bab utas ppggll aaxll

Upload: axel-derian

Post on 04-Mar-2016

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemmtan gloogi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang PenelitianGeologi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo yang artinya bumi dan logos yang artinya ilmu, secara umum geologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, termasuk komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya. Dalam memahami keadaan geologi suatu wilayah diperlukan beberapa informasi geologi seperti struktur geologi, stratigrafi, dan umur. Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk memperoleh informasi tersebut adalah dengan melakukan pemetaan geologi.Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi suatu wilayah dengan hasil akhir berupa peta geologi, yang nantinya diharapkan dapat menjelaskan proses-proses alam yang pernah terjadi dan kemungkinan potensi sumber daya alam yang ada pada wilayah tersebut. Dalam kegiatan ini, teori-teori yang telah dipelajari akan diaplikasikan dan akan menjadi landasan untuk membangun konsep peta geologi yang mampu dipertanggungjawabkan kebenarannya.Daerah penelitian pemetaan geologi lanjut kali ini berada pada daerah Cikatomas dan sekitarnya, sebagian Kecamatan Karangnunggal dan Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Kondisi geologi yang dimaksud mencakup aspek litologi dan sebarannya, aspek struktur geologi, aspek stratigrafi dan sejarah geologi suatu daerah, serta dapat mengungkap proses geologi daerah tersebut dari data yang didapat dan mempelajari lebih lanjut data-data berdasarkan geologi regional daerah penelitian serta dari teori-teori yang didapat selama masa perkuliahan. Hasil akhir pemetaan geologi merupakan peta geologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan seperti tata ruang, peta kawasan rawan bencana alam, hingga eksplorasi sumber daya alam.

1.2 Identifikasi dan Rumusan MasalahPermasalahan geologi yang diteliti dari daerah penelitian dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut:1. Bagaimana keadaan geomorfologi daerah penelitian beserta aspek-aspek yang terdapat di dalamnya dan faktor-faktor geologi yang mempengaruhinya?2. Apa jenis litologi, umur, lingkungan pengendapan, dan penyebarannya dan bagaimana hubungan stratigrafinya?3. Bagaimana struktur geologi di daerah penelitian?4. Bagaimana sejarah geologi di daerah penelitian?5. Bagaimana potensi bahan galian di daerah penelitian?

1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat PenelitianPemetaan geologi lanjut dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi yang terjadi pada daerah penelitian dilihat dari aspek geomorfologi, aspek struktur geologi, aspek stratigrafi, aspek petrologi, aspek sedimentologi, dan aspek bahan galian, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk peta tematik, sehingga dapat berguna bagi masyarakat luas yang membutuhkan informasi tentang kondisi geologi daerah penelitian dan sekitarnya.Tujuan pemetaan geologi lanjut untuk mengetahui:1. Karakteristik geomorfologi yang meliputi:a. Satuan geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian, yang dibagi sesuai dengan klasifikasi yang dipakai.b. Penyebaran dan ketinggian daerah, topografi, unsur-unsur geomorfologi, pola pengaliran, dan faktor-faktor geologi yang mempengaruhi geomorfologi.2. Unsur-unsur stratigrafi meliputi:a. Jenis litologi dan penyebarannya berdasarkan tatanama yang tidak resmi.b. Hubungan antar satuan batuan.c. Umur dan lingkungan pengendapan.3. Indikasi struktur geologi, menentukan jenis dan pola struktur geologi tersebut, serta menelusuri keberadaan dan sejarah tektoniknya. 4. Sejarah geologi daerah penelitian.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pemetaan geologi lanjut ini adalah mahasiswa dapat mengaplikasikan seluruh ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan dan peta geologi daerah penelitian yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan potensi sumber daya geologi maupun kebencanaan.

1.4 Metode Pemetaan Geologi1.4.1 Objek PenelitianObjek penelitian yang terdapat di lapangan adalah berupa singkapan-singkapan batuan yang ditemukan di tepi sungai, dasar sungai, tebing, dan tepi jalan. Singkapan tersebut kemudian dideskripsi sifat-sifat batuannya serta jurus dan kemiringan (strike/ dip) perlapisan batuannya, juga dilakukan pengambilan sampel untuk penelitian lebih lanjut batuan tersebut di laboratorium.Secara rinci objek dalam pemetaan geologi adalah sebagai berikut:1. Unsur-unsur geomorfologi, yaitu analisa morfologi yang meliputi pola kontur, bentuk bukit, elevasi, sudut lereng, pola pengaliran, dan tahapan kedewasaan sungai.2. Batuan, terutama meliputi seluruh jenis singkapan batuan segar yang ditemukan di daerah penelitian. Selanjutnya batuan ini dikelompokkan menjadi satuan-satuan batuan bernama berdasarkan tata nama tidak resmi dilihat dari umur dan jenis batuannya.3. Unsur struktur sedimen, yang dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan. 4. Fosil, planktonik dan bentonik untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan.5. Unsur struktur geologi, yang dapat digunakan untuk menentukan jenis serta pola struktur geologi yang berkembang di daerah pemetaan.6. Sumber daya geologi berupa bahan galian.1.4.2 Peralatan yang Digunakan1.4.2.1 Penelitian Lapangan1. GPS (Global Positioning System), untuk melakukan navigasi.2. Kompas geologi.3. Palu geologi, meliputi palu batuan beku dan palu batuan sedimen untuk mengambil sampel.4. Lup perbesaran 10x dan 20x, digunakan untuk memperbesar objek seperti mineral, butiran, fosil, dll. agar lebih mudah diamati dan diteliti.5. Buku catatan lapangan, dilapisi sampul tahan air untuk mencatat data yang diperoleh di lapangan.6. Alat tulis, di antaranya:a. Pensil, untuk mencatat dan membuat sketsa.b. Pensil warna, untuk memperjelas simbol litologi baik pada buku catatan lapangan maupun peta.c. Penghapus, untuk menghapus pensil atau pensil warna.d. Mistar panjang dan segitiga, untuk membantu memberi tanda posisi sebenarnya di peta dan untuk mengukur jarak di peta.e. Busur derajat atau protaktor, untuk mengukur besarnya arah sudut (azimuth) pada peta.f. Spidol tahan air (waterproof), untuk menulis nomor batuan dan keterangan lain yang diperlukan pada kantong sampel batuan.7. HCL 0,1 N, digunakan untuk menguji kandungan karbonat dari contoh batuan yang diamati.8. Komparator batuan beku dan sedimen, untuk membantu pemberian nama batuan. Dilakukan dengan cara membandingkan mineral pada contoh batuan beku dengan mineral pada komparator batuan beku, atau membandingkan ukuran butir pada contoh batuan sedimen dan ukuran butir yang terdapat pada komparator batuan sedimen.9. Pita ukur 50 meter, untuk mengetahui jarak antar lokasi pengamatan jika diperlukan.10. Clip Board, untuk mempermudah pencatatan data di lapangan atau sebagai alas kompas geologi yang digunakan pada saat melakukan pengukuran unsur struktur geologi seperti jurus dan kemiringan (strike/ dip), kekar, sesar, dsb. pada bidang lapisan batuan yang tidak rata.11. Plastik sampel dan kertas label, untuk membungkus contoh batuan yang akan dibawa dan tempat menulis keterangan pada sampel tersebut.12. Kamera, untuk mengambil gambar singkapan dan kenampakan geomorfologi di daerah penelitian.13. Tas ransel (daypack), untuk membawa peralatan pemetaan geologi dan perlengkapan lapangan.

1.4.2.2 Penelitian LaboratoriumUntuk analisis struktur geologi, alat-alat yang digunakan yaitu:1. Alat tulis.2. Komputer dengan program Dips.1.4.3 Langkah-Langkah PenelitianSecara garis besar pelaksanaan pemetaan dibagi ke dalam lima tahapan:1. Tahap persiapan.2. Tahap pengerjaan lapangan.3. Tahap pengerjaan laboratorium.4. Tahap analisa data.5. Tahap penyusunan laporan.

#####################################################

1.4.3.1 Tahap PersiapanTahap persiapan dilakukan sebelum pekerjaan lapangan. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan informasi mengenai daerah pemetaan yang berasal dari berbagai sumber sebagai data sekunder dan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kondisi geologi daerah penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:1. Pembuatan Peta DasarPeta dasar berupa peta topografi dan peta pola pengaliran dari daerah yang akan dipetakan dengan skala 1:12.500. Peta dasar yang digunakan merupakan hasil pendigitasian ulang Peta Rupabumi Digital Indonesia dengan skala 1:25.000.2. Studi KepustakaanStudi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan geologi daerah pemetaan secara regional. Dari sejumlah literatur hasil pemetaan para peneliti terdahulu, didapatkan data-data geologi regional yang berhubungan dengan daerah penelitian.3. PerizinanPerizinan dilakukan dengan membuat perizinan yang ditujukan mulai dari tingkat universitas hingga ke tingkat pemerintahan daerah yang bersangkutan dengan daerah pemetaan geologi.4. Rekonstruksi Peta GeologiPelaksanaan metode ini dilakukan dengan membuat penafsiran sementara daerah pemetaan berdasarkan peta topografi, ditambah dengan data sekunder dari peneliti terdahulu dan referensi lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Keadaan geomorfologi daerah bersangkutan juga perlu diperhatikan, sehingga dapat ditentukan pola perbukitan, pola pengaliran sungai, kerapatan kontur dan kelurusan topografi, serta pada anomali kelurusan punggungan ataupun anomali kelurusan sungai.Dari data-data tersebut dapat dilakukan beberapa penafsiran seperti: struktur geologi, penyebaran litologi, serta profil dan penampang stratigrafi, sehingga daerah yang akan dipetakan dapat diperkirakan rekonstruksi peta geologinya. Hal ini memudahkan kita untuk memetakan daerah tersebut.

1.4.3.2 Tahap Pekerjaan LapanganMetode yang digunakan dalam penelitian adalah metode orientasi lapangan dengan menggunakan bantuan GPS. Metode orientasi lapangan dilakukan dengan cara navigasi yaitu dilakukan dengan mengamati dan mencocokkan bentang alam di sekitar titik pengamatan yang dapat dikenali juga pada peta contohnya sungai, jembatan, puncakan gunung atau bukit, dan sebagainya. GPS lebih diutamakan untuk menandakan lokasi setiap stasiun yang ditemukan di lapangan yang nantinya akan dilakukan plotting pada peta dasar.Pengamatan terhadap singkapan batuan meliputi jenis, karakteristik fisik secara megaskopis, pengukuran arah jurus dan kemiringan (strike/ sip) perlapisan, ketebalan lapisan serta struktur sedimen, sehingga dapat dikelompokkan menjadi satuan-satuan batuan. Pengamatan yang dilakukan selama di lapangan antara lain:1. Pengamatan karakteristik fisik setiap litologi yang ditemukan.2. Pengamatan terhadap indikasi yang dapat menunjukkan adanya perubahan litologi dan struktur geologi.3. Pengambilan contoh batuan yang dianggap mewakili satuan-satuan batuan untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.4. Pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan yang tegak lurus arah penyebaran batuan.5. Penggambaran sketsa dan pengambilan foto.

1.4.3.3 Tahapan Penelitian LaboratoriumAnalisis penelitian laboratorium menggunakan data yang diperoleh dari pemetaan lapangan berupa sampel batuan. Dari sampel atau contoh batuan yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis:1.4.3.3.1 Laboratorium StrukturUntuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan dapat dilakukan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas, dan air terjun sebagai indikasi sekunder.Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para ahli terdahulu, mengingat struktur sesar adalah rekahan kekar di dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga analisis struktur dilakukan agar arah dan besar pergeseran tersebut dapat diketahui.1.4.3.4 Tahap Analisis Data1.4.3.4.1 Analisis GeomorfologiAnalisis geomorfologi dilakukan sebelum kegiatan lapangan dimulai. Tiga aspek utama geomorfologi untuk pendekatan pemetaan geomorfologi yaitu aspek morfologi, morfogenetik, dan morfometri. Ketiga aspek tersebut ditunjang pula dengan batuan penyusun.1. MorfologiMorfologi permukaan bumi dapat dibedakan menjadi bentuklahan dataran, bentuklahan perbukitan/ pegunungan, bentuklahan gunungapi, dan bentuklahan lembah. Selain bentuklahan tersebut, ada bentuk-bentuk lain yang dapat dijadikan aspek di dalam pemetaan geologi seperti bentuk lereng, pola punggungan, dan pola pengaliran.A. Bentuklahan DataranDataran merupakan bentuklahan dengan kemiringan lereng 0% - 2% biasanya digunakan sebutan bentuklahan asal marine, fluvial, campuran marine dan fluvial, serta plato. Bentuklahan asal fluvial pada umumnya disusun oleh material kerikil, kerakal, pasir halus sampai kasar, lanau, dan lempung.B. Bentuklahan Perbukitan dan PegununganBentuklahan perbukitan memiliki ketinggian antara 50m 500m dari permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 7% - 20%. Sedangkan bentuklahan pegunungan memiliki ketinggian lebih dari 500m dengan kemiringan lebih dari 20%. Sebutan perbukitan ditunjukan untuk kenampakan alam berupa bukit-bukit kubah (intrusi, rempah gunungapi/ gunung tefra, serta koral) dan bukit-bukit struktural yang dipengaruhi oleh pengangkatan. Sebutan pegunungan ditujukan terhadap rangkaian bentuklahan bergelombang tinggi dan relatif curam, biasanya menjadi satu rangkaian dengan gunungapi atau akibat kegiatan tektonik yang cukup kuat, seperti pegunungan Himalaya, pegunungan Alpen, pegunungan Chili, dan pegunungan Selatan Jawa Barat.Bentuklahan perbukitan memanjang merupakan perbukitan terlipat dengan material penyusun berupa sedimen (batupasir, batulempung, atau batulanau). Bentuklahan perbukitan terbelokan merupakan perbukitan, dipengaruhi oleh sesar geser yang mengakibatkan perbukitan tersebut terbelokan.C. Bentuklahan GunungapiBentuklahan gunungapi atau vulkanis memiliki ketinggian di atas 1000m di atas permukaan laut dan memiliki kemiringan lereng curam yaitu antara 56% - 140%, dengan ciri khas memiliki kawah, lubang kepundan, dan kerucut kepundan. Material yang dapat ditemukan pada bentuklahan gunungapi bagian puncak merupakan material halus sampai sedang (abu vulkanik/ tuf), pada lereng bagian tengah berupa lelehan lava dan lahar serta pada bagian bawah lereng berupa endapan rempah gunungapi (tefra).D. Bentuklahan LembahLembah atau ngarai merupakan bentang alam yang dikelilingin oleh pegunungan atau perbukitan dan pada umumnya terbentuk akibat torehan limpasan air permukaan. Lembah dapat dibedakan berdasarkan bentuknya yaitu bentuk lembah U dan V. Bentuk lembah U relatif pengerosian berlangsung secara lateral sehingga mengerosi dinding-dinding sungai sedangkan bentuk lembah V pengerosian berlangsung secara vertikal karena belum mencapai batuan.E. Bentuk Lereng Bentuk lereng merupakan cerminan proses geomorfologi eksogen atau endogen yang berkembang pada suatu daerah dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi bentuk lereng cembung, bentuk lereng lurus, dan bentuk lereng cekung.F. Pola PunggunganMerupakan pola yang dibentuk dari punggungan yang berbentuk paralel (sejajar), berbelok, atau melingkar. Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai suatu perbukitan yang terlipat, sedangkan pola punggungan berbelok, melingkar atau terpisah dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari suatu pensesaran.G. Pola PengaliranPola pengaliran sungai merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi curah hujan (Howard, 1967).Howard (1967) telah membagi pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi (Gambar 1). Pola pengaliran dasar merupakan suatu pola pengaliran yang mempunyai ciri khas tertentu yang dapat dibedakan dengan pola pengaliran lainnya, sedangkan pola pengaliran modifikasi merupakan pola pengaliran yang agak berbeda dan berubah dari pola dasarnya, namun pola umumnya tetap tergantung pada pola dasarnya.

Gambar 1.2 Pola dasar pengaliran sungai menurut Zenith (1932) (A) dan pola modifikasi pengaliran menurut A. D. Howard (1967) (B dan C)Tabel 1.1 Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (Van Zuidam, 1985)Pola Pengaliran DasarKarakteristik

DendritikBentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi.

ParalelBentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang-agak curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis.

TrelisBentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan sedimen, induk sungainya seringkali membentuk lengkungan menganan memotong kepanjangan dari alur jalur punggungannya. Biasanya dikontrol oleh struktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat, batuan vulkanik serta batuan metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.

RektangularInduk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.

RadialBentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).

AnularBentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai, sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks.

MultibasinalEndapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost.

KontortedTerbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya. Anak sungai yang lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.

Tabel 1.2 Pola modifikasi dan karakteristiknya (Van Zuidam, 1988)Pola PengaliranModifikasi Karakteristik

SubdendritikUmumnya struktural.

PinnateTekstur batuan halus dan mudah tererosi.

AnastomatikDataran banjir, delta atau rawa.

DikhotomikKipas aluvial dan delta seperti penganyaman.

SubparalelLereng memanjang atau dikontrol oleh Bentuk lahan memanjang.

KolinierKelurusan bentuk lahan bermaterial halus dan beting pasir.

Direksional TrellisHomoklin landai seperti beting gisik.

Trellis BerbelokPerlipatan memanjang.

Trellis SesarPercabangan menyatu atau berpencar, sesar paralel.

Trellis KekarSesar paralel dan atau kekar

AngulateKekar dan sesar pada daerah berkemiringan.

KarstBatugamping.

2. MorfogenetikKenampakan bentuklahan pada muka bumi disebabkan dua proses yakni proses eksogen dan endogen. Proses eksogen adalah adalah proses yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar bumi seperti iklim, biologi dan artifisial. Proses endogen adalah proses yang dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi. Bentuklahan dapat dibedakan berdasarkan proses genetiknya menjadi batuan asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, dan denudasional.

Tabel 1.3 Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol geomorfologi berdasarkan aspek genetik (sumber: Van Zuidam, 1985)KELAS GENETIKSIMBOL WARNA

Bentuk lahan asal strukturalUngu / Violet

Bentuk lahan asal gunungapiMerah

Bentuk lahan asal denudasionalCoklat

Bentuk lahan asal laut (marine)Hijau

Bentuk lahan asal sungai (fluvial)Biru tua

Bentuk lahan asal es (glasial)Biru muda

Bentuk lahan asal angin (aeolian)Kuning

Bentuk lahan asal gamping (karst)Jingga (orange)

3. MorfometriMorfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuklahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Besarnya kemiringan lereng dihitung secara kuantitatif melalui perhitungan dengan rumus:

Di mana:s = Kemiringan lerengn = Jumlah kontur yang terpotong garisIc = Interval konturdx = Jarak datarsp = Skala peta

Tabel 1.4 Klasifikasi kemiringan lereng (Van Zuidam, 1985)Kemiringan Lereng ()Kemiringan Lereng (%)Keterangan

< 10 2Datar Hampir Datar

1 32 7Sangat landai

3 67 15Landai

6 915 30Agak curam

9 2530 70Curam

25 2670 140Sangat curam

1.4.3.4.2 Analisis StratigrafiAnalisis stratigrafi dilakukan secara megaskopis di lapangan. Pembagian satuan batuan dilakukan berdasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang didasarkan pada pada ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan meliputi: jenis batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia pasal 15)Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 pasal 17, yaitu:1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya.3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan.Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling dominan dalam satuan tersebut. Di lapangan pengamatan terhadap batuan yang ditemukan dilakukan secara megaskopis aitu dengan melihat warna batuan baik warna segar maupun warna lapuknya, ukuran butir, bentuk butir, kemas, pemilahan, kekerasan, mineral tambahan, struktur sedimen, kandungan fosil, dan lain-lain.

1.4.3.4.3 Analisis Struktur GeologiInterpretasi topografi perlu dilakukan untuk melihat indikasi struktur geologi yang meliputi interpretasi kerapatan garis kontur, kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai, dan sebagainya.Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis, arah, dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang kemudian dituangkan dalam Peta Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.1.4.3.4.3.1 PerlipatanPerlipatan merupakan hasil dari deformasi atau perubahan bentuk dan atau volume dari suatu batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan atau himpunan lengkungan pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan. Unsur garis atau bidang yang dimaksud adalah bidang perlapisan.Berdasarkan bentuknya, maka lipatan dibagi atas:1. Antiklin, yaitu lipatan dimana bagian cembungnya mengarah ke atas. Dalam hal ini semakin tua batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Synantiklin.2. Sinklin, yaitu lipatan dimana bagian cekungannya mengarah keatas. Dimana semakin muda batuannya semakin dalam letaknya. Jika batuannya telah mengalami pembalikan maka lipatan itu dinamakan Antisinklin.Untuk mengamati adanya struktur perlipatan di lapangan yaitu dengan melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan urutan variasi litologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottomnya yang tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan.Gambar 1.3 Klasifikasi Lipatan (Fleuty, 1964)

1.4.3.4.3.2 KekarKekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi yang belum atau sedikit sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya, akibat tekanan yang lebih lanjut. Kekar memecahkan batuan dengan rekahan yang relatif halus dengan panjang yang bervariasi mulai dari beberapa sentimeter sampai ratusan meter.Kekar merupakan salah satu struktur yang sulit untuk diamati, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan.Secara genetik, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis (Hobs, 1976, dalam Mc Clay, 1987), yaitu:1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing) searah bidang rekahan.2. Kekar tarik (extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya.Kekar tarikan dapat dibedakan sebagai:1. Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein.2. Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini biasa disebut dengan stylolite.

Seperti dikemukakan oleh beberapa penulis, dan secara tegas oleh Bott, 1959 (dalam Hermawan, 2009) bahwa pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate Shear). Analisa kekar digunakan dalam penentuan jenis sesar, hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson (gambar 1.6) dengan patokan sebagai berikut:1. 1 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut sempit.2. 2 berada pada titik perpotongan antara 2 bidang Conjugate Shear.3. 3 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut tumpul.4. 1 2 3.5. Orientasi tensional joint searah dengan orientasi 1.6. Orientasi stylolites dengan orientasi 1 atau searah dengan orientasi 3 .7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit.8. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut tumpul.Vein adalah kekar tensional yang terisi mineral. Kebanyakan vein yang berhubungan dengan jalur penggerusan biasanya terisi kuarsa dan kalsit. Vein dapat pula terisi oleh feldspar, mika, oksida besi dan gipsum pada jenis batuan tetentu. Mineralmineral tersebut diendapkan dari cairan hidrothermal yang menerobos rekahan.

Gambar 1.4 Klasifikasi sesar berdasarkan analisis kekar bentuk stereografi dan sistem tegasannya (Anderson, 1951)

Vein dapat menjadi indikator yang dapat dipercaya untuk mengetahui karakteristik jalur penggerusan. Kebanyakan arah vein tegak lurus dengan perpanjangan sumbu regang maksimum (3) karena vein ini merupakan arah kekar tensional.1.4.3.4.3.3 SesarUntuk mengamati keberadaan arah dan jenis patahan di lapangan dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin patahan, slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas, dan air terjun.Klasifikasi patahan telah banyak dikemukakan oleh para ahli terdahulu, mengingat struktur patahan adalah rekahan kekar di dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan besarnya pergeseran tersebut.Dalam merekonstruksi struktur geologi dapat menggunakan pemodelan struktur. Pemodelan struktur yang dipakai penulis adalah berdasarkan Moody dan Hill (1959).Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Moody dan Hill (1959) yang meneliti hubungan tegasan utama terhadap unsur-unsur struktur yang terbentuk, maka muncul teori pemodelan sistem patahan mendatar Moody dan Hill sebagai berikut:1. Jika suatu materi isotrofik yang homogen dikenai suatu gaya kompresi yang menggerus akan membentuk lipatan, kemudian seiring bertambahnya kompresi akan membentuk patahan naik. Selanjutnya pada sudut 30 terhadap arah tegasan maksimum yang mengenainya, bidang shear maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan menengah dan berada 45 terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang sudut 15 antara 45 bidang shear maksimum dan 30 bidang shear yang terbentuk dipercaya akibat adanya sudut geser dalam (internal friction).2. Suatu kompresi stress yang mengenai materi isotropik yang seragam, pada umumnya dapat dipecahkan ke dalam tiga arah tegasan (maksimum, menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara adalah suatu permukaan yang tegasan gerusnya nol dan sering kali berada tegak lurus atau normal terhadap salah satu arah tegasan. Akibatnya salah satu dari arah tegasan akan berarah vertikal.3. Orde kedua dalam sistem tegasan ini muncul dari tegasan yang berarah 300 - 450 dari tegasan orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang gerus maksimum orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola sama dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde pertama, sehingga tidak mungkin untuk membedakan orde keempat dan seterusnya dari orde pertama, kedua dan orde ketiga. Akibatnya tak akan muncul jumlah tak terhingga dari arah tegasan. Sistem ini dipecahkan ke dalam delapan arah shear utama empat antiklinal utama, dan arah patahan naik untuk segala province tektonik. Dalam kenyataan di lapangan kenampakan orde pertama dan orde kedua dapat kita bedakan dengan mudah, namun kenampakan orde ketiga dan orde-orde selanjutnya pada umumnya sulit sekali untuk ditemukan.

1.4.3.4.3.4 Kinematik Struktur GeologiAnalisis kinematik struktur geologi bertujuan untuk merekonstruksi urut-urutan keterjadian atau pembentukan struktur geologi di suatu daerah. Dalam merekonstruksi kinematik struktur geologi di daerah penelitian, penulis menggunakan hukum stratigrafi, yakni asas pemodelan dan model yang dikemukakan oleh moody dan hill (1959). Agar hasil yang diperoleh bersifat obyektif, maka dalam merekonstruksi orde-orde struktur di daerah penelitian, moody dan hill perlu memperhatikan beberapa aspek struktur geologi regional, seperti arah tegasan utama pada saat struktur geologi di daerah penelitian mulai berkembang.

Gambar 1.5 Pemodelan Patahan berdasarkan Moody & Hill (1959)

Dari data cermin sesar yang ditemukan, dapat dikelompokkan sesar yang termasuk strike slip dan dip slip. Pengelompokkan sesar tersebut, yaitu :1. Pitch 00 100 : mendatar murni.2. Pitch 100 450 : mendatar dominan.3. Pitch 450 800 : dip slip dominan.4. Pitch 800 900 : dip slip murni.

Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk ditemukan, untuk itu, dapat dilakukan pengolahan data kekar untuk mengetahui tegasan utamanya (Anderson, 1951 dalam The Mapping Geological Structures, Mc Clay, (1987). Anderson mengklasifikasikan sesar menjadi tiga jenis berdasarkan orientasi tegasan utama (Gambar 1.8) dan dinyatakan dalam 1 (tegasan terbesar), 2 (tegasan menengah), dan 3 (tegasan terkecil) yang saling tegak lurus satu sama lain secara triaksial.

Gambar 1.6 Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yang terbentuk (Anderson, 1951)

Sesar tersebut secara dinamik diklasifikasikan menjadi :1.

Sesar normal, dimana 1 vertikal dan 2 serta 3 horizontal. Besarnya sudut kemiringan (dip) bidang sesar mendekati 60.2.

Sesar mendatar, dimana 2 vertikal dan 1 serta 3 horizontal.3.

Sesar naik, dimana 3 vertikal dan 1 dan 2 horizontal. Kemiringan bidang sesar mendekati 30. Dalam hal ini, bidang sesar vertikal dan bergerak secara horizontal.No.Jenis sesarDip

1.Sesar naik (thrust slip fault)< 450

2.Sesar naik (reverse slip fault)> 450

3.Sesar naik dekstral (right thrust slip fault)< 450

4.Sesar dekstal naik (thrust right slip fault)< 450

5. Sesar naik dekstral (right reservese slip fault)> 450

6.Sesar dekstral naik (reverse right slip fault)> 450

7.Sesar dekstral (right slip fault)

8. Sesar dekstral normal (lag right slip fault)< 450

9.Sesar normal dekstral (right lag slip fault)< 450

10.Sesar normal dekstral (right normal slip fault)< 450

11.Sesar dekstral normal (normal right slip fault)> 450

12.Sesar normal (lag slip fault)< 450

13. Sesar normal (normal slip fault)> 450

14.Sesar normal sinistral (left lag slip fault)< 450

15.Sesar sinistral normal (lag left slip fault)< 450

16.Sesar sinistral normal (normal left slip fault)> 450

17.Sesar normal sinistral (left normal slip fault)< 450

18.Sesar sinistral (left slip fault)

19.Sesar sinistral naik (thrust left slip fault)< 450

20.Sesar naik sinistral (left thrust slip fault)< 450

21.Sesar naik sinistral (left reverse slip fault)> 450

22.Sesar sinistral naik (reverse left slip fault)> 450

Tabel 1.5 Pengelompokkan pitch yang berkisar dari 00 - 900 (Rickard, 1972)

1.4.3.4.4 Analisis Sejarah GeologiPenulisan sejarah geologi merupakan hasil penafsiran dari keseluruhan aspek geologi seperti stratigrafi dan struktur geologi. Hasil pembahasan stratigrafi dan struktur geologi disusun berdasarkan urutan kejadian dan waktu, sehingga dengan demikian dapat diketahui perubahan sedimentasi, tektonik dan erosi yang telah terjadi selama kurun waktu tersebut.1.4.3.5 Tahap Penyusunan LaporanTahap akhir dari pelaksanaan pemetaan geologi lanjut adalah penyusunan laporan yang dilakukan dalam dua proses penulisan, yaitu:1. Pembuatan laporan yang meliputi Bab I dan Bab II, dilakukan sebelum berangkat ke lapangan.2. Pembuatan laporan yang meliputi Bab III dan Bab IV, dilakukan setelah ke lapangan. Berisi uraian tentang hasil pemetaan, pembahasan, kesimpulan, dan lampiran berupa lampiran petrografi, laporan foraminifera plangtonik kecil, lampiran foraminifera bentonik kecil, peta kerangka dan lintasan geologi, peta pola jurus dan perlapisan batuan, peta geomorfologi, dan peta geologi yang kemudian dipresentasikan pada saat kolokium.1.5 Geografi UmumLuas daerah penelitian kurang lebih memiliki luas 100 km2. Secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Cikatomas dan Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Sedangkan secara geografis daerah penelitian terletak di antara garis bujur 108,174167 BT sampai 108,2575 BT dan garis lintang 7,682222 LS sampai 7,598889 LS yang termasuk sebagian dari Peta Rupabumi Digital Indonesia lembar 1308-132 Karangnunggal, lembar 1308-134 Cibalong, lembar 1308-141 Cibongas, dan lembar 1308-143 Cikatomas dengan skala 1 : 25.000.

Gambar 1.7 Lokasi daerah penelitian.