bab iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan...

32
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, kata tanjung pasir berasal dari Tanjung yang berarti daratan yang menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir. Desa Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan bakau. Kawasan pantai ini dekat dengan Pulau Untung Jawa. Desa Tanjung Pasir memiliki PPI Tanjung Pasir yang didalam bagian PPI tersebut terdapat TPI Tanjung Pasir, Dermaga, Kawasan Militer yang merupakan tempat pelatihan bagi TNI AL dan tempat rekreasi, wisata pantai, pertambakan, selain itu juga sedang direncanakan untuk pengembangan Tangerang International City serta sebagai pusat kegiatan wilayah Promosi. Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai wisata yang di kelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pemerintahan Desa di lingkungan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Bupati tersebut struktur organisasi tata kerja pemerintahan desa, bahwa tugas kepala desa melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial masyarakat dan pemberdayaan pantai. Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran wilayah yang dahulunya masih bersatu dengan Tegalangus. Pemekaran wilayah terjadi pada tahun 1984 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012).

Upload: vantu

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum

Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga

dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan

tradisional, kata tanjung pasir berasal dari Tanjung yang berarti daratan yang

menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir.

Desa Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi

hutan bakau. Kawasan pantai ini dekat dengan Pulau Untung Jawa. Desa Tanjung

Pasir memiliki PPI Tanjung Pasir yang didalam bagian PPI tersebut terdapat TPI

Tanjung Pasir, Dermaga, Kawasan Militer yang merupakan tempat pelatihan bagi

TNI AL dan tempat rekreasi, wisata pantai, pertambakan, selain itu juga sedang

direncanakan untuk pengembangan Tangerang International City serta sebagai

pusat kegiatan wilayah Promosi. Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai wisata

yang di kelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir

dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun

2007 tentang Pembentukan Pemerintahan Desa di lingkungan Kabupaten

Tangerang. Berdasarkan Bupati tersebut struktur organisasi tata kerja

pemerintahan desa, bahwa tugas kepala desa melaksanakan urusan pemerintahan,

pembangunan, sosial masyarakat dan pemberdayaan pantai. Desa Tanjung Pasir

merupakan pemekaran wilayah yang dahulunya masih bersatu dengan

Tegalangus. Pemekaran wilayah terjadi pada tahun 1984 (Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Tangerang 2012).

38

4.1.1 Batas Wilayah dan Aksesibilitas

Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara

kota Tangerang dan Jakarta. Letak Geografis Desa Tanjung Pasir adalah 106o 20’-

106o 43’ Bujur Timur dan 6

o 00’-6

o 20’ Lintang Selatan. Menurut BPS Kabupaten

Tangerang (2010) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5.642 km2 (sekitar 570

Ha). Batas wilayah Desa Tanjung Pasir :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung

Desa Tanjung Pasir dapat ditempuh dengan jarak 12 km dari pusat

pemerintahan kantor kecamatan,54 km da pusat pemerintahan Ibu Kota

Kabupaten Tangerang dan berjarak 72 km dari Ibu Kota Provinsi Banten. Desa

Tanjung Pasir dapat ditempuh menggunakan transportasi darat ataupun laut.

Transportasi dara dapat menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat,

sedangkan transportasi laut dapat menggunakan kapal atau perahu. Kodisi jalan

menuju Desa Tanjung pasir berada dalam kondisi baik, namun setelah memasuki

Desa tanjung Pasir kondisi jalan buruk, banyak jalan yang sudah rusak.

4.1.2 Fisik dan Lingkungan

Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 570 Ha dan merupakan daerah

daratan rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 meter dengan suhu 300C-

370C. Nama Desa Tanjung Pasir diambil dari kata Tanjung yang berarti daratan

yang menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir

jadi kondisi tanah di Desa Tanjung Pasir adalah permukaan tanahnya berpasir.

Desa Tanjung Pasir mempunyai 2 (dua) musim yaitu penghujan dan kemarau.

Kedua musim tersebut dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah Barat/Barat

Daya dengan kecepatan 15 Km dan curah hujan rata-rata 26,4 mm/tahun (DKP

Kab. Tangerang 2012).

39

4.1.3 Sosial Ekonomi

Perekonomian Desa Tanjung Pasir pada umumnya bersumber dari

penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, buruh, dan

karyawan swasta, sehingga rata-rata kondisi ekonominya sangat rendah. Ekonomi

masyarakata Desa Tanjung Pasir perlu ditingkatkan melalui upaya ekonomi

produktif setiap individu. Daftar mata pencaharian pokok Desa Tanjung Pasir

( Tabel 7 ) adalah sebagai berikut

Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Tanjung Pasir

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1 Nelayan 2331

2 Buruh / Swasta 65

3 PNS 15

4 Pedagang 1213

5 Penjahit 24

6 Tukang Batu 62

7 Tukang Kayu 42

8 Peternak 6

9 Pengrajin 5

10 Montir 25

11 Polri 8

12 Petani 176

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012

Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir sampai dengan bulan Juni Tahun

2010 tercatat sebanyak 10.225 jiwa terdiri dari laki-laki 4.115 jiwa, perempuan

6.110 jiwa dan jumlah kepala keluarga 1.853 KK. Sedangkan jumlah penduduk

menurut umur ( Tabel 8 ) yaitu sebagai berikut

40

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Tanjung Pasir

No. Umur Jumlah

Keterangan (tahun) (jiwa)

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012

4.1.4 Perikanan Tangkap

Perkembangan perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir telah mengalami

perubahan pada sektor produksi setiap tahunnya. Berdasarkan data dari TPI

Tanjung Pasir jumlah produksi mengalami penurunan, pada tahun 2010 sampai

tahun 2013 yaitu pada tahun 2010 hasil produksi tangkapan mencapai 156.804

kg, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 yaitu hasil poduksinya sebesar

45.936 kg dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012 dan 2013 bulan

April yaitu hasil produksi tangkapan mencapai 81.720 kg dan 117.924 kg.

Hasil produksi di sektor perikanan tangkap selalu ada naik turun . Data

hasil produksi dan nilai hasil tangkapan dalam lima tahun terakhir, dapat dilihat

pada Tabel 9.

1 0 – 14 669

2 5 – 9 914

3 10 – 14 665

4 15 – 19 452

5 20 - 24 345

6 25 - 29 231

7 30 – 34 237

8 35 - 39 122

9 40 – 44 145

10 45 – 49 119

11 50 – 54 143

12 55 178

41

Tabel 9. Data Produksi dan Nilai Hasil Tangkapan Ikan di TPI Tanjung Pasir Pada

Tahun 2010-2013

Tahun Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp)

2010 156804 1.842.200.000

2011 45936 599.964.000

2012 81720 939.840.000

2013 117924 1.633.000.000

Jumlah 402384 5.014.804.000

Sumber: TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Tanjung Pasir

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat produksi pada tahun 2011 menurun

sangat drastis dari jumlah 156.804 kg menjadi 45.936 kg. Informasi pihak TPI

Tanjung Pasir hal ini terjadi akibat cucaca yang tidak baik pada tahun 2011 seperti

angin kencang dan gelombang yang tinggi yang berdampak pada hasil tangkapan

nelayan menurun. Namun pada tahun 2012 dan sampai bulan April 2013 produksi

kembali meningkat sejumlah 81720 dan 117924 kg sehingga nilai produksi pun

kembali meningkat. Turun naiknya jumlah hasil produksi dan nilai hasil produksi

DesaTanjung Pasir dapat dilihat pada Tabel 2 .

Nelayan di Desa Tanjung Pasir melakukan kegiatan penangkapan dengan

menggunakan alat tangkap yang beragam diantaranya yaitu pancing ulur, pancing

rawai, jaring apus dan jaring insang rata- rata perahu yang digunakan dengan

kapasitas < 5 GT. Salah satu alat tangkap yang paling umum digunakan disana

yaitu pancing ulur. Nelayan pancing ulur biasanya melaut dalam sehari selama 12

jam yaitu dari jam 04.00 pagi sampai dengan jam 16.00 ( 04.00 sore). Kegiatan

melaut dari pagi hingga sore tersebut disebut dengan istilah “minggir”. Selain

nelayan “minggir” terdapat nelayan pancing ulur yang melakukan kegiatan

penangkapannya selama 5 hari yang biasa disebut nelayan “mingguan”. Jadi

Nelayan ini tidak pulang selama 5 hari dan berada dilautan untuk menangkap

ikan. Biasanya nelayan mingguan ini menggunakan kapal motor untuk melakukan

aktivitas penangkapannya. Selain kedua nelayan tersebut terdapat nelayan pancing

ulur yang hanya 3-4 jam melakukan aktivitas penangkapannya karena dalam

melakukan kegiatan penangkapannya menggunakan kapal tanpa mesin.

42

Hasil tangkapan dari ketiga jenis nelayan pancing ulur kemudian dijual.

Nelayan minggir biasanya menjual ikannya di TPI Tanjung Pasir sedangkan

nelayan mingguan biasanya menjual ikan hasil tangkapan di TPI Tanjung Pasir

dan TPI Muara Angke yang letaknya tidak jauh dari Tanjung Pasir (TPI Tanjung

Pasir,2013)

4.2 Kondisi Umum Responden

1. Mata Pencaharian

Karakteristik nelayan sebagai responden dalam penelitian ini, maka

dilakukan analisis deskriptif terhadap data identitas responden. Data hasil analisis

deskriptif terhadap identitas dari karakteristik nelayan sebagai responden ( Tabel

10), dan status pekerja seperti Gambar 8.

Tabel 10. Pekerjaan Responden di Pantai Tanjung Pasir

No Status Pekerjaan Responden Presentase (%)

1 Nelayan Kapal Motor 20 40

2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 20 40

3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 10 20

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer 2013

Gambar 8. Mata Pencahaian Responden Nelayan

Nelayan Kapal Motor

Nelayan Perahu Mesin tempel

Nelayan perahu Tanpa Mesin

43

Berdasarkan data terlihat bahwa dari 50 responden, 40% memiliki status

pekerjaan sebagai nelayan kapal motor , 40% sebagai nelayan perahu mesin

tempel dan 20% sebagai nelayan perahu tanpa mesin. Sebagai nelayan perikanan

tangkap dengan kapal motor paling banyak karena nelayan dengan menggunakan

kapal motor dapat menghasilkan tangkapan yang tinggi . Nelayan dengan kapal

motor memiliki aksesibilitas yang tinggi sehingga pendapatan yang dihasilkan

juga lebih besar ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno 2008)

Nelayan perahu tempel persentasenya 40%. Nelayan dengan perahu mesin

tempel biaya opersional lebih murah dari pada kapal motor dengan hasil tangkap

yang cukup lumayan, sedangkan status pekerjaan terendah yaitu nelayan perahu

tanpa mesin. Nelayan perahu tanpa mesin memiliki persentase terkecil di

responden. Nelayan perahu tanpa mesin jumlahnya sudah berkurang sekarang ini

dikarenakan jumlah tangkapan yang dihasilkan sedikit karena aksesibilitasnya

perahu tidak dapat jauh hanya di sekitar pantai. Aksesibilitas sangat

mempengaruhi jumlah tangkapan yang diperoleh ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno

2008).

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan nelayan sangat beragam dan umumnya lebih banyak memilih

untuk menjadi nelayan dari pada pendidikan. Berikut disajikan pada Tabel 11 dan

Gambar 9 tingkat pendidikan responden.

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden di Pantai Tanjung Pasir

No Pendidikan Responden Presentase (%)

1 Tidak Tamat SD 8 16

2 SD 30 60

3 SMP 12 24

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer 2013

44

Gambar 9. Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan Gambar 9 diatas, dari 50 responden sebagian besar memiliki

tingkat pendidikan terakhir sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 60% responden,

sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat pendidikan terakhir tidak tamat

sekolah dasar (SD), sebanyak 16 % responden, dan sisa nya adalah yang

berpendidikan terakhir sekolah menengah pertama (SMP), yaitu 24% responden.

Hasil penelitian Tegar (2011) secara umum semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki, namun

terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan pengetahuan seperti

lingkungan sekitar dan pengalaman.

3. Umur Responden

Nelayan di Tanjung Pasir terdiri dari beberapa kelompok umur. Berikut

disajikan tabel distribusi umur responden.

Tabel 12. Umur Responden di Pantai Tanjung Pasir

No Umur Responden Responden Presentase (%)

1 20-30 12 24

2 30-40 23 46

3 40-50 10 20

4 50-60 5 10

Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer 2013

Tidak Tamat SD

SD

SMP

45

Gambar 10. Tingkat umur responden

Berdasarkan Gambar 10 diatas bahwa dari 50 responden yang lebih

mendominasi yaitu umur 30-40 yaitu sebesar 46%, sedangkan sisa nya masing-

masing 24% , 20%, dan 10%. Nelayan di Desa Tanjung Pasir di dominasi umur

30-40 karena diusia tersebut memiliki tenaga dan fisik yang kuat dan juga lebih

banyak memiliki pengalaman dibandingkan dengan nelayan umur 20-30.

Sedangkan pada umur 50-60 jumlah nelayan berjumlah sedikit karena fisik yang

tidak kuat lagi dan biasanya dibantu anak- anak yang membantu dalam aktivitas

penangkapan, namun nelayan 50-60 memiliki kelebihan yaitu mempunyai

pengalaman yang lebih banyak sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan.

Menurut Sujarno (2008) nelayan yang berusia diatas umur 30 tahun dapat

dikatakan sebagai nelayan yang berpengalaman.

20-30

30-40

40-50

50-60

46

4.3 Analisis Kinerja Usaha Penangkapan

1) Analisis Produktivitas

Analisis produktivitas perikanan nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada

dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 13. Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per kapal per tahun

No Jenis Nelayan Produksi (kg) Nilai (Rp)

1 Nelayan Kapal Motor 10480 215.100.000

2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 3145 107.100.000

3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 205 33.400.000

Total 13840 355.600.000

Sumber : Data Sekunder Olahan (2013)

Nelayan Kapal Motor

Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan kapal motor adalah sebagai

berikut :

Produktivitas = = (Rp)

Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,23. Nilai tersebut mengandung arti

dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,23.

Nelayan Perahu Mesin Tempel

Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu mesin tempel adalah

sebagai berikut :

Produktivitas = = (Rp)

Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 1,66. Nilai tersebut mengandung arti

dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 1,66.

47

Nelayan Perahu Tanpa Mesin

Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu tanpa mesin adalah

sebagai berikut :

Produktivitas = = = 2,49 (Rp)

Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,49. Nilai tersebut mengandung arti

dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,49.

2) Analisis Teknis Penangkapan

a) Kapal/ Perahu

Kapal yang digunakan oleh nelayan adalah kapal bermuatan 4 GT dan

motor tempel berkekuatan 22-33 PK. Perahu terbuat dari kayu dengan umur

teknis sekitar 10 tahun. Ukuran panjang 9,8 m, lebar 2,5 m, dan dalam 1,1 m.

Adapun motor tempel yang digunakan memiliki umur teknis sampai 8 tahun,

dengan merek Suzuki dan Daihatsu. Rata-rata nelayan menggunakan merek

Suzuki, karena harganya yang lebih murah dibandingkan Daihatsu.

Perbaikan kapal dilakukan pada saat kapal mengalami kerusakan, namun

rata-rata perbaikan kapal dilakukan 7 bulan sekali. Perbaikan dilakukan pada

mesin dan rangka kapal yang rusak serta pengecatan di badan kapal yang

dilakukan 7 bulan sekali .

Sedangkan untuk perahu tanpa mesin perbaikan dilakukan hanya pada

perahu yang rusak atau bocor dan juga pengecatan yang dilakukan 2 kali dalam

waktu setahun dalam jangka 6 bulan sekali. Adapun motor tempel yang digunakan

memiliki umur teknis sampai 8 tahun, dengan merek Suzuki dan Daihatsu.

b) Alat tangkap

Pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di Desa Tanjung Pasir memiliki

konstruksi yang sangat sederhana. Tali pancing utama biasanya memiliki 1 atau

lebih mata pancing secara vertikal. Tali yang digunakan yaitu tali monofilament,

pada tali diberikan pemberat yang berupa timah yang berfungi agar umpan dapat

tenggelam. Jenis umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah umpan palsu

48

dan umpan hidup, namun umpan yang umum digunakan yaitu umpan hidup.

Pancing ulur memiliki penggulung tali yang berfungsi untuk menggulung tali

pancing dan juga sebagai pegangan ketika menarik ikan yang terkait dimata

pancing.

c) Nelayan

Nelayan di Desa Tanjung Pasir rata-rata merupakan nelayan utama.

Adapun nelayan utama yang berada di Desa Tanjung Pasir merupakan nelayan

asli yang berasal dari Desa Tanjung Pasir. Keinginan untuk melaut nelayan

Tanjung Pasir cukup besar, namun terbatas pada cuaca dan iklim yang dewasa ini

tidak menentu akibat global warming yang mengakibatkan gelombang tinggi dan

angin yang bertiup kencang. Adapun nelayan pendatang berasal dari wilayah

Pantura. Nelayan pancing ulur yang melaut setiap kapalnya hanya terdiri dari 3-4

orang dengan pembagian tugas 1 nakhoda dan 2 ABK. Sedangkan untuk nelayan

perahu mesin tempel terdiri dari 3 orang dan untuk perahu tanpa mesin biasanya

terdiri dari 2 orang.

Sistem bagi hasil akan menentukan tingkat pendapatan nelayan, baik

nelayan pemilik maupun ABK. Pada kapal motor yang biasanya terdapat 3 ABK

sistem bagi hasil yaitu setiap ABK mendapat satu bagian sedangkan nelayan

pemilik mendapat dua bagian yang didapatkan dari hasil ikut melaut dan bagian

untuk kepemilikan kapal, dengan persentase ABK mendapatkan masing- masing

20% sedangkan pemilik mendapatkan 40%. Pada perahu mesin tempel sistem

bagi hasilnya sama seperti kapal motor. Sedangkan untuk perahu tanpa mesin

sistem bagi hasil biasanya 50% : 50% , dikarenakan pada perahu tanpa mesin

jumlah orang yang melaut maksimal hanya dua orang.. Bagi hasil ini diperoleh

dari penerimaan kotor yang telah dikurangi dengan retribusi dan biaya operasi.

Penerimaan yang diperoleh ABK pada satu unit alat tangkap akan semakin kecil

jika tenaga kerja yang bekerja semakin banyak.

49

d) Metode Penangkapan

Metode operasional dari ketiga jenis armada berbeda, dimana

perbedaannya antara lain :

Nelayan pancing “mingguan” berangkat dari fishing base menuju fishing

ground pada hari Senin dan melakukan aktivitas penangkapan hingga waktu 5

hari, kemudian kembali ke daratan pada hari Sabtu.

Nelayan “minggir “ nelayan berangkat dari fishing base menuju fishing ground

pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari hingga pukul 16.00 WIB setelah itu

nelayan kembali ke daratan untuk menjual hasil tangkapannya.

Nelayan perahu tanpa mesin biasanya berangkat dari fishing base menuju

fishing ground pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari sampai pukul 08.00

WIB dan kembali ke daratan. Namun perbedaan nelayan perahu tanpa mesin ini

sehari dapat melaut lebih dari sekali dalam waktu sehari. Jarak yang ditempuh

oleh nelayan dari ketiga jenis nelayan adalah berbeda.

Jarak yang ditempuh oleh nelayan mingguan lebih besar dikarenakan waktu

yang lebih lama dan juga kapal yang telah bermesin sehingga jarak tangkap juga

bisa semakin jauh.

Pada perahu mesin tempel jarak yang dapat ditempuh sekitar 5-10 mil

sedangkan untuk perahu tanpa mesin jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh hanya

hingga 1 mil dan daerah di sekitar pantai. Sesampainya di fishing ground, nelayan

mengurangi kecepatan kapal dan mulai mengulur tali pancing hingga kedalaman

yang dikehendaki. Setiap nelayan memegang satu bahkan lebih pancing ulur.

Apabila umpan pancing ulur dimakan ikan akan dirasakan tali pancing seperti

ditarik lalu nelayan menarik dan menggulung tali pancing tersebut hingga ikan

dapat diangkat ke perahu. Ikan yang tertangkap dilepaskan dari mata pancing dan

diletakkan di tempat yang telah disediakan. Selanjutnya nelayan kembali

mengulur pancing kedalam laut dan seterusnya. Setelah kegiatan penangkapan

selesai kemudian nelayan kembali kedaratan untuk menjual ikan hasil

tangkapannya ke TPI dan kadang- kadang ke pengepul.

50

3) Analisis Finansial

Analisis finansial digunakan untuk menghitung seberapa besar biaya dan

penerimaan diperoleh dari kegiatan operasi penangkapan. Biaya terdiri dari biaya

investasi, biaya tetap dan biaya variabel sedangkan penerimaan didapat dari

jumlah tangkapan dalam yang dikalikan dengan harga pasar. Perhitungannya

dilakukan dalam jangka satu tahun. Beberapa analisis finansial yang dihitung

antara lain total biaya, penerimaan, BCR ( Benefit Cost Ratio), dan Rasio

Profitabilitas.

3.1 Analisis Keragaan Biaya Manfaat

3.1.1 Nelayan Kapal Motor

Nelayan kapal motor melakukan kegiatan penangkapan dalam periode satu

tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang dapat dilihat

pada Tabel 14

Tabel 14. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Kapal Motor

(dalam 1 tahun)

No Uraian Satuan Volume Biaya (Rp) Proporsi

Biaya (%)

1 Biaya Tetap Rp

Penyusutan Kapal Rp 2.038.095 2,42

Penyusutan Mesin Rp 1.904.762 2,26

Retribusi Rp 3.191.429 3,79

2 Biaya Variabel Rp

Biaya Perbekalan Rp 21.071.429 25,02

Pembelian Bahan

Bakar Rp 38.022.857

45,15

Pembelian Umpan Rp 6.935.238 8,23

Pembelian Es 4.118.095 4,89

3 Total Pengeluaran Rp 84.217.143 100,00

4 Penerimaan Rp 215.100.500

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan

kapal motor Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya total

(biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 84.217.143 dan rata-rata penerimaan

51

nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar Rp

215.105.500 Biaya bahan bakar mengambil persentasi terbesar dalam total

biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar 45,15% sedangkan untuk persentasi

terkecil berasal dari biaya penyusutan mesin sebesar 2,26% dari total biaya.

3.1.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel

Nelayan perahu mesin tempel melakukan kegiatan penangkapan dalam

periode satu tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang

dapat dilihat dari Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Mesin Tempel

(dalam 1 tahun)

No Uraian Satuan Volume Nilai (RP)

Proporsi

Biaya (%)

1 Biaya Tetap

Penyusutan Kapal Rp 1.609.524 3,03

Penyusutan Mesin Rp 952.381 1,79

Retribusi Rp 1.584.286 2,98

2 Biaya Variabel

Biaya Perbekalan Rp 19.419.048 36,53

Pembelian Bahan

Bakar Rp 24.685.714

46,43

Pembelian Es Rp 2.761.905 5,19

Pembelian Umpan Rp 2.152.381 4,05

3 Total Pengeluaran Rp 53.165.239 100,00

4 Penerimaan Rp 107.100.000

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan

perahu mesin tempel Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya

total (biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 53.165.239 dan rata-rata

penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar

Rp 107.100.000. Proporsi biaya terbesar berasal dari pembelian bahan bakar

yaitu sebesar 46,43% sedangkan proporsi biaya terkecil berasal dari penyusutan

mesin yaitu sebesar 1,79%.

52

3.1.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin

Nelayan perahu tanpa mesin biasanya mengeluarkan biaya operasional

lebih sedikit dibandingkan nelayan kapal motor dan nelayan perahu mesin serta

penerimaan yang diperoleh juga lebih sedikit. Rincian biaya dan penerimaan

dapat kita lihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Tanpa Mesin

(dalam 1 tahun)

No Uraian Satuan Volume Nilai (Rp)

Proporsi

Biaya (%)

1 Biaya Tetap

Penyusutan Kapal Rp 1.400.000 21,38

Biaya Retribusi Rp 243.000 3,71

2 Biaya Variabel

Biaya Perbekalan Rp 3.000.000 45,82

Biaya Pembelian Es Rp 850.000 12,98

Biaya Pembelian

Umpan Rp 1.055.000

16,11

3 Total Pengeluaran Rp 6.548.000 100,00

4 Penerimaan Rp 24.300.000

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan

perahu tanpa mesin Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya

total (investasi, biaya tetap, dan biaya variabel) adalah Rp 6.548.000 dan rata-

rata penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah

sebesar Rp 24.300.000. Pada Nelayan dengan perahu tanpa mesin proporsi

biaya terbesar berasal dari biaya perbekalan yaitu sebesar 45,82% sedangkan

proporsi biaya terkecil berasal dari biaya retribusi yaitu sebesar 3,72%.

3.2 Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha dicari untuk mengetahui suatu usaha layak di

jalankan atau tidak, dalam hal ini adalah kegiatan penangkapan nelayan pancing

ulur di Desa Tanjung Pasir. Analisis kelayakan dapat dianalisis dengan Analisis

BC Rasio dan Analisis Rasio Profitabilitas. Perhitungan BC Rasio dan

Profitabilitas dari nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada yang digunakan :

53

3.2.1 Nelayan Kapal Motor

Tabel 17. Tabel BC Rasio Nelayan Kapal Motor

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Pengeluaran Rp 84.217.143

2

3

Penerimaan

BC Rasio

(TR /TC)

Rp

215.100.500

2,55

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan

nelayan pancing ulur yang menggunakan kapal motor layak dijalankan karena

nilai yang didapatkan lebih dari 1. Menurut Novania (2012) kriteria kelayakan

apabila nilai BCR> 1 . Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur kapal motor

yaitu 2,55 . Hal ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing

ulur memiliki tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,55 untuk setiap

Rp 1 biaya yang dikeluarkan, sehingga berdasarkan analisis tersebut maka usaha

perikanan tangkap pancing ulur layak untuk dilaksanakan. Profitabilitas kegiatan

usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing ulur di Desa

Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung dengan mengandalkan semua

sumberyang dimiliki yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan, Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap

nelayan pancing ulur kapal motor adalah sebesar 155,41%, angka tersebut lebih

besar dari suku bunga yang sebesar 5,75%, dimana jika profitabilitas lebih besar

dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan menguntungkan (Riyanto 1995

dalam Wardani et al 2012) maka dapat dikatakan bahwa usaha perikanan

54

tangkap nelayan pancing ulur kapal motor di Desa Tanjung Pasir

menguntungkan.

3.2.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel

Tabel 18. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Mesin Tempel

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239

2

3

Penerimaan

BC Rasio

(TR /TC)

Rp

107.100.000

2,01

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan

nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu mesin tempel adalah layak

dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012). Nilai BC

Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 2,01 . Hal ini berarti

apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki tingkat

keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,01 untuk setiap Rp 1 biaya yang

dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan

keuntungan.

Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan

oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung

dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap

nelayan pancing ulur perahu mesin tempel adalah sebesar 101,44%, dimana jika

profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan

menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat dikatakan

55

bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu mesin tempel di

Desa Tanjung Pasir menguntungkan.

3.2.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin

Tabel 19. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Tanpa Mesin

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000

2

3

Penerimaan

BC Rasio

(TR /TC)

Rp

24.300.000

3,71

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa usaha kegiatan

penangkapan nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu tanpa mesin

layak dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012).

Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 3,71. Hal

ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki

tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3,71 untuk setiap Rp 1 biaya

yang dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan

keuntungan.

Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan

oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung

dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap

nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin adalah sebesar 271,10%, dimana jika

profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan

menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat

56

dikatakan bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu tanpa

mesin di Desa Tanjung Pasir menguntungkan.

4.4 Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan

Analisis pendapatan dan kesejahteraan digunakan untuk mencari jumlah

pendapatan nelayan dari kegiatan penangkapan dan juga untuk menentukan taraf

hidup nelayan sejahtera atau tidak sejahtera. Jumlah pendapatan dari nelayan

kapal motor, nelayan perahu mesin tempel dan perahu tanpa mesin disajikan pada

Tabel 20.

a) Nelayan Kapal Motor

Tabel 20. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Kapal Motor

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Biaya Rp 84.217.143

2 Penerimaan Rp 215.100.000

3 Pendapatan

(TR -TC)

Rp 130.882.857

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur

dengan menggunakan kapal motor layak dijalankan karena memberikan

keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total

biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun

yaitu Rp. 130.882.857 atau Rp. 10.906.904 perbulan. Keuntungan yang diperoleh

harus dibagi kepada nelayan pemilik dan ABK. Sistem bagi hasil yang berlaku

disana yaitu 40 %: 60%. Jumlah pendapatan tersebut 40% sebagai nelayan

pemilik perahu sekaligus nelayan yang ikut melaut, ABK mendapatkan persentasi

60% yang dibagi jumlah ABK (3orang) sehingga masing- masing ABK

mendapatkan 20%. Jadi nelayan pemilik memperoleh pendapatan sebesar Rp.

4.362.761 perbulan sedangkan untuk ABK yang berjumlah 3 orang masing-

masing mendapat Rp. 2.181.380 perbulan.

57

Berdasarkan Tabel 20 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan

kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang

diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten

Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013).

Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan

yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu

kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik,

2011)

b) Nelayan Perahu Mesin Tempel

Tabel 21. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Mesin Tempel

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239

2

3

Penerimaan

Pendapatan

(TR -TC)

Rp

Rp

107.100.000

53.934.761

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur

dengan menggunakan perahu mesin tempel layak dijalankan karena memberikan

keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total

biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun

sebesar Rp. 53.934.761 atau sebesar Rp. 4.494.563 perbulan. Sistem bagi hasil

yang berlaku pada nelayan dengan perahu mesin tempel yaitu 50% untuk

pemilik dan 25% untuk ABK. Pendapatan nelayan pemilik yaitu sebesar Rp.

2.247.281 dan 25% untuk nelayan ABK yang berjumlah 2 orang masing- masing

mendapat Rp. 1.123.640

Berdasarkan Tabel 21 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan

kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang

diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten

Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013).

Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan

58

yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu

kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik,

2011)

c) Nelayan Perahu Tanpa Mesin

Tabel 22. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Tanpa Mesin

No Uraian Satuan Nilai Keterangan

1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000

2

3

Penerimaan

Pendapatan

(TR -TC)

Rp

Rp

24.300.000

17.752.000

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur

dengan menggunakan perahu tanpa mesin layak dijalankan karena memberikan

keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total

biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun

yaitu Rp. 17.752.000 atau sebesar Rp. 1.775.200 perbulan. Jumlah pendapatan

harus dibagi lagi 50% untuk pemilik dan 50% untuk ABK yang berjumlah 1

orang. Sehingga diperoleh pendapatan untuk masing- masing yaitu sebesar

Rp 887.600.

Berdasarkan Tabel 22 diatas nelayan pancing ulur yang menggunakan

perahu tanpa mesin berada pada taraf tidak sejahtera dilihat dari jumlah

pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari UMR ( Upah Minimum Regional )

kabupaten Tangerang, dimana UMR Kabupaten Tangerang sebesar Rp. 2.200.000

(BPS, 2013). Upah minum regional biasa digunakan dalam mengukur tingkat

kesejahteraan ( Hendrik, 2011).

Berdasarkan perhitungan pendapatan dari ketiga jenis armada nelayan

pancing ulur di Desa Tanjung Pasir hasil dari analisis pendapatan dan

kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 23.

59

Tabel 23. Pendapatan dan Kesejahteraan Nelayan Pancing Ulur dari Ketiga jenis

Armada

NO

Jenis

Armada Jumlah ABK

Pendapatan Status Kesejahteraan

Juragan ABK

1

Kapal

Motor Rp. 4.362.761 Juragan Sejahtera

3 Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera

Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera

Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera

2

Mesin

Tempel 2 Rp. 2.247.281 Juragan Sejahtera

Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera

Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera

3

Tanpa

Mesin Rp. 1.775.200 Juragan Tidak Sejahtera

1 Rp. 1.775.200 ABK Tidak Sejahtera

Sumber : data primer (diolah) 2013

Berdasarkan Tabel 23 nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir yang

memiliki pendapatan di atas UMR kabupaten Tangerang yaitu nelayan juragan

kapal motor dan nelayan juragan perahu mesin tempel yang berarti keduanya

dikatakan berada pada taraf sejahtera, sedangkan untuk nelayan juragan perahu

tanpa mesin dan ABK dari ketiga jenis armada ini memiliki pendapatan di bawah

UMR Kabupaten Tangerang dimana dapat dikatakan berada pada taraf tidak

sejahtera.

60

4.5 Analisis Pengembangan Usaha Penangkapan

4.5.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis

Summary (EFAS)

Usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir masih dalam tahap

pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana

pengembangan usaha yang terjadi di sektor perikanan tangkap, maka diperlukan

alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal

maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji

faktor-faktor tersebut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009).

Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi

secara langsung kegiatan usaha perikanan tangkap. Faktor internal terdiri dari

kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang

turut mempengaruhi berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten

Tangerang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.

Faktor Internal

Faktor internal berupa kekuatan, antara lain:

1) Potensi SDI yang besar (S1)

Sumber daya perikanan di Desa Tanjung Pasir memiliki potensi yang

sangat besar. Pada tahun 2012 produksi perikanan laut di DesaTanjung Pasir

sebesar 117.924 kg, dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.733.136.000. Hasil

tangkapan nelayan seperti ikan- ikan (ikan pelagis, ikan demersal dan ikan

karang), udang, cumi- cumi dan rajungan. Potensi produksi perikanan yang besar

ini dapat bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah.

2) Adanya kelompok nelayan yang aktif (S2)

Nelayan di daerah Tanjung Pasir memiliki kelompok- kelompok nelayan

pada tiap- tiap alat tangkapnya misalnya kelompok nelayan pancing ulur.

Kelompok nelayan ini memiliki susunan organisasi yang jelas seperti adanya

ketua, bendahara dan sekretaris. Kelompok juga memiliki kegiatan pertemuan

yang cukup rutin, sehingga dapat dikatakan bahwa nelayan telah dapat

berorganisasi dengan baik.

61

3) Keinginan melaut cukup besar (S3)

Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini yang mengakibatkan

gelombang dan angin yang sangat kuat di laut tidak menyurutkan nelayan

Tanjung Pasir untuk melaut. Motivasi untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-

hari keluarga adalah sebagai modal nelayan, sehingga nekat untuk melaut

meskipun kondisi alam kurang baik. Tidak sedikit kapal yang nyaris terbalik

untuk melawan angin kencang dan gelombang yang besar.

4) Peranan koperasi sebagai penyalur dana simpan pinjam (S4)

Tanjung pasir memiliki sebuah koperasi yang berfungsi melakukan

kegiatan simpan pinjam. Kegiatan simpan pinjam memberikan keuntungan bagi

nelayan Tanjung Pasir, karena nelayan mendapatkan pinjaman dan bantuan untuk

menyalurkan kebutuhan yang diperlukan oleh nelayan. Koperasi juga berfungsi

untuk mengatasi adanya rentenir (Bank keliling) sehingga masyarakat bisa

mendapat pinjaman yang mudah tanpa jaminan dan tidak memikirkan bunga yang

tinggi.

Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain:

1) Keterbatasan fasilitas penunjang (W1)

Fasilitas seperti setiap TPI yang ada di Desa Tanjung Pasir memiliki

fasilitas yang minim antara lain tidak adanya persediaan air bersih, tempat

pencucian ikan, bangunan TPI yang sudah tua dan juga kondisi TPI sangat kotor

dan terlalu kecil. Hal ini dikarenakan TPI tidak dirawat dengan baik. Sarana

dermaga untuk bersandarnya kapal atau perahu yang selesai melaut juga hanya

ada satu buah. Hal ini dapat menyebabkan kapal atau perahu harus antri terlebih

dahulu jika ingin bersandar.

2) Akses transportasi masih sulit (W2)

Transportasi untuk pergi ke TPI Tanjung Pasir masih terbatas. Kendaraan

umum roda empat yang lewat masih jarang hanya beberapa jam sekali, yang ada

hanya ojek. Perlu adanya kendaraan pribadi untuk mencapai TPI.

3) Keterampilan nelayan masih rendah (W3)

Keterampilan nelayan di Desa Tanjung Pasir hanya sebatas menangkap

ikan dengan menggunakan alat- alat tangkap sederhana, tidak dalam hal mengolah

ikan hasil tangkapan hingga menghasilkan produk yang lebih bernilai tinggi. Hal

62

ini mungkin dikarenakan tingkat pendidikan nelayan yang rendah yang rata- rata

tingkat pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD).

4) Armada yang digunakan dalam skala kecil (W4)

Kapal yang digunakan oleh nelayan merupakan kapal motor berukuran <5

GT. Jenis armada lain yang digunakan selain kapal motor yaitu perahu mesin

tempel dan perahu tanpa mesin. Terbatasnya ukuran kapal menyebabkan nelayan

yang dapat beroperasi/ melaut pun hanya 3-4 orang per kapal, dan jarak tempuh

melaut tidak dapat jauh.

Faktor eksternal

Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang-

peluang yang mempengaruhi pengembangan usaha di Desa Tanjung Pasir antara

lain :

1) Potensi SDI yang belum dimanfaatkan secara optimal (O1)

Potensi sumber daya ikan di daerah Tanjung Pasir sangatlah besar namun

belum dimanfaatkan dengan maksimal akibat infrastruktur yang masih kurang,

permasalahan biaya yang tinggi hingga armada kapal yang kurang besar dan juga

permasalahan iklim serta cuaca yang mengganggu nelayan dalam aktivitas

penangkapan ikan.

2) Adanya peluang pasar yang cerah (O2)

Potensi konsumen untuk membeli hasil tangkapan dari laut Tanjung Pasir

cukup besar. Konsumen banyak yang berasal dari luar wilayah Tanjung Pasir. Ini

dapat dilihat dari setiap hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Tanjung Pasir

habis terjual pada saat itu pula. Hal ini memberikan peluang pasar dari produksi

perikanan laut dapat berkembang.

3) Adanya pembangunan pesisir pantai ke arah yang positif (O3)

Kegiatan penangkapan di Desa Tanjung Pasir memiliki peluang untuk

dapat terus berkembang. Oleh karena itu, perlu untuk membangun fasilitas yang

dapat mendukung perikanan tangkap. Pembangunan pemecah gelombang ( break

water) diharapkan dapat membantu nelayan dalam melaut dikarenakan

belakangan ini cuaca yang tidak menentu mengakibatkan gelombang tinggi.

63

4) Adanya peluang kesempatan kerja di bidang perikanan (O4)

Nelayan di Desa Tanjung pasir biasanya menjual seluruh hasil

tangkapannya ke TPI setelah selesai melaut. Nelayan hanya mengambil beberapa

untuk dikonsumsi sehari- sehari. Nelayan lebih memilih menjual langsung hasil

tangkapan dari pada mengolahnya lagi menjadi produk yang lebih bernilai tinggi.

Hal ini memberikan kesempatan atau peluang untuk membuat usaha di bidang

pengolahan hasil tangkapan, khususnya untuk masyarakat pesisir yang tidak

bekerja sebagai nelayan.

Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha

perikanan di Desa Tanjung Pasir antara lain:

1) Karakteristik perairan yang kurang mendukung kegiatan penangkapan (T1)

Kondisi laut yang merupakan perairan dangkal dan juga kondisi air laut

yang sudah sedikit tercemar oleh sampah- sampah yang kadang- kadang

mengganggu alat tangkap nelayan menyebabkan nelayan sulit dalam menangkap

ikan dan juga menyebabkan rusaknya alat tangkap nelayan.

Perubahan musim yang tidak menentu juga mengakibatkan ombak yang

besar dan angin yang berhembus kencang. Hal ini mengakibatkan nelayan sulit

beroperasi/ melaut dikarenakan armada yang digunakan hanya kapal- kapal kecil.

2) Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah (T2)

Potensi SDI yang masih belum tereksploitasi dengan baik menyebabkan

nelayan dari luar daerah melakukan kegiatan penangkapn ikan di perairan sekitar

.Tanjung Pasir. Nelayan yang sering melakukan penangkapan di wilayah Tanjung

Pasir berasal dari Jakarta dan sekitarnya.

3) Persaingan pasar dengan daerah lain ( T3)

Persaingan pasar terkait dengan harga. Apabila daerah Tanjung Pasir

memiliki harga jual ikan yang mahal karena hasil tangkapan yang didaratkan

sedikit, maka pedagang dapat beralih ke daerah yang memiliki harga jual ikan

yang lebih rendah

4) Limbah buangan sampah (T4)

Laut di daerah Tanjung Pasir belakangan ini terancam dengan adanya

limbah- limbah sampah. Limbah- limbah sampah ini berasal dari pengunjung atau

64

wisatawan. pantai Tanjung Pasir yang berada di dalam kawasan Desa Tanjung

Pasir. Limbah ini dapat berdampak terhadap habitat ikan sehingga dampaknya

kepada hasil tangkapan nelayan yang menjadi berkurang.

4.5.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor

Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk

diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan tangkap di Desa Tanjung

Pasir. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat

menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan usaha

perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir.

Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 2,80. Nilai tersebut

berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam

Renofati 2009) . Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di Desa

Tanjung Pasir dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada usaha

perikanan tangkap di daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat

dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.

Tabel 24. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

(Bobot x

Rating)

Kekuatan ( Strength )

A. Potensi SDI yang besar 0,2 4 0,80

B. Adanya kelompok nelayan yang aktif 0,15 3 0,45

C. Keinginan melaut cukup besar 0,15 3 0,45

D. Peranan koperasi sebagai penyalur

dana simpan pinjam

0,15 3 0,45

Kelemahan ( Weakness )

A. Keterbatasan fasilitas penunjang 0,10 2 0,20

B. Akses transportasi masih sulit 0,10 2 0,20

C. Keterampilan nelayan masih rendah 0,10 2 0,20

D. Armada yang digunakan dalam skala

kecil

0,05 1 0,05

Total 1,00 2,80

65

Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,54. Nilai yang

diperoleh berada diatas 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan di

Desa Tanjung Pasir mampu memberikan respon yang positif untuk

pengembangan usaha perikanan tangkap. Peluang yang ada bisa dimanfaatkan

untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Menurut ( Rangkuti 2000 dalam

Renofati 2009) nilai 2,54 berada pada kuadran I dimana strategi yang digunakan

adalah mempertahankan dan memelihara kekuatan yang ada dengan

memanfaatkan peluang yang dimiliki suatu usaha.

Tabel 25. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

(Bobot x

Rating)

Peluang (Opportunities)

A. Potensi SDI yang belum dimanfaatkan

secara optimal

0,18 3 0,53

B. Adanya peluang pasar yang cerah 0,18 3 0,53

C. Adanya pembangunan pesisir pantai

ke arah yang positif

0,18 3 0,53

D. Adanya peluang kesempatan kerja

di bidang perikanan

0,18 3 0,53

Ancaman (Threats)

A. Karakteristik perairan yang kurang

mendukung kegiatan penangkapan

0,11 2 0,22

B. Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah 0,06 1 0,06

C. Persaingan pasar dengan daerah lain 0,06 1 0,06

D. Limbah buangan sampah 0,06 1 0,06

Total 1,00 2,54

Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks

IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk

memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan

usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir. Matriks SWOT pengembangan

usaha perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 25.

66

Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 8 alternatif strategi yang dapat

dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha perikanan tangkap, antara lain:

1) Meningkatkan armada penangkapan

2) Meningkatkan sarana dan prasarana produksi

3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

4) Pemberian bantuan modal dari koperasi kepada nelayan

5) Mempercepat pembangunan pemecah gelombang ( break water )

6) Meningkatkan pengawasan daerah pesisir

7) Meningkatkan kegiatan pengolahan hasil perikanan

8) Meningkatkan pengelolaan usaha perikanan tangkap

Tabel 26. Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Desa

Tanjung Pasir

Internal

Eksternal

Kekuatan

1. Potensi SDI yang besar

2.Adanya kelompok

nelayan yang aktif

3. Keinginan melaut

cukup besar

4. Peranan koperasi

sebagai penyalur dana

simpan pinjam

Kelemahan

1. Keterbatasan fasilitas

penunjang

2. Akses transportasi

masih sulit

3. Keterampilan nelayan

masih rendah

4. Armada yang

digunakan dalam skala

kecil

Potensi

1. Potensi SDI yang

belum dimanfaatkan

secara optimal

2. Adanya peluang pasar

yang cerah

3. Adanya pembangunan

pesisir pantai ke arah

yang positif

4. Adanya peluang

kesempatan kerja di

bidang perikanan

Strategi SO:

1.Mengoptimalkan

pemanfaatan SDI yang

ada dalam rangka

peningkatan sistem usaha

perikanan (S1,S2,S3, O1,

O4)

2. Pemberian bantuan

modal dari koperasi

kepada nelayan (S4, O1,

O2, O3, O4)

Strategi WO:

1. Meningkatkan armada

penangkapan (W4, O1,

O3, O4)

2. Meningkatkan sarana

dan prasarana produksi

(W1, O1)

3.Meningkatkan kualitas

sumber daya manusia

(W3 O1, O3, O4)

4.Mempercepat

pembangunan pemecah

gelombang (W1, O1, O2,

O3)

67

5. Melakukan pelatihan-

pelatihan tentang

pengolahan perikanan

(W3, O1, O2, O4)

Ancaman

1. Karakteristik perairan

yang kurang mendukung

kegiatan penangkapan

2. Pemanfaatan SDI oleh

nelayan luar daerah

3. Persaingan pasar

dengan daerah lain

4. Limbah buangan

sampah

Strategi ST:

1.Meningkatkan

pengawasan daerah

pesisir (S1, T3, T4)

2. Meningkatkan aktivitas

gotong royong di

kalangan nelayan (S2,

T4)

Strategi WT:

1.Meningkatkan

pengelolaan usaha

perikanan tangkap (W1,

W2, W3, W4, T4)

4.5.3 Matriks Grand Strategy

Matriks Grand Strategy merupakan tahapan terakhir dalam analisis

pengembangan perikanan tangkap (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009.

Berdasarkan matriks IFE dan EFE nilai yang didapatkan yaitu pada total nilai

internal sebesar 2,80 sedangkan untuk total nilai eksternal sebesar 2,54.

Berdasarkan nilai tersebut maka didapatkan posisi suatu usaha kegiatan tangkap

berada pada kuadran I. Menurut David ( 2006 ) perusahaan yang berada pada

Kuadran I dalam Matriks Grand Strategy berada pada posisi yang sangat bagus.

Jika perusahaan berkonsentrasi pada pada pasar saat ini, maka penetrasi pasar dan

pengembangan pasar adalah pilihan yang sesuai. Ketika organisasi pada Kuadran

I memiliki sumber daya yang berlebih, maka integrasi ke belakang, ke depan, atau

horizontal dapat menjadi strategi yang efektif. Perusahaan Kuadran I mampu

mengambil keuntungan dari peluang eksternal dalam beberapa area, strategi

kuadran I dapat mengambil risiko secara agresif ketika dibutuhkan.

68

Gambar 11. Matriks Grand Strategy Usaha Tangkap di Desa Tanjung Pasir