

menguatkan diagnosis prenatal.

8. Beberapa kasus keguguran berulang

Beberapa keguguran dini berulang akibat aneuploidi cenderung disebabkan oleh

inversi atau translokasi pada ibu atau ayahnya. Aneuploidi nontrisomik ini akan

meningkatkan resiko mengalami kehamilan selanjutnya dengan kariotipik yang sama. Hal

ini membenarkan dilakukannya diagnostik prenatal pada kehamilan-kehamilan berikutnya

jika tidak terjadi keguguran dini. Dengan melihat fakta- fakta ini, penentuan kariotipe

pada orang tua dan bukannya kariotipe jaringan abortus setelah keguguran dini berulang

dapat memberikan informasi yang amat berguna mengenai risiko pengulangan.

9. Pasien atau pasangan mempunyai aneuploidi

Wanita trisomi 21 atau 47, XXX serta laki-laki 47,XYY biasanya fertil dan

mempunyai 30 persen resiko mempunyai keturunan trisomi.

10. Defek struktural mayor janin pada pemeriksaan ultrasonografi

Kondisi ini cukuo meningkatkan resiko aneuploidi sehingga mengharuskan

pemeriksaan genetik pada janin, tanpa memandang umur ibu atau kariotipe orang tua.1

Waktu Pemeriksaan

5

Page 6: Blok 27

o Pemeriksaan ultrasonografi, sebaiknya dilakukan pada awal trimester kedua kira-kira 18-

20 minggu. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan noninvasif yang paling banyak

digunakan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan umur kehamilan.

o Pemeriksaan serum ibu, test darah yangdilakukan terhadap ibu hamil pada kehamilan

trimester 1 dan/atau trimester 2.

o Amniosintesis untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan pada usia kehamilan

trimester kedua.

o Amniosintesis dini yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum 15 minggu (11-14

minggu).

o Pemeriksaan vili korialis, dikerjakan pada usia kehamilan 10-12 minggu.

o Pemeriksaan darah janin dengan teknik kordosentesis, dapat dilakukan sejak usia

kehamilan 12 minggu

o Biopsi janin, dikerjakan pada saat kehamilan usia 17-20 minggu.1,2

Jenis dan Teknik Pemeriksaan

1. Pemeriksaan ultrasonografi

Sejak Donald memperkenalkan ultrasonografi (USG) dalam bidang obstetri pada

akhir tahun 1950an telah terjadi banyak kemajuan dalam teknologi USG ini. Dengan

semakin baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan USG, maka telah terjadi

peningkatan penggunaan USG untuk diagnosis prenatal dalam mememukan abnormalitas

morfologi janin terutama setelah 18 minggu, dengan penggunaan transduser transvaginal

memungkinkan deteksi abnormalitas morfologi janin mulai kehamilan 13 minggu.2-3

Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi antenatal meliputi :

- Konfirmasi kehidupan janin

- Penentuan umur kehamilan yang akurat

- Diagnosis kehamilan ganda dan penentuan korionisitas

- Deteksi anomali pada janin

- Pemantauan pertubuhan janin

- Penilaian kesejahteraan janin

- Penentuan lokasi plasenta dan tepinya

- Pemantauan real time untuk prosedur invasif

- Deteksi kelainan uterus dan adneksa.3

6

Page 7: Blok 27

RCOG (Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) pada tahun 1997

membuat rekomendasi untuk pemakaian USG sebagai berikut :

a) Skrining universal lebih dapat dipercaya untuk menentukan kelainan pada janin

dibanding dengan pemeriksaan scanning selektif.

b) Skrining kelainan pada janin menurunkan angka kematian perinatal karena

mampu mengidentifikasi kelainan dan melakukan terminasi kehamilan.

c) Berdasarkan bukti terkini, scanning pada usia kehamilan 18-20 minggu

merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi kelainan pada janin.

d) Walaupun tidak memerlukan persetujuan tertulis sebelum pemeriksaan namun

wanita perlu diberi kesempatan untuk memilih apakah mau diperiksa. Harus

tersedia informasi tertulis dan lisan sebelum pemeriksaan. Ketetapan mengenai

konseling dan informasi yang memadai harus merupakan bagian dari program

skrining.

e) Bila terdeteksi adannya suatu kelainan maka harus diskusi mengenai dampaknya.

Orang tua mendapat manfaat dari diskusi yang melibatkan ahli lain selain

ultrasonografer dan spesialis kebidanan seperti ahli anak, ahli genetik dan ahli

bedah anak.

f) Pemeriksaan ultrasonografi hanya dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih.

Pemeriksaan skrining rutin harus dilakukan dengan dengan menggunakan

protokol atau daftar tilik yang telah disetujui.3

Diagnosis kelainan janin dilakukan dengan tiga cara yaitu :

a) Dengan visualisasi langsung dari defek struktural, misalnya tidak adanya tulang

tengkorak pada anencephali.

b) Dengan menunjukkan disproporsi ukuran atau pertumbuhan dari bagian tubuh

tertentu pada janin misalnya, anggota gerak yang pendek pada dwarfism.

c) Dengan mengenali dampak dari anomali terhadap organ yang berdekatan,

misalnya adanya katup pada uretra posterior terdiagnosis dengan adanya dilatasi

pada saluran ginjal.

RCOG merekomendasikan program pemeriksaan dua tahap; pertama pada saat ibu

mendaftar dan pemeriksaan kedua pada sekitar atau saat kehamilan 20 minggu, minimal pada

kehamilan 20 minggu. Bila ditemukan adanya kelainan maka harus dirujuk untuk diperiksa

oleh tenaga yang terampil untuk pemeriksaan yang lebih rinci dan menentukan penanganan

selanjutnya yang sesuai. Keputusan penanganan harus dilakukan dengan mendapat masukan

7

Page 8: Blok 27

dari tim dengan keahlian yang multidisplin. Orang tua harus terlibat langsung dan mendapat

informasi yang memadai untuk mengambil keputusan.3

Beberapa anomali yang banyak ditemukan antara lain : defek pada jantung, defek

dinding perut, kelainan SSP, kelainan gastro intestinal, kelainan ginjal dan nuchal

translucency. Kelainan ini dapat tersendiri atau berhubungan dengan anomali kromosom atau

bagian dari sindroma mendelian. Dengan demikian pemeriksan dengan USG akan

memberikan manfaat yang besar.4

Standar RCOG untuk pemeriksaan USG pada kehamilan 20 minggu adalah sebagai

berikut :

Umur kehamilan : dengan mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar kepala

(HC) dan panjang femur (FL)

Nomalitas janin

Bentuk kepala dan struktur di dalamnya : midline echo, kavum pellucidum,

cerebellum, ukuran ventrikel dan atrium (< 10 mm)

Spina : longitudinal dan transversal

Bentuk abdomen dan isinya ( setinggi lambung)

Bentuk abdomen dan isinya (setinggi umbilikus)

Pelvis ginjal (jarak anterior-posterior < 5 mm)

Aksis longitudinal : tampak toraks – abdominal (diafragma / buli-buli)

Toraks (setinggi 4 chamber view)

Lengan – 3 tulang dan tangan (tidak termasuk jari-jari)

Tungkai – 3 tulang dan kaki (tidak termasuk jari-jari)

Optional : pembuluh darah yang keluar dari jantung, muka dan bibir.3

2. Pemeriksaan serum ibu

a. Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAFP)

Janin yang sedang berkembang memiliki dua protein darah utama : albumin

dan alfa fetoprotein ( AFP ). Karena orang dewasa biasanya hanya memiliki albumin

dalam darah, tes MSAFP dapat dimanfaatkan untuk menentukan tingkat AFP dari

janin. Biasanya, hanya sejumlah kecil AFP memperoleh akses ke air ketuban dan

plasenta untuk melintasi darah ibu. Namun, bila ada cacat tabung saraf pada janin,

dari kegagalan bagian dari saraf embryologic tabung untuk menutup, maka AFP akan

melarikan diri ke dalam cairan ketuban. Cacat tabung saraf termasuk anencephaly

( kegagalan penutupan pada akhir tengkorak tabung saraf). Insiden gangguan-

gangguan tersebut sekitar 1-2 kelahiran per 1000 di AS. Juga, jika ada omphalocele

8

Page 9: Blok 27

( keduanya cacat pada dinding perut janin ), AFP dari janin akan berakhir di darah ibu

dalam jumlah yang lebih tinggi.2

Agar tes MSAFP memiliki utilitas terbaik, usia kehamilan ibu harus diketahui

dengan pasti. Hal ini karena jumlah MSAFP meningkat sesuai usia kehamilan. Juga,

ras ibu dan kehadiran gestational diabetes penting untuk diketahui, karena MSAFP

dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor ini. MSAFP biasanya dilaporkan sebagai

multiples of mean (MoM). Semakin besar MoM, semakin besar kemungkinan cacat

hadir. Para MSAFP memiliki sensitivitas terbesar antara 16-18 minggu kehamilan,

tetapi masih berguna antara 15-22 minggu kehamilan. MSAFP juga dapat berguna

dalam penyaringan untuk Sindrom Down dan trisomies lainnya. MSAFP cenderung

lebih rendah ketika Sindrom Down atau kelainan kromosom lain hadir.2,4-5

b. Maternal Serum Beta-HCG

Tes ini paling sering digunakan sebagai tes untuk kehamilan. Dimulai pada

sekitar seminggu setelah pembuahan dan implantasi embrio ke dalam rahim, trofoblas

akan menghasilkan cukup beta-HCG untuk mendiagnosis kehamilan. Jadi, pada saat

pertama kali menstruasi luput, beta-HCG akan sudah cukup untuk tes kehamilan

positif. Beta-HCG juga dapat diukur dalam serum dari darah ibu, dan ini dapat

berguna di awal kehamilan ketika terancam aborsi atau kehamilan ektopik dicurigai,

karena jumlah beta-HCG akan lebih rendah dari yang diharapkan.1,2,3

Kemudian pada kehamilan, di tengah sampai akhir trimester kedua, beta-HCG

dapat digunakan bersama MSAFP untuk skrining kelainan kromosom, dan sindrom

down pada khususnya. Sebuah beta-HCG tinggi dibarengi dengan penurunan MSAFP

menunjukkan Sindrom Down. Tingkat HCG yang tinggi mengindikasikan adanya

penyakit Tropoblastic ( kehamilan molar ). Tidak adanya bayi saat di USG disertai

HCG yang tinggi mengindikasikan mola hidatidosa, Kadar HCG juga bisa digunakan

untuk follow up perawatan pada kehamilan molar untuk memastikan tidak adanya

penyakit trophoblastik seperti kariokarsinoma.2

c. Serum estriol maternal (uE3)

Jumlah estriol dalam serum ibu bergantung pada kelayakan janin, sebuah

plasenta berfungsi dengan benar, dan keadaan ibu. Substrat untuk estriol dimulai

sebagai dehydroepiandrosterone ( DHEA ) yang dibuat oleh kelenjar adrenal janin. Ini

dimetabolisme lebih lanjut di dalam plasenta menjadi estriol. Estriol masuk ke

sirkulasi ibu dan dieksresi oleh ginjal dalam air seni ibu atau oleh hati ibu dalam

empedu. Pengukuran tingkat estriol serial pada trimester ketiga akan memberikan

9

Page 10: Blok 27

indikasi umum kesejahteraan janin. Jika tingkat estriol turun, maka janin terancam

dan emergency mungkin diperlukan. Estriol cenderung lebih rendah bila Sindrom

Down hadir dan juga adanya adrenal hypoplasia dengan anencephaly.2,3

d. Inhibin-A

Inhibin disekresi oleh plasenta dan korpus liteum. Inhibin-A dapat diukur

dalam serum ibu. Tingkat peningkatan inhibin-A adalah dikaitkan dengan

peningkatan risiko untuk trisomi 21. Inhibin-A tinggi dapat berhubungan dengan

risiko kelahiran prematur.4

e. Pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A)

Rendahnya tingkat PAPP-A sebagai diukur dalam serum ibu trimester pertama

dapat berhubungan dengan anomali kromosom janin termasuk trisomies 13,18, dan

21. Selain itu, kadar PAPP-A pada trimester pertama dapat memprediksi hasil

kehamilan yang merugikan, termasuk small for gestational age ( SGA ) atau lahir

mati. PAPP-A tinggi dapat memprediksi large of gestational age ( LGA) baby.

f. Triple or Quadriple Screen

Menggabungkan tes serum ibu dapat membantu dalam meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas untuk deteksi kelainan janin. Tes klasik adalah triple

screen untuk MSAFP, beta-HCG, dan estriol (uE3) atau quadriple screen dengan

ditambah inhibin-A.2,3,4

CONDITION MSAFP uE3 HCG

Neural tube defect Increased Normal Normal

Trisomy 21 Low Low Increased

Trisomy 18 Low Low Low

Molar pregnancy Low Low Very High

Multiple gestation Increased Normal Increased

Fetal death Increased Low Low

3. Amniosintesis

Amniosintesis adalah tindakan mengeluarkan cairan amnion yang mengandung

sel-sel janin dan unsur biokimia dari rongga amnion. Pertama kali dilakukan pada

tahun 1880 untuk dekompresi polihidramnion. Pada tahun 1950 amniosintesis

menjadi alat diagnostik ketika mulai dilakukan pengukuran kadar bilirubin dalam

10

Page 11: Blok 27

cairan amnion untuk memantau isoimunisasi rhesus. Amniosintesis untuk deteksi

kelainan kromosom prenatal pertama kali dilaporkan pada tahun 1967. Sejak itu

amniosintesis diterima secara luas menjadi metode untuk diagnosis prenatal untuk

kelainan kromosom, penyakit-penyakit yang diturunkan, dan beberapa infeksi

kongenital.3,4

Indikasi utama untuk tindakan amniosintesis adalah pemeriksaan karyotype janin.

Sel-sel dalam cairan amnion berasal dari kulit janin yang mengalami deskuamasi dan

dikeluarkan dari saluran gastrointestinal, urogenital, saluran pernafasan dan amnion.

Sel-sel ini dipersiapkan untuk analisis pada tahap metafase maupun untuk

pemeriksaan FISH. Namun laboratorium lebih senang bila mendapat sampel dari

darah atau villi korialis karena banyak mengandung DNA yang diperlukan untuk

kultur.6

Dahulu cairan amnion juga dipakai untuk pemeriksaan kadar enzym untuk

menentukan adanya gangguan metabolisme dan analisis metabolit untuk mendeteksi

penyakit kistik fibrosis, namun saat ini telah digantikan dengan pemeriksaan yang

lebih akurat yaitu dengan pemeriksaan mutasi DNA yang bertanggung jawab tehadap

kondisi ini.6

Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan pada

usia kehamilan antara 15-20 minggu. Pada saat itu jumlah air ketuban sudah memadai

(sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang viable dan non viable mencapai

rasio terbesar.4,6

Sebelum amniosintesis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk

menentukan jumlah janin, konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin,

deteksi anomali pada janin dan menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta

memperkirakan jumlah air ketuban. Dilakukan tindakan antisepsis pada kulit perut ibu

dan operator memakai sarung tangan steril. Dengan tuntunan USG, tusukkan jarum

ukuran 20-22 pada kantong amnion yang tidak berisi bagian kecil janin atau tali pusat.

Sebaiknya dilakukan pada daerah fundus untuk mengurangi risiko robekan selaput

ketuban, dan sedapat mungkin menghindari daerah plasenta. Bila terpaksa harus

melakukan tusukan pada daerah plasenta sebaiknya dibantu dengan color doppler

untuk mengidentifikasi pembuluh darah dan lakukan tusukan pada daerah yang paling

tipis jauh dari tepi plasenta. Prosedur ini biasanya tidak memerlukan anestesi lokal.4,6

Dapat dilakukan dengan teknik “free hand” dimana tangan operator yang satu

memegang tranduser dan tangan lainnya memegang jarum, atau dapat dipasang

11

Page 12: Blok 27

pengantar jarum pada tranduser. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat

menghindari gerakan jarum ke arah lateral yang dapat meningkatkan ukuran tusukan

jarum. Cairan amnion yang pertama diaspirasi dibuang sebanyak 1-2 ml untuk

menghindari kontaminasi dengan sel-sel maternal. Dilakukan aspirasi cairan amnion

sebanyak 15 ml ke dalam tabung untuk analisa sitogenetika.4,6

Bila pada kesempatan pertama gagal untuk mengaspirasi cairan maka dapat

dilakukan pada lokasi lain setelah terlbih dahulu menilai kembali keadaan janin dan

letak plasenta. Tenting pada selaput ketuban atau kontraksi uterus sering menjadi

penyebab kegagalan. Bila tindakan kedua gagal maka tunda tindakan amniosintesis

untuk beberapa hari kemudian, jangan melakukan dua kali tindakan pada satu

kesempatan yang sama.4,6

Walaupun dengan pengalaman selama kurang lebih tiga dekade dengan

amniosintesis midtrimester namun masih sulit untuk menentukan risiko prosedur ini

yang berhubungan dengan abortus. Pada penelitian prospektif, multisenter yang luas

diperkirakan risiko abortus berkisar 0,5 – 1%.

Selain abortus risiko lain pada janin dan ibu juga perlu untuk

dipertimbangkan. Sudah ada laporan mengenai terjadinya scar pada tubuh janin

akibat tusukan jarum namun jarang terjadi. Amniosintesis yang dilakukan dengan

tuntunan USG dapat mengurangi risiko tersebut dan juga risiko perlukaan yang lain.

Komplikasi lain dari amniosintesis midtrimester meliputi korioamnionitis, robekan

selaput ketuban dan perdarahan pervaginam. Insidens korioamnionitis < 1 per 1000

prosedur, robekan selaput ketuban terjadi pada 1-2% penderita, namun biasanya

sembuh sendiri dan terjadi reakumulasi cairan dan pada umumnya luaran kehamilan

normal. Insiden perdarahan pervaginam juga sekitar 1% dan berhubungan dengan

ukuran jarum yang dipakai.3,6

Sudah pernah dilaporkan kasus sensitasi pada wanita dengan rhesus negatif

setelah amniosintesis, risikonya sekitar 1%. Risiko ini dapat dikurangi dengan

menghindari pendekatan transplasenta, memakai jarum berukuran kecil dan

pemberian anti-D immunoglobulin intramuskuler sesudah tindakan amniosintesis

terhadap pasien Rh-negatif yang belum tersensitasi.6

Amniosintesis dini adalah amniosintesis yang dilakukan pada usia kehamilan

sebelum 15 minggu (11-14 minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar karena jumlah

air ketuban belum banyak dan fusi antara amnion dan korion belum sempurna

sehingga sering menyebabkan tenting pada selaput ketuban. Selain itu targetnya lebih

12

Page 13: Blok 27

kecil, uterus belum berbatasan dengan dinding perut sehingga meningkatkan

kemungkinan perlukaan pada usus atau masuknya kuman dari usus ke uterus.3,4

Tindakan amniosintesis dini dilakukan dengan maksud untuk melakukan

diagnosis prenatal yang lebih dini dan menjadi tindakan alternatif untuk pemeriksaan

villi korialis yang tekniknya relatif lebih sulit dan mempunyai lebih banyak

komplikasi. Dengan tuntunan USG dilakukan pengambilan cairan amnion sebanyak

10-12 ml. Walaupun jumlah sel yang terambil lebih sedikit namun persentasi sel yang

viable lebih besar dibanding dengan pada usia kehamilan yang lebih lanjut.

Keberhasilan kultur pada kehamilan 12-14 minggu lebih dari 95% dengan waktu

panen rata-rata 12 hari (1-2 lebih lama ) daripada kehamilan 16 minggu. Dibanding

dengan CVS, amniosintesis dini mempunyai frekuensi kontaminasi sel maternal dan

mosaicsm yang lebih rendah.6

Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko abortus pada tindakan

amniosintesis dini dibanding dengan amniosintesis midtrimester dan CVS, namun

Johnson dkk tidak menemukan adanya perbedaan kejadian abortus antara kelompok

amniosintesis dini dan midtrimester. Penelitian lain di Kanada menemukan perbedaan

yang bermakna pada kejadian abortus (7,6% vs 5,9%), robekan selaput ketuban (3,5%

vs 1,7%) dan deformitas tulang, khususnya talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara

kelompok amniosintesis dini dan midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan

untuk tidak melakukan amniosisntesis dini kecuali tidak ada alternatif lain.4,6

4. Pemeriksaan vili korialis

Teknik pemeriksaan villi korialis pertama kali diperkenalkan di Cina pada tahun

1975 yang bertujuan untuk menentukan jenins kelamin janin dengan cara

memasukkan kateter halus ke dalam uterus dengan hanya dituntun perasaan taktil.

Bila terasa ada hambatan, kemudian pengisap dipasang dan dilakukan aspirasi

potongan villi.4

Pemeriksaan villi korialis biasanya dilakukan pada usia kehamilan antara 10-12

minggu, untuk pemeriksaan sitogenetik, molekuler (analisis DNA) dan atau metode

biokimia yang dapat diaplikasikan pada jaringan villii. Pemeriksaan ini dapat

mendeteksi anomali kromosom, defek gen spesifik dan aktivitas enzym yang

abnormal dalam kehamilan terutama pada penyakit turunan.3-4

Jaringan villi dapat diambil dengan teknik tranvaginal maupun transabdominal.

Sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan USG untuk konfirmasi denyut jantung

janin dan letak plasenta. Tentukan posisi uterus dan serviks, bila uterus anteversi

13

Page 14: Blok 27

maka tambahan pengisian kandung kemih dapat membantu untuk meluruskan posisi

uterus, namun hindari pengisian kandung kemih yang berlebihan karena dapat

mendorong uterus keluar dari rongga pelvis sehingga memperpanjang jarak untuk

mencapai tempat pengambilan sampel yang dapat mengurangi kelenturan yang

diperlukan untuk manipulasi kateter.4,7

Pasien dibaringkan dalam posisis litotomi, antisepsis vulva dan vagina kemudian

masukkan spekulum dan lakukan hal yang sama pada serviks. Ujung distal kateter (3-

5 cm) sedikit ditekuk untuk membentuk lengkungan dan kateter dimasukkan kedalam

uterus dengan tuntunan USG sampai terasa tahanan menghilang pada endoserviks.

Operator menunggu sampai sonographer menvisualisasi ujung kateter, kemudian

kateter dimasukkan sejajar dengan selaput korion ke tepi distal plasenta. Keluarkan

stylet dan pasang tabung pengisap 20 ml yang mengandung medium nutrien. Jaringan

villi yang terisap ke dalam tabung dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai

struktur putih yang terapung dalam media. Kadang kala diperlukan pemeriksaan

mikroskop untuk mengkonfirmasi jaringan villi. Sering jaringan desidua ibu ikut

terambil namun mudah dikenali sebagai stuktur yang amorf (tak berbentuk). Bila

tidak berhasil mendapat jaringan villi yang cukup maka dapat dilakukan insersi

kedua.4,7

Teknik transabdominal pertama kali diperkenalkan oleh Smid – Jensen dan

Hahnemann dari Denmark. Dengan tuntunan USG masukkan jarum spinal ukuran 19

atau 20 ke dalam sumbu panjang plasenta. Setelah stylet dikeluarkan, aspirasi villi ke

dalam tabung 20 ml yang berisi media kultur jaringan. Berhubung karena jarum

yang dipakai lebih kecil dari kateter servikal maka perlu dilakukan tiga sampai empat

kali gerakan maju mundur pada ujung jarum terhadap jaringan plasenta agar jaringan

villi dapat terambil. Berbeda dengan teknik transervikal yang dilakukan sebelum usia

kehamilan 14 minggu, teknik ini dapat dilakukan sepanjang kehamilan sehingga dapat

menjadi alternatif untuk amniosintesis dan pemeriksaan darah janin.4,7

Komplikasi yang dapat terjadi pada pemeriksaan villi korialis adalah abortus dan

yang ditakuti akhi-akhir ini adalah hubungan antara tindakan ini dengan kejadian

reduksi anggota gerak. CVS yang dilakukan pada kehamilan < 9 minggu mempunyai

risiko untuk reduksi anggota gerak 10-20 kali lebih besar dibandingkan dengan CVS

yang dilakukan setelah usia > 11 minggu.

14

Page 15: Blok 27

Kontaminasi jaringan desidua ibu pada sampel yang dikultur dapat memberikan

hasil negatif palsu, dan hal ini sering terjadi bila hanya sedikit sampel yang terambil,

namun di senter yang telah berpengalaman kejadian ini tidak ditemukan lagi.7

5. Pemeriksaan darah janin

Pada tahun 1983, Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan darah janin

dengan tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22 melalui perut ibu ke

dalam tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis, PUBS (percutaneous

umbilical blood sampling), fetal blood sampling atau furnipuncture. Kordosintesis

adalah istilah yang sering digunakan.8

Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan terapeutik.

Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila keuntungannya lebih banyak

dari kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah janin dilakukan untuk kariotipe

cepat namun dengan teknik sitogenetik yang baru memakai metode FISH sampel dari

villi korialis dan amniosit juga dapat diperiksa dengan cepat. Pemeriksaan darah janin

juga dilakukan pada wanita yang datang terlambat (usia kehamilan lanjut) pada

kunjungan antenatal dan menginginkan pemeriksaan karyotype atau untuk diagnosis

prenatal retardasi mental fragile-X.4,8

Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi,

koagulaopathi, penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan metabolisme

serta penentuan anemia dan trombositopenia pada janin. Untuk indikasi terapeutik

adalah : terapi anemia pada janin melalui transfusi darah dan pemberian obat

antiaritmia pada janin dengan hidrops.8

Dengan tuntunan USG tusukkan jarum melalui dinding perut ibu dan arahkan ke

tempat insersi tali pusat di plasenta, tusukan pada bagian tali pusat yang melayang

lebih sulit dilakukan. Bila menggunakan pengantar jarum pada tranduser USG maka

ukuran jarumnya lebih kecil (22-26) sedang bila menggunakan teknik free hand jarum

yang dipakai berukuran 20-22. Bila ujung jarum telah mencapai tali pusat, pasang

tabung pengisap dan isap darah kurang lebih 5 ml. Penting untuk menentukan apakah

sampel darah ini berasal dari janin atau terkontaminasi darah ibu, walaupun dengan

teknik yang baik hal ini jarang terjadi namun lebih bijaksana bila dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya. Sel darah janin akan tampak lebih

besar dengan MCV yang lebih besar. Pengambilan sampel darah janin juga selain di

vena umbilikus dapat dilakukan pada vena intrahepatik maupun jantung janin.4,8

15

Page 16: Blok 27

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin pasca kordosintesis adalah : terjadinya

hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum, bradikardi, infeksi.

Kemungkinan untuk terjadinya kematian janin berkisar 1% untuk itu perlu dilakukan

pemantauan denyut jantung janin dengan kardiotokografi selama paling sedikit 30

menit. Pada ibu komplikasi yang dapat terjadi adalah isoimunisasi rhesus, sehingga

harus diberikan anti-D immunoglobulin pada ibu dengan rhesus negatif.8

6. Biopsi janin

Indikasi pemeriksaan jaringan janin sampai saat ini masih terus berkembang.

Jaringan yang diambil dari janin untuk prenatal diagnosis antara lain : kulit, otot,

liver, ginjal dan otak.3,4

Indikasi yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan jaringan janin adalah

untuk diagnosis genodermatosis, yang merupakan penyakit berat turunan pada kulit

dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.

Pada awalnya biopsi janin dilakukan dengan fetoskopi, tetapi saat ini telah diganti

dengan memakai USG. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 17-20 minggu dengan

memakai forsep biopsi yang dimasukkan melalui jarum angiocath no 14. Biopsi

jaringan janin untuk diagnosis genodermatosis hanya dapat dilakukan dengan biopsi

kulit, hasil biopsi ini dapat diperiksa dengan teknik morfologi, immunohistokimia,

dan biokimia.3,4

Biopsi jaringan otot janin, jarang dilakukan tetapi pernah dilakukan untuk

diagnosis prenatal mucular dystrophy yang disebabkan mutasi gen pada kromosom X,

gen untuk distrofin. Sejak karakteristik gen distrofin diketahui diagnosis prenatal

untuk janin yang berisiko dapat dilakukan dengan metode molekuler (polymerase

chain reaction) yang diambil dari ekstrak DNA dari cairan ketuban atau vili korialis.3

Seperti halnya biopsi otot, maka biopsi hati juga hanya dilakukan pada penyakit

yang diturunkan yang tidak dapat didiagnosis dengan pemeriksaan amniosit atau villi

korialis. Sejumlah kecil penyakit gangguan metabolisme termasuk dalam kategori ini

dan dapat didiagnosis dengan pemeriksaan enzym yang diproduksi di hati, seperti

ornitrin transcarbamilase (OTC) deficiency, carbamoyl phospstase synthetase (CPS)

deficiency, glucosa 6 phospatase deficiency (G6PD).2

Kelebihan dan Kekurangan

1. Ultrasonografi

16

Page 17: Blok 27

Setiap suatu kelainan bawaan janin yang telah didiagnosis dan dievaluasi janin telah

dilaksanakan dengan lengkap, maka setiap hal yang berkaitan dengan prognosis janin

tersebut, baik maupun buruk, harus disampaikan kepada orang tua janin. Bila pada

trimester kedua kehamilan pemeriksaan ultrasonografi gagal untuk mendapatkan adanya

kelainan bawaan, maka ini pun harus disampaikan, karena beberapa kelainan bawaan

tertentu seperti hidrosefalus, mikrosefali, dan ginjal polikistik tidak tampak trimester

kedua, dan mungkin kelainan baru tampak pada trimester ketiga pada saat kelainan yang

terjadi sudah cukup jelas untuk diketahui dengan ultrasonografi.1

Pemeriksaan ultrasonografi ini cukup aman bagi ibu dan janin, selain itu pemeriksaan

ini merupakan dasar bagi teknik pemeriksaan diagnostik prenatal selanjutnya. Teknik

pengambilan sampel untuk pemeriksaan kariotipe janin, misalnya chorionic villous

sampling (CVS), amniosintesis, kordosentesis, fetal tisuue sampling, semuanya

memerlukan tuntunan ultrasonografi untuk pelaksanaannya.2

2. Pemeriksaan serum ibu

Pemeriksaan ini relatif cukup aman bagi ibu, karena teknik yang dilakukan hanyalah

dengan mengambil darah ibu. Namun tes ini tidak spesifik 100 % karena terkadang ada

berbagai faktor yang menyebabkan MSAFP meningkat terutama saat terjadi kesalahan

penghitungan usia kehamilan.1,2

3. Amniosintesis

Amniosintesis merupakan prosedur diagnostik prenatal yang paling banyak dipakai

dan bertujuan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan kromosom yang abnormal dan

penyakit genetik lainnya. Pemeriksaan amniosintesis dini dapat dilakukan sebelum umur

kehamilan 15 minggu agar dapat mendiagnosis janin lebih dini, tapi jika umur kehamilan

dibawah 15 minggu yang menjadi faktor penyulitnya adalah jumlah air ketuban yang

relatif lebih sedikit dibandingkan umur kehamilan pada trimester kedua. Penyulit yang

mungkin terjadi adalah kebocoran cairan ketuban, perdarahan, kontraksi uterus.1

4. Pemeriksaan vili korialis

Diagnosis prenatal yang dikerjakan pada trimester pertama kehamilan sehingga akan

segera memberi kenyamanan pada keluarga penderita bila hasil pemeriksaan tidak

mendapatkan adanya kelainan. Sebaliknya, bila dilakukan koreksi bila kelainan dapat

dikoreksi, atau bila akan dilakukan terminasi kehamilan. Namun, pemeriksaan ini

mempunyai resiko abortus lebih tinggi dibanding amniosintesis.1

5. Pemeriksaan darah janin

17

Page 18: Blok 27

Indikasi lain untuk pemeriksaan ini adalah bila ditemukan kegagalan kultur pada

amniosintesis dan biopsi plasenta. Faktor penyulit hampir sama dengan amniosintesis

ditambah bradikardi janin, laserasi tali pusat, dan trombosit. Perlu diperhatikan agar

sampel darah janin tidak bercampur dengan darah ibu.2

6. Biopsi janin

Teknik yang invasif ini digunakan hanya untuk kelainan dengan morbiditas tinggi,

dimana diagnosis dengan pemeriksaan amniosintesis, villi khorialis atau darah janin tidak

memuaskan.1,2

7. Kordosentesis

Pemeriksaan dilakukan pada usia kehamilan lebih daei 20-22 minggu. Sample

yangdiambil adalah darah tali pusat. Caranya dengan memasukan jarung melalui dinding

perut kearah tali pusat.

Komplikasi

- Abortus

- Perdarah pervaginam

- Nyeri perut

- Infeksi

- Hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum

- Bradikardi janin.1

Penyakit-penyakit Genetik yang Berhubungan dengan Kehamilan Diatas Usia 35

Tahun

Sindrom Down

Sindrom Down atau trisomi 21 merupakan kelainan kromosom yang timbul spontan

dan menyebabkan penampilan wajah yang khas, kelainan fisik yang nyata serta reterdasi

mental . 60% individu yang menderita sindrom ini mengalami defek jantung. Sindrom Down

terjadi pada 1 dari 650 hingga 700 kelahiran hidup. Perbaikan penanganan dalam mengatasi

cacat jantung , infeksi pernafasan serta infeksi lain, dan leukimia aku telah meningkatkan

secara signifikan angka harapan hidup pasien sindrom ini. Mortalitas janin serta neonatus

masih tetap tinggi dan hal ini terjadi karena komplikasi defek jantung yang menyertainya.

Penyebab

- Usia orang tua yang sudah lanjut (ibu berusia 35 tahun atau lebih atau ayah berusia 42

tahun atau lebih)

18

Page 19: Blok 27

- Efek kumulatif faktor lingkungan, sperti radiasi dan virus

Patofisiologi

Hampir semua kasus sindrom down terjadi karena trisomi 21 (ada tiga salinan

kromosom 210. Akibatnya adalah kariotipe dengan 47 buah kromosom, dan bukan 46 buah

kromosom yang lazim terdapat. Pada 4% pasien, sindrom Down terjadi karena translokasi

yang tidak seimbang atau penyusunan kembali kromosom yang tidak seimbang dan lengan

panjang kromosom 21 terputus dan melekat pada kromosom yang lain.

Tanda dan gejala

Tanda fisik pada sindrom Down akan terlihat pada saat bayi lahir. Bayi tersebut tampak

letargik dan memiliki tampilan kraniofasial yang khas. Tanda dan gejala klinis lain meliputi:

- tampilan wajah yang khas (pangkal hidung letak rendah, lipatan epikantus pada mata,

lidah menjulur keluar serta daun telinga letak rendah); mulut kecil dan selalu terbuka,

dan lidah berukuran besar sehingga tidak proporsional dengan mulut

- garis lipatan transversal yang tunggal pada telapak tangan (Simian crease)

- bintik-bintik putih kecil pada iris (Brushfield’s spots)

- reterdasi mental (perkiraan IQ 30-70)

- keterlambatan perkembangan akibat hipotonia dan penurunan proses kognitif

- penyakit jantung kongenital, terutama defek sputum dan khususnya pada bantalan

endokardial

- gangguan refleks akibat penurunan tonus otot pada ekstermitas

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi:

- kematian dini akibat komplikasi jantung

- peningkatan kerentanan terhadap leukimia

- demensia senilis prematur yang biasa terjadi pada usia 40-an jika pasien bertahan

hidup

- strabismus dan katarak yang timbul ketika anak tumbuh besar

- perkembangan genitalia yang buruk dan pubertas yang terlambat (wanita dapat

mengalami haid dan subur;laki-laki dapat mengalami infertilitas dengan kadar

testosteron serum yang rendah dan sering pula dengan testis yang tidak turun).9

Sindrom Klinefelter

19

Page 20: Blok 27

Merupakan kelainan genetik yang relatif sering ditemukan, dan terjadi karena terdapat

kromosom X tambahan yang menciptakan konstitusi kromosom seks XXY dan hanya terjadi

pada laki-laki. Biasanya sindrom ini tampak nyata pada usia pubertas ketika ciri seks

sekunder sudah berkembang. Testis gagal mencapai maturitas dan kemudian mulai terjadi

perubahan degeneratif pada testis, yang akhirnya menimbulkan infertilitas yang ireversibel.

Sindrom Klinefelter umumnya menyebakan ginekomastia dan disertai kecenderungan ke arah

ketidakmampuan belajar. Kareana tidak semua pasian yang memiliki kromosom X tambahan

akan memperlihatkan karakteristik yang sama, maka istilah “lelaki XXY” lebih disukai untuk

menghindari pelabelan bahwa semua lelaki memilik kromosom X tambahan penderita

Klinefelter. Sebagian dapat mengalami sindrom Klinefelter sebagiannya lagi tidak. Susunan

kromosom XXY kemungkinan paling sering menjadi penyebab hipogonadisme dan terlihat

pada lebih kurang satu dari setiap 600 orang laki-laki dan susunan kromosom ini barangkali

merupakan salah satu kelainan genetik yang paling sering dujumpai.

Penyebab

- sel yang memiliki kromosom X tambahan akan menciptakan komplemen 47,XXY

dan bukan 46,XY

- pada bentuk mosaik yang langka, hanya sebagian sel yang mengandung kromosm X

tambahan dan sebagian lain mengandung komplemen XY yang normal

- kekurangan satu kromosom sehingga terjadi susunan 45X

- dikatakan meningkat sesuai dengan meningkatnya umur ibu.

Patofisiologi

Kromosom tambahan yang menyebabkan sindrom klinefelter kemungkinan terjadi

karena nondisjungsi miotik selama gametogenesis parenteral atau karena nondisjungsi

mitotik dalam zigot.

Tanda dan gejala

Baru akan nampak ketika pubertas atau sesudahnya pada kasus yang ringan. Karena

banyak pasien ini tidak mengalami reterdasi mental, maka persoalan perilaku dalam usia

remaja atau infertilitas mungkinsatu-satunya keadaan klinis yang ditemukan diawal.

Gambaran khasnya meliputi:

20

Page 21: Blok 27

- penis dan kelenjar prostat kecil

- testis kecil

- distribusi rambut pubis tipe wanita (bentuk segitiga)

- disfungsi seksual (impotensi)

- ginekomastia pada kurang dari 50% pasien

- keterlambatan perubahan patologik yang mengakibatkan infertilitas, pada bentuk

mosaik

- bentuk tubuh abnormal (tungkai panjang sementara badan pendek dan obes)

- tubuh jangkung

- pada sebagian individu, persoalan perilaku mulai muncul pada usia remaja

Komplikasi

- aspermatogenesis serta proses infertilisasi akibat proses sklerosi yang progresif dan

hilainisasi tubulus eminiferus dalam testis serta fibrosis testis yang terjadi selama dan

sesudah pubertas

- ketidakmampuan belajar dan masalah perilaku

- osteoporosis

- kanker payudara karena kromosom X tambahan9

Sindrom Marfan

Merupakan penyakit degeneratif menyeluruh pada jaringan ikat dan jarang ditemukan.

Sindrom ini terjadi karena defek pada jaringan elasin serta kolagen dan menimbulkan

anomali pada mata, skelet, serta sistem kardiovaskuler. Kematian bisa terjadi kerana

komplikasi kardiovaskuler terjadi dari sejak awal usia bayi hingga usia dewas. Sindrom

Marfan ditemukan pada 1 dari 20.000 orang dan mengenai laki-laki maupun perempuan

dengan frekuensi yang sama banyak.

Penyebab

- mutasi autosomal domina

- kemungkinan terjadi pada usia orang tua yang sudah lanjut, pada pasien dengan

riwayat keluarga yang negdtif (15%)

Patofisologi

21

Page 22: Blok 27

Disebabkan mutasi pada alel tunggal sebuah gen yang terletak pada kromosom 15,

yaitu kode gen untuk fibrilin komponen glikoprotein dalam jaringan ikat. Serabut halus ini

berlimpah dalam pembuluh darah besar dan ligamentum suspensoriumlensa okuli. Efek yang

ditimbulkan pada jaringan ikat beragam dan meliputi pertumbuhan tulang berlebihan,

gangguan okuler, serta defek jantung.

Tanda dan gejala

- tinggi badan bertambah, eksteremitas panjang dan araknodaktili (jari tangan mirip

kaki laba-laba yang panjang) akibat efek pada sindrom ini tulan panjang serta

persendian dan pertumbuhan tulang yang berlebihan

- defek pada sternum (misalnya dada tong (funel chest), dada tidak simetris, skoliosis,

dan kifosis

- rabun jauh akibat pemanjangan bola mata

- dislokasi lensa akibata perubahan jaringan ikat (tanda okular yang menunjukanan

sindrom Marfan)

- kelainan katup (lipatan katup yang berlebihan, peregangan korda tendinea dan dilatasi

katup anus)

- prolapsus katup mitral akibat kelemahan jaringan ikat

- insufisiensi aorta akibat dilatasi radiks aorta dan aorta asendens

Komplikasi

- persendian dan ligamen lemah sehingga menjadi predisposisi cedera

- katarak akibat dislokasi lensa

- ablasio dan ruptur retina

- regurgitasi katup mitral yang berat akibat prolaps katup mitral

- pneumotoraks spontan akibat ketidakstabilan dinding dada

- hernia inguinalis dan insisional

- dilatasi katup dura (bagian duramater dibelakang ujung kaudal medula spinalis)9

Trisomi 18

Sindrom Edward adalah trisomi autosomal yang paling sering selepas Sindrom Down

(SD) dengan frequensi 1:3000 kelahiran. Kebanyakan kasus adalah bayi post-matur dengan

berat badan lahir rendah (BBLR). Kebanyakan balita lemah dan memiliki kapasitas yang

terbatas untuk terus hidup. Untuk trisomy 18 ini, angka kematian bayi memang sangat tinggi,

22

Page 23: Blok 27

bahkan bisa dibilang prognosisnya sangat buruk. Median umur untuk terus hidup adalah 3

bulan. Kadar mortality yang tinggi adalah karena malformasi jantung dan ginjal, kesukaran

untuk makan, sepsis dan apnoe oleh karena kelainan susunan saraf pusat (SSP). Malah,

retardasi pertumbuhan dan psikomotor berat turut dilaporkan pada bayi yang mampu hidup

melebihi umur balita.

Malangnya trend ini berulang. Memiliki anak dengan kelainan trisomy sebelumnya

akan meningkatkan resiko memiliki anak berikutnya dengan trisomy 18 juga. Yang juga

menjadi faktor resiko adalah usia ibu.

Antara gejala Sindrom Down yang turut ada pada Sindrom Edward adalah:

Low-set dan malformasi telinga

Mental deficiency

Pertumbuhan terhambat

Microphthalmia, epicanthal folds, fissure palpebra yang pendek

Kepala kecil (microcephaly)

Penyakit jantung congenital terutama defek septal ventrikel dan patent ductus arteriosus

(PDA)

Abduksi pinggul yang terbatas.

Gejala lain pada Sindrom Edward:

Rahang kecil (micrognathia)

Clenched hands: jari keempat overriding jari tengah; jari kelima overriding jari keempat

Crossed legs (preferred position)

Feet with a rounded bottom (rocker-bottom feet)

berat badan lahir rendah (BBLR)

Elongated skull/ tulang tengkorak yang panjang

Kemampuan menghisap yang lemah.

Kuku yang tidak tumbuh dengan baik/Underdeveloped fingernails

Undescended testicle

Kelainan bentuk dada (pectus carinatum)/ shield-shape chest

Dikenal juga sebagai sindrom Edward. Sindrom ini memiliki frekuensi 1 dalam 8000

kelahiran dan 3-4 kali lebih sering pada wanita. Sama seperti aneuploid lainny, risiko insiden

lebih tinggi pada trisemester pertama, dan 85% fetus meninggal dalam 10 minggu dan saat

teminasi. Trisomi 18 pada fetus biasanya menimbulkan permbatasan pertumbuhan, dengan

rata-rata berat lahir 2340 gram.

23

Page 24: Blok 27

Sindroma ini merupakan penyimpangan autosom kedua yang paling lazim ditemukan.

Gambaran mukanya kecil dan halus berguna untuk membedakan anak-anak yang menderita

trisomi 18 dengan trisomi lainnya. Walaupun biasanya bayi lahir setelah cukup bulan, berat

badan lahir mereka rendah. Perbandingan menurut jenis kelaminnya adalah 1 orang pria

terhadap 4 orang wanita. Hampir semua penderita sindroma ini memperlihatkan adanya cacat

jantung pada diri mereka, suatu faktor yang mempunyai peran besar dalam kematian dini

yang khas menimpa para penderita yang bersangkutan, yang kebanyakan akan terjadi dalam

jangka waktu 3 bulan pertama kehidupan mereka. Kasus-kasus perkecualian dengan

penderita yang dapat bertahan hidup sampai waktu yang lama telah ada yang dilaporkan,

yang tertua pernah mencapai usia 15 tahun. Seperti halnya dengan trisomi-21. usia ibu yang

sudah lanjut, secara etiologik mempunyai arti yang penting.

Translokasi Kromosom 18. Kejadian ini. walaupun jarang, telah mengakibatkan

terjadinya sindroma trisomi-18 yang parsial, yaitu hanya sebagian saja dari 1 kromosom No.

18 diduplikasikan oleh pemanjangan lengannya yang panjang atau oleh translokasi kepada

sebuah kromosom yang lain. Penegakan diagnosis tnsomi parsial pada umumnya didasarkan

atas gambaran klinik, oleh karena dengan tidak terdapatnya saling translokasi pada 1 orang

tua, maka tidaklah mungkin untuk memastikan, secara sitologik, asal usul bahan kromosom

tambahan tersebut. Sebagaimana halnya dengan translokasi sindroma Down, keturunan dari 6

jenis kromosom yang berbedai-beda dapat timbul sebagai akibat pemisahan kromosom yang

terjadi pada 1 orang tua yang menjadi pembawa, tetapi besar sekali kemungkinannya hanya 3

saja yang dapat bertahan untuk tetap terus hidup: kariotip yang normal, pembawa translokasi

yang berimbang serta trisomi-18 yang parsial; secara teoritis dalam perbandingan yang sama.

Tampilan wajah yang khas seperti oksiput menonjol, malformasi telinga, fisura

palpebra yang pendek, dan mulut yang kecil. Tangan penderita clenched, dengan. Hampir

95% memiliki defek pada jantung, umumnya berupa defek septum ventrikel dan atrium atau

patent ductus arteriosus. Anomali lainnya adalah ginjal yang berbentuk seperti tapal kuda,

aplasia tulang radius, hemivertebrata, hernia inguinalis serta umbilikalis, diastasis, dan

imperforate anus. Umumnya memenderita keterbelakangan mental, hipotonia, kegagalan

bertumbuh dengan subur dan sehat dengan berat badan lahir rendah. Terdapat juga cacat

fleksi jari-jari tangan, ibu jari kaki yang pendek dan dalam keadaan dorsifleksi, dengan kaki

mendatar seperti kursi goyang atau ekuinorvarus.9

Trisomi 13

24

Page 25: Blok 27

Trisomi 13 (sindrom patau) merupakan sindrom malformasi multipel nomor tiga

dalam urutannya sebgai kelainan kromosom yang paling sering ditemukan. Kebanyakan bayi

yang terkena memiliki trisomi 13 yang penus saat laihir; beberapa diantaranya mengalami

sindrom trisomi 13 tipe mosaik parsial yang langak (dengan fenotip bervariasi) atau tipe

translokasi. Baya dengan kelainan ini secara khas mempunyai otak dan wajah yang abnormal

disamping malformasi berat pada jantung, saluran cerna serta ekstremitasnya. Sindrom

trisomi 13 yang penuh akan berakhir dengan kematian. Banyak zigot trisomik mengalami

abortus spontan; 50%-70% bayi meninggal dunia dalam satu bulan pertama sesudah

dilahirkan dan 85% meninggal dunia dalam tahun pertama kehidupannya. Hanya ada

beberapa yang berhasil hidup sampai usia diatas 5 tahun. Semua bayi yang masih bisa

bertahan hidup ini memperlihatkan reterdasi mental yang berat.

Insidensi trisomi 13 diperkirakan terjadi pada 1 dari 4000 hingga 10.000 neonatus.

Penyebab

- Kelainan kromosom (risiko meningkat bersamaan dengan usia ibu)

Patofisiologi

Lebih kurang 75% kasus terjadi karena nondisjungsi kromososm. Sekitar 20% terjadi karena

translokasi kromosom yang melibatkan penyusunan kembali kromosom 13 dan 14. Sekitar

5% kasus diperkirakan merupakan tipe mosaik;efek klinis yang ditimbulakan pada kasus ini

mungkin tidak teralalu berat.

Tanda dan gejala

- Mikrosefalus

- Holoproensefalus dengan derajat bervariasi

- Dahi miring dengan sutura dan ubun-ubun lebar

- Defek kulit kepala dibagian verteks

- Labioskizis bilateral disertai paltoskiziz (45%)

- Hidung yang lebar dan rata

- Kedua telinga letak rendah dan kelainan pada telinga dalam

- Polidaktili pada tangan dan kaki

- Club feet

25

Page 26: Blok 27

- Omfalokel

- Defek tuba neural

- Kistik higroma

- Abnormalitas genital

- Polikistik renal

- Hidronefrosis

- Kegagalan tumbuh kembang, kejang, apnea dan kesulitan pemberian makanan

Komplikasi

- defek jantung kongenital (sering ditemukan), khususnya hipoplasia jantung kiri, defek

septum ventrikuler, duktus arteriosus paten

- Kelainan muskuloskeletal

- Mikrooftalmia, katarak dan kelaianan mata lain9

Konseling Genetik

Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian atau

risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka

keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah

munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan

melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk didalamnya

tindakan untuk melakukan uji terkait pencegahan kelainan genetik. Tindakan-tindakan yang

disarankan dapat melipiti tes sebagai berikut:2

1. Prenatal diagnosis

Merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum dilahirkan.

Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniosintosis, maternal serum, dan

chorionic virus sampling.

2. Carrier testing

Merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang membawa

kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut adalah uji

darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu, atau

dengan mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.

3. Preimplantasi diagnosis

26

Page 27: Blok 27

Merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk mengetahui kadar kelainan

genetik embrio preimplantasi. Bisanya seorang wanita yang akan melakukan uji akan

diberi obat tertentu untuk merangsang produksi sel telur berlebihan. Sel telur akan

diambil dan diletakkan dicawan untuk dibuahi oleh sperma donor. Setelah pembuahan

maka sel embrio yang terbentuk akan dianalisa terkait dengan kelainan genetik.

4. Newborn screening

Merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru. Pemeriksaan ini meliputi

pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi. Diharapkan dari

pemeriksaan ini dapat ditentukan prognosis ke depannya, sehingga perawatan yang

berkenaan dapat diupayakan.

5. Predictive testing

Merupakan tes yang digunakan untuk menguji apabila seseorang menderita kelainan

genetik dengan melihat riwayat genetik keluarga sebelumnya. Tes ini dilakukan

setelah kelahiran, dan biasa juga disebut sebagai presymtomatic testing. Apabila hasil

diagnosis menunjukkan adanya kelainan genetik maka konselor dapat menyarankan

pilihan-pilihan sebagai berikut:

1. Agar tidak memiliki anak

Keputusan untuk tidak memiliki anak merupakan keputusan yang berat bagi orang

tua, karena memiliki anak merupakn dambaan bagi setiap orangtua. Oleh karena

itu konselor harus menerangkan secara terperinci menegenai indikasi tidak

memiliki anak, termasuk diantaranya untuk terpapar kelainan genetik, sehingga

orang tua dapat mempertimbangkan keputusan tersebut.

2. Mengadopsi

Apabila pilihan untuk tidak memiliki anak tidak dapat diterima oleh orang tua,

salah satu jalan keluarnya berupa pilihan untuk mengadopsi anak.

3. Kehamilan dengan donor sperma atau ovum

Ini merupakan salah satu solusi, dimana sel sperma dan sel telur dipertemukan

diluar rahim. Dalam hal ini akan diperiksa apakah sel sperma atau sel ovum

mengandung kelainan genetik. Sel yang mengandung kelainan genetik akan

digantikan dengan sel dari donor, sehingga tetap terjadi pembuahan dan

diharapkan anak yang dilahirkan dapat hidup sehat dengan risiko terpapar

kelainan genetika yang minim.

4. Keputusan untuk tidak mempunya anak lagi

27

Page 28: Blok 27

Keputusan ini merupakan solusi yang dapat diambil oleh orangtua yang telah

memilik anak sebelumnya namun menderita kelainan genetik, sehingga dengan

demikian kehadiran anak berikutnya yang diprediksi bakal menderita kelainan

genetik dapat dihindari.

5. Tindakan operasi

Dapat diterapkan untuk kelainan genetik tertentu seperti spina bifida atau

kongenital diagfragma hernia (kondisi dimana terdapat lubang pada diagfarma

sehingga membuat paru menjadi tidak berkembang). Namun kebanyakan penyakit

genetik tidak dapat diobati dengan tindakan operasi.

6. Menterminasi kehamilan

Atau aborsi merupakan solusi yang paling memberatkan bagi orangtua, terlebih

bagi orangtua muda yang belum mempunyai anak sebelumnya. Konselor harus

mampu menjelaskan dengan baik dan mudah dimengerti oleh orangtua mengenai

indikasi dan kontraindikasi medis pelaksanaan aborsi. Konselor juga harus

memahami aspek etis yang menyertainya serta melakukan pendekatan holistik.

Dengan demikian orangtua tersebut dapat berpikir jernih dalam mengambil

keputusan yang terbaik.

7. Membiarkan anak lahir

Orangtua juga dapat ditawarkan untuk meneruskan kehamilan, dengan risiko

bahwa anak yang dilahirkan menderita kelainan genetik dan umurnya hanya

sebentar. Pilihan ini memungkinkan orangtua untuk melihat anaknya sebelum

meninggal walaupun hanya sesaat.

Namun pilihan apapun yang disarankan oleh konselor harus didiskusikan dulu dengan

pasien, dalam artian bahwa pasien diberikan kebebasan untuk berpikr jernih dan memilih

keputusan apa yang harus diambil. Konselor wajib memberikan semua informasi, termasuk

baik buruk mengenai tindakan yang dapat diambil tanpa ada kesan menutup-nutupi.2

Kesimpulan

Prenatal diagnostik sangat disarankan bagi wanita hamil ≥ 35 tahun, dimana faktor

resiko terjadinya kelainan pada janin meningkat seperti Sindrom Down, trisomi 13 dan lain-

lain. Pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan sedini mungkin sehingga jika ditemukan

28

Page 29: Blok 27

kelainan dapat dikoreksi jika kelainan tersebut dapat dikoreksi atau jika perlu dilakukan

terminasi kehamilan.

Mind Map

Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Ed IV. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2009. Hal 736-44

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom

KD. Alih bahasa, Hartono A, Joko YS. Obstetri William. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 2005; Edisi ke-21: 1084-112.

3. Rodeck C, Pandya P. Prenatal diagnosis of fetal abnormalities. In: Chamberlain G,

Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J, editors. Turnbull's obstetrics. 3

rd ed. London: Churchill Livingstone; 2001. p. 169 - 96.

4. Rossiter J, Blakemore K. Fetal genetic disorders. In: Winn H, Hobbins J, editors.

Clinical maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: Parthenon Publishing Group;

2000. p. 783-98.

5. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. In: Creasy R,

Resnik R, Iams J, editors. Maternal fetal medicine. 5 th ed. Philadelphia: WB.

Saunders; 2004. p. 235-73.

29

RM

Anamnesis

PF

Prenatal

Diagnosis

Penyakit genetik

yang mungkin terjadi

Edukasi

Page 30: Blok 27

6. Overton T, Fisk N. Amniocentesis. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B,

editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York: W.B

Saunders; 2000. p. 215-23.

7. Holzgreve W, Miny P. Chorionic villus sampling and placental biopsy. In: James

D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2

nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 207-13

8. Soothill P. Fetal blood sampling before labor. In: James D, Steer P, Weiner C,

Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York:

W.B Saunders; 2000. p. 225-33.

9. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2011.p.

117-37

30