berita membangun dari pinggiran melalui ......data dana desa tahun 2017, rekomendasi proporsi...
TRANSCRIPT
EDISI
03 BULETIN APRIL2017
CERITA UTAMA halaman 2
CERITA DARI LAPANGAN
SEKILAS KOMPAK halaman 6
PUBLIKASI BARU halaman 10
UMD KOMPAK MENGANTAR DESA MENUJU KEMANDIRIAN halaman 4
B E R I TAKO M PA K
MEMBANGUN DARI PINGGIRAN MELALUI FORMULA DANA DESA YANG BERPIHAK PADA MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN HALAMAN 2
MEMBUKA PINTU HARAPAN halaman 6
DATA TERPADU UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN halaman 7
MENDEKATKAN PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT halaman 8
MEMFASILITASI KONSULTASI DAN PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN MELALUI APLIKASI RUANG DESA halaman 9
2 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
CERITA UTAMA
Kebijakan perpajakan dan kebijakan dana
transfer ke daerah (termasuk Dana Desa)
dipandang sebagai dua kebijakan yang dapat
mengurangi ketimpangan. Dana transfer ke
daerah terus mengalami kenaikan bahkan
pada tahun 2016 nilai dana transfer daerah
lebih besar dari anggaran kementerian/
lembaga. Pada tahun 2017, jumlah dana
transfer ke daerah termasuk Dana Desa adalah
sebesar Rp 764,9 triliun, yang dialokasikan
untuk 34 Provinsi dan 508 kabupaten/kota.
Dari jumlah tersebut, Dana Desa mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, dari Rp 20
triliun di tahun 2015 menjadi Rp 60 triliun di
tahun 2017. Namun, besarnya dana transfer ke
daerah ternyata belum diikuti oleh penurunan
kesenjangan dan kemiskinan antar wilayah.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
distribusi Dana Desa terhadap ketimpangan
fiskal antardaerah dan antardesa serta
kaitannya terhadap ketersediaan dana untuk
penanggulangan kemiskinan, KOMPAK
bekerjasama dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
melakukan analisis kebijakan Dana Desa dan
Penanggulangan Kemiskinan.
Analisis kebijakan Dana Desa dan
Penanggulangan Kemiskinan tersebut
menggunakan perspektif keuangan publik
dengan mempertimbangkan efisiensi
dan keadilan bahwa distribusi Dana Desa
yang baik dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa
(terutama masyarakat miskin dan rentan)
tanpa memperburuk kondisi lainnya. Dengan
menggunakan perspektif keadilan yang
merata, distribusi Dana Desa semestinya
dilakukan dengan mempertimbangkan luas
dan jumlah penduduk serta kebutuhan masing-
masing desa sesuai amanat UU Desa.
Temuan utama dari analisis tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan distribusi
Dana Desa yang diterapkan saat ini (kebijakan
pengalokasian Dana Desa 90% sebagai Alokasi
Dasar dan 10% sebagai alokasi formula) justru
telah mempertajam ketimpangan karena
mengabaikan keberagaman kebutuhan
dalam peningkatan pelayanan dasar dan
penanggulangan kemiskinan di desa.
Pertimbangan keberagaman antar daerah
dan antar desa dalam formula alokasi hanya
berbobot 10%. Padahal, satu kabupaten dapat
memiliki variasi jumlah desa puluhan maupun
ratusan.
Dengan proporsi Alokasi Dasar Dana
Desa sebesar 90%, penentuan jumlah
dana didasarkan pada jumlah desa tanpa
mempertimbangkan jumlah penduduk
(termasuk variasi jumlah penduduk miskin)
yang dilayani. Proporsi tersebut mengakibatkan
ketimpangan Dana Desa per kapita yang tajam
antara desa dengan jumlah penduduk miskin
terbesar dan desa dengan jumlah penduduk
miskin/sangat miskin terkecil.
Berdasarkan simulasi cepat menggunakan
data Dana Desa tahun 2017, rekomendasi
proporsi alokasi dasar diusulkan menjadi
65%. Sedangkan Formula Alokasi Dana
Desa sebaiknya mempertimbangkan variabel
yang terkait dengan upaya keadilan dan
pengentasan kemiskinan, yaitu jumlah
penduduk miskin, luas wilayah, indeks
pembangunan manusia dan kesulitan geografis,
dengan memberikan bobot yang tepat.
Selain hasil analisis kebijakan “Dana Desa dan
Penanggulangan Kemiskinan”, KOMPAK juga
menerbitkan catatan kebijakan “Perhitungan
Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk
Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana
Desa” yang menunjukkan bahwa daerah yang
tidak dapat memenuhi Alokasi Dana Desa
mungkin memiliki hambatan kapasitas fiskal
yang serius.
Pada saat evaluasi dilakukan pada bulan Juni
2015 ditemukan bahwa 84% Dana Desa
digunakan untuk pembangunan sarana
dan prasarana fisik pedesaan, sedangkan
untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
hanya sebesar 6,5%. Sisanya untuk kegiatan
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.
Terdapat kasus di mana pilihan prasarana fisik
yang dibangun menggunakan Dana Desa
berdampak minim terhadap pengembangan
ekonomi desa dan penanggulangan
kemiskinan, seperti pembuatan gapura, kantor,
atau pagar desa.
Penyebab kemiskinan mencakup tidak hanya
faktor ekonomi namun juga keterbatasan akses
pelayanan dasar. Di sini menjadi penting bahwa
Dana Desa juga digunakan untuk kegiatan
peningkatan ketersediaan pelayanan dasar dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat, selain
pembangunan sarana dan prasarana fisik.
MEMBANGUN DARI PINGGIRANMELALUI FORMULA DANA DESA YANG BERPIHAK PADA
MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN
Pembangunan Prasarana Fisik Seperti Jalan yang Menggunakan Dana Desa
3 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
CERITA UTAMA
Dialog Kebijakan Dengan Rekomendasi Berbasis Bukti
KOMPAK, bekerja sama dengan akademisi
dan mitra pembangunan, memfasilitasi dialog
kebijakan peninjauan kembali distribusi
Dana Desa menggunakan rekomendasi
berbasis bukti (evidence based). Kegiatan
ini diselenggarakan bersama Bappenas,
Kementerian Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan, Kementerian
Keuangan, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan
Kementerian Dalam Negeri.
Menanggapi paparan KOMPAK, Ketua
Komisi I Dewan Perwakilan Daerah, Ahmad
Muqowam mengatakan, “Saya setuju bahwa
formula distribusi Dana Desa harus diubah.
Kita harus melihat kembali UU Desa, bahwa
distribusi Dana Desa berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk dan kemiskinan dan
kesulitan geografis. Oleh karena itu, kita harus
menyusun formula baru yang berimbang.”
“Pada tahun 2015, kami menerima kajian dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai
potensi korupsi dan masukan bahwa formula
distribusi Dana Desa harus diubah karena tidak
mencerminkan keadilan.” kata Ahmad Erani
Yustika, Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi. “Selain itu kita juga perlu
menjaga tujuan utama UU Desa dalam
pemberdayaan desa. Banyak program yang
ditetapkan di musyawarah desa tidak disetujui
oleh camat karena tidak sejalan dengan
program kecamatan dan kabupaten. Harus ada
pembagian peran yang jelas tanpa mengambil
kewenangan desa.”
Menutup dialog tersebut, Deputi Menteri
Bappenas Bidang Kependudukan dan
Ketenagakerjaan, Rahma Iryanti mengatakan,
“Penggunaan Dana Desa yang ideal
adalah untuk kesejahteraan masyarakat
dan mengurangi ketimpangan. Dana Desa
sebaiknya digunakan untuk mendukung
pelayanan terhadap masyarakat sehingga
ketimpangan bisa berkurang. Kami sepakat
untuk membuat perubahan distribusi Dana
Desa yang komposisinya berkeadilan dan
memberikan perubahan positif.”
Selain menyelenggarakan dialog kebijakan,
KOMPAK juga memberikan bantuan
teknis untuk menyusun perangkat regulasi
distribusi Dana Desa dari kabupaten ke desa,
pengelolaan Dana Desa, dan regulasi Alokasi
Dana Desa. Terkait hal tersebut, KOMPAK telah
menyelenggarakan coaching clinic pengelolaan
keuangan desa yang mencakup peraturan serta
kebijakan umum pengelolaan keuangan desa
serta prioritas penggunaan, pengadaan barang
dan jasa, termasuk ketentuan perpajakan.
Coaching Clinic tersebut dilakukan di beberapa
kabupaten di Provinsi NTB dan Provinsi Jawa
Timur. Sebagai hasilnya, saat ini Kabupaten
Lumajang, Lombok Utara dan Lombok Timur
telah menetapkan peraturan bupati mengenai
pengelolaan keuangan desa yang akan
digunakan sebagai acuan implementasi.
13
2 13 dari 15daerah dalam hasil simulasi yang dilakukan bahkan tidak memiliki jumlah dana yang memadai untuk dialokasikan ke semua belanja wajib utama selain Alokasi Dana Desa
Namun demikian dari hasil simulasi ditemukan tiga daerah yang memiliki nilai positif dan seharusnya dapat memenuhi kewajiban Alokasi Dana Desa sebagaimana diamanatkan UU.
Simulasi ini setidaknya memperlihatkan bahwa ada daerah yang berdasarkan kapasitas �skalnya seharusnya mampu untuk mengalokasikan setidaknya 10 persen Alokasi Dana Desa. Hal ini menunjukkan perlunya upaya penegakan ketentuan UU Desa dan PMK 257/2015.
4 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
CERITA DARI LAPANGAN
Pagi itu, sejumlah perangkat desa tengah
bersiap untuk melaksanakan rapat koordinasi
di Balai Desa Glingseran, Kecamatan Wringin,
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Rapat
akan membahas pengembangan pariwisata
di desa yang belakangan mulai populer di
kabupaten tersebut. Desa ini menunjukkan
perubahan yang signifikan dalam hal
kesadaran dan kemampuan mereka untuk
mengelola potensi wisata desa setelah
mendapatkan pendampingan kegiatan
Universitas Membangun Desa (UMD).
UMD merupakan kerja sama KOMPAK
bersama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata
(KKN) Tematik Universitas Jember (UNEJ).
Adapun tujuan kegiatan UMD adalah untuk
membangun Sistem Informasi Desa (SID), serta
memanfaatkannya untuk mewujudkan desa
mandiri dalam data dan informasi, pengenalan
potensi desa, serta pemasaran produk
unggulan desa.
Salah satu kegiatan UMD di Desa Glingseran
adalah pengembangan serta pengelolaan
potensi pariwisata melalui pengenalan tata
kelola objek wisata yang baik oleh warga. Hal
ini disambut baik oleh masyarakat, sehingga
mulai terbentuklah Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) yang bertugas untuk mengelola
wisata alam secara langsung.
Salah satu potensi wisata yang mulai dikelola
oleh Pokdarwis adalah objek wisata Air Terjun
Sulaiman. Air terjun yang indah ini sudah ada
sejak lama, namun selama ini tak ada yang
pernah berpikir bahwa air terjun tersebut
mampu menjadi sebuah daya tarik untuk
menarik wisatawan. Pengelolaan pesona air
terjun ini juga mampu menarik perhatian Dinas
Pariwisata Bondowoso yang belakangan turut
membantu Pokdarwis mempromosikan Air
Terjun Sulaiman sebagai objek wisata baru di
Bondowoso.
Tidak berhenti sampai di situ. Pokdarwis
bersama warga terus mengeksplorasi potensi
sumber daya alam lainnya di Desa Glingseran
untuk dikembangkan menjadi objek wisata.
Yang terbaru adalah wana wisata flying fox
yang baru saja dibuka oleh pihak desa.
Koordinator Desa mahasiswa UMD, Dwi
Oktavia menyatakan, “Kami melihat kondisi
alam di Desa Glingseran ini indah sekali.
Pada saat pemetaan potensi desa, kami
memasukkan pariwisata sebagai potensinya.
Setelah dikomunikasikan dengan masyarakat,
ternyata mereka tertarik dan kemudian
bergotong royong untuk memaksimalkan
potensi yang ada.”
Selain itu, ada pula Wisata Taman Rengganis
yang konon merupakan lokasi pemandian
Dewi Rengganis yang melegenda. Letaknya
yang di tengah sungai dengan pemandangan
hamparan sawah hijau menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Banyaknya situs
megalitikum yang menggambarkan peradaban
kuno di Bondowoso juga menjadi daya
tarik wisata sejarah yang ditawarkan Desa
Glingseran.
“Banyak perubahan positif yang terjadi di
Desa Glingseran setelah adanya pelaksanaan
UMD. Sebelum pendampingan kami belum
menyadari bahwa ada banyak potensi alam
yang menjanjikan sebagai sumber pendapatan
tambahan bagi kami,” kata Sulaedi, Kepala
Desa Glingseran.
“Setelah kami kerja bakti membersihkan
daerah sekitar air terjun bersama masyarakat
dan mahasiswa KKN, baru terlihat kalau
ternyata air terjunnya indah. Bahkan
wisatawan dari luar Bondowoso mulai
berdatangan,” tambahnya dengan wajah
sumringah.
Dampak lain yang muncul pasca
pengembangan wisata di desa adalah
berkurangnya pengangguran. Hal ini diakui
oleh Sulaedi yang menceritakan bagaimana
sebelumnya banyak warga desa yang
menganggur atau terpaksa merantau untuk
mencari pekerjaan.
UNIVERSITAS MEMBANGUN DESA (UMD) KOMPAK MENGANTAR DESA MENUJU KEMANDIRIAN
Keindahan Pesona Wisata Air Terjun Sulaiman Sebagai Objek Wisata Baru di Bondowoso
5 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
CERITA DARI LAPANGAN
“Kami sangat merasakan manfaat dari
masuknya kegiatan KOMPAK ke desa kami.
Sekarang kami memiliki penghasilan tambahan
dengan mengoptimalkan potensi desa untuk
membuat berbagai produk unggulan desa
berbasis komoditi lokal, seperti produksi
makanan kecil, virgin coconut oil, dan
kerajinan tangan,” jelasnya.
Sulaedi berharap, Desa Glingseran bisa
menjadi barometer percontohan untuk desa
lain agar mampu keluar dari ketertinggalan.
Untuk itu Sulaedi dan warganya berkomitmen
untuk terus mengembangkan potensi
pariwisata desa. Salah satunya adalah dengan
memberitakan perkembangan desa melalui
situs web resmi www.glingseran-bondowoso.
desa.id. Selain itu, pihaknya juga rutin
menggalang aspirasi warga untuk kemajuan
sektor pariwisata di desa.
Selain UNEJ, KOMPAK juga menjalin kerja sama
serupa dengan beberapa universitas lain seperti
Universitas Ar-Raniry, Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Universitas Alauddin, Provinsi
Sulawesi Selatan, dan Universitas Parahyangan,
Provinsi Jawa Barat.
Pelayanan Terpadu Kilat Desa Cermee
Tak hanya Desa Glingseran yang menunjukkan
perubahan signifikan setelah mendapatkan
pendampingan kegiatan UMD. Desa Cermee
yang berada di perbatasan Kabupaten
Bondowoso dan Situbondo juga mampu
membuktikan bahwa mereka dapat bersaing,
meski letaknya cukup jauh dari pusat kota.
Desa dampingan UMD KOMPAK ini unggul
dalam unit pelayanan terpadunya. Kepala Desa
Cermee, Sutrisno, mengatakan bahwa saat ini
pelayanan publik di tingkat desa kian efisien
setelah diterapkannya Sistem Administrasi
Informasi Desa (SAID), yang mampu
mengakomodasi kebutuhan administrasi warga
yang biasa diurus di tingkat desa.
“Sebelum pendampingan, untuk mengurus
administrasi memakan waktu lebih lama,
karena harus diketik satu persatu. Sekarang
warga cukup membawa KTP, menyampaikan
permohonannya, kemudian kami tinggal
mencetak dan selesai. Proses keseluruhan
hanya memakan waktu 5 menit,” kata
Sutrisno.
Pendampingan yang dilakukan Mahasiswa
UMD meliputi tata cara melakukan survei
untuk mengumpulkan berbagai data dari
warga, melatih aparat desa untuk melakukan
validasi data, kemudian memasukkannya
ke dalam SAID. Hal ini dilakukan guna
memastikan berbagai informasi yang
masuk dalam SAID sudah valid dan dapat
dipertanggungjawabkan.
“Selama 45 hari kami mendampingi perangkat
desa. Sudah ada 200 Kepala Keluarga (KK)
yang terdata dari sekitar 2400 KK. Pendataan
tersebut cukup detil, mulai dari sektor
pendidikan, kesehatan hingga ekonomi
seperti jumlah penghasilan per bulan, anak,
dan pendidikan,” terang Zein Arrahman,
Koordinator Desa UMD Desa Cermee.
Walaupun kegiatan UMD telah berakhir, tim
validasi data akan terus melakukan survei
untuk mengakomodasi seluruh warga Desa
Cermee. Manfaat lain dari penerapan SAID
adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat,
karena pihak desa membuka akses informasi
secara luas. Melalui situs resmi desa www.
cermee.desa.id, warga dapat mengajukan
berbagai kritik, saran dan masukan serta
meminta informasi kepada operator situs desa.
“Kami juga mempublikasikan sumber dan
penggunaan anggaran desa secara transparan
dalam bentuk infografis dan dipublikasikan
dalam berbagai bentuk seperti baliho dan
poster,” ungkapnya.
Kantor Pelayanan Publik Desa Cermee yang Telah Menerapkan Sistem Administrasi Informasi Desa (SAID)
6 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
SEKILAS KOMPAK
MEMBUKA PINTU HARAPANLokakarya Penguatan BUMDes Kabupaten Bantaeng
“Kami memiliki usaha simpan pinjam untuk membantu kebutuhan modal masyarakat desa. Namun usaha kami sulit untuk berkembang lantaran kurangnya manajemen yang baik dan komitmen dari pengurus,” ujar Awaluddin, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maccini Baji, Desa Bonto Jai, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
KOMPAK melihat situasi Awaluddin lazim
ditemui di 18.000 BUMDes yang tercatat di
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa).
Konsep BUMDes seringkali belum dipahami
oleh sebagian besar masyarakat desa
sehingga potensi yang dimiliki belum mampu
berkembang maksimal untuk memberi
manfaat ada pembangunan desa.
Sejatinya, BUMDes adalah usaha desa yang
didirikan melalui peraturan desa, yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
desa dan pengelolanya terpisah dari organisasi
pemerintah desa. BUMDes sendiri didirikan
untuk menampung seluruh kegiatan di
bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. Dalam bidang ekonomi,
BUMDes diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian desa, membuka lapangan kerja
serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
desa.
KOMPAK menanggapi situasi ini dengan
menyelenggarakan pertukaran praktik baik
BUMDes di Kabupaten Bantaeng yang
berlangsung awal bulan Maret 2017. Tujuan
lokakarya dua hari ini adalah untuk memberikan
orientasi dan informasi pilihan pengembangan
ekonomi perdesaan, termasuk BUMDes, agar
BUMDes menjadi salah satu aktor penggerak
ekonomi desa. Kegiatan ini diikuti oleh
30 BUMDes berkategori sehat dan cukup
sehat. Materi lokakarya mencakup tujuan
pembentukan BUMDes, proses pendirian,
penentuan jenis usaha, manajemen keuangan,
manajemen usaha, manajemen kelembagaan,
kemitraan, dan peran pemerintah desa dan
pendamping BUMDes. Untuk lokakarya
ini KOMPAK mendatangkan narasumber-
narasumber yang merupakan pengurus
BUMDes, kepala desa serta pendamping dan
konsultan BUMDes, dan mengajak peserta
untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman.
KOMPAK juga mempromosikan peran
perempuan dan penyandang disabilitas dalam
pengembangan BUMDes.
Riska, Direktur BUMDes Sipakate’ne,
mengatakan bahwa dirinya terkesan dengan
unit produksi yang dimiliki oleh BUMDes
Layar Terkembang di Pa’jukukang. Dia
mengaku ingin menjadikan pola pemilihan dan
pengelolaan unit usaha mereka sebagai contoh
untuk BUMDes Sipakate’ne. “Saat ini kami
sedang merintis unit produksi keripik ubi jalar
dan pisang, serta toko alat tulis kantor dengan
dukungan dana desa,” terangnya.
Menurut perempuan yang juga menjadi tenaga
penyuluh pertanian ini, kunci keberhasilan
BUMDes adalah komitmen pengurus,
kemauan untuk belajar, serta dukungan dari
pemerintah dan masyarakat desa. BUMDes
Sipakate’ne sendiri pernah mengalami mati suri
lantaran jajaran pengurusnya belum memiliki
pengalaman dan kemampuan mengelola unit
usaha.
Kemampuan mengelola BUMDes harus
didukung dengan jejaring, kemitraan dan
komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengurus yang dapat
beradaptasi dengan potensi dan tantangan
sektor ekonomi yang terus berkembang.
Jejaring dengan pihak-pihak terkait adalah
sistem pendukung keberlangsungan BUMDes
di masa depan. “Kami mendorong peserta
untuk membentuk grup WhatsApp dan
memanfaatkan Forum Komunikasi BUMDes
Bantaeng sebagai media untuk saling berbagi
informasi, konsultasi dan pendampingan antar
pelaku BUMDes,” jelas Ton Martono, salah
seorang fasilitator yang juga pengurus BUMDes
Karangrejek, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Melalui survei penilaian di akhir lokakarya,
terlihat bahwa pengetahuan peserta tentang
pengelolaan BUMDes meningkat disamping
memberi inspirasi untuk mengembangkan
BUMDes di desa masing-masing. Lokakarya
ini merupakan sebuah langkah awal untuk
mewujudkan BUMDes yang kuat serta dapat
mendorong kegiatan perekonomian desa.
Upaya KOMPAK ini mendapat tanggapan
positif dari fasilitator desa dan pemerintah
daerah.
Suasana Lokakarya Penguatan BUMDes di Kabupaten Bantaeng
7 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
SEKILAS KOMPAK
DATA TERPADU UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINANLokakarya Sinergitas Lintas Pihak Program GERTAK Kabupaten Trenggalek
Pada 2016, Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat 28 juta atau 10,96 persen dari
penduduk Indonesia yang masuk dalam
kategori miskin. Dari jumlah tersebut 4,7
juta orang di antaranya tinggal di Provinsi
Jawa Timur. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan
penurunan angka kemiskinan menjadi
7-8 persen pada tahun 2019. Pemerintah
Indonesia melalui Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten. TKPK memiliki
tugas untuk melakukan koordinasi dan
mengendalikan pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan di daerah.
Asisten Ketua Kelompok Kerja Kebijakan,
TNP2K, Ardi Adji, mengatakan bahwa
kemiskinan berdampak pada terjadinya
ketimpangan sosial. “Ketimpangan ini
terjadi sejak awal kehidupan mereka dalam
hal mendapatkan akses pelayanan dasar
seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan
sanitasi,” Ardi menerangkan. Ketimpangan
ini selanjutanya berdampak pada kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan, akses pada
sumber ekonomi serta kemampuan untuk
memperoleh perlindungan melalui sistem
jaminan sosial.
Pemerintah Kabupaten Trenggalek pada tahun
2016 lalu telah meluncurkan Gerakan Tengok
ke Bawah Kemiskinan (GERTAK) sebagai
salah satu upaya pengentasan kemiskinan.
GERTAK mengajak masyarakat yang mengaku
miskin untuk melihat ke bawah, apakah
dirinya memang miskin ataukah masih banyak
sanak saudaranya yang lebih miskin. Program
GERTAK diharapkan mampu mengentaskan
kemiskinan melalui penyediaan bantuan yang
tepat sasaran.
“Penanggulangan kemiskinan menjadi salah
satu program prioritas pemerintah daerah
Kabupaten Trenggalek karena berdampak pada
akses ke pelayanan dasar masyarakat,” jelas
Sugeng Widodo, Asisten 1 Sekretariat Daerah
(Setda) Trenggalek.
GERTAK mendasarkan diri pada pendataan
masyarakat miskin di tingkat desa dan
mengkategorikan definisi masyarakat miskin
secara mandiri. Penentuan masyarakat
miskin melalui musyawarah desa (Musdes)
membantu pemerintah untuk menetapkan
kelompok sasaran yang memang tepat untuk
mendapatkan bantuan dan pendampingan
pemberdayaan.
KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan
Pelayanan Untuk Kesejahteraan) adalah sebuah
program kemitraan Pemerintah Australia dan
Indonesia. Guna mendukung pelaksanaan
GERTAK, KOMPAK bekerja sama dengan
Bappenas dan pemerintah daerah, dalam hal
ini Pemerintah Kabupaten Trenggalek, untuk
menyelenggarakan Lokakarya Sinergitas Lintas
Pihak Program GERTAK pada bulan Maret 2017.
Kegiatan ini bertujuan untuk mensinergikan
konsep GERTAK dalam strategi penanggulangan
kemiskinan, menyusunan Golden Standard dan
menguatkan sistem dan prosedur Pendataan
Kemiskinan Kabupaten dengan pemanfaatan
Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT).
Lokakarya ini diikuti oleh TNP2K, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
BPS, Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM),
Badan Keuangan Daerah, Badan Pelayanan
Jaminan Sosial (BPJS), Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), kecamatan dan kelurahan/desa.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek,
Ratna Sulistyowati, menyambut baik kegiatan
ini sebagai langkah awal untuk menyusun
data terpadu berbasis hasil Musdes. “Data
terpadu akan memudahkan pemerintah dalam
memberikan pelayanan dan pendampingan
kepada masyarakat,” tuturnya. Menurutnya,
keterpaduan data antara pemerintah pusat dan
daerah akan mendukung pelaksanaan program
pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan.
“Kami saat ini sedang memadukan 308.006
data BPJS dan PBDT (Pemutahiran Berbasis
Data Terpadu) untuk Kartu Indonesia Sehat
(KIS),” tambahnya.
Keterpaduan data masyarakat miskin akan
memudahkan unit-unit pelayanan lini depan
pemerintah. Joko Santoso, perwakilan
kelompok masyarakat sipil Jimat, Kecamatan
Durenan, berharap data yang valid berbasis
musyawarah dapat membantu aparat desa
untuk menentukan kelompok masyarakat
yang berhak mendapat bantuan pemerintah.
“Semoga tidak ada lagi raskin (beras miskin)
atau bantuan yang dibagi rata hanya karena
aparat desa tidak memiliki data akurat untuk
jumlah masyarakat miskin di wilayahnya,”
harap Joko Santoso.
Melalui survei penilaian di akhir lokakarya,
peserta mengakui bahwa mereka memiliki
pengetahuan lebih baik tentang program
GERTAK dan puas dengan lokakarya ini.
Pemerintah Kabupaten Trenggalek akan
menindaklanjuti masukan peserta dengan
berencana menyelenggarakan lokakarya
lanjutan guna menyusun golden standard
kemiskinan, literasi dan validasi data dari
dinas terkait untuk diintegrasikan dalam PBDT.
“GERTAK membutuhkan sinergitas antar
dinas dan satuan kerja di bawah pemerintah
daerah selain keterpaduan data,” jelas Sugeng
Widodo. Pihaknya akan berkoordinasi dengan
Wakil Bupati Trenggalek selaku Ketua Tim
Penanggulangan Kemiskinan dan Kerentanan
(TPKK).
Sesi Tanya Jawab pada Lokakarya Sinergitas Lintas Pihak Program GERTAK
8 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
SEKILAS KOMPAK
MENDEKATKAN PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT
DENGAN PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT
Undang-Undang No. 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa
pelayanan dasar merupakan urusan wajib
pemerintah daerah. Di Indonesia, pengelola
pelayanan dasar menempatkan titik layanan
lini depan mereka di wilayah kecamatan
seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
dan tenaga operator untuk membantu proses
pelayanan administrasi kependudukan. Sebagai
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang paling
dekat dengan masyarakat, kecamatan dapat
berperan penting untuk memastikan warga
dapat mengakses pelayanan dasar, sekaligus
mendorong pelayanan berkualitas yang
terjangkau untuk semua masyarakat, terutama
masyarakat miskin dan rentan.
Salah satu upaya untuk mendorong penguatan
kecamatan sebagai lini depan dalam koordinasi
penyelenggaraan pelayanan dasar, KOMPAK
telah melakukan lokakarya Pemetaan
Peran Kecamatan dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, bekerja sama dengan
pemerintah provinsi dan kabupaten mitra
KOMPAK (Pacitan, Trenggalek, Lumajang dan
Bondowoso) di Jawa Timur. Tujuan kegiatan
lokakarya ini adalah terciptanya peran
kecamatan yang optimal dalam membangun
akses dan meningkatkan mutu pelayanan
sehingga pelayanan menjadi cepat, mudah,
terjangkau, professional. Hal ini diharapkan
akan mendorong terwujudnya kecamatan
sebagai pusat pelayanan terpadu.
Menindaklanjuti kegiatan tersebut, KOMPAK
bekerja sama dengan pemerintah kabupaten
mitra KOMPAK di Provinsi Jawa Timur
mengadakan Lokakarya Peninjauan Peraturan
Bupati Terkait Pelayanan Publik dan Pelimpahan
Sebagian Kewenangan ke Kecamatan yang
berlangsung pada bulan Februari dan Maret
2017. Di setiap lokakarya, peserta diminta
mengisi lembar survei penilaian. Hasil survei
memperlihatkan adanya peningkatan
pengetahuan peserta terhadap pelayanan
publik dan pelimpahan kewenangan kepada
kecamatan. Peserta juga mengatakan bahwa
lokakarya ini memberi kesempatan kepada
mereka untuk berdialog dengan pihak-pihak
terkait.
Kabupaten mitra KOMPAK di Provinsi Jawa
Timur telah memiliki kebijakan tentang
pelimpahan kewenangan bupati kepada
camat, yaitu:
• Peraturan Bupati Pacitan Nomor 17
Tahun 2013 tentang Pelimpahan
sebagian kewenangan Bupati kepada
Camat
• Peraturan Bupati Trenggalek Nomor
82 Tahun 2013 tentang Pelimpahan
Sebagian kewenangan Bupati kepada
Camat
• Keputusan Bupati Lumajang Nomor
188.45/325/427.12/2015 tentang
Pelimpahan sebagian kewenangan
Bupati kepada Camat
• Peraturan Bupati No. 59 tahun 2016
Tentang Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan di Kabupaten Bondowoso
tentang Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan di Kabupaten Bondowoso
Namun demikian, masih perlu dilakukan
identifikasi materi pemetaan implementasi,
kendala dan tantangan untuk perbaikan
pelayanan dasar di kecamatan serta
penyusunan rekomendasi perbaikan untuk
revisi terhadap peraturan-peraturan bupati
yang ada terkait kewenangan yang diberikan
kepada kecamatan.
“Saya menginginkan pelayanan lebih dekat
dengan masyarakat. Hal ini akan dapat
dicapai melalui pelimpahan kewenangan yang
diperlukan kepada camat.” kata Indartato,
Bupati Pacitan, dalam pembukaan Lokakarya
Peninjauan Peraturan Bupati Terkait Pelayanan
Publik dan Pelimpahan Sebagian Kewenangan
ke Kecamatan.
Dalam lokakarya tersebut, ditemukan bahwa
penyebab utama tidak berjalannya kebijakan
pelimpahan kewenangan bupati kepada camat
adalah kewenangan yang dilimpahkan tidak
rinci dan tidak memiliki target kinerja. Selain
itu, kebijakan tersebut disusun tanpa melalui
proses partisipatif dan tidak melibatkan pihak
pelaksana. Tanpa petunjuk teknis, pembinaan
dan pengawasan, serta dukungan anggaran
yang memadai dalam penyelenggaraan,
pelimpahan kewenangan kepada camat akan
terhambat dalam pelaksanaannya.
“Kami akan mengusulkan kepada Kementerian
Dalam Negeri supaya ada alokasi anggaran
dari pusat untuk kecamatan, sehingga camat
dapat menyelenggarakan pelayanan umum
publik dengan lebih baik lagi.” Kata H. M Budi
Sudarmadi, Kepala Sub Bidang Kecamatan
Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian
Dalam Negeri.
Sebagai tindak lanjut atas lokakarya tersebut,
Bupati Pacitan telah melibatkan para
pemangku kepentingan dalam menyusun
kebijakan pelimpahan kewenangan, jenis-jenis
kewenangan yang dapat dilimpahkan sudah
diidentifikasi dan lebih terukur dan membentuk
tim pelayanan publik kecamatan. Kedepannya,
akan dilakukan penguatan kapasitas camat
dan aparat kecamatan untuk menjalankan
kewenangan tersebut serta memastikan
ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan.
Setelah rangkaian lokakarya tersebut di Provinsi
Jawa Timur, pada saat ini, Kabupaten Pacitan
telah menyusun konsep Keputusan Bupati
tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan ke
Camat. Sedangkan Kabupaten Trenggalek dan
Bondowoso sudah menghasilkan konsep akhir
jenis-jenis kewenangan yang akan dilimpahkan
kepada camat. Selain lokakarya tersebut,
untuk lebih memperkuat peran kecamatan
sebagai lini depan pelayanan dasar, KOMPAK
juga mendukung forum koordinasi tingkat
kecamatan dan mengembangkan kecamatan
dashboard.
Bupati Pacitan, Bapak Indartato dalam Pembukaan Lokakarya Peninjauan Peraturan Bupati Terkait Pelayanan Publik dan Pelimpahan Sebagian Kewenanganke Kecamatan
9 / BERITA KOMPAK / EDISI 03
SEKILAS KOMPAK
MEMFASILITASI KONSULTASI DAN PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN DESA MELALUI APLIKASI RUANG DESAUji Coba Aplikasi Ruang Desa di 3 Provinsi
“Aplikasi Ruang Desa membantu proses
konsultasi antara pendamping dan perangkat
desa. Selain itu, aplikasi ini juga berguna
sebagai sarana evaluasi kinerja pendamping
desa.“ kata Yusnan, Deputi Koordinator
Provinsi Program Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) dalam
uji coba aplikasi Ruang Desa di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB).
Aplikasi Ruang Desa bekerja melalui konsultasi
langsung berdasarkan permintaan, sarana
percakapan SMS gratis, fitur notifikasi masal
dan pusat informasi seperti akses pada sumber
daya pembelajaran, tutorial video, rujukan
pertanyaan umum (FAQ) dan buku panduan
cerdas. Menu aplikasi ini disusun sedemikian
rupa untuk memungkinkan perangkat desa
melakukan konsultasi dengan pendamping.
Mereka juga dapat berbagi pembelajaran
dan mengakses informasi terbaru terkait
pelaksanaan UU Desa. Ruang Desa mampu
mengakomodir kebutuhan mereka dalam
mendapatkan panduan dan informasi yang
cepat serta bertanya pada pihak yang tepat,
khususnya di tingkat kabupaten.
Sepanjang bulan Maret, aplikasi Ruang Desa
memasuki tahap uji coba di tiga daerah
yaitu Provinsi NTB, Aceh dan Jawa Timur.
Pada saat ini, lebih dari 250 aparat desa
dan fasilitator telah mengunduh aplikasi
yang diluncurkan bersama oleh Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia
(Kemendesa), Eko Putro Sandjojo dan
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul
Grigson, pada bulan Januari lalu.
Rangkaian kegiatan uji coba ini dihadiri oleh
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi,
perangkat desa, pendamping desa dan
kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa, serta penggerak swadaya masyarakat.
Para akademia dari Akademi Paradigta
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA) di NTB dan Aceh juga turut bergabung
dalam uji coba tersebut agar ke depannya
mereka dapat ikut berperan menjawab
pertanyaan yang dikirim oleh pemerintah desa
melalui aplikasi tersebut.
Dalam uji coba aplikasi Ruang Desa di
Provinsi NTB, Kepala Badan Pengembangan
dan Penelitian, Pelatihan dan Informasi
(Balilatfo) Kemendesa, Dr. Ir. H. M. Nurdin
mengatakan, “Ruang Desa adalah media
interaktif yang memudahkan komunikasi antar
aparat desa dengan pendamping desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan.”
“Aplikasi ini dilengkapi tutorial mulai
bagaimana membuat perencanaan,
penglolaan anggaran, evaluasi pelaporan
monitoring, merancang Musrenbangdes,
Bumdes, RPJMDes, termasuk Perdes. Melalui
Ruang Desa diharapkan bisa memudahkan
pemerintah mendapatkan data yang aktual
dalam memetakan permasalahan mendesak
yang ada di desa,” jelasnya.
Sebelum memulai pengenalan aplikasi,
para peserta mengikuti diskusi panel
mengenai Kebijakan Pendampingan Desa
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan
Desa serta Relevansi Ruang Desa
dalam Pemanfaatan ICT (Information,
Communication, and Technology) untuk
mendukung Pembangunan Desa. Setelah
itu, peserta diberikan orientasi fitur aplikasi
dan kemudian melakukan simulasi. “Agenda
uji coba pengenalan aplikasi Ruang Desa
ini merupakan sebuah langkah awal guna
mewujudkan strategi membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah. Aplikasi ini diharapkan menjadi pusat
pengetahuan dan dapat menghubungkan
pendamping dengan aparat desa.” kata
Bito Wikantosa, Kepala Sub-Direktorat
Perencanaan Partisipatif, Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Kemendesa, dalam uji coba aplikasi
Ruang Desa di Provinsi Aceh.
“Selain dapat digunakan untuk berkomunikasi
dengan pendamping desa, saya juga
menggunakan aplikasi ini untuk mengakses
peraturan-peraturan pemerintah yang baru
terkait UU Desa. Ketersediaan informasi
mengenai peraturan pendukung yang selalu
diperbarui sangatlah penting seiring dengan
permasalahan pembangunan desa yang
makin dinamis,” kata Irwandi, Sekretaris Desa
Ujong Beusa, Arongan Lambalek, Aceh Barat.
“Aplikasi ini dapat membantu aparatur desa
dalam melaksanakan pembangunan secara
transparan dan akuntabel,” tambahnya.
Saat ini aplikasi Ruang Desa sudah mulai
digunakan untuk tanya jawab seputar
pengadaan barang dan jasa, penggunaan
APBDesa, maupun hal terkait pengelolaan
keuangan desa.
Peserta Antusias Mengikuti Uji Coba Pengenalan Aplikasi Ruang Desa
PUBLIKASI BARU
KOMPAK adalah kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia yang mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pelayanan dasar dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat miskin dan rentan. KOMPAK memfokuskan kegiatannya pada tiga area: 1) Peningkatan akses,
kualitas dan penyelenggaraan pelayanan dasar di bidang kesehatan, pendidikan dan identitas hukum; 2) Penguatan tata kelola pemerintah desa dan partisipasi masyarakat di dalamnya, serta pembangunan berbasis masyarakat; 3) Pengembangan peluang-peluang ekonomi produktif terutama di sektor non-pertanian.
Buletin ini diterbitkan setiap tiga bulan. Informasi lebih lanjut tentang kegiatan KOMPAK dapat diakses di www.kompak.or.idTim Komunikasi KOMPAK - Jl Diponegoro 72, Jakarta Pusat 10320 - T: 021 80675000 - E: [email protected]
Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi formula dana desa dan implikasinya terhadap distribusi dana antarwilayah dan antardaerah,
serta menganalisis distribusi dana desa dalam kaitannya dengan ketersediaan dana untuk membantu penanggulangan kemiskinan.
Evaluasi ini sangat penting mengingat formula dana desa telah digunakan untuk pengalokasian di tahun 2015 dan 2016, serta jumlah
dana desa akan terus semakin besar sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi jumlah yang diamanatkan oleh Undang-
Undang no.6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).
UU Desa mengamanatkan agar anggaran desa yang bersumber dari APBN (Dana Desa) dihitung berdasarkan jumlah desa dan
dialokasikan dengan memerhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Namun saat ini 90 persen dana desa dibagi rata sebagai alokasi dasar dan 10 persen dibagi
berdasarkan empat variabel tersebut di atas. Hasil analisis menunjukkan formula dana desa dapat berkontribusi pada peningkatan ketimpangan, mengingat
keberagaman desa yang sangat besar antardaerah, bahkan di dalam suatu wilayah/provinsi. Sementara itu, keberagaman antardaerah yang menggambarkan
kebutuhan untuk meningkatkan layanan dan penanggulangan kemiskinan belum disesuaikan dengan baik, karena hanya 10 persen memengaruhi distribusi.
Pada pertengahan 2016 pemerintah meluncurkan program Elektronik Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama Program
Keluarga Harapan (e-Warong Kube-PKH) dalam skala uji coba. Program ini merupakan pengalihan bantuan sosial tunai ke bantuan
sosial nontunai berbasis digital. Tujuan program ini antara lain, meningkatkan efektivitas bantuan sosial dan memperluas cakupan
pelayanan keuangan inklusif. Pada awal November 2016, KOMPAK bekerjasama dengan Bappenas melalui The SMERU Research
Institute melakukan kajian awal tentang persiapan dan pelaksanaan program e-Warong Kube-PKH di lima kota/kabupaten (Batam,
Balikpapan, Denpasar, Kediri dan Malang). Para pemangku kepentingan menyatakan bahwa program e-Warong Kube-PKH secara
operasional layak dilaksanakan. Meskipun demikian, hasil kajian menunjukkan bahwa persiapan pelaksanaannya belum matang, antara lain, karena
belum adanya kelengkapan regulasi program seperti pedoman umum, petunjuk teknis operasional maupun kejelasan kerja sama antarpihak.
KOMPAK mendukung Pemerintah Indonesia dalam melakukan analisis kebijakan pada perhitungan kapasitas fiskal di tingkat kabupaten
dan kapasitas kabupaten untuk memenuhi jumlah minimum yang dibutuhkan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK),
Kementerian Keuangan akan menggunakan analisis ini sebagai masukan pada diskusi lebih lanjut terkait mekanisme. Masukkan
sanksi dan rekomendasi dari analisis tersebut akan digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan desain mekanisme alokasi
Dana Alokasi Khusus (DAK) sedang dikembangkan. Adopsi dari rekomendasi dari analisis akan menyebabkan perbaikan langsung
dalam kualitas belanja pemerintah daerah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan
di Indonesia, pengurangan kemiskinan dan peningkatan mata pencaharian untuk bagian bawah 40% penduduk miskin Indonesia.
ANALISA KEBIJAKANDANA DESA DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
LAPORAN PENELITIANKAJIAN AWAL PELAKSANAAN PROGRAM E-WARONG KUBE-PKH
CATATAN KEBIJAKANPERHITUNGAN KAPASITAS FISKAL KABUPATEN/KOTA UNTUK MEMENUHI JUMLAH MINIMUM ALOKASI DANA DESA
Menilik pada kegiatan yang telah dilaksanakan dan pembelajaran KOMPAK pada tingkat nasional dan sub-nasional pada tahun 2016,
KOMPAK melakukan konsultasi yang menyeluruh dan perencanaan kerja bersama dengan Pemerintah Australia dan Indonesia yang
kemudian diadopsi dalam rencana kerja 18 bulan untuk periode pelaksanaan 2017-2018. Prioritas kunci untuk rencana kerja periode
2017-2018 adalah:
• Memastikan struktur dan sistem yang kuat untuk peningkatan jumlah kegiatan di provinsi lokasi KOMPAK seperti Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Papua dan Papua Barat
• Menunjukkan perkembangan capaian intervensi KOMPAK
• Lebih efektif dalam melakukan inovasi dan pendekatan GESI
• Menyajikan cerita dan pembelajaran KOMPAK dengan lebih baik
RENCANA KERJA KOMPAK 2017-2018