bab iv hasil dan pembahasan bab iv hasil dan …
TRANSCRIPT
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pra Siklus
Hasil observasi di SD N Baledu kelas IV tahun ajaran 2015/2016 di SD N
Baledu, metode yang digunakan guru adalah metode ceramah dan tanya jawab,
walaupun guru sudah melibatkan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan
metode tanya jawab namun siswa kelas IV cenderung pasif sehingga kelas
didominasi oleh guru. Kebanyakan dari siswa tidak tertarik untuk mengikuti
pembelajaran dan cenderung tidak memperhatikan guru mengajar, apalagi ketika
pelajaran Bahasa Indonesia pada materi teks panjang. Hal ini menyebabkan empat
kemampuan dasar dalam Bahasa Indonesia belum terpenuhi. Kemampuan
pertama yaitu mendengar siswa kurang, disaat guru sedang mengajar dengan
menjelaskan materi siswa terkadang berbicara dengan teman sebelahnya. Guru
sering menegur pembicaraan mereka, itu menyebabkan waktu pembelajaran
terbuang sia – sia. Selain itu, kemampuan membaca dan menjawab pertanyaan
dari bacaan cenderung pasif dan membutuhkan waktu yang lama. Kemampuan
yang ketiga adalah kemampuan berbicara di depan umum rendah, para siswa
merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan kelas. Kemampuan yang
terakhir yang juga rendah adalah kemampuan siswa menulis membutuhkan waktu
yang lama dikarenakan siswa merasa jenuh dengan pembelajaran yang monoton.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti melakukan penelitian
pembelajaran Contextual Learning dengan teknik word square pada tahun
pelajaran 2016/2017 dengan menggunakan dua siklus dalam penelitian tindakan
kelas (PTK). Berdasarkan hasil analisis data dari siklus I sampai siklus II dapat
48
49
dikemukakan bahwa telah terjadi perubahan pada siswa ke arah yang lebih baik.
Pembelajaran menggunakan CTL dengan teknik word square pada materi Teks
Panjang telah terjadi proses belajar mengajar yang menghasilkan suatu interaksi
antar siswa dan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan perbaikan
pembelajaran ini yaitu siswa menjadi paham pada materi teks panjang dan siswa
menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
4.2 Deskripsi Siklus I
Kegiatan penelitian pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 5 November
2016 dengan kompetensi dasar menemukan pikiran pokok teks agak panjang (150
– 200 kata) dengan cara membaca sekilas. Tujuan pembelajaran pada siklus I
adalah siswa diharapkan bisa memahami isi dalam teks bacaan yang diberikan
guru, melalui tugas yang diberikan oleh guru siswa diharapkan bisa menjawab
pertanyaan sesuai dengan isi teks dengan teknik word square, dan melalui tugas
siswa dapat menemukan pikiran pokok bacaan masing – masing paragraf. Materi
pokok pada siklus I berupa teks panjang tentang Roro Jonggrang.
Kegiatan pembelajaran pada siklus I dimulai dengan kegiatan awal yaitu
guru memberikan apersepsi dengan menanyakan pada siswa tentang objek wisata
candi prambanan dan menunjukkan gambar Candi Prambanan pada siswa,
langkah ini termasuk dalam komponen Konstruktivisme (membangun) pada CTL.
Langkah berikutnya yaitu guru menjelaskan tentang cara menentukan komponen
– komponen bacaan yang meliputi tema, tokoh dan alur cerita. Selanjutnya guru
membagi siswa dalam beberapa kelompok, pembagian kelompok dilakukan
secara acak.Setiap kelompok terdiri dari 3 siswa. Guru membagikan Lembar
diskusi siswa yang berisikan cerita tentang Roro Jonggrang dan lembar jawab
50
Word Square. Langkah selanjutnya guru meminta siswa untuk membaca dan
memahami isi teks bacaan dengan teknik membaca sekilas. Ketiga langkah
tersebut merupakan komponen Inquiry (menemukan) pada CTL. Langkah
selanjutnya yaitu siswa membaca cerita Roro Jonggrang secara berkelompok, dan
siswa mengerjakan lembar diskusi yang berisikan word square secara
berkelompok. Kedua langkah tersebut termasuk komponen Learning Community
(Komunitas Belajar) pada CTL. Saat siswa sedang mengerjakan lembar diskusi,
para siswa merasa bingung sehingga guru harus menjelaskan kembali tentang apa
yang harus dilakukan siswa.
Guru membimbing siswa dalam mengerjakan word square, langkah ini
termasuk komponen Questioning (bertanya). Selanjutnya guru meminta beberapa
kelompok maju ke depan untuk menyampaikan hasil pekerjaannya dan guru
melakukan permainan word square dengan cara membacakan pertanyaan satu per
satu dan siswa yang mengetahui jawaban langsung menjawab. Kedua langkah
tersebut termasuk komponen Modeling (Pemodelan). Berdasarkan pengamatan
observer pada langkah ini siswa masih malu dan takut untuk berpendapat maupun
bertanya sehingga kemampuan berpendapat masih rendah yaitu 60%.
Kemampuan bertanya kelompok juga masih rendah yaitu 58% (lampiran 10).
Langkah selanjutnya guru memberikan umpan balik dengan membahas
hasil diskusi word square, yang termasuk komponen Reflection (Refleksi).
Kegiatan di akhir pembelajaran yaitu guru bersama siswa menyimpulkan materi
pembelajaran yang merupakan komponen Authentic Assesment (Penilaian yang
Sebenarnya), di kegiatan ini siswa ditemukan masih kurang aktif dalam
menyimpulkan materi pembelajaran dengan hasil 57% (lampiran 10). Kebanyakan
51
siswa saat guru menjelaskan materi secara mendasar mengenai unsur – unsur
dalam cerita masih tidak memperhatikan, mereka masih saling berbicara dengan
teman sebelahnya. Jadi saat guru menyuruh siswa mengemukakan pedapat hanya
sedikit siswa yang berani mengungkapkannya.
Saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I, aktivitas siswa sudah
meningkat dibanding pembelajaran sebelumnya meskipun belum sesuai target
yaitu 75% siswa mencapai kriteria aktif dan/atau sangat aktif. Aktivitas siswa
dalam pembelajaran masih kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat siswa yang
memiliki kriteria aktif dan sangat aktif masih 54,17 %. Data aktivitas siswa
disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6
Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa padaSiklus I
No Kategori
Skor Kriteria ∑ siswa
1. 86% ≤X≤ 100% Sangat aktif 3
2. 71%≤X≤ 85% Aktif 10
3 61%≤ X≤70% Cukup aktif 9
4. 51% ≤ X≤60% Kurang aktif 2
5. X< 50% Tidak aktif -
Ketuntasan klasikal keaktifan 54,17 %
Tabel 6. Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa pada Siklus I
Aktivitas siswa sudah lebih dari separuh jumlah siswa masuk dalam kriteria
aktif (sangat aktif dan aktif) tetapi belum mencapai ketuntasan klasikal yang
ditetapkan yaitu 75 % dimana siswa berkriteria aktif dan/atau sangat aktif.
Ditemukan siswa yang tidak aktif sebesar 45,83 %, yaitu siswa dengan
kriteria cukup aktif 9 siswa dan kurang aktif 2 siswa. Hal ini disebabkan oleh
52
beberapa hal seperti kemampuan setiap individu yang berbeda – beda. Hal ini
diperkuat dengan dengan pernyataan Sardiman (2011) bahwa belajar merupakan
sebuah proses mengubah tingkah laku subyek belajar mengajar yang dipengaruhi
oleh faktor psikologis antara lain motivasi, perhatian, konsentrasi, reaksi untuk
melakukan sesuatu, organisasi bahan – bahan pelajaran, pemahaman serta ingatan
siswa. Siswa yang kurang aktif harus mendapatkan perhatian khusus dari guru
mata pelajaran. Jumlah 2 siswa yang kurang aktif merupakan siswa yang pasif
pada semua pelajaran, dan guru memegang peranan penting agar siswa pasif dapat
menjadi aktif seperti teman – teman yang lain. Usaha guru bisa dimulai dengan
sering mengajukan pertanyaan kepada siswa yang pasif, dengan begitu siswa jadi
sering menjawab pertanyaan dari guru dan tentunya siswa dapat aktif dalam
mengikuti pembelajaran.Usaha guru ini dilakukan guru di siklus II.
4.3 Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, kiranya perlu diadakan perbaikan
pada siklus II untuk memperbaiki kekurangan – kekurangan yang ada, yaitu 45,83
% siswa masih tidak aktif dalam pembelajaran. Di dalam pelaksanaan siklus I
masih terdapat hal yang perlu diperbaiki antara lain siswa masih enggan
menyatakan pendapat dengan presentase 58 %. Hal ini disebabkan karena siswa
masih terbiasa dengan model pembelajaran sebelumnya. Selain itu aktivitas siswa
saat bertanya kelompok juga masih kurang yaitu 57%, hal ini dikarenakan
pembagian kelompok dilakukan secara acak sehingga siswa belum terbiasa
bekerja sama dengan siswa lain.
Aktivitas yang ketiga yang masih belum tuntas yaitu menyimpulkan materi
pembelajaran yang telah berlangsung, hal ini disebabkan karena siswa masih malu
53
untuk menyimpulkan materi. Melihat pada siklus I masih ada tiga aktivitas yang
belum tuntas, maka pada siklus II yang dilakukan peneliti adalah guru lebih
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat menyatakan pendapat dengan
lebih leluasa, siswa diberi kesempatan untuk membuat soal dari cerita yang sudah
disiapkan dan para siswa menentukan jawaban dari soal yang mereka buat sendiri
dengan dituangkan dalam bentuk teka teki silang. Guru lebih memberi
kesempatan pada siswa untuk dapat menyimpulkan materi dan tidak lupa dengan
memberi bimbingan pada siswa. Diharapkan pada siklus II kekurangan –
kekurangan tersebut bisa dilengkapi yaitu siswa dapat mencapai 75% kriteria aktif
dalam pembelajaran.
4.4 Deskripsi Siklus II
Perencanaan siklus II didasarkan atas refleksi di siklus I. Siklus II masih
menitikberatkan pada penerapan CTLdengan teknik word square. Pada siklus I,
siswa masih enggan mengajukan pendapat maka di siklus II ini guru lebih
mendorong siswa dengan memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa. Di
siklus I, siswa mengisi lembar word square yang telah disediakan oleh guru. Di
siklus II siswa dilatih membuat pertanyaan sendiri dengan jawaban yang mereka
susun sendiri di kolom – kolom word square.
Pembelajaran siklus II ditekankan siswa lebih kreatif dan aktif dalam
pembelajaran. Guru hanya menyiapkan bacaan dan siswa yang membuat word
square secara berkelompok. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 7 November
2016. Pembelajaran siklus II mempunyai kompetensi dasar yaitu menemukan
makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ ensiklopedia melalui membaca
memindai.
54
Langkah – langkah pada siklus II dimulai dari guru memberikan apersepsi
dengan bertanya apakah macam – macam olahraga yang kalian sukai, dan guru
menanyakan tentang contoh olahraga yaitu sepak bola. Tahap ini merupakan
komponen Konstruktivisme( membangun). Langkah selanjutnya adalah guru
memberikan cerita sepak bola dan lembar kosong. Tahap ini lah yang
membedakan dengan siklus I, pada siklus I siswa tinggal mengerjakan lembar
diskusi yang berisikan word square. Siklus II setelah siswa disuruh membaca
cerita tentang sepak bola secara berkelompok. Para siswa disuruh membuat
pertanyaan dan jawaban mengenai bacaan cerita sepak bola. Jawaban dari soal
yang para siswa buat harus disusun berbentuk kotak – kotak atau berbentuk word
square seperti yang dibuat peneliti pada siklus I. Tahap ini termasuk dalam
komponen Learning Community (komunitas belajar). Saat para siswa membuat
lembar word square, guru membimbing siswa dan mengajari siswa yang belum
paham, sedangkan observer mengamati dan menilai aktivitas siswa dan kinerja
guru.
Siswa selesai membuat word square, setiap kelompok mempresentasikan
hasil pekerjaannya secara bergantian di depan kelas dan dinilai oleh observer.
Tahap tersebut termasuk komponen Modeling (Pemodelan). Guru beserta siswa
mencocokkan hasil diskusi bersama – sama, yang merupakan komponen
Reflection (refleksi). Sebagai penghargaan siswa yang sudah maju ke depan
diberikan reward berupa gambar emoticon. Kegiatan di siklus II ditutup dengan
guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran, yang merupakan komponen
Authentic Assesment (penilaian yang sebenarnya).
55
Siklus II semua siswa sudah berperan aktif dalam pembelajaran.82% siswa
sudah berani berpendapat dan mengajukan pertanyaan untuk hal – hal yang
kurang jelas. Hal ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa dengan kegiatan
belajar mengajar di sekolah dengan menggunakan teknik word square. Aktivitas
siswa pada siklus II sudah mencapai ketuntasan klasikal indikator kinerja yang
ditetapkan yaitu sebesar 92 % (Tabel 7). Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan
siswa dalam diskusi, kerjasama antara teman kelompok sudah terjalin untuk
menyelesaikan permasalahan dan siswa sudah aktif dalam bertanya dan aktif
dalam mencari informasi. Selain itu, siswa lebih antusias ketika bermain word
square. Siswa secara bergantian mengacungkan jari ketika akan
mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Hal ini dapat dilihat di
lampiran 11. Berikut ini data aktivitas siswa siklus II.
Tabel 7
Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa Siklus II
No KategoriSkor Kriteria ∑ siswa
1. 86% ≤X≤ 100% Sangat aktif 8
2. 71%≤X≤ 85% Aktif 14
3 61%≤ X≤70% Cukup aktif 2
4. 51% ≤ X≤60% Kurang aktif -
5. X< 50% Tidak aktif -
Ketuntasan klasikal keaktifan 92 %
Tabel 7. Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa Siklus II
Terdapat 8% siswa yang tidak aktif pada siklus II yaitu 2 siswa dengan
kriteria cukup aktif, hasil ini telah menurun dibandingkan pada siklus I sebesar
45,83 %. Beberapa siswa memang sulit diajak aktif di dalam kelas. Hal ini
56
disebabkan siswa kurang tertarik dalam pembelajaran. Kekurangtertarikan
terhadap sesuatu akan membuat siswa enggan melakukan sesuatu (Suparlan,
2009).
Umumnya, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan
semangat belajar dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar. Keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran merupakan
faktor pendukung keberhasilan belajar siswa. Kemampuan siswa dalam diskusi
lebih baik daripada siklus I. Hal ini karena, di siklus II kerjasama antar anggota
kelompok sudah terlihat. Menurut Setiawan (2008) diskusi akan melatih siswa
untuk belajar sekaligus mengajari teman lain melalui komunikasi yang efektif
tentang apa yang diketahui maupun apa yang tidak diketahuinya. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan berpikir siswa melalui kemampuan bertanya dan
menjawab siswa terhadap permasalahan yang ada diberikan. Permasalahan yang
diberikan sudah sesuai dengan kemampuan siswa (Sanjaya, 2006) dan kontekstual
yaitu menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa (Saptono, 2003).
Untuk lebih memperjelas hasil peningkatan aktivitas siswa yang terjadi selama
siklus I dan II maka disajikan histogram sebagai berikut.
57
Gambar 3. Histogram Pencapaian Keaktifan Siswa Setiap Siklus
Gambar 3
Histogram Pencapaian Keaktifan Siswa Setiap Siklus
4.5 Refleksi Siklus II
Pada siklus II masih ada 2 siswa yang tidak aktif dengan presentase 8%.
Hasil ini telah menurun dibandingkan pada siklus I yang besarnya 45,83 %. Siklus
II sudah terlihat kemampuan berpendapat naik menjadi 82% dan kemampuan
bertanya kelompok naik menjadi 85 % (lampiran 11). Kemampuan siswa
menyimpulkan kesimpulan juga mengalami kenaikan didapatkan hasil sebesar
85%. Sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian mengenai aktivitas siswa pada
siklus II mengalami kenaikan dibandingkan pada siklus I. Aktivitas siswa di siklus
II telah mencapai kriteria aktif, karena hasil penelitian menunjukkan 92%. Hasil
ini lebih besar dari kriteria ketuntasan yaitu 75%. Selama pembelajaran di siklus
II siswa tampak lebih bersemangat dan lebih aktif.
58
Kinerja guru pun mencapai 100%, jadi guru juga bersemangat untuk
melaksanakan pembelajaran dengan model CTL teknik word square. Guru
melaksanakan model pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan selalu membimbing siswa di saat berdiskusi maupun
di saat siswa presentasi di depan kelas. Siswa pun merasa sangat senang dan
bersemangat saat mengikuti pembelajaran menggunakan model CTL dengan
teknik word square. Hal ini ditunjukkan dengan hasil aktivitas siswa yang
meningkat dan motivasi siswa saat belajar juga mengalami kenaikan.
Meskipun hasil pada siklus II mencapai ketuntasan klasikal indikator kinerja
yang ditetapkan yaitu sebesar 92 %, guru tidak boleh puas begitu saja. Guru perlu
mengupayakan pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa menjadi
lebih aktif selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aktivitas siswa
meningkat otomatis akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru dapat
menerapkan model CTL dengan teknik word square pada materi lain.
4.6 Motivasi Belajar Siswa
Motivasi siswa terhadap pembelajaran CTL dengan teknik word square
diukur dengan angket motivasi. Angket ini dibagikan kepada siswa di akhir
pembelajaran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil,
motivasi belajar siswa mencapai kriteria baik sebesar 37,5 % dan kriteria sangat
baik sebesar 62,5 %. Tingginya presentase tersebut menunjukkan bahwa siswa
mampu menghubungkan pengetahuan awal dengan materi pelajaran dengan
menggunakan teknik word square.
Presentase tertinggi dengan 97% dalam menyelesaikan pembelajaran
dengan berhasil sangat penting bagi saya. Setiap siswa ingin mendapatkan nilai
59
yang bagus pada setiap akhir pembelajaran dan pastinya setiap siswa ingin
menyelesaikan pembelajaran dengan baik dan benar, itu yang menyebabkan
presentase tertinggi ada di penyelesaian pembelajaran. Presentase terendah adalah
pertama kali saya melihat pembelajaran ini, saya merasa bahwa pembelajaran ini
mudah bagi saya yaitu sebesar 71%. Pada awalnya siswa merasa mudah dalam
pemeblejaran, tapi siswa mendapatkan kendala saat harus membuat pertanyaan
dan jawaban sendiri yang harus dituangkan dalam kotak – kotak word square. Hal
ini disebabkan siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran ini, tetapi kendala
tersebut dapat diatasi dengan tindakan guru yang membimbing siswa saat
melakukan diskusi hingga akhirnya siswa dapat menyelesaikan lembar diskusi
mereka.
Pencapaian motivasi belajar setiap siswa berbeda – beda hasilnya
dikarenakan siswa mempunyai kemampuan yang berbeda – beda dalam
mengkonsentrasikan pikirannya pada saat pembelajaran. Seperti pada aspek
perhatian yang pernah diungkapkan oleh Suprijono (2009) bahwa antensi
(perhatian) bersifat seleksi karena sumber otak terbatas. Berarti siswa yang
mampu mengkonsentrasikan dan memfokuskan pikirannya dapat memberikan
atensi (perhatian) saat pembelajaran. Data motivasi dapat dilihat pada Tabel 8.
60
Tabel 8
Rekapitulasi Data Motivasi Siswa Selama KBM
No KategoriSkor Kriteria ∑ siswa
1. 81% < % skor ≤ 100% Sangat baik 62,5 %
2. 61% < % skor ≤ 80% Baik 37,5 %
3 41% < % skor ≤ 60% Cukup baik -
4. 21% < % skor ≤ 40% Kurang baik -
5. 0% < % skor ≤ 20% Tidak baik -
Ketuntasan klasikal motivasi 100 %
Tabel 8. Rekapitulasi Data Motivasi Siswa Selama KBM
Data pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa motivasi belajar dari seluruh siswa
telah memenuhi batas ketuntasan tingkat motivasi siswa, yaitu minimal kriteria
baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa merasa tertarik, percaya diri. Dengan
menggunakan model CTL dengan teknik word square siswa dapat termotivasi
belajarnya. Pernyataan tersebut seperti yang diungkapkan oleh Rasyid (2008)
siswa akan termotivasi jika apa yang dipelajarinya menarik perhatiannya, relevan
dengan kebutuhan siswa, apa yang mereka pelajari menyebabkan mereka puas dan
menambah percaya diri.
Pencapaian motivasi yang termasuk dalam kategori baik ini disebabkan
karena di dalam pembelajaran terdapat upaya untuk memotivasi siswa belajar,
salah satunya yaitu dengan menumbuhkan minat dalam diri siswa. Pembelajaran
akan berjalan lancar apabila disertai minat yang ada dalam diri siswa. Menurut
Sardiman (2011) minat merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa. Pada penelitian ini, minat siswa ditumbuhan dengan penggunaan
61
word square sebagai teknik pembelajaran, dimana siswa belajar dan bermain kata
– kata dalam word square seperti mengisi teka teki silang.
Slavin (1997) dalam Angkowo dan Kosasih (2007) menyatakan bahwa
motivasi adalah tenaga pendorong ataupun penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Pendapat ini menunjukkan bahwa ada
upaya yang dapat menyebabkan seseorang mengalami perubahan tingkah laku.
Untuk itu motivasi sangatlah penting menunjang siswa untuk memperoleh hasil
belajar yang maksimal. Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa, maka
semakin besar pula hasil belajar yang dicapai. Demikian pula, semakin tepat
motivasi yang diberikan guru, semakin baik pula hasil dari proses pembelajaran.
Termotivasinya siswa dalam pembelajaran tidak lepas dari upaya guru yang
berperan sebagai motivator. Pada pembelajaran ini guru menerapkan beberapa
cara untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Adapun beberapa cara tersebut
antara lain :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran di setiap awal pertemuan. Rumusan
tujuan diakui dan diterima baik oleh siswa merupakan alat motivasi yang
sangat penting, sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai karena
dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka dapat menimbulkan gairah
belajar. Penyampain tujuan di awal pembelajaran termasuk dalam komponen
CTL yaitu aspek Konstruktivisme.
2. Guru memberikan penghargaan berupa tepuk tangan, pujian dan pemberian
emoticon bagi siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan, mengungkapkan
pendapat, dan melakukan presentasi di depan kelas. Pemberian penghargaan
62
ini menciptakan suasana yang tidak tegang/ menyenangkan di kelas dan
meningkatkan percaya diri siswa. Pemberian penghargaan merupakan salah
satu kelebihan model CTL agar siswa dapat bekerja secara maksimal dalam
kelompok masing masing.
3. Guru menanamkan rasa tanggung jawab bagi siswa. Ketua kelompok yang
berperan sebagai guru, anggota kelompok yang akan bekerja secara maksimal
dalam pembelajaran untuk menghargai upaya yang telah dilakukan ketua
kelompok. Adanya hal ini, menjadikan siswa termotivasi untuk belajar lebih
baik karena masing – masing siswa bertanggung jawab atas tugas yang
diembannya. Penanaman tanggung jawab termasuk dalam komponen CTL
pada aspek Learning Community
4. Guru menciptakan adanya persaingan atau kompetisi dalam pembelajaran.
Siswa terbagi menjadi beberapa kelompok, menciptakan adanya persaingan
yang memicu siswa untuk berusaha/bekerja lebih baik dibandingkan
kelompok lain dalam hal kualitas belajar, diskusi, maupun presentasi.
Penciptaan kompetisi dalam pembelajaran merupakan salah satu kelebihan
model CTL.
5. Guru memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis dalam
pembelajaran yaitu dengan siswa diberi bacaan dan siswa diberi kesempatan
untuk menyusun pertanyaan dan jawaban dari bacaan yang diberikan oleh
guru. Hal ini merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman, agar siswa dapat berpikir lebih kritis. Dalam penelitian ini siswa
diberi kesempatan berpikir kritis yang merupakan aspek Inquiry pada CTL.
63
Keempat cara yang telah dipaparkan diatas dapat ditemukan di langkah – langkah
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan teknik
word square. Pembelajaran dengan model CTL dan teknik word square
menjadikan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi
antusias untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran menggunakan Model CTL dengan
teknik word square efektif dalam pencapaian motivasi belajar siswa SD N Baledu
karena dari pengukuran motivasi belajar siswa dengan menggunakan angket,
seluruh siswa termasuk dalam kriteria baik.
4.7 Kinerja Guru
Kinerja guru diamati dengan lembar observasi, kinerja yang diamati yaitu
saat proses pembelajaran. Pada aspek proses pembelajaran dibedakan menjadi
memeriksa kehadiran siswa, menyampaikan apersepsi dan motivasi,
menyampaikan tujuan pembelajaran dan kesepakatan pembelajaran,
menyampaikan garis besar materi, mengorganisasi siswa dalam kelompok,
menjelaskan lembar disekusi siswa (LDS), membimbing siswa saat diskusi,
memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan pendapat atau tanggapan,
membimbing siswa saat bermain word square, dan membimbing siswa
menyimpulkan pembelajaran.
Langkah – langkah proses pembelajaran yang dinilai dari kinerja guru
merupakan kumpulan dari aspek – aspek dalam CTL. Aspek Konstruktivisme
terdiri dari aspek guru memeriksa kehadiran siswa, guru menyampaikan apersepsi
dan motivasi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan kesepakatan belajar.
Aspek Inquiry terdiri dari menyampaikan penjelasan garis besar materi,
64
menjelaskan lembar diskusi siswa. Aspek selanjutnya adalah aspek Questioning
berupa guru menyampaikan penjelasan garis besar materi. Aspek Learning
community terdiri dari membimbing siswa saat diskusi dan memberi kesempatan
siswa untuk menyampaikan pendapat/tanggapan. Aspek Modeling ditunjukkan
dalam guru membimbing siswa saat bermain word square. Aspek yang terakhir
adalah aspek Reflection yaitu membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran.
Hasil observasi kinerja guru di siklus I dan siklus II memenuhi kriteria
sangat tinggi. Pada siklus I presentase sebesar 100% dan pada siklus II juga
didapatkan presentase sebesar 100%, itu artinya kinerja guru dalam pembelajaran
dengan model CTL dan teknik word square sangat baik dan melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah
dibuat. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16. Hal ini tidak terlepas
dari tindakan-tindakan guru sepertiguru berusaha menumbuhkan rasa percaya diri
siswa dalam belajar, guru berusaha mempertahankan perhatian siswa untuk tetap
konsentrasi dalam pembelajaran dan lebih banyak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan pendapat. Menurut Suparlan (2009),
kreativitas guru juga mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan yang
menarik bagi siswa.
Guru dapat memotivasi siswa untuk dapat melibatkan diri di dalam proses
pembelajaran, selain itu guru mampu menciptakan suasana aktif di dalam
pembelajaran. Model pembelajaran CTL dan teknik word square dapat diterapkan
guru dengan baik, hal ini berakibat siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.
Majid (2005) menyatakan bahwa salah satu unsur yang memainkan peran penting
dalam menentukan keberhasilan proses belajar adalah bagaimana cara guru
65
menyampaikan materi. Proses pembelajaran akan dikatakan berhasil jika keaktifan
dan motivasi belajar siswa meningkat. Hasil pengamatan kinerja guru pad asiklus
I dan siklus II disajikan dalam bentuk histogram di bawah ini
Gambar 4. Histogram Kinerja Guru Setiap Siklus
Gambar 4.
Histogram Kinerja Guru Setiap Siklus
4.8 Tanggapan Siswa
Hasil analisis tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran CTL dengan teknik word square pada materi
teks panjang, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memberikan tanggapan
positif terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung (Tabel 9).
Model pembelajaran CTL dan teknik word square berbeda dengan model
yang biasanya digunakan oleh guru. Model ini menjadikan siswa lebih mudah
untuk belajar, tidak membosankan dan pembelajaran menjadi menyenangkan.
Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran berpengaruh terhadap motivasi dan
keaktifan siswa. Siswa tertarik mengikuti pembelajaran, maka rasa ingin tahu
66
siswa juga meningkat sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran. Siswa telah termotivasi maka aktivitas siswa dalam pembelajaran
meningkat.
Ketertarikan dan tanggapan positif yang ditunjukkan siswa ini dipengaruhi
oleh kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam pembelajaran. Kegiatan membaca
dan diskusi bersama kelompok dapat membuat siswa semangat, karena siswa
dapat mengeluarkan pendapat dengan teman kelompok. Kegiatan diskusi mampu
meningkatkan kerjasama antar siswa. Data selengkapnya ada di lampiran 18.
Pada akhir pembelajaran guru memberikan penguatan dan umpan balik
terhadap materi yang telah didiskusikan oleh siswa, sehingga siswa menjadi
menyukai cara mengajar guru dan lebih memperhatikan penjelasan yang diberikan
oleh guru. Ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran dan cara guru
mengajar akan membuat siswa menjadi antusias dalam pembelajaran dan
memudahkan siswa dalam memahami materi, terlihat aktivitas dan motivasi
belajar siswa termasuk dalam kriteria baik. Rekapitulasi hasil tanggapan siswa
disajikan pada Tabel 9.
67
Tabel 9
Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa
No
. Pernyataan
Tanggapan siswa
Ya (%) Tidak (%)
1. Menarik dan menyenangkan. 96 % 4 %
2. Memotivasi siswa untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran.
100 % 0 %
3. Membantu siswa untuk memahami materi Teks
Panjang.
92 % 8 %
4. Membuat siswa lebih tertarik untuk melakukan
diskusi.
100 % 0 %
5. Memotivasi siswa untuk berpikir lebih kritis dan
logis
92 % 8 %
6. Membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
100 % 0 %
7. Membuat suasana kelas menjadi lebih hidup. 100 % 0 %
8. Meningkatkan kerjasama antar siswa. 96 % 4 %
9. Melatih siswa untuk saling menghargai 88 % 12 %
10. Membuat siswa mengakaitkan biologi dengan 75 % 25 %
kehidupan sehari-hari Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa
4.9 Tanggapan Guru
Tanggapan guru diperoleh dari wawancara langsung dengan guru mata
pelajaran kelas IV SD N Baledu Ibu Hartati, S.Pd.SD. Berdasarkan hasil
wawancara, terlihat bahwa guru memberikan tanggapan positif terhadap
pembelajaran menggunakan teknik word square. Guru memberikan kesan
terhadap pembelajaran materi teks panjang menggunakan teknik pembelajaran
word square sangat berkesan dan menyenangkan bagi guru dan siswa saat proses
pembelajaran. Aktivitas belajar siswa ketika penyampaian materi menggunakan
teknik pembelajaran word square, semua siswa aktif dalam pembelajaran dan
siswa memahami materi sehingga siswa dapat membuat soal dan jawaban sesuai
dengan materi. Guru merasa sangat terbantu untuk mewujudkan kelas yang aktif
68
dan membangkitkan berpikir kritis siswa untuk dapat membuat soal. Guru melihat
perubahan aktivitas siswa yang semakin meningkat. Hasil wawancara dapat
dilihat di Tabel 10.
Tabel 10
Tanggapan Guru Terhadap Penerapan Model CTL dengan
Teknik Word Square
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana kesan ibu terhadap
pembelajaran materi teks panjang
menggunakan teknik pembelajaran
word square
Pembelajaran materi teks panjang
menggunakan teknik pembelajaran
word square sangat berkesan dan
menyenangkan bagi guru dan siswa
Bagaimana aktivitas belajar siswa
ketika penyampaian materi
menggunakan teknik pembelajaran
word square
Semua siswa aktif dan memahami
materi, sehingga siswa dapat membuat
soal dan jawaban sesuai dengan materi
Kesulitan apa saja yang ditemukan
dalam pembelajaran menggunakan
teknik pembelajaran word square
Kesulitannya adalah meletakkan
jawaban agar terbentuk teka teki silang,
jadi harus penuh ketelitian
Apakah ada peningkatan aktivitas
pembelajaran setelah diterapkan teknik
pembelajaran word square
Ada peningkatan, yaitu semua siswa
aktif mencari soal dan jawaban sesuai
dengan bacaan atau materi yang
diberikan
Apakah ada peningkatan motivasi
belajar antara siswa setelah diterapkan
teknik pembelajaran word square
Ada peningkatan motivasi belajar
siswa, anak menjadi membaca bacaan
yang dikehendaki dan membuat soal
beserta jawabannya sesuai bacaan
Tabel 10. Tanggapan Guru Terhadap Penerapan Model CTL dengan Teknik Word Square
69
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran menggunakan model
pembelajaran CTL dengan teknik word square yang diterapkan dapat diterima dan
ditanggapi secara positif oleh guru maupun siswa, karena dengan pembelajaran
tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar dan motivasi belajar
siswa.
Model pembelajaran CTL dengan teknik word square dapat diterapkan
dalam proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini dikarenakan karena model CTL
mengandung tujuh komponen yang berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran
di sekolah. Ditambahkan lagi dengan teknik word square dimana siswa
mengerjakan soal seperti mereka bermain teka teki silang, dengan mengisikan
jawaban, mencocokkan jawaban dengan kotak yang tersedia di lembar word
square. Siklus II siswa hanya diberi cerita dan mereka membuat sendiri soal –
soal dan menentukan jawaban sendiri. Serta siswa membuat kotak – kotak teka
teki silang dengan menuliskan jawaban di dalam kotak – kotak tersebut. Siklus II
aktivitas siswa meningkat, hasil penelitian mencapai lebih dari kriteria
ketuntasan.Di siklus II siswa bebas berkreasi dengan kemampuan mereka masing
– masing. Selain itu siswa dibimbing dari awal oleh guru, sehingga siswa mulai
terbiasa dengan model pembelajaran ini.
Proses CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu
Konstruktivisme (membangun), Inquiry (menemukan), Questioning (bertanya),
Learning Community (komunitas belajar), Modeling (pemodelan), Reflection
(refleksi), Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya). Ketujuh komponen
tersebut terangkum dalam kegiatan pembelajaran pada rencana pelaksanaan
pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh observer, guru
70
melaksanakan pembelajaran urut dan runtut sesuai dengan RPP. Tanggapan guru
pun sangat positif terhadap model pembelajaran ini.
Menurut tanggapan guru, model pembelajaran ini dapat meningkatkan
aktivitas siswa secara signifikans. Motivasi belajar para siswa pun meningkat, ini
terbukti dengan hasil angket yang menunjukkan kriteria bagus. Siswa merasa
model pembelajaran ini sangat menarik dan tidak membosankan. Hasil tanggapan
guru dan tanggapan siswa membuktikan bahwa model pembelajaran CTL dengan
teknik word square dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran
dalam kegiatan belajar mengajar.