bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya ...iccri.net/download/pelita...

22
219 1) Peneliti (Researcher), Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Jl. Salak No. 1, Bogor - Indonesia. 2). Dosen (Lecturer), Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor, Bogor - Indonesia. 3). Guru Besar (Proffessor), Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor, Bogor - Indonesia. Pelita Perkebunan 2008, 24 (3), 219 240 Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya Terhadap Diferensiasi Kesejahteraan. Studi Kasus Pada Komunitas Petani Kakao di Sulawesi Tengah dan Nangroe Aceh Darussalam The Social Structure of Peasent Community and Its Implication to Welfare Differentiation. A case Study on Cocoa Peasant Community in Central Sulawesi and Nangroe Aceh Darussalam U. Fadjar 1) , M.T.F Sitorus 2) , A.H. Dharmawan 2) , dan S.M.P. Tjondronegoro 3) Ringkasan Pengembangan tanaman komersial kakao yang berlangsung cepat telah merubah struktur agraria dari penguasaan kolektif yang bersifat egaliterian ke penguasaan perorangan yang relatif tertutup. Mengingat lahan menjadi basis kehidupan petani kakao, maka dapat diduga bahwa perubahan tersebut akan berdampak pada perubahan struktur sosial komunitas petani kakao. Penelitian ini bermaksud menganalisis realitas struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini serta implikasinya terhadap differensiasi kesejahteraan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksamaan dalam penguasaan lahan yang terjadi pada komunitas petani kakao telah mendorong lahirnya bentuk struktur sosial komunitas petani dengan tipe “stratifikasi yang semakin timpang”. Lebih lanjut, hadirnya struktur tersebut berimplikasi pada meningkatnya differensiasi kesejahteraan dalam komunitas petani. Dalam hal ini, komunitas petani terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu : petani kaya (lapisan atas), petani sedang (lapisan menengah), dan petani miskin (lapisan bawah). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa di luar Jawa yang memiliki tingkat kepadatan agraris relatif rendah ternyata petani tunakisma dan petani miskin telah muncul, dan petani miskin tidak hanya terjadi pada lapisan petani tunakisma (tanpa lahan) tetapi juga pada lapisan petani pemilik. Dengan menggunakan analisa gini ratio, ketimpangan pemilikan lahan pada komunitas petani kakao umumnya sudah berada pada kategori tinggi. Walaupun demikian, ketimpangan penghasilan dan ketimpangan pengeluaran komunitas tersebut masih berada pada kategori rendah.

Upload: phamdiep

Post on 15-May-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

219

1) Peneliti (Researcher), Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Jl. Salak No. 1, Bogor - Indonesia.

2). Dosen (Lecturer), Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor, Bogor - Indonesia.

3). Guru Besar (Proffessor), Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor, Bogor -Indonesia.

Pelita Perkebunan 2008, 24 (3), 219 — 240

Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan ImplikasinyaTerhadap Diferensiasi Kesejahteraan.

Studi Kasus Pada Komunitas Petani Kakao di Sulawesi Tengahdan Nangroe Aceh Darussalam

The Social Structure of Peasent Community and Its Implicationto Welfare Differentiation.

A case Study on Cocoa Peasant Community in Central Sulawesi and Nangroe Aceh Darussalam

U. Fadjar1), M.T.F Sitorus2), A.H. Dharmawan2), dan S.M.P. Tjondronegoro3)

Ringkasan

Pengembangan tanaman komersial kakao yang berlangsung cepat telahmerubah struktur agraria dari penguasaan kolektif yang bersifat egaliterian kepenguasaan perorangan yang relatif tertutup. Mengingat lahan menjadi basiskehidupan petani kakao, maka dapat diduga bahwa perubahan tersebut akanberdampak pada perubahan struktur sosial komunitas petani kakao. Penelitianini bermaksud menganalisis realitas struktur sosial komunitas petani kakao yangmuncul saat ini serta implikasinya terhadap differensiasi kesejahteraan petani.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksamaan dalam penguasaan lahan yangterjadi pada komunitas petani kakao telah mendorong lahirnya bentuk struktursosial komunitas petani dengan tipe “stratifikasi yang semakin timpang”. Lebihlanjut, hadirnya struktur tersebut berimplikasi pada meningkatnya differensiasikesejahteraan dalam komunitas petani. Dalam hal ini, komunitas petani terbagimenjadi tiga lapisan, yaitu : petani kaya (lapisan atas), petani sedang (lapisanmenengah), dan petani miskin (lapisan bawah). Hasil penelitian juga menunjukkanbahwa di luar Jawa yang memiliki tingkat kepadatan agraris relatif rendah ternyatapetani tunakisma dan petani miskin telah muncul, dan petani miskin tidak hanyaterjadi pada lapisan petani tunakisma (tanpa lahan) tetapi juga pada lapisan petanipemilik. Dengan menggunakan analisa gini ratio, ketimpangan pemilikan lahanpada komunitas petani kakao umumnya sudah berada pada kategori tinggi. Walaupundemikian, ketimpangan penghasilan dan ketimpangan pengeluaran komunitas tersebutmasih berada pada kategori rendah.

Page 2: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

220

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

Summary

The development of commercial crop cocoa have altered the structure ofagrarian : from collective owners to individual owners. For the cocoa peasantcommunities, the agrarian resources are a base of their life. So, the changingof agrarian structure gives a way to changing process of the social structurecommunity. This research means to analyze the social structure that emergenceon cocoa peasant community and the implication of it to the differentiation ofpeasant welfare. The result of this research indicate that the inequalities of agrarianresources control on cocoa peasant communities have developed the form of peasantcommunity social structure : “stratification which progressively unequal”. Fur-thermore, these social structure have implication to the increasing of welfaredifferentiation. In this case, a cocoa peasant community divided to three levels,that is: rich farmer (upper level), middle farmer (middle level), and the poorfarmer (low level). The result of research also indicates that on Outside Java -generally owning a lower agrarian density – the landless and he poor farmerhave been occur, and the poor farmer not only lay at land less farmer (tunakisma)but also on an owner farmer. Base on gini ratio analysis, the equality of agra-rian resource ownership generally have resided in high level. Even though, theequality of farmer household income and farmer household expenditure generally haveresided in low level.

Key words: social structure, welfare differentiation, peasant, cocoa.

PENDAHULUAN

Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir,pengembangan kebun kakao yang dilakukanpara petani berlangsung relatif cepat. Halini terjadi selain karena tersedianya pasaryang menampung hasil kebun kakao jugaselama ini tanaman kakao dapat dikembang-kan dengan cara yang relatif mudah danmurah. Para petani umumnya menanamkakao hanya menggunakan sumberdaya lokalsehingga mereka hanya sedikit memerlukanmodal finansial. Selain itu, tanaman kakaococok ditanam pada berbagai ketinggian.Oleh sebab itu, pengembangan usahatanikakao yang cepat telah menggusur “sistemperladangan berpindah” (shifting cultivation)di lahan kering dan digantikan oleh “sistempertanian menetap” (suddentary cultivation),

dan sistem pertanian menetap yang me-ngusahakan tanaman kakao merupakan sistemyang “permanen” karena umur produktiftanaman kakao relatif panjang (sekitar 30tahun).

Bersamaan dengan perubahan sistempertanian itu, terjadi perubahan strukturagraria, yaitu dari penguasaan kolektif(komunal) yang memberikan akses relatifterbuka dan merata bagi semua anggotakomunitas ke penguasaan perorangan (indivi-dual) yang memberikan akses relatif tertutupdan cenderung tidak merata. Bagi komunitaspetani kakao yang kehidupannya berbasislahan, adanya ketidakmerataan akses dalampenguasaan sumberdaya akan memicumunculnya diferensiasi status sosial dankemudian memberi jalan terbentuknyastruktur sosial baru.

Page 3: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

221

Dalam proses produksi pertanian yangdilakukan petani (termasuk petani kakao),sebagaimana dikemukakan Kautsky dalamHashim (1998), lahan menjadi modalproduksi penting karena di atas lahan itulahkegiatan produksi komoditas penghasil“surplus” dimulai dan kemudian lahan akanmenjadi sumber penghasilan rumah tanggapetani. Dengan kata lain, penguasaan lahanakan menjadi “basis kesejahteraan” anggotakomunitas petani. Kebun kakao akan menjaditumpuan masyarakat yang tinggal dipedesaan dalam “memenuhi kelangsunganhidup” (survival) dan “membuat kehidupanyang lebih baik” (a better living). Oleh sebabitu, perubahan struktur sosial komunitaspetani yang bertumpu pada penguasaan lahanakan turut menentukan perubahan kesejah-teraan petani karena perubahan strukturtersebut akan menentukan sejauh manapetani memiliki kontrol terhadap penguasaanlahan.

Berkaitan dengan itu, tujuan utama daripenelitian ini adalah “menganalisis struktursosial komunitas petani kakao yang munculsetelah mengalami perubahan struktur agrariaserta sejauh mana implikasi struktur yangada terhadap diferensiasi kesejahteraanpetani”. Analisis ini penting dilakukanmengingat kebun kakao dan petani kakaodi Indonesia terus bertambah. Pada tahun2006, luas kebun kakao rakyat mencapai1.219.633 hektar (92,3% dari total kebunkakao di Indonesia) dan jumlah petani yangmengusahakan tanaman kakao mencapai1.237.119 rumah tangga (Direktorat JenderalPerkebunan, 2007).

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran

Terkait dengan keberadaan lahan sebagaimodal produksi, maka muncul berbagai polahubungan sosial di antara petani agar dapatmenguasai lahan. Hubungan sosial dimaksud,sebagaimana dikemukakan Shanin (1990),Russel (1989), dan Wiradi (1984), dikenalsebagai “hubungan sosial produksi” atau“hubungan penguasaan lahan”. Adanya pola-pola hubungan sosial terkait penguasaanlahan selanjutnya akan membentuk struktursosial dalam komunitas petani, baik berupastruktur penguasaan; struktur pengusahaan;maupun struktur distribusi hasil pengelolaansumber-sumber agraria. Struktur sosialkomunitas petani yang terbentuk bukanlahsuatu struktur yang tetap sepanjang masa,tetapi secara dinamis akan berubahmengikuti perubahan yang terjadi padalingkungan sekitarnya, termasuk ber-langsungnya perubahan sistem pertanian danstruktur agraria yang dijalankan kaum tani(Shanin, 1990 dan Ray, 2002).

Melalui kegiatan produktif di atas lahanyang dikuasai, para petani berpotensimemperoleh penghasilan yang memadai danberkelanjutan sehingga mereka dapat“memenuhi kelangsungan hidup” dan“membuat kehidupan yang lebih baik”.Dengan demikian peta kesejahteraan petaniyang berbasis pada lahan sangat tergatungdari seberapa jauh para petani memilikikontrol terhadap penguasaan lahan.Kemudian, mengingat kontrol petani

Page 4: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

222

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

terhadap lahan akan ditentukan oleh bentukpenguasaan lahan yang ada, makaberlangsungnya perubahan struktur sosialkomunitas petani yang berbasis padapenguasaan lahan akan berimplikasi terhadapdiferensiasi kesejahteraan dalam komunitaspetani.

Setelah berakhirnya penguasaan kolektif,struktur sosial komunitas petani dibangunmelalui basis penguasaan perorangan. Padamasa penguasaan kolektif, semua wargakomunitas memperoleh akses yang samauntuk dapat mengusahakan lahan. Sebalik-nya, pada periode penguasaan perorangantidak semua warga komunitas dapat denganmudah memperoleh akses untuk menguasailahan. Pada masa ini anggota komunitasyang akan menguasai lahan harus memenuhipersyaratan atau kemampuan tertentu.Bahkan, pada periode ini muncul konseppemilikan tetap dan pemilikan sementara.Menurut Wiradi & Makali (1984), konseppemilikan tetap menunjuk pada hubungansosial penguasaan lahan yang memberi aksespetani untuk dapat menguasai lahan secarapermanen. Sementara itu, konsep penguasaansementara menunjuk pada hubungan sosialpenguasaan lahan yang memberi akses petaniuntuk menguasai lahan dimaksud dalamkurun waktu terbatas (sementara), misalnyamelalui mekanisme bagi hasil, sewa, dangadai.

Secara spesifik, berdasarkan hubungansosial dalam penguasaan tanah, perubahanstruktur sosial komunitas petani yangberlangsung akan merujuk pada gejalapenajaman deferensiasi kelas. Diferensiasitersebut kemudian akan membentuk struktur

komunitas petani yang semakin berlapis ataustruktur semakin terpolarisasi. Pada kasuskomunitas petani, Hayami dan Kikuchi(1987) mengartikan stratifikasi sebagaiproses perkembangan ketidaksamaan yangmelipatgandakan sub-kelas masyarakatagraris dalam rangkaian spektrum dari buruhtani tunakisma sampai ke tuan tanah yangtidak mengusahakan sendiri lahannya.Sementara itu, polarisasi diartikan sebagaiproses perkembangan ketidaksamaan yangmengkutubkan masyarakat agraris menjadi(hanya) dua lapisan, yakni petani luaskomersial yang kaya dan buruh tanitunakisma yang miskin.

Strategi Penelitian

Untuk memperoleh gambaran kom-paratif tentang perubahan realitas sosialsemasa kontemporer yang terjadi padakomunitas petani dengan latar belakangberbeda, maka penelitian ini menerapkanstrategi “studi kasus historis” dan “studikasus majemuk. Sejalan dengan pendapatNewman (1997) dan Yin (2002), studi kasusmenjadi pilihan strategi agar dapat me-mahami realitas sosial yang kompleksmelalui pengumpulan data dan informasiyang lebih rinci, lebih bervariasi, lebih luas,dan lebih mendalam. Sebagai studi kasusmajemuk, penelitian ini merupakangabungan studi kasus pada empat komunitaspetani berbasis usahatani kakao yangdilaksanakan secara bersamaan denganpersoalan; tujuan; dan metoda penelitianyang sama, sehingga dapat dilakukan analisisperbandingan antarkasus-kasus tersebut.

Page 5: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

223

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di provinsiSulawesi Tengah dan Nangroe AcehDarussalam (NAD). Kedua provinsi tersebutmerupakan sentra= pengembangan kakaodi wilayah Timur dan wilayah Barat Indo-nesia. Selain itu, riwayat pengembangankakao di kedua provinsi relatif berbeda,bahwa pengembangan kakao rakyat diprovinsi Sulawesi Tengah sudah berjalanlebih awal dibanding di NAD. Latarbelakang spesifik lokal yang menjadipertimbangan dalam memilih komunitasdesa lokasi penelitian adalah latar belakangetnis, latar belakang migrasi, keadaan

ekologis lahan (dataran rendah atau tinggi),serta fasilitasi program pemerintah dalampengembangan kakao rakyat. Bertolak daripertimbangan tersebut, penelitian inidilakukan di empat komunitas petani, yaitu1) Komunitas petani di desa Tondo (SulawesiTengah, dataran rendah, lokal, Kaili, adaprogram), 2) Komunitas petani di desa JonoOge (Sulawesi Tengah, dataran rendah,pendatang, Bugis, ada program, 3) Komu-nitas petani di desa Cot Baroh/Tunong(NAD), dataran rendah, lokal Aceh, adaprogram), dan 4) Komunitas petani di desaUlee Gunong (NAD), dataran tinggi,pendatang lokal, Aceh, tidak ada program).

Dataran rendah (low land)

- Lokal (non migrant) - Komunitas petani di desa tondo (Kaili) Peasant community in Tondo village (Kaili) (Berbantuan/Parsial/P2WK, 1990) Receive aid/Parcial/P2WK.1990)

- Komunitas petani di desa Cot Baroh/ Tunong (Aceh) Peasant community in Cot Baroh (Aceh) (Berbantuan/Parsial/ADB, 2006) Receive aid/Parcial/ADB.2006)

- Pendatang luar (outside migrant) - Komunitas petani di desa Jono Oge (Bugis) Peasant community in Jono Oge (Bugis) (Berbantuan/Parsial/P2WK, 1990) Receive aid/Parcial/ADB.1990

Dataran tinggi (high land)

- Pendatang lokal (local migrant) - Komunitas Petani di Desa Ulee Gunong (Aceh) Peasant community in Desa Ulee Gunong (Aceh) (Swadaya murni) Self supporting

Tabel 1. Lingkungan sosial di empat komunitas petani, 2007

Table 1. The social circumstanceon four ceasant communities, 2007

Fasilitasi pemerintah dalam pengembangan kebun kakaoGovernmnet fasilitation on cocoa smallholder development

Latar belakang ekologi dan migrasiThe ecology and migration

background Ada programHave a programme

Tidak ada programHave not a programme

Page 6: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

224

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

Metoda Pengumpulan dan Analisa Data

Data dan informasi penelitian di-kumpulkan melalui kombinasi cara berikut :diskusi kelompok pada tingkat desa dandusun, wawancara terhadap responden(30 responden per desa yang dipilih secaraproporsional pada berbagai status petani ber-dasarkan penguasaan sumberdaya agraria),pengamatan lapangan, serta studi dokumen.Data dan informasi tersebut dianalisismelalui analisis kualitatif dan analisiskuantitatif. Analisa kualitatif dilakukanterutama terhadap data dan informasi tentangproses perubahan struktur masyarakat agrarisdan proses diferensiasi kesejahteraan petani,serta lingkungan kontekstual berkaitandengan perubahan-perubahan tersebut.Sementara itu, analisis kuantitatif yangdigunakan adalah metoda Cross Tabs (SPSS)untuk melihat seberapa banyak petani yangterlibat pada suatu kejadian dan Gini ratiountuk melihat seberapa besar ketimpanganyang terjadi dalam pemilikan lahan dankesejahteraan rumahtangga petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Struktur Sosial KomunitasPetani

Berbasis hubungan sosial dalampenguasaan lahan, hasil penelitian me-nunjukkan bahwa struktur sosial komunitaspetani kakao terdiferensiasi dalam banyakstatus. Fakta ini menunjukkan bahwa bentukstruktur masyarakat agraris yang munculmerupakan struktur yang terstratifikasi ataumelipatnya sub-kelas komunitas petani

menjadi banyak lapisan. Sebagian dari lapisantersebut dibangun dengan status “tunggal”sedangkan sebagian lapisan lainnya dibangundengan status “kombinasi”.

Secara lengkap, sosial komunitas petaniadalah :

1) Petani Pemilik. Petani pada status inimenguasai lahan hanya melalui polapemilikan tetap (baik petani pemilik yanglahannya diusahakan sendiri dan/ataupetani pemilik yang lahannya diusahakanorang lain),

2) Petani Pemilik + Penggarap. Petani padastatus ini menguasai lahan tidak hanyamelalui pemilikan tetap tetapi jugapemilikan sementara (mengusahakanlahan milik petani lain melalui sistembagi hasil, sewa, gadai),

3) Petani Pemilik + Penggarap + BuruhTani. Petani pada status ini selainmenguasai lahan melalui pola pemilikantetap dan pemilikan sementara (melaluisistem bagi hasil, sewa, atau gadai) jugadengan cara menjadi buruh tani,

4) Petani Pemilik + Buruh Tani. Petani padastatus ini menguasai lahan melalui polapemilikan tetap. Selain itu, untuk me-nambah penghasilan keluarga, merekajuga menjalankan peranan sebagai buruhtani,

5) Petani Penggarap. Petani pada status inimenguasai lahan hanya melalui polapemilikan sementara (umumnya melaluisistem bagi hasil). Ditinjau dari sisipemilikan, status petani penggaraptermasuk tunakisma, tetapi kategoritunakisma petani penggarap menjadi

Page 7: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

225

tidak mutlak karena ditinjau dari sisipenggarapan lahan mereka termasukpetani penguasa tanah (efektif).

6) Petani Penggarap + Buruh Tani. Petanipada status ini menguasai lahan melaluipola pemilikan sementara (melalui sistembagi hasil, sewa, atau gadai). Selain itu,untuk menambah penghasilan keluarga,mereka juga menjalankan peranansebagai buruh tani. Sebagaimana statuspetani penggarap, status ini termasuktunakisma tetapi tidak mutlak.

7) Buruh Tani. Petani pada status ini benar-

benar tidak menguasai lahan, sehinggadapat dikategorikan sebagai tunakismamutlak. Walaupun demikian, merekamasih memperoleh manfaat dari lahandengan cara menjadi buruh tani. Padaumumnya buruh tani di desa lokasipenelitian juga menjadi buruh kegiatannon usahatani dan/atau mencari hasilhutan terutama pada saat pekerjaanberburuh pertanian sedang tidak ada.

Ternyata ketujuh status tersebut muncul

Gambar 1. Struktur sosial di empat komunitas petani, 2007.

Figure 1. Social structure on four peasant communities, 2007.

Sumber data (Source) : Sensus rumahtangga melalui diskusi dengan informan kunci (Family cencus by discusion with keypeasant).

7. Pemilik (Owner)

5. Pemilik+Penggarap+Buruh Tani (Owner+Worker+Laborer)

1. Buruh Tani (BT) (Laborer)

2. Penggarap+BT (Worker+Laborer)

3. Penggarap (Worker)

4. Pemilik+Buruh Tani (Owner+Laborer)

6. Pemilik+Penggarap (Owner+Worker)

100%

80%

60%

40%

20%

0%Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh/Tunong

Page 8: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

226

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

di semua komunitas lokasi penelitian, kecualistatus petani penggarap tunggal tidak munculpada komunitas petani di desa Ulee Gunong(Gambar 1). Hal ini terjadi karena lahandi Desa Ulee Gunong hanya diusahakan untuktanaman perkebunan (kakao dan/atau kopi).Selain itu, banyak kebun kakao dan/ataukopi yang kondisinya kurang baik danproduktivitas tanamannya sangat rendahsehingga tidak layak untuk dibagihasilkan.

Hasil sensus di empat komunitas petanikakao di luar Jawa menunjukkan bahwaproporsi lapisan petani dengan status “petanipemilik” (tunggal + kombinasi) masihmerupakan bagian terbesar tetapi umumnyasudah tidak dominan lagi, kecuali di Desa

Tondo. Bahkan, lapisan petani tunakisma(petani penggarap, buruh tani, dan penggarap+ buruh tani) sudah muncul di semuakomunitas petani, walaupun proporsi merekaumumnya masih relatif sedikit (Tabel 2).

Hasil penelitian juga menunjukkanbahwa petani pemilik yang luas lahannyakurang dari 2 hektar umumnya masih cukupbanyak. Realitas ini terjadi pada pemilikanlahan total (seluruh lahan termasuk yangtidak berproduksi). Bahkan pada pemilikanlahan produktif (hanya lahan yang ber-produksi) realitas tersebut lebih menonjol.Data pada Tabel 3. menunjukkan bahwaproporsi petani pemilik yang luas lahantotalnya kurang dari 2 hektar masih cukup

Sumber data (Source) : Sensus rumahtangga melalui diskusi dengan informan kunci (Family cencus by discusion with keyfarmers).

1. Pemilik (Owner) 157 57.5 68 36.4 85 34.1 68 37.2

2. Pemilik+ penggarap (Owner+Worker) 26 9.5 44 23.5 9 3.6 53 29.0

3. Pemilik+penggarap+BT

Owner+Worker+Laborer 3 1.1 3 1.6 4 1.6 11 6.0

4. Pemilik + BT (Owner+Laborer) 35 12.8 8 4.3 134 53.8 11 6.0

5. Penggarap (Worker) 17 6.2 10 5.3 - - 31 16.9

6. Penggarap+BT (Worker+Laborer) 3 1.1 3 1.6 1 0.4 1 0.5

7. BT (Buruh Tani) (Laborer) 32 11.7 51 27.3 16 6.4 8 4.4

Jumlah (Total) 273 100.0 187 100.0 249 100.0 183 100.0

A. Jumlah Pemilik (Total of owner) 221 80,92 123 65,8 223 93,2 143 78,2

B. Jumlah Tunakisma (Total of landlees) 52 19,08 64 34,2 26 6,8 40 21,8

- Tunakisma Tidak Mutlak (Penggarap) 20 7,3 13 6,9 1 0,4 32 17,4

Not absolute landless

- Tunakisma Mutlak (Buruh Tani) 32 11.7 51 27.3 16 6.4 8 4.4

Absolute landless

Tabel 2. Distribusi petani berdasarkan status penguasaan lahan, 2007

Table 2. The farmer distribution base on the status of land owner

Status dalam penguasaan lahanThe status of land owner

Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh

Total % Total % Total % Total %

Page 9: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

227

besar, bahkan di desa Tondo dan di DesaUlee Gunong merupakan bagian terbesar(masing-masing 58,8% dan 73,9%). Kemudiandata Tabel 4. menunjukkan bahwa proporsipetani pemilik yang luas lahan “produktifnya”kurang dari 2 hektar lebih besar daripadaproporsi petani pemilik yang luas lahan“totalnya” kurang dari 2 hektar.

Data pada Tabel 3 dan Tabel 4 jugamenunjukkan bahwa di desa-desa lokasipenelitian belum terjadi “pemusatan lahan”yang sangat nyata. Meskipun di semua desalokasi penelitian terdapat sejumlah petaniyang oleh masyarakat sudah dikategorikansebagai petani luas yang kaya tetapi luas lahanyang dimiliki umumnya hanya sekitar 10 ha.Petani “pemilik sangat luas” hanya munculdi Desa Jono Oge yang beretnis Bugis danmerupakan keturunan perintis pertama.

Adapun luas lahan yang dimilikinyamencapai 74 ha, tetapi lahan tersebuttersebar pada 21 plot dan sebagian besarlahan (49,5 ha) berada di luar desa.Walaupun luas lahan milik petani tersebutsangat luas, tetapi seluruh lahan padi sawahdan kebun kakao diusahakan dengan polabagi hasil. Hanya kebun kelapa dan cengkehyang diusahakan sendiri oleh petani denganmenggunakan buruh upahan, dan untukmengawasi buruh upahan yang bekerjakadang-kadang petani pemilik luas kayatersebut menggunakan mandor tidak tetap.

Meskipun realitas struktur komunitaspetani saat ini masih cenderung beradadalam bentuk yang terstratifikasi, tetapidengan menggunakan alat analisa (statistik)gini ratio dapat ditunjukkan bahwaketimpangan dalam pemilikan lahan di dalam

Tabel 3. Distribusi petani berdasarkan luas pemilikan lahan total, 2007

Table 3. The farmer distribution base on the size of land ownership (Total land)

Luas pemilikanOwnership size

Jono Oge Tondo Cot Baroh/ Tunong Ulee Gunong

Total % Total % Total % Total %

0 50 26.7 34 12.4 10 5.5 16 5.9

> 0 - < 0.5 3 1.6 15 5.5 10 5.5 2 0.7

O.5 - < 1 22 11.8 70 25.5 11 6.0 51 18.8

1 - < 2 44 23.5 76 27.7 59 32.2 148 54.4

2 - < 3 27 14.4 43 15.7 70 38.3 38 14.0

3 - < 4 15 8.0 20 7.3 13 7.1 12 4.4

>/ 4 26 13.9 16 5.8 10 5.5 5 1.8

 Total (Total) 187 100.0 274 100.0 183 100.0 272 100.0

0 - < 1 75 40.1 119 43.4 31 16.9 69 25.4

> 0 - < 2 69 36.9 161 58.8 80 43.7 201 73.9

Rata-rata (Average) 1.288 2.168 1.697 1.373

Tertinggi (Largest), ha 74 16 8.8 13.5

Sumber data (Source) : Sensus rumah tangga melalui diskusi dengan informan kunci (Family cencus by discusion with keyfarmers).

Page 10: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

228

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

0 64 34.2 51 18.6 41 22.4 41 15.1

< 0.5 5 2.7 17 6.2 22 12.0 7 2.6

O.5 - < 1 23 12.3 67 24.5 33 18.0 119 43.8

1 - < 2 36 19.3 82 29.9 71 38.8 91 33.5

2 - < 3 28 15.0 30 10.9 10 5.5 10 3.7

3 - < 4 14 7.5 14 5.1 5 2.7 2 0.7

>4 17 9.1 13 4.7 1 0.5 2 0.7

Total (Total) 187 100.0 274 100.0 183 100.0 272 100.0

0- < 1 92 49.2 135 49.3 96 52.5 167 61.4

> 0 - < 2 64 34.2 166 60.6 126 68.9 217 79.8

Rata-rata (Average) 1,069 1,813 1,697 1,373

Tertinggi (Largest), ha 71 12 4 10

Tabel 4. Distribusi petani berdasarkan luas pemilikan lahan produktif, 2007

Table 4. The farmer distribution base on the size of land ownership, 2007

Luas pemilikan, haOwnership size, ha

Jono Oge Tondo Cot Baroh/ Tunong Ulee Gunong

Total % Total % Total % Total %

Sumber data (Source): Sensus rumah tangga melalui diskusi dengan informan kunci (Family cencus by discusion with keyfarmers).

Tondo  0,44 0,59

M T

Jono Oge  0,69 0,71

T T

Cot Baroh  0,57 0,42

T M

Ulee Gunong  0,32 0,55

R T

Tabel 5. Hasil analisa gini ratio terhadap luas pemilikan lahan, 2007

Table 5. The result of gini ratio analysis on land ownership size

Desa Vilage

Lahan totalTotal land

Lahan produktifProductive land

Sumber data (Source): Diolah dari data sensus rumah tangga melalui diskusi dengan informan kunci (Calculated from familycencus by discussion with key farmers).

Keterangan (Notes) :

Nilai Gini ratio < 0,4 = R = Ketimpangan rendah (Low imbalance);

0,4 – 0,5 = M = Ketimpangan moderat (Moderate imbalance);

> 0,5 = T= Ketimpangan tinggi (Hight imbalance).

Page 11: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

229

komunitas petani lokasi penelitian sudahmulai tampak (Tabel 5). Realitas ketimpang-an pemilikan lahan tersebut umumnyasemakin besar bila analisis gini ratiodilakukan pada pemilikan lahan produktif,yaitu lahan yang sudah menghasilkan(berproduksi). Tingginya angka ketimpanganpenguasaan lahan berlangsung sejalandengan adanya proses penguasaan lahan yangmemberi jalan pada struktur sosialmasyarakat agraris yang terpolarisasi.

Dalam hal pemilikan lahan total,ketimpangan yang termasuk kategori tinggiterjadi pada komunitas petani di Desa JonoOge dan pada komunitas di Desa Cot Baroh.Bahkan, ketimpangan paling tinggi terjadipada komunitas petani di Desa Jono Oge yangberlatar belakang etnis pendatang Bugis.Pada komunitas petani di Desa Tondo,ketimpangan pemilikan lahan total masihtermasuk kategori moderat dan padakomunitas petani di Desa Ulee Gunong,

ketimpangan pemilikan lahan total masihtermasuk kategori rendah.

Lebih lanjut bila analisa gini ratiodilakukan hanya terhadap lahan produktif,ternyata ketimpangan pemilikan lahan padakomunitas petani di Desa Jono Oge, di DesaTondo, dan di Desa Ulee Gunong lebihtinggi dibanding ketimpangan pada pe-milikan lahan total, dan kategori ketim-pangan penguasaan lahan di ketiga desadimaksud berada dalam kategori ketim-pangan tinggi. Realitas tersebut terjadi karenabanyak petani pemilik kebun yangtanamannya sudah rusak sehingga kebuntersebut tidak lagi berproduksi. Sementaraitu, pada komunitas petani di Desa CotBaroh/Cot Tunong, ketimpangan pemilikanlahan produktif lebih rendah dibandingketimpangan pemilikan lahan total. Realitastersebut muncul karena di desa Cot Baroh/Cot Tunong luas lahan kebun kakao yang

Gambar 2. Struktur penghasilan petani di empat komunitas petani, 2007.

Figure 2. Structure of farmer income on four peasant communities, 2007.

Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh/Cot Tunong

100%

80%

60%

40%

20%

0%

Hutan (Forest) Non farm Off farm On farm

Page 12: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

230

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

baru dibangun (belum produktif) cukup besartetapi distribusinya relatif kurang meratasehingga berperan kuat dalam meningkatkanketimpangan pemilikan lahan dalamkomunitas petani tersebut.

Dominasi Peranan Lahan DalamStruktur Penghasilan RumahtanggaPetani

Pada saat penelitian berlangsung,penghasilan dari lahan milik komunal sudahmenghilang. Walaupun demikian, sumberpenghasilan anggota komunitas petani di

desa-desa lokasi penelitian masih meng-andalkan lahan tetapi lahan tersebut sudahdimiliki secara individual. Struktur peng-hasilan petani di desa-desa lokasi penelitianumumnya masih didominasi oleh penghasilanlahan dari on-farm dalam bentuk hasil usahatani (padi sawah, perkebunan, dan ternak).Bahkan, di Desa Jono Oge proporsipenghasilan dari lahan on farm mencapai85% (Gambar 2). Penghasilan lahan darioff farm dalam bentuk hasil agro-industri,perdagangan hasil pertanian, dan buruh taniserta penghasilan dari sumber non farmumumnya masih relatif kecil. Penghasilan

On farm• Kakao (Cocoa) 62,995,000 74,213,000 221,485,000 139,950,000

• Kopi (Coffee) 81,527,500 3,500,000

• Pinang (Beatle nut)     10,575,000 8,832,000

• Cengkeh (Clove) 67,658,000 197,115,000    

• Kelapa (Coconut) 58,392,500 282,389,800    

• Buah (Fruit) 480,000 50,000,000 2,400,000 4,100,000

• Padi (Rice) 50,435,500 189,235,000   123,978,742

• Sayuran (Vegetable)   2,750,000 8,137,500 6,620,000

• Ternak (Cattle) 8,825,000 32,700,000 4,725,000 51,510,000

• Ustan Lain (Others)   2,000,000   200,000

Off farm

• Agroindustri (Agro industry) 5,200,000 36,180,000 27,000,000 750,000

• Buruh Tani (Laborer) 43,316,000 30,435,000 108,960,000 103,230,000

Non farm

• Pegawai/Tukang (Employee) 42,000,000 43,620,000 111,800,000 67,600,000

• Kiriman Anak (Aids from 12,800,000   1,200,000 1,250,000 children)

• Lainnya (Others) 57,800,000 35,500,000 58,950,000 98,320,000

Hutan (Forest) 9,624,000   21,660,000 3,840,000

Tabel 6. Struktur penghasilan petani di empat komunitas petani, 2007

Table 6. The structure of farmer income on four peasant communities, 2007

Jenis penerimaanType of income

Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh/Cot Tunong

Sumber data (Source): Rumah tangga petani responden (Household respondence).

Page 13: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

231

non farm umumnya berasal dari gajipegawai, tukang, pedagang non hasil tani(warung/keliling).

Mengacu pada data dari responden(Tabel 6), meskipun luas lahan yang di-gunakan untuk usaha tani kakao palingdominan, ternyata di desa-desa penelitiandi Provinsi Sulawesi Tengah perananpenghasilan on farm dari usaha tani kakaotidak dominan. Hal ini terjadi akibat seranganhama Penggerek Buah Kakao (PBK) yangtelah menurunkan produksi kakao sekitar60%. Sebaliknya, di desa-desa lokasipenelitian di Provinsi NAD peranan peng-hasilan on farm dari usaha tani kakao masih

cukup dominan karena serangan PBK diwilayah ini masih relatif lebih rendah.Kemudian di Desa Jono Oge, meskipun luaskebun kelapa di desa tersebut relatif keciltetapi penghasilan dari on farm kebun kelapacukup besar. Hal ini terjadi karena di desatersebut banyak petani yang menguasai kebunkelapa melalui sistem sewa bapajak.Bahkan, banyak penyewaan kebun kelapayang tidak hanya dilakukan di dalam wilayahdesa tetapi juga berlangsung sampai kewilayah desa lain.

Sebagian besar penghasilan off farm didesa-desa lokasi penelitian masih relatif kecildan umumnya tidak bersal dari agroindustri

Gambar 3. Struktur penghasilan petani berdasarkan status sosial, 2007.

Figure 3. Structure of farmer income base on farmer social status, 2007.

Sumber Data (Source): Rumahtangga petani responden (Household respondence).

100%

80%

60%

40%

20%

0%

Pemi

likOw

ner

10%

30%

50%

70%

90%

Pemi

lik+Pe

nggar

ap

Owne

r+Wo

rker

Pemi

lik+

Peng

gara

p+BT

Owne

r+Wo

rker

+La

borer

Pemi

lik+

BT

Owne

r+La

bore

r

Peng

gara

pWo

rker BT

Labo

rer

Hutan (Forest) Non Farm Off Farm On Farm

Page 14: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

232

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

tetapi masih bertumpu pada penghasilansebagai upah buruh tani (Tabel 6). Agro-industri yang ada di desa-desa lokasipenelitian masih terbatas pada usahapenyewaan traktor dan alat pascapanen padi(penggilingan padi). Sampai saat ini, produkusahatani perkebunan yang dihasilkan parapetani masih dijual dalam bentuk bahanmentah hasil panen dari kebun. Pengolahanhasil yang dilakukan para petani masih sangatsederhana dan umumnya hanya penjemuran.Sementara itu, peluang sumber penghasilannon-farm yang tersedia bagi keluarga petani,baik yang ada di dalam desa maupun di luardesa (termasuk kiriman anak) jumlahnyamasih sedikit. Pada umumnya sumberpenghasilan non-farm yang ada di desa-desalokasi penelitian adalah upah tukang, hasilperdagangan kecil-kecilan (dalam bentukwarung atau pedagang keliling yang menjualkebutuhan pokok), dan gaji pegawai(terutama pegawai guru dan pegawai dilingkungan kantor kecamatan).

Pekerjaan sebagai buruh tani di desa-desa lokasi penelitian lebih dikenal denganistilah “mencari upahan” atau “makan gaji”.Peluang pekerjaan berburuh tani di desa-desapenelitian terutama terdapat pada berbagaikegiatan usahatani padi sawah, baik padakegiatan penanaman, pemeliharaan maupunpemanenan. Sementara itu, peluangpekerjaan berburuh pada usahatani per-kebunan relatif lebih sedikit, karena kegiatanpenanaman berlangsung sekali dalam kurunwaktu sekitar 30 tahun. Dalam tahappengelolaan usahatani perkebunan, peluangberburuh hanya berlangsung pada kegiatanpemeliharaan (seluruh tanaman perkebunan)dan pada kegiatan pemanenan (terutama padatanaman kelapa dan cengkeh). Pekerjaan

sebagai buruh tani seringkali dilakukan parapetani bukan hanya di lingkungan desasendiri tetapi sampai ke lingkungan luar desa.Hal ini terutama banyak dilakukan parapetani di Desa Ulee Gunong NAD dimanadi desa tersebut tidak ada usaha tani padisawah.

Umumnya masyarakat desa “mencariupahan” pada berbagai lapangan kerja, baikdi sektor pertanian (di desa), non pertanian(di desa dan di kota), atau kehutanan (didesa). Oleh sebab itu, pekerjaan berburuhsering disebut masyarakat sebagai pekerjaan“mocok-mocok”. Mencari hasil hutandianggap berburuh karena mereka seringkalidibiayai penampung dan kemudian di-perhitungkan setelah memperoleh hasilhutan. Di desa-desa penelitian di provinsiNAD, mencari upahan berkembang pesatsetelah banyak kucuran dana bantuanTsunami. Oleh sebab itu, mencari upahan(berburuh) menjadi pilihan pekerjaan barubagi para petani karena nilai upahnyameningkat tajam, yaitu menjadi Rp50.000/hari (kerja mulai jam 08.00–16.00),Padahal sebelumnya nilai upah buruh hanyaRp30.000/hari.

Bila struktur penghasilan petanidikaitkan dengan status sosial petani(berdasarkan penguasaan lahan), tampakbahwa peranan lahan dalam bentukpengelolaan usaha tani (on farm) sangatmenonjol pada status petani pemilik (72%),petani “pemilik + penggarap” (78%), danpetani penggarap (75%). Namun demikian,peranan lahan dimaksud relatif rendah padastatus petani “pemilik + penggarap + buruhtani” dan status petani “pemilik + buruhtani, yaitu masing-masing sebesar 52% dan

Page 15: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

233

43% (Gambar 3). Pada struktur peng-hasilankedua status tersebut peranan sumberpenghasilan dari off-farm (terutama dariupah buruh tani cukup besar, yaitu masing-masing mencapai 41% dan 42%. Dalam halini penghasilan dari off-farm telah berperanmenggantikan kekurangan penghasilan petanidari lahan on-farm.

Diferensiasi Kesejahteraan DalamKomunitas Petani

Komunitas petani di semua desa lokasipenelitian memahami adanya perbedaantingkat kesejahteraan di antara anggotakomunitas. Hasil rekonstruksi yang dilakukanoleh anggota komunitas petani di semualokasi penelitian menunjukkan bahwakomunitas petani terbagi menjadi 3 (tiga)lapisan, yaitu 1) Lapisan Miskin, 2) LapisanSedang, dan 3) Lapisan Kaya. Dalammemposisikan seorang anggota komunitaspada suatu lapisan kesejahteraan tertentu,anggota komunitas menggunakan indikator-indikator berikut : a) rata-rata penghasilan/hari, b) penghasilan dari hasil lahan,c) kondisi rumah, d) kemampuan dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari, e) pemilik-an alat transportasi, f) dan tingkat pendidikananak.

Berdasarkan indikator–indikatortersebut, maka masing-masing pelapisandapat dibedakan sebagai berikut :

1) Lapisan Miskin. Lapisan ini merupakananggota komunitas yang mempunyai ciriutama berikut : a) rata-rata penghasilan/hari sekitar Rp15.000,-, b) penghasilanutama berasal dari lahan produktif miliksendiri (kebun dan/atau sawah) tetapiluasnya sangat terbatas (kurang dari 1 ha),hasil dari sistem bagi hasil kebun/sawahmilik petani lain, dan/atau hasil bekerjasebagai buruh tani, c) kondisi rumahgubuk berdinding kayu, d) untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari sangatsering berutang, e) tidak memiliki alattransportasi sendiri, f) pendidikan anakmaksimal hanya sampai tingkat SD.

2) Lapisan Sederhana (Sedang/Cukup).Lapisan ini merupakan anggota komunitasyang mempunyai ciri utama berikut :a) rata-rata penghasilan/hari sekitarRp30.000,-, b) penghasilan utama dari

Sumber data (Source): Rumah tangga petani responden (Respondense of farmer family).

Pemilik (Owner) 6.747 3.431

Pemilik+Penggarap (Owner+worker) 3.324 2.559

Pemilik+Penggarap+BT (Owner+worker+laborer) 2.807 2.345

Pemilik+BT (Owner+laborer) 2.816 2.182

Penggarap (Worker) 2.230 1.544

BT (Laborer) 1.467 1.424

Tabel 7. Rerata penerimaan dan pengeluaran petani, 2007

Table 7. The average of farmer income and expenditure, 2007

 Status sosial petaniFarmers social status

Penerimaan/Kapita/Tahun, Rp.JutaIncome/Capita/Year, million

Pengeluaran/Kapita/Tahun, Rp.JutaExpenditure/Capita/Year, million

Page 16: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

234

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

lahan produktif milik sendiri dengan luas>/1–2 ha, perdagangan (warung), dan/atau pegawai (umumnya PNS), c) kondisirumah semi permanen (sebagian ber-dinding tembok), d) untuk memenuhikebutuhan sehari-hari kadang-kadangberutang, e) sebagian besar memiliki alattransportasi motor, e) pendidikan anakminimal SMP.

3) Lapisan Kaya (Mampu). Lapisan inimerupakan anggota komunitas yangmempunyai ciri utama berikut : a) rata-ratapenghasilan/hari minimal Rp50.000,-b) penghasilan utama dari lahan produktifmilik sendiri dengan luas sekitar 5 ha,perdagangan besar, dan/atau pegawai,c) kondisi rumah permanen (berdinding

dan berlantai tembok), d) untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari tidakperlu berutang, e) mempunyai alattransportasi mobil, f) sekolah anak sudahsampai perguruan tinggi (minimal SMA),g) sudah menunaikan ibadah haji.

Dengan menggunakan data yangdikumpulkan dari rumah tangga petaniresponden dan berdasarkan status sosial petani(status penguasaan lahan), penerimaan danpengeluaran per kapita rumahtangga petanimenurun dari satu status ke status lainnya.Penurunan penerimaan dan pengeluaran padastatus ini berkaitan dengan semakin kecilnyaakses petani dalam penguasaan lahan (Tabel 7dan Gambar 4). Dalam hal ini, tuna kisma

Gambar 4. Rerata penerimaan dan pengeluaran petani, 2007.

Figure 4. The average of farmer income and expenditure (Base on farmer social status).

Sumber Data (Source) : Rumahtangga petani responden (Respondense of farmer family)Keterangan (Notes) : Y = penerimaan (income), C = pengeluaran (expenditure)

Rp

juta

(Mill

ion)

0Pe

milik

Owne

r

Pemi

lik+Pe

nggar

ap

Owne

r+Wo

rker

Pemi

lik+

Peng

gara

p+BT

Owne

r+Wo

rker

+La

borer

Pemi

lik+

BT

Owne

r+La

bore

r

Peng

gara

pWo

rker BT

Labo

rer

Y/capita C/capita

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

Page 17: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

235

penggarap dan buruh tani secara berturut-turut merupakan dua status dengan tingkatpenerimaan dan pengeluaran paling rendah.Kemudian, mengacu pada hasil uji beda nyata(LSD dengan tingkat kepercayaan 20%)menunjukkan bahwa perbedaan penerimaanper kapita yang signifikan terjadi antara sta-tus Pemilik dengan status Pemilik + BuruhTani dan antara status Pemilik dengan sta-tus Buruh Tani. Sementara itu, perbedaanpengeluaran per kapita yang signifikanterjadi antara status Pemilik dengan statusPemilik + Penggarap, Pemilik + Penggarap+ BT, Pemilik + BT, Penggarap”, danBuruh Tani serta antara status Buruh Tanidengan status Pemilik + Penggarap, Pemilik+ Penggarap + Buruh Tani, dan Pemilik+ Buruh Tani.

Bila penerimaan petani (kapita/tahun)antarkomunitas petani dibandingkan nampakbahwa para petani di Desa Jono Oge mem-

punyai tingkat penerimaan paling tinggi.Walaupun berada di provinsi dan keadaanekologis yang sama, keadaan tersebut sangatkontras dengan penerimaan rumah tanggapetani di Desa Tondo. Bahkan penerimaanrumah tangga di desa Tondo berada padatingkat paling rendah di antara empat desalokasi penelitian. Sementara itu, tingkatpenerimaan rumah tangga petani di keduakomunitas petani di provinsi NAD relatifsama, meskipun keadaan ekologisnyaberbeda. Sejalan dengan itu, hasil uji bedanyata (LSD, dengan tingkat kepercayaan80%) menunjukkan bahwa penerimaanrumah tangga petani yang berbeda hanyaterjadi antara rumah tangga petani di DesaJono Oge dengan rumah tangga petani diDesa Tondo.

Secara kualitatif, munculnya realitas=perbedaan penghasilan antara rumah tanggapetani di desa Jono Oge dan Tondo sejalan

2.892.40

6.43

2.41

4.18

2.82

3.98

3.17

Gambar 5. Rerata penerimaan dan pengeluaran petani, 2007.

Figure 5. The average of farmer household Income and expenditure (Base on Farmer Social Status).

Y/capita C/capita

1.000

Sumber Data (Source) : Rumahtangga petani responden (Respondense of farmer family)Keterangan (Notes) : Y = penerimaan (income), C = pengeluaran (expenditure)

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

Tondo Jono Oge Ulee Gunong Cot Baroh/Tunong

Page 18: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

236

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

dengan ungkapan yang sering dikemukakanoleh masyarakat Tondo maupun masyarakatJono Oge bahwa orang Bugis lebih rajindalam bekerja/berusaha daripada orang Kaili.Fenomena lebih rajinnya orang Bugis jugaditunjukkan oleh prestasi penggarapansawah. Dalam hal ini, seluruh sumberdayalahan sawah di Desa Jono Oge diusahakanpara petani. Sebaliknya, di Desa Tondobanyak sumberdaya lahan sawah yang tidakdiusahakan.

Sementara itu, dalam hal pengeluaran(pengeluaran/kapita/tahun), rumahtanggapetani di desa-desa lokasi penelitian di

Provinsi NAD mempunyai pengeluaran yanglebih tinggi dibanding rumah tangga petanidi desa-desa lokasi penelitian di ProvinsiSulawesi Tengah. Dengan menggunakan ujibeda nyata LSD, dengan tingkat kepercayaan80%) menunjukkan bahwa pengeluaranrumah tangga petani yang berbeda terjadiantara rumahtangga petani di Desa CotBaroh/Cot Tunong dengan rumah tanggapetani di Desa Tondo dan Desa Jono Oge.Fenomena tersebut sejalan dengan data gariskemiskinan BPS, bahwa angka gariskemiskinan di Kabupaten Pidie-provinsiNAD sekitar 15% lebih tinggi dibanding

Gambar 6. Distribusi petani berdasarkan tingkat kesejahteraan, 2007.

Figure 6. The farmer distribution base on welfare level 2007.

Sumber Data (Source) : Rumahtangga petani responden (Respondense of farmer family).

Kaya(Rich) Sedang(Moderate) Miskin (Poor)

Tond

o

Jono

Oge

Cot B

aroh

/Co

t Tun

ong

Ulee

Gun

ong

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Page 19: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

237

Gambar 7. Distribusi petani berdasarkan status sosial dan tingkat kesejahteraan, 2007.

Figure 7. The farmer distribution base on farmer social status and welfare level, 2007.

Gambar 8. Distribusi petani berdasarkan tingkat kesejahteraan dan luas pemilikan lahan produktif, 2007.

Figure 8. The farmer distribution base on welfare level and the size of ownership of productive Land.

Sumber Data (Source) : Rumahtangga petani responden (Respondense of farmer family).

Sumber Data (Source) : Sensus rumahtangga petani melalui informan kunci (Calculated from family cencus by discussion withkey farmers)

Kaya(Rich) Sedang(Moderate) Miskin (Poor)

Pemi

likOw

ner

Pemi

lik+Pe

nggar

ap

Owne

r+Wo

rker

Pemi

lik+

Peng

gara

p+BT

Owne

r+Wo

rker

+La

borer

Pemi

lik+

BT

Owne

r+La

bore

r

Peng

gara

pWo

rker BT

Labo

rer

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%>0-<0.5

Kaya(Rich) Sedang(Moderate) Miskin (Poor)

Page 20: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

238

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

angka garis kemiskinan di KabupatenDonggala–provinsi Sulawesi Tengah.

Berdasarkan tingkat kesejahteraan yangdirekonstruksikan anggota komunitas(Gambar 6), hampir di semua komunitaspetani proporsi rumah tangga petani lapisanmiskin masih menjadi bagian terbesar,kecuali di desa Tondo dimana rumahtanggalapisan miskin dan lapisan sedang relatifsama. Bahkan di desa-desa lokasi penelitiandi Provinsi NAD rumahtangga petani lapisanmiskin sangat tinggi (di atas 70%). Di desa-desa penelitian di Provinsi Sulawesi Tengahrumahtangga petani lapisan sedangmendekati 50%. Sementara itu, proporsirumahtangga petani lapisan kaya umumnyamasih dibawah 10%, kecuali di Desa JonoOge–Provinsi Sulawesi Tengah dimanalapisan tersebut telah mencapai 12%.

Berdasarkan pola pengusaan lahan,sebagian besar petani pemilik ternyata masihberada pada tingkat kesejahteraan sedang,bahkan sebagian kecil lainnya berada padatingkat kesejahteraan miskin (Gambar 7).Hal ini terjadi karena luas lahan produktif

yang dimiliki relatif sempit (kurang darisatu hektar). Sementara itu, sebagian besarstatus buruh tani, status petani pemilik +buruh tani, dan status petani penggarapberada pada tingkat kesejahteraan miskin(proporsi masing-masing 100%, 63%, dan50%), sedangkan petani lain dalam kategoridimaksud hanya berada pada tingkatkesejahteraan sedang. Adanya petani kayapada status petani pemilik + penggarapterjadi karena terdapat penggarap (terutamapenyewa kebun kelapa) yang merupakanpetani kaya.

Bila tingkat kesejahteraan petani tersebutdikaitkan dengan luas pemilikan lahan,tampak bahwa petani dengan tingkatkesejahteraan kaya umumnya adalah petaniyang memiliki lahan produktif lebih dari 4hektar (Gambar 9). Adanya sejumlah petaniyang pemilikan lahannya kurang dari 4 hektartetapi berada dalam lapisan kesejahteraankaya terjadi karena selain mereka mem-peroleh penghasilan dari lahan jugamemperoleh penghasilan dari sumber nonpertanian, misalnya dari usaha dagang dangaji pegawai.

Jono Oge  0,70 0,37 0,69 0,30

T R T R

Tondo  0,38 0,31 0,37 0,28

R R R R

Cot Tunong/Baroh  0,29 0,25 0,30 0,22

R R R R

Ulee Gunong  0,39 0,25 0,41 0,25

R R M R

Tabel 8. Hasil Analisa Gini Ratio Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Petani, 2007

Table 8. The Result of Gini Ratio Analysis on Farmer Income and Expenditure

DesaVilage Name

Penerimaan TotalTotal Income

Pengeluaran TotalTotal Expenditure

Penerimaan/KapitaIncome/Capita

Pengeluaran/KapitaExpenditure/Capita

Keterangan (Notes) : < 0,4 = Rendah (Low), R; 0,4 - 0,5 = Moderate (Moderate), M; > 0,5 = Tinggi (High), H.

Page 21: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

Bentuk struktur sosial komunitas petani dan implikasinya terhadap diferensiasi kesejahteraan. Studi kasus pada komunitaspetani kakao di sulawesi tengah dan nangroe aceh darussalam

239

Dengan menggunakan analisa Giniratio (Tabel 8) terhadap data rumahtanggapetani responden diperoleh gambaran bahwatingkat ketimpangan pengeluaran yang terjadidi empat komunitas petani lokasi penelitianmasih dalam kategori rendah, baik dalamhal pengeluaran total maupun dalam halpengeluaran/kapita/tahun. Sementara itu,dengan menggunakan alat analisis yangsama, ternyata dalam hal penerimaanrumahtangga petani (pendapatan totalmaupun pendapatan/kapita/tahun) ketimpanganyang terjadi dalam komunitas petani di DesaJono Oge-sebuah desa pendatang etnis Bugis-sudah tergolong tinggi. Tingginya tingkatketimpangan penerimaan dalam komunitaspetani di Desa Jono Oge diduga berkaitandengan adanya petani kaya yang kondisinyajauh lebih kaya bila dibandingkan denganpetani kaya yang muncul di desa-desa lokasipenelitian lain.

Bila data ketimpangan penerimaan danpengeluaran rumah tangga petani dibanding-kan dengan ketimpangan pemilikan (tetap)lahan produktif, tampak bahwa umumnyaketimpangan yang terjadi dalam pemilikan(tetap) lahan produktif relatif lebih tinggidibanding ketimpangan yang terjadi dalampenerimaan dan pengeluaran rumahtanggapetani. Hal ini terjadi karena upaya petanidalam memperoleh penghasilan umumnyatidak terbatas hanya dari lahan yang dimilikimelalui mekanisme pemilikan tetap. Ternyatapara petani memperoleh jalan lain melaluimekanisme pemilikan sementara (terutamamelalui mekanisme bagi hasil dan sewa).Selain itu, para petani juga dapat mem-peroleh penghasilan dari sumber penghasilanoff farm (terutama berburuh tani) dan darisumber penghasilan non farm. Kenyataan

munculnya realitas ketimpangan distribusipenerimaan dan pengeluaran wargakomunitas yang lebih rendah dari ketim-pangan distribusi pemilikan warga komunitasmenunjukkan bahwa distribusi penguasaanlahan (pemilikan tetap + pemilikansementara) lebih penting dibanding distribusipemilikan (tetap).

KESIMPULAN

Dalam komunitas petani kakao yangtelah mengalami perubahan struktur agrariadari pemilikan kolektif ke pemilikanperorangan ternyata bentuk struktur sosialyang muncul adalah stratifikasi yangsemakin timpang.

Mengacu pada penguasaan lahan,struktur sosial komunitas petani kakaodisusun oleh tiga lapisan berstatus tunggaldan 4 lapisan berstatus kombinasi, yaitu :1) petani pemilik, 2) petani pemilik +penggarap, 3) petani pemilik + penggarap+ buruh tani, 4) petani pemilik + buruhtani, 5) petani penggarap, 6) petanipenggarap + buruh tani, dan 7) buruh tani.

Pada saat penelitian berlangsung, petanitunakisma tidak mutlak maupun tunakismamutlak sudah muncul di semua komunitaspetani di Provinsi Sulawesi Tengah maupundi NAD. Bahkan dalam komunitas petanidi Desa Jono Oge Sulawesi Tengah yangberlatar belakang etnis Bugis (pendatang),proporsi petani tunakisma sudah mencapai34,2% (dari total rumah tangga petani).Berdasarkan analisis Gini ratio, ketimpanganpemilikan lahan total sudah mencapai tingkatketimpangan tinggi (dalam komunitas petanidi Desa Jono Oge dan Cot Baroh/Cot

Page 22: Bentuk Struktur Sosial Komunitas Petani Dan Implikasinya ...iccri.net/download/Pelita Perkebunan/vol_24_no_3_desember_2012... · Oleh sebab itu, pengembangan usahatani kakao yang

240

Fadjar, Sitorus, Dharmawan, dan Tjondronegoro

Tunong). Sedang (Desa Tondo), dan tingkatketimpangan rendah (Desa Ulee Gunong).Bahkan, bila analisis Gini ratio diterapkanpada lahan produktif ternyata sebagian besarkomunitas petani dimaksud berada padatingkat ketimpangan Tinggi, kecualikomunitas petani di Desa Cot Baroh/CotTunong NAD (tingkat ketimpanganRendah).

Berlangsungnya perubahan struktursosial komunitas petani berimplikasi padameningkatnya differensiasi kesejahteraandalam komunitas tersebut. Sebagian besarpetani di desa-desa penelitian di ProvinsiNAD berada pada lapisan miskin.Sementara itu, di desa-desa penelitian diProvinsi Sulawesi Tengah proporsi lapisanpetani miskin dan lapisan petani sedangrelatif seimbang. Munculnya lapisan petanidengan status kesejahteraan miskin tidakhanya terjadi pada lapisan petani tunakismamutlak maupun tunakisma tidak mutlaktetapi juga pada lapisan petani pemilik,terutama pada lapisan petani pemilik yangluas lahan miliknya relatif sempit (kurangdari 2 ha). Berdasarkan analisa Gini ratio,ketimpangan penghasilan dan pengeluarandi empat komunitas lokasi penelitianumumnya masih berada pada kategorirendah, kecuali ketimpangan penghasilan diDesa Jono Oge (tergolong Tinggi) danketimpangan penghasilan di Desa Tondo(tergolong Sedang).

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perkebunan (2007). StatistikPerkebunan Indonesia 2003–2006:Kakao. Direktorat Jenderal BP Per-kebunan. Jakarta.

Hasyim, Wan (1988). Peasant under PeripheralCapitalism. Penerbit UniversitiKebangsaan Malaysia.

Hayami; Yuziro & Masao Kikuchi (1987).Dilema Ekonomi Desa. Suatu Pen-dekatan Ekonomi Terhadap PerubahanKelembagaan di Asia. Yayasan OborIndonesia. Jakarta.

Newman & W. Lawrence (1997). Social Re-search Methods. Qualitative and Quan-titative Approaches. Allyn and Bacon.Boston.

Ray, Christhoper (2002). A mode of produc-tion for fragile rural economics: theterritorial accumulation of form ofcapital. Journal of Studies. 18, 225–231.

Russel & James W. (1989). Modes of Pro-duction in World History. Routledge.London and New York.

Shanin, Teodor (1990). Defining Peasant. Es-says Conserning Rural Societies,Expolary Economies, and Learning fromthem in the Contemporary World. BasilBlackwell. Cambridge.

Wiradi, G. (1984). Pola Penguasaan Tanah danReforma Agraria Dalam Tjondronegoro(Editor) Dua Abad Penguasaan Tanah :Pola Penguasaan Tanah di Jawa dariMasa ke Masa. PT Gramedia.Jakarta.

Yin, Robert K. (2002). Studi Kasus. Desain danMetoda. PT. Raja Grafita Persada.Jakarta.

********