bab9_gulma_perkebunan

19
Pengendalian Gulma 100 Gulma Perkebunan dan Strategi Pengendaliannya PENGENDALIAN GULMA DI TANAMAN PERKEBUNAN Istilah “perkebunan” atau estate sudah lama dikenal di Indonesia. Pada tahun 1938 terdapat 243 perkebunan besar di Indonesia. Berdasarkan fungsinya perkebunan merupakan usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam. Perkebunan berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar, perkebunan inti rakyat, dan unit pelaksana proyek. Tahapan prosedur pengelolaan gulma di perkebunan dimulai dengan identifikasi masalah, pemilihan cara pengendalian dan implementasinya. Jika terjadi kesalahan dalam pemilihan ncara atau implementasi pengendalian, maka diperlukan umpan balik (Gambar 9.1). Masalah gulma di perkebunan timbul sejak land clearing sampai dengan tanaman menghasilkan (Gambar 9.2). Untuk itu perlu pengelolaan secara efisien dan bijaksana. Dampak negatif yang ditimbulkan gulma antara lain persaingan sarana tumbuh, mengganggu operasional di lapangan, sumber hama dan penyakit tumbuhan, sekresi zat-zat alelopati, serta penurunan nilai estetika. Semua kerugian tersebut dapat menurunkan produksi pertanian. Gambar 9.1 Empat Tahapan Prosedur Pengelolaan Gulma Identifikasi Masalah Pemilihan Cara Pengendalian Implementasi Pengendalian Perencanaan Pengelolaan Gulma Jangka Panjang

Upload: feri-chandra

Post on 14-Aug-2015

104 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 100

Gulma Perkebunan dan Strategi Pengendaliannya

PENGENDALIAN GULMA DI TANAMAN PERKEBUNAN

Istilah “perkebunan” atau estate sudah lama dikenal di Indonesia. Pada tahun

1938 terdapat 243 perkebunan besar di Indonesia. Berdasarkan fungsinya perkebunan

merupakan usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan

devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam. Perkebunan

berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar,

perkebunan inti rakyat, dan unit pelaksana proyek.

Tahapan prosedur pengelolaan gulma di perkebunan dimulai dengan identifikasi

masalah, pemilihan cara pengendalian dan implementasinya. Jika terjadi kesalahan

dalam pemilihan ncara atau implementasi pengendalian, maka diperlukan umpan balik

(Gambar 9.1). Masalah gulma di perkebunan timbul sejak land clearing sampai

dengan tanaman menghasilkan (Gambar 9.2). Untuk itu perlu pengelolaan secara

efisien dan bijaksana. Dampak negatif yang ditimbulkan gulma antara lain persaingan

sarana tumbuh, mengganggu operasional di lapangan, sumber hama dan penyakit

tumbuhan, sekresi zat-zat alelopati, serta penurunan nilai estetika. Semua kerugian

tersebut dapat menurunkan produksi pertanian.

Gambar 9.1 Empat Tahapan Prosedur Pengelolaan Gulma

Identifikasi Masalah

Pemilihan Cara Pengendalian

Implementasi Pengendalian

Perencanaan Pengelolaan Gulma Jangka Panjang

Page 2: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 101

Diikuti tahapan berikutnya

= Tanpa tahapan

Umpan balik

Gambar 9.2 Skema Budidaya Tanaman Perkebunan dan Hubungannya dengan

Masalah Gulma (Zaman, 2007)

Klasifikasi Gulma

Berdasarkan tingkat bahayanya gulma diklasifikasikan secara teknis sebagai berikut :

1. Kelas A : Gulma sangat berbahaya (noxious weed)

2. Kelas B : Gulma berbahaya

3. Kelas C : Gulma yang kurang kompetitif dan dapat ditolerir, akan tetapi

memerlukan pengendalian yang teratur. Bisa bermanfaat untuk

mencegah erosi

Pemetaan (Bloking)

Land Clearing

Pengajiran

Lubang Tanam

Tanam

Tan. Tahun Ini

TBM

TM Panen

Masalah Gulma

LCC

Pemeliharaan

Pembibitan

Page 3: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 102

4. Kelas D : Gulma yang relatif tidak berbahaya, dapat bermanfaat bagi ekosistem

kebun.

Imperata cylindrica (alang-alang) dan Chromoaena odorata (kirinyu) adalah

contoh gulma yang termasuk dalam kelas A. Gulma yang termasuk dalam klasifikasi

B diantaranya Mikania micrantha dan Clidemia hirta. Contoh gulma yang termasuk

dalam kelas C adalah Borreria alata. Gulma Ageratum conyzoides (babadotan)

termasuk dalam klasifikasi D.

Gambar 9.3 Imperata cylindrica Gambar 9.4 Mikania micrantha

Gambar 9.5 Asystasia gangetica Gambar 9.6 Cyclossorus aridus

Landclearing dan Masalah Gulma

Landclearing adalah langkah awal dalam pembukaan kebun. Vegetasi umum

yang terdapat pada saat dilakukannya landclearing antara lain semak berkayu, alang-

Page 4: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 103

alang di pakis (pada lahan gambut). Kondisi lahan dan vegetasi akan berpengaruh

terhadap teknik pembukaan yang dilakukan.

Teknik landclearing meliputi :

1. Pembakaran

Pembakaran merupakan cara yang termurah tapi dapat menimbulkan bahaya

kebakaran dan polusi asap, sehingga cara tersebut dilarang untuk dilakukan.

Pembukaan lahan dengan api termasuk kategori tindak pidana.

2. Cara Mekanis

Cara mekanis dilakukan bila kemiringan lahan kurang dari 15 %. Semak belukar

yang ada dibersihkan dengan buldoser, lalu dikumpulkan pada jalur-jalur tertentu.

3. Cara Manual

Cara ini lebih fleksibel tetapi membutuhkan Hari Orang Kerja yang besar. Semak

belukar yang ada ditebas, dan sisa-sisa akar dari semak belukar didongkel (DAK)

lalu di rumpuk.

4. Cara Kimia

Herbisida diaplikasikan sebagai herbisida pra tanam. Pada tanah mineral digunakan

herbisida yang selektif dan sistemik. Sedangkan pada tanah gambut dan pasang

surut digunakan herbisida kontak dan non selektif. Di tanah mineral, teknik ini

sering dipakai pada lahan yang didominasi alang-alang. Penyemprotan pertama

adalah Blanket Spraying yang kemudian diikuti oleh semprotan koreksi dua minggu

setelah penyemprotan pertama (Gambar 9.3).

Gambar 9.7 Contoh Mekanisme Pembukaan Lahan yang Diinvasi Gulma Alang-alang

dengan Aplikasi Herbisida.

Alang-Alang

Blanket Spraying

Glifosat 6-8l/ha Volume semprot 500-800 l/ha

Spot Spraying

Glifosat 1% Volume semprot tergantung kondisi.

Rebahkan Ajir dan Lubang Tanam

Page 5: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 104

A. KELAPA SAWIT

Kelapa sawit berperan penting sebagai penghasil devisa negara. Kontribusi

minyak sawit terhadap konsumsi minyak nabati di dunia, yaitu sebesar 13.6 % pada

tahun 1990 dan sebesar 18.4 % pada tahun 1999 (Poeloengan et al., 2001). Untuk

produksi CPO di Indonesia tahun 1988 sebesar 1 713 335 ton dan meningkat menjadi

6 004 889 ton pada tahun 1999 (Dirjenbun, 2001).

Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di perkebunan kelapa sawit, antara lain

(1) pertumbuhan tanaman kelapa sawit muda terhambat sehingga biaya pemeliharaan

TBM meningkat, (2) produksi TBS menurun karana kompetisi tanaman dengan gulma

sehingga menyulitkan kegiatan operasional kebun seperti pemupukan, dan panen, (3)

ancaman bahaya kebakaran, serta (4) keberadaan gulma di piringan atau yang

menempel pada pokok sawit akan menyulitkan pengamatan jatuhnya brondolan

sehingga terlambat panen. Sebelum tahun 1970 pengendalian gulma kelapa sawit

umumnya manual, sedangkan setelah tahun 1970 sekitar 75 % pengendalian dilakukan

secara kimia

Pengendalian Gulma di Pembibitan

Pada saat prenursery (pembibitan pendahuluan), lahan harus diupayakan bebas

gulma. Gulma-gulma yang berada di sekitar polybag dikendalikan secara manual

dengan cara mencabutnya dengan tangan, sedangkan gulma di sekitar polybag

dibersihkan dengan cara dikored atau dicangkul. Standard kerja untuk pengendalian

gulma di pembibitan kelapa sawit adalah 15-20 HK/ha/pusingan dengan rotasi 3

minggu. Gulma diantara polybag, dapat disemprot dengan diuron 2.0 – 2.5 kg/ha,

volume semprot 550 – 600 l/ha.

Pengendalian Gulma di Areal Pertanaman

Kusnanto (1991) melakukan analisis biaya pengendalian gulma di perkebunan

kelapa sawit selama satu tahun. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), jika

dibandingkan dengan biaya pengendalian manual, biaya pengendalian dengan

herbisida kontak lebih rendah 13-21%, sedangkan dengan herbisida sistemik mampu

menekan hingga lebih rendah 33-42%.

Page 6: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 105

Pada Tanaman Menghasilkan (TM), jika dibandingkan dengan pengendalian

manual biaya pengendalian dengan herbisida kontak lebih murah 13-17%, sedangkan

dengan herbisida sistemik lebih rendah 18-27%.

Pengendalian Gulma di TBM

Alang-alang (Imperata cylindrica (L) Beauv) dan sembung rambat (Mikania

mcrantha HBK) sering menjadi masalah di areal perkebunan kelapa sawit TBM.

Kondisi alang-alang tersebut bisa berbentuk sheet,vlekken atau sporadis.

Tabel 9.1 Klasifikasi kondisi alang-alang ( I. cylindrica).

No. Klasifikasi Kondisi per sampel

1 Sheet ≥ 20 rumpun 2 Vlekken 10 – 20 rumpun 3 Berat 10 – 20 batang 4 Sedang

- Tahun 0 - Tahun 1 - Tahun 2 - Tahun 3 - TM

7 – 9 batang 6 – 9 batang 5 – 9 batang 4 – 9 batang 4 - 9 batang

5 Ringan - Tahun 0 - Tahun 1 - Tahun 2 - Tahun 3 - TM

1 – 7 batang 1 – 5 batang 1 – 4 batang 1 – 3 batang 1 - 3 batang

Bebas alang-alang Tahun 0 -TM

≤ 3 batang

Keterangan : ukuran sampel 20 m x 20 m

Untuk mengendalikan gulma alang-alang pada kondisi sheet atau vlekken,

lakukan aplikasi Blanket dengan glifosat 1%, dengan volume semprot 500 l/ha atau

dalapon 1%. Standard hari kerja dengan pengendalian kimia adalah 6-8 HK/ha,

sedangkan cara manual dengan cangkul 75 HK/ha.

Pada kondisi berat hingga sedang, aplikasi spot spraying dengan glifosat 1%

atau dalapon 1% , Standard kerja 3 HK/ha. Pada kondisi ringan lakukan wipping

dengan glifosat 0.6-1.0%, rotasi 8 kali/tahun, Standard kerja 0.5 HK/ha.

Page 7: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 106

Gulma sembung rambat dikendalikan dengan 2.4 D Amina atau MCPA dengan

dosis 1.5 – 2.0 l/ha dicampur Teepol 0.5 l/ha, volume semprot 500 – 600 l/ha, dan

Standard kerja 6 HK/ha. Sembung rambat dapat dikendalikan secara manual dengan

cara menggulung dan mengeringkan gulma tersebut di tepi jalan kebun.

Perawatan penutup tanah (LCC) dilakukan secara manual hingga kondisi W1.

Stándar kerja 13.5 HK/ha. Untuk perawatan bokoran, dilakukan secara manual

dengan parang panjang atau arit, dengan Standard kerja 3 HK/ha, dan rotasi 8

kali/tahun. Pada TBM 1, jari-jari bokoran yang dibersihkan adalah sekitar 1.0 m. Pada

TBM 2 dan 3, bisa dilakukan aplikasi glifosat atau paraquat dengan konsentrasi 0.4-

0.6 % volume semprot 400-600 l/ha. Pada TBM 2 dan 3, jari-jari bokoran yang

dibersihkan adalah sekita 1.5 dan 2.0 m.

Ada beberapa istilah di kebun yang menunjukkan kebersihan areal.

W0 = Areal bersih gulma, yang ada hanya tanaman pokoknya saja. Areal tersebut

terdapat pada bokoran sawit atau jalur tanaman karet.

W1 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC murni, terdapat pada gawangan sawit atau

karet.

W2 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC dan gulma lunak dengan perbandingan 85% :

15%.

W3 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC dan gulma lunak dengan perbandingan 70% :

30%.

W4 = Areal gawangan yang ditumbuhi oleh gulma lunak. Gulma kelas A dan B

dibersihkan.

W5 = Areal gawangan yang ditumbuhi oleh gulma sampai ketinggian 30 cm. Areal

tersebut tidak boleh ditumbuhi alang-alang dan gulma berkayu.

Pengendalian Gulma di TM

Pada bokoran dengan jari-jari 2 m, dilakukan clean weeding (Wo) dengan

glifosat atau paraquat 0.4-0.6 %, volume semprot 400-600 /ha, rotasi 4 kali/tahun.

Pada pasar pikul/jalan buah dan TPH dapat dilakukan secara manual atau kimia.

Pengendalian secara kimia biasa dilakukan dengan kombinasi glifisat 0,4 % +

metil-metsulfuron 0,005 %, rotasi 3 kali/tahun atau penggunaan paracol 2,0-2,5 l/ha.

Page 8: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 107

Pengendalian di gawangan dilakukan pembabatan dan DAK hingga kondisi W3-W5.

Pengendalian juga dapat dilakukan dengan aplikasi blanket satu kali setiap tahunnya.

b c b c

Keterangan :

x : pokok/tanaman kelapa sawit

a : daerah bokoran (Wo)

b : pasar pikul atau gawangan hidup

c : pasar mati atau gawangan mati

d : TPH

daerah yang diarsir (areal diluar bokoran) merupakan arealW1-W5.

Gambar 9.8 Skema Pertanaman Sawit

B. KARET

Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sumatera Selatan dan Jambi, karet

menjadi komoditas sosial. Luas areal perkebunan karet di Indonesia pada 1995 adalah

3 495 901 ha dengan produksi 1 573 303 ton karet kering. Pada 2000 terjadi

perbesaran gambar

bokoran/piringan sawit

X

a

W1-W5 W1-W5 W1-W5 WI-W5

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

d

x

x

x

x

d

Page 9: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 108

penurunan menjadi 3 372 421 ha dengan produksi 1 501 428 ton karet kering

(Ditjenbun, 2002).

Pengembangan perkebunan karet menurut Direktorat Jenderal Tanaman

Perkebunan (2002) didominasi oleh perkebunan rakyat sebanyak 85.5%, perkebunan

besar swasta menguasai sekitar 8.2%, sedangkan perkebunan negara hanya sebanyak

6.3%.

Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di pertanaman karet, antara lain, (1)

pertumbuhan dan matang sadap terhambat hingga tiga tahun, (2) terjadinya penurunan

produksi lateks hingga 5% (Soedarsan dan Soehendar, 1977), (3) menyulitkan

operasional kebun seperti pemupukan dan penyadapan, (4) mendorong perkembangan

penyakit akar putih (mouldy root), serta (5) resiko bahaya kebakaran

Biaya pengendalian gulma pada karet TBM adalah sebesar 83.56% dari

seluruh biaya pemeliharaan, sedang pada saat TM mencapai 46.47% (Ariyani, 2004).

Contoh biaya pengendalian gulma perhektar seperti pada Tabel 9.2.

Tabel 9.2 Biaya pengendalian gulma perhektar dibanding biaya pemeliharaan lainnya di Perkebunan Karyadeka Alam Lestari

Kegiatan TBM TM

Biaya (Rp) % Biaya (Rp) %

Pengendalian Gulma 107 332.28 83.56 38 825.90 46.47 Pemeliharaan Lainnya 21 110.59 16.44 44 729.42 53.53

Total 128 442.83 100.00 83 555.32 100 Keterangan : Upah tenaga kerja Rp 11 450/hari

Pengendalian Gulma di Pembibitan

Pengendalian pada areal pembibitan kurang dari 5 ha dapat dilakukan secara

manual, sedangkan jika luas areal lebih dari 5 ha memerlukan herbisida yang aman

terhadap bibit karet.

Pengendalian secara manual dilakukan dengan cara mencangkul di permukaan

tanah (mengkored) atau mencabut gulma sampai kondisi W0. Norma kerja 15 HK/ha.

Sebelum tajuk menutup rotasi penyiangan dilakukan 2 minggu sekali, sedangkan

setelah tajuk menutup rotasi dilakukan satu kali sebulan.

Pengendalian secara kimia menggunakan herbisida pre dan post emergence

dengan norma kerja 4 HK/ha. Aplikasi herbisida pre emergence (pratumbuh) dapat

Page 10: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 109

bertahan hingga 3-4 hari. Untuk pengendalian dengan herbisida post emergence

(pascatumbuh) dilakukan ketika bibit berusia 4-5 bulan dimana batang karet telah

berwarna cokelat dengan ketinggian semprot 30 cm di atas permukaan tanah.

Gambar 9.9 Skema Waktu Pengendalian Gulma dengan Herbisida Pratumbuh

Tabel 9.3 Herbisida untuk pengendalian gulma di pembibitan karet (Mangoensoekardjo dan Kadnan, 1974)

Bahan Aktif Dosis/ha

Herbisida Pratumbuh Diuron

Linuron Simazine Methoxytriazyne

1.5 kg 3.0 kg 3.0 kg 3.0 kg

Herbisida Pratumbuh Paraquat

Paraquat + Diuron 1.0 – 1.5 l 1.0 – 1.5 l

Keterangan: Volume semprot 600 l/ha. Aplikasi koreksi dilakukan 2 minggu setelah penyemprotan pertama.

Pengendalian gulma di areal TBM

Pengendalian gulma di TBM salah satunya dilakukan dengan penanaman

Legum Cover Crop (LCC). Benih LCC yang lazim digunakan adalah Centrosema

pubescens (Cp), Calopogonium mucunoides (Cm), dan Pueraria javanica (Pj). Fungsi

LCC adalah selain untuk mengendalikan gulma, terutama alang-alang, adalah untuk

menambahkan bahan organik pada tanah, serta sebagai pencegah erosi.

Benih Karet Semai (10 hari) Bibit Tanam

H-1

Tanah Semprot Herbisida

Page 11: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 110

A B

Keterangan: Jarak tanam karet 6 m x 4 m, (A) Jarak antar jalur 1 m, (B) jarak antar jalur 0.3 m

Gambar 9.10 Penanaman LCC di Gawangan Pertanaman Karet

Dosis benih LCC yang biasa digunakan, untuk Cp adalah 8 kg/ha, Cm 8 kg/ha,

serta Pj sebanyak 4 kg/ha. Benih tersebut ditanam dalam lubang sepanjang jalur yang

terpisah. Benih LCC dicampur dengan 15 kg RP, kemudian ditabur. Setelah benih

tumbuh, dilakukan pemupukan 30 kg urea + 15 kg SP-36 + 10 kg KCl per ha. Aplikasi

pupuk disebar disamping barisan. Pada gambar A, pembersihan LCC dapat dilakukan

secara kimia atau manual, sedangkan diantara kelompok jalur (3 jalur) dilakukan

dengan herbisida pasca tumbuh (Gambar B).

Pengendalian gulma secara manual di perkebunan karet areal TBM dilakukan

dengan menggunakan kored atau cangkul. Apabila ada aplikasi pra tumbuh maka 3-4

bulan pertama tidak ada penyiangan.

Tabel 9.4 Waktu Pengendalian Gulma Secara Manual berikut Standard Kerja dan Rotasi

Tahun ke- Bulan ke- Standard Kerja (HK) Rotasi (Minggu)

1 1 15 2 2 10 2 3-6 6 2 7-12 4 2

2-3 1-12 3 4

1 m 1.3 m 2 m 1 m 1 m

Cp Cm Pj Cm Cp Cp Pj Cm Cm Pj Cp

Page 12: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 111

Pengendalian secara kimia diawali dengan pemurnian LCC dengan

menggunakan herbisida selektif. Aplikasi dilakukan dengan menggunakan knapsack

sprayer dengan volume semprotan 600 l/ha. Norma kerja adalah 4 HK/ha.

Pengendalian gulma di jalur atau piringan karet pada TBM 1 dilakukan secara manual

dengan babat merah, sedangkan pada TBM 2 dilakukan dengan kombinasi manual

dan herbisida pascatumbuh. Untuk penyemprotan piringan atau jalur, dikenakan faktor

semprotan (spray factor) sebesar ¼. Herbisida yang umum digunakan Glifosat 0.6-

1.0 %, Paraquat 0.6 %, Paraquat+Diuron 0.4-0.6 %, Amitrole+Diuron+MCPA 0.6 %.

x

x

x

x

(a) (b)

Gambar 9.11 Teknik Aplikasi Herbisida pada (a) Piringan dan (b) Jalur Tanaman

Karet

Pengendalian Gulma pada Areal TM

Gulma yang ada pada areal TM umumnya adalah gulma tahan naungan seperti

Axonopus compressus (alang-alang), Mikania micrantha (sembung rambat),

Nephrolepis bisserata (pakis kinca), Cyclossorus aridus (pakis kadal).

Tujuan pengendalian gulma pada jalur TM, adalah (1) menjaga keseimbangan

persaingan antara tanaman dengan gulma, (2) memudahkan pengumpulan lateks, (3)

memudahkan pemupukan, dimana pupuk segera terserap oleh tanaman, serta (4)

memudahkan pengawasan.

Pengendalian gulma dilakukan dengan kombinasi cara manual dan herbisida.

Herbisida yang lazim digunakan antara lain Paraquat (kontak dan non sistemik) serta

x

x

x

x

Page 13: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 112

Glifosat (sistemik dan non selektif ). Tabel 9.5 menunjukkan beberapa herbisida yang

sering digunakan di tanaman karet yang telah menghasilkan.

Tabel 9.5 Herbisida Pasca Tumbuh pada Tanaman Karet TM

Bahan Aktif Dosis/ha

Paraquat 1.5 / 1.0 l * Glifosat 1.5 l Diuron + Paraquat 1.5 / 1.0 l * Amitrole + Diuron + MCPA 2.0 / 2.0 l * *Aplikasi ke-2 berselang 2 minggu

Rotasi penyemprotan herbisida berkolerasi negatif dengan umur tanaman karet

(Tabel 9.6). Pada tanaman TBM, rotasi sempro akan lebih sering karena tajuk tanaman

belum menutup sehingga masuknya sinar matahari akan memicu pertumbuhan gulma.

Tabel 9.6 Umur dan Rotasi Semprot

Umur Tanaman (tahun) Keadaan Tanaman Rotasi Semprot

2 s.d < 5 - Tajuk belum menutup - TBM

3 x

5 s.d < 6 - Tajuk mulai menutup - Mulai disadap (TM)

2 x

6 s.d < 8 - Tajuk sudah menutup - TM

2 x

8 s.d < 20 - Tajuk sudah menutup - TM

1 x

C. KOPI

Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ke-4 setelah Brazil,

Kolombia dan Vietnam. Ekspor kopi Indonesia tahun 2002 sebesar U$ 223 916 000,

dengan volume ekspor 325 009 ton. Pengusahaan kopi di Indonesia pada 2002 dapat

dilihat pada Tabel 9.7.

Tabel 9.7 Pengusahaan Kopi di Indonesia (Ditjenbun, 2002)

Jenis Perkebunan Luas Lahan (ha) Produksi (ton)

Perkebunan Rakyat 1 318 020 654 281 Perkebunan Besar Negara 26 954 18 128 Perkebunan Besar Swasta 27 210 9 610

Page 14: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 113

Gulma penting di kopi antara lain Imperata cylindrica, Mikania micrantha,

Chromolaena odorata, Mimosa pudica, Borreria alata, Setaria plicata, dan Ageratum

conyzoides.

Gambar 9.12 Mimosa pudica Gambar 9.13 Borreria alata

Gambar 9.14 Setaria plicata Gambar 9.15 Ageratum conyzoides

Pengendalian manual dilakukan dengan cara babat gulma di gawangan

sebanyak 12 kali/tahun dengan standard Kerja 10 HK/ha. Pengendalian gulma berkayu

yang tumbuh di sekitar tajuk tanaman dengan metode Dongkel Anak Kayu (DAK)

dengan standard kerja 5 HK/ha.

Pengendalian kimia dilakukan dengan frekuensi 1-5 kali/tahun. Herbisida yang

digunakan adalah herbisida glifosat. Untuk mengendalikan alang-alang digunakan

dosis 5 l/ha, sedangkan gulma umum 2-3 l/ha. Blanket spraying dilakukan dengan

dosis 500-600 l/ha dan spot spraying 0.4-0.6%. Jika gulma dominan adalah daun lebar

maka gunakan 2.4-D atau glifosat.

Page 15: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 114

D. TEH

Teh merupakan salah satu komoditas tanaman penyegar selain kopi dan kakao.

Lima produsen teh terbesar dunia berturut-turut adalah India, China, Srilanka, Kenya,

dan Indonesia. Luas areal dan produksi teh Indonesia cenderung stagnan, dapat dilihat

pada tabel 9.8.

Tabel 9.8 Luas Areal dan Produksi Teh Kering Indonesia Tahun 2000 - 2002

Tahun Luas Areal

(ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(kg/ha)

2000 153 675 162 587 1 420.09 2001 150 872 166 867 1 523.94 2002 150 707 165 194 1469.50

Sumber : Deptan (2004)

Kerugian akibat gulma pada tanaman teh, adalah (1) menghambat laju

pertumbuhan tanaman teh muda, periode TBM lebih lama hingga dua tahun lebih

(Sanusi, 1986), (2) menurunkan produksi pucuk hingga 40 % (BPTK, 1997), (3)

meningkatkan biaya pengendalian hama dan penyakit misalnya Commmelina

benghalensis inang bagi helopeltis, (4) menurunkan kapasitas kerja pemetikan dan

pemeliharaan rutin lainnya, serta (5) menurunkan kualitas pucuk. Masalah gulma di

perkebunan teh muncul saat TBM 1 sampai TBM 3, dan setelah dilakukan

pemangkasan.

Tabel 9.9 menunjukkan beberapa spesies gulma penting di perkebunan teh.

Gulma yang perlu mendapat perhatian serius antara lain adalah Commelina

benghalensis, karena selain pertumbuhannya cepat dan tahan naungan, gulma tersebut

juga relatif toleran terhadap herbisida.

Tabel 9.9 Beberapa Gulma Penting pada Perkebunan Teh

No. Kelompok Jenis Gulma

1 Gulma Berkayu Stachytarpheta indica

Melastoma malabatrichum (harendong) Clidemia hirta (harendong betina)

2 Gulma Merayap Commelina benghalensis (tali said) Mikania micrantha (sambung rambat)

3 Gulma Tahan Naungan Drymaria cordata Centella asiatica

Setaria plicata

4 Gulma lain Imperata cylindrica

Page 16: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 115

Paspalum conjugatum

Teknik pengendalian gulma di perkebunan teh diarahkan pada selective weeding.

Prinsip pengendalian secara kultur teknis antara lain mempercepat pertumbuhan tajuk

agar saling menutupi, mempertahankan populasi yang optimal, serta pembentukan

lapisan kanopi yang subur sehingga memiliki lapisan daun dan pemeliharaan yang

tebal.

Beberapa contoh pengendalian kultur teknis adalah dengan mengatur jarak

tanam optimum 120 cm x 60 cm, sistem dan gilir petik yang tepat untuk mendapatkan

bidang petik yang rata, dan dengan menggunakan mulsa dari hasil pangkasan.

Pengendalian manual diantaranya dilakukan dengan babat dempes yaitu dengan

membabat gulma pada ketinggian tertentu, serta dengan mencabut gulma dengan

tangan atau dikenal dengan istilah jojo. Pengendalian manual diterapkan pada gulma

yang relatif toleran terhadap herbisida misalnya Commelina difussa, Diodia

sarmentosa, dan Clidemia hirta dengan standard kerja 20 HK/ha. Pengendalian gulma

berkayu seperti Melastoma malabatrichum dan Stachytarpheta indica dilakukan

dengan metode Dongkel Anak Kayu (DAK) dengan standard kerja 10 HK/ha.

Gambar 9.16 Diodia sarmentosa

Gambar 9.17 Clidemia hirta

Page 17: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 116

Gambar 9.18 Melastoma malabatrichum

Gambar 9.19 Stachytarpheta indica

Pengendalian kimia dilakukan menggunakan aplikator dengan volume semprot

400-600 l/ha dengan mempertimbangkan terlebih dahulu faktor cuaca. Untuk

mengendalikan Imperata cylindrica digunakan herbisida glifosat 5 l/ha, sedangkan

gulma lainnya dengan glifosat 2-3 l/ha, paraquat 2-3 l/ha, serta kombinasi antara

glifosat 1.5 l dan 2.4 D 0.5 l.

Pengendalian gulma secara clean weeding memberikan pengaruh berupa

penekanan persaingan gulma, namun menimbulkan bahaya erosi. Pengendalian secara

selective weeding dilakukan dengan cara membiarkan ”gulma lunak” sampai

penutupan tertentu hingga kurang lebih 25%.

Tabel 9.10 Pengaruh Cara Pengendalian Gulma terhadap Aliran Air Permukaan

(runnoff) dan Erosi (Othieno, 1973).

Perlakuan Aliran air permukaaan

% dari total jumlah hujan Jumlah tanah yang tererosi

(ton/ha/tahun)

Penyiangan manual 5.18 38.87

Penyiangan 7.91 12.13 Tanaman sela gandum 3.95 4.31 Mulsa rumput eragrotis 1.48 0.12

Page 18: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 117

D. TEBU

Indonesia pernah mengalami masa keemasan produksi gula pada tahun 1920-

1930. Pada masa itu Indonesia mampu memproduksi 3 juta ton/tahun dan mampu

mengekspor gula sebanyak 2.6 juta ton/tahun. Namun kini Indonesia justru menjadi

salah satu negara pengimpor gula di dunia. Data produksi, konsumsi, dan impor gula

industri pada 1997-2003 ditunjukkan pada tabel 9.11

Tabel 9.11 Data Produksi, Konsumsi, dan Impor Gula Industri 1997-2003

Tahun Produksi (Juta ton)

Konsumsi (Juta ton)

Impor (Juta ton)

1997 2.19 3.40 1.36 1998 1.49 3.38 1.81 1999 1.50 3.48 2.19 2000 1.69 3.55 1.56 2001 1.71 3.59 1.28 2002 1.75 3.63 1.60 2003 1.65 3.30 1.54

Sumber : Warta Ekonomi, 2004

Ciri umum pengelolaan tebu antara lain dengan penggunaan alat mekanis,

pemakaian pestisida (terutama herbisida), dan sistem keprasan (rotooring system).

Keberadaan gulma di pertanaman tebu menjadikan spesies-spesies gulma tersebut

mantap berasosiasi dengan tebu setelah ditanami beberapa musim (3 musim atau

lebih).

Kerugian akibat gulma terhadap penurunan bobot tebu di lahan sawah pola

reynoso sebanyak 18.1-53.7 %, sedangkan dengan pola mekanis 22.4 %. Kerugian

akibat gulma di lahan tegalan dengan tanaman yang baru ditanam sekitar 3.7 – 45.7 %.

Gulma Teki (C. Rotundus) pada pola reynoso mampu menurunkan bobot tebu 30.4 –

34.6 %, sedangkan pada pola mekanis lahan sawah, hanya menurunkan 1.2 – 6.6 %.

Tabel 9.12 Jenis-Jenis Gulma di Kebun Tebu di Jawa

Lahan Sawah Lahan Tegalan

Reynoso* Mekanisasi Tanaman baru Keprasan

Polystris amaura Cyperus rotundus Momordica

charantia

Momordica

charantia

Cynodon dactylon Euphorbia sp. Digitaria spp. Digitaria spp. Echinochloa Portulaca oleraceae Cyperus rotundus Panicum spp.

Page 19: BAB9_Gulma_Perkebunan

Pengendalian Gulma 118

colonum Cyperus rotundus Echinochloa

colonum

Axonopus spinosus

Keterangan : *) merupakan cara bercocok tanam tebu secara tradisional di Jawa

Pengendalian gulma secara manual banyak diterapkan pada tebu rakyat di lahan

sawah di Jawa, alat yang digunakan adalah arit kecil, pacul atau kored. Pengendalian

pada pertanaman tebu baru, butuh 4-6 kali penyiangan per musim dengan norma 75

HK-180 HK. Pada tanaman keprasan, penyiangan dilakukan sebanyak 2-3 kali/musim

dengan norma 40-90 HK, dan dilakukan pada 3, 6, 9 dan 12 MST.

Pengendalian secara mekanis diterapkan pada lahan tegalan dengan

menggunakan traktor yang menarik alat penyiang mekanis seperti weeder rake, multi

weeder, dan spiner weeder. Penyiangan pertama pada 3-4 MST, penyiangan kedua

dilakukan ketika gulma agak lebat, dan penyiangan ketiga dilakukan hanya bila

diperlukan saja.

Pengendalian secara kimiawi merupakan cara yang semakin meluas dan sering

dipakai. Pada sawah berpengairan dapat dilakukan aplikasi dengan campuran

ametryne 1.3 kg/ha dan 2.4 D amina 1.0 kg/ha segera setelah penanaman. Di daerah

yang banyak terinfasi gulma daun lebar diaplikasikan dengan campuran atrazine 1.5

kg/ha dan 2.4 D amina 1.0 kg/ha. Aplikasi pertama dilakukan segera setelah tanam,

sedangkan aplikasi kedua pada 4-6 minggu setelah aplikasi pertama.

Tabel 9.13 Gulma, Daerah Tegalan, Jenis-Jenis Herbisida yang di Rekomendasikan

Dominasi gulma Daerah kering Daerah basah

Daun lebar Atrazine + 2,4 D Atrazine +2,4 D Ametrine + 2,4 D Tebuthiuron + 2,4 D

Daun sempit Paracol + 2,4 D Paracol + 2,4 D Diuron + 2,4 D

Campuran (Atrazine + Asulam) (Atrazine + Asulam) Keterangan:

Basah : musim kemarau kurang dari 4 bulan Kering : musim kemarau lebih dari 4 bulan