bab iv hasil&bahasan
TRANSCRIPT
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
1/37
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk
masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah
disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program
Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya.
Posyandu Lansia Sejahtera merupakan salah satu 6
posyandu lansia binaan Puskesmas Sidomulyo Samarinda.
Posyandu Lansia Sejahtera terletak di Jalan Gurami RT. 02
Kelurahan Sungai Dama Kecamatan Samarinda Ilir Kota
Samarinda. Posyandu ini berbatasan langsung dengan Kawasan
Yayasan Rumah Sakit Islam Samarinda dan Sekolah Menengah
Pertama Negeri 21 Samarinda .
Posyandu Lansia Sejahtera berdiri pada 18 Mei 2008 dan
pengelolaannya dilaksanakan oleh 10 orang kader di bawah binaan
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
2/37
54
Puskesmas Sidomulyo. Struktur organisasi posyandu lansia terdiri
atas penasehat, ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.
1) Penasehat : Hj. Sri Banoen
2) Ketua : Hj. Siti Amaniah
3) Wakil Ketua : Hapy Gunawan S.Pd
4) Sekretaris : Niah Arbayah
5) Bendahara : Yudina Sari
6) Anggota : a) Saniah Idris
b) Hj. Salmah S.Pd
c) Fitri Rumli
d) Agustini
e) Hj. Janariah
Kegiatan posyandu dilaksanakan selama 1 bulan sekali
setiap tanggal 18 dari pukul 09.00 WITA hingga selesai dengan
jumlah lansia yang terdaftar hingga bulan Juni tahun 2010
sebanyak 119 orang lansia dan 7 orang bukan lansia.
Tabel 4. 1 Jumlah Peserta Posyandu Lansia BerdasarkanUsia di Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 < 45 tahun 7 5.55
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
3/37
55
2 45 59 tahun 63 50
3 60 74 tahun 46 36.51
4 75 90 tahun 10 7.94
Total 126 100
Sumber: Posyandu Lansia Sejahtera (2010)
Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia
tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di
suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang
menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti
posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3
meja. Posyandu Lansia Sejahtera menggunakan sistem 3 meja
dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Meja I : pendaftaran lansia,
pengukuran dan penimbangan
berat badan dan atau tinggi badan serta
pencatatan pada Kartu Menuju Sehat (KMS)
b. Meja II : Pelayanan kesehatan seperti
pemeriksaan tekanan
darah, pemeriksaan kadar gula darah dan asam
urat serta pengobatan sederhana dan rujukan
kasus.
c. Meja III : pengambilan obat, konseling, dan
penyuluhan.
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
4/37
56
2. Karakteristik Responden
a. Usia
Batasan usia lanjut yang digunakan dalam penelitian
adalah menurut WHO yang mengelompokkan usia lanjut atas 3
kelompok. Dari 101 responden rata-rata berusia 59 tahun
dengan usia yang paling tinggi adalah 80 tahun dan paling
rendah adalah 45 tahun. Distribusi responden menurut usia
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usiapada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
No Usia
Frekuens
i Persentase (%)
1 45 59 tahun 52 51,5
2 60 74 tahun 42 41,6
3 75 90 tahun 7 6,9
Total 101 100
Sumber : Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa distribusi
responden terbanyak pada usia 45 59 tahun yaitu 52 orang
(51,5%) dan paling sedikit pada usia 75-90 tahun yaitu 7 orang
(6,9%).
b. Jenis Kelamin
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
5/37
57
Jenis kelamin responden adalah kategori responden
yang didasarkan pada perbedaan biologis seperti struktur organ
reproduksi, bentuk tubuh, suara dan karakteristik biologis
lainnya. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelaminpada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Pria 21 20,8
2 Wanita 80 79,2
Total 101 100
Sumber : Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang
(79,2%) dan sisanya adalah responden berjenis kelamin pria
sebanyak 21 orang (20,8%).
c. Suku
Suku adalah golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang
besar (Indonesia). Distribusi responden menurut suku dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan padaLansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda
Tahun 2010
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
6/37
58
No Suku Frekuensi Persentase (%)
1 Banjar 15 14,9
2 Bugis 7 6,9
3 Buton 36 35,6
4 Dayak 1 1,0
5 Jawa 40 39,6
6 Tiong Hua 2 2,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah suku jawa sebanyak 40 orang (39,6%) dan
suku buton sebanyak 36 (35,6%). Sedangkan responden
dengan suku paling sedikit adalah suku dayak sebanyak 1
orang (1,0%).
d. Pekerjaan
Pekerjaan responden adalah segala sesuatu yang
dilakukan responden untuk mencari nafkah atau penghasilan .
Distribusi responden menurut pekerjaan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan padaLansia di Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
7/37
59
No
PekerjaanFrekuens
iPersentase (%)
1 Tidak Bekerja 70 69,3
2 Pensiun PNS 11 10,9
3 Pedagang 8 7,9
4 Pembantu Rumah Tangga 3 3,0
5 Pegawai Negeri Sipil 3 3,0
6 Pegawai Swasta 2 2,0
7 Tukang Becak 2 3,0
8 Pemulung 1 1,0
9 Penjahit 1 1,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi
responden sebagian besar tidak bekerja sebanyak 70 orang
(69,3%) sedangkan paling sedikit sebagai pemulung dan
penjahit masing-masing 1 orang (1%).
e. Status Perkawinan
Status perkawinan adalah keadaan atau kedudukan
pernikahan responden yang sah berdasarkan peraturan yang
berlaku. Distribusi responden menurut status perkawinan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut StatusPerkawinan pada Lansia di Posyandu LansiaSejahtera Samarinda Tahun 2010
No Status Perkawinan Frekuensi Persentase
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
8/37
60
(%)
1 Kawin 73 72,3
2 Tidak Kawin 1 1,0
3 Janda 25 24,8
4 Duda 2 2,0
Total 101 100
Sumber : Data Primer Terolah
f. Tatanan Hidup
Tatanan hidup meliputi keadaan responden tinggal dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari. Distribusi responden
menurut tatanan hidup dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Tatanan Hiduppada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
No Tatanan Hidup Frekuensi Persentase (%)
1 Pasangan 7 6,9
2 Anak/keluarga 29 28,7
3Pasangan dananak/keluarga
65 64,4
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden tinggal dengan pasangan dan anak atau keluarga
sebanyak 65 orang (64,4%) dan paling sedikit tinggal dengan
pasangan sebanyak 7 orang (6,9%).
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
9/37
61
3. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap
variabel penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi
tiap variabel.
a. Diabetes Melitus (DM)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan
berupa kumpulan gejala yang disebabkan peningkatan kadar
gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi
insulin. Distribusi penderita DM di Posyandu Lansia Sejahtera
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut PenderitaDiabetes Melitus di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
No Diabetes MelitusFrekuens
iPersentase (%)
1 Tidak Menderita DM 74 73,3
2 Menderita DM 27 26,7
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden tidak menderita DM yaitu 74 orang (73,3%) dan yang
menderita DM sebanyak 27 orang (26,7%).
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
10/37
62
b. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah total semua pergerakkan anggota
tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga (aktivitas) yang
berbeda selama periode pengkajian dinyatakan dalam ekuivalen
MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua
aktivitas dalam 1 minggu.
Pengukuran aktivitas fisik menggunakan International
Physical Activity Questionnaire (IPAQ) yang membagi aktivitas
fisik ke dalam kategori ringan, sedang dan berat. Metode yang
digunakan adalah IPAQ short form yang mengukur aktivitas fisik
secara spesifik yaitu berjalan, aktivitas dengan intensitas
sedang, dan aktivitas dengan intensitas keras.
Level MET setiap intensitas adalah berjalan sebanyak
3.3 METs, aktivitas sedang sebanyak 4.0 METs, dan aktivitas
keras sebanyak 8.0 METs. Total aktivitas fisik atau total
MET/menit-minggu adalah: Berjalan (MET x menit x hari) +
Sedang (MET x menit x hari) + Keras (MET x menit x hari).
Adapun kategori aktivitas fisik yang digunakan adalah
1) Ringan
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
11/37
63
Merupakan level terendah dalam aktivitas fisik.
Seseorang yang termasuk ke dalam kategori ini adalah
apabila tidak melakukan aktivitas fisik apapun atau tidak
memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang dan berat.
2) Sedang
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik sedang jika
memenuhi kriteria berikut:
a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas keras
minimal 20 menit selama 3 hari atau lebih,
b) atau melakukan aktivitas fisik dengan intenistas
sedang selama minimal 5 hari dan atau berjalan minimal
30 menit setiap hari,
c) atau kombinasi berjalan, aktivitas fisik dengan
intenistas sedang atau keras selama 5 hari atau lebih
yang menghasilkan total aktivitas fisik dengan minimal
600 MET-menit/minggu.
3) Berat
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik berat jika
memenuhi kriteria berikut:
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
12/37
64
a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas keras
selama 3 hari atau lebih yang menghasilkan total
aktivitas fisik minimal sebanyak 1500 MET-menit/minggu,
b) atau jika melakukan kombinasi berjalan, aktivitas fisik
dengan intenistas keras atau kuat selama 7 hari atau
lebih yang menghasilkan total aktivitas fisik minimal
sebanyak 3000 MET-menit/minggu.
Berdasarkan kriteria tersebut maka dilakukan
pengumpulan aktivitas fisik responden berdasarkan intensitas,
durasi, dan frekuensi selama 1 minggu. Distribusi responden
menurut aktivitas fisik responden dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisikdi Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010
No Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%)
1 Ringan 36 35,6
2 Sedang 61 60,4
3 Berat 4 4,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan aktivitas fisik sedang sebanyak 61orang
(60,4%) dan responden yang melakukan aktivitas fisik ringan
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
13/37
65
sebanyak 36 orang (35,6%) serta aktivitas fisik berat sebanyak
4 orang (4,0%).
Berdasarkan level intensitas aktivitas fisik, terlihat bahwa
responden paling banyak melakukan aktivitas berjalan
kemudian kegiatan rumah tangga karena sebagian besar
responden tidak bekerja dan berjenis kelamin perempuan.
Adapun distribusi responden berdasarkan level intensitas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Level IntensitasAktivitas Fisik di Posyandu Lansia Sejahtera
Samarinda Tahun 2010
No Aktivitas Fisik FrekuensiPersentase
(%)
1 SedangYa
Tidak
98
3
97,0
3,0
2 KerasYa
Tidak
10
91
9,9
90,1
3 BerjalanYa
Tidak
99
2
98,0
2,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa sebanyak 99
responden (98,0%) melakukan aktvitas berjalan dan 98
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
14/37
66
responden (97%) melakukan aktivitas fisik dengan intensitas
sedang.
c. Stress
Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dalam hidup yang menuntut
penyesuaian diri. Pengukuran stress menggunakan skala stress
Holmes atau Rahe Holmes Stress Scale dengan kriteria tidak
stress jika skor < 150, stress jika skor 150, dan sangat stress
jika skor > 250. Distribusi tingkat stress responden dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stressdi Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010
No Tingkat StressFrekuens
iPersentase (%)
1 Tidak Stress 79 78,2
2 Stress 19 18,8
3 Sangat Stress 3 3,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Teroleh
Data pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden tidak mengalami stress yaitu sebanyak 81
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
15/37
67
orang (80,2%) sedangkan yang mengalami stress sebanyak 17
orang (16,8%) dan yang sangat stress sebanyak 3 orang
(3,0%). Adapun distribusi responden menurut kejadian stress
yang dialami dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.12 Distribusi Responden Menurut Kejadian Stressyang Dialami di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
No Stress Frekuensi Persentase (%)
1Kematian PasanganHidup
Ya
Tidak
0
101
0
100
2 PerceraianYa
Tidak
0
101
0
100
3Berpisah tempat tinggaldengan pasangan
Ya
Tidak
0
101
0
100
4 DipenjaraYa
Tidak
0
101
0
100
5Kematian anggotakeluarga selainpasangan hidup
Ya
Tidak
20
81
19,8
80,2
No Stress Frekuensi Persentase (%)
6 MenopauseYa
Tidak
0
101
0
100
7 Sakit seriusYa
Tidak
25
76
24,8
75,2
8 MenikahYa
Tidak
0
101
0
100
9 DipecatYa
Tidak
0
101
0
100
10 Rujuk Ya 0 0
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
16/37
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
17/37
69
25Mencapai prestasi luarbiasa
Ya
Tidak
1
100
1,0
99,0
26
Pasangan mulai atau
berhenti kerja
Ya
Tidak
9
92
8,9
91,1
27Mulai atau lulussekolah
Ya
Tidak
0
101
0
100
28Perubahan di rumah(tamu, menginap,renovasi rumah)
Ya
Tidak
25
76
24,8
75,2
29Perubahan kebiasaanhidup (diet, puasa dll)
Ya
Tidak
24
77
23,8
76,2
30 Alergi kronisYa
Tidak
3
98
3,0
97,0
31 Masalah dengan bosYa
Tidak
0
101
0
100
32 Perubahan jam kerjaYa
Tidak
3
98
3,0
97,0
33 Pindah rumahYa
Tidak
1
100
1,0
99,0
No Stress Frekuensi Persentase (%)
34 Menjelang mensYa
Tidak
1
100
1,0
99,0
35 Perubahan di sekolahYa
Tidak
0
101
0
100
36Perubahan aktivitasreligius
Ya
Tidak
29
72
28,7
71,3
37Perubahan aktivitassosial
Ya
Tidak
27
74
26,7
73,3
38 Utang kecil-kecilanYa
Tidak
10
91
9,9
90,1
39 Perubahan frekuensi Ya 14 13,9
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
18/37
70
bertemu keluargaTidak
8786,1
40 Liburan
Ya
Tidak
15
86
14,9
85,1
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa kejadian
stress yang banyak dialami responden adalah perubahan
kondisi kesehatan sebanyak 46 (45,5%) dan perubahan kondisi
keuangan sebanyak 41 (40,6%). Sedangkan kejadian stress
yang tidak dialami responden adalah kematian pasangan hidup,
perceraian, berpisah tempat tinggal dengan pasangan, dan
dipenjara.
d. Pola Makan
1) Pola Makan Nasi
Pola makan nasi adalah gambaran kebiasaan makan
sehari-hari yang terdiri dari frekuensi makan nasi yang
dikonsumsi. Distribusi pola makan responden dapat dilihat
pada tabel berikut:
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
19/37
71
Tabel 4.13 Distribusi Responden Menurut Pola Makan
Nasi di Posyandu Lansia Sejahtera
Samarinda Tahun 2010
No Pola Makan Nasi Frekuensi Persentase (%)
1 3 x sehari 53 52,5
2 2 x sehari 35 34.7
3 1 x sehari 4 4,0
4 4-6 x seminggu 3 3,0
5 1-3 x seminggu 3 3,0
6 Jarang 3 3,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengkonsumsi nasi 3 x sehari sebanyak 53
orang (52,5%) dan pa;ing sedikit makan nasi 4-6 x
seminggu, 1 3 x seminggu, dan jarang masing-masing
sebanyak 3 orang (3,0%).
2) Pola Minum Teh
Pola minum teh adalah gambaran kebiasaan minum
teh sehari-hari yang terdiri dari frekuensi minum teh yang
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
20/37
72
dikonsumsi. Distribusi pola minum teh responden dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14 Distribusi Responden Menurut Pola Minum
Teh di Posyandu Lansia Sejahtera
Samarinda Tahun 2010
No Pola Minum Teh Frekuensi Persentase (%)
1 3 x sehari 53 52,5
2 2 x sehari 35 34.7
3 1 x sehari 4 4,0
4 4-6 x seminggu 3 3,0
5 1-3 x seminggu 3 3,0
6 Jarang 3 3,0
Total 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Data tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengkonsumsi nasi 3 x sehari sebanyak 53
orang (52,5%) dan pa;ing sedikit makan nasi 4-6 x
seminggu, 1 3 x seminggu, dan jarang masing-masing
sebanyak 3 orang (3,0%).
4. Analisa Bivariat
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
21/37
73
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui besarnya
hubungan variabel indenpenden dengan variabel dependen pada
lansia di wilayah kerja Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Hubungan dikatakan bermakna secara statistik apabila diperoleh
nila p value < 0,05.
a. Hubungan aktivitas fisik dengan Diabetes Melitus (DM) pada
lansia
Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat
mencegah terjadinya DM dikemudian hari, aktivitas fisik yang
cukup juga dapat membantu mengendalikan kadar gula dalam
darah sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi pada
penderita DM. Hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan DM
terdapat pada tabel berikut:
Tabel 4.15 Analisis Hubungan Aktvitas Fisik dengan
Diabetes Melitus di Posyandu Lansia Sejahtera
Samarinda Tahun 2010
AktivitasFisik
Diabetes Melitus
PValue
PhiValue
TidakMenderita DM
Menderita DM Total
n % n % N %
Ringan
Sedang
Berat
15
55
4
14,9
54,5
4,0
21
6
0
20,8
5,9
0
36
61
4
35,6
60,4
4,0
0,0005 0,533
Total 65 73,3 27 26,7 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
22/37
74
Hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan Diabetes
Melitus (DM) menunjukkan aktivitas fisik responden kategori
ringan 14,9% tidak menderita DM, aktivitas fisik responden
kategori sedang 5,9% menderita DM dan aktivitas fisik
responden kategori berat 4% tidak menderita DM.
Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <
(0,0005) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara aktvitas fisik dengan diabetes mellitus pada
lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,533
artinya hubungan aktivitas fisik dengan DM pada lansia memiliki
tingkat keeratan hubungan lemah.
b. Hubungan stress dengan Diabetes Melitus (DM) pada lansia
Stress dapat menyebabkan Diabetes Mellitus (DM).
Selain masalah-masalah praktis yang berkaitan dengan
makanan dan menu, dalam keadaan tertekan terdapat
kenyataan bahwa orang yang mengalami masalah emosional
atau memendam emosi, akan mengalami penambahan kadar
gula dalam darahnya. Hasil analisis hubungan stress dengan
DM terdapat pada tabel berikut:
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
23/37
75
Tabel 4.16 Analisis Hubungan Stress dengan Diabetes
Melitus di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010
Stress
Diabetes Melitus
PValue
PhiValue
TidakMenderita DM
Menderita DM Total
n % n % N %
TidakStress
Stress
SangatStress
68
5
1
67,3
5,0
1,0
11
14
2
10,9
13,9
2,0
79
19
3
78,2
18,8
3,0
0,0002 0,549
Total 74 73,3 27 25,8 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Hasil analisis hubungan stress dengan Diabetes Melitus
(DM) menunjukkan responden yang tidak mengalami stress
10,9% menderita DM, responden yang mengalami stress 5,0%
tidak menderita DM, dan responden yang sangat stress 1,0%
tidak menderita DM.
Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <
(0,0002) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara stress dengan diabetes mellitus pada lansia di
Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,549
artinya hubungan stress dengan DM pada lansia memiliki
tingkat keeratan hubungan lemah.
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
24/37
76
c. Hubungan pola makan dengan Diabetes Melitus (DM) pada
lansia
1) Hubungan Pola Makan Nasi
Makanan tradisional seperti nasi yang dimakan
dengan jumlah yang berlebihan juga bisa menyebabkan
diabetes. Nasi terbuat dari beras yang memiliki Indeks
Glikemik tinggi sehingga meningkatkan kadar gula darah
dengan cepat. Hasil analisis hubungan pola makan nasi
dengan diabetes melitus dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17 Analisis Hubungan Pola Makan Nasidengan Diabetes Melitus di PosyanduLansia Sejahtera Samarinda Tahun 2010
Pola MakanNasi
Diabetes Melitus
PValue
PhiValue
TidakMenderita DM
MenderitaDM
Total
n % n % N %
3x sehari
2x sehari
1x sehari
4-6x seminggu
1-3x seminggu
Jarang
31
30
4
3
3
3
30,7
29,7
4,0
3,0
3,0
3,0
22
5
0
0
0
0
21,8
5,0
0
0
0
0
53
35
4
3
3
3
52,5
34,
4,0
3,0
3,0
3,0
0,02 0,365
Total 74 73,3 27 25,8 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
25/37
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
26/37
78
Tabel 4.17 Analisis Hubungan Pola Makan Nasidengan Diabetes Melitus di PosyanduLansia Sejahtera Samarinda Tahun 2010
Pola MinumTeh
Diabetes Melitus
PValue
PhiValue
TidakMenderita DM
MenderitaDM
Total
n % n % N %
3x sehari
2x sehari
1x sehari
4-6x seminggu
1-3x seminggu
Jarang
23
28
9
1
6
7
22,8
27,7
8,9
1,0
5,9
6,9
8
6
3
2
4
4
7,9
5,9
3,0
2,0
4,0
4,0
53
35
4
3
3
3
52,5
34,
4,0
3,0
3,0
3,0
0,377 0,230
Total 74 73,3 27 25,8 101 100
Sumber: Data Primer Terolah
Hasil analisis hubungan pola minum teh dengan
Diabetes Melitus (DM) menunjukkan responden yang minum
teh 3x sehari menderita DM sebanyak 8 orang (7,9%),
responden yang minum teh 3x sehari menderita DM
sebanyak 23 orang (22,8%). Responden yang 1-3 seminggu
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
27/37
79
minum teh menderita DM dan responden yang jarang minum
teh menderita DM masing-masing sebanyak 4 orang (4,0%)
dan
Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai 25
tahun. Beberapa variabel dikenal sebagai variabel yang
berpengaruh terhadap kejadian diabetes yaitu aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi serat, derajat kegemukan (obesitas),
tekanan darah, kadar kolesterol darah. Untuk menentukan kandidat
dilakukan seleksi terhadap independen variabel dengan ketentuan
masuk kandidat apabila siknifikansi < 0,25. Diperoleh hasil variabel
obesitas, aktivitas fisik dan hipertensi masuk sebagai kandidat. Uji
regresi logistik ganda menunjukkan bahwa obesitas dan aktivitas
fisik terbukti secara bermakna berpengaruh terhadap kejadian DM.
Perubahan aktivitas fisik sudah diterapkan dalam tiga dari
empat penelitian utama yang berhasil mencegah perkembanngan
diabetes pada orang-orang yang rentan terhadapnya. Berikut ini
pengaruh aktivitas fisik (Nathan dan Linda, 2009):
a. Aktivitas fisik langsung memperbaiki sensitivitas otot-otot
terhadap insulin, sehingga kadar gula lebih mudah ditimbun
dalam otot daripada dibiarkan meningkat dalam peredaran
darah.
b. Efek terbaik dari aktivitas fisik diperoleh bila dilakukan dengan
teratur, setidaknya tiga sampai empat kali seminggu.
c. Selain efek langsungnya, aktivitas fisik bisa membantu
menurunkan berat badan, dan khususnya lebih berguna untuk
mempertahankan berat badan yang diperoleh berkat perubahan
komposisi makanan.
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
29/37
81
d. Program pencegahan dan pengobatan diabetes yang paling
berhasil memasukkan peningkatan aktivitas fisik dengan
intensitas sedang dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun hasil analisis berdasarkan penelitian menunjukkan
bahwa responden dengan kriteria aktivitas fisik ringan menderita
DM sebanyak 21 orang (20,8%) sedangkan responden dengan
aktivitas fisik sedang tidak menderita DM sebanyak 55 orang
(54,5%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan (79,2%) dan tidak bekerja (69,3%)
sehingga banyak melakukan aktivitas fisik berjalan (98,0%) seperti
berjalan ke pasar dan aktivitas fisik dengan intensitas ringan (97%)
berupa pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan
membersihkan rumah. Selain itu 35,6% responden merupakan
suku buton yang tinggal di daerah lereng gunung sehingga
melakukan aktivitas fisik dengan intensitas ringan yaitu berjalan
menaiki atau menuruni tanjakan.
Hasil analisis juga menunjukkan responden dengan kriteria
aktivitas fisik ringan 14,9% tidak menderita DM. Hal ini terjadi
karena 6,9% responden berusia 75 90 tahun sehingga tidak
mampu melakukan aktivitas fisik sedang dan berat.
Bertambahnya usia akan disertai penurunan fungsi dan
metabolisme serta komposisi tubuh. Proses degeneratif pada otot
ditandai dengan berkurangnya jumlah dan ukuran serabut otot.
Pergeseran komposisi tubuh dari berkurangnya massa otot ke
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
30/37
82
arah bertambahnya lemak sering bersamaan dengan menurunnya
kandungan protein plasma dan bertambahnya lemak di dalam
plasma dalam bentuk peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida.
Kurang kuatnya otot dan ditambah dengan rasa nyeri atau
kaku pada sendi dan tulang menyebabkan aktivitas fisik para
lansia menurun sehingga kebutuhan energi untuk aktivitas fisik
akan menurun pula (Maryam dkk, 2008).
2. Hubungan stress dengan Diabetes Melitus (DM) pada lansia
Hasil analisis hubungan stress dengan Diabetes Melitus
(DM) diperoleh nilai < (0,0002) maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara stress dengan diabetes
mellitus pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Berdasarkan Data Survei Nasional Departemen Kesehatan
tahun 2008 dalam Suyono (2010), didapat 5,7% penderita diabetes
dari 225 juta jiwa penduduk indonesia dengan rincian 1,5%
terdiagnosis dan 4,2% tidak terdiagnosis. Banyak makan dan
kurang exercise menjadi pemicu utamanya. Lebih lanjut stress juga
memegang peranan dalam meningkatnya penderita DM. Kondisi
lingkungan yang tidak nyaman, polusi, kemacetan dan beragam
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
31/37
83
problematika hidup yang dihadapi setiap orang berpengaruh besar
terhadap timbulnya stress.
Menurut Sunaryo (2004) secara umum, yang dimaksud
stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan
tekanan, perubahan, ketegangan, dan emosi. Stress dapat terjadi
apabila tuntutan atau keinginan diri kita tidak terpenuhi. Vincent
Cornelli mendefinisikan stress sebagai gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan baik oleh lingkungan
maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.
Tingkat gula darah tergantung pada kegiatan hormon yang
dikeluarkan kelenjar adrenal, yaitu adrenalin dan kortikosteroid.
Kedua hormon tersebut mengatur kebutuhan ekstra energi tubuh
dalam menghadapi keadaan darurat (fight or flight). Adrenalin akan
memacu kenaikan kebutuhan gula darah dan kortikosteroid akan
menurunkannya kembali. Adrenalin yang dipacu terus menerus
akan mengakibatkan insulin kewalahan mengatur kadar gula darah
yang ideal, dan kadar gula darah jadinya naik secara drastis
(Mangoenprasodjo, 2005).
Hasil analisis juga menunjukkan responden yang tidak
mengalami stress menderita DM sebanyak 10,9% dan responden
yang stress tidak menderita DM sebabnyak 5,0%. Hal ini terjadi
karena seiring bertambahnya usia, lansia mengalami berbagai
perubahan dalam hidupnya. Berdasarkan distribusi responden
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
32/37
84
menurut kejadian stress yang dialami, responden paling banyak
mengalami perubahan kondisi kesehatan sebanyak 46 orang
(45,5%) dan perubahan kondisi keuangan sebanyak 41 orang
(40,6%). Hal tersebut dikarenakan sebanyak 24,8% lansia adalah
janda dan tinggal dengan anak atau keluarga (28,7%). Selain itu
dari keseluruhan responden sebanyak 69,3% tidak bekerja
sehingga kehidupan ekonominya bergantung pada anak atau
keluarga yang tinggal dengannya.
Mengingat umur harapan hidup pada penduduk lansia
wanita lebih tinggi daripada pria, jumlah penduduk lansia wanita
yang mempunyai status menikah lebih kecil daripada penduduk
lansia pria. Karena tingkat pendidikan lansia wanita rendah dan
partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi, mereka harus
menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya
meninggal. Banyak diantara mereka tidak dapat hidup secara
mandiri lagi dan terpaksa menjadi tanggungan anak serta
keluarganya (Hardywinoto dan Tony, 2005).
Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan
pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai, karena
biaya hidup terus meningkat, sementara tabungan/pendapatan
berkurang.
Dengan seiring munculnya masalah kesehatan, pengeluaran
untuk biaya kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama.
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
33/37
85
Adanya harapan hidup yang meningkat memungkinkan lansia
untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan yang ada
(Maryam dkk, 2008).
3. Hubungan pola makan dengan Diabetes Melitus (DM) pada
lansia
a. Hubungan pola makan nasi dengan DM pada lansia
Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <
(0,02) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pola makan nasi dengan diabetes mellitus
pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Penelitian mengenai DM pernah dilakukan pada
penderita DM di Laboratorium Klinik Pekalongan. Penelitian ini
merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu
menjelaskan pengaruh antara variabel terikat dan variabel
bebas dengan pengujian hipotesis. Rancangan penelitian ini
adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa
umur sampel paling banyak (82,60%) terdapat pada kelompok
umur dewasa tua 50-69 tahun, pola makan sampel terbanyak
(59,50%) terdapat pada pola makan yang tidak baik. Kadar gula
darah buruk (>>200mg/dl) dengan persentase terbanyak pada
sampel dengan pola makan tidak baik (41,20%). Dari hasil uji
statistik didapatkan persentase kadar gula darah buruk dengan
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
34/37
86
pola makan tidak baik sebesar 76,00%. Ada hubungan yang
signifikan antara pola makan dengan kadar gula darah pada
penderita diabetes melitus dengan p < 0,05 (p=0,023)
(Febriana, 2005).
Jadwal makan untuk penderita DM adalah 3 kali
makanan utama dan 3 kali makanan selingan. Penderita DM
dianjurkan untuk menghindari gula sederhana atau gula murni
dan lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kompleks seperti
nasi beras merah, gandum, kentang dan sereal.
Karbohidrat yang tidak mudah dipecah menjadi glukosa
banyak terdapat pada kacang-kacangan, serat (sayur dan
buah), pati, dan umbi-umbian. Oleh karena itu, penyerapannya
lebih lambat sehingga mencegah peningkatan kadar gula darah
secara drastis. Sebaliknya karbohidrat yang mudah diserap
seperti gula (baik gula pasir, gula merah, maupun sirup), produk
padi-padian (nasi, roti, pasta), dan makanan panggang justru
akan mempercepat peningkatan gula darah.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa responden
dengan pola makan nasi 1x sehari tidak menderita DM
sebanyak 4,0% dan responden dengan pola makan 4-6x
seminggu, 1-3x seminggu, serta jarang menderita DM masing-
masing sebesar 3,0%. Hal ini dapat terjadi karena sebesar
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
35/37
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
36/37
88
b. Hubungan pola minum teh dengan DM pada lansia
Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <
(0,377) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pola minum teh dengan diabetes mellitus
pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.
Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,230
artinya hubungan pola minum teh dengan DM pada lansia tidak
memiliki asosiasi atau kecil.
Penelitian di Kota Palembang menggunakan rancangan
studi kasus control dengan sampel 482 kelompok diabetes Tipe
2 dengan kriteria gula darah sewaktu 200 mg% atau gula
darah puasa 125 mg% dan kelompok kontrol non DM tipe 2
diambil secara acak dengan penyepadanan kelompok umur
dengan batasan usia subjek penelitian lebih dari 45 tahun.
Kebiasaan minum teh lebih tinggi pada kelompok
diabetes tipe 2 dibandingkan dengan kelompok non DM dengan
odd ratio = 1.91 (p=0.000012). Dengan lamanya minum teh
diantara 310 tahun dapat disimpulkan teh merupakan salah
satu faktor resiko kejadian DM.
Kebiasaan masyarakat Indonesia meminum teh
merupakan salah satu pemicu terjadinya diabetes.
Penjelasannya sederhana. Tingginya asupan gula
menyebabkan kadar gula darah melonjak tinggi. Belum risiko
-
8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan
37/37
89
kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira mengandung 250-
300 kalori (tergantung kepekatan).Contohnya kebutuhan kalori
wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung
aktivitas). Dari teh manis saja sudah didapatkan 1.000-1.200
kalori (Anonim, 2010).
Hasil analisis yang menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara pola minum teh dengan DM dapat disebabkan
karena minum teh sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Selain
itu, DM tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja melainkan
banyak faktor seperti aktivitas fisik dan stress. Hasil
menunjukkan bahwa sebanyak 64,4 % responden melakukan
aktivitas fisik ringan
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur mampu
membakar kalori dari makanan yang dikonsumsi. Aktivitas fisik
secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan
menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. (Depkes RI,
2006).