bab iv pembahasan

Upload: fridayana

Post on 13-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

BAB IIIDISKUSI DAN PEMBAHASAN

Melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetrik, serta pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kasus ini adalah G4P1A2M0 27 tahun hamil aterm, dengan preeklampsia berat dan gagal induksi.Diagnosis G4P1A2M0 ditegakkan dari hasil anamnesis, bahwa kehamilan ini merupakan kehamilan yang keempat, dimana pada kehamilan yang terdahulu, pasien pernah melahirkan anak pertama dan hidup dengan riwayat abortus dua kali.Kehamilan aterm ialah umur kehamilan 37 minggu hingga 42 minggu dimana pada umur kehamilan ini janin sudah dalam keadaan matur dengan berat janin di atas 2500 gram. Periode ini merupakan saat terjadi persalinan normal. Penentuan umur kehamilan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan HPHT (hari pertama haid terakhir), pengukuran tinggi fundus uteri, terabanya ballotement pada umur kehamilan 12 minggu, gerakan janin pertama pada umur kehamilan 12 minggu, terdengarnya bunyi jantung dengan Laennec pada umur kehamilan 18-20 minggu atau dengan fetal electrocardiography pada umur kehamilan 12 minggu, dan ultrasonografi.2,6Berdasarkan anamnesis HPHT, usia kehamilan pasien adalah 39 minggu. Kemudian dilakukan Leopold dan didapatkan janin letak kepala, sudah masuk pintu atas panggul, dengan TFU 30 cm. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan obstetrik tersebut, dapat dihitung taksiran tanggal partus dengan rumus Naegele disimpulkan bahwa pada saat masuk rumah sakit (6 Mei 2014), kehamilan sudah cukup bulan. Kemudian berdasarkan TFU, maka taksiran berat badan janin dengan menggunakan rumus Johnson Tussac ialah (30-12)cm x 155 g/cm = 2790 gram, artinya mendukung perhitungan HPHT, yaitu janin sudah cukup bulan (Berat badan janin > 2500 gram). Melalui rangkaian pemeriksaan tersebut, maka diagnosis hamil aterm sudah tepat.Persalinan (partus) adalah pengeluaran hasil konsepsi janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan.7 In partu adalah keadaan dimana seorang wanita sedang dalam keadaan persalinan. Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori yang kompleks. Sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang memegang peranan dan bekerja sama sehingga terjadi persalinan. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab persalinan ialah:61. Penurunan kadar progesteron. Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan kereganggan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.2. Teori oksitoksin. Pada akhir kehamilan kadar oksitoksin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.3. Ketegangan otot-otot. Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya terenggang oleh karena isinya atau janin yang membesar.4. Pengaruh janin/ fetal cortisol. Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin juga memegang peranan, oleh karena itu pada anesefalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.5. Teori prostaglandin. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, kemungkinan menjadi salah satu penyebab permulaan persalinan.Berdasarkan teori, apabila timbul kontraksi uterus yang mulai teratur dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bercampur darah secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai (inpartu). Pelepasan lendir bercampur darah adalah tanda klinis yang terjadi akibat mulainya pembukaan serviks. Pada primipara, penipisan dan pendataran serviks mendahului pembukaan serviks. Sedangkan, pada multipara, penipisan dan pendataran serviks bersamaan dengan pembukaan serviks. Dalam kasus ini, pasien datang dengan pengeluaran lendir darah dan mules yang belum teratur atau jarang. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan porsio tebal lunak dan pembukaan 1 cm, artinya belum ditemukan penipisan dan pendataran (effacement) serviks.Saat pertama kali datang ke IGD, dilakukan pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 88 kali/ menit, dan napas 18 kali/ menit. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema peritibial. Pada pemeriksaan protein urin didapatkan hasil +1.Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.2Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah.3Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik >30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.3Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0,3 g/L atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau +2 atau 1 g/L atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria muncul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis preeklampsia, namun adanya penumpukkan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikkan berat badan. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0,5 Kg per minggu. Apabila kenaikan berat badan lebih dari normal perlu dicurigai timbulnya preeklampsia.3Preeklampsia dalam perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) yang menyebabkan jejas iskemia pada berbagai organ, sehingga eklampsia berat berakibat fatal.4Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai dengan proteinuria dan /atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.5,8,9 Dalam kasus ini pasien mengalami preeklampsia berat tanpa impending eclampsia karena tidak terdapat gejala-gejala impending diantaranya nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Pemeriksaan laboratorium kimia darah juga masih dalam batas normal.Preeklampsia dapat ditemui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia >35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya preeeklampsia.4Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan/ preeklampsia/ eklampsia:4a. UsiaInsidensi tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidensi >3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia >35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.b. ParitasAngka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.c. Ras/ etnikMungkin ada perbedaan perlakuan/ akses terhadap berbagai etnik di banyak negara.d. Faktor keturunanJika ada riwayat preeklampsia/ eklampsia pada ibu/ nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai 25%.

e. Faktor genDiduga adanya suatu sifat resesif, yang ditentukan genotip ibu dan janin.f. Diet/ giziTidak ada hubungan yang bermakna antara pola diet tertentu. Penelitian lain mengatakan kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obesitas/ overweight.g. Iklim/ musimDi daerah tropis insidensi lebih tinggi.h. Tingkah laku/ sosial ekonomiInsidensi pada perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat. Istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan hipertensi dalam kehamilan.i. HiperplasentosisProteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.j. Hidrops fetalis berhubungan mencapai 50% kasus.k. Diabetes MellitusAngka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal. vaskular primer akibat diabetes.l. Mola hidatidosaDiduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/ pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.Pada kasus, faktor risiko yang mungkin terjadinya preeklampsia tidak diketahui. Berdasarkan usia dan paritas, pasien tidak termasuk berisiko. Faktor genetik masih memungkinkan walaupun berdasarkan anamnesis tidak diketahui riwayat preeklampsia dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik juga tidak dilakukan pengukuran BB dan TB sehingga tidak diketahui status gizi pasien. Pada riwayat obstetri pasien pernah mengalami keguguran selama 2 kali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eras et al. (2000)10 mengenai tipe aborsi, banyaknya, usia gestasional dengan preeklampsia dan hipertensi transien pada 2.739 wanita, dilaporkan bahwa terdapat risiko preeklampsia (N=44) dan hipertensi transien (N=172) pada wanita nulipara yang pernah mengalamai aborsi 1 kali. Aborsi 1 kali hanya mempunyai hubungan yang lemah dengan risiko hipertensi transien (OR = 1,09) dan preeklampsia (OR = 0,35). Namun, riwayat 2 atau lebih aborsi menurunkan risiko (OR = 0,42) sehingga mempunyai efek protektif pada kehamilan berikutnya. Efek protektif aborsi terhadap preeklampsia ini juga didukung pada penelitian Seidman et al. (1989).11Penanganan preeklampsia yang diberikan pada pasien antara lain dengan pemberian IVFD RL drip MgSO4 40% 6 gram dan pemberian obat antihipertensi nifedipin. Penanganan awal pada pasien preeklampsia, meliputi: segera masuk ke rumah sakit, tirah baring miring secara intermitten, infus Rl atau dekstrose 5%, pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang. Pemberian MgSO4 dibagi menjadi loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintanance dose atau dosis lanjutan.Tabel 1. Regimen Pemberian MgSO4RegimenLoadingdoseMaintanance doseDihentikan

1. Zuspan, 1996a. Preeklampsia beratb. EklampsiaContinuous intravenous injectiona. Tidak adab. 4-6 g IV / 5-10 menita. 1 g/jam IVb. 1 g/ jam IV

2. Sibai, 1984Continuous intravenous injection4-6 g 20% dilarutkan dalam 100 ml D5%/ 15-20 menitDimulai 2 g/jam IV dalam 10 g 1000 ml D5%; 100 ml/jam. Tetesan disesuaikan dosis 4-6 mEq/l24 jam pasca persalinan

RegimenLoadingdoseMaintanance doseDihentikan

3. Magpiz Trial collaborative Group, 20021. 4 g 50% dilarutkan salam saline IV/ 10-15 menit2. 10 g 50% IM 5 g bokong kanan, 5 g bokong kiri1. 1 g/jam IV dalam 24 jam, atau2. 5 g IM/ 4 jam dalam 24 jam

Anti-hipertensi diberikan bila tekanan darah 160/110 atau MAP 126. Obat yang dapat diberikan adalah nifedipine 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Dosis awal 10 mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit dan dengan efek maksimal setelah 30-40 menit. Untuk mempercepat absorpsi, obat sebaiknya dikunyah lalu ditelan. Pemberian sublingual tidak mempercepat pencapaian efek maksimal.12 Tekanan darah diturunkan bertahap. Penurunan awal 25% dari tekanan sistolik. Tekanan darah diturunkan mencapai