bisu buta dan tuli
DESCRIPTION
Bisu Buta Dan TuliTRANSCRIPT
Teringat keindahan suatu kisah saat Dosen menuturkannya di dpan kls. Indah dan
agungnya ketaatan laki2 dan wanita ini. seorang laki2 yang sgt bertanggung jawab
dari apa yang tlah diperbuatnya. Dengan mengingat buah apel yg dimakannya itu
(bukan miliknya) maka dg tekat dia menerima apapun yang diminta oleh sang
pemilik agar buah yang dimakan mjd halal baginya. adakah lelaki skarang yg
sperti itu?? dia yang bertanggung jawab dr apa2 yang dikerjakannya dan dr apa2
yang di larang oleh agamanya?? Bgitu pula dg dirimu ukhti, adakah diantara
kalian yg sll mengharap keridhoan Illahi? sehingga engkau bisa menjadikan
bisu,tuli,buta dan lumpuh yang engkau persembahkan untuk Allah Tuhanmu.
""Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di
pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh ke luar pagar
sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di
tanah terbitlah air liur Tsabit, terlebih-lebih di hari yang sangat panas dan di
tengah rasa lapar dan haus yang mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut
dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru
setengahnya di makan dia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia
belum mendapat ijin pemiliknya.
Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak
menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang telah terlanjur
dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja
ia berkata, “Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda
menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku
hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya”.
Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku
akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.”
Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka
engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”.
Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya
kepada orangtua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya,
meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku
karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan
kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia
lebih layak menjadi umpan api neraka.”
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung
mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung
memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “Wahai tuan yang pemurah, saya
sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan.
Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” Lelaki tua
yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata" aku
ingin kamu bekerja be2rapa hari dikebunku dengan bayaran gratis" dengan tidak
beratan Tsabit mau menerima hukuman itu. Stelah Tsabit bekerja be2rapa hari
maka dia menghadap pemilik kebun untuk melaporkan dari apa yang telah dia
lakukan. namun sang pemilik kebun msh blm mengijinkannya untuk pergi krn
hukuman yang akan diberikan blm slesai. akhitnya si pemilik kebun berkata lagi.
“ aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa
khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera
ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus
mengawini putriku !”
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia
berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke
luar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” Tetapi pemilik kebun itu
tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum
pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu.
Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang
lumpuh !”
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam
hatinya, apakah perempuan semacam itu patut dia persunting sebagai isteri gara-
gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian
pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan
apa yang telah kau makan !”
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima
pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi
dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-
kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu
meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di
sisi Allah Ta’ala”. Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu
menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah
perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit
hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam
walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran
dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam,
“Assalamu’alaikum⦣8364;?.”
Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi menjadi
istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak
menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya.
Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu
menyambut uluran tangannya.
Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli
dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian
berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu.
Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia
menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra
pula”, kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya
menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang
sebenarnya ?
Setelah itu tsabit bertanya pada pemilik kebun itu, “ engkau mengatakan kepadaku
bahwa putrimu buta, tuli, bisu dan lumpuh? padahal tidak demikian kenyataanya.
Bliau menjawab "ia, dia memang buta, tuli, bisu dan lumpuh karena dia tidak
pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah, karena dia tidak pernah mau
mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah, karena dia
mengunakan lidahnya untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja dan dia lumpuh
karena kakinya tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan
kegusaran Allah Ta’ala”.
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang
akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami dengan baik.
Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, “Ketika kulihat wajahnya?
Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.
Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan
berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya
memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man
bin Tsabit.""