blok 12

29
Abstrak Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia. Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak khas. Dapat juga terjadi kumpulan gejala demam dengue yang klasik antara lain berupa demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, rasa sakit pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit makulopapuler. Kata kunci : Demam Berdarah Dengue Pendahuluan Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan 1

Upload: niavebriyani

Post on 18-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DBD

TRANSCRIPT

AbstrakDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia. Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak khas. Dapat juga terjadi kumpulan gejala demam dengue yang klasik antara lain berupa demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, rasa sakit pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit makulopapuler.Kata kunci : Demam Berdarah DenguePendahuluanSelama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.Skenario

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke IGD karena demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan tinggi dan timbul secara mendadak. Demam naik turun disertai pegal-pegal dan mual. OS mengalami mimisan 1 hari yang lalu.Demam Berdarah DengueDemam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.2AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.31. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis)

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnyaSelain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.3Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap keluhan waktu muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil pemeriksaan sebelumnya dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain.4Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit dan keluhan penyerta pasien. Riwayat penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernha diderita pasien dapat masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan kebiasaan pasien sehari-hari. Riwayat keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang diderita oleh keluarga pasien.4Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk dan riwayat penyakit sekarang dan keluhan penyerta.

Keluhan utama : Seorang perempuan 25 tahun datang dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu.Saat menanyakan keluhan utama harus disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk mengetahui masa inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih lanjut. Riwayat penyakit sekarang : Demam tinggi dan timbul secara mendadak. Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :

Bagaimana ciri-ciri demamnya pak? Apakah demamnya panas sekali, atau hangat? Demamnya terus menerus atau naik turun ? Apakah sudah minum obat? Lalu bagaimana hasilnya setelah minum obat, tetap saja atau turun atau bagaimana? Keluhan penyerta : Panasnya naik turun, disertai adanya pegal-pegal dan mual-mual. Sebelum masuk rumah sakit 1 hari yang lalu pasien mimisan. Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :

Selain keluhan demam tadi apakah ada keluhan lain lagi? Seperti mual, muntah, lemas, batuk pilek, diare atau pendarahan seperti mimisan atau gusi berdarah?Dari skenario juga didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua lengan bawahnya dengan dilakukan uji tournikuet pada pemeriksan fisik.

Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital

Yang meliputi tanda-tanda vital yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi, dan tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :

Suhu : 37,5C (Tinggi)

Respiratory rate : 20 x / menit (Normal)

Nadi : 96 x/ menit (Normal)

Tekanan darah : 110/80 mmHg (Normal)

Adanya suhu tubuh yang tinggi, sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah masih dalam batas normal. 2. Uji tourniquet

Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Di daerah endemis DBD, uji tourniquet dilakukan kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa alasan yang jelas. Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar yang ditetapkan oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah pasien. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang diletakan dilengan atas siku, tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulmya petekie di bagain volar lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapatkan10 atau lebih 10 petekie (WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil positif. Namun dapat berhasil negative atau positif lemah pada keadaan syok. Sesuai dengan skenario didapatkan hasil uji tourniquet postif (+).53. Inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi

Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa didapati adanya hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan pada palpasi didapati konsistensi hepar yang kenyal. Namun pada DBD dapat disertai atau tanpa hepatomegali.Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium DBD ditemukan : Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif ( >45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.1 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.1 Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.1 Protein/albumin : dpaat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat

Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.1IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2. Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

NS 1 : antigen NSI dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.1Diagnosis KerjaDemam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :1 Demam atau riwayat demam akut, antara lain 2-7 hari, biasanya bifasik. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain

Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul), jika terjadi penurunan jumlah trombosit, mengindikasikan penderita DBD memasuki fase kritis dan memerlukan perawatan ketat di RS. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Peningkatan hematokrit mengindikasikan penderita memasuki fase kritis dan memerlukan pengobatan cairan intravena. Jika penderita tidak bisa minum atau makan melalui mulut, cairan diberikan melalui infus di pembuluh darah vena. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Penurunan Ht pada fase kritis menunjukkan tanda-tanda perdarahan dan penderita harus dirawat untuk mendapatkan tambahan cairan atau darah tergantung kebutuhan. Tenda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.Derajat Demam Berdarah DengueMenurut WHO (1986), penyakit DBD in dibagi/diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit. Secara singkat seperti berikut.1. Derajat I

Disebut derajat 1 apabila terdapat tanda-tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain-lain, tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji tourniquet menunjukkan hasil positif (+) terdapat bintik-bintik merah. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda hemokonsentrasi dan trombositopenia.62. Derajat II

Disebut derajat II apabila terdapat tanda-tanda dan gejala seperti yang terdapat pada DBD derajat I disertai adanya perdarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain-lain).63. Derajat III

Disebut derajat III apabila telah terdapat tanda-tanda shock, yaitu dari pengukuran nadi didapatkan hasil cepat dan lemah; tekanan darah menurun; penderita gelisah; dan tampak kebiru-biruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.64. Derajat IV

Disebut derajat IV apabila penderita telah jatuh pada keadaan shock, penderita kehilangan kesadaran dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak teratur. Kondisi seperti ini disebut DSS (Dengue Shock Syndrome). Penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang intensif di ruang ICU.6Diagnosis Banding Demam tifoid

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.7Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, brakikardia relatif (brakikardia relatif adalah peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi, 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganggun mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Rutin7Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walau tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme. Sampai sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan diagnostik. Selain uji widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dari antara lain uji TUBEX, Typhidot dan dipstik.

Uji Widal7Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:

a) Aglutinin O (dari tubuh kuman),b) Aglutinin H (flagela kuman), danc) Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1) Pengobatan dini dengan antibiotik. 2) Gangguan pembentukkan antibodi, dan pemberian kortikosteroid. 3) Waktu pengambilan darah. 4) Daerah endemik atau non endemik. 5) Riwayat vaksinasi. 6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi. 7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepekatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat

Malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia ialah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limfa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik, dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi.8Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopis darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit malaria. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan hipertensi.8Tes serologi

Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. Chikungunya9,10 Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40C,104F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan antikonvulsan).Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.1Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada anthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhnchites.1Vektor DBDMorfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecokelatan. Ukuran tubuh nyamuk ini antara 3-4 cm. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.11Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva.

Terdapat empat tahap dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur).

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.Telur aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan.11Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yakni diperlukannya untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang berkembangbiaknya. Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat baju yang tergantung atau lipatan gorden, di tempat-tempat inilah biasanya nyamuk Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi.11

Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berbiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DBD ini diketahui banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas, dsb.Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Dengue menyebar di Indonesia sejak 1968 (2 provinsi dan 2 kota) dan pada tahun 2009 telah menyerang 32 provinsi. Jumlah kasus meningkat dari 58 pada tahun 1968 (0,05 per 100.000 penduduk) menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 (68,22 per 100.000 penduduk). Puncak epidemi DBD berulang setiap 9-10 tahun. 1,12Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Kasus dengue meningkat pada musim penghujan dan menurun pada musim kemarau. 1,12Angka kesakitan terus menurun sejak 1968 (41,4%) menjadi 0,89% pada tahun 2009, tetapi jumlah kematian meningkat dari 24 pada tahun 1968 menjadi 1.420 pada tahun 2009. DBD menyerang seluruh kelompok umur, terutama kelompok usia produktif, tidak tergantung jenis kelamin.12Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.1PatogenesisNyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue,akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.2Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, anti-body dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan anti-body dependent enhancement (ADE).Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan.2Anak dibawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3. Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus - kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolik.2Gejala Klinis

Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak khas. Dapat juga terjadi kumpulan gejala demam dengue yang klasik antara lain berupa demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, nyeri di belakang bola mata (retro-orbital), rasa sakit pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit makulopapuler. Beratnya nyeri otot dan tulang yang dialami penderita menyebabkan demam dengue dikenal sebagai demam patah tulang (breakbone fever). Sebagian kecil penderita yang sebelumnya telah pernah terinfeksi salah satu serotipe virus dengue, jika mengalami infeksi yang kedua oleh serotipe lainnya dapat mengalami perdarahan dan kerusakan endotel atau vaskulopati. Sindrom ini sering disebut Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dengue vaskulopati. Pembesaran vaskuler ini dapat menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan efusi cairan yang dapat menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu terjadinya sindrom syok dengue, penyebab kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan itu sendiri.12Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1PenatalaksanaanTidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria : Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1, Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok2. Protokol 2, Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat3. Protokol 3, Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%4. Protokol 4, Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa5. Protokol 5, Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) dbd dewasa tanpa syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila : Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000 pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)} Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam. Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.9Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasaPerdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 6 jam.Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.9Protokol 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasaBila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.9Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjdi).9Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah (internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.9KomplikasiPenyakit dengue dapat berkembang menjadi berat jika terjadi komplikasi-komplikasi berupa ensefalopati, kerusakan hati, kerusakan otak, kejang-kejang dan syok. Untuk menentukan diagnosis dengue dengan cepat, terutama jika berada di daerah rural, digunakan Rapid Diagnostic test kits yang dapat menentukan juga apakah penderita mengalami infeksi dengue primer atau sekunder.12Komplikasi yang terjadi pada penderita dengue terutama terjadi pada waktu dilakukan tindakan pengobatan terhadap Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome.121. Komplikasi SSP. Komplikasi pada SSP dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis. Kejang-kejang kadang-kadang terlihat pada waktu fase demam pada bayi. Keadaan ini mungkin akibat tingginya demam, karena pada pemeriksaan cairan serebrospinal tidak terjadi kelainan.

2. Ensefalopati. Komplikasi neurologik ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan pada waktu dilakukan pengobatan terhadap demam berdarah dengue atau dengue shock syndrome, penderita mengalami hiponatremia. Selain itu ensefalopati juga dapat disebabkan oleh terjadinya koagulasi intravaskuler. Kematian akibat komplikasi neurologik ini dilaporkan dari India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Puerto Rico.3. Infeksi. Pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencemaran bakteri Gram-negatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan, misalnya pada waktu transfusi atau pemberian infus cairan.

4. Overhidrasi. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gagal pernapasan (respiratory failure) atau gagal jantung (heart failure).

5. Gagal hati. Komplikasi yang terjadi pada DBD/DSS dilaporkan dari Indonesia dan Thailand pada waktu terjadi epidemi oleh DEN-1, DEN-2 dan DEN-3. Biasanya gagal hati dijumpai bersama terjadinya ensefalopati.

6. Gagal ginjal. Gagal ginjal akut dan sindrom uremia hemolitik dapat terjadi pada penderita yang sebelumnya telah menderita defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) dan hemoglobinopati.Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk dewasa dan pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk. Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau membunuhan nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida ( malation, losban).13Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu:131. Fisik. Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara: Menguras, menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali. Menutup, menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain. Mengubur, mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung air hujan.

Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu. 2. Biologis. Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentik-jentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy)3. Kimiawi. Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Prognosis Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit