bahan referat
TRANSCRIPT
Gambar 1 : Otomikosis. Tampak hifa dan spora dalam liang telinga
Causal agent Treatment AuthorAspergillus (species not specified) Clotrimazole Ologe and Nwabuisi [17] Bassiouny et al. [10] Ketoconazole Nong et al. [19] Ho et al. [1] Itraconazole Nong et al. [19] Clotrimazole Schrader (2003)
Aspergillus flavus Itraconazole, terbinafide Karaarslan et al. [24]
Aspergillus fumigatus Miconazole Dyckhoff et al. [21] Amphotericin B Kintzel et al. [26] Acetic acid Jackman et al. [3] Clotrimazole Jackman et al. [3] Martin et al. [13] Tolnaftate Martin et al. [13]
Aspergillus niger Borneol Chang and Li [7] Tolnaftate Damato [30] Ciclopiroxolamine, boric acid del Palacio et al. [37] Itraconazole Hoshino and Matsumoto [8] Mercurochrome Mgbor and Gugnani [4] Mishra et al. [32] Boric acid Ozcan et al. [5] Clotrimazole Pradhan et al. [15] 5-Fluorocytosine Than et al. [38] Itraconazole, terbinafide Karaarslan et al. [24] Fluconazole Kurnatowski and Filipiak [2] Amphotericin B Ette et al. [27] Thimerosal Tisner et al. [31]
Aspergillus terreus Lanoconazole Egami et al. [14]
Candida albicans Ketoconazole Cohen and Thompson [20] Ho et al. [1] Thimerosal Tisner et al. [31] Amphotericin B Ette et al. [27] O’Day (2004) Clotrimazole Jhadav (2003) Schrader (2003) Bassiouny et al. [10] Ologe and Nwabuisi [17] Jackman et al. [3] Martin et al. [13] Itraconazole Nong et al. [19] Fluconazole Kurnatowski and Filipiak [2] Tolnaftate Martin et al. [13] Acetic acid Jackman et al. [3] Candida parapsilosis Clotrimazole, tolnaftate Martin et al. [13] Fluconazole Kurnatowski et al. [2]
Scedosporium apiospermum Clotrimazole Bhally et al. [16]
Scopulariopsis brevicaulis Nystatin Besbes et al. [25]
Antifungal Tested for ototoxicity Author5-fluorocytosine Not tested Than et al. [38]
Acetic acid otic Ototoxic Jackman et al. [3] Jinn et al. [36]
Aluminium acetate otic Non ototoxic Ho et al. [1] Jackman et al. [3]Amphotericin B Not tested Nong et al. [19]Bifonazole Not tested Piantoni et al. [23]Boric Acid Ototoxic del Palacio et al. [37] Ozcan et al. [5]
Clotrimazole Non ototoxic Bhally et al. [16] Jackman et al. [3] Tom [29] Mgbor and Gugnani [4] Ologe and Nwabuisi [17] Bassiouny et al. [10] Jadhav et al. [6]
Cresylate otic Ototoxic Ho et al. [1]
Cyclopirox olamine 1% otic Not tested Bassiouny et al. [10] del Palacio et al. [37]
Cyclopirox olamine 11% otic Not tested del Palacio et al. [37]
Econazole Not tested Bassiouny et al. [10]
Fluconazole Non ototoxic Kurnatowski et al. [2] Nong et al. [19]
Itraconazole Not tested Nong et al. [19]
Ketoconazole Non ototoxic Cohen and Thompson [20] Nong et al. [19] Ho et al. [1]
Lanoconazole Not tested Egami et al. [14]
Locacorten-vioform Ototoxic Mgbor and Gugnani [4]
Mercurochrome 1% Non ototoxic (FDA banned) Mgbor and Gugnani [4] Mishra et al. [32]
Miconazole Non ototoxic Bassiouny et al. [10] Dyckhoff et al. [21]
Nystatin Not tested Jackman et al. [3]Gentian Violet Ototoxic Tom [29] Spandow [35]Thimerosal Not tested Tisner et al. [31]
I. PENDAHULUAN
Fungi atau jamur (latin) adalah organism eukariotik, pembawa spora, hanya sedikit
mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual.
Otomikosis atau otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur (fungal otitis externa)
digambarkan sebagai infeksi epitel skuamosa pada kanalis auditorius eksternus yang disebabkan oleh
jamur dengan komplikasi yang jarang melibatkan telinga tengah. Walaupun sangat jarang
mengancam jiwa, proses penyakit ini sering menyebabkan keputus-asaan baik pada pasien maupun
ahli telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam pengobatan dan tindak
lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang begitu tinggi.
Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belahan dunia.
Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik, faktor lingkungan, dan juga
waktu. Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan
prevalensinya mencapai 9% dari keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan tanda otitis
eksterna. Walaupun terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi, melawan
pendapat lain yang menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai respon host yang
immunocompromised terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi laboratorium dan pengamatan
secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab patologis yang sebenarnya, dengan Candida
dan Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak diperoleh dari isolatnya.
Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis, termasuk cuaca yang
lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status pasien yang immunocompromised , dan
peningkatan pemakaian preparat kortikosteroid. Pengobatan yang direkomendasikan meliputi
debridement lokal, serta penghentian pemakaian preparat kortikosteroid.
III. DEFINISI
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur superficial pada
kanalis auditorius eksternus.6
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut,
dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan
adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk
hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.6,7
IV. EPIDEMIOLOGI
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan cuaca yang
panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga luar
disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya
adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang
mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan
cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara tropis dan subtropis.
Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering
ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.8
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak
pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa,
dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-
laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.9 5
Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 %nya
merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.3
V. ETIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi ketiadaan serumen,
kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang biasanya sering
disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH
yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air
misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan
ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius eksternus.
Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang lain meliputi
riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.8
Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama Aspergillus
niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis,
Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan
infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang
diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.9,10
Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi jamur yang patogenik,
tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah
ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH,
gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( seperti gangguan imun tubuh,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas, kelembaban ), riwayat
otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, post mastoidektomi, atau penggunaan
substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga.3
Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari otomikosis ini. Pada dua
penelitian di Babol dan barat laut Iran, A.niger dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan dkk, dan
Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan Australia.
Tetapi, Kaur, dkk, menemukan bahwa A.fumigatus sebagai penyebab terbanyak diikuti dengan
A.niger. Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah A.flavus.
Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang 6
berhubungan dengan terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis. Pada penelitian
yang dilakukan Ali Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai A.niger sebagai penyebab utama diikuti
dengan A.flavus.9,10
Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada pasien
immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi yang telah diberikan.
(Aspergillus Otomikosis).11
VI. DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada :
1. Anamnesis
Adanya keluhan rasa gatal, nyeri dalam telinga, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang juga
penting adalah kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang,
menyelam, dan sebagainya.12
2. Pemeriksaan Klinis.
Dapat ditemukan gejala dan tanda, antara lain:
Gatal-gatal pada otomokosis
Hal ini disebabkan terjadinya eksfoliasi kulit oleh jamur yang tumbuh sehingga terjadi pengelupasan
kulit yang kemudian bercampur dengan jamur itu sendiri membentuk masa debris yang basah. Massa
basah ini selanjutnya mengiritasi kulit liang telinga yang sudah terkelupas tadi sehingga timbul rasa
gatal. Dengan digaruk akan memperberat rasa gatal tersebut. Seperti disebutkan rasa gatal ini
merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh pasien.
Sakit pada telinga
Keluhan sakit pada dasarnya merupakan keluhan lanjutan setelah gatal dan liang telinga dikorek-
korek, sehingga membuat trauma dan menimbulkan reaksi radang yang diikuti infeksi bakteri.
Keluhan ini merupakan keluhan kedua terbanyak.
Perasaan tidak enak
Perasaan tak enak pada liang telinga ini dirasakan difusi sehingga penderita sendiri sukar untuk
menerangkannya.
Gangguan Pendengaran
7
Gangguan pendengaran biasanya ringan saja akibat adanya massa seperti busa yang besar pada liang
telinga yang terutama disebabkan oleh jamur Aspergillus niger. (5.6)
Telinga berair
Cairan telinga dapat bervariasi mulai dari serous seropurulent sampai pada cairan berwarna krem dan
kehitam-hitaman.
Tinitus
Keluhan ini sering menetap dan sangat mengganggu penderita sehingga sering menyebabkan
penderita datang berobat tanpa disertai gejala atau lainya yang berarti. Tinitus ini mungkin hanya
disebabkan oleh sumbatan debris dalam liang telinga yang menekan gendang telinga. Keluhan ini
akan hilang setelah debris ini diangkat.
Gambar 1 : Otomikosis. Tampak hifa dan spora dalam liang telinga 8
Pada pemeriksaan klinis umumnya tidak menunjukan kelainan yang berarti pada daun telinga,
kecuali sedikit rasa nyeri saat daun telinga ditarik serta ulserasi ringan dengan pembentukan krusta. .
Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian
luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Pada liang
telinga dapat terjadi penyempitan dalam berbagai derajat. Penyempitan disebabkan reaksi peradangan
pada lapisan kulit liang telinga luar karena infeksi jamur. Didapati adanya akumulasi debris fibrin
yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit.
Sedangkan pada membrana tympani dapat dijumpai kongesti dan peradangan pada gendang telinga
meskipun pada kebanyakan kasus tidak ditemukan kelainan Tempat yang terinfeksi menjadi merah
dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan
dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.12
Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang
tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya
pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara
kanalis eksterna atau pada membran timpani.8
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Preparat langsung:
Skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan tampak hifa-hifa lebar,
berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.12
b. Pembiakan:
Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh
dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar
dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya.12
VII. DIAGNOSA BANDING
Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri, kemudian
dengan dermatitis pada liang telinga yang sering memberikan gejala – gejala yang sama.12 9
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering, jangan lembab, dan disarankan
untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan
telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan.15
Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya dapat
menyembuhkan.4,15
Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-kresil asetat )
dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi banyak kasus.16
Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau meneteskan larutan burrowi 5 %
satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil
pengobatan yang memuaskan.8
Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.8
Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat yang
mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara
sistemik.2,16
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati
proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk
mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain
memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu
sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan
dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita
otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah homeostasis lokal. Kesemuanya
apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.3
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membran timpani dan otitis
media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan pengobatan.
Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari
membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada 10
pembuluh darah. Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai
penelitian berkisar antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk
memprediksi terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan
konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi
langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.2
X. PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti jamur
dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan ) yang baik secara imunologi.
Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi
sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih
terganggu. 1,12
XI. KESIMPULAN
1. Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub akut, maupun kronik
yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius eksternus ).
2. Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret ( otorrhea ), gatal, sampai
berkurangnya pendengaran.
3. Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi
karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan penggunaan kortikosteroid, dan anti
mikroba pada infeksi sebelumnya.
4. Spesies yang paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillum dan
Candida.
5. Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan faktor-faktor
predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun sistemik.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Maran A G D, Disease of the Nose, Throat and Ear., PG Publishing, Tenth Edition, Singapore
(2001)
2. Soepardi H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Kelima, 2003
3. Djuanda A, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
Kelima, 2008
4. Colman B H, Diseases of the Nose, Throat and Ear, and Head and Neck, Fourteenth Edition,
ELBS with Churchill Livingstone
5. Adams G, Boies L, Boies Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran 2005
6. Becker W, Nauman H, Ear, Nose and Throat Diseases, second revised edition, Thieme Medical
Publishers, 1994
7. Otomikosis, Welcome & Joining Otolaryngology in Indonesian language. Available at:
http://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/otomikosis/
8. Otomikosis, The Journey. Available at: http://chartyan.blogspot.com/2009/11/otomikosis.html
9. Otomikosis, A Bloggers’ Blog. Available at: http://syizz.blogspot.com/2008/11/otomikosis.html
10. Wikipedia : Otomikosis. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Otomycosis
11. Doctor Fungus : Otomycosis. Available at:
http://www.doctorfungus.org/mycoses/human/other/otomycosis.htm
12. Dr Paulose : Fungus in the Ear. Available at: http://www.drpaulose.com/general/fungus-in-the-
ear-otomycosis
13. Infections of the external ear. Available at: http://www.utmb.edu/otoref/grnds/Ear-Ext-Infect-
2001-0321/Ear-Ext-Infect-2001-03.doc.
14. Orlhns : Otomycosis. Available at: http://www.orlhns.info/index.php?title=Otomycosis
15. Ilmu penyakit, anatomi dan fisiologi THT, Ardi al-Maqassary's blog. Available at:
http://www.psychologymania.co.cc/2010/01/ilmu-penyakit-anatomi-fisiologi-tht.html
16. Raymundo Munguia , Sam J. Daniel. Ototopical antifungals and otomycosis: A review. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology (2008) 72, 453—459