bab iv - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090119_4_5417.pdf · bab iv...

24
28 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk unggulan setelah tuna loin. Pada Tabel 5 dijelaskan deskripsi produk tuna saku beku. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Saku Beku Nama Produk Tuna Saku Beku Nama Spesies Big eye tuna (Thunnus obesus) dan Yellow fin tuna (Thunnus albacares) Asal Ikan Hasil penangkapan wilayah perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) Samudera Hindia dengan alat tangkap longline Alur Proses Penerimaan, Pencucian I, Penyiangan, Pencucian II, Pembentukan Loin, Pengulitan, Perapihan, Pemberian CO, Penyimpanan, Pembuangan CO, Penimbangan I, Sortasi, Pembentukan Saku, Pengemasan & Pelabelan, Penimbangan II, Pembekuan, Metal detecting, Pengepakan, Penimbangan III, Pengujian laboratorium Kemasan Produk Kemasan dalam plastic wrap Kemasan luar master cartoon Daya Tahan Produk 18 bulan dalam kondisi penyimpanan pada suhu -20 °C Penggunaan Produk Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan Negara Tujuan Ekspor Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Rusia, China, Jepang Sumber: PT. X Sedangkan pendefinisian masalah dilakukan dengan menggunakan aplikasi konsep mutu berdasarkan SIPOC yang meliputi (Suppliers, Inputs, Process, Outputs, dan Customers). SIPOC adalah sebuah peta proses yang didalamnya teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya.

Upload: phungngoc

Post on 02-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

28

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Produk

Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk

saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku

merupakan salah satu produk unggulan setelah tuna loin. Pada Tabel 5 dijelaskan

deskripsi produk tuna saku beku.

Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Saku Beku

Nama Produk Tuna Saku BekuNama Spesies Big eye tuna (Thunnus obesus) dan Yellow fin tuna

(Thunnus albacares)Asal Ikan Hasil penangkapan wilayah perairan ZEEI (Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia) Samudera Hindiadengan alat tangkap longline

Alur Proses Penerimaan, Pencucian I, Penyiangan, PencucianII, Pembentukan Loin, Pengulitan, Perapihan,Pemberian CO, Penyimpanan, Pembuangan CO,Penimbangan I, Sortasi, Pembentukan Saku,Pengemasan & Pelabelan, Penimbangan II,Pembekuan, Metal detecting, Pengepakan,Penimbangan III, Pengujian laboratorium

Kemasan Produk Kemasan dalam plastic wrapKemasan luar master cartoon

Daya Tahan Produk 18 bulan dalam kondisi penyimpanan pada suhu-20 °C

Penggunaan Produk Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakanNegara Tujuan Ekspor Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Rusia,

China, JepangSumber: PT. X

Sedangkan pendefinisian masalah dilakukan dengan menggunakan

aplikasi konsep mutu berdasarkan SIPOC yang meliputi (Suppliers, Inputs,

Process, Outputs, dan Customers). SIPOC adalah sebuah peta proses yang

didalamnya teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana

prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya.

29

Gambar 5. Peta SIPOC dalam Produksi Tuna Saku Beku

Berdasarkan peta SIPOC diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang

diterima berasal dari hasil tangkapan PT. X dan nelayan di Pelabuhan Nizam

Zachman. PT. X menggunakan kapal milik sendiri dengan jenis ukuran 100 dan

120 GT (Gross Ton) yang telah dilengkapi RSW (Refrigerated Sea Water) untuk

meringankan beban cost dan untuk mengontrol secara penuh penerapan sanitasi

dan higiene saat penanganan di kapal. Alat tangkap yang digunakan oleh PT. X

adalah jenis longline dengan jumlah mata pancing antara 1000-1500 yang

menggunakan umpan ikan lemuru atau cumi-cumi. Penanganan ikan tuna yang

dilakukan di atas kapal PT. X meliputi membunuh tuna (killing), membuang darah

(bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling and gutting), mencuci

(cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah.

Jika terjadi kekurangan bahan baku akibat terkendala minimnya hasil

tangkapan sendiri, maka PT. X menggunakan bahan baku yang berasal dari

nelayan sekitar pelabuhan Nizam Zachman yang sebelumnya dilakukan proses

Suppliers

• Nelayan• Kapal milik

perusahaan

Inputs

• Tuna Yellow findan Tuna Bigeye

• Bahan pembantu(air, es curai,klorin, gas CO)

• PeralatanProduksi (pisau,timbangan,talenan, metaldetector, alatpemberi CO,timbangan,vacuum sealer,chilling room,cold storage, AirBlast Freezer,dll

• KemasanProduk (plasticwrap dan mastercartoon)

• Tenaga kerja

29

Gambar 5. Peta SIPOC dalam Produksi Tuna Saku Beku

Berdasarkan peta SIPOC diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang

diterima berasal dari hasil tangkapan PT. X dan nelayan di Pelabuhan Nizam

Zachman. PT. X menggunakan kapal milik sendiri dengan jenis ukuran 100 dan

120 GT (Gross Ton) yang telah dilengkapi RSW (Refrigerated Sea Water) untuk

meringankan beban cost dan untuk mengontrol secara penuh penerapan sanitasi

dan higiene saat penanganan di kapal. Alat tangkap yang digunakan oleh PT. X

adalah jenis longline dengan jumlah mata pancing antara 1000-1500 yang

menggunakan umpan ikan lemuru atau cumi-cumi. Penanganan ikan tuna yang

dilakukan di atas kapal PT. X meliputi membunuh tuna (killing), membuang darah

(bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling and gutting), mencuci

(cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah.

Jika terjadi kekurangan bahan baku akibat terkendala minimnya hasil

tangkapan sendiri, maka PT. X menggunakan bahan baku yang berasal dari

nelayan sekitar pelabuhan Nizam Zachman yang sebelumnya dilakukan proses

Inputs

• Tuna Yellow findan Tuna Bigeye

• Bahan pembantu(air, es curai,klorin, gas CO)

• PeralatanProduksi (pisau,timbangan,talenan, metaldetector, alatpemberi CO,timbangan,vacuum sealer,chilling room,cold storage, AirBlast Freezer,dll

• KemasanProduk (plasticwrap dan mastercartoon)

• Tenaga kerja

Process

• Penerimaan• Pencucian I• Penyiangan• Pencucian II• Pembentukan

Loin• Pengulitan• Perapihan• Pemberian CO• Penyimpanan• Pembuangan

CO• Penimbangan I• Sortasi• Pembentukan

Saku• Pengemasan dan

Pelabelan• Penimbangan II• Pembekuan• Metal Detecting• Pengepakan• Penimbangan III• Pengujian

Laboratorium

Outputs

• Tuna Saku• Loin Tuna• Tuna Steak• Cube Meat• Ground Meat• Chunk Meat• Limbah Tuna

29

Gambar 5. Peta SIPOC dalam Produksi Tuna Saku Beku

Berdasarkan peta SIPOC diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang

diterima berasal dari hasil tangkapan PT. X dan nelayan di Pelabuhan Nizam

Zachman. PT. X menggunakan kapal milik sendiri dengan jenis ukuran 100 dan

120 GT (Gross Ton) yang telah dilengkapi RSW (Refrigerated Sea Water) untuk

meringankan beban cost dan untuk mengontrol secara penuh penerapan sanitasi

dan higiene saat penanganan di kapal. Alat tangkap yang digunakan oleh PT. X

adalah jenis longline dengan jumlah mata pancing antara 1000-1500 yang

menggunakan umpan ikan lemuru atau cumi-cumi. Penanganan ikan tuna yang

dilakukan di atas kapal PT. X meliputi membunuh tuna (killing), membuang darah

(bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling and gutting), mencuci

(cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah.

Jika terjadi kekurangan bahan baku akibat terkendala minimnya hasil

tangkapan sendiri, maka PT. X menggunakan bahan baku yang berasal dari

nelayan sekitar pelabuhan Nizam Zachman yang sebelumnya dilakukan proses

Customers

• Buyer Amerika,Asia, dan Rusia

• Pengolah hasillimbah produksi

30

penyortiran untuk menjaga kualitas produk. Bahan baku yang tiba ditempat transit

ikan kemudian dilakukan penyortiran dengan melakukan pengecekan secara

organoleptik dan pengukuran suhu.

Input merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses

untuk menghasilkan output. Input dalam produksi ini meliputi bahan baku ikan

tuna jenis yellow fin dan big eye dengan ukuran 25 - 40 kg, bahan pembantu (es

curai, gas CO, dan klorin), peralatan produksi (pisau, timbangan, talenan, metal

detector, vacuum sealer, chilling room yang bersuhu -5 °C hingga 3 °C , cold

storage yang bersuhu -16 °C hingga -22 °C, Air Blast Freezer yang bersuhu -35

°C hingga -40 °C, kemasan produk (plastic wrap dan master cartoon), dan tenaga

kerja.

Berat dan mutu awal ikan tuna yang akan diproses berpengaruh terhadap

mutu serta berat total produk akhir yang dihasilkan. Air dan es curai yang

digunakan haruslah berasal dari air hasil filterisasi dan yang telah lulus uji di

laboratorium. Es curai dan klorin digunakan untuk penyimpanan ikan di ruang

penerimaan yang berfungsi untuk menjaga suhu pusat dan membersihkan kotoran

yang masih melekat. Sedangkan gas CO digunakan untuk memenuhi permintaan

buyer khusus agar memberi warna merah pada produk tuna saku.

Peralatan produksi memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan

peruntukannya. Pisau dengan pengasahnya dan talenan saat digunakan untuk

proses penyiangan dan pemotongan harus dalam keadaan steril dengan cara

mencuci menggunakan air yang dicampur dengan klorin konsentrasi 50 ppm.

Sedangkan chilling room, cold storage, Air Blast Freezer, vacuum sealer, dan

suntikan gas CO dengan ukuran jarum sebesar 0,3 mm harus dalam keadaan

berfungsi. Sedangkan timbangan dan metal detector harus dikalibrasi secara

berkala agar fungsi alat lebih maksimal dalam hal keakuratan dan ketelitian. Alat

produksi yang baik belum tentu menghasilkan produk yang baik tanpa ditunjang

oleh tenaga kerja yang baik pula. Oleh karena itu perusahaan menggunakan

tenaga kerja yang telah terlatih untuk mengurangi tingkat kecacatan produk.

Kemasan produk yang digunakan adalah plastic wrap dan master cartoon berasal

dari pihak ketiga yang diproduksi oleh PT. Hilo Fish Company.

31

Proses merupakan tahapan-tahapan dari sebuah alur yang sistematis

hingga menghasilkan suatu produk. Tahapan alur proses produksi tuna saku

adalah penerimaan, pencucian I, penyiangan, pencucian II, pembentukan loin,

pengulitan, perapihan, pemberian CO, penyimpanan, pembuangan CO,

penimbangan I, sortasi, pembentukan saku, pengemasan & pelabelan,

penimbangan II, pembekuan, metal detecting, pengepakan, penimbangan III, dan

pengujian laboratorium.

Output merupakan produk akhir dari hasil suatu proses menggunakan yang

berasal dari input. Produk yang dihasilkan dalam proses produksi ini adalah tuna

saku, tuna steak, tuna loin, chunk meat, ground meat, dan cube. Hasil samping

dari proses produksi adalah limbah. Limbah yang dihasilkan antara lain kepala,

tulang, kulit, dan daging hitam.

Produk tuna saku yang sudah diproduksi dan telah lulus uji lab selanjutnya

dipacking sebagai komoditas ekspor. Sedangkan hasil limbah produksi dijual

untuk selanjutnya diolah untuk menjadi produk bernilai ekonomis.

Tabel 6. Standar MutuTuna Saku Beku

Parameter AAA AAPanjang 20 cm 17 cmLebar 10,5 cm 7 cmTebal 3 cm 3 cm

Warna Pink cerah Pink kecoklatanTekstur Serat daging rapat dan

elastisSerat daging kurang rapat dan

kurang elasticBau Sangat segar Segar

Sumber: PT. X

Gambar 6. Tuna Saku Berdasarkan Grade

32

Ukuran dari produk tuna saku yang terbagi menjadi dua macam yaitu yang

masing-masing berbeda baik segi panjang, lebar, dan tebal. Ukuran tersebut

merupakan standar produksi dari PT. X untuk memenuhi permintaan ekspor yang

cukup tinggi terhadap tuna saku beku.

Dalam menentukan mutu tuna saku, pihak quality control menggunakan

uji organoleptik dengan parameter warna, tekstur, dan bau. Penentuan standar

mutu tersebut harus mudah dimengerti dan diaplikasikan oleh tenaga kerja.

Adapun standar mutu produk tuna saku sesuai spesifikasi dari PT. X yang terdapat

pada Tabel 6.

Produk tuna segar yang telah diolah menjadi tuna saku beku kemudian

dikemas agar produk tidak mudah terjadi dekomposisi. Kemasan tersebut

berfungsi untuk menjaga suhu pusat produk agar tetap beku sehingga masa

simpan menjadi lebih lama. Adapun spesifikasi kemasan produk tuna saku beku

yang terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kemasan Luar Produk Tuna Saku Beku

Grade Plastik(cm) Karton (cm) Warna KartonAAA 30 x 28 36,5 x 31 x 16 BiruAA 30 x 28 36,5 x 31 x 16 Merah

Sumber: PT. X

4.2 Proses Produksi Tuna Saku Beku

1. Penerimaan (receiving)

Bahan baku ikan tuna segar yang diterima di ruang penerimaan dalam

keadaan tanpa insang dan isi perut. Bahan baku yang baru datang segera

dilakukan proses pencucian di ruang penerimaan dengan menggunakan air bersih

yang mengalir. Selanjutnya dilakukan sortasi berdasarkan grade dengan cara uji

organoleptik dan pengecekan suhu dengan alat thermo cople. Penilaian

organoleptik dilakukan dengan cara mengamati kenampakan, bau, dan tekstur.

Ikan yang dapat diterima adalah yang memiliki suhu pusat antara -1 °C hingga 3

°C. Ikan yang telah diterima dilewatkan ke dalam bak kecil yang berisi air dan

ditambahkan klorin dengan tidak melebihi kadar 10 ppm. Setelah itu ikan

33

dipindahkan dengan menggunakan ganco ke dalam bak besar untuk direndam

dengan air es dan ditambahkan klorin 10 ppm. Perendaman cepat dengan klorin

berfungsi untuk menghilangkan kotoran pada tubuh ikan dan mengurangi jumlah

bakteri yang ada pada bahan karena sifat antimikroba dari klorin.

2. Pencucian I (washing)

Bahan baku yang telah direndam pada bak besar diangkat dengan

menggunakan ganco yang telah dicuci menggunakan larutan klorin dengan

konsentrasi 50 ppm. Pencucian menggunakan air dingin yang mengalir untuk

membersihkan kotoran dan lendir yang menempel pada tubuh ikan. Air yang

digunakan merupakan jenis air PAM.

3. Penyiangan

Penyingan yang dilakukan di PT. X hanya bertujuan untuk mendapatkan

ikan tanpa kepala dan sirip. Penghilangan isi perut tidak dilakukan karena proses

ini telah dilakukan di atas kapal. Pemotongan kepala yang dilakukan

menggunakan pisau besar yang telah dicuci menggunakan air klorin dengan

konsentrasi 50 ppm. Teknik pemotongan yang dilakukan yaitu dengan memotong

bagian antara perut bawah dan kepala dan ditarik ke bagian atas kepala mengikuti

bentuk lingkar insang. Tahap selanjutnya memotong tulang belakang ikan yang

menghubungkan bagian kepala dan tubuh ikan. Pemotongan kepala dilakukan

secara cermat dan cepat agar tidak terjadi pengurangan rendemen dan menjaga

suhu ikan tetap di bawah 3 oC.

4. Pencucian II

Setelah dilakukan proses penyiangan maka selanjutnya dilakukan tahap

pencucian II. Tahap ini tidak jauh berbeda dengan teknis pelaksanaan pencucian I

yaitu ikan tuna dicuci dengan menggunakan air bersih dingin untuk

menghilangkan sisa kotoran dan darah yang melekat.

5. Pembentukan Loin

Ikan yang telah dicuci selanjutnya diletakkan di atas talenan besar yang

terbuat dari bahan mudah dibersihkan. Posisi kepala ikan berada di sebelah kiri

dari tenaga kerja. Awal pembuatan loin dengan cara memfilet dari kedua sisi

daging ikan tuna. Selanjutnya dilakukan pembelahan menjadi empat bagian secara

34

membujur. Pemotongan ikan tuna dilakukan menggunakan pisau filet dengan

panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin dengan

konsentrasi klorin 50 ppm. Semakin besar bobot tuna maka semakin banyak bobot

loin yang didapat. Pemakaian pisau yang tajam sangat membantu untuk

mempercepat proses pembentukan loin.

Pembuangan tulang dilakukan secara manual setelah ikan dilakukan

pemfiletan. Pembuangan tulang bertujuan untuk memisahkan bagian daging ikan

tuna dengan tulang yang masih menempel. Pada tahap selanjutnya tulang yang

telah dibuang dilakukan pengambilan daging ikan tuna yang masih menempel

pada sela sela tulang ikan tuna untuk dijadikan bahan dasar ground meat tuna.

Pemisahan daging yang menempel dilakukan dengan cara manual menggunakan

sendok yang telah dicuci bersih menggunakan air yang mengandung klorin 50

ppm. Daging ikan yang masih tersisa pada tulang ikan diambil secara manual

untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan ground meat.

6. Pengulitan (skinning)

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kulit dari loin tuna.

Pembuangan kulit dilakukan secara manual menggunakan pisau filet dengan

panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin yang

mengandung klorin 50 ppm untuk mereduksi kontaminasi bakteri patogen.

Pembuangan kulit harus dilakukan dengan cepat agar suhu ikan tidak meningkat.

7. Perapihan (trimming)

Proses ini bertujuan untuk merapihkan permukaan loin yang tidak rata dan

membuang daging gelap (dark meat). Pembuangan daging hitam bertujuan untuk

menurunkan kadar histamin yang banyak terdapat di sekitar linea lateralis.

Perapihan dilakukan secara manual oleh tenaga kerja yang terlatih dengan

menggunakan pisau filet tajam dengan panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci

menggunakan air dingin yang mengandung klorin 50 ppm

8. Pemberian CO

Pemberian CO bertujuan untuk memberikan memberikan warna merah

segar atau warna alami pada bagian dalam ikan. Proses pemberian CO dilakukan

sesuai keinginan buyer yg biasanya berasal dari negara kawasan Amerika. Proses

35

pemberian gas CO dilakukan dengan cara menyuntikkan injektor CO yang

terlebih dahulu dicuci menggunakan air dingin yang mengandung klorin 50 ppm

untuk mencegah kontaminasi silang. Injektor CO memiliki konsentrasi CO 99,8%

dan ukuran jarum suntiknya 0,3 mm. Setelah proses penyuntikan, daging ikan

dimasukkan ke dalam kemasan plastik yang telah diberi busa untuk menyerap

darah yang masih keluar dari daging. Selanjutnya dilakukan proses ulang dengan

cara mengalirkan gas CO melalui selang ke dalam plastik agar warna merah

daging ikan yang dihasilkan lebih maksimal, lalu plastik tersebut diikat kuat dan

disusun di rak yang telah disediakan.

Menurut Livingston dan Brown (1981), suntik CO pada daging ikan dapat

mempertahankan warna asli ikan dengan cara pengikatan senyawa

karbonmonoksida pada myoglobin menjadi senyawa karboximioglobin. Senyawa

karboximioglobin dapat mencegah terjadinya proses oksidasi pada daging ikan

yang dapat merubah warna daging ikan dari merah menjadi coklat. Daging ikan

tuna yang mengalami perlakuan suntik CO pada dasarnya untuk memenuhi

permintaan konsumen dari amerika serikat karena warna merah daging ikan tuna

sangat mempengaruhi daya beli konsumen (Pivarni dkk, 2011).

9. Penyimpanan

Loin yang telah diberi gas CO disimpan di chilling room bersuhu -5 °C

sampai dengan -2 °C selama 48 jam. Proses penyimpanan bertujuan agar gas CO

bereaksi terhadap loin tuna. Pendinginan selama 2 hari bertujuan untuk

pembentukan senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dan myoglobin.

Pembentukan senyawa karboksimioglobin pada dasarnya tidak memerlukan

proses pendinginan, namun dikarenakan proses pembentukannya memerlukan

waktu 1-2 hari maka perlu suhu dingin untuk mencegah terjadinya peningkatan

suhu loin yang dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba dalam dalam loin

tuna.

Selama proses pendinginan suhu dalam ruang pendingin dipantau setiap

satu jam sekali untuk menghindari peningkatan suhu ruang pendingin.

Pemantauan dilakukan menggunakann alat data logger yang dapat merekam suhu

ruang pendingin setiap satu jam sekali secara otomatis.

36

10. Pembuangan CO

Pembuangan CO ini bertujuan untuk menghilangkan gas CO di dalam

plastik. Proses ini dilakukan secara manual dengan cara memasukkan selang

vakum ke dalam plastik.

11. Penimbangan I

Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot loin tuna. Proses ini

dilakukan oleh checker dengan cara menaruh loin tuna diatas timbangan. Jenis

timbangan yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai bobot

loin secara cepat dan akurat.

12. Sortasi

Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan loin tuna berdasarkan mutu

dengan melihat dari ukuran bentuk, warna, dan tekstur. Pada tahap ini dilakukan

pemisahan untuk Proses ini dilakukan oleh checker yang terampil dan terlatih

untuk meminimalisir kesalahan.

13. Pembentukan Saku

Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan produk tuna saku sesuai

dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pembentukan saku

dilakukan oleh tenaga kerja terampil dan terlatih secara cermat dan cepat. Alat

yang digunakan adalah dengan pisau yang tajam dan steril untuk mendapatkan

produk yang rapih dan terbebas dari kontaminasi mikroba.

14. Pengemasan dan Pelabelan

Loin tuna yang telah dibuat menjadi produk saku selanjutnya dikemas

dengan kemasan primer menggunakan plastik yang telah diberi label. Plastik yang

digunakan berasal dari pihak ketiga yaitu merk KRIMSON yang berasal dari PT

Hilo Fish Company. Pada label kemasan primer terdapat keterangan nama produk,nama perusahaan, negara asal, grade, berat bersih, kode produksi dan nilai gizi.

Pengemasan tuna saku menggunakan alat vacuum sealer machine

berukuran besar. Alat ini bertujuan untuk membuang udara yang terdapat didalam

kemasan. Pembuangan udara bertujuan untuk mereduksi pertumbuhan mikroba

patogen. Produk tuna saku yang telah divakum selanjutnya dilakukan pengecekan

37

untuk memastikan tidak terdapat kerusakan dalam plastik yang menyebabkan

kontaminasi langsung dari lingkungan.

15. Penimbangan II

Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot tuna saku yang telah dikemas

dengan kemasan primer (plastik) secara global. Proses ini dilakukan oleh checker

dengan cara menaruh kumpulan tuna saku diatas timbangan. Jenis timbangan

yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai bobot tuna saku

secara cepat dan akurat.

16. Pembekuan

Pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai suhu

beku secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk tuna

saku. Produk tuna saku yang telah dikemas vakum kemudian diletakkan di dalam

wadah long pan dan dipisahkan berdasarkan grade. Proses ini bertujuan untuk

memudahkan saat proses pengepakan. Setelah itu long pan diletakkan di dalam

rak-rak yang tersedia di dalam ruangan ABF yang suhu antara -35 °C hingga -40

°C. Prinsip kerja dari ABF ialah dengan meniupkan udara dingin secara terus

menerus ke arah produk tuna saku beku. Proses pembekuan berlangsung selama ±

8 jam. Tuna saku yang telah menjadi beku kemudian dikeluarkan dari ABF, untuk

selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan yang dilakukan di ruang anteroom.

Proses ini harus dilakukan secara cepat untuk mencegah proses pelelehan pada

produk karena perubahan suhu secara mendadak antara suhu di ABF dengan suhu

di anteroom.

17. Metal Detecting

Metal detecting merupakan salah satu proses yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya logam ataupun benda asing yang terdapat pada produk tuna

saku. Proses ini menggunakan alat yang bernama metal detector, cara

penggunaannya adalah dengan melewatkan tuna saku pada lubang deteksi melalui

conveyor, jika pada produk terdapat logam/benda asing, maka secara otomatis

conveyor akan berhenti ditandai dengan bunyi alarm. Metal detector dikalibrasi

secara berkala dengan rentang waktu satu jam menggunakan logam untuk ferrous

38

(Fe) yaitu 2,5 mm, sedangkan untuk stainless (SUS) sebesar 3,0 mm. Proses

pengkalibrasian bertujuan untuk mengecek sensitifitas metal detector.

18. Pengepakan

Pengepakan bertujuan untuk melindungi produk tuna saku dari

kontaminasi mikroba dan kerusakan selama penyimpanan saat transportasi.

Produk tuna saku yang telah melewati metal detector kemudian disusun

menggunakan alas plastic polyethylene dan pada kemasan sekunder menggunakan

master cartoon yang berasal dari pihak ketiga yaitu PT. Hilo Fish Compay.

Produk yang telah dikemas berdasarkan mutu kemudian diberi label berisi

keterangan nama produk, mutu produk, berat produk dan kode produksi. Bagian

luar dari master cartoon diikat menggunakan strapping ban.

19. Penimbangan III

Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot tuna saku yang telah dikemas

dengan kemasan sekunder (master cartoon) secara global. Proses ini dilakukan

oleh checker dengan cara menaruh master cartoon tuna saku diatas timbangan.

Jenis timbangan yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai

secara cepat dan akurat.

20. Pengujian Laboratorium

Pengujian ini bertujuan untuk melihat melihat kandungan histamin, logam

berat, dan jumlah koloni mikroba. Proses ini dilakukan dengan cara mengambil

sampel produk secara random untuk selanjutnya diuji oleh Laboratorium

Pengolahan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) DKI Jakarta, Pluit

Jakarta Utara. Pengujian. Sampel produk tuna saku yang telah lolos pengujian dan

telah dinyatakan memenuhi persyaratan ekspor akan mendapatkan Sertifikat mutu

Ekspor (SME).

4.3 Analisis Pengendalian Mutu

4.3.1 Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di Chilling Room

Hasil perhitungan pada variasi suhu ruangan di chilling room dapat dilihat

pada Tabel 8 dan Lampiran 5.

39

Tabel 8. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di Chilling Room

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 542 Jumlah subgroup 33 Rata-rata X-bar -4,4 °C4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -3,79 °C5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -5,00 °C6 Rata-rata R-bar 0,59 °C7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 1,2 °C8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 °C9 Upper Specification Limit (USL) 3 °C10 Lower Specification Limit (LSL) -5 °C11 Kapabilitas proses (Cp) 3,81Sumber: Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu ruangan di

chilling room yang diukur selama 18 hari adalah -4,4 °C. Pada bagan kendali X

menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar -3,79 °C dan batas kendali

bawah sebesar -5,0 °C.

1715131197531

-3.5

-4.0

-4.5

-5.0

-5.5

Sub Group (Hari ke- )

MeanSuhu(°C)

__X = -4.4

UCL = -3.79

LCL = -5.00

1715131197531

1.6

1.2

0.8

0.4

0.0

Sub Group (Hari ke- )

RangeSuhu(°C)

_R = 0.59

UCL = 1.52

LCL = 0

1

1

1

1

111

Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Chilling Room

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpangan

Gambar 7. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Chilling Room

40

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 7) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di chilling

room dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik

penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah.

Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke 1, 4, 6, dan 15. Pada

batas kendali bawah terdapat tiga kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke 10,

12, dan 18. Berdasarkan fakta di lapangan, faktor terjadinya penyimpangan akibat

dari kurangnya kedisiplinan tenaga kerja di ruang chilling room. Tenaga kerja

yang lalai menutup pintu saat masuk ke chilling room dapat menyebabkan

terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 7) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

0,59 °C dengan batas kendali atas sebesar 1,2 °C dan batas kendali bawah 0 °C.

Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan

di chilling room dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak

terdapatnya titik penyimpangan.

USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk suhu di chilling room

adalah sebesar 3 °C dan LSL sebesar -5 °C. Berdasarkan hasil perhitungan manual

(Lampiran. 5), menunjukkan hasil perhitungan nilai kapabilitas pada suhu ruangan

chilling room adalah 3,81. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu

pada ruangan chilling room tergolong baik. Dengan kata lain proses pendinginan

suhu ruangan di chilling room dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan

oleh perusahaan.

4.3.2 Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di Cold Storage

Hasil perhitungan secara statistik pada variasi suhu di cold storage dapat

dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 7.

41

Tabel 9. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di Cold Storage

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 542 Jumlah subgroup 33 Rata-rata X-bar -18,34 °C4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -19,55 °C5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -20,73 °C6 Rata-rata R-bar 1,18 °C7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 3,04 °C8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 °C9 Upper Specification Limit (USL) -16 °C10 Lower Specification Limit (LSL) -22 °C11 Kapabilitas proses (Cp) 1,96Sumber: Lampiran 7

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu di cold

storage yang diukur selama 18 hari adalah -18,34 °C. Pada bagan kendali X

menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar -19,55 °C dan batas kendali

bawah sebesar -20,73 °C.

1715131197531

-18

-19

-20

-21

Sub Group (Hari ke- )

MeanSuhu(°C)

__X = -19.54

UC L = -18.38

LC L = -20.69

1715131197531

3

2

1

0

Sub Group (Hari ke- )

RangeSuhu(°C)

_R = 1.13

UC L = 2.91

LC L = 0

1

111

111

Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Cold Storage

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpangan

Gambar 8. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Cold Storage

42

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 8) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di cold

storage dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik

penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah.

Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke 12, 13, dan 15. Pada

batas kendali bawah terdapat 4 kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke 7, 9,

10 dan 17. Penyimpangan terjadi akibat dari kurangnya kedisiplinan tenaga kerja

di ruang cold storage. Tenaga kerja yang lalai menutup pintu saat masuk ke cold

storage dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan.

Seringnya tenaga kerja keluar masuk cold storage dapat menyebabkan terjadinya

fluktuasi suhu.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 8) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

1,18 °C dengan batas kendali atas sebesar 3,04 °C dan batas kendali bawah 0 °C.

Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan

di cold storage dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak

terdapatnya titik penyimpangan.

USL yang ditetapkan oleh quality control di PT. X untuk suhu di cold

storage adalah sebesar -16 °C dan LSL sebesar -22 °C. Berdasarkan hasil

perhitungan manual (Lampiran. 7), nilai kapabilitas suhu pada ruangan cold

storage adalah 1,96. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada

ruangan cold storage tergolong cukup baik. Dengan kata lain proses pendinginan

suhu ruangan di cold storage dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan

oleh perusahaan.

4.3.3 Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di ABF (Air Blast Freezer)

Hasil perhitungan secara statistik pada variasi suhu di ABF dapat dilihat

pada Tabel 10 dan Lampiran 9.

43

Tabel 10. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di ABF

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 542 Jumlah subgroup 33 Rata-rata X-bar -37,42 °C4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -36,47 °C5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -38,37 °C6 Rata-rata R-bar 0,93 °C7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 2,39 °C8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 °C9 Upper Specification Limit (USL) -35 °C10 Lower Specification Limit (LSL) -40 °C11 Kapabilitas proses (Cp) 1,51Sumber: Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu di ABF

yang dicatat selama 18 hari adalah -37,42 °C. Pada bagan kendali X menunjukkan

bahwa nilai batas kendali atas sebesar -36,47 °C dan batas kendali bawah sebesar

-38,37 °C.

1715131197531

-36

-37

-38

-39

Sub Group (Hari ke- )

MeanSuhu(°C)

__X = -37.42

UCL = -36.47

LCL = -38.37

1715131197531

2.4

1.8

1.2

0.6

0.0

Sub Group (Hari ke- )

RangeSuhu(°C)

_R = 0.93

UCL = 2.39

LCL = 0

1

1

1

1

1

1

1

1

Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Air Blast Freezer

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpanganGambar 9. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Air Blast Freezer

44

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 9) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di ABF

dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik

penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah.

Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke 1, 6, dan 15. Pada

batas kendali bawah terdapat lima kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke 3,

7, 8, 10, dan 16. Penyimpangan terjadi akibat dari kurangnya kedisiplinan tenaga

kerja di ruang ABF. Tenaga kerja yang lalai menutup pintu saat masuk ke ABF

dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan. Seringnya tenaga

kerja keluar masuk ABF dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu. Dan selain

itu ABF yang digunakan pada PT. X kurang terawat bagian dalam ruangannya,

sehingga menyebabkan proses pembekuan tidak maksimal.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 9) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

0,93 °C dengan batas kendali atas sebesar 2,39 °C dan batas kendali bawah 0 °C.

Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan

di ABF dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya

titik penyimpangan.

USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk suhu di ABF adalah

sebesar -35 °C dan LSL sebesar -40 °C. Berdasarkan hasil perhitungan manual

(Lampiran. 9), nilai kapabilitas suhu pada ruangan ABF adalah 1,51. Hal ini

mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada ruangan ABF tergolong

cukup stabil. Dengan kata lain proses pembekuan di ABF dapat memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

4.3.4 Pengendalian Mutu pada Variasi Kadar Histamin

Histamin pada ikan akan terbentuk melalui proses dekarboksilasi histidin

oleh enzim yang secara alami terdapat pada ikan. Pembentukan histamin oleh

enzim ini berlangsung selama proses autolisis (Kimata 1961 dalam Fadly 2011).

Autolisis pada daging ikan mulai berlangsung secara biokimiawi segera setelah

ikan mati terutama pada daging sekitar rongga perut. Setelah fase rigormortis

45

enzim dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan yang menyebabkan

terjadinya perubahan pada rasa, warna, tekstur, bau dan penampakan ikan (Ilyas

1993).

Jumlah bakteri penghasil histamin sangat berperan dalam menentukan

kenaikan kadar histamin. Bakteri yang memiliki enzim histidin dekarboksilase

atau biasa disebut bakteri penghasil histamin, sebagian besar termasuk ke dalam

family Enterobacteriaceae. Jenis bakteri tersebut antara lain: Morganella

morganii, Klebsiella pneumoniae, Hafnia alvei, Citrobacter freundii,

Enterobacteraerogenes, Vibrio alginolyticus dan Proteus spp (Fadly 2011).

Hasil perhitungan secara statistik pada variasi kadar histamin dapat dilihat

pada Tabel 11 dan Lampiran 11.

Tabel 11. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Kadar Histamin

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 1082 Jumlah subgroup 63 Rata-rata X-bar 0,34 ppm4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 0,5 ppm5 Lower Control Limit (LCL) X-bar 0,18 ppm6 Rata-rata R-bar 0,34 ppm7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 0,66 ppm8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 ppm9 Upper Specification Limit (USL) 5 ppm10 Lower Specification Limit (LSL) -11 Kapabilitas proses (Cp) 11,94Sumber: Lampiran 11

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar histamin

yang diukur selama 18 hari adalah 0,34 ppm. Pada bagan kendali X menunjukkan

bahwa nilai batas kendali atas sebesar 0,5 ppm dan batas kendali bawah sebesar

0,18 ppm.

46

1715131197531

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

Sub Group (Hari ke- )

MeanKadarHistamin(ppm)

__X = 0.34

UCL = 0.50

LC L = 0.18

1715131197531

0.60

0.45

0.30

0.15

0.00

Sub Group (Hari ke- )

RangeKadarHistamin(ppm)

_R = 0.33

UCL = 0.66

LC L = 0

11

Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Kadar Histamin

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpangan

Gambar 10. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Kadar Histamin

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 10) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa kadar histamin dalam keadaan cukup

terkendali. Hal ini terlihat dari sedikitnya titik penyimpangan yang yang melewati

batas kendali. Pada batas kendali bawah terdapat penyimpangan yang terjadi pada

hari ke 8 dan 17. Penyimpangan yang terjadi pada batas kendali bawah dalam

artian “positif”. Karena penyimpangan terjadi karena nilai hari ke 8 dan 17

melewati angka LCL yang berarti jumlah kadar histamin semakin kecil. Jumlah

kadar histamin berhubungan dengan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai

dingin dalam proses penanganan ataupun saat proses pengolahan sehingga

sehingga pertumbuhan bakteri penghasil histidin dekarboksilase dapat dihambat

(Kimata 1961 dalam Hardiana 2009). Selain itu penerapan HACCP pada PT. X

sangat membantu dalam menekan jumlah histamin pada produk yang akan

diekspor.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 10) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

0,34 ppm dengan batas kendali atas sebesar 0,66 ppm dan batas kendali bawah 0

47

ppm. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa kadar

histamin dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya

titik penyimpangan.

USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk kadar histamin adalah

sebesar 5 ppm karena PT. X mengacu pada syarat mutu yang telah ditetapkan

negara Amerika Serikat (FDA). Berdasarkan hasil perhitungan manual (Lampiran

11) nilai kapabilitas kadar histamin adalah 11,94. Hal ini mengindikasikan

kapabilitas proses pada suhu pada kadar histamin tergolong baik. Dengan kata lain

proses pengendalian kadar histamin dapat memenuhi spesifikasi yang telah

ditetapkan oleh perusahaan.

4.3.5 Pengendalian Mutu pada Variasi Bobot Tuna Saku Beku

Hasil perhitungan secara statistik pada variasi bobot tuna saku beku dapat

dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 13.

Tabel 12. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Bobot Tuna Saku Beku

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 362 Jumlah subgroup 23 Rata-rata X-bar 296,1 kg4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 618,6 kg5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -26,3 kg6 Rata-rata R-bar 171,5 kg7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 560,2 kg8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 kg9 Upper Specification Limit (USL) 2000 kg10 Lower Specification Limit (LSL) -11 Kapabilitas proses (Cp) 3,74Sumber: Lampiran 13

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata bobot tuna saku

yang diukur selama 18 hari adalah 296,1. Pada bagan kendali X menunjukkan

bahwa nilai batas kendali atas sebesar 618,6 kg dan batas kendali bawah sebesar -

26,3 kg.

48

1715131197531

800

600

400

200

0

Sub Group (Hari ke- )

MeanBobotTunaSaku(kg)

__X = 296.1

UCL = 618.6

LCL = -26.3

1715131197531

600

450

300

150

0

Sub Group (Hari ke- )

RangeBobotTunaSaku(kg)

_R = 171.5

UCL = 560.2

LCL = 0

1

1

1

1

Bagan Kendali X-Bar dan R Bobot Tuna Saku

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpangan

Gambar 11. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Bobot Tuna Saku Beku

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 11) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa bobot tuna saku dalam keadaan cukup

terkendali. Hal ini terlihat dari sedikitnya titik penyimpangan yang yang melewati

batas kendali. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan yang terjadi pada

hari ke 7, 11 dan 18. Penyimpangan pada variasi bobot tuna saku beku disebabkan

oleh tidak menentunya jumlah ikan tuna yang datang pada ruang penerimaan dan

jumlah tenaga kerja yang tersedia. Selain itu penyimpangan juga dipengaruhi oleh

jumlah permintaan konsumen yang menginginkan tuna saku beku yang akan

diproduksi.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 11) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

171,5 kg dengan batas kendali atas sebesar 560,2 kg dan batas kendali bawah 0.

Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa bobot tuna

saku dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan hanya terdapatnya

titik penyimpangan yang terjadi pada hari ke 11.

49

USL yang ditetapkan PT. X pada kapasitas jumlah bobot tuna saku beku

dalam satu kali produksi adalah sebesar 2.000 kg dengan menimbang jumlah

tenaga kerja yang ada. Hasil perhitungan manual (Lampiran 13) nilai kapabilitas

bobot tuna saku adalah 3,74. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses produksi

tuna saku tergolong baik. Dengan kata lain proses pengendalian bobot tuna saku

dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

4.3.6 Pengendalian Mutu pada Variasi Hasil Uji TPC

Hasil perhitungan secara statistik pada variasi hasil uji TPC pada produk

tuna saku beku dapat dilihat pada Tabel 13 dan Lampiran 15.

Tabel 13. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Hasil Uji TPC

No Indikator Perhitungan Nilai1 Jumlah data 362 Jumlah subgroup 23 Rata-rata X-bar 21358 koloni/gram4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 24255,67 koloni/gram5 Lower Control Limit (LCL) X-bar 18214,23 koloni/gram6 Rata-rata R-bar 1672,22 koloni/gram7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 5466,49 koloni/gram8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 koloni/gram9 Upper Specification Limit (USL) 500000 koloni/gram10 Lower Specification Limit (LSL) -11 Kapabilitas proses (Cp) 107,62

Sumber: Lampiran 15

Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai rata-rata TPC pada

sampel produk tuna saku beku selama 18 hari adalah 21358 koloni/gram. Pada

bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar 24501,77

koloni/gram dan batas kendali bawah sebesar 18214,23 koloni/gram.

50

1715131197531

80000

60000

40000

20000

0

Sub Group (Hari ke- )

Meanmikroba(koloni/g)

__X = 21358UCL = 24501,77

LCL = 18214,23

1715131197531

6000

4500

3000

1500

0

Sub Group (Hari ke- )

Rangemikroba(koloni/g)

_R = 1672,22

UCL = 5466,49

LCL = 0

1

1

1

1

1

1

1

11

1

1

11

1

1

1

Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Hasil Uji TPC pada Tuna Saku Beku

= Proses terkendali= Proses terjadi penyimpangan

Gambar 12. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar TPC pada Tuna Saku Beku

Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 12) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroba pada tuna saku

beku dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik

penyimpangan yang yang melewati batas kendali. Pada batas kendali atas terdapat

penyimpangan yang terjadi pada hari ke 2, 3, 7, 11, 12, 14 dan 18. Penyimpangan

ini terjadi karena proses penanganan kurang sanitasi dan tenaga kerja tidak dapat

mempertahankan rantai dingin. Penyebaran bakteri biasanya terjadi pada saat

proses pembuangan insang (gilling) dan penyiangan (gutting) (Sumner et al. 2004

dalam Hardiana 2009). Pada batas kendali bawah terdapat penyimpangan yang

terjadi pada hari ke 1, 4, 5, 6, 9, 10, 13, 15, dan 17. Penyimpangan yang terjadi

pada batas kendali bawah dalam artian “positif”. Karena penyimpangan terjadi

karena nilai hari ke 1, 4, 5, 6, 9, 10, 13, 15, dan 17 melewati angka LCL yang

berarti jumlah koloni mikroba semakin kecil.

Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 12) yang dibuat menggunakan

program Minitab 15, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 18 hari adalah

51

1672,22 koloni/gram dengan batas kendali atas sebesar 5466,49 koloni/gram dan

batas kendali bawah 0. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan

bahwa hasil uji TPC pada tuna saku beku dalam keragaman yang terkendali. Hal

ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan.

Batas USL yang ditetapkan quality control di PT. X adalah sebesar

500.000 koloni/gram, karena PT. X mengacu pada syarat mutu yang telah

ditetapkan SNI (BSN 2006). Hasil perhitungan manual (Lampiran. 15), nilai

kapabilitas proses pengendalian jumlah koloni mikroba pada produk tuna saku

beku adalah 107,62. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pengendalian

jumlah koloni mikroba tergolong baik dan stabil. Dengan kata lain proses

pengendalian jumlah koloni mikroba pada tuna saku beku dapat memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.