bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
181
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas konteks dan sasaran penelitian berupa objek dan lokasi
penelitian yang terkait dengan masalah yang diteliti. Bab ini mengungkap,
menjelaskan dan menganalisis hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan
yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
4. 1 Karakteristik Industri Kreatif yang menjadi Sampel Penelitian
Industri kreatif fashion produk tekstil adalah salah satu industri prioritas di
dalam roadmap โMaking Indonesia 4.0โ yang sudah dicanangkan Presiden
Republik Indonesia pada Bulan April 2018 lalu. Industri kreatif fashion adalah
salah satu industri unggulan di Propinsi Jawa Barat. Namun demikian terlihat
kinerja perusahaan di industri ini tidak konsisten.
Penelitian ini menganalisis dan memprediksikan model kinerja perusahaan
berbasiskan kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual dan
kinerja inovasi. Berdasarkan perhitungan power analysis dengan menggunakan
software G*Power, jumlah sampel minimal penelitian ini adalah 219 buah
perusahaan dari 6 kabupaten/kota pemilik sentra pakaian produk tekstil di Jawa
Barat yang dipilih dengan teknik sampling kombinasi (cluster, simple random dan
accidental). Namun pada akhirnya terkumpul 297 perusahaan, karena dari
beberapa daerah seperti Kabupaten Bandung, tingkat partisipasi perusahaan cukup
tinggi. Data selengkapnya bisa dilihat tabel berikut:
182
Tabel 4. 1
Jumlah Perusahaan yang Berpartisipasi pada Penelitian
KBLI Produk Pakaian Jadi Kab/ Kota
Jumlah
Sampel
Minimal
Perusahaan
Jumlah
perusahaan
yang
berparti-
sipasi
14111 Pakaian jadi (konveksi)
dari tekstil
1. Kab. Garut 13 20
2. Kab Cirebon 9 16
3. Kab
Tasikmalaya 3 8
4. Kab Bandung
130 199
14131 Perlengkapan pakaian
dari tekstil 16 20
14111 Pakaian jadi (konveksi)
dari tekstil 5. Kota Bandung 27 4
14301 Pakaian jadi rajutan 15 19
14111 Pakaian jadi (konveksi)
dari tekstil
6. Kota
Tasikmalaya 5 11
Jumlah 6 219 297
Sumber: Hasil penelitian
Penelitian ini melibatkan 297 industri kreatif fashion produk tekstil yang
berlokasi di enam kabupaten dan kota terpilih di Jawa Barat yakni Kabupaten
Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kota
Bandung dan Kota Tasikmalaya. Berikut disajikan profil perusahaan yang terlibat
pada penelitian ini.
183
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 1 Lama Usaha Berdiri beserta Jumlah karyawan
Berdasarkan gambar 4.1 di atas, mayoritas lama usaha perusahaan yang
terlibat pada penelitian ini adalah 5 tahun atau lebih (73%). Sedangkan
perusahaan yang berusia 3 tahun berjumlah 19%, dan berusia 4 tahun sejumlah
8%. Kemudian, dari total 297 perusahaan, 255 diantaranya merupakan perusahaan
berukuran kecil dengan 5-19 orang karyawan. Sebanyak 41 perusahaan berukuran
menengah dengan 20-99 orang karyawan. Sedangkan satu perusahaan tidak
menjawab.
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 2 Pendidikan Terakhir karyawan dan Responden
184
Pada gambar 4.2 di atas terlihat bahwa mayoritas pendidikan terakhir
karyawan pada perusahaan yang terlibat pada penelitian ini berpendidikan
SLTP/sederajat (44%). Diikuti oleh tamatan SD/sederajat/tidak menamatkan
sebanyak 39%. Sisanya adalah berpendidikan SLTA/sederajat sebesar 13%,
D3/D4/S1 sebesar 3% dan tidak menjawab 1%.
Berbeda dengan karyawan, pada gambar 4.2 terlihat bahwa mayoritas
responden justru berpendidikan lebih rendah. Sebesar 36% responden
berpendidikan terakhir SD/sederajat/tidak menamatkan. Diikuti oleh jumlah
tamatan SLTA/sederajat yakni 28%, dan SLTP/derajat sejumlah 24%. Sisanya
berpendidikan lebih tinggi.
Pada gambar 4.3 terlihat bahwa 50% responden menyatakan bahwa
mereka sudah menekuni bisnis yang dijalankan saat ini selama lebih dari 9 tahun.
18% menyatakan bahwa mereka sudah menggeluti bisnis ini selama 5-6 tahun,
11% selama 7-8 tahun, dan sisanya dengan lama pengalaman 4 tahun atau kurang.
Sedangkan usia responden mayoritas 41-50 tahun (38%). Diikuti oleh usia 31-40
tahun (33%), 21-30 tahun (19%), >50 tahun (8%), dan 20 tahun atau kurang (2%).
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 3Pengalaman dan Usia Responden
185
4. 2 Deskripsi Kapabilitas Dinamis, Manajemen Pengetahuan, Modal
Intelektual, Kinerja Inovasi dan Kinerja Perusahaan di Industri Kreatif
Fashion Produk Tekstil di Jawa Barat
Berikut ini disajikan tanggapan/persepsi responden atas variabel kapabilitas
dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual, kinerja inovasi dan kinerja
perusahaan di industri kreatif fashion produk tekstil di Jawa Barat
4.2.1. Kapabilitas Dinamis Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di Jawa
Barat.
Kapabilitas dinamis pada penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan
perusahaan untuk memperbarui sumberdaya yang dimiliki serta proses
pengelolaannya melalui penginderaan atas peluang dan tantangan, membuat
keputusan tepat waktu dan mengimplementasikan perubahan dalam rangka
meningkatkan kinerja perusahaan.
Uraian berikut akan memberikan gambaran distribusi jawaban responden
terkait dengan indikator-indikator kapabilitas dinamis pada setiap dimensi/sub
variabel.
1. Penginderaan strategis
Penginderaan strategis mencerminkan proses untuk mengembangkan peta
kognitif, merasakan dan menginterpretasikan stimulus atau perubahan terkait
referensi untuk secara efektif mencari dan menganalisis informasi dari lingkungan
internal dan eksternal. Penginderaan strategis diukur melalui indikator:
perbandingan usaha dengan perusahaan lain, diskusi tentang permintaan pasar dan
memantau perubahan tren.
186
Berikut ini disajikan tanggapan responden mengenai dimensi/sub variabel
penginderaan strategis:
Tabel 4. 2
Dimensi/Sub Variabel Penginderaan Strategis
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Tidak
pernah)
2
(Hampir
tidak
pernah)
3
(Kadang-
kadang)
4
(Sering)
5
(Sangat
sering) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Perbandingan
usaha dengan
perusahaan lain
(PS1)
41 13,8 39 13,1 142 47,8 60 20,2 15 5,1 3
Diskusi internal
tentang
permintaan pasar
(PS2)
92 31,0 76 25,6 94 31,6 22 7,4 13 4,4 3
Memantau
perubahan tren
(PS3)
58 19,5 50 16,8 121 40,7 55 18,5 13 4,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Informasi tentang tren/kebutuhan pasar hanya berasal dari pemesan/pedagang perantara
atau dengan melihat apa yang tengah diproduksi oleh perusahaan lain yang sejenis.
Perusahaan mengikuti yang dibuat oleh perusahaan sejenis (PS3,PS1).
Perusahaan melakukan aktifitas ATM (amati, tiru dan modifikasi). Pengusaha
menyampaikan ekspektasi produknya kepada karyawan (PS2).
Upaya secara aktif / meluangkan waktu khusus untuk mencari informasi kebutuhan
pasar/tren melalui internet/media sosial belum dilakukan secara khusus, terutama pada
perusahaan dengan usai pengusaha di atas 50 tahun. Kendala yang sering dikemukakan
adalah rendahnya kemampuan penggunaan teknologi digital untuk kepentingan pencarian
tren terkini (PS3).
Sumber: Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden memberi
penilaian 3 untuk setiap indikator. Hal ini mencerminkan bahwa mayoritas
perusahaan kadang-kadang melakukan perbandingan usaha dengan perusahaan
lain, kadang-kadang melakukan diskusi secara internal tentang permintaan pasar
dan kadang-kadang memantau perubahan tren. Melakukan perbandingan usaha
dengan perusahaan lain memiliki persentase terbesar (47,8%) dibandingkan
187
indikator lain pada nilai modus 3. Sedangkan melakukan diskusi internal tentang
permintaan pasar adalah indikator dengan persentase terendah (31,6%) pada nilai
modus 3. Oleh karena indikator yang paling banyak dipilih rensponden adalah 3,
maka dimensi/sub variabel penginderaan strategis bisa dikatakan cukup tinggi.
Masih terdapat peluang untuk meningkatkan penginderaan strategis agar mencapai
nilai modus 4 dan bahkan 5.
Li and Liu (2014) menyatakan bahwa tujuan akhir yang ingin diraih
perusahaan adalah memperoleh laba melalui penyediaan produk atau jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen. Perusahaan harus sensitif terhadap perubahan
lingkungan eksternal dan menemukan peluang pasar baru atau potensi ancaman.
Oleh sebab itu, kapasitas penginderaan strategis adalah kunci perusahaan bertahan
dalam lingkungan bisnis yang terus berubah (Zahra & George, 2002). Melalui
analisis menyeluruh atas lingkungan bisnis dan sumber daya yang dimilikinya,
perusahaan akan memahami dirinya dan pesaing (Li & Liu, 2014). Melalui
perbandingan usaha dengan pesaing, perusahaan akan mampu menilai,
mengembangkan dan mentransformasi kapabilitas organisasi saat ini. Pemahaman
akan apa yang dilakukan perusahaan lain akan menghindarkan perusahaan
menjadi korban kesuksesan masa lalu (Protogerou et al., 2011).
Terkait indikator melakukan perbandingan usaha dengan perusahaan lain
(PS1), berdasarkan hasil wawancara dengan Cepi Andriana, Ketua Koperasi
Industri Rajutan Binong Jati (KIRBI) dan pengolahan data kualitatif kuesioner
dengan responden, terungkap bahwa perbandingan usaha yang dilakukan
perusahaan adalah dengan melihat apa yang diproduksi oleh perusahaan-
188
perusahaan lain. Jika ada yang memproduksi suatu produk, maka yang lain
cenderung mengikuti. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Sekretaris Koperasi
Mitra Tasik di Kabupaten Bandung, bahwa kecenderungan pengusaha di sentra
adalah mengikuti tindakan dan produk dari perusahaan lain.
Pada indikator melakukan diskusi internal tentang permintaan pasar (PS2),
pengusaha mengkomunikasikan ide produk kepada karyawan. Ide baru atau model
baru akan mempengaruhi kecepatan produksi karena menyangkut adanya proses
pembelajaran baru dan kegiatan uji coba oleh karyawan. Oleh sebab itu pengusaha
berkomunikasi secara langsung dengan karyawan terkait harapannya terhadap
produk baru tersebut sekaligus menetapkan lama waktu penyelesaiannya.
Biasanya adalah pengusaha meminta karyawan untuk memproduksi satu jenis
produk contoh. Kemudian pengusaha akan me-review produk tersebut untuk
penyempurnaan. Oleh karena itu, diskusi internal sudah cukup terjadi, meskipun
kadang pendekatannya masih bersifat top down dari pengusaha kepada para
karyawan.
Sedangkan untuk indikator memantau perubahan tren (PS3), diperoleh
informasi bahwa perusahaan memperoleh informasi tren terutama dari produk
yang dibuat oleh pesaing, tren busana artis, permintaan konsumen ataupun
mencari informasi melalui media internet. Bahkan ada pengusaha yang
menyatakan bahwa kunci usahanya masih bisa bertahan adalah karena mampu
memprediksi tren kedepan. Sebagai rule of thumbs adalah bahwa setiap minggu
itu perusahaan harus menghasilkan paling tidak delapan model terbaru. Jika tidak,
maka produk mereka akan kalah di pasaran. Konsumen tidak akan mau membeli
189
barang dengan model yang sama dengan minggu lalu, ataupun model yang sudah
diproduksi lebih dahulu oleh pesaing di pasar. Informasi tersebut kemudian
mereka olah menjadi produk yang diinginkan oleh pemesan atau pedagang
perantara tersebut. Sehingga aktivitas amati, tiru dan modifikasi yang dijalankan.
Upaya secara aktif dan meluangkan waktu mencari informasi kebutuhan
pasar/tren melalui media seperti internet/media sosial belum terlalu tinggi,
terutama pada perusahaan dengan pengusaha berusia di atas 50 tahun. Kendala
yang sering dikemukakan adalah rendahnya kemampuan penggunaan teknologi
digital untuk kepentingan pencarian tren terkini. Artinya adalah bahwa
permasalahannya bukan terletak pada ketersediaan handphone/teknologi
pencarian internet, namun lebih dipengaruhi oleh masih rendahnya kemampuan
pemanfaatan teknologi untuk pencarian informasi yang lebih baru. Sehingga
mereka cenderung memproduksi barang dan model yang relatif tidak banyak
mengalami perubahan dari waktu-kewaktu.
Sedangkan pengusaha yang berusia lebih muda cenderung lebih terbuka
terhadap ide-ide yang datang dari luar. Sebagai contoh, seorang pengusaha di
Sentra Rajut Binong Jati, Kota Bandung menyatakan bahwa dia melakukan
pencarian ide produk dan pemasaran produk melalui internet. Sehingga
perusahaannya menghasilkan syal dan pakaian wanita dari rajutan dengan motif
yang lebih mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan orang tuanya yang
menjalankan usaha yang sama, masih memproduksi sweater sebagaimana
diproduksi selama ini. Hal yang sama juga dilakukan oleh salah seorang
190
responden dari daerah Soreang, Kabupaten Bandung. Pengusaha tersebut
menyatakan bahwa ide diperoleh antara lain dari media sosial.
2. Pengambilan keputusan tepat waktu.
Pengambilan keputusan tepat waktu terkait dengan pemenuhan kebutuhan
pasar secara cepat. Kecepatan perusahaan memenuhi harapan pasar diukur
dengan dua indikator yakni: kecepatan penanganan perbedaan pendapat dan
penyelesaian ketidakpuasan pelanggan.
Pernyataan responden tentang pengambilan keputusan tepat waktu
ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. 3
Dimensi/Sub Variabel Pengambilan Keputusan Tepat Waktu
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
lambat)
2
(Lambat)
3
(Cukup
cepat)
4
(Cepat)
5
(Sangat
cepat)
Mo
dus
F % F % F % F % F %
Kecepatan
penanganan
perbedaan
pendapat (PK1)
3 1,0 57 19,2 168 56,6 58 19,5 11 3,7 3
Penyelesaian
ketidakpuasan
pelanggan (PK2)
4 1,3 16 5,4 154 51,9 91 30,6 32 10,8 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
โkurang memahami penyebab masalah sehingga sering terlambat mengambil keputusanโ,
โKurang komunikasi dengan karyawanโ, โ takut resikoโ (PK1).
Disamping itu juga diperoleh informasi: โKaryawan lalai/berleha-leha, tidak komit
terhadap produksiโ, โkaryawan sering menghilangโ, โAdanya sistem karyawan tidak tetap
sehingga tingkat keluar masuk perusahaan mereka tinggiโ yang berakibat lamanya
penyelesaian ketidakpuasan pelanggan (PK2).
Sumber : Hasil penelitian
191
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai modus jawaban responden
terhadap dua indikator dimensi/sub variabel pengambilan keputusan tepat waktu
adalah 3. Hal ini mencerminkan bahwa secara umum kemampuan perusahaan
menyelesaikan masalah perbedaan pendapat yang mungkin menghambat proses
produksi dan penyelesaian ketidakpuasan pelanggan di industri kreatif fashion
produk tekstil di Jawa Barat cukup cepat. Kecepatan penanganan perbedaan
pendapat memiliki persentase yang lebih dominan (56,6%) dibandingkan
indikator penyelesaian ketidakpuasan pelanggan (51,9%) pada nilai modus 3.
Oleh karena indikator yang paling banyak dipilih rensponden adalah 3, maka
dimensi/sub variabel pengambilan keputusan tepat waktu bisa dikatakan cukup
tinggi.
Dari dua indikator tersebut, jumlah responden yang memberi penilaian 3
terhadap indikator penyelesaian masalah perbedaan pendapat (PK1) lebih banyak
dibanding responden yang memberikan penilaian 3 untuk indikator penyelesaian
ketidakpuasan pelanggan (PK2). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
perusahaan lebih mampu secara cepat dalam menangani perbedaan pendapat
dibandingkan menyelesaikan ketidakpuasan pelanggan. Penanganan perbedaan
pendapat (PK1) cukup cepat dilakukan karena pengusaha memegang peranan
sentral di perusahaan. Komunikasi yang terbentuk bersifat top-down. Namun
demikian, penanganan perbedaan pendapat terkadang terkendala tidak
diketahuinya penyebab masalah yang sesungguhnya sehingga membuat
pengambilan keputusan menjadi tertunda, ataupun ketakutan pemilik atau pelaku
usaha mengambil keputusan karena menimbulkan resiko tertentu.
192
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa
kecepatan menyelesaian ketidakpuasan pelanggan terkadang masih terhambat
karena kurangnya jumlah karyawan ataupun keterlambatan penyelesaian
pekerjaan oleh karyawan. Pola pengelolaan karyawan dengan pola ikatan kerja
yang bersifat informal/tidak tetap membuat karyawan memiliki komitmen yang
rendah, serta dengan mudah juga berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan
yang lain di dalam sentra. Selain itu, rendahnya komitmen karyawan, terutama
karyawan tidak tetap, dalam menyelesaikan tugasnya sehingga sering
menyebabkan produk tidak selesai tepat waktu adalah juga merupakan hambatan
lain yang dirasakan. Pada kenyataannya di sentra pakaian justru banyak
perusahaan yang mempekerjakan karyawan tidak tetap tersebut yang terdiri atas
warga sekitar tempat usaha. Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa
masih terdapat ruang untuk meningkatkan kapabilitas pengambilann keputusan
agar mencapai nilai modus 4 dan bahkan 5, jika kendala-kendala yang ada bisa
diatasi.
Keterlambatan perusahaan dalam menangani perbedaan pendapat dan
penyelesaian ketidakpuasan pelanggan bisa menghambat upaya perusahaan untuk
meraih keunggulan. Sebagaimana dinyatakan oleh Eisenhardt and Martin (2000)
bahwa potensi untuk meraih keunggulan bersaing yang berkelanjutan tidak hanya
terkait seberapa mampu perusahaan mengubah sumber daya, namun juga seberapa
cepat mereka melakukannya. Hal ini sejalan dengan semangat kapabilitas dinamis
yang pertama kali dikemukakan oleh Teece et al. (1997) bahwa kapabilitas
193
dinamis terkait dengan kemampuan merekonfigurasi dan mentransformasi sumber
daya sebelum pesaing melakukannya.
3. Implementasi perubahan
Implementasian perubahan adalah kemampuan untuk mengeksekusi dan
mengkoordinasikan keputusan strategis dan perubahan perusahaan, yang
melibatkan beragam proses manajerial dan organisasional, tergantung pada sifat
dari tujuan dan tugas khusus yang dibutuhkan (Harreld, O'Reilly, & Tushman,
2007). Dimensi/sub variabel ini diukur dengan dua indikator yakni melalui
kualitas sistem penghargaan, dan sistem pengendalian karyawan.
Tanggapan responden terkait implementasi perubahan disajikan sebagai
berikut:
Tabel 4. 4
Dimensi/Sub Variabel Implementasi Perubahan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
tidak
mampu)
2
(Tidak
mampu)
3
(Cukup
mampu)
4
(Mampu)
5
(Sangat
mampu) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Sistem
penghargaan
karyawan (IP1)
4 1,3 23 7,7 172 57,9 87 29,3 11 3,7 3
Sistem
pengendalian
karyawan (IP2)
3 1,0 13 4,4 178 59,9 69 23,2 34 11,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala yang sering ditemui: โKurang sinkronnya keinginan perusahaan dengan karyawanโ,
โkaryawan tidak mau tahuโ, โkaryawan sering berpindah pekerjaanโ, โkaryawan sudah
terbiasa dengan pola kerja yang lamaโ, โkaryawan tidak tetap, susah mencari karyawan
terutama yang memiliki keterampilanโ, sehingga sistem tidak terlalu berdampak (IP1,
IP2).
Sumber : Hasil penelitian
194
Data pada tabel di atas terlihat bahwa bahwa nilai modus jawaban
responden terhadap dua indikator dimensi/sub variabel implementasi perubahan
adalah 3. Hal ini mencerminkan bahwa sistem penghargaan dan pengendalian
karyawan cukup mampu memotivasi dan memastikan karyawan mengikuti
ketentuan perusahaan. Sistem pengendalian karyawan memiliki persentase
frekuensi yang lebih besar (59,9%) dibandingkan indikator sistem penghargaan
karyawan (57,9%) pada nilai modus 3. Oleh karena indikator yang paling banyak
dipilih rensponden adalah 3, maka dimensi/sub variabel implementasi perubahan
bisa dikatakan cukup tinggi. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa masih
terdapat ruang untuk meningkatkan pengimplementasian perubahan agar
mencapai nilai modus 4 dan 5.
Terkait sistem penghargaan karyawan (IP1), wawancara dengan koordinator
kampoeng rajut Binong Jati Kota Bandung dan pemilik usaha pakaian jadi
berbahan denim di daerah Soreang, Kabupaten Bandung, mengungkap informasi
bahwa rata-rata nilai insentif terhadap karyawan antar perusahaan di sentra
industri itu relatif hampir sama yakni basisnya adalah per-penyelesaian pekerjaan.
Menaikkan insentif secara signifikan juga tidak mudah, karena akan berpengaruh
terhadap harga produk yang kurang kompetitif. Menaikkan insentif berarti
menaikkan harga harga pokok produksi dan kenaikan harga pokok produksi akan
menyebabkan harga jual yang juga lebih tinggi dibandingkan pesaing.
Sedangkan terkait sistem pengendalian karyawan (IP2) sudah dimulai
semenjak pengusaha mengkomunikasikan jenis dan model produk yang akan
dibuat kepada karyawan disertai dengan target waktu penyelesaiannya. Sesudah
195
itu karyawan akan diminta membuat satu buah produk contoh untuk diperiksa
kembali oleh pengusaha. Jika dirasakan kualitas produk sudah sesuai harapan,
maka tahap produksi dimulai. Umpan balik dari pengusaha dan karyawan akan
diberikan sepanjang proses produksi.
Pentingnya pengimplementasian perubahan sudah disinggung oleh literatur
terdahulu yang menyatakan bahwa peluang dan tantangan yang ditemui
perusahaan saat ini, berkemungkinan sudah tidak relevan dengan tujuan dan
strategi yang selama ini dikembangkan. Oleh karenanya, perusahaan harus
mampu memodifikasi, menghentikan atau mencari sumberdaya baru dan merubah
model bisnis yang ada agar bisa sejalan dengan kebutuhan saat ini. Perubahan
tersebut akan bisa dilaksanakan jika didukung oleh seluruh elemen organisasi
(Koryak et al., 2015). Artinya, perubahan menuntut keterlibatan seluruh individu
di dalam organisasi (Kelley, Peters, & O'Connor, 2009). Untuk memastikan
keterlibatan karyawan, maka diperlukan sistem penghargaan (Rufaidah & Sutisna,
2015) dan pengendalian terhadap karyawan (Noble, 1999; Li & Liu, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pada umumnya responden
menilai setiap dimensi/sub variabel, dan variabel kapabilitas dinamis berada pada
skala 3 dari skala maksimal 5. Hal tersebut berarti bahwa kapabilitas dinamis
cukup tinggi yang direpresentasikan oleh kondisi bahwa kadang-kadang
perusahaan melakukan penginderaan secara strategis, perusahaan cukup cepat
membuat keputusan dan perusahaan cukup mampu mengimplementasikan
perubahan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Namun demikian,
196
hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa masih terdapat ruang untuk
meningkatkan kapabilitas dinamis perusahaan untuk mencapai skala 4 ataupun 5.
Berdasarkan uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa secara umum
kapabilitas dinamis atau kemampuan perusahaan untuk memperbarui sumberdaya
yang dimiliki serta mengelolanya termasuk dalam kategori cukup tinggi. Hal
tersebut ditunjukkan bahwa kadang-kadang perusahaan melakukan penginderaan
strategis, perusahaan cukup cepat dalam pengambilan keputusan dan perusahaan
cukup mampu dalam mengimplementasikan perubahan.
4.2.2. Manajemen Pengetahuan Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di
Jawa Barat
Manajemen pengetahuan merupakan proses untuk memperoleh,
menciptakan, mengembangkan, mensosialisasikan dan menggunakan pengetahuan
untuk menyelesaikan masalah di pekerjaan serta untuk mencapai tujuan
organisasi. Hasil pengolahan nilai rata-rata indikator perdimensi/sub variabel dari
variabel manajemen pengetahuan industri kreatif fashion produk tekstil di Jawa
Barat adalah sebagai berikut:
1. Penciptaan Pengetahuan
Penciptaan pengetahuan meliputi akuisisi pengetahuan secara eksternal dan
melakukan uji coba pengetahuan secara internal berdasarkan pengalaman yang
dimiliki. Penciptaan pengetahuan diukur dengan tiga indikator: menghadiri acara
pelatihan, pencarian informasi dari sumber lainnya dan melakukan uji coba. Hasil
pengolahan jawaban responden terkait dimensi/sub variabel penciptaan
pengetahuan disajikan pada tabel berikut:
197
Tabel 4. 5
Dimensi/Sub Variabel Penciptaan Pengetahuan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Tidak
pernah)
2
(Hampir
tidak
pernah)
3
(Kadang-
kadang)
4
(Sering)
5
(Sangat
sering) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Menghadiri acara
pelatihan (PP1) 91 30,6 65 21,9 98 33,0 27 9,1 14 4,7 3
Pencarian
informasi dari
sumber lainnya
(PP2)
28 9,4 9 3,0 142 47,8 99 33,3 19 6,4 3
Melakukan uji
coba (PP3) 14 4,7 23 7,7 122 41,1 103 34,7 35 11,8 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Perusahaan jarang menghadiri pelatihan. Karena tidak memperoleh informasi. Kalaupun
mendapat informasi, perusahaan juga tidak ikut karena: kesibukan produksi, topik yang
kurang relevan, keberlanjutan program yang tidak dirasakan dan pengajar yang dipandang
tidak menguasai lapangan (PP1).
Pencarian informasi terkendala kesibukan sehari-hari karena mengejar target produksi.
Jarang membaca. Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa mereka kurang
menguasai teknologi informasi disamping tidak stabilnya jaringan internet yang dimiliki
sehingga tidak memungkinkan pencaharian informasi secara online (PP2)
Uji coba pembuatan produk atau proses baru di perusahaan terkendala masalah alat dan
teknologi produksi yang rendah (mesin sudah tua dan manual) (PP3).
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas, maka terlihat bahwa nilai modus untuk setiap
indikator dari dimensi/sub variabel penciptaan pengetahuan adalah 3. Hal ini
berarti bahwa secara umum kemampuan perusahaan melakukan akuisisi
pengetahuan eksternal dan melakukan ujicoba secara internal berdasarkan hasil
kombinasi pengetahuan baru dan pengalaman masa lalu tergolong cukup efektif.
Pencarian informasi dari sumber lainnya memiliki persentase terbesar (47,8%)
dibandingkan indikator lain pada nilai modus 3. Sedangkan menghadiri pelatihan
adalah indikator dengan persentase terendah (33,0%) pada nilai modus 3.
198
Penciptaan pengetahuan terkait dengan upaya pengembangan ide-ide baru
melalui interaksi pengetahuan tacit dan explicit manusia (Nonaka, 2007; Durst &
Runar Edvardsson, 2012). Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penciptaan
pengetahuan terjadi sebagai hasil interaksi sosial. Penciptaan pengetahuan akan
meningkatkan proses, membantu dalam pengidentifikasian peluang dan
mendorong inovasi (Popadiuk & Choo, 2006). Penciptaan pengetahuan bisa
didukung oleh perusahaan melalui pemberian waktu kepada anggota organisasi
untuk melakukan eksperimen (Gupta & Govindarajan, 2000). Pengetahuan tidak
hanya diproduksi secara internal, namun juga dari sumber eksternal. Pada IKM
dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, maka mencari pengetahuan dari
luar organisasi menjadi pilihan yang sering diambil (Egbu, Hari, & Renukappa,
2005).
Hasil wawancara dan pengolahan informasi kualitatif menunjukkan bahwa
memang perusahaan jarang terlibat di pelatihan baik karena tidak memperoleh
informasi, kesibukan di pekerjaan yang tinggi, maupun tidak merasa bahwa topik
dan pengajarnya relevan. Khusus untuk pelatihan yang diselenggarakan
pemerintah, terdapat pandangan responden bahwa pelatihan yang diselenggarakan
tidak jelas keberlanjutannya. Seolah-olah pelatihan hanya menghabiskan anggaran
karena targetnya adalah jumlah peserta yang terlatih, bukan dampak dari
pelatihan. Terkadang topik pelatihan dari pemerintah juga tidak up to date.
Sehingga kemanfaatannya dirasakan rendah. Justru perlatihan ataupun acara
sharing session yang diselenggarakan oleh komunitas dirasa lebih memiliki nilai
199
informasi yang penting. Karena biasanya yang melakukan sharing adalah anggota
yang sudah sukses. Sehingga memberi bukti nyata kepada para peserta.
Sedangkan pencarian informasi dari sumber lainnya (PS2) dilakukan
melalui bermacam media seperti TV, media sosial ataupun informasi langsung
dari konsumen. Terkait indikator melakukan uji coba (PP3), berdasarkan
wawancara diketahui bahwa pengembangan produk di dalam perusahaan
cenderung melalui proses modifikasi atas produk yang sudah ada. Dengan
demikian bahwa aktifitas uji coba adalah sesuatu yang cukup sering dilakukan
perusahaan guna menghasilkan produk yang diinginkan. Uraian tersebut di atas
mengindikasikan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan nilai modus
indikator dari 3 menjadi 4, atau 5, jika kendala-kendala yang ada bisa
diselesaikan.
2. Transfer Pengetahuan
Transfer pengetahuan adalah aktifitas mensosialisasikan dan
mendesiminasikan pengetahuan kepada orang lain sehingga bisa dikonfigurasi
ulang oleh pihak lain tersebut. Dimensi/sub variabel ini diukur dengan
menggunakan tiga indikator. Hasil pengolahan atas jawaban responden disajikan
pada tabel berikut ini:
200
Tabel 4. 6
Dimensi/Sub Variabel Transfer Pengetahuan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Tidak
pernah)
2
(Hampir
tidak
pernah)
3
(Kadang-
kadang)
4
(Sering)
5
(Sangat
sering) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Menggali
pengetahuan
karyawan (TP1)
6 2,0 13 4,4 130 43,8 126 42,4 21 7,1 3
Mendorong
kegiatan berbagi
pengetahuan (TP2)
1 0,3 8 2,7 110 37,0 152 51,2 26 8,8 4
Menggunakan
internet dan media
sosial untuk berbagi
pengetahuan (TP3)
21 7,1 24 8,1 122 41,1 93 31,3 37 12,5 3
B. Data Kualitatif
Terdapat aktifitas komunikasi dua arah dengan karyawan baik secara verbal maupun melalui
media seperti whatsapp (TP1), meskipun belum menyeluruh.
Kendala:
ketidakpedulian karyawan akan informasi baru dan enggan menerima informasi baru tersebut.
Pendidikan karyawan rendah sehingga sulit diberi pemahaman (TP1,TP2).
Pengetahuan pengusaha juga tidak banyak, relatif sama dengan karyawan (TP1, TP3)
Tidak semua informasi bisa dibagi, karena karyawan bisa berkhianat. Ketakutan bahwa
karyawan akan melakukan penjiplakan, untuk kemudian menjadi pesaing atau pindah ke
perusahaan lain dengan membawa informasi tersebut (TP1, TP2, TP3).
โTidak semua karyawan menggunakan androidโ (TP3).
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai modus untuk indikator
menggali pengetahuan karyawan (TP1) dan menggunakan internet dan media
sosial untuk berbagi pengetahuan (TP3) adalah 3. Sedangkan nilai modus untuk
indikator mendorong kegiatan berbagi pengetahuan (TP2) adalah 4. Hal ini
mencerminkan bahwa mayoritas perusahaan kadang-kadang menggali
pengetahuan karyawan dan menggunakan internet dan media sosial untuk berbagi
pengetahuan. Sedangkan kegiatan mendorong aktivitas berbagi pengetahuan
sering dilakukan. Oleh karena indikator yang paling banyak dipilih rensponden
201
adalah 3, maka dimensi/sub variabel transfer pengetahuan bisa dikatakan cukup
efektif.
Berbeda dengan perusahaan besar, maka pada IKM aktifitas diskusi dan
berbagi pengetahuan tidak bersifat formal (Desouza & Awazu, 2006). Pada IKM,
struktur organisasi pendek, budaya terbuka yang mendukung transfer pengetahuan
dan mendorong kolaborasi (Hamdam & Damirchi, 2011). Maka kebanyakan IKM
menggunakan pendekatan tidak terstruktur dalam menjalankan aktivitas
pembelajaran. Kegiatan berbagi pengetahuan mungkin terjadi di koridor (Yew
Wong & Aspinwall, 2004) ataupun di acara pesta anggota organisasi (Durst &
Wilhelm, 2012). Namun demikian, pelaku usaha atau manajer IKM terkadang
juga menyimpan aliran pengetahuan agar tidak mengalir keluar perusahaan.
Sehingga mereka menutup pintu transfer pengetahuan dari pemilik kepada
karyawan (Durst & Runar Edvardsson, 2012).
Hal ini terkonfirmasi dari hasil pengolahan data kualitatif kuesioner.
Pengusaha mengatakan bahwa tidak semua informasi yang bisa ditransfer kepada
karyawan. Salah satu alasannya adalah ketakutan bahwa karyawan bisa
berkhianat. Karyawan melakukan penjiplakan, kemudian menjadi pesaing atau
pindah ke perusahaan lain. Sehingga isu kepercayaan juga mempengaruhi transfer
pengetahuan di IKM. Sebagaimana dinyatakan Durst and Runar Edvardsson
(2012) bahwa aktifitas berbagi pengetahuan memerlukan waktu khusus dan
menyangkut masalah kepercayaan.
Jika dibandingkan lebih jauh, indikator menggunakan internet dan media
sosial untuk berbagi pengetahuan (TP3) adalah indikator dengan frekuensi
202
perusahaan yang menjawab paling sedikit (41,1%) untuk nilai modus 3.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa keberadaan
teknologi whatsapp mempermudah komunikasi antar karyawan. Sehingga alur
komunikasi sekarang tidak harus melalui pengusaha, namun bisa terjadi antar
karyawan. Pengusaha merasa bahwa kecenderungan seperti ini menguntungkan
mereka. Namun demikian, terdapat juga pengusaha ataupun karyawan yang belum
menggunakan alat komunikasi yang sudah berbasis internet, ataupun sudah
menggunakan namun masih kesulitan dalam pengoperasiannya. Terutama hal
tersebut terjadi pada pengusaha/karyawan dengan usia kurang lebih 50 tahun ke
atas. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah disampaikan oleh Tapscott (2008)
bahwa generasi Baby Boomers (kelahiran tahun sebelum 1965) dan Generasi X
(kelahiran antara 1965-1976) bukanlah generasi yang tidak mampu menggunakan
teknologi, namun demikian kemampuan mereka beradaptasi terhadap
perkembangan dan memanfaatkan teknologi tersebut tidaklah sebaik generasi
sesudahnya yaitu Generasi Y (kelahiran antara 1977-1997), Generasi Z (kelahiran
1998-2010) dan generasi Alpha (kelahiran 2011 dan sesudahnya). Generasi yang
lebih muda juga lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat multitasking dan
mengeksplorasi teknologi lebih dari sekedar alat komunikasi. Berdasarkan
pengelompokan tersebut, maka Baby Boomers dan Generasi X kelahiran 1965-
1969 sudah memasuki usia 50 tahun atau lebih pada tahun 2019 ini. Bahkan
sekitar 8% pengusaha yang menjadi responden pada penelitian ini berusia 50
tahun atau lebih (lihat gambar 4.3). Oleh karena itu, tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi mereka untuk melakukan transfer pengetahuan dengan bantuan
203
teknologi. Namun jika kendala tersebut bisa diatasi, maka masih terdapat peluang
untuk meningkatkan nilai modus menjadi 4 atau 5.
3. Aplikasi Pengetahuan
Aplikasi pengetahuan adalah pemanfaatan pengetahuan guna meningkatkan
kompetensi perusahaan. Melalui aplikasi pengetahuan perusahaan bisa mendorong
penciptaan produk baru, perubahan strategi, perubahan perilaku, penyelesaian
masalah dan menciptakan efisiensi. Dimensi/sub variabel aplikasi pengetahuan
diukur dengan menggunakan tiga dimensi/sub variabel: pengetahuan dari
kesalahan masa lalu, pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan menciptakan
penghematan. Hasil pengukuran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4. 7
Dimensi/Sub Variabel Aplikasi pengetahuan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Pengetahuan dari
kesalahan masa
lalu (AP1)
3 1,0 57 19,2 159 53,5 50 16,8 26 8,8 3
Pengalaman masa
lalu untuk
penyelesaian
masalah (AP2)
5 1,7 31 10,4 166 55,9 69 23,2 26 8,8 3
Pengetahuan
masa lalu untuk
menciptakan
penghematan
(AP3)
4 1,3 31 10,4 153 51,5 84 28,3 25 8,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Pengetahuan dan pengalaman masa lalu tidak mudah diaplikasikan begitu saja, karena
terkendala modal, teknologi/ peralatan produksi dan kemampuan sumberdaya manusia
(AP1, AP2, AP3).
Terkadang perusahaan sudah fokus dengan model dan pengetahuan yang ada, sehingga
melupakan informasi baru (AP1, AP2, AP3).
Sistem yang ada di perusahaan tidak mendukung penerapan informasi baru yang
diperoleh (AP1, AP2, AP3).
Sumber : Hasil Penelitian
204
Tabel di atas memberikan informasi bahwa nilai modus dimensi/sub
variabel aplikasi pengetahuan adalah 3. Hal ini berarti kemampuan mayoritas
perusahaan memanfaatkan pengetahuan dari kesalahan masa lalu, menggunakan
pengalaman masa lalu untuk menyelesaikan masalah saat ini, ataupun
menggunakan pengalaman masa lalu untuk menciptakan penghematan biaya saat
ini cukup efektif. Penggunaan pengalaman masa lalu untuk penyelesaian masalah
(AP2) memiliki persentase terbesar (55,9%) dibandingkan indikator lain pada
nilai modus 3. Sedangkan penggunaan pengetahuan masa lalu untuk menciptakan
penghematan (AP3) adalah indikator dengan persentase terendah (33,0%) pada
nilai modus 3.
Pengaplikasian pengetahuan tergantung dari daya serap dan pemahaman
karyawan tentang kapan dibutuhkan pengetahuan tersebut dan dimana
pengetahuan tersebut bisa diperoleh (Szulanski, 2003 di dalam Wee & Chua,
2013). Bahkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa teknologi untuk
menyimpan pengetahuan hanyalah alat semata. Hal yang paling tetaplah
pengetahuan yang ada di pikiran pelaku usaha (Yew Wong & Aspinwall, 2004;
Zhang & Sundaresan, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa pengusaha
diperoleh informasi bahwa kecenderungan umum yang terjadi pada industri
fashion produk tekstil adalah gaji karyawan dan biaya listrik yang cenderung terus
naik, sementara harga bahan baku yang berfluktuasi seiring dengan turun-naiknya
nilai tukar rupiah terhadap dollar. Kondisi itu menyebabkan harga pokok produk
cenderung terus naik. Sementara itu kondisi persaingan sangat ketat, siklus mode
205
yang pendek, produk gampang ditiru, entry barrier yang rendah, dan harga pasar
yang sudah terbentuk. Akibatnya adalah margin yang dinikmati perusahaan juga
berfluktuasi. Penghematan biaya dari sisi biaya listrik dan bahan baku berada
diluar kontrol perusahaan. Tekanan dari permintaan kenaikan gaji disiasati dengan
memberikan benefit lain kepada karyawan, seperti: pemberian pinjaman (cash
bon), bantuan berobat keluarga, biaya sunat anak dan membangun suasana
kekeluargaan melalui komunikasi intensif. Sedangkan harga bahan baku yang
mahal disiasati dengan membeli bahan baku substitusi dengan kualitas yang
hampir sama, namun dengan harga yang lebih murah. Sehingga harga jual produk
tetap kompetitif dengan margin yang relatif besar.
Kendala yang sering ditemui dalam pengaplikasian pengetahuan adalah
keterbatasan sumber daya perusahaan baik modal, peralatan produksi, metode
kerja maupun sumber daya manusia. Budaya dan cara kerja yang selama ini sudah
turun temurun juga menjadi penghalang untuk mengaplikasikan pengetahuan
baru. Berdasarkan wawancara dengan pelaku usaha di Sentra Rajut Binong Jati,
Kota Bandung, diperoleh informasi bahwa banyak pelaku usaha yang sudah
merasa nyaman dengan produk dan cara kerja yang selama ini menguntungkan.
Padahal produk yang ada saat ini sudah semakin tergerus produk impor ataupun
tidak kompetitif seiring kenaikan harga bahan baku. Oleh sebab itu diperlukan
pembaharuan cara berfikir bagi perusahaan di industri kreatif fashion akan
pentingnya pengaplikasian pengetahuan berdasarkan pengelaaman masa lalu
untuk memperbaiki kondisi saat ini, maupun masa mendatang. Kedepannya, tentu
206
masih terdapat ruang untuk meningkatkan nilai modus 3 menjadi 4 atau 5, jika
kendala-kendala di atas bisa diatasi.
Cohen and Levinthal (1989) menyatakan perusahaan perlu mengenali nilai
dari suatu informasi, mengasimilasinya dan kemudian mengaplikasikannya untuk
tujuan komersial. Hal ini mereka sebut sebagai daya serap (absorptive capacity).
Terdapat dua penghalang absorptive capacity yang efektif (Cohen & Levinthal,
1990; Zahra & George, 2002). Penghalang pertama adalah karakteristik
pengetahuan eksternal yang ada. Sedangkan penghalang yang kedua adalah
sumber daya internal perusahaan seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman
dan kemampuan belajar (Cohen & Levinthal, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pada umumnya responden
menilai setiap dimensi/sub variabel, dan variabel manajemen pengetahuan berada
pada skala 3 dari skala maksimal 5. Artinya menurut pendapat mayoritas
responden bahwa kadang-kadang perusahaan melakukan penciptaan pengetahuan,
kadang-kadang melakukan transfer pengetahuan dan aplikasi pengetahuan cukup
tinggi. Oleh sebab itu, masih terdapat ruang untuk meningkatkan kualitas
manajemen pengetahuan untuk mencapai skala 4 ataupun 5.
Berdasarkan uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa secara umum
manajemen pengetahuan termasuk dalam kategori cukup efektif. Hal tersebut
ditunjukkan bahwa kadang-kadang perusahaan melakukan pencaharian informasi
dan melakukan uji coba, mendorong aktivitas sosialisasi pengetahuan pada orang
lain dan cukup tinggi dalam mengaplikasikan pengetahuan.
207
4.2.3. Modal Intelektual Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di Jawa
Barat.
Modal Intelektual adalah sekumpulan sumber daya tidak berwujud yang
dimiliki oleh perusahaan yang memiliki potensi untuk mendukung upaya
perusahaan mencapai kinerja yang tinggi. Hasil pengolahan nilai modus indikator
perdimensi/sub variabel dari variabel modal intelektual industri kreatif fashion
produk tekstil di Jawa Barat adalah sebagai berikut:
1. Modal Manusia
Modal manusia merupakan kombinasi pengetahuan, keterampilan, pengalaman
serta perilaku yang melekat pada karyawan, termasuk kemampuannya
menghasilkan pengetahuan baru bagi perusahaan. Modal manusia merupakan
bagian paling penting dari modal intelektual (Delgado-Verde et al., 2016).
Apalagi di industri kreatif yang menyandarkan kreasi produknya dari kreatifitas,
keterampilan dan bakat manusia. Manusia adalah pemilik kreatifitas, keterampilan
dan bakat, yang kemudian menjadi masukan untuk proses kreatif yang terjadi
sehingga menghasilkan produk/layanan.
Tanggapan responden terkait modal manusia disajikan pada tabel berikut:
208
Tabel 4. 8
Dimensi/Sub Variabel Modal Manusia
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah/
tidak
pernah)
2
(Rendah/
hampir
tidak
pernah)
3
(Cukup
tinggi/
Kadang-
kadang)
4
(Tinggi/
Sering)
5
(Sangat
tinggi/
Sangat
sering)
Mo
dus
F % F % F % F % F %
Pengalaman
karyawan (MM1) 3 1,0 17 5,7 210 70,7 53 17,8 14 4,7 3
Keterampilan
karyawan
(MM2) 3 1,0 13 4,4 223 75,1 49 16,5 9 3,0 3
Pendekatan baru
dalam pemecahan
masalah
(MM3) 2 0,7 10 3,4 154 51,9 115 38,7 16 5,4 3
Kemampuan
menangani
persoalan tidak
terduga (MM4) 1 0,3 53 17,8 171 57,6 59 19,9 13 4,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Karyawan berpendidikan formal rendah, namun pengalaman kerja cukup tinggi. Karyawan
cenderung mudah berpindah keperusahaan lain yang menawarkan insentif yang lebih tinggi
(MM1)
Keterampilan karyawan monoton (terampil dipekerjaan saat ini, namun terbatas untuk model
baru). Sementara permintaan produk terus berubah, variasi produk dari pesaing banyak dan
produk mudah ditiru. Karyawan cenderung enggan jika harus berganti-ganti model produk
karena harus mempelajari kembali karena waktu pengerjaan barang menjadi panjang.
Sementara mereka dibayar per-pekerjaan yang dilakukan. Pengusaha juga ditarget waktu
karena berjualan ke pasar tradisional pada hari Senin, Kamis dan Jumat. Setiap minggu ada
tuntutan membawa model baru. Motivasi dan minat karyawan mempelajari keterampilan
baru masih rendah. Etos kerja rendah (MM2)
Permintaan pasar yang dinamis menuntut kreatifitas dan kejelian menangkap peluang
(MM3), meskipun terkadang tidak selalu berhasil ataupun ketakutan menanggung resiko
(MM4)
Sumber: Hasil Penelitian
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai modus setiap indikator pada
dimensi/sub variabel modal manusia bernilai 3. Hal ini berarti bahwa pengalaman
dan keterampilan karyawan cukup tinggi, kadang-kadang perusahaan
menggunakan pendekatan baru dalam pemecahan masalah, dan kemampuan
perusahaan menangani persoalan tidak terduga cukup tinggi. Diantara empat
209
indikator dimensi/sub variabel modal manusia, maka indikator โketerampilan
karyawan (MM2)โ memiliki nilai persentase frekuensi paling tinggi (75,1%)
untuk nilai modus 3. Oleh karena indikator yang paling banyak dipilih rensponden
adalah 3, maka dimensi/sub variabel modal manusia bisa dikatakan cukup tinggi.
Berdasarkan pengolahan profil responden pada gambar 4.2. diperoleh
informasi bahwa mayoritas pendidikan formal karyawan adalah SLTP (39%).
Hasil wawancara juga menunjukkan demikian. Namun demikian, pengalaman dan
keterampilan informal mereka dipekerjaan dipandang cukup tinggi oleh responden
(MM1 = 70,7% dan MM2 = 75,1%).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa memang ketika
merekrut karyawan pun, perusahaan cenderung mencari karyawan yang sudah
cukup berpengalaman dan memiliki keterampilan teknis sesuai kebutuhan
pekerjaan. Sehingga karyawan bisa langsung bekerja dan tidak menghabiskan
banyak waktu untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dan
keterampilan yang bersifat informal dipersepsikan sebagai hal yang penting bagi
perusahaan ketika melakukan perekrutan karyawan. Sedangkan Mayoritas
pengusaha, sebagaimana bisa dilihat pada gambar 4.2, berpendidikan SD/sederajat
(36%). Namun dengan pengalaman mayoritas (50%) responden yang sudah 5
tahun atau lebih di bisnis yang dijalani saat ini (lihat gambar 4.3), maka
pengusaha cukup banyak memperoleh pengetahuan dari pengalaman bisnis
mereka tersebut.
Dari hasil wawancara mendalam juga diperoleh informasi bahwa
meskipun keterampilan karyawan cukup tinggi, namun keterampilan tersebut
210
cenderung monoton (terampil dipekerjaan saat ini, namun terbatas untuk model-
model baru). Sementara permintaan dari sisi konsumen cenderung bervariasi dari
waktu ke waktu. Karyawan cenderung enggan jika harus berganti-ganti model
produk. Mempelajari model baru berarti waktu pengerjaan produk menjadi lebih
lama. Sementara mereka dibayar per-potong yang diselesaikan. Pengusaha juga
ditarget waktu karena berjualan ke pasar tradisional pada hari Senin dan Kamis
(Pasar Tanah Abang), serta Jumat (Pasar Tegalgubug). Setiap minggu harus
membawa model baru, sesuai tuntutan pasar. Sehingga, membuat model baru
tidak hanya menjadi beban bagi karyawan, namun juga berarti kehilangan peluang
penjualan bagi pengusaha jika karyawan bekerja terlalu lama.
Indikator pendekatan baru dalam pemecahan masalah (MM3) adalah
indikator dengan nilai persentase frekuensi yang paling rendah (51,9%) dibanding
indikator lainnya pada nilai modus 3. Padahal, permintaan pasar yang dinamis
menuntut kreatifitas dan kejelian menangkap peluang. Kemampuan menghasilkan
pendekatan baru dalam pemecahan masalah adalah salah satu perilaku yang
mengindikasikan kreatifitas improvisasional yakni percampuran antara intuisi dan
spontanitas yang menghasilkan pengetahuan yang terimprovisasi (Vera,
Nemanich, Vรฉlez-Castrillรณn, & Werner, 2016). Kreatifitas improvisasional
bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba, namun merupakan kapasitas belajar yang
bisa dikelola oleh organisasi (Cunha, Neves, Clegg, & Rego, 2015). Oleh karena
itu, kemampuan ini masih bisa ditingkatkan pada industri kreatif fashion produk
tekstil di Jawa Barat.
211
Sedangkan terkait indikator kemampuan menangani persoalan tidak
terduga (MM4) menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan di industri kreatif
fashion produk tekstil cukup tinggi dalam menghadapi situasi yang tidak terduga
sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diperoleh informasi bahwa
perusahaan di sentra industri sebahagian besar adalah usaha turun-temurun
keluarga. Kulturnya adalah bahwa perusahaan cenderung bekerja dengan cara
kerja yang juga diturunkan oleh orang tuanya kepada generasi berikutnya.
Sehingga yang terbentuk adalah budaya yang sudah nyaman dengan apa yang
sudah dimiliki dan apa yang sudah mereka prediksikan. Oleh karena itu ada
perusahaan yang menjadi gagap pada saat situasi tidak sesuai dengan harapan
mereka. Terkadang respon yang diberikan tidak selalu berhasil. Sehingga
memunculkan ketakutan atas kemungkinan resiko yang terjadi. Olah karena itu,
kemampuan untuk secara spontan mampu menangani persoalan yang tidak
terduga di dalam organisasi perlu ditingkatkan lebih lanjut. Dengan demikian,
nilai modus 3 pada indikator-indikator modal manusia bisa ditingkatkan menjadi
4 atau 5.
2. Modal Struktural
Modal struktural merupakan akumulasi pengetahuan yang tersimpan
dalam organisasi dalam bentuk database, proceeding, paten, lisensi, merek,
manual dan struktur organisasi dan sebagainya. Modal struktural merupakan
modal intelektual yang akan tetap tinggal di dalam organisasi meskipun individu
sudah meninggalkan organisasi. Pada penelitian ini modal struktural diukur
212
dengan dua indikator yakni: pembuatan prosedur tertulis (MS1) dan dokumentasi
informasi (MS2)
Tanggapan responden terkait modal struktural disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 4. 9
Dimensi/Sub Variabel Modal Struktural
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Tidak
ada / tidak
pernah)
2
(Sedikit /
hampir
tidak
pernah)
3
(Cukup
banyak /
Kadang-
kadang)
4
(Banyak /
Sering)
5
(Sangat
banyak /
Sangat
sering)
Mo
dus
F % F % F % F % F %
Prosedur tertulis
(MS1) 65 21,9 113 38,0 76 25,6 29 9,8 14 4,7 2
Dokumentasi
informasi (MS2) 43 14,5 58 19,5 145 48,8 41 13,8 10 3,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Secara khusus belum meluangkan waktu untuk membuat prosedur tertulis ataupun
mendokumentasikan informasi yang diperoleh. Alasan yang sering dikemukakan adalah โlupa
untuk mendokumentasikanโ, โmalasโ, โtidak ada waktuโ, โtidak tahu caranyaโ, โtidak punya
peralatan untuk mendokumentasikanโ. Namun ada juga sebahagian yang sudah menyusun
catatan sederhana di papan tulis ataupun yang disebar melalui whatsapp, sehingga bisa menjadi
pedoman karyawan. Umumnya prosedur kerja disampaikan melalui komunikasi verbal dan
sifatnya informal. Pada perusahaan dengan jumlah karyawan yang banyak, maka sudah mulai
ada pencatatan informasi yang disimpan dalam komputer kerja pengusaha (MS1 dan
MS2).
Sumber: Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas, maka bisa dilihat bahwa pada dimensi/sub
variabel modal struktural, indikator prosedur tertulis (MS1) memiliki nilai modus
2 dan indikator dokumentasi informasi (MS2) memiliki nilai modus 3. Hal ini
berarti bahwa pembuatan prosedur tertulis sedikit. Perusahaan kadang-kadang
melakukan pencatatan informasi. Namun kalau dilihat lebih jauh berdasarkan
dimensi/sub variabelnya, mayoritas responden yang memilih nilai modus 3 (145
orang) lebih banyak daripada yang memilih nilai 2 (113 orang). Dengan demikian,
213
bisa dikatakan bahwa dimensi/sub variabelnya modal struktural tergolong cukup
tinggi. Tentu saja, nilai modus dimensi/sub variabel ini masih berpeluang untuk
ditingkatkan jika kendala-kendala yang ada bisa diperbaiki.
Modal struktural tercipta saat pengetahuan menjadi milik organisasi
(Edvinsson, 1997). Modal struktural bisa dilihat sebagai peralatan dan arsitektur
yang diselenggarakan oleh organisasi untuk mempertahankan dan membagi
pengetahuan keseluruh aktivitas bisnis (Cabrita & Bontis, 2008). Individu di
dalam organisasi tidak akan pernah mencapai potensi tertingginya jika sistem dan
prosedur organisasi kurang mendukung (Bontis, Crossan, & Hulland, 2002).
Dengan demikian, modal struktural berperan sebagai infrastruktur bagi modal
manusia (Chen, Lai, & Wen, 2006).
Indikator pembuatan prosedur tertulis memiliki nilai modus paling rendah
dibandingkan indikator lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang
ada di perusahaan masih bersifat tacit (melekat pada pikiran pengusaha) atau
belum banyak yang didokumentasikan kedalam bentuk tertulis. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam dan pengolahan data kualitatif kuesioner diperoleh
informasi bahwa kesadaran untuk membuat prosedur tertulis di perusahaan masih
rendah karena perusahaan belum melihat manfaat / belum merasa butuh untuk
melakukannya, atau bahkan tidak tahu bagaimana membuat sebuah prosedur
tertulis. Disamping itu juga ada yang menyatakan bahwa kondisi kerja di dalam
perusahaan mereka sangat dinamis, mengikuti permintaan pasar yang cenderung
terus berubah. Sehingga catatan prosedur tertulis kadang tidak bisa mengikuti
dinamika perubahan pekerjaan yang demikian cepat. Komunikasi verbal secara
214
langsung antara pengusaha dan karyawan lebih sering dilakukan dibandingkan
membuat prosedur kerja tertulis.
Jikapun sudah membuat catatan, maka bisanya bentuknya sangat
sederhana seperti pada papan tulis yang dipajang ditempat kerja. Isinya adalah
petunjuk-petunjuk umum yang harus diperhatikan karyawan terkait pekerjaan dan
target yang harus dicapai. Fungsinya sebagai informasi kepada karyawan dan
sekaligus alat kontrol pekerjaan oleh pengusaha. Disamping itu ada juga
pengusaha yang mengandalkan penggunaan media komunikasi whatsapp untuk
menginformasikan perintah kerja kepada karyawan dengan pertimbangan lebih
mudah disebar dan ditelusuri kembali jika dibutuhan.
Lebih jauh, sistem dokumentasi informasi lain seperti pencatatan
informasi keuangan masih jarang dilakukan oleh pengusaha. Jikapun ada,
bentuknya sangat sederhana dan bahkan ada yang hanya mengandalkan insting
semata. Ada juga pengusaha yang pernah mendapat pelatihan dari lembaga
pemerintah terkait penggunaan software pencatatan keuangan. Namun pengusaha
merasa bahwa software tersebut sangat rumit dan tidak fleksibel sehingga tidak
pernah digunakan. Namun demikian, pada perusahaan dengan jumlah karyawan
yang mulai berkembang, maka sudah mulai ada pencatatan informasi yang
disimpan dalam komputer kerja pengusaha.
Pada penelitian ini, mayoritas perusahaan (255 buah perusahaan)
tergolong usaha kecil dengan 5-19 orang karyawan (lihat gambar 4.1). Sehingga
kondisi tersebut cukup menjelaskan penyebab minimnya pencatatan yang
dilakukan perusahaan, dan terpusatnya pengetahuan yang bersifat tacit pada
215
pengusaha. Namun seiring dengan pertumbuhan usaha, maka perusahaan mau
tidak mau harus membuat catatan tertulis agar fokus pengusaha bisa kepada hal-
hal lain yang lebih bersifat stratejik. Ditambah lagi, sebagaimana bisa dilihat pada
gambar 4.1, 73% lama usaha perusahaan yang menjadi sampel berkisar sekitar 5
tahun atau lebih. Sehingga kecenderungan kedepannya dengan semakin
berkembangnya perusahaan, maka kebutuhan untuk membuat catatan tertulis
semakin penting.
Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Daft (2007)
bahwa pada IKM, pengawasan langsung ditangani pemilik usaha dengan aturan
formal yang minim. IKM memiliki struktur yang pendek, gaya manajemen yang
dinamis, informal dan tidak birokratis (Durst & Runar Edvardsson, 2012).
Sehingga pengetahuan dalam bentuk tertulis sangat minim. Umumnya
pengetahuan tersimpan dalam bentuk tacit sehingga melekat pada pemikiran
pengusaha atau karyawan inti (Durst & Runar Edvardsson, 2012; Wee & Chua,
2013).
Dibandingkan perusahaan besar, IKM sangat jarang berinvestasi pada
sistem informasi dan komunikasi yang canggih karena dibatasi oleh sumber daya
yang mereka miliki (Baptista Nunes, Annansingh, Eaglestone, & Wakefield,
2006). Banyak IKM yang masih menggunakan metode pencatatan sederhana atau
melakukan penyimpanan informasi pada hard drive komputer (Egbu et al., 2005).
Penyimpanan pengetahuan dan informasi yang relevan dengan kebutuhan
digunakan untuk mencegah kesalahan dikemudian hari, karena menjadi pedoman
216
kerja oleh karyawan. Dokumen tersebut dibuat dan divalidasi oleh pengusaha
untuk menjaga keakuratannya (Wong & Aspinwall, 2005).
3. Modal Relasional
Modal relasional terkait dengan hubungan perusahaan dengan pihak
ekternal perusahaan seperti stakeholder, konsumen, pemasok dan lain sebagainya.
Modal relasional diukur dengan menggunakan empat indikator yakni : kemitraan
dengan pasar dan komersial, sektor publik dan asosiasi/komunitas, serta jumlah
informasi yang diperoleh dari kemitraan. Jawaban responden terkait modal
relasional disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 10
Dimensi/Sub Variabel Modal Relasional
C. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah/
tidak
pernah)
2
(Rendah/
hampir
tidak
pernah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Kemitraan
dengan pasar dan
komersial (MR1)
41 13,8 39 13,1 142 47,8 60 20,2 15 5,1 3
Kemitraan
dengan sektor
publik (MR2)
92 31,0 76 25,6 94 31,6 22 7,4 13 4,4 3
Kemitraan
dengan asosiasi/
komunitas (MR3)
58 19,5 50 16,8 121 40,7 55 18,5 13 4,4 3
Jumlah informasi
(MR4) 27 9,1 91 30,6 142 47,8 21 7,1 15 5,1 3
D. Data Kualitatif
Kendala :
โkurang bersosialisasi/ berkomunikasi dengan pihak lainโ, โkurang punya jaringanโ, โtidak
percaya dengan mitraโ, โtakut terjadi penjiplakan oleh mitraโ, trauma karena โpenipuan oleh
mitra, transaksi non tunai / cek kosong, barang dibawa kaburโ, โsering salah paham dengan
mitraโ, โsering salah persepsiโ dan โtidak tahu bagaimana cara memulainyaโ (MR1, MR2,
MR3, MR4)
Sumber: Hasil penelitian
217
Dari tabel di atas terlihat bahwa bahwa nilai modus tiap indikator pada
dimensi/sub variabel modal relasional adalah 3. Hal ini mencerminkan bahwa
secara umum hubungan yang dibangun oleh perusahaan dengan pihak eksternal,
beserta pengetahuan yang mereka peroleh dari hubungan yang terbangun tersebut
termasuk kategori cukup tinggi. Tabel di atas juga memperlihatkan bahwa nilai
persentase frekuensi tertinggi pada nilai modus 3 adalah kemitraan dengan dengan
pasar dan komersial (MR1) dengan nilai 47,8% dan jumlah informasi (MR4) yang
diperoleh dengan nilai juga 47,8%. Hal ini berarti bahwa kerjasama dengan mitra
pasar komersial, terutama dengan konsumen cukup tinggi, dan jumlah informasi
yang diperoleh juga cukup tinggi. Namun kemitraan dengan sektor publik (MR2)
memiliki nilai persentase frekuensi terendah yakni 31,6%. Hal ini berarti
perusahaan tidak terlalu banyak terlibat kerjasama dengan sektor publik seperti
lembaga pemerintah ataupun perguruan tinggi. Oleh karena indikator yang paling
banyak dipilih rensponden adalah 3, maka dimensi/sub variabel modal relasional
bisa dikatakan cukup tinggi.
Martรญn-de Castro (2015) menyatakan bahwa modal relasional memegang
peranan sangat penting bagi perusahaan karena modal relasional berfungsi untuk
menghubungkan pihak-pihak yang berbeda. Hubungan dengan pihak luar
terutama sekali sangat penting bagi IKM. Berbeda dengan perusahaan besar yang
secara tradisional mengandalkan kapabilitas internalnya untuk melakukan inovasi,
pada IKM hal tersebut tidak semudah itu dilaksanakan. IKM dibatasi oleh
keterbatasan sumberdaya terutama keuangan dan modal manusia. Meskipun
strukturnya kecil dan lebih fleksibel terhadap perubahan, namun IKM
218
membutuhkan hubungan dengan pihak luar agar bisa memenuhi keterbatasan
sumber daya yang mereka miliki (Iturrioz et al., 2015).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan pengolahan data kualitatif
kuesioner diketahui bahwa kemitraan dengan pasar dan komersial yang jamak
dilakukan adalah dalam bentuk perjanjian/kontrak penyediaan produk dengan
konsumen tertentu. Perusahaan menjadi pemasok barang terhadap konsumen
tersebut.
Terkait kemitraan dengan sektor publik seperti lembaga pemerintah,
banyak perusahaan yang tidak melakukannya karena merasa bahwa program
pemerintah sering tidak berkesinambungan. Kegiatan yang dilakukan dipandang
hanya untuk sekedar menghabiskan anggaran sehingga kemanfaatan yang
dirasakan kecil. Program juga sering tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Sebagai contoh, perusahaan pernah meminta pemerintah melakukan
pendampingan dalam bentuk pelatihan tentang metode penjualan online melalui
media facebook. Namun pendampingan tersebut baru dilakukan oleh pemerintah
pada dua tahun berikutnya, sehingga relevansinya hilang. Contoh lain adalah
dinas perindustrian dan perdagangan sering meminta agar perusahaan menjalin
kerjasama dengan pengusaha luar negeri. Atas inisiatif sendiri, perusahaan
melalui koordinator sentra industri mengundang pengusaha dari Malaysia untuk
datang ke Indonesia untuk melakukan business matching. Sesudah didatangkan,
namun pemerintah seolah berlepas tangan terkait administrasi perizinan dan lain
sebagainya. Sehingga perusahaan merasa bahwa pemerintah terkadang hanya
melakukan lips service semata.
219
Namun ada juga responden yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak
punya waktu untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah karena kesibukan mengejar target produksi. Terdapat juga
nada pesimis bahwa yang diajak terlibat pada kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah adalah pengusaha yang dekat dengan pemerintah saja. Sehingga
peluang untuk ikut serta sangat minim.
Lebih jauh, kemitraan dengan komunitas/asosiasi (MR3) biasanya
berbentuk berbagi informasi tentang produk dan peluang usaha. Kendala yang
sering muncul terkait masalah kemitraan adalah bahwa perusahaan merasa masih
sangat sibuk dengan urusan produski sehingga kurang bersosialisasi dengan pihak
lain/kurang punya jaringan. Disamping itu terdapat juga kendala ketidakpercayaan
terdahap mitra karena berpeluang terjadinya penjiplakan oleh mitra ataupun
penipuan oleh mitra. Ada juga responden yang mengalami trauma karena pernah
ditipu oleh mitra dan merasa sulit membangun kesamaan pemahaman dengan
mitra. Disamping itu juga terdapat kendala bahwa perusahaan tidak memiliki
pengtahuan cara untuk membangun kemitraan dengan pihak lain. Berdasarkan
uraian di atas, bisa dilihat bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan
nilai modus dari 3 menjadi 4 atau 5 jika kendala yang ditemui bisa diselesaikan.
4. Modal kewirausahaan
Modal kewirausahaan terkait dengan kompetensi dan komitmen
kewirausahaan anggota organisasi yang ditunjukkan oleh perilaku berani
mengambil resiko, mengambil keputusan secara tegas, dan kemampuan
220
mengidentifikasi peluang bisnis baru. Hasil pengolahan data deskriptif terkait
modal kewirausahaan ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 11
Dimensi/Sub Variabel Modal kewirausahaan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Keberanian
mengambil risiko
(MK1)
5 1,7 49 16,5 166 55,9 56 18,9 21 7,1 3
Kemampuan
mengambil
keputusan secara
tegas (MK2)
5 1,7 29 9,8 188 63,3 57 19,2 18 6,1 3
Kemampuan
mengidentifikasi
peluang bisnis
baru (MK3)
1 0,3 37 12,5 145 48,8 80 26,9 34 11,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
terdapat kekhawatiran terutama terkait: โbarang yang terlanjut dibuat dan distok tidak laku,
sehingga rugiโ, โkhawatir sudah membuat barang, namun variasi produk berubah, sehingga
model sudah tidak relevanโ (MK1, MK2).
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel di atas terlihat bahwa bahwa mayoritas nilai modus tiap
indikator pada dimensi/sub variabel modal kewirausahaan adalah 3. Sehingga
dimensi/sub variabel modal kewiraiusahan termasuk kategori cukup tinggi. Hal ini
dicerminkan dari indikator keberanian mengambil resiko (MK1), kemampuan
mengambil keputusan secara tegas (MK2), dan kemampuan mengidentifikasi
peluang bisnis baru (MK3) tergolong cukup tinggi. Nilai persentase frekuensi
tertinggi pada nilai modus 3 adalah kemampuan mengambil keputusan secara
tegas (MK2) dengan nilai 63,3%. Sedangkan nilai persentase frekuensi terendah
221
pada nilai modus 3 adalah kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis baru
(MK3) dengan nilai 48,8%.
Modal kewirausahaan dihasilkan oleh budaya organisasi yang mendukung
perilaku kewirausahaan (Inkinen et al., 2017). Secara tersirat modal
kewirausahaan terkait dengan modal manusia, karena sebagaimana dinyatakan
oleh Stevenson and Jarillo (1990) bahwa individu adalah pihak yang melakukan
aktifitas kewirausahaan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa
perusahaan cukup mampu mengambil keputusan secara tegas (MK2) karena pada
IKM pengambilan keputusan masih bersifat top down. Namun demikian memang
masih terdapat kekhawatiran bahwa keputusan yang diambil salah karena bisa
menimbulkan resiko kerugian (MK1). Apalagi pada IKM yang kemampuan
permodalan masih terbatas, sehingga kesalahan pengambilan keputusan bisa
mengakibatkan kegagalan perusahaan untuk memperleh tingkat pengembalian
yang optimal atas investasi yang sudah dilakukan.
Sedangkan pengidentifikasian peluang bisnis baru (MK3) selama ini
dilakukan melalui observasi terhadap kecenderungan pasar. Contohnya adalah
banyak perusahan yang saat ini menggeluti bisnis pakaian gamis karena terjadi
penurunan penjualan pakaian dari bahan denim/jeans dan juga pakaian anak-anak.
Hal tersebut terjadi karena membanjirnya produk dari Tiongkok dengan harga
yang murah. Sementara bahan baku pakaian/tekstil dalam negeri tidak mampu
bersaing karena komponen utamanya yakni kapas merupakan barang impor yang
sangat sensitif terhadap naik-turunnya nilai tukar Rupiah ke Dollar Amerika
222
Serikat. Perusahaan yang sebelumnya membuat pakain dari jeans atau pakaian
anak banyak yang beralih ke pakaian gamis.
Namun meskipun kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis baru
cukup tinggi, responden menyatakan bahwa mereka masih merasakan
kekhawatiran bahwa produk yang dibuat tidak laku dipasaran sehingga beresiko
mengalami kerugian (MK1). Sehingga hal itu yang terkadang menghalangi
mereka untuk mengambil keputusan secara cepat terkait peluang bisnis yang ada
(MK2). Kedepan, masih berpeluang untuk meningkatkan nilai modus 3 pada
indikator modal kewirausahan menjadi 4 atau 5, jika kendala yang ada bisa
diatasi.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa mayoritas responden memberi
nilai 3 dari skala maksimal 5 untuk setiap dimensi/sub variabel dari variabel
modal intelektual. Sehingga bisa disimpulkan bahwa secara umum variabel modal
intelektual termasuk dalam kategori cukup tinggi. Artinya menurut pendapat
mayoritas responden bahwa modal intelektual, modal struktural, modal relasional
dan modal kewirausahaan perusahaan cukup tinggi. Oleh karena itu, masih
terdapat ruang untuk meningkatkan kualitas modal intelektual untuk mencapai
skala yang lebih tinggi yakni 4 ataupun 5.
4.2.4. Kinerja Inovasi Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di Jawa
Barat
Kinerja inovasi adalah hasil akhir dari aktivitas pengembangan dan
implementasi produk, metode penciptaan, pemasaran dan pengelolaan organisasi,
yang bersifat baru atau yang mengalami perubahan secara signifikan bagi
223
perusahaan, meskipun belum tentu baru bagi pasar. Hasil pengolahan jawaban
responden terkait variabel kinerja inovasi, disajikan per dimensi/sub variabel
sebagai berikut:
1. Inovasi produk dan estetika
Inovasi produk dan estetika adalah pengenalan barang yang secara
signifikan menggunakan bahan baku yang baru atau memiliki nilai estetika yang
mampu memberikan nilai tambah meskipun secara fungsional tidak jauh
mengalami perubahan. Dimensi/sub variabel ini diukur dengan menggunakan tiga
indikator sebagaimana bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 12
Dimensi/Sub Variabel Inovasi Produk dan Estetika
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Penggunaan
bahan baku baru
(IPE1)
5 1,7 35 11,8 203 68,4 31 10,4 23 7,7 3
Variasi tampilan
produk baru
(IPE2)
11 3,7 39 13,1 170 57,2 64 21,5 13 4,4 3
Desain unik yang
dihasilkan (IPE3) 4 1,3 42 14,1 168 56,6 52 17,5 30 10,1 3
B. Data Kualitatif
Kendala :
Harga bahan baku yang mahal dan susah didapat, modal terbatas, peralatan produksi yang
masih manual dan model yang selalu berubah sehingga susah diikuti (IPE1, IPE2,
IPE3).
Kurangnya ide dan kreatifitas baik karyawan maupun pengusaha dalam menciptakan
produk baru. Sementara perusahaan juga tidak memiliki designer khusus. Sehingga
perusahaan agak susah menciptakan variasi. Jikapun berani berspekulasi, bahan baku susah
didapat dan ada kemungkinan gagal di pasaran (IPE1, IPE2, IPE3).
Sumber : Hasil Penelitian
224
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai modus setiap indikator dari
dimensi/sub variabel inovasi produk dan estetika adalah 3. Oleh karena itu
dimensi/sub variabel inovasi produk dan estetika bisa dikategorikan cukup tinggi.
Mayoritas responden memandang penggunaan bahan baku baru, variasi tampilan
produk baru, dan desain unik yang dihasilkan adalah cukup tinggi. Berdasarkan
tabel di atas juga bisa dilihat bahwa indikator dengan persentase frekuensi
tertinggi untuk nilai modus 3 adalah penggunaan bahan baku baru (IPE1) sebesar
68,4%. Sedangkan indikator dengan persentase frekuensi paling rendah untuk
nilai modus 3 adalah desain unik yang dihasilkan (IPE3) sebesar 56,6%.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa secara umum industri kreatif
lebih inovatif dibanding industri lainnya (Protogerou et al., 2016). Sebagai contoh
penelitian Mรผller et al. (2009) menunjukkan bahwa industri kreatif di Austria
lebih banyak menghasilkan inovasi produk dibanding industri lainnya. Demikian
juga Lee and Rodrรญguez-Pose (2014) dengan menggunakan data di Inggris
menemukan bahwa industri kreatif lebih inovatif dibanding industri lainnya dalam
hal inovasi produk. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Protogerou et al.
(2016) bahwa industri kreatif melebihi tingkat keinovasian industri lainnya dalam
hal inovasi produk dan penelitian pengembangan. Namun tidak dalam hal inovasi
proses dan organisasi.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa
menurut responden, inovasi yang sering dilaksanakan di dalam perusahaan adalah
inovasi produk dan estetika dibanding jenis inovasi lainnya. Bahkan inovasi
produk yang terus menerus dipandang sebagai kunci kelangsungan usaha.
225
Persaingan pasar yang ketat dengan siklus mode yang pendek menuntut
perusahaan untuk terus menerus menghasilkan produk baru dengan variasi dan
keunikan tertentu. Bahkan ada rule of thumb dari responden bahwa paling tidak
perusahaan harus membawa delapan mode baru setiap minggunya ke pasar, jika
ingin terdepan dalam persaingan. Meskipun indikator penggunaan bahan baku
baru (IPE1) adalah yang memiliki persentase frekuensi tertinggi untuk nilai
modus 3, inovasi produk dan estetika sering masih sering terkendala oleh: harga
bahan baku yang mahal, bahan baku yang susah didapat dan yang modal terbatas.
Sedangkan variasi tampilan produk baru (IPE2) dan desain unik yang dihasilkan
(IPE3) terkendala peralatan produksi yang masih manual dan mode yang selalu
berubah sehingga susah diikuti. Disamping itu juga kurangnya ide dan kreatifitas
baik karyawan maupun pengusaha dalam menciptakan produk baru. Sementara
perusahaan juga tidak memiliki designer khusus. Kedepannya jika kendala yang
ada bisa diatasi, maka nilai modus 3 tersebut berpeluang ditingkatkan lagi menjadi
4 atau 5.
2. Inovasi Proses
Inovasi proses merupakan penggunaan metode produksi baru termasuk
metode distribusinya yang baru bagi perusahaan, meskipun tidak baru bagi pasar.
Inovasi proses diukur dengan menggunakan tiga indikator yakni metode produksi
baru, peralatan produksi baru dan metode logistik/distribusi/ pengiriman produk
baru. Hasil pengolahan jawaban responden terkait hal ini disajikan sebagai
berikut:
226
Tabel 4. 13
Dimensi/Sub Variabel Inovasi Proses
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Metode produksi
baru (IPros1) 3 1,0 68 22,9 151 50,8 45 15,2 30 10,1 3
Peralatan
produksi baru
(IPros2)
4 1,3 105 35,4 126 42,4 51 17,2 11 3,7 3
Metode
logistik/distribusi
/ pengiriman
produk baru
(IPros3)
7 2,4 72 24,2 149 50,2 54 18,2 15 5,1 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Perusahaan sudah terbiasa dengan metode yang turun temurun/kultur produksi yang turun
temurun (IPros1).
Peralatan produksi terbatas, masih manual dan sudah tua. Karyawan tidak terbiasa jika
pakai peralatan baru (IPros2).
Ada resiko kegagalan jika pakai cara baru. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman
tentang bagaimana mengubah metode produksi (IPros1, IPros3).
Sumber : Hasil Penelitian
Tabel di atas menyajikan informasi tentang nilai modus setiap indikator
dari dimensi/sub variabel inovasi proses adalah 3. Oleh sebab itu bisa dikatakan
bahwa dimensi/sub variabel inovasi proses termasuk kategori cukup tinggi. Hal
itu dicerminkan dari indikator penggunaan metode produksi baru, peralatan
produksi baru, metode logistik/ distribusi/ pengiriman produk baru yang cukup
tinggi. Berdasarkan tabel di atas, maka bisa dilihat bahwa indikator dengan nilai
persentase frekuensi tertinggi pada nilai modus 3 adalah metode produksi baru
(IPros1) sebesar 50,8%. Diikuti oleh nilai persentase frekuensi Metode
logistik/distribusi/ pengiriman produk baru (IPros3) dan Peralatan produksi baru
(IPros2), masing-masing sebesar 50,2% dan 42,4%.
227
Perusahaan masih merasakan kendala bahwa perusahaan sudah terbiasa
dengan metode /kultur produksi yang turun temurun, sehingga tidak mudah untuk
diubah. Disamping itu juga takut resiko kegagalan jika memakai metode produksi
yang baru. Padahal dengan kondisi modal yang terbatas, harapan perusahaan
adalah bisa menjual stok barangnya secara cepat agar bisa menjadi membiayai
proses produksi selanjutnya. Diperoleh juga informasi bahwa perusahaan merasa
tidak memiliki pengetahuan bagaimana cara untuk mengubah metode produksi
baru. Perusahaan menyadari bahwa pengubahan metode produksi bisa menjadi
jawaban agar mampu menciptakan efisiensi, nilai tambah produk ataupun
kecepatan berproduksi. Namun perusahaan tidak memiliki pengetahuan terkait apa
dan bagaimana untuk mewujudkan hal tersebut.
Indikator yang paling rendah nilai persentase frekuensi pada nilai 3 adalah
penggunaan peralatan produksi yang baru (IPros2). Berdasarkan wawancara
mendalam dan pengolahan data kualitatif kuesioner diperoleh informasi bahwa
peralatan yang sudah usang dan masih manual sebagai salah satu permasalahan
yang mereka hadapi. Kondisi itu menghambat perbaikan produk ataupun proses
yang diinginkan oleh perusahaan. Dengan demikian, keterbatasan teknologi
ataupun peralatan kerja adalah salah satu hambatan yang dirasakan oleh
perusahaan pada industri kreatif fashion produk tekstil yang menjadi sampel pada
penelitian ini. Nilai modus 3 tersebut, berkemungkinan masih bisa ditingkatkan
menjadi 4 atau 5 jika kendala yang ada diperbaiki.
228
Menurut Mรผller et al. (2009), inovasi di industri kreatif berkontribusi
terhadap perekenomian. Baik itu inovasi dalam bentuk penyediaan produk kepada
konsumen maupun dalam bentuk teknologi, prosedur dan rutinitas didalam bisnis
yang bisa meningkatkan efisiensi dan kualitas output perusahaan / inovasi proses.
Dengan demikian, inovasi proses berkaitan erat dengan bagaimana cara yang
ditempuh industri kreatif dalam rangka menghasilkan produk yang dibutuhkan
oleh konsumen. Pada inovasi proses, isu penggunaan teknologi sangatlah penting
karena perubahan proses bisnis menuntut perubahan metode produksi atau sistem
informasi pemprosesan.
3. Inovasi pemasaran
Inovasi pemasaran terkait dengan penggunaan metode pemasaran yang baru
bagi perusahaan meskipun tidak harus baru bagi pasar. Inovasi pemasaran diukur
dengan menggunakan empat indikator yakni: desain/kemasan baru, penempatan
produk di saluran penjualan baru, media atau teknik promosi baru dan metode
penetapan harga baru.
Pengolahan atas jawaban responden terkait inovasi pemasaran disajikan
pada tabel berikut ini:
229
Tabel 4. 14
Dimensi/Sub Variabel Inovasi Pemasaran
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Kemasan baru
(IPM1) 15 5,1 58 19,5 163 54,9 31 10,4 30 10,1 3
Metode
penempatan
produk di saluran
penjualan baru
(IPM2)
16 5,4 75 25,3 159 53,5 28 9,4 19 6,4 3
Media atau
teknik promosi
baru (IPM3)
46 15,5 87 29,3 100 33,7 31 10,4 32 10,8 3
Metode
penetapan harga
(IPM4)
17 5,7 78 26,3 144 48,5 48 16,2 10 3,4 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Kurang ide dan pengetahuan tentang cara pemasaran. Kurang paham cara pemasaran baru
(IPM1,IPM2, IPM3).
Tidak punya tim dan armada pemasaran dan alat transportasi sendiri (IPM2).
Mengharapkan pameran dan bergantung pada event yang diadakan pemerintah (IPM3)
Kurangnya kemampuan melakukan pemasaran online. Pasar tergerus persaingan online.
Kurang promosi. Tempat yang kurang memadai untuk pemasaran (IPM3).
Pasar yang semakin sempit, biaya produksi tinggi dan harga jual sangat bersaing
(IPM4).
Sumber: Hasil penelitian
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa nilai modus setiap indikator pada
dimensi/sub variabel inovasi pemasaran adalah 3. Dengan demikian inovasi
pemasaran bisa dikategorikan cukup tinggi. Hal dicerminkan dari penggunaan
kemasan baru, metode penempatan produk di saluran penjualan baru, media atau
teknik promosi baru, dan metode penetapan harga yang cukup tinggi. Indikator
inovasi pemasaran yang paling rendah nilai persentase frekuensinya adalah
penggunaan media atau teknik promosi baru (IPM3) sebesar 33,7%. Indikator
230
yang paling tinggi persentase frekuensinya adalah penggunaan desain/ kemasan
baru (IPM1) sebesar 54,9%.
Mรผller et al. (2009) menyatakan bahwa inovasi pemasaran akan membantu
industri kreatif untuk membedakan dirinya dari pesaing dan akan membuat diri
mereka lebih menarik bagi industri lain untuk diajak bekerjasama. Karena output
dari industri kreatif bisa menjadi input bagi industri lainnya. Disamping itu,
praktik pemasaran baru bisa juga memainkan peran penting bagi kinerja
perusahaan. Praktek pemasaran sangat penting bagi kesuksesan produk baru. Riset
pasar dan hubungan dengan konsumen akan berpengaruh bagi inovasi produk dan
proses melalui inovasi yang dibutuhkan konsumen (OECD, 2005).
Hasil wawancara mendalam dan pengolahan data kualitatif kuesioner
mendapatkan informasi bahwa selama ini perusahaan cenderung tidak terlalu
agresif dalam menggunakan media atau teknik pemasaran baru. Pemasaran
terutama dengan melakukan penjualan secara langsung ke pasar-pasar tradisional
Tanah Abang di Jakarta (setiap senin dan kamis) atau Pasar Tegalgubug di
Cirebon (hari jumat). Ada juga yang mengandalkan pameran yang diadakan oleh
pemerintah.
Sedangkan penggunaan internet untuk melakukan pemasaran sebagai ciri
revolusi industri 4.0 belum terlalu marak dilakukan. Alasan yang dikemukakan
adalah belum punya pengetahuan tentang online marketing atau akses internet
tidak memadai. Terutama pada pengusaha yang berusia 50 tahun ke atas,
kecenderungan kemampuan penggunaan teknologi jauh lebih rendah dari yang
231
berusia muda. Pada penelitian ini, 8% responden berusia 50 tahun atau lebih (lihat
gambar 4.3).
Lebih jauh, perusahaan yang menjadi sampel juga menyatakan bahwa
mereka belum mempunyai tenaga marketing sendiri yang mengelola penjualan
online. Sementara pengusaha dan karyawan lain sibuk mengejar target produksi.
Namun ada juga responden yang menyatakan bahwa perusahaan mereka memang
diposisikan sebagai feeder bagi para pedagang online. Sehingga mereka sengaja
tidak mau masuk ke perdagangan online karena ingin menjaga kepercayaan dan
pasar dari para pedagang online tersebut. Sehingga pilihan untuk melakukan
perdagangan online adalah sebuah keputusan yang diambil dengan sengaja,
disesuaikan dengan business model yang dijalankan.
Penelitian ini juga memperoleh informasi bahwa tempat usaha mereka yang
kurang memadai untuk pemasaran juga menjadi salah satu kendala dari sisi
pemasaran. Berdasarkan hasil observasi peneliti ke daerah sentra pakaian di
Binong Jati dan Cigondewah (Kota Bandung), Soreang, Kutawaringin dan Kopo
(Kabupaten Bandung), Bayongbong (Kabupaten Garut) dan Tegalgubug
(Kabupaten Cirebon), memang terlihat bahwa sarana dan prasarana yang kurang
memadai untuk menjadi tempat pemasaran. Jalanan yang relatif sempit dan
berlubang untuk dilewati kendaraan roda empat. Sehingga cukup menyulitkan jika
ada pembeli yang datang langsung ke sentra industri untuk mencari produk yang
diinginkan. Nilai modus 3 pada penelitian ini tentu masih berpeluang untuk
ditingkatkan menjadi 4 atau 5, jika hambatan yang ada bisa diselesaikan.
232
4. Inovasi organisasi
Inovasi organisasi terkait dengan pengaturan baru terkait tempat kerja dan
hubungan dengan pihak eksternal yang selama ini belum pernah dilakukan oleh
perusahaan. Inovasi organisasi diukur dengan menggunakan indikator: pengaturan
tanggung jawab dan pengambilan keputusan, serta pengaturan hubungan
eksternal. Hasil pengolahan data kusioner disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4. 15
Dimensi/Sub Variabel Inovasi Organisasi
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Pengaturan
tanggung jawab
dan pengambilan
keputusan
(IO1)
31 10,4 85 28,6 145 48,8 25 8,4 11 3,7 3
Pengaturan
hubungan
eksternal
(IO2)
44 14,8 113 38,0 107 36,0 22 7,4 11 3,7 2
B. Data Kualitatif
Kendala:
Pola pengurusan usaha / iklim pengelolaan usaha yang sudah turun temurun dan sulit
dirubah. Sudah merasa nyaman dengan pola selama ini (IO1).
Menggunakan pola penggunaan karyawan tidak tetap sehingga sulit menerapkan pola baru
(IO1).
Tidak punya mitra yang sesuai (IO2).
Sumber: Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai modus dari indikator
pengaturan tanggung jawab dan pengambilan keputusan (IO1) adalah 3.
Sedangkan nilai modus dari indikator pengaturan hubungan eksternal (IO2)
adalah 2. Hal ini berarti pengambilan keputusan (IO1) cukup tinggi. Sedangkan
pengaturan hubungan eksternal (IO2) adalah rendah. Namun secara umum,
233
frekuensi responden yang memberi penilaian 3 (145 kali) jauh lebih banyak
dibanding yang memberi penilaian 2 (113 kali). Sehingga karena mayoritas
responden memilih 3, maka bisa dikakatan bahwa inovasi organisasi tergolong
cukup tinggi.
Inovasi di tempat kerja meliputi implementasi metode baru untuk
mendistribusikan tanggung jawab dan pengambilan keputusan diantara karyawan.
Metode organisasi baru terkait hubungan eksternal meliputi implementasi cara
membangun hubungan baru dengan pihak eksternal, misalnya dengan
membangun kolaborasi dengan perusahaan lain atau pelanggan, metode baru
dalam mengintegrasikan pemasok, atau melakukan outsourcing (OECD, 2005).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang mengungkapkan bahwa
perusahaan tidak terlalu banyak membangun pola hubungan baru dengan pihak
eksternal dalam tiga tahun terakhir. Alasan yang dikemukakan adalah belum
bertemu mitra yang sesuai atau terlalu sibuk dengan kegiatan produksi sehingga
belum memikirkan tentang hal ini. Ada juga responden yang menyatakan bahwa
mereka punya pengalaman buruk berhubungan dengan pihak eksternal seperti
penipuan yang dilakukan oleh pihak eksternal.
Sedangkan pengaturan tanggung jawab dan pengambilan keputusan (IO1)
sudah cukup tinggi yakni berupa pemberian kesempatan kepada karyawan untuk
mengambil keputusan sesuai tanggung jawab mereka. Namun demikian,
perusahaan tidak bisa terlalu memberi kelonggaran mengingat pola pengurusan
usaha / iklim pengelolaan usaha yang sudah turun-temurun dan sulit dirubah
dimana semua keputusan bersifat top down dari pelaku usaha. Pada umumnya
234
perusahaan sudah merasa nyaman dengan pola selama ini. Disamping itu
perusahaan juga mempekerjakan karyawan tidak tetap dimana karyawan bisa
dengan berpindah pekerjaan, sehingga perusahaan tidak bisa begitu saja
memberikan kebebasan untuk mengatur tanggung jawab dan pengambilan
keputusan sendiri kepada karyawan.
Sedangkan pengaturan hubungan eksternal dalam tiga tahun terakhir ini
termasuk kategori rendah karena perusahaan tidak banyak menggunakan metode
baru dalam mengatur hubungan eksternal. Nilai modus 2 dan 3 pada penelitian ini
tentu masih berpeluang ditingkatkan jika kendala-kendala yang suudah dijelaskan
di atas bisa diperbaiki.
Berdasarkan uraian per indikator dan per dimensi/sub variabel di atas,
terlihat bahwa pada umumnya responden menilai kinerja inovasi berada pada
skala 3 dari skala maksimal 5. Artinya menurut pendapat mayoritas responden
bahwa kinerja inovasi tergolong cukup tinggi. Masih terdapat ruang untuk
meningkatkan kinerja inovasi untuk mencapai skala yang lebih tinggi yakni 4
ataupun 5.
4.2.5. Kinerja Perusahaan Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di Jawa
Barat
Kinerja perusahaan adalah hasil akhir dari aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan dalam waktu tertentu, yang diukur dengan menggunakan standar-
standar tertentu. Pengolahan data yang dikumpulkan melalui kuesioner disajikan
per dimensi/sub variabel sebagai berikut:
235
1. Pelanggan
Dimensi/sub variabel pelanggan terkait dengan sejauhmana perusahaan
mampu meningkatkan jumlah pelanggan dan memenuhi kepuasan pelanggan.
Hasil pengolahan data untuk dimensi/sub variabel ini disajikan sebagai berikut:
Tabel 4. 16
Dimensi/Sub Variabel Pelanggan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Pertumbuhan
pelanggan (Pel1) 4 1,3 32 10,8 201 67,7 40 13,5 20 6,7 3
Kepuasan
pelanggan (Pel2) 1 0,3 9 3,0 183 61,6 62 20,9 42 14,1 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Adanya anggapan bahwa โkalau sudah ada pelanggan bagus kenapa harus mencari lagi?
Satu saja cukup asal bisa memenuhiโ, โharus punya banyak modal untuk melakukan hal
iniโ. Harga bahan baku naik. karyawan kurang kreatif. Tidak berani berspekulasi. Selera
pasar cepat berubah, barang dari luar negeri banyak (Pel1, Pel1 ).
Sumber: Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai modus setiap indikator dari
dimensi/sub variabel pelanggan adalah 3. Hal ini berarti dimensi/sub variabel
pelanggan cukup tinggi.
Perusahaan yang memiliki fokus pelanggan yang kuat, tidak hanya
mengalahkan pesaing mereka dalam jangka panjang melalui pemenuhan kepuasan
pelanggan secara konsisten, namun juga akan dapat meningkatkan laba
perusahaan dalam jangka waktu yang pendek (Best, 2014). Dengan demikian,
pemenuhan harapan pelanggan akan berdampak bagi kesehatan finansial
perusahaan sekaligus bisa menjadi keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
236
Diantara dua indikator dimensi/sub variabel pelanggan, nilai persentase
frekuensi pertumbuhan pelanggan (Pel1) untuk nilai modus 3 sebesar 67,7%, lebih
besar dibandingkan kepuasan pelanggan (Pel2) sebesar 61,6%. Berdasarkan hasil
wawancara diperoleh informasi bahwa upaya mengejar pertumbuhan dan
kepuasan pelanggan terhalang masalah-masalah seperti: kurang modal, harga
bahan baku yang selalu naik, karyawan kurang kreatif, ketidakberanian
berspekulasi, selera pasar cepat berubah dan maraknya barang impor dari luar
negeri. Nilai modus 3 di atas, tentu masih berpeluang ditingkatkan jika kendala
yang ditemui bisa diselesaikan.
2. Keuangan
Dimensi/sub variabel keuangan terkait dengan capaian kinerja perusahaan
dalam hal pertumbuhan penjualan, penghematan biaya dan pertumbuhan laba.
Hasil pengolahan data kuesioner disajikan pada tabel berikut ini:
237
Tabel 4. 17
Dimensi/Sub Variabel Keuangan
A. Data Kuantitatif
Indikator
1
(Sangat
rendah)
2
(Rendah)
3
(Cukup
tinggi)
4
(Tinggi)
5
(Sangat
tinggi) Mo
dus
F % F % F % F % F %
Pertumbuhan
penjualan (Keu1) 2 0,7 22 7,4 208 70,0 52 17,5 13 4,4 3
Penghematan
biaya (Keu2) 4 1,3 56 18,9 172 57,9 54 18,2 11 3,7 3
Pertumbuhan
laba (Keu3) 4 1,3 47 15,8 191 64,3 41 13,8 14 4,7 3
B. Data Kualitatif
Kendala:
Banyaknya pesaing dengan harga yang relatif sama dan bahkan harga di bawah harga
standar. Sehingga harga jual dengan harga produksi tidak seimbang. Model yang relatif
sama. Maraknya produk luar negeri. Belum melakukan pemasaran online/kurangnya
melakukan pemasaran (Keu1).
Harga bahan baku, biaya listrik dan gaji karyawan yang terus naik. Jika harga bahan pokok
ditekan, maka produk kurang berkualitas (Keu2).
Karyawan yang keluar dan masuk mempengaruhi produksi dan penjualan, sehingga juga
mempengaruhi laba (Keu1, Keu3).
Sumber: Hasil penelitian
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai modus setiap indikator pada
dimensi/sub variabel keuangan adalah 3. Hal ini berarti bahwa dimensi/sub
variabel keuangan tergolong cukup tinggi. Hal tersebut mencerminkan bahwa
pertumbuhan penjualan, penghematan biaya dan pertumbuhan laba tergolong
cukup tinggi.
Menurut Niven (2006), menghasilkan laba adalah tujuan perusahaan yang
berorientasi bisnis. Kinerja keuangan memberi petunjuk apakah strategi dan
implementasinya memberi kontribusi terhadap laba perusahaan atau tidak.
Melalui indikator keuangan, maka upaya yang dilakukan perusahaan seperti
memenuhi harapan konsumen melalui serangkaian aktivitas untuk menghasilkan
238
beragam produk, perbaikan proses, metode pemasaran dan pengelolaan
organisasi, akan bisa dinilai kontribusinya terhadap tujuan perusahaan.
Dari tabel di atas terlihat bahwa pertumbuhan penjualan (Keu1) adalah
indikator dengan persentase frekuensi tertinggi pada nilai modus 3 yakni 70,0%.
Sedangkan penghematan biaya (Keu2) adalah indikator dengan persentase
frekuensi terkecil yaitu sebesar 57,9%. Dari hasil wawancara mendalam dan
pengolahan data kualitatif kuesioner diperoleh informasi bahwa pertumbuhan
penjualan terkendala banyaknya pesaing dengan harga yang relatif sama atau
bahkan dengan harga yang di bawah standar. Sehingga harga jual dengan harga
produksi tidak seimbang. Disamping itu model pakaian yang dihasilkan yang
relatif sama dengan barang yang dijual di pasaran. Persaingan produk juga
semakin diperketat oleh kenyataan bahwa banyak produk luar negeri yang beredar
di pasar. Sementara dari sisi perusahaan, banyak yang belum melakukan kegiatan
pemasaran secara aktif baik konvensional maupun online. Perusahaan cenderung
menjual produk melalui saluran-saluran penjualan tradisional sebagaimana
kebiasaan selama ini.
Pada sisi penghematan biaya terdapat kendala berupa harga bahan baku,
biaya listrik, dan upah karyawan yang cenderung naik. Akibatnya adalah harga
jual yang juga terus naik. Jika dilakukan efisiensi pada harga pokok produksi,
maka kecenderungan yang terjadi adalah kualitas produk menjadi tertekan. Oleh
karena hambatan pada sisi penjualan dan semakin meningkatnya harga pokok,
maka pertumbuhan laba juga mengalami hambatan. Jika perusahaan bisa
239
menyelesaikan kendala-kendala tersebut, tentu saja nilai modus 3 tersebut di atas
masih bisa ditingkatkan lebih jauh.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pada umumnya responden
menilai setiap dimensi/sub variabel kinerja perusahaan sebagai cukup tinggi. Oleh
sebab itu bisa dikatakan bahwa variabel kinerja perusahaan termasuk cukup
tinggi. Masih terdapat ruang untuk meningkatkan kinerja perusahaan untuk
mencapai skala yang lebih tinggi yakni 4 ataupun 5 yang berarti tinggi atau sangat
tinggi.
4. 3 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini terdapat lima hipotesis penelitian yaitu :
1. Kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan mempengaruhi modal
intelektual baik secara simultan maupun parsial di industri kreatif fashion
produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
2. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual
mempengaruhi kinerja inovasi baik secara simultan maupun parsial di industri
kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
3. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja
inovasi mempengaruhi kinerja perusahaan baik secara simultan maupun
parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
4. Kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan mempengaruhi kinerja
inovasi melalui modal intelektual baik secara simultan maupun parsial di
industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi Jawa Barat.
240
5. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual
mempengaruhi kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi baik secara
simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil di Provinsi
Jawa Barat.
Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti menggunakan teknik analisis
Structural Equation Modeling dengan model order kedua (second order) melalui
pendekatan variance based atau lebih dikenal dengan Partial Least Square (PLS).
Model order kedua berarti bahwa model penelitian terdiri dari dua level
abstraksi/konstruk, yaitu abstraksi/konstruk level pertama (first order) dan
abstraksi/konstruk level kedua (second order) (Hair, Hult, Ringle, & Sarstedt,
2017). Pada model order kedua, pengukuran outer model dilakukan dua tahapan,
yakni: 1.) pengukuran dari manifest/indikator ke abstraksi level pertama, dan 2.)
pengukuran dari abstraksi level pertama ke abstraksi level kedua. Pengukuran
abstraksi level pertama dan kedua dalam penelitian ini bersifat reflektif-reflektif,
yang berarti bahwa indikator merefleksikan dimensi/sub variabel, dan dimensi/sub
variabel merefleksikan variabel.
Model reflektif adalah model yang menyatakan perubahan indikator
merupakan respon dari perubahan variabel yang diukur. Berikut akan dibahas
model pengukuran dan model struktural penelitian.
4.3.1. Pengukuran/Outer Model
Analisis model pengukuran bertujuan untuk menguji apakah dimensi/sub
variabel dan indikator yang digunakan untuk mengukur variabel laten valid dan
241
reliabel, sekaligus mengidentifikasi dimensi/sub variabel dan indikator mana yang
paling berkaitan dengan variabel laten penelitian. Informasi ini sangat diperlukan
dalam upaya mengalisis lebih jauh setiap variabel penelitian. Karena dalam
analisis lanjutan, hanya perlu diperhatikan dimensi/sub variabel dan indiktor mana
yang secara statistik memiliki kaitan erat dengan variabel latennya.
Diagram jalur lengkap penelitian ini disajikan pada gambar 4.4. Hasil
bootstrapping dengan SmartPLS 3.2.8 yang dipakai pada penelitian ini disajikan
pada lampiran 5. Sedangkan koefisien korelasi variabel laten disajikan pada
lampiran 6.
243
4.4.1.1. Pengukuran Kapabilitas Dinamis
Variabel laten kapabilitas dinamis diukur menggunakan tiga dimensi/sub
variabel yaitu dimensi/sub variabel penginderaan strategis, pengambilan
keputusan dan implementasi perubahan. Setiap dimensi/sub variabel diukur lagi
dengan menggunakan beberapa indikator. Analisis validitas konvergen,
reliabilitas dan validitas diskriminan dari setiap indikator dalam mengukur
dimensi/sub variabel, dan setiap dimensi/sub variabel dalam mengukur variabel
kapabilitas dinamis dijelaskan di bawah ini.
Tabel 4. 18
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Kapabilitas Dinamis Order Pertama Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator Loading
Factor Std Dev t-stat CR AVE
Pengindera-
an strategis
Perbandingan usaha
dengan perusahaan
lain (PS1)
0,805 0,031 26,361
0,834 0,626 Diskusi tentang
permintaan pasar
(PS2)
0,799 0,030 26,316
Memantau perubahan
tren (PS3)
0,769 0,043 17,683
Pengambil-
an
keputusan
Kecepatan penanganan
perbedaan pendapat
(PK1)
0,754 0,049 15,356
0,790 0,653
Penyelesaian ketidak-
puasan pelanggan
(PK2)
0,859 0,023 37,411
Implemen-
tasi
perubahan
Sistem penghargaan
karyawan (IP1)
0,917 0,016 59,092
0,907 0,829
Sistem pengendalian
karyawan (IP2)
0,904 0,016 55,094
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5 dan AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
Kesimpulan 1: Semua indikator memenuhi uji validitas konvergen
Kesimpulan 2: Semua indikator memenuhi uji reliabilitas
Kesimpulan 3: Semua indikator berpengaruh signifikan terhadap dimensi/sub
variabel
Sumber: Hasil penelitian
244
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa semua indikator ini memiliki
koefisien validitas (loading factor) yang lebih besar dari 0,5, AVE juga lebih
besar dari pada 0,5, dengan nilai t-statistik atau t-statistik lebih besar dari nilai t-
tabel 1,960. Sehingga disimpulkan semua indikator memenuhi validitas
konvergen. Disamping itu, nilai composite reliability (CR) juga di atas 0,6,
sehingga bisa dikatakan bahwa setiap indikator reliabel.
Dari ketiga indikator dimensi/sub variabel penginderaan strategis, indikator
yang paling dominan dalam mengukur dimensi/sub variabel penginderaan
strategis adalah indikator melakukan perbandingan usaha dengan perusahaan lain
(PS1) yang ditunjukkan melalui nilai loading factor yang terbesar (0,805). Hasil
ini menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap dimensi/sub variabel
penginderaan strategis lebih terkait dengan melakukan perbandingan usaha
dengan perusahaan lain.
Pada dimensi/sub variabel pengambilan keputusan, dari dua indikator yang
ada, maka yang paling dominan dalam mengukur dimensi/sub variabel
pengambilan keputusan adalah lama waktu dihabiskan untuk menyelesaikan
masalah ketidakpuasan pelanggan (PK2) sebesar 0,859. Indikator ini adalah
indikator yang paling mampu menggambarkan dimensi/sub variabel pengambilan
keputusan.
Dimensi/sub variabel implementasi perubahan diukur menggunakan dua
indikator. Dari kedua indikator, maka indikator yang paling dominan dalam
mengukur dimensi/sub variabel implementasi perubahan adalah indikator
kemampuan sistem penghargaan/insentif untuk memotivasi karyawan mengikuti
245
ketentuan yang berlaku (IP1) sebesar 0,917. Hasil ini menunjukkan bahwa
persepsi responden terhadap dimensi/sub variabel implementasi perubahan lebih
terkait dengan kemampuan sistem penghargaan/insentif untuk memotivasi
karyawan mengikuti ketentuan yang berlaku. Artinya bahwa perusahaan
memperoleh kapabilitas dinamis berdasarkan implementasi perubahan tercermin
dari adanya sistem penghargaan yang diberikan kepada karyawan untuk
berperilaku sesuai dengan harapan pemilik usaha.
Tabel 4. 19
Validitas Diskriminan Konstruk Kapabilitas Dinamis Order Pertama
Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator Penginderaan
Strategis
Pengambilan
Keputusan
Implementasi
Perubahan
Penginderaan
strategis
Perbandingan
usaha dengan
perusahaan lain
(PS1)
0,805 0,301 0,266
Diskusi tentang
permintaan
pasar (PS2)
0,799 0,399 0,284
Memantau
perubahan tren
(PS3)
0,769 0,391 0,216
Pengambilan
keputusan
Kecepatan
penanganan
perbedaan
pendapat (PK1)
0,339 0,754 0,269
Penyelesaian
ketidakpuasan
pelanggan
(PK2)
0,401 0,859 0,483
Implementasi
perubahan
Sistem
penghargaan
karyawan (IP1)
0,324 0,464 0,917
Sistem
pengendalian
karyawan (IP2)
0,264 0,406 0,904
โข Kriteria : Setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel
laten yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten
lainnya
โข Kesimpulan: Semua indikator memenuhi uji validitas diskriminan
Sumber : Hasil Penelitian
246
Pada tabel di atas terlihat bahwa setiap blok indikator memiliki loading
lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang diukur dibandingkan dengan
indikator untuk variabel laten lainnya. Sehingga semua indikator memenuhi uji
validitas diskriminan.
Tabel berikutnya menyajikan hasil perhitungan validitas konvergen dan
reliabilitas order kedua dari variabel kapabilitas dinamis.
Tabel 4. 20
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Kapabilitas Dinamis Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Loading
Factor
Standar
Deviasi
t-
statistik AVE CR
Penginderaan strategis 0,773 0,037 21,064
0,782 0,825 Pengambilan keputusan 0,786 0,029 27,561
Implementasi perubahan 0,786 0,025 32,087
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5; AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
โข Kesimpulan 1: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
โข Kesimpulan 2: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji reliabilitas
โข Kesimpulan 3: Semua dimensi/sub variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel
Sumber : Hasil penelitian
Seperti yang telah dijelaskan, variabel laten kapabilitas dinamis diukur
secara reflektif menggunakan tiga dimensi/sub variabel yaitu dimensi/sub variabel
penginderaan strategis, pengambilan keputusan tepat waktu dan implementasi
perubahan. Dilihat dari loading factor sebagaimana disajikan tabel di atas, semua
dimensi/sub variabel ini dapat dinyatakan valid dalam mengukur variabel laten
kapabilitas dinamis dengan koefisien yang lebih besar dari 0,50, nilai AVE di atas
0,5, pada tingkat signifikansi t-statistik lebih besar dibanding t-tabel=1,960.
Sehingga dengan melihat statistik ini dapat disimpulkan bahwa ketiga dimensi/sub
variabel ini memiliki validitas konvergen dalam mengukur variabel kapabilitas
247
dinamis. Pada di atas juga bisa dilihat bahwa composite reliability lebih besar dari
0,6. Sehingga ketiga dimensi/sub variabel variabel kapabilitas dinamis bisa
dikatakan memenuhi syarat kehandalan/reliable.
Dari ketiga dimensi/sub variabel tersebut di atas, dimensi/sub variabel
yang paling dominan dalam mengukur variabel kapabilitas dinamis adalah
dimensi/sub variabel pengambilan keputusan dan implementasi perubahan dengan
loading factor sama-sama mencapai 0,786. Nilai loading factor yang tinggi
mengisyaratkan bahwa terdapat korelasi yang cukup baik antara dimensi/sub
variabel dengan variabel yang diukurnya.
Sedangkan validitas diskriminan tahap kedua dari variabel kapabilitas
dinamis disajikan sebagai berikut:
Tabel 4. 21
Validitas Diskriminan Konstruk Kapabilitas Dinamis Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Penginderaan
Strategis
Pengambilan
Keputusan
Implementasi
Perubahan
Penginderaan Strategis 0,791
Pengambilan Keputusan 0,460 0,808
Implementasi Perubahan 0,324 0,478 0,911
Kriteria : Nilai kriteria Fornell and Larcker/akar kuadrat dari AVE (diagonal hitam) >
nilai korelasi antar variabel laten
Kesimpulan: Instrumen penelitian memenuhi validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
Tabel di atas memperlihatkan bahwa nilai kriteria fornell and larcker atau
akar kuadrat AVE (diagonal) lebih besar dibandingkan nilai korelasi antar
variabel latin lainnya, Hal ini menunjukkan bahwa ketiga dimensi/sub variabel
memenuhi unsur validitas diskriminan dalam mengukur variabel kapabilitas
dinamis.
248
4.4.1.2. Pengukuran Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan dalam penelitian ini diukur menggunakan tiga
dimensi/sub variabel yaitu penciptaan, transfer dan aplikasi pengetahuan. Setiap
dimensi/sub variabel diukur menggunakan beberapa indikator.
Tabel 4. 22
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Manajemen Pengetahuan Order Pertama
Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator
Load-
ing
Factor
Std Dev t-stat CR
AVE
Penciptaan
pengeta-
huan
Menghadiri acara
pelatihan (PP1) 0,715 0,038 19,013
0,844 0,645
Pencarian informasi
dari sumber lainnya
(PP2) 0,874 0,017 50,385
Melakukan uji coba
(PP3) 0,812 0,021 38,330
Tranfer
pengeta-
huan
Menggali
pengetahuan
karyawan (TP1) 0,830 0,021 39,790
0,862 0,675
Mendorong
kegiatan berbagi
pengetahuan (TP2) 0,841 0,018 47,520
Menggunakan
internet dan media
sosial untuk berbagi
pengetahuan (TP3) 0,792 0,025 31,158
Aplikasi
pengeta-
huan
Pengetahuan dari
kesalahan masa lalu
(AP1) 0,803 0,029 27,633
0,859 0,672
Pengalaman masa
lalu untuk
penyelesaian
masalah (AP2) 0,881 0,024 36,650
Pengetahuan masa
lalu untuk
menciptakan
penghematan (AP3) 0,770 0,044 17,626
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5 dan AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
Kesimpulan 1: Semua indikator memenuhi uji validitas konvergen
Kesimpulan 2: Semua indikator memenuhi uji reliabilitas
Kesimpulan 3: Semua indikator berpengaruh signifikan terhadap dimensi/sub
variabel
Sumber : Hasil penelitian
249
Variabel manajemen pengetahuan diukur dengan menggunakan tiga
dimensi/sub variabel dan sembilan indikator. Pada tabel di atas bisa dilihat bahwa
semua indikator memiliki loading factor dan nilai AVE yang lebih besar dari
0,50. Disamping itu, nilai t-statistik juga lebih besar dari nilai t-tabel 1,960
sehingga dapat disimpulkan semua indikator memiliki validitas konvergen.
Dimensi/sub variabel pertama yang digunakan untuk mengukur variabel
manajemen pengetahuan adalah dimensi/sub variabel penciptaan pengetahuan.
Dimensi/sub variabel ini memiliki tiga indikator. Dari ketiga indikator ini,
dimensi/sub variabel yang paling mampu mengukur dimensi/sub variabel
penciptaan pengetahuan adalah indikator melakukan pencarian informasi dari
sumber lainnya (PP2) dengan koefisein loading factor 0,874. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perubahan dalam dimensi/sub variabel penciptaan
pengetahuan akan lebih tercermin dari adanya perubahan dalam indikator ini.
Dimensi/sub variabel transfer pengetahuan diukur menggunakan tiga
indikator. Dari ketiga indikator ini, terlihat bahwa indikator mendorong antar
karyawan untuk saling berbagi pengetahuan (TP2) merupakan indikator paling
dominan dalam mengukur dimensi/sub variabel transfer pengetahuan dengan
loading factor 0,841.
Selanjutnya dimensi/sub variabel ketiga yang digunakan untuk mengukur
variabel laten manajemen pengetahuan adalah dimensi/sub variabel aplikasi
pengetahuan. Dari ketiga indikator, maka yang paling dominan dalam mengukur
dimensi/sub variabel aplikasi pengetahuan adalah menggunakan pengalaman
masa lalu untuk menyelesaikan masalah yang ditemui saat ini (AP2) dengan
250
loading faktor sebesar 0,881. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi responden
terhadap dimensi/sub variabel aplikasi pengetahuan lebih dominan terkait dengan
persepsinya terhadap kemampuan perusahaan menggunakan pengalaman masa
lalu untuk menyelesaikan masalah saat ini.
Hasil pengukuran validitas diskriminan order pertama dari variabel
manajemen pengetahuan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 23
Validitas Diskriminan Konstruk Manajemen Pengetahuan Order Pertama
Dimensi/Sub
Variabel Indikator
Penciptaan
pengetahuan
Transfer
pengetahuan
Aplikasi
pengetahuan
Penciptaan
pengetahuan
Menghadiri acara
pelatihan (PP1) 0,715 0,411 0,286
Pencarian informasi
dari sumber lainnya
(PP2)
0,874 0,569 0,378
Melakukan uji coba
(PP3) 0,812 0,587 0,457
Transfer
pengetahuan
Menggali pengetahuan
karyawan (TP1) 0,508 0,830 0,309
Mendorong kegiatan
berbagi pengetahuan
(TP2)
0,500 0,841 0,461
Menggunakan internet
dan media sosial untuk
berbagi pengetahuan
(TP3)
0,609 0,792 0,400
Aplikasi
pengetahuan
Pengetahuan dari
kesalahan masa lalu
(AP1)
0,372 0,357 0,803
Pengalaman masa lalu
untuk penyelesaian
masalah (AP2)
0,406 0,373 0,881
Pengetahuan masa lalu
untuk menciptakan
penghematan (AP3)
0,380 0,443 0,770
โข Kriteria : Setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten
yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya
โข Kesimpulan: Semua indikator memenuhi uji validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
251
Pada tabel di atas terlihat bahwa ketiga indikator juga memiliki validitas
diskriminan yang baik yang ditunjukkan bahwa nilai loading block indikator
setiap variabel laten yang diukur lebih besar dibandingkan loading block indikator
setiap variabel laten lainnya. Hal ini berarti indikator-indikator memenuhi unsur
validitas diskriminan.
Hasil pengukuran validitas konvergen dan reliabilitas tahap kedua dari
variabel manajemen pengetahuan, maka disajikan sebagai berikut:
Tabel 4. 24
Validitas Konvergen dan Reliabilitas Konstruk Manajemen Pengetahuan
Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Loading
Factor
Standar
Deviasi
t-
statistik AVE CR
Penciptaan pengetahuan 0,862 0,02 42,327 0,831 0,871
Transfer pengetahuan 0,865 0,02 43,225
Aplikasi pengetahuan 0,765 0,033 23,167
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5; AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
โข Kesimpulan 1: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
โข Kesimpulan 2: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji reliabilitas
โข Kesimpulan 3: Semua dimensi/sub variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel
Sumber: Hasil penelitian
Tabel di atas menyajikan data bahwa ketiga dimensi/sub variabel dari
variabel manajemen pengetahuan memiliki loading factor dan nilai AVE yang
lebih besar dari 0,5 dengan nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel=1,960.
Sehingga dapat disimpulkan ketiga dimensi/sub variabel ini memiliki validitas
konvergen dalam mengukur variabel laten manajemen pengetahuan. Ketiga
dimensi/sub variabel ini juga memiliki koefisien reliabilitas yang lebih besar dari
batas minimumnya. Hal ini terlihat dari composite reliability yang lebih besar dari
252
0,6. Sehingga dapat disimpulkan ketiga dimensi/sub variabel ini juga dinyatakan
reliabel dalam mengukur variabel laten manajemen pengetahuan.
Dari ketiga dimensi/sub variabel ini, maka yang paling dominan dalam
mengukur variabel laten manajemen pengetahuan adalah dimensi/sub variabel
transfer pengetahuan sebesar 0,865. Ini menunjukkan bahwa perubahan-
perubahan dalam variabel manajemen pengetahuan akan lebih tercermin dari
perubahan dimensi/sub variabel transfer pengetahuan. Selain itu hasil ini juga
menggambarkan bahwa persepsi responden terhadap manajemen pengetahuan
berkaitan erat dengan persepsi responden terhadap transfer pengetahuan. Artinya
bahwa upaya perusahaan dalam manajemen pengetahuan lebih kuat tercermin dari
upaya menyerap pengetahuan karyawan dan mendorong antar karyawan untuk
saling berbagi pengetahuan. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah disampaikan
oleh Kogut and Zander (1992) bahwa kemampuan perusahaan untuk terus belajar
tergantung kepada transfer dan integrasi informasi, pengetahuan dan ide yang
dikeluarkan oleh anggota organisasi.
253
Tabel 4. 25
Validitas Diskriminan Konstruk Manajemen Pengetahuan Order Kedua
Dimensi/Sub
Variabel
Penciptaan
pengetahuan
Transfer
pengetahuan
Aplikasi
pengetahuan
Penciptaan
pengetahuan 0,803
Transfer pengetahuan 0,658 0,821
Aplikasi pengetahuan 0,472 0,478 0,820
Kriteria : Nilai kriteria Fornell and Larcker/akar kuadrat dari AVE (diagonal hitam) >
nilai korelasi antar variabel laten
Kesimpulan: Instrumen penelitian memenuhi validitas diskriminan
Sumber: Hasil penelitian
Tabel di atas memberikan informasi terkait nilai kriteria Fornell and
Larcker atau akar kuadrat dari AVE yang lebih besar dari nilai korelasi antar
variabel laten. Sehingga dimensi-dimensi/sub variabel manajemen pengetahuan
memiliki validitas diskriminan dalam mengukur variabelnya.
4.4.1.3. Pengukuran Modal Intelektual
Variabel penelitian modal intelektual diukur menggunakan empat
dimensi/sub variabel yaitu modal manusia, modal struktural, modal relasional dan
modal kewirausahaan. Pengukuran validitas konvergen order pertama disajikan
pada tabel berikut:
254
Tabel 4. 26
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Modal Intelektual Order Pertama Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator Load-ing
Factor Std Dev t-stat CR AVE
Modal
manusia
Pengalaman
karyawan (MM1) 0,804 0,032 25,100
0,854 0,594
Keterampilan
karyawan
(MM2)
0,796 0,033 23,928
Pendekatan baru
dalam pemecahan
masalah
(MM3)
0,723 0,043 16,763
Kemampuan
menangani
persoalan tidak
terduga (MM4)
0,757 0,042 17,856
Modal
struktural
Prosedur tertulis
(MSI1) 0,848 0,019 45,098
0,810 0,681 Dokumentasi
informasi (MSI2) 0,801 0,030 26,894
Modal
relasional
Kemitraan dengan
pasar dan
komersial (MRI1)
0,694 0,042 16,561
0,869 0,626
Kemitraan dengan
sektor publik
(MRI2)
0,828 0,025 33,810
Kemitraan dengan
asosiasi/komunitas
(MRI3)
0,845 0,021 40,778
Jumlah informasi
(MRI4) 0,789 0,029 26,833
Modal
kewirausaha
an
Keberanian
mengambil risiko
(MK1)
0,873 0,018 49,433
0,862 0,675
Kemampuan
mengambil
keputusan secara
tegas (MK2)
0,820 0,033 24,629
Kemampuan
mengidentifikasi
peluang bisnis baru
(MK3)
0,770 0,034 22,742
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5 dan AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
Kesimpulan 1: Semua indikator memenuhi uji validitas konvergen
Kesimpulan 2: Semua indikator memenuhi uji reliabilitas
Kesimpulan 3: Semua indikator berpengaruh signifikan terhadap dimensi/sub
variabel
Sumber : Hasil penelitian
255
Variabel modal intelektual diukur dengan 4 dimensi/sub variabel dan 13
indikator. Pada tabel di atas terlihat bahwa semua indikator tersebut memiliki
loading factor yang lebih besar dari batas minimum dari loading factor untuk
menyatakan indikator tersebut valid, yakni 0,5. Nilai AVE di atas 0,5. Terlihat
juga bahwa nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel=1,960. Sehingga
berdasarkan kriteria ini dapat disimpulkan semua indikator/item yang digunakan
untuk mengukur setiap dimensi/sub variabel dari variabel modal intelektual sudah
memenuhi uji validitas konvergen.
Indikator yang memiliki kaitan paling erat dengan dimensi/sub variabel
modal manusia adalah indikator pengalaman karyawan (MM1) dengan loading
factor mencapai 0,804. Sedangkan indikator dengan loading factor yang paling
rendah adalah sering tidaknya perusahaan mencoba pendekatan baru dalam
pemecahan masalah (MM3) dengan loading factor 0,723. Korelasi indikator
tersebut dengan dimensi/sub variabel yang diukurnya baik dan bernilai signifikan.
Hasil ini memberikan gambaran bahwa persepsi responden terhadap aspek modal
manusia sangat terkait dengan kualitas pengalaman yang dimiliki karyawan.
Selanjutnya, pada dimensi/sub variabel modal struktural, indikator yang
memiliki besar loading factor yang paling besar adalah pembuatan prosedur
tertulis sebagai pedoman bekerja karyawan (MS1), yakni 0,848. Hasil ini
memberikan gambaran bahwa persepsi responden terhadap modal struktural
memiliki kaitan erat dengan adanya prosedur tertulis bagi karyawan.
Sedangkan pada dimensi/sub variabel modal relasional, indikator yang
paling mampu mengukur dimensi/sub variabel modal relasional adalah indikator
256
menjalin kemitraan dengan asosiasi/komunitas (MR3) dengan loading factor
sebesar 0,845. Ini menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap modal relasi
terkait dengan sejauh mana mereka mampu membangun relasi dengan asosiasi
atau komunitas. Sedangkan indikator yang paling lemah dalam mengukur
dimensi/sub variabel modal relasional adalah menjalin kemitraan dengan pasar
komersial (pesaing, konsumen, konsultan, pemasok bahan baku dan komponen,
perusahaan software komputer dan laboratorium komersial).
Pada dimensi/sub variabel modal kewirausahaan, indikator yang paling
mampu mengukur dimensi/sub variabel modal kewirausahaan adalah indikator
keberanian mengambil resiko (MK1) dengan loading factor sebesar 0,873. Ini
menujukkan bahwa persepsi responden terhadap modal kewirausahaan terkait
dengan sejauh mana mereka mampu mengambil resiko.
Selanjutnya dilakukan penilaian validitas diskriminan setiap indikator
dalam menilai dimensi/sub variabel.
257
Tabel 4. 27
Validitas Diskriminan Konstruk Modal Intelektual Order Pertama
Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator Modal
manusia
Modal
struktural
Modal
relasional
Modal
kewirausa-
haan
Modal
manusia
Pengalaman karyawan
(MM1) 0,804 0,422 0,337 0,501
Keterampilan karyawan
(MM2) 0,796 0,365 0,238 0,425
Pendekatan baru dalam
pemecahan masalah
(MM3)
0,723 0,303 0,300 0,483
Kemampuan menangani
persoalan tidak terduga
(MM4)
0,757 0,465 0,311 0,467
Modal
struktural
Prosedur tertulis (MSI1) 0,502 0,848 0,495 0,467
Dokumentasi informasi
(MSI2) 0,325 0,801 0,519 0,409
Modal
relasional
Kemitraan dengan pasar
dan komersial (MRI1) 0,295 0,389 0,694 0,192
Kemitraan dengan
sektor publik (MRI2) 0,227 0,553 0,828 0,252
Kemitraan dengan
asosiasi/komunitas
(MRI3)
0,375 0,508 0,845 0,282
Jumlah informasi
(MRI4) 0,320 0,481 0,789 0,369
Modal
kewirausaha
an
Keberanian mengambil
risiko (MK1) 0,564 0,447 0,322 0,873
Kemampuan
mengambil keputusan
secara tegas (MK2)
0,460 0,453 0,234 0,820
Kemampuan
mengidentifikasi
peluang bisnis baru
(MK3)
0,473 0,413 0,304 0,770
โข Kriteria : Setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang
diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya
โข Kesimpulan: Semua indikator memenuhi uji validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
Hasil perhitungan sebagaimana tabel di atas menunjukkan bahwa setiap
blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang
258
diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya. Dengan
demikian setiap indikator juga sudah memenuhi persyaratan validitas diskriminan.
Selanjutnya dilakukan pengukuran validitas konvergen dan reliabilitas
tahap kedua:
Tabel 4. 28
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Modal Intelektual Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Loading
Factor
Standar
Deviasi
t-
statistik AVE CR
Modal manusia 0,812 0,03 27,115
0,788
0,868
Modal struktural 0,797 0,028 28,892
Modal relasional 0,755 0,047 16,121
Modal kewirausahaan 0,789 0,026 30,484
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5; AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
โข Kesimpulan 1: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
โข Kesimpulan 2: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji reliabilitas
โข Kesimpulan 3: Semua dimensi/sub variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel
Sumber : Hasil penelitian
Hasil analisis yang disajikan pada tabel di atas memberikan nilai loading
factor atau koefisien validitas lebih besar dari 0,50 dan nilai t-statistik lebih besar
dari nilai t-tabel=1,960. Disamping itu nilai AVE lebih besar dari 0,5. Sehingga
dapat disimpulkan semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
dalam mengukur variabel laten modal intelektual. Kemudian keempat dimensi/sub
variabel ini memberikan koefisien reliabilitas / CR yang lebih besar dari batas
minimumnya yakni 0,6. Sehingga instrumen memenuhi persyaratan uji
reliabilitas.
Tabel di atas juga menginformasikan bahwa dimensi/sub variabel yang
paling dominan dalam mengukur variabel laten modal intelektual adalah
259
dimensi/sub variabel modal manusia sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi
responden terhadap modal intelektual perusahaan terkait erat dengan persepsi
responden terhadap modal manusia. Artinya bahwa baik buruknya modal
intelektual terlihat jelas dari sejauh mana modal manusianya.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Baker (1992) di dalam Hsu and Fang
(2009) bahwa modal manusia yang berkualitas merupakan faktor yang paling
penting pada era knowledge based economy. Pfeffer (1994) di dalam Hsu and
Fang (2009) dan Joeliaty (2012) menekankan bahwa cara perusahaan
mempertahankan dan melatih sumber daya manusianya merupakan strategi
bersaing paling penting pada konteks ekonomi berbasis pengetahuan.
Sedangkan validitas diskriminan tahap kedua dari variabel modal
intelektual disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 29
Validitas Diskriminan Konstruk Model Intelektual Order Kedua
Dimensi/Sub
Variabel
Modal
Manusia
Modal
Struktural
Modal
Relasional
Modal
Kewirausahaan
Modal Manusia 0,771
Modal Struktural 0,507 0,825
Modal Relasional 0,387 0,613 0,791
Modal
Kewirausahaan 0,610 0,532 0,351 0,822
Kriteria : Nilai kriteria Fornell and Larcker/akar kuadrat dari AVE (diagonal hitam)
> nilai korelasi antar variabel laten
Kesimpulan: Instrumen penelitian memenuhi validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai kriteria Fornell and Larcker atau
akar kuadrat AVE lebih besar dari pada nilai korelasi antar variabel laten.
Sehingga semua dimensi/sub variabel memenuhi unsur validitas diskriminan.
260
4.4.1.4. Pengukuran Kinerja Inovasi
Kinerja inovasi diukur menggunakan empat dimensi/sub variabel: inovasi
produk dan estetika, proses, pemasaran dan organisasi. Hasil analisis model
pengukuran disajikan dibawah ini.
Tabel 4. 30
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Kinerja Inovasi Order Pertama Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator Loading
Factor
Std
Dev t-stat CR
AVE
Inovasi
Produk dan
Estetika
Penggunaan bahan baku
baru (IPE1)
0,725 0,034 21,324
0,813 0,593 Variasi tampilan produk
baru (IPE2)
0,744 0,050 14,773
Desain unik yang
dihasilkan (IPE3)
0,836 0,024 34,898
Inovasi
Proses
Metode produksi baru
(IPros1)
0,831 0,025 32,718
0,879 0,708 Peralatan produksi baru
(IPros2)
0,865 0,024 35,963
Metode logistik/distribusi/
pengiriman produk baru
(IPros3)
0,829 0,025 32,714
Inovasi
Pemasaran
Desain/ kemasan baru
(IPM1)
0,721 0,037 19,606
0,855 0,599
Metode penempatan
produk di saluran
penjualan baru (IPM2)
0,652 0,054 12,114
Media atau teknik promosi
baru (IPM3)
0,851 0,017 49,965
Metode penetapan harga
(IPM4)
0,853 0,027 31,939
Inovasi
organisasi
Pengaturan tanggung
jawab dan pengambilan
keputusan
(IO1)
0,862 0,022 40,062
0,852 0,743
Pengaturan hubungan
eksternal
(IO2)
0,862 0,020 42,324
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5 dan AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
Kesimpulan 1: Semua indikator memenuhi uji validitas konvergen
Kesimpulan 2: Semua indikator memenuhi uji reliabilitas
Kesimpulan 3: Semua indikator berpengaruh signifikan terhadap dimensi/sub
variabel
Sumber : Hasil Penelitian
261
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kinerja inovasi diukur dengan
menggunakan 12 indikator. Seluruh indikator memiliki nilai loading factor dan
nilai AVE di atas 0,5, pada t-statistik lebih besar daripada 1,960. Sehingga seluruh
indikator memenuhi persyaratan uji validitas konvergen.
Pada tabel indikator yang paling dominan dalam merefleksikan
dimensi/sub variabel inovasi produk dan estetika adalah jumlah desain unik
produk yang dibuat sendiri (IPE3) dengan nilai loading factor 0,836. Hasil ini
menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap inovasi produk dan estetika
lebih terkait kemampuan perusahaan menghasilkan produk dari hasil karya
sendiri. Artinya bahwa produk dan estetika yang berhasil tercermin dari capaian
perusahaan membuat desain unik secara internal.
Pada inovasi proses, indikator yang paling dominan dalam merefleksikan
dimensi/sub variabel inovasi proses adalah penggunaan peralatan produksi yang
baru (IPros2) dengan nilai loading factor 0,865. Hasil ini menunjukkan bahwa
persepsi responden terhadap inovasi proses adalah lebih terkait dengan peralatan
produksi baru. Artinya bahwa inovasi proses yang berhasil yang berhasil
tercermin dari penggunaan peralatan produksi yang baru. Hal ini sesuai dengan
apa yang pernah disampaikan oleh OECD (2005) bahwa inovasi proses terkait
dengan inovasi teknologi. Artinya inovasi proses akan menjadi lebih berhasil
sesuai yang ditentukan jika didukung oleh teknologi yang memadai.
Untuk inovasi pemasaran, indikator yang paling dominan adalah
penetapan harga barang baru (IPem4) dengan nilai loading factor 0,853. Artinya
262
bahwa inovasi pemasaran yang berhasil tercermin dari penggunaan penetapan
harga baru dan penggunaan media atau teknik pemasaran baru.
Sedangkan pada inovasi organisasi, kedua indikator memiliki nilai loading
factor yang sama yakni 0,862 sehingga tidak ada yang lebih dominan. Artinya
bahwa inovasi organisasi yang berhasil tercermin dari pemberian insentif yang
memotivasi karyawan dan sistem pengendalian karyawan.
Tabel 4. 31
Validitas Diskriminan Konstruk Kinerja Inovasi Order Pertama Dimensi/
Sub
Variabel
Indikator
Inovasi
Produk dan
Estetika
Inovasi
Proses
Inovasi
Pemasaran
Inovasi
organisasi
Inovasi
Produk dan
Estetika
Penggunaan bahan baku
baru (IPE1) 0,725 0,479 0,448 0,444
Variasi tampilan produk
baru (IPE2) 0,744 0,392 0,470 0,337
Desain unik yang
dihasilkan (IPE3) 0,836 0,565 0,593 0,369
Inovasi
Proses
Metode produksi baru
(IPros1) 0,547 0,831 0,478 0,354
Peralatan produksi baru
(IPros2) 0,530 0,865 0,614 0,471
Metode
logistik/distribusi/
pengiriman produk baru
(IPros3)
0,510 0,829 0,588 0,440
Inovasi
Pemasaran
Desain/ kemasan baru
(IPM1) 0,519 0,519 0,721 0,423
Metode penempatan
produk di saluran
penjualan baru (IPM2)
0,480 0,498 0,652 0,572
Media atau teknik
promosi baru (IPM3) 0,504 0,532 0,851 0,558
Metode penetapan harga
(IPM4) 0,535 0,518 0,853 0,571
Inovasi
organisasi
Pengaturan tanggung
jawab dan pengambilan
keputusan
(IO1)
0,393 0,462 0,593 0,862
Pengaturan hubungan
eksternal
(IO2)
0,463 0,405 0,593 0,862
โข Kriteria : Setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten
yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya
โข Kesimpulan: Semua indikator memenuhi uji validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
263
Disamping itu, berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai loading block
indikator setiap variabel laten yang diukur lebih besar daripada loading block
indikator setiap variabel laten lainnya sehingga indikator memenuhi unsur
validitas diskriminan.
Tabel 4. 32
Validitas Konvergen dan Reliabilitas Konstruk Kinerja Inovasi
Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Loading
Factor
Standar
Deviasi
t-
statistik AVE CR
Inovasi Produk dan Estetika 0,824 0,024 34,067 0,670
0,905
Inovasi Proses 0,848 0,022 39,260
Inovasi Pemasaran 0,915 0,011 84,528
Inovasi organisasi 0,764 0,03 25,082
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5; AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
โข Kesimpulan 1: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
โข Kesimpulan 2: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji reliabilitas
โข Kesimpulan 3: Semua dimensi/sub variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel
Sumber : Hasil penelitian
Pada tabel di atas terlihat bahwa kinerja inovasi diukur dengan
menggunakan 4 dimensi/sub variabel. Nilai loading factor keempat dimensi/sub
variabel tersebut lebih besar dari 0,5 pada tingkat t-statistik lebih tinggi
dibandingkan t-tabel pada tingkat 1,960. Nilai AVE juga lebih besar dari 0,5. Hal
ini mengindikasikan bahwa semua dimensi/sub variabel memenuhi unsur validitas
konvergen dalam mengukur variabel kinerja inovasi. Disamping itu nilai
composite reliability lebih besar darpada 0,6. Sehingga bisa dianggap bahwa
semua dimensi/sub variabel memiliki unsur kehandalan dalam mengukur variabel
kinerja inovasi.
264
Diantara keempat dimensi/sub variabel tersebut, terlihat bahwa inovasi
pemasaran lebih dominan dibandingkan inovasi lainnya yang ditunjukkan dengan
nilai loading factor yang paling besar yakni 0,915. Hal ini mengindikasikan
bahwa keberhasilan inovasi dipersepsikan oleh responden lebih dipengaruhi oleh
keberhasilan dalam melakukan inovasi pemasaran.
Validitas diskriminan tahap kedua dari variabel kinerja inovasi disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4. 33
Validitas Diskriminan Konstruk Kinerja Inovasi Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel
Inovasi
Produk dan
Estetika
Inovasi
Proses
Inovasi
Pemasaran
Inovasi
organisasi
Inovasi Produk dan Estetika 0,770
Inovasi Proses 0,628 0,842
Inovasi Pemasaran 0,658 0,668 0,774
Inovasi organisasi 0,497 0,503 0,688 0,862
Kriteria : Nilai kriteria Fornell and Larcker/akar kuadrat dari AVE (diagonal hitam) >
nilai korelasi antar variabel laten
Kesimpulan: Instrumen penelitian memenuhi validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
Sedangkan pada tabel di atas terlihat bahwa nilai akar kuadrat AVE atau
nilai kriteria Fornell and Larcker lebih besar dari nilai korelasi antar variabel
sehingga dimensi/sub variabel memenuhi unsur validitas diskriminan.
4.4.1.5. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Analisis model pengukuran untuk setiap dimensi/sub variabel dari variabel
kinerja perusahaan disajikan di bawah ini :
265
Tabel 4. 34
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Kinerja Perusahaan Order Pertama
Sumber : Hasil penelitian
Variabel kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan lima indikator.
Kelima indikator tersebut memiliki nilai loading factor dan AVE di atas 0,5 pada
t-statistik yang lebih besar dibandingkan t-tabel 1,960. Hal ini berarti bahwa
semua indikator memiliki validitas konvergen dalam mengukur dimensi/sub
variabel.
Pada dimensi/sub variabel pelanggan, terlihat bahwa nilai loading factor
pertumbuhan jumlah pelanggan memiliki loading factor yang lebih besar. Hal ini
berarti bahwa indikator tersebut lebih kuat dalam mempengaruhi perubahan nilai
dimensi/sub variabel pelanggan. Sedangkan pada dimensi/sub variabel keuangan,
pertumbuhan penjualan memberikan nilai loading factor yang lebih besar
dibandingkan indikator lainnya. Hal ini berarti bahwa penjualan dipersepsikan
Dimensi/Sub
Variabel Indikator
Load-ing
Factor Std Dev t-stat CR
AVE
Pelanggan
Pertumbuhan
pelanggan (Pel1)
0,894 0,011 80,204
0,851 0,742
Kepuasan
pelanggan (Pel2)
0,827 0,029 28,511
Keuangan
Pertumbuhan
penjualan (Keu1)
0,859 0,021 40,086
0,835 0,630 Penghematan biaya
(Keu2)
0,657 0,070 9,381
Pertumbuhan laba
(Keu3)
0,850 0,029 28,861
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5 dan AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
Kesimpulan 1: Semua indikator memenuhi uji validitas konvergen
Kesimpulan 2: Semua indikator memenuhi uji reliabilitas
Kesimpulan 3: Semua indikator berpengaruh signifikan terhadap dimensi/sub
variabel
266
oleh pelanggan sebagai ukuran dimensi/sub variabel keuangan yang paling
berpengaruh.
Tabel 4. 35
Validitas Diskriminan Konstruk Kinerja Perusahaan Order Pertama
Dimensi/Sub
Variabel Indikator Pelanggan Keuangan
Pelanggan
Pertumbuhan pelanggan
(Pel1) 0,894 0,661
Kepuasan pelanggan
(Pel2) 0,827 0,413
Keuangan
Pertumbuhan penjualan
(Keu1) 0,651 0,859
Penghematan biaya
(Keu2) 0,373 0,657
Pertumbuhan laba
(Keu3) 0,460 0,850
โข Kriteria : Setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel
laten yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel
laten lainnya
โข Kesimpulan: Semua indikator memenuhi uji validitas diskriminan
Sumber : Hasil penelitian
Pada tabel di atas terlihat bahwa loading block indikator setiap variabel laten yang
diukur lebih besar daripada loading block indikator setiap variabel laten lainnya,
sehingga indikator-indikator tersebut juga memenuhi unsur validitas diskriminan
dalam mengukur dimensi-dimensi/sub variabelnya.
Validitas konvergen tahap kedua dari variabel kinerja perusahaan disajikan
sebagai berikut:
267
Tabel 4. 36
Validitas Konvergen dan Reliabilitas
Konstruk Kinerja Perusahaan Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Loading
Factor
Standar
Deviasi
t-
statistik AVE CR
Pelanggan 0,881 0,015 57,229 0,904 0,899
Keuangan 0,926 0,013 73,380
Kriteria:
o Validitas konvergen: Loading Factor > 0,5; AVE>0,5
o Reliabilitas : CR>0,6
o Signifikansi: t-statistik/hitung > t- tabel=1,960
โข Kesimpulan 1: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji validitas konvergen
โข Kesimpulan 2: Semua dimensi/sub variabel memenuhi uji reliabilitas
โข Kesimpulan 3: Semua dimensi/sub variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel
Sumber : Hasil penelitian
Seperti yang telah disampaikan, untuk mengukur kinerja perusahaan
menggunakan dua dimensi/sub variabel. Kedua dimensi/sub variabel,
sebagaimana disajikan pada tabel di atas, memiliki nilai loading factor besar dari
0,5, t-statistik yang lebih besar pada t-tabel 1,960 dan nilai AVE di atas 0,5. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa semua dimensi/sub variabel memiliki validitas
konvergen dalam mengukur variabel kinerja perusahaan. Nilai composite
reliability lebih besar dari 0,6 mengindikasikan bahwa dimensi/sub variabel
memiliki kehandalan yang baik.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dimensi/sub variabel keuangan
memiliki kaitan yang paling erat dengan kinerja perusahaan. Hal ini berarti bahwa
persepsi responden terhadap kinerja perusahaan yang berhasil adalah pada
keberhasilan pada aspek keuangan. Hal ini tidak heran karena keuangan
merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh perusahaan yang berorientasi
profit (Kaplan & Norton, 1992).
268
Tabel 4. 37
Validitas Diskriminan Konstruk Kinerja Perusahaan Order Kedua
Dimensi/Sub Variabel Pelanggan Keuangan
Pelanggan 0,861
Keuangan 0,637 0,794
Kriteria : Nilai kriteria Fornell and Larcker/akar kuadrat dari AVE (diagonal hitam)
> nilai korelasi antar variabel laten
Kesimpulan: Instrumen penelitian memenuhi validitas diskriminan
Sumber : Hasil Penelitian
Sedangkan pada tabel terlihat bahwa nilai akar kuadrat AVE atau kriteria
Fornell and Larcker lebih besar dibandingkan nilai korelasi antar variabel laten,
sehingga dimensi/sub variabel penelitian memenuhi uji validitas diskriminan.
4.3.2. Pengukuran Inner Model
Sebagaimana dijelaskan oleh Hair et al. (2017) bahwa pengukuran model
struktural / inner model meliputi: 1.) uji kolinearitas antar konstruk, 2.) meninjau
nilai R2 (variasi nilai variabel endogen yang disebabkan oleh variabel eksogen
tertentu), 3.) melihat nilai effect size f2 (kekuatan pengaruh variabel eksogen
terhadap variabel endogen), 4.) menilai predictive relevance Q2 (kemampuan
model dalam memprediksi konstruk endogen), dan 5.) melihat besarnya koefisien
jalur strukturalnya.
Model struktural penelitian ini adalah sebagai berikut:
269
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
ฮท3ฮท2 0,4960,434
0,233
0,189
0,368
0,6740,422
0,442
0,723
0,032
0,719
-0,278
-0,028
Sumber : Hasil Penelitian
Gambar 4. 5 Model struktural penelitian
Diagram jalur penelitian ini dapat dituliskan dalam persamaan struktural
sebagai berikut:
โข ฮท1= 0,032ฮพ1 + 0,723 ฮพ2
โข ฮท2= 0,233ฮพ1 + 0,189 ฮพ2 + 0,434ฮท1
โข ฮท3= 0,368ฮพ1 - 0,278ฮพ2 - 0,028 ฮท1 + 0,496ฮท2
dengan :
1 : Kapabilitas dinamis
ฮพ2: Manajemen pengetahuan
1: Modal intelektual
2: Kinerja inovasi
3: Kinerja perusahaan
Terhadap model struktural penelitian ini dilakukan uji kolinieritas untuk
melihat nilai korelasi antar variabel independen. Nilai korelasi yang tinggi akan
menyulitkan penilaian spesifik atas besarnya pengaruh variabel independen
tertentu terhadap variabel dependen (Hair, Black, Babin, & Anderson, 2013).
270
Koliniearitas terjadi jika nilai tolerance โค 0,2 dan VIF โฅ 5 (Hair Jr et al., 2016).
Pengujian dilakukan berdasarkan sub-sub model dengan mempergunakan SPSS
22. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 38
Pengukuran Kolinieritas Model Struktural
Sub Model
Hasil Uji
Keterangan
Variabel independen: KD dan MP
Variabel dependen: MI
KD - Tolerance: 0,499
KD - VIF : 2,00
MP - Tolerance: 0,499
MP - VIF : 2,00
Tidak terdapat
kolinieritas
Variabel independen:
KD, MP dan MI
Variabel dependen: KI
KD - Tolerance: 0,499
KD - VIF : 2,00
MP - Tolerance: 0,309
MP - VIF : 3,24
MI - Tolerance: 0,445
MI - VIF : 2,25
Tidak terdapat
multikolinieritas
Variabel independen:
KD, MP dan KI
Variabel dependen: KP
KD - Tolerance: 0,482
KD - VIF : 2,07
MP - Tolerance: 0,386
MP - VIF : 2,59
KI - Tolerance: 0,517
KI - VIF : 1,93
Tidak terdapat
multikolinieritas
Standar: Tidak terdapat kolinieritas / multikolinieritas jika nilai tolerance > 0,2
dan VIF < 5
Sumber : Hasil Penelitian
Hasil pengujian koefisien korelasi antara kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan pada penelitian ini menghasilkan nilai 0,730 (lihat lampiran 6). Nilai
koefisien korelasi berkisar dari -1 sampai 1. Hasil perhitungan semakin mendekati
1 maka berarti semakin erat korelasi antara dua varabiel. Antara variabel
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terdapat korelasi yang positif
sebesar 73%. Ghozali (2006) menyatakan bahwa koefisien korelasi dibawah 90%
mengindikasikan tidak terdapatnya kolinieritas antar variabel independen. Oleh
271
karena koefisien korelasi KD dan MP adalah sebesar 73%, maka bisa dikatakan
bahwa antara dua variabel tersebut tidak terjadi kolinieritas.
Selanjutnya dilakukan uji kecocokan model dengan mempergunakan Stone-
Geisser's Q2 / model's predictive relevance (Stone, 1974; Geisser, 1975). Metode
Stone-Geisser's Q2 lebih baik dibandingkan metode pengukuran kecocokan model
yang lain seperti Goodness of Fit (GoF) (Tenenhaus, Amato, & Esposito Vinzi,
2004; Tenenhaus, Vinzi, Chatelin, & Lauro, 2005), karena GoF tidak mampu
membedakan antara model yang valid dan tidak valid (Henseler et al., 2012).
Sehingga dalam penggunaan PLS, tidak disarankan untuk menggunakan GoF
(Hair et al., 2017).
Pada penelitian ini nilai Stone-Geisser's Q2 / model's predictive relevance
diukur dengan menggunakan metode Blindfolding - cross-validated redundancy,
yang dibangun berdasarkan estimasi model jalur, baik model struktural (skor
konstruk anteseden) dan model pengukuran (konstruk endogen yang menjadi
target) dari data yang diprediksi. Jika hasil kalkulasi menunjukkan bahwa nilai Q2
lebih besar dari nol, maka berarti model memiliki kemampuan memprediksi
konstruk endogen, atau variabel independen mampu memprediksi variabel
independen. Sedangkan nilai Q2 lebih kecil dari nol menandakan kurang
terdapatnya predictive relevance (Hair Jr et al., 2016).
Hasil kalkulasi Blindfolding - cross-validated redundancy dirangkumkan
sebagai berikut:
272
Tabel 4. 39
Rangkuman Pengujian Predictive Relevance Model Jalur
Independen Variabel Q2 Standar Keterangan
Modal Intelektual 0,201
Q2 > 0
Terdapat
predictive
relevance Kinerja Inovasi 0,274
Kinerja Perusahaan 0,161 Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai Q2 dari masing-masing variabel
eksogen lebih besar dari pada 0 (nol) sehingga bisa disimpulkan bahwa variabel
eksogen pada model penelitian mampu memprediksi variabel endogen.
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis.
4.3.2.1. Pengaruh Kapabilitas Dinamis dan Manajemen Pengetahuan
Terhadap Modal Intelektual Baik Secara Simultan Maupun Parsial
di Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan model struktural penelitian ini, maka hipotesis ke-1 dapat
digambarkan sebagai berikut:
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
0,442
0,723
0,032
0,730
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 6 Model struktural hipotesis 1 pengaruh
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
terhadap modal intelektual
273
Model struktural di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut :
1 =0,0321 + 0,7232
dengan : 1 : Kapabilitas dinamis
2: Manajemen pengetahuan
1: Modal intelektual
Sebelum menjelaskan hasil sub model pertama, terlebih dahulu dilakukan
pengujian hipotesis untuk membuktikan bahwa ada pengaruh dari kapabilitas
dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap modal intelektual baik secara
simultan maupun parsial di industri kreatif fashion produk tekstil Jabar. Hipotesis
ini terdiri atas tiga sub hipotesis, yakni : a) pengaruh kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan secara simultan terhadap modal intelektual, b) pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap modal intelektual, c) pengaruh manajemen
pengetahuan terhadap modal intelektual.
Hipotesis Simultan
H0: ฮณ11 = ฮณ21 =0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan secara simultan terhadap modal intelektual
H1: ฮณ11 = ฮณ21 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan secara simultan terhadap modal intelektual
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik uji F sebagai berikut :
274
๐น = ๐ 2 ๐โ
(1 โ ๐ 2) (๐ โ ๐ โ 1)โ
Untuk sub model pertama ini terdapat dua variabel penyebab yaitu variabel
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan, sehingga k=2 dengan ukuran
sampel n=297. Selanjutnya koefisien determinasi R2 diperoleh dari proses
perhitungan sebesar 0,558 sehingga diperoleh perhitungan statistik uji F sebagai
berikut :
F = 0,558 2โ
(1 โ 0,558) (297 โ 2 โ 1)โ
F = 0,279
(0,442) (294)โ
F = 0,279
0,0015
F = 186
Kriteria uji untuk menyatakan tolak hipotesis nol jika nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel, pada tingkat signifikansi 5% dengan derajat bebas
pembilang v1 = 2, dan derajat bebas penyebut v2 = 294. Jika terjadi sebaliknya
maka hipotesis nol diterima.
Dari perhitungan diperoleh nilai F1 = 186 > F-tabel = 3,00 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak dengan kata lain terdapat pengaruh
signifikan variabel kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan secara
simultan terhadap modal intelektual.
Tabel berikut menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis 1 pengaruh
simultan:
275
Tabel 4. 40
Rangkuman hasil uji Hipotesis 1 Pengaruh Simultan
Hipotesis R2 F Hitung Keterangan
Kapabilitas Dinamis
dan Manajemen
Pengetahuan โ
Modal Intelektual
0,558 186* Tolak H0
*Signifikan pada ฮฑ=0,05 (F-tabel = 3,00)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa perubahan-perubahan kapabilitas
dinamis dan manajemen pengetahuan pada industri kreatif fashion produk tekstil
di Jawa Barat secara simultan berpengaruh terhadap perubahan modal intelektual
sebesar 55,8%. Dengan kata lain, variasi pada modal intelektual yang dapat
dijelaskan oleh variasi pada kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
secara bersama-sama adalah sebesar 55,8%. Sisanya, sebesar 44,2% perubahan
yang terjadi pada modal intelektual disebabkan oleh perubahan pada variabel lain
di luar penelitian ini.
Setelah terbukti terdapat pengaruh simultan, selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis parsial untuk membuktikan bahwa ada pengaruh dari masing-
masing variabel, yakni kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap
modal intelektual.
Hipotesis Parsial
H0: 11=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap modal
intelektual
H1: 110 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap modal intelektual
276
H0: 12=0 Tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap modal
intelektual
H1: 120 Terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap modal
intelektual
Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai berikut :
๐ก๐ = ๐พ๐๐
๐ ๐(๐พ๐๐); ๐, ๐ = 1,2
Kriteria pengujian hipotesis adalah tolak hipotesis nol yang menyatakan
tidak ada pengaruh dari kapabilitas dinamis terhadap variabel modal intelektual
dan manajemen pengetahuan jika nilai t-statistik lebih besar dibandingkan dengan
nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas df=296 yaitu sebesar
1,960.
Hasil pengujian di atas bisa dirangkumkan sebagai berikut:
Tabel 4. 41
Rangkuman pengaruh kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan secara parsial terhadap modal intelektual
Pengaruh Sampel
Asli (O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(O/STDV)
R2 Ket.
Kapabilitas dinamis โ
Modal Intelektual 0,032 0,039 0,081 0,397 0,018 Terima H0
Manajemen pengetahuan โ
Modal Intelektual 0,723 0,718 0,065 11,153 0,540 Tolak H0
Sumber : Hasil Penelitian
Dari hasil perhitungan diperoleh informasi, nilai t-statistik untuk pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap modal intelektual sebesar 0,397. Sedangkan nilai t-
tabel adalah sebesar 1,960. Hasil perhitungan menunjukkan nilai t-statistik
277
pengaruh kapabilitas dinamis terhadap modal intelektual lebih kecil daripada nilai
t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima, atau dengan
kata lain tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari kapabilitas dinamis
terhadap modal intelektual.
Sedangkan nilai t-statistik untuk pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap modal intelektual sebesar 11,153. Hasil ini lebih besar daripada nilai t-
tabel 1,960, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak, atau
dengan kata lain pengaruh manajemen pengetahuan terhadap modal
intelektual adalah signifikan. Pengaruh yang diberikan oleh manajemen
pengetahuan adalah pengaruh positif yang artinya semakin efektif manajemen
pengetahuan maka akan berdampak positif terhadap semakin meningkatnya modal
intelektual di industri kreatif fashion produk tekstil Jawa Barat.
Besar pengaruh yang diberikan oleh manajemen pengetahuan terhadap
modal intelektual mencapai 72,3%. Sisanya sebesar 27,7% dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Keragaman modal intelektual yang bisa dijelaskan oleh
manajemen pengetahuan adalah 54%. Sedangkan 46% keragaman pada modal
intelektual disebabkan oleh variabel lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas modal intelektual secara dominan
dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan dalam penciptaan pengetahuan (PP),
transfer pengetahuan (TP) dan aplikasi pengetahuan (AP). Terutama sekali
dimensi/sub variabel PP (0,862) dan TP (0,865) yang memberikan pengaruh yang
lebih besar dibandingkan AP (0,765).
278
Hal ini dikonfirmasi melalui wawancara mendalam dengan para pelaku
usaha industri fashion produk tekstil. Berdasarkan wawancara terungkap
informasi bahwa pada saat perusahaan memperoleh informasi tertentu terkait
barang yang akan dan sedang diproduksi, pengusaha yang mengajak karyawannya
untuk saling bertukar pengetahuan. Sehingga ide yang diperoleh pengusaha tidak
hanya berasal dari eksternal perusahaan, namun juga berasal dari internal
perusahaan. Pada saat yang sama, karyawan juga memperoleh pengetahuan baru
dari pengusaha. Hal ini menjadi sangat berarti bagi peningkatan kualitas modal
manusia. Apalagi dari hasil pengolahan data deskriptif pada gambar 4.2, terlihat
bahwa mayoritas pendidikan akhir karyawan adalah SD/sederajat (39%) dan
SLTP/sederajat (44%).
Penelitian ini sejalan dengan Zahra and George (2002) yang menyatakan
bahwa pengetahuan harus ditransfer, didifusikan dan diserap oleh seluruh elemen
dalam organisasi. Transfer pengetahuan berkontribusi terhadap penciptaan
pengetahuan baru yang kemudian menfasilitasi akumulasi modal manusia.
Apalagi pendidikan terakhir karyawan pada perusahaan yang menjadi responden
penelitian ini adalah SLTP/sederajat sebesar 44%. Kemudian diikuti oleh yang
berpendidikan SD/sederajat atau tidak menamatkan pendidikan sebesar 39% (lihat
gambar 4.2). Sehingga transfer pengetahuan akan memperkaya pengetahuan
karyawan.
Disamping itu, kombinasi pengetahuan individu akan memperkaya modal
struktural. Pengetahuan yang dikodifikasi kedalam bentuk tertulis akan menjadi
279
modal struktural yang akan tetap tersimpan di dalam organisasi meskipun ada
karyawan yang mengundurkan diri.
Aktifitas akuisisi pengetahuan akan membangun modal relasional karena
komunikasi yang intens terjadi dengan pemangku kepentingan seperti pelanggan,
pemasok maupun pesaing di sentra industri. Transfer pengetahuan juga akan
membawa pengaruh positif terhadap modal relasional pada saat terjadi terjalin
komunikasi pengetahuan antara organisasi dengan stakeholder-nya (misal:
konsumen, pemasok, anggota komunitas/asosiasi, perusahaan lain di sentra
industri). Semakin kuat hubungan organisasi dengan stakeholder-nya, maka
jumlah dan kualitas pengetahuan yang diperoleh juga akan semakin bagus
(Dahiyat & AlโZu'bi, 2012). Dengan demikian, sebagaimana dinyatakan oleh
Vale et al. (2016) bahwa pengetahuan kolektif itu tidak hanya terjadi pada level
mikro (internal perusahaan), namun juga pada level meso (antar perusahaan).
Transfer pengetahuan juga akan mempengaruhi modal kewirausahaan
melalui peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah dengan pendekatan baru
berdasarkan pengetahuan baru yang diperoleh. Pengetahuan baru yang diperoleh
tersebut akan mendukung modal kewirausahaan dalam bentuk kemampuan
perusahaan mengambil keputusan dan menghadapi situasi yang tidak menentu
dengan lebih baik.
Dengan demikian, hasil pengujian hipotesis 1 ini sejalan dengan apa yang
sudah pernah disampaikan di dalam literatur bahwa manajemen pengetahuan
berpengaruh terhadap modal intelektual (Seleim & Khalil, 2011; Kianto et al.,
2014). Artinya dengan semakin efektifnya manajemen pengetahuan, maka akan
280
semakin berpengaruh terhadap modal manusia, modal struktural, modal relasional
dan modal kewirausahaan.
Terkait tidak signifikannya pengaruh kapabilitas dinamis terhadap modal
intelektual, hasil uji hipotesis 1 ini tidak mendukung pendapat terdahulu yang
memposisikan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sebagai output dari
kapabilitas dinamis (Lihat: Ambrosini & Bowman, 2009; Koryak et al., 2015;
Battisti & Deakins, 2017). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
kemampuan perusahaan melakukan penginderaan strategis, mengambil keputusan
tepat waktu dan mengimplementasikan perubahan tidak serta merta mampu
memperbarui modal intelektual yang dimiliki oleh perusahaan. Merujuk pada
konstruk modal intelektual pada penelitian ini bahwa modal intelektual
didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan yang melekat pada manusia,
organisasi, relasional, serta perilaku kewirausahaan yang memiliki potensi untuk
mendukung upaya perusahaan mencapai kinerja tinggi, maka temuan penelitian
ini tidak menemukan kapabilitas dinamis sebagai predikator/aktivitas yang
mampu membangun sekumpulan pengetahuan pengetahuan tersebut.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil pemantauan perubahan tren
dan pengidentifikasian praktek bisnis oleh pesaing, dimana prosesnya memiliki
keterkaitan erat dengan proses akuisisi pengetahuan (Zahra & George, 2002;
Zahra et al., 2006), tidak serta merta mampu diolah penjadi pengetahuan kolektif
di dalam organisasi. Ada bahagian ide dan pengetahuan tersimpan di dalam
bentuk tacit knowledge pengusaha atau sekelompok orang saja. Pengetahuan yang
tidak tersebar, tidak akan banyak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
281
modal manusia, struktural dan kewirausahaan secara menyeluruh di dalam
organisasi.
Demikian juga dengan kemampuan untuk melakukan pengambilan
keputusan tepat waktu yang umumnya berada pada level individual pengusaha,
tidak mampu diintegrasikan secara kolektif menjadi kemampuan pada level
organisasi. Dengan kata lain, kemampuan individual tersebut tidak berhasil
dirubah menjadi kompetensi organisasi, disamping juga tidak mampu
memperbarui dan memperluas kompetensi organisasi saat ini
Demikian juga dengan proses dan sistem (disimbolkan dengan
dimensi/sub variabel pengimplementasian perubahan) yang diciptakan dan
ditujukan untuk membangun keselarasan antara perilaku karyawan dengan sasaran
organisasi, tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan modal intelektual.
Kondisi ini diduga juga tidak terlepas dari karakteristik perusahaan yang terlibat
dalam penelitian ini yakni pendidikan responden yang mayoritas SD/sederajat
atau tidak menamatkan pendidikan formal (37%) (lihat gambar 4.2 pendidikan
terakhir responden). Pendidikan formal yang rendah identik dengan kecerdasan
yang rendah dan kinerja yang juga rendah (Imas Soemaryani, Hilmiana, & Sipa
Paujiah, 2016). Pendidikan formal yang rendah tentunya juga mempengaruhi
kemampuan untuk mengubah pengetahuan individu menjadi pengetahuan kolektif
di dalam organisasi juga rendah.
Hal ini sesuai dengan kondisi yang pernah disampaikan oleh (Teece,
2012; Koryak et al., 2015) bahwa pada IKM, masih terdapat kondisi dimana
pengetahuan dan keterampilan terpusat pada pengusaha ataupun sekelompok
282
orang saja. Padahal, perolehan ataupun penciptaan pengetahuan baru tidak akan
berpengaruh terhadap kinerja superior jika tidak disebarkan kepada anggota
organisasi lainnya (Alavi & Leidner, 2001). Artinya modal intelektual sebagai
stok dari pengetahuan kolektif organisasi (Stewart, 1997) tidak akan menjadi
tinggi, jika tidak terdapat transfer pengetahuan di dalam organisasi (Ramadan et
al., 2017).
4.3.2.2. Pengaruh Kapabilitas Dinamis, Manajemen Pengetahuan dan
Modal intelektual terhadap Kinerja Inovasi Baik Secara Simultan
Maupun Parsial di Industri Kreatif Fashion Produk Tekstil di
Provinsi Jawa Barat.
Sub model berikutnya menunjukkan model pengaruh kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan dan modal intelektual terhadap kinerja inovasi baik
secara simultan maupun parsial:
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
ฮท20,434
0,233
0,189
0,421
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 7 Model Struktural Hipotesis 2 Pengaruh Kapabilitas Dinamis,
Manajemen Pengetahuan dan Modal Intelektual Terhadap Kinerja Inovasi
Baik Secara Simultan Maupun Parsial
283
Model struktural di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut
: 2 =0,2331+ 0,1892 + 0,4341
dengan : 2 : kinerja inovasi
1 : kapabilitas dinamis
2 : manajemen pengetahuan
2 : modal intelektual
Sebelum menginterpretasikan hasil sub model ini, terlebih dahulu
dilakukan pengujian hipotesis untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya terdapat
pengaruh signifikan dari variabel kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan terhadap kinerja inovasi baik secara simultan maupun parsial.
Hipotesis 2 ini terdiri atas 4 sub hipotesis, yakni : a) pengaruh kapabilitas dinamis
manajemen pengetahuan dan modal intelektual secara simultan terhadap kinerja
inovasi, b) pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi, c) pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi, c) pengaruh modal intelektual
terhadap kinerja inovasi.
Hipotesis Simultan
H0: ฮณ21 : ฮณ22 : ฮฒ21 =0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan
terhadap kinerja inovasi.
H1: ฮณ21 : ฮณ22 : ฮฒ21 โ 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan
terhadap kinerja inovasi.
284
Pengujuan hipotesis simultan menggunakan statistik uji F sebagai berikut :
๐น = ๐ 2 ๐โ
(1 โ ๐ 2) (๐ โ ๐ โ 1)โ
Pada sub model ini terdapat tiga variabel penyebab yaitu variabel kapabilitas
dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual sehingga k=3 dengan
ukuran sampel n=297. Selanjutnya koefisien determinasi R2 diperoleh dari proses
perhitungan sebesar 0,578 sehingga diperoleh perhitungan statistik uji F sebagai
berikut :
F = 0,578 3โ
(1 โ 0,578) (297 โ 3 โ 1)โ
F = 0,192
0,421 293โ
F = 0,192
0,0015
F = 128
Kriteria uji untuk menyatakan tolak hipotesis nol jika nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 5% dengan derajat bebas
pembilang v1 = 3, dan derajat bebas penyebut v2 = 293. Jika terjadi sebaliknya
maka hipotesis nol tidak dapat ditolak.
Dari perhitungan diperoleh nilai F = 128 > F-tabel = 2,60 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak. Dengan kata lain terdapat pengaruh
signifikan variabel kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal
intelektual secara simultan terhadap kinerja inovasi.
285
Tabel berikut menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis 2 pengaruh
simultan:
Tabel 4. 42
Rangkuman hasil uji Hipotesis 2 Pengaruh Simultan
Hipotesis R2 F Hitung Keterangan
Kapabilitas Dinamis,
Manajemen
Pengetahuan dan
Modal Intelektual โ
Kinerja Inovasi
0,578 128* Tolak H0
*Signifikan pada ฮฑ=0,05 (F-tabel = 2,60)
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis parsial untuk membuktikan
bahwa ada pengaruh dari masing-masing variabel, yakni kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan dan modal intelektual terhadap kinerja inovasi secara
parsial dilakukan pengujian sebagai berikut :
Hipotesis Uji Parsial
H0: ฮณ21=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi
H1: ฮณ210 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi
H0: ฮณ22=0 Tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi
H1: ฮณ220 Terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi
H0: ฮฒ21=0 Tidak terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
inovasi
H1: ฮฒ210 Terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja inovasi
286
Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai berikut :
๐ก = ๐พ๐๐
๐ ๐(๐พ๐๐) ; ๐, ๐ = 1,2
dan
๐ก = ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐) ; ๐, ๐ = 1,2
Kriteria pengujian hipotesis adalah tolak hipotesis nol yang menyatakan
tidak ada pengaruh baik dari variabel kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara parsial terhadap kinerja inovasi jika
nilai t-statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel=1,960 pada tingkat
signifikansi 5% dan derajat bebas df=294.
Hasil pengujian parsial dirangkumkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. 43
Rangkuman Pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan
modal intelektual secara parsial terhadap kinerja inovasi
Pengaruh
Sampel
Asli
(O)
Rata-
rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(O/STDEV) R2 Ket
Kapabilitas
dinamis โ
Kinerja inovasi
0,233 0,228 0,080 2,924 0,143 Tolak H0
Manajemen
pengetahuan โ
Kinerja Inovasi
0,189 0,192 0,080 2,368 0,129 Tolak H0
Modal
intelektual โ
Kinerja Inovasi
0,434 0,434 0,068 6,349 0,306 Tolak H0
Sumber : Hasil Penelitian
287
Dari hasil perhitungan diperoleh informasi, nilai t-statistik untuk pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi sebesar 2,924. Sedangkan nilai t-tabel
adalah sebesar 1,960. Hasil tersebut menunjukkan nilai t-statistik pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi lebih besar daripada nilai t-tabel.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak, atau dengan kata lain
terdapat pengaruh yang signifikan dari kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi.
Sedangkan untuk pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi diperoleh nilai t-statistik sebesar 2,368. Mengingat nilai t-tabel adalah
sebesar 1,960, maka disimpulkan bahwa nilai t-statistik pengaruh manajemen
pengetahuan terhadap kinerja inovasi lebih besar daripada nilai t-tabel. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak, atau dengan kata lain terdapat
pengaruh yang signifikan dari manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi.
Nilai t-statistik untuk pengaruh modal intelektual terhadap kinerja inovasi
sebesar 6,349. Sedangkan nilai t-tabel adalah sebesar 1,960. Hasil perhitungan
menunjukkan nilai t-statistik pengaruh modal intelektual terhadap kinerja inovasi
lebih besar daripada nilai t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis
nol ditolak, atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari
modal intelektual terhadap kinerja inovasi.
Untuk bisa mengkategorikan besaran pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen apakah termasuk pengaruh yang lemah, sedang ataukah kuat,
dapat dilakukan kategorisasi berdasarkan nilai effect sized f2. Melalui Software
288
SmartPLS 3.2.8, nilai f2 dihasilkan melalui proses penghitungan PLS Algorithm,
dengan hasil sebagai berikut: 1) f2 pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi = 0,060, 2.) f2 pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi
= 0,025, 3.) f2 pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi = 0,197.
Merujuk pada Henseler, Ringle, and Sinkovics (2009) bahwa nilai f2 sebesar 0,02
menunjukkan besaran pengaruh kecil, nilai f2 sebesar 0,15 menunjukkan besaran
pengaruh menengah, dan nilai f2 sebesar 0,35 menunjukkan besaran pengaruh
besar, maka besaran pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi termasuk kategori kecil. Sedangkan pengaruh modal
intelektual terhadap kinerja inovasi termasuk kategori menengah.
Berdasarkan pengujian hipotesis di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual berpengaruh
signifikan terhadap kinerja inovasi industri kreatif fashion produk tekstil baik
secara simultan maupun parsial. Pengaruh yang diberikan oleh ketiga variabel
adalah pengaruh positif yang artinya semakin tinggi kapabilitas dinamis, semakin
efektif pelaksanaan manajemen pengetahuan, dan semakin tinggi modal
intelektual, maka kinerja inovasi akan menjadi tinggi. Pengaruh yang diberikan
oleh kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi mencapai 23,3%. Pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi mencapai 18,9%. Pengaruh
modal intelektual terhadap kinerja inovasi mencapai 43,4%. Keragaman pada
kinerja inovasi yang bisa dijelaskan oleh keragaman kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan dan modal intelektual adalah masing-masingnya: 14,3%,
289
12,9% dan 30,6%. Dengan demikian, keragaman pada kinerja inovasi yang
terbesar berasal dari keragaman yang terjadi pada modal intelektual.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa
melakukan inovasi, terutama inovasi produk dan estetika, adalah salah satu
tuntutan yang harus terus-menerus dipenuhi oleh responden dalam rangka
mempertahankan kinerja perusahaan mereka. Sebagaimana dinyatakan
sebelumnya, salah seorang pengusaha menyatakan bahwa mereka harus
menciptakan delapan mode produk baru dalam seminggu. Ide terkait penciptaan
produk itu adalah melalui identifikasi tren pakaian yang sedang marak, pakaian
artis, permintaan konsumen, produk pesaing ataupun dari sumber-sumber lainnya.
Ide tersebut yang kemudian dikomunikasikan kepada karyawan untuk dibuatkan
satu model produk sebagai contoh awal sebelum benar-benar diproduksi. Aktifitas
tersebut mencerminkan dimensi/sub variabel penginderaan strategis pada variabel
kapabilitas dinamis, dimensi/sub variabel penciptaan pengetahuan pada variabel
manajemen pengetahuan, serta dimensi/sub variabel modal manusia pada variabel
modal intelektual. Oleh karena ide terkadang diperoleh dari hasil interaksi dengan
pihak lain, maka sekaligus aktivitas tersebut di atas mencerminkan dimensi/sub
variabel modal relasional.
Contoh produk kemudian akan dinilai dan diberi umpan balik oleh
pengusaha. Hal ini mencerminkan proses transfer pengetahuan. Lalu produk
dibuat sesuai dengan spesifikasi yang sudah disepakati dengan metode kerja yang
juga disepakatai. Aktifitas ini mencerminkan dimensi/sub variabel aplikasi
290
pengetahuan pada variabel manajemen pengetahuan dan dimensi/sub variabel
modal kewirausahaan pada variabel modal intelektual.
Temuan penelitian ini menjelaskan bahwa kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual merupakan faktor penting dalam upaya
meningkatkan kinerja inovasi pada industri kreatif fashion. Hasil temuan ini
sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa terdapat hubungan positif antara
kapabilitas dinamis dengan kinerja inovasi. Penelitian oleh Hsu and Sabherwal
(2012) pada perusahaan manufaktur di Taiwan menunjukkan bahwa kapabilitas
dinamis secara signifikan dan positif mempengaruhi kinerja inovasi. Penelitian
lain dari Palacios et al. (2009) dan Lee et al. (2013) juga mengungkapkan bahwa
manajemen pengetahuan berpengaruh positif terhadap kinerja inovasi. Hasil
pengujian hipotesis 2 ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hussinki et al.
(2017) dan Kianto et al. (2017) bahwa modal intelektual secara positif dan
signifikan mempengaruhi kinerja inovasi.
4.3.2.3. Pengaruh Kapabilitas Dinamis, Manajemen Pengetahuan, Modal
Intelektual dan Kinerja Inovasi Terhadap Kinerja Perusahaan
Baik Secara Simultan Maupun Parsial di Industri Kreatif Fashion
Produk Tekstil di Provinsi Jawa Barat.
Sub model berikutnya menunjukkan model pengaruh kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan baik secara simultan maupun parsial yang dapat digambarkan sebagai
berikut :
291
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
ฮท3ฮท2 0,496
0,368
0,673
-0,278
-0,028
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 8 Model Struktural Hipotesis 3 Pengaruh Kapabilitas Dinamis,
Manajemen Pengetahuan, Modal Intelektual dan Kinerja Inovasi terhadap
Kinerja Perusahaan Baik Secara Simultan Maupun Parsial
Model struktural di atas dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut :
3 =0,3681 - 0,2782 - 0,0281 + 0,4962
dengan : 3: kinerja perusahaan
1 : kapabilitas dinamis
2: manajemen pengetahuan
1: modal intelektual
2: kinerja inovasi
Sebelum menginterpretasikan hasil sub tersebut di atas, terlebih dahulu
dilakukan pengujian hipotesis untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya ada
pengaruh signifikan dari variabel kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan,
292
modal intelektual dan kinerja inovasi terhadap kinerja perusahaan baik secara
simultan maupun parsial. Hipotesis 3 ini terdiri atas lima sub hipotesis, yakni : a)
pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual dan
kinerja inovasi secara simultan terhadap kinerja perusahaan, b) pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan, c) pengaruh manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan, d) pengaruh modal intelektual terhadap
kinerja perusahaan, dan e) pengaruh kinerja inovasi terhadap kinerja perusahaan.
Hipotesis Simultan
H0: ฮณ31 : ฮณ32 : ฮฒ31 : ฮฒ32 =0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja
inovasi secara simultan terhadap kinerja perusahaan.
H1: ฮณ31 : ฮณ32 : ฮฒ31 : ฮฒ32 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan, modal intelektual dan kinerja inovasi
secara simultan terhadap kinerja perusahaan.
Pengujian hipotesis tersebut menggunakan statistik uji F sebagai berikut :
๐น = ๐ 2 ๐โ
(1 โ ๐ 2) (๐ โ ๐ โ 1)โ
Pada sub model ini terdapat empat variabel penyebab yaitu variabel kapabilitas
dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja inovasi sehingga
k=4 dengan ukuran sampel n=297. Selanjutnya koefisien determinasi R2 diperoleh
293
dari proses perhitungan sebesar 0,326 sehingga diperoleh perhitungan statistik uji
F sebagai berikut :
F = 0,326 4โ
(1 โ 0,326) (297 โ 4 โ 1)โ
F = 0,081
(0,673) (292)โ
F = 0,081
0,02
F = 4,05
Kriteria uji untuk menyatakan tolak hipotesis nol jika nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 5% dengan derajat bebas
pembilang v1 = 4, dan derajat bebas penyebut v2 = 292. Jika terjadi sebaliknya
maka hipotesis nol diterima.
Dari perhitungan diperoleh nilai F = 4,05 > F-tabel = 2,37 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak dengan kata lain terdapat pengaruh
signifikan variabel kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal
intelektual dan kinerja inovasi secara simultan terhadap kinerja
perusahaan.
Tabel berikut menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis 3 pengaruh
simultan:
294
Tabel 4. 44
Rangkuman hasil uji Hipotesis 3 Pengaruh Simultan
Hipotesis R2 F Hitung Keterangan
Kapabilitas Dinamis, Manajemen Pengetahuan,
Modal Intelektual dan Kinerja Inovasi โ
Kinerja Perusahaan
0,326 4.05 * Tolak H0
*Signifikan pada ฮฑ=0,05 (F-tabel = 2,37)
Hasil pengujian hipotesis 3 untuk pengaruh simultan menunjukkan bahwa
perubahan-perubahan kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal
intelektual dan kinerja inovasi pada industri kreatif fashion produk tekstil di Jawa
Barat secara simultan berpengaruh terhadap perubahan kinerja perusahaan sebesar
32,6%. Dengan kata lain, variasi pada kinerja perusahaan yang dapat dijelaskan
oleh variasi pada kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual
dan kinerja inovasi secara bersama-sama adalah sebesar 32,6%. Sisanya, sebesar
67,3% variasi yang terjadi pada kinerja perusahaan disebabkan oleh perubahan
pada variabel lain di luar penelitian ini.
Kemudian dilakukan pengujian hipotesis parsial untuk membuktikan
bahwa ada pengaruh dari masing-masing variabel: kapabilitas dinamis,
manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan secara parsial dilakukan pengujian sebagai berikut :
Hipotesis Uji Parsial
H0: ฮณ31=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan
295
H1: ฮณ310 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan
H0: ฮณ32=0 Tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan
H1: ฮณ320 Terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan
H0: ฮฒ31=0 Tidak terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan
H1: ฮฒ310 Terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan
H0: ฮฒ32=0 Tidak terdapat pengaruh kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan
H1: ฮฒ320 Terdapat pengaruh kinerja inovasi terhadap kinerja perusahaan
Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai berikut :
๐ก = ๐พ๐๐
๐ ๐(๐พ๐๐) ; ๐, ๐ = 1,2,3
dan
๐ก = ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐) ; ๐, ๐ = 1,2,3
Kriteria pengujian hipotesis adalah tolak hipotesis nol yang menyatakan
tidak ada pengaruh baik dari variabel kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan secara parsial terhadap kinerja inovasi jika nilai t-statistik lebih besar
296
dibandingkan dengan nilai t tabel=1,960 pada tingkat signifikansi 5% dan derajat
bebas df=293.
Hasil pengujian parsial dan simultan dirangkumkan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 4. 45
Rangkuman Pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal
intgelektual dan kinerja inovasi secara parsial terhadap kinerja perusahaan
Pengaruh Sampel
Asli (O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(O/STDEV) R2 Ket
Kapabilitas
dinamis โ
Kinerja
perusahaan
0,368 0,374 0,092 3,988 0,167 Tolak H0
Manajemen
pengetahuan โ
Kinerja
perusahaan
-0,278 -0,278 0,096 2,891 -0,085 Terima
H0
Modal
intelektual โ
Kinerja
perusahaan
-0,028 -0,035 0,098 0,285 -0,009 Terima
H0
Kinerja Inovasi
โ Kinerja
perusahaan
0,496 0,493 0,087 5,680 0,253 Tolak H0
Sumber : Hasil Penelitian
Dari hasil perhitungan diperoleh informasi, nilai t-statistik untuk pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan sebesar 3,988. Sedangkan nilai t-
tabel adalah sebesar 1,960. Hasil perhitungan menunjukkan nilai t-statistik
pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan lebih besar daripada
nilai t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak, atau
dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari kapabilitas dinamis
terhadap kinerja perusahaan.
297
Pengaruh yang diberikan oleh kapabilitas dinamis adalah pengaruh positif
yang artinya semakin tinggi kapabilitas dinamis, maka akan berdampak positif
terhadap semakin meningkatnya kinerja perusahaan pada industri kreatif fashion
produk tekstil Jawa Barat. Besar pengaruh yang diberikan oleh kapabilitas
dinamis terhadap kinerja perusahaan mencapai 36,8%. Sedangkan perubahan-
perubahan pada kinerja perusahaan dapat dijelaskan oleh kapabilitas dinamis
sebesar 29%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan dalam melakukan penginderaan strategis (PS),
pengambilan keputusan (PK) dan pengimplementasian perubahan (PP).
Dengan demikian, bisa dilihat bahwa sangat penting bagi perusahaan
untuk melihat kecenderungan perubahan di lingkungan bisnis. Sehingga
perusahaan bisa mengetahui arah perubahan yang dikehendaki. Sekaligus,
perusahaan bisa merespon kebutuhan perubahan tersebut dengan mengambil
keputusan tepat waktu dan memastikan keselarasan internal antara upaya
pencapain tujuan perusahaan dengan sistem pengelolaan karyawan yang
dibangun. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kesemua hal tersebut
di atas berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis 3 parsial bahwa kapabilitas dinamis
mempengaruhi kinerja perusahaan di industri kreatif fashion produk tekstil di
Provinsi Jawa Barat, mendukung hasil meta-analysis yang dilakukan oleh
Fainshmidt et al. (2016) yang menemukan bahwa kapabilitas dinamis secara
langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa saat sampling yang dipilih sudah tepat dan metodologi yang dipilih akurat,
298
maka penelitian empiris selama ini konsisten menunjukkan pengaruh positif
kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian, pernyataan
peneliti tersebut mengimplikasikan juga bahwa sampling dan metodologi yang
digunakan penelitian ini juga sudah tepat dan akurat karena menghasilkan temuan
yang sama.
Temuan tersebut juga mendukung hasil penelitian Chien and Tsai (2012)
di industri restoran yang menunjukkan pengaruh positif kapabilitas dinamis
terhadap kinerja restoran. Oleh sebab itu Chien and Tsai (2012) berargumen
bahwa perusahaan harus mengembangkan mekanisme pembelajaran secara
internal yang bisa mendukung kemampuan perusahaan itu sendiri untuk
melakukan kapabilitas dinamis.
Bahkan lebih jauh lagi, temuan penelitian ini juga membuktikan bahwa
pengaruh positif kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan dapat terjadi
pada industri yang tidak memiliki dinamisme teknologi yang tinggi. Industri
fashion adalah technology receiver industry (Pavitt, 1984), sehingga bisa
digolongkan sebagai industri yang tidak mengalami dinamisme teknologi yang
tinggi. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kapabilitas
dinamis terhadap kinerja perusahaan akan lebih terlihat pada perusahaan yang
memiliki perubahan teknologi yang tinggi. Fainshmidt et al. (2016) berpendapat
bahwa klaim kapabilitas dinamis lebih tepat digunakan pada industri dengan
dinamisme teknologi yang tinggi tidaklah selalu tepat. Justru pada perusahaan
dengan perubahan teknologi tinggi, first mover memiliki kemungkinan untuk
menghadapi kegagalan. Oleh karena invesatasi teknologi membutuhkan biaya,
299
maka kegagalan akan berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan. Dengan
demikian, perubahan teknologi yang difasilitasi oleh kapabilitas dinamis tidak
akan selalu berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Namun tidak
demikian halnya dengan perusahaan dengan dinamisme teknologi yang rendah.
Karena faktor teknologi tidak banyak berubah, maka kinerja perusahaan bisa
difasilitasi oleh perubahan kapabilitas dinamis. Sehingga pengaruh kapabilitas
dinamis terhadap kinerja perusahaan pada industri dengan dinamisme teknologi
rendah bersifat lebih pasti.
Sedangkan nilai t-statistik untuk pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja perusahaan sebesar 2,891. Hasil ini lebih besar daripada nilai t-
tabel 1,960. Jika kita hanya merujuk pada perbandingan nilai t-statistik yang lebih
besar dibandingkan nilai t-tabel, maka bisa dikatakan bahwa hipotesis nol ditolak,
atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan. Namun demikian, hasil perhitungan
tersebut juga menunjukkan bahwa pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja kinerja perusahaan bernilai negatif, sebagaimana terlihat pada nilai sampel
asli (O)). Artinya bahwa penerapan manajemen pengetahuan akan menyebabkan
kinerja perusahaan menurun. Padahal secara teori, pengaruh manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan semestinya bersifat positif.
Perbedaan arah pengaruh antara teori dengan hasil pengujian hipotesis
mengindikasikan bahwa pada pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen terdapat variabel lain yang berperan sebagai mediator
(Hair et al., 2017).
300
Disamping itu, nilai R2 yang bernilai negatif juga mengindikasikan
bahwa tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan. Menurut Dachlan (2014), koefisien determinasi untuk lebih dari 1
prediktor bisa dihitung dengan persamaan
๐ 2 = โ ๐ฝ๐๐ฆ
๐
๐=1
. ๐๐๐ฆ
dimana :
R = koefisien determinasi,
m = banyaknya predikator,
ฮฒp =koefisien pengaruh variabel independen ke-p terhadap variabel dependen y,
r = koefisien korelasi antara variabel independen ke-p dan variabel dependen y.
Hasil pengolahan data sebagaimana disajikan pada tabel 4.46 menemukan
bahwa nilai koefisien pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan bernilai negatif sebesar -0,278 (lihat kolom sampel asli (O)),
sedangkan r bernilai positif sebesar 0,308 (lihat lampiran 6). Sehingga secara
matematis nilai koefisien determinasi juga akan bernilai negatif sebesar -0,278 x
0,308 = -0,085. Namun mengingat rule of thumb bahwa koefisien determinasi
semestinya berada pada rentang nilai 0 sampai dengan 1 (Hair et al., 2017), maka
disimpulkan bahwa pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan tidak signifikan.
301
Berpedoman pada paradigma penelitian ini, maka diduga bahwa kinerja
inovasi berperan sebagai mediator penuh pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja perusahaan secara penuh. Sehingga menyebabkan pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan menjadi tidak signifikan.
Pembuktiannya dilakukan pada pengujian hipotesis ke-5.
Dari tabel di atas juga terlihat informasi, nilai t-statistik untuk pengaruh
langsung modal intelektual terhadap kinerja perusahaan adalah sebesar 0,285.
Sedangkan nilai t-tabel adalah sebesar 1,960. Hasil perhitungan menunjukkan
nilai t-statistik pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan lebih kecil
daripada nilai t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima,
atau dengan kata lain tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan. Mengingat arah pengaruh dari modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan adalah negatif, sementara secara teoritis
seharusnya adalah positif, maka diduga terdapat variabel lain memediasi secara
penuh pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan tersebut.
Berpedoman kepada paradigma penelitian, maka diduga kinerja inovasi
memerankan full mediation pada pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan. Pembuktian lebih lanjut akan dilakukan pada pengujian hipotesis ke-
5.
Sementara itu, nilai t-statistik untuk pengaruh kinerja inovasi terhadap
kinerja perusahaan sebesar 5,680. Sedangkan nilai t-tabel adalah sebesar 1,960.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai t-statistik pengaruh kinerja inovasi terhadap
kinerja perusahaan lebih besar daripada nilai t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan
302
bahwa hipotesis nol ditolak, atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang
signifikan dari kinerja inovasi terhadap kinerja perusahaan.
Besar pengaruh yang diberikan oleh kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan mencapai 49,6%. Sisanya sebesar 50,4% dipengaruhi oleh variabel
lainnya. Keragaman kinerja perusahaan yang bisa dijelaskan oleh kinerja inovasi
adalah 25,3%. Sedangkan 74,7% keragaman pada kinerja perusahaan disebabkan
oleh variabel lainnya.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa kinerja inovasi berperan
penting bagi pencapaian kinerja perusahaan. Berdasarkan wawancara, diketahui
bahwa pengusaha/pelaku usaha sudah cukup menyadari bahwa mereka harus terus
berinovasi karena umur produk yang sangat singkat. Jika barang yang dijual ke
pasar sudah ketinggalan mode, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam
melakukan penjualan dan memperoleh laba atas produk yang mereka pasarkan.
Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Alegre and Chiva (2013) yang
menunjukkan pengaruh positif dan signifikan kinerja inovasi terhadap
pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kinerja inovasi mempengaruhi
kinerja keuangan perusahaan (Han et al., 1998; Chapman, 2006; Jansen et al.,
2006; Hull & Rothenberg, 2008).
303
4.3.2.4. Pengaruh Kapabilitas Dinamis dan Manajemen Pengetahuan
Terhadap Kinerja Inovasi Melalui Modal Intelektual Baik Secara
Simultan Maupun Parsial di Industri kreatif fashion produk tekstil
di Provinsi Jawa Barat.
Sub model ini dapat digambarkan sebagai berikut :
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
ฮท20,434
0,6930,442
0,723
0,032
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 9 Model Struktural hipotesis 4 pengaruh kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual
Hipotesis 4 terdiri atas tiga sub hipotesis: a) Pengaruh kapabilitas dinamis
dan manajemen pengetahuan secara simultan terhadap kinerja inovasi melalui
modal intelektual, b) Pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi
melalui modal intelektual, c) Pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi melalui modal intelektual.
304
Hipotesis Simultan
H0: ฮณ11 : ฮณ12 : ฮฒ21=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual.
H1: ฮณ11 : ฮณ12 : ฮฒ21 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual.
Hipotesis ini menggunakan statistik uji F sebagai berikut :
๐น = ๐ 2 ๐โ
(1 โ ๐ 2) (๐ โ ๐ โ 1)โ
Perhitungan statistik uji F sebagai berikut :
F = 0,318 2โ
(1 โ 0,318) (297 โ 2 โ 1)โ
F = 0,159
(0,682) (294)โ
F = 0,159
0,02
F = 7,95
Kriteria uji untuk menyatakan tolak hipotesis nol jika nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 5% dengan derajat bebas
pembilang v1 = 2, dan derajat bebas penyebut v2 = 294. Jika terjadi sebaliknya
maka hipotesis nol diterima.
305
Dari perhitungan diperoleh nilai F = 7,95 > F-tabel = 3,00 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak dengan kata lain terdapat pengaruh
signifikan variabel kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan secara
simultan terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual.
Tabel berikut menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis 5 pengaruh
simultan:
Tabel 4. 46
Rangkuman hasil uji Hipotesis 4 Pengaruh Simultan
Hipotesis R2 F Hitung Keterangan
Kapabilitas Dinamis dan Manajemen
Pengetahuan โ Modal Intelektual โ
Kinerja Inovasi
0,318 7,95* Tolak H0
*Signifikan pada ฮฑ=0,05 (F-tabel = 3,00)
Hasil pengujian hipotesis 4 untuk pengaruh simultan menunjukkan bahwa
perubahan-perubahan kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan pada
industri kreatif fashion produk tekstil di Jawa Barat secara simultan berpengaruh
terhadap perubahan kinerja inovasi melalui modal intelektual sebesar 31,8%.
Dengan kata lain, variasi pada kinerja inovasi yang dapat dijelaskan oleh variasi
pada kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan secara bersama-sama
melalui modal intelektual adalah sebesar 31,8%. Sisanya, sebesar 68,2%
perubahan yang terjadi pada kinerja inovasi disebabkan oleh perubahan pada
variabel lain.
306
Hipotesis Parsial
H0: ฮณ11: 21=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual
H1: ฮณ11::21 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi melalui modal intelektual
H1: ฮณ12:21 =0 Tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual
H1: ฮณ12:21 0 Terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual
Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai berikut :
๐ก๐ = ๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
๐ ๐(๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐); ๐, ๐ = 1,2
Dimana:
se(๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐) = โ๐พ๐๐
2 (๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
+ ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐2 (๐ ๐(๐พ๐๐))
2
+ (๐ ๐(๐พ๐๐))2
(๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
Kriteria pengujian hipotesis adalah tolak hipotesis nol yang menyatakan
tidak ada pengaruh dari kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual jika nilai t-statistik lebih besar
dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas
df=296 yaitu sebesar 1,960.
307
Dari hasil pengolahan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4. 47
Rekapitulasi pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual
Pengaruh Sampel
Asli (O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(O/STDEV) Ket
Kapabilitas
Dinamis Modal
intelektual
Kinerja inovasi
0,014 0,016 0,035 0,395 Terima H0
Manajemen
Pengetahuan
Modal intelektual
Kinerja inovasi
0,314 0,312 0,060 5,231 Tolak Ho
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa nilai t-statistik untuk
pengaruh variabel kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi melalui modal
intelektual sebesar 0,395. Nilai t-statistik tersebut jauh lebih kecil dari nilai t-
tabel sebesar 1,960. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima,
atau dengan kata lain tidak terdapat pengaruh signifikan dari kapabilitas
dinamis terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual.
Hasil pengujian hipotesis di atas memberikan informasi bahwa modal
intelektual tidak memediasi pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi. Sebagaimana dijelaskan pada pengujian hipotesis 1, hal ini terjadi karena
kepemilikan atas informasi/pengetahuan baru tidak serta merta akan membuat
perusahaan berkinerja superior (Alavi & Leidner, 2001). Melainkan pengetahuan
itu harus didesiminasikan di dalam perusahaan agar mampu mendorong
peningkatan stok pengetahuan yang tersimpan dalam modal intelektual.
308
Kecenderungan pada IKM adalah pengetahuan tersimpan mengelompok pada
pengusaha atau orang tertentu (Teece, 2012; Koryak et al., 2015). Sehingga
pengetahuan pengetahuan baru yang diperoleh dari aktivitas penginderaan
strategis tidak serta merta mampu memperbarui modal intelektual di dalam
perusahaan.
Sedangkan nilai t-statistik untuk pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual adalah 5,231. Nilai ini lebih
besar daripada t-tabel yakni 1,960. Berdasarkan hal tersebut dikatakan bahwa
hipotesis nol ditolak, atau dengan kata lain terdapat pengaruh signifikan dari
manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual.
Besar pengaruh yang diberikan oleh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi melalui modal intelektual mencapai 31,4%. Sisanya sebesar 68,6%
dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja inovasi
dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan dalam melakukan penciptaan
pengetahuan (PP), transfer pengetahuan (TP), dan aplikasi pengetahuan (AP),
sehingga kemudian berpengaruh terhadap modal manusia (MM), modal struktural
(MS), modal relasional (MR) dan modal kewirausahaan (MK).
Selanjutnya, penelitian ini melakukan pengujian jenis mediasi yang
dijalankan oleh manajemen pengetahuan tersebut berdasarkan konsep Baron and
Kenny (1986) yaitu mediasi penuh (full mediation) atau mediasi parsial (partial
mediation). Penelitian ini menggunakan tiga tahapan tes mediasi sebagaimana
disarankan oleh Baron and Kenny (1986). Berdasarkan hasil bootstrapping sub
309
model dengan menggunakan software SmartPLS 3.2.8 diperoleh data seperti
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4. 48
Rangkuman Hasil Pengujian Mediasi Modal Intelektual pada Pengaruh
Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja Inovasi.
Pengaruh Sampel Asli
(O)
Rata-rata
Sampel (M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(|O/STDEV|)
Manajemen Pengetahuan
โ Modal Intelektual 0,746 0,747 0,033 22,784
Manajemen pengetahuan
โ Kinerja Inovasi 0,685 0,686 0,038 17,896
Manajemen pengetahuan
โ Kinerja Inovasi
(setelah Modal Intelektual
ditambahkan ke dalam
model)
0,353 0,353 0,055 6,367
Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa:
1. Terdapat pengaruh signifikan manajemen pengetahuan terhadap modal
intelektual (t-statistik = 22,784)
2. Terdapat pengaruh signifikan manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi (t-statistik = 17,896)
3. Setelah mengikutsertakan modal intelektual ke dalam model, tingkat
signifikansi pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi menurun dari t-statistik = 17,896 menjadi t-statistik = 6,367.
Penurunan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen saat variabel mediasi dimasukkan ke dalam model
penelitian menandakan telah terjadi mediasi secara parsial.
310
Bisa disimpulkan bahwa modal intelektual memediasi secara parsial
pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi.
Besar pengaruh variabel modal intelektual dalam hubungan manajemen
pengetahuan terhjadap kinerja inovasi bisa dilihat dari nilai VAF dengan
persamaan :
๐๐ด๐น = ๐1 ๐ฅ ๐23
(๐1 ๐ ๐2) + ๐3
Berdasarkan pengolahan PLS algorithm melalui software smartPLS 3.2.8
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. 49
Pengujian Mediasi Modal Intelektual pada Pengaruh Manajemen
Pengetahuan terhadap Kinerja Inovasi
Pengaruh Langsung Koefisien
Manajemen pengetahuan -> Modal Intelektual (P1) 0,748
Modal Intelektual -> Kinerja Inovasi (P2) 0,446
Manajemen Pengetahuan -> Kinerja Inovasi (P3) 0,353 Sumber : Hasil penelitian
๐๐ด๐น = 0,748 ๐ฅ 0,446
(0,748 ๐ฅ 0,446) + 0,353= 0,485 = 48,5%
Nilai VAF = 48,5%, yang berada pada kisaran 20% โค nilai VAF โค 80%,
menunjukkan terjadinya mediasi parsial. Dari total pengaruh manajemen
pengetahuan terhadap kinerja inovasi, sebanyak 48,5% dipengaruhi secara tidak
311
langsung melalui modal intelektual. Sedangkan 51,5% kinerja inovasi dipengaruhi
secara langsung oleh manajemen pengetahuan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan diperoleh
keterangan bahwa inovasi adalah sebuah proses kolektif karena tidak hanya
bersumberkan dari ide atau komando pengusaha, namun inovasi juga memerlukan
kontribusi dari karyawan. Oleh karena itu dalam menciptakan inovasi, pengusaha
membangun komunikasi dua arah dimana pengusaha menyampaikan harapannya
dan kemudian mendapat usulan atau masukan dari karyawan. Dengan demikian,
transfer informasi/pengetahuan menjadi sangat penting bagi pengembangan modal
intelektual, terutama modal manusia dan modal kewirausahaan dalam rangka
menghasilkan produk baru. Disamping itu, interaksi antara perusahaan dan
stakeholder akan menyebabkan perusahaan memperoleh pengetahuan baru dan
berpengaruh terhadap modal relasional di dalam perusahaan. Pengetahuan-
pengetahuan baru tersebutlah yang diwujudkan dalam bentuk inovasi baru di
dalam perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat di atas, Marr et al. (2003)
menyatakan bahwa manajemen pengetahuan bisa dipandang sebagai proses dan
aktivitas manajemen yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan efektifitas
penciptaan dan mempertahankan modal intelektual. Shih et al. (2010) dan
Gholamhossein et al. (2014) berargumen bahwa manajemen pengetahuan sebagai
aliran pengetahuan dan keterampilan manajemen yang diarahkan secara sistematis
untuk menciptakan pengetahuan, yang bisa dikembangkan dan direstrukturisasi
312
menjadi modal intelektual. Selanjutnya, modal manusia akan mempengaruhi
kinerja inovasi di dalam perusahaan (Kianto et al., 2017).
Temuan pada uji hipotesis 4 ini tidak mendukung hasil studi terdahulu
oleh Wendra, Sule, Joeliaty, and Azis (2019) yang menunjukkan bahwa modal
intelektual secara parsial memediasi pengaruh kapabilitas dinamis terhadap
kinerja inovasi. Meskipun dengan obyek penelitian yang sama, namun penelitian
ini menghasilkan temuan yang berbeda dengan penelitian tersebut yakni modal
intelektual tidak memediasi pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi. Hal ini terjadi karena penelitian ini membangun sebuah model dengan
melibatkan lima variabel, yakni: kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan,
modal intelektual, kinerja inovasi dan kinerja perusahaan. Sedangkan penelitian
Wendra et al. (2019) tersebut menguji keterkaitan antara tiga variabel dalam
sebuah model, yakni: kapabilitas dinamis, modal intelektual dan kinerja inovasi.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sedemikian besarnya pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap modal intelektual, sehingga pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap modal intelektual seolah tertutupi/menjadi tidak
signifikan. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen
pengetahuan memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan kapabilitas
dinamis dalam memperbarui modal intelektual perusahaan.
313
4.3.2.5. Pengaruh Kapabilitas Dinamis, Manajemen Pengetahuan dan
Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan melalui Kinerja
Inovasi Baik Secara Simultan Maupun Parsial di Industri Kreatif
Fashion di Provinsi Jawa Barat.
Sub model untuk hipotesis 5 ini bisa digambarkan sebagai berikut:
ฮท1
ฮพ 1
ฮพ2
ฮท3ฮท2 0,4960,434
0,233
0,189
0,7460,421
Sumber : Hasil penelitian
Gambar 4. 10 Model Struktural Hipotesis 5 Pengaruh Kapabilitas Dinamis,
Manajemen Pengetahuan dan Modal Intelektual Terhadap Kinerja
Perusahaan melalui Kinerja Inovasi
Hipotesis ini terdiri atas 4 sub hipotesis yakni: a) pengaruh kapabilitas
dinamis, manajemen pengetahuan dan modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan secara simultan melalui kinerja inovasi, b) pengaruh kapabilitas
dinamis terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi, c) pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi, d)
pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi.
314
Hipotesis Simultan
H0: ฮณ21 : ฮณ22 : ฮฒ32=0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
H1: ฮณ21 : ฮณ22 : ฮฒ320 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual secara simultan terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
Pengujian hipotesis ini menggunakan statistik uji F sebagai berikut :
๐น = ๐ 2 ๐โ
(1 โ ๐ 2) (๐ โ ๐ โ 1)โ
Perhitungan statistik uji F sebagai berikut :
F = 0,425 3โ
(1 โ 0,425) (297 โ 3 โ 1)โ
F = 0,142
0,575 293โ
F = 0,142
0,002
F = 71
Kriteria uji untuk menyatakan tolak hipotesis nol jika nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 5% dengan derajat bebas
pembilang v1 = 3, dan derajat bebas penyebut v2 = 293. Jika terjadi sebaliknya
maka hipotesis nol diterima.
315
Dari perhitungan diperoleh nilai F = 71 > F-tabel = 3,00 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak dengan kata lain terdapat pengaruh
signifikan variabel kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal
intelektual secara simultan terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja
inovasi.
Tabel berikut menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis 5 pengaruh
simultan:
Tabel 4. 50
Rangkuman hasil uji Hipotesis 5 Pengaruh Simultan
Hipotesis R2 F Hitung Keterangan
Kapabilitas Dinamis, Manajemen
Pengetahuan dan Modal Intelektual โ
Kinerja Inovasi โ Kinerja Perusahaan
0,425 71* Tolak H0
*Signifikan pada ฮฑ=0,05 (F-tabel = 2,60)
Hasil pengujian hipotesis 5 untuk pengaruh simultan menunjukkan bahwa
perubahan-perubahan kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan modal
intelektual pada industri kreatif fashion produk tekstil di Jawa Barat secara
simultan berpengaruh terhadap perubahan kinerja perusahaan melalui kinerja
inovasi sebesar 42,5%. Dengan kata lain, variasi pada kinerja perusahaan yang
dapat dijelaskan oleh variasi pada kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan secara bersama-sama melalui kinerja inovasi adalah sebesar 42,5%.
Sisanya, sebesar 57,5% perubahan yang terjadi pada kinerja perusahaan melalui
kinerja inovasi disebabkan oleh perubahan pada variabel lain yang tidak diteliti.
316
Hipotesis Parsial
H0: 21 : ฮฒ32 =0 Tidak terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
H1: 21 : ฮฒ32 0 Terdapat pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi
H0: 22 : ฮฒ32 =0 Tidak terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
H1: 22 : ฮฒ32 0 Terdapat pengaruh manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
H0: ฮฒ21 : ฮฒ32 =0 Tidak terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi
H1: ฮฒ21: ฮฒ32 0 Terdapat pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi
Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai berikut :
๐ก๐ = ๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
๐ ๐(๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐); ๐, ๐ = 1,2,3
Dimana:
se(๐พ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐) = โ๐พ๐๐2 (๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))
2+ ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
2 (๐ ๐(๐พ๐๐))2
+ (๐ ๐(๐พ๐๐))2
(๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
dan
317
๐ก๐ = ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐); ๐, ๐ = 1,2,3
Dimana:
se(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐) = โ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐2 (๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))
2+ ๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐
2 (๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
+ (๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
(๐ ๐(๏ฟฝฬ๏ฟฝ๐๐))2
Kriteria pengujian hipotesis adalah tolak hipotesis nol yang menyatakan
tidak ada pengaruh dari kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi jika nilai t-statistik lebih besar
dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas
df=296 yaitu sebesar 1,960.
Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 51
Rekapitulasi pengaruh kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan dan
modal intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
Pengaruh
Sampel
Asli (O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(|O/STDEV|)
Ket
Kapabilitas Dinamis
Kinerja inovasi
Kinerja perusahaan
0,116 0,110 0,039 2,993 Tolak H0
Manajemen pengetahuan
Kinerja inovasi
Kinerja perusahaan
0,094 0,095 0,044 2,134 Tolak H0
Modal intelektual
Kinerja inovasi
Kinerja perusahaan
0,215 0,216 0,058 3,683 Tolak H0
Sumber : Hasil penelitian
Nilai t-statistik total pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi adalah sebesar 2,993. Nilai tersebut lebih besar
318
dari nilai t-tabel sebesar 1,960. Sehingga hipotesis nol ditolak, atau pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi
signifikan.
Sedangkan nilai t-statistik total pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi adalah sebesar 2,134. Nilai
tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1,960. Dengan demikian hipotesis
nol ditolak, atau pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi signifikan.
Nilai t-statistik untuk pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi adalah sebesar 3,683. Oleh karena nilai t-tabel
adalah sebesar 1,960, maka terlihat bahwa nilai t-statistik pengaruh modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi lebih besar
daripada nilai t-tabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak,
atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi.
Besar pengaruh yang diberikan oleh kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi mencapai 11,6%. Besar pengaruh yang
diberikan oleh manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan melalui
kinerja inovasi mencapai 9,4%. Sedangkan besar pengaruh yang diberikan oleh
modal intelektual terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi mencapai
21,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan melalui kinerja inovasi adalah lebih dominan dibandingkan pengaruh
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan
319
melalui kinerja inovasi. Dengan kata lain kinerja perusahaan secara dominan
dipengaruhi oleh kemampuan modal manusia, modal struktural, modal relasional
dan modal kewirausahaan melalui kinerja inovasi.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa kinerja inovasi berperan sebagai
mediasi baik bagi kapabilitas dinamis, maupun manajemen pengetahuan dan
modal intelektual, dalam mempengaruhi kinerja perusahaan. Selanjutnya
penelitian ini menguji jenis mediasi yang dijalankan oleh kinerja inovasi
berdasarkan konsep Baron and Kenny (1986) yaitu mediasi penuh (full mediation)
atau mediasi parsial (partial mediation). Pengujian peran mediasi kinerja inovasi
pada pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan dengan
menggunakan tiga tahapan tes mediasi Baron and Kenny (1986), disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 4. 52
Rangkuman Hasil Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh
Kapabilitas Dinamis terhadap Kinerja Perusahaan.
Pengaruh Sampel
Asli (O)
Rata-
rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(|O/STDEV|)
Kapabilitas Dinamis -> Kinerja
Inovasi 0,610 0,606 0,044 13,818
Kapabilitas Dinamis -> Kinerja
Perusahaan 0,450 0,455 0,066 6,799
Kapabilitas Dinamis -> Kinerja
Perusahaan (setelah Kinerja Inovasi
ditambahkan ke dalam model)
0,222 0,231 0,086 2,567
Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa:
1. Terdapat pengaruh signifikan kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi
(t-statistik = 13,818)
320
2. Terdapat pengaruh signifikan kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan (t-statistik = 6,799).
3. Setelah mengikutsertakan kinerja inovasi ke dalam model, tingkat
signifikansi pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan
menurun dari t-statistik = 6,799 menjadi t-statistik = 2,567. Penurunan
signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
saat variabel mediasi dimasukkan ke dalam model penelitian menandakan
telah terjadi mediasi secara parsial.
Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa kinerja inovasi memediasi secara
parsial pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan.
Sedangkan persentase pengaruh variabel kinerja inovasi dalam memediasi
pengaruh kapabilitas dinamis terhadap kinerja inovasi bisa dilihat dari nilai VAF
dengan persamaan :
๐๐ด๐น = ๐1 ๐ฅ ๐2
(๐1 ๐ ๐2) + ๐3
Berdasarkan pengolahan PLS algorithm melalui software smartPLS 3.2.8
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. 53
Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh Kapabilitas Dinamis
terhadap Kinerja Perusahaan
Pengaruh Langsung Koefisien
Kapabilitas Dinamis -> Kinerja Inovasi (P1) 0,613
Kinerja Inovasi -> Kinerja Perusahaan (P2) 0,379
Kapabilitas Dinamis -> Kinerja Perusahaan (P3) 0,222 Sumber : Hasil penelitian
321
๐๐ด๐น = 0,613 ๐ฅ 0,379
(0,613 ๐ฅ 0,379) + 0,222= 0,511 = 51,1%
Nilai VAF = 51,1%, atau berada pada kisaran 20% โค nilai VAF โค 80%,
menunjukkan terjadinya mediasi parsial. Sebanyak 51,1% kinerja perusahaan bisa
dijelaskan oleh pengaruh tidak langsung kapabilitas dinamis melalui kinerja
inovasi. Sedangkan 48,9% kinerja perusahaan dipengaruhi secara langsung oleh
kapabilitas dinamis.
Wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan menunjukkan
bahwa kinerja inovasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan melihat
peluang yang ada di lingkungan eksternalnya. Kemudian peluang tersebut
dieksploitasi melalui pengerahan sumber daya agar bergerak sesuai keinginan
perusahaan. Hasil eksploitasi peluang akan menghasilkan inovasi yang bernilai
tambah yang mampu mendorong kinerja perusahaan yang lebih baik di pasaran.
Hal yang disampaikan oleh informan tersebut menggambarkan aktifitas
penginderaan strategis yang dilakukan perusahaan dalam rangka melihat peluang
bisnis yang ada. Peluang tersebut akan diwujudkan menjadi produk melalui
dimensi/sub variabel implementasi perubahan. Hasilnya adalah inovasi baru yang
berkontribusi bagi kinerja perusahaan.
Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Zhou, Zhou, Feng, and
Jiang (2017) di Cina yang menemukan bahwa inovasi memediasi pengaruh
kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan. Penelitian lain dari Alegre and
Chiva (2013) yang juga menunjukkan peranan kinerja inovasi sebagai mediator.
322
Melalui penelitian di industri kreatif keramik di Italia dan Spanyol, mereka
menemukan bahwa kinerja inovasi memediasi hubungan antara variabel orientasi
kewirausahaan dengan kinerja perusahaan.
Sedangkan pengujian full atau partial mediation kinerja inovasi pada
pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan dengan
menggunakan pendekatan tiga langkah dari Baron and Kenny (1986)
dirangkumkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 54
Rangkuman Hasil Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh
Manajemen Pengetahuan terhadap Kinerja Perusahaan.
Sampel Asli
(O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(|O/STDEV|)
Manajemen Pengetahuan โ
Kinerja inovasi 0,685 0,684 0,037 18,284
Manajemen Pengetahuan โ
Kinerja Perusahaan 0,308 0,307 0,068 4,524
Manajemen Pengetahuan โ
Kinerja Perusahaan (setelah
Kinerja Inovasi ditambahkan ke
dalam model)
-0,077 -0,080 0,081 0,955
Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa:
1. Terdapat pengaruh signifikan manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi (t-statistik = 18,284).
2. Terdapat pengaruh signifikan manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan (t-statistik = 4,524).
3. Setelah mengikutsertakan kinerja inovasi ke dalam model, pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan mengalami perubahan
323
nilai signifikansi dari t-statistik = 4,524 menjadi tidak signifikan / t-statistik =
0,955. Hilangnya signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen saat variabel mediasi dimasukkan ke dalam model penelitian
menandakan telah terjadi mediasi secara penuh.
Bisa disimpulkan bahwa kinerja inovasi memediasi secara penuh pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan.
Besar pengaruh variabel kinerja inovasi dalam hubungan manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan bisa dilihat dari nilai VAF dengan
persamaan :
๐๐ด๐น = ๐1 ๐ฅ ๐2
(๐1 ๐ ๐2) + ๐3
Berdasarkan pengolahan PLS algorithm melalui software smartPLS 3.2.8
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. 55
Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh Manajemen Pengetahuan
terhadap Kinerja Perusahaan
Pengaruh Langsung Koefisien
Manajemen pengetahuan -> Kinerja Inovasi (P1) 0,638
Kinerja Inovasi -> Kinerja Perusahaan (P2) 0,565
Manajemen Pengetahuan -> Kinerja Perusahaan (P3) -0,077 Sumber : Hasil penelitian
๐๐ด๐น = 0,638 ๐ฅ 0,565
(0,638 ๐ฅ 0,565) โ 0,077= 1,272 = 127,2%
Nilai VAF = 127,2% menunjukkan terjadinya mediasi penuh oleh kinerja inovasi
pada pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan.
324
Sebagaimana dinyatakan oleh Hair Jr et al. (2016) bahwa jika nilai VAF > 100%,
maka terjadi mediasi penuh, dan besaran pengaruh mediasi tidak bisa
diinterpretasikan
Temuan ini menunjukkan bahwa variasi manajemen pengetahuan akan
mempengaruhi variasi kinerja inovasi, dan selanjutnya akan berimplikasi pada
variasi kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang pernah
disampaikan oleh Hair et al. (2013) bahwa pada saat terjadi mediasi penuh,
variabel eksogen kehilangan kekuatannya untuk mempengaruhi variabel endogen,
kecuali melalui sebuah mediasi.
Terkait hubungan manajemen pengetahuan, kinerja inovasi dan kinerja
perusahaan, penelitian Suwarsi (2014) menunjukkan bahwa manajemen
pengetahuan hanya bisa meningkatkan pertumbuhan perusahaan jika terdapat
inovasi di dalam perusahaan. Dengan kata lain, manajemen pengetahuan tidak
dapat secara langsung mempengaruhi kierja perusahaan, melainkan melalui
kinerja inovasi. Hal tersebut mendukung apa yang pernah disampaikan oleh
Darroch (2005) bahwa manajemen pengetahuan tidak secara langsung
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Namun manajemen pengetahuan
berpengaruh terhadap kinerja inovasi. Oleh karena itu manajemen pengetahuan
diduga mempengaruhi kinerja perusahaan melalui media kinerja inovasi. Pendapat
ini didukung oleh Byukusenge and Munene (2017) yang menemukan bahwa
kinerja inovasi memediasi pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan di usaha kecil dan menengah (UKM). Sedangkan penelitian dalam
industri pendidikan yang dilakukan oleh Joeliaty (2012) menunjukkan bahwa
325
pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja program study sangat kecil
atau hampir tidak signifikan, melainkan melalui keunggulan bersaing. Hal ini
mempertegas bahwa manajemen pengetahuan tidak secara langsung bisa
mempengaruhi kinerja perusahaan melainkan perlu dimediasi oleh variabel lain
seperti kinerja inovasi. Pendapat-pendapat tersebut di atas sejalan dengan
pandangan para pendukung KBV yang mempostulatkan bahwa saat pengetahuan
dikelola dengan efektif, maka manajemen pengetahuan akan menciptakan
kapabilitas unik yang akan mampu berkontribusi terhadap kinerja perusahaan
melalui inovasi (Grant, 1996; Leal-Rodrรญguez, Leal-Millรกn, Roldรกn-Salgueiro, &
Ortega-Gutiรฉrrez, 2013).
Temuan penelitian ini sekaligus membantah pernyataan Muthuveloo et al.
(2017) bahwa manajemen pengetahuan secara langsung berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Lebih spesifik lagi di IKM, temuan pada penelitian ini juga
bertentangan hasil penelitian Gholami et al. (2013) bahwa manajemen
pengetahuan mempengaruhi kinerja perusahaan secara langsung.
Peran full mediation yang dijalankan oleh kinerja inovasi dalam
pengaruh manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi di atas sekaligus
juga menjelaskan temuan pada pengujian hipotesis 4 sebelumnya yang
menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan berpengaruh negatif
terhadap kinerja inovasi. Dengan demikian, temuan tersebut sejalan dengan
pendapat Hair et al. (2017) bahwa terdapatnya perbedaan arah pengaruh antara
teori dengan hasil pengujian hipotesis menandakan terdapatnya mediator lain
dalam hubungan tersebut.
326
Sedangkan untuk mengetahui jenis mediasi yang diperankan oleh kinerja
inovasi pada pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan, full
mediation atau partial mediation, maka dilakukan uji mediasi sesuai langkah yang
disarankan oleh Baron and Kenny (1986). Hasil pengujian dirangkumkan sebagai
berikut:
Tabel 4. 56
Rangkuman Hasil Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh
Modal Intelektual terhadap Kinerja Perusahaan.
Sampel
Asli (O)
Rata-rata
Sampel
(M)
Standar
Deviasi
(STDEV)
t-statistik
(|O/STDEV|)
Modal Intelektual โ Kinerja
inovasi 0.707 0,707 0,043 16,455
Modal Intelektual โ Kinerja
Perusahaan 0,317 0,313 0,074 4,284
Modal Intelektualโ Kinerja
Perusahaan (setelah Kinerja
Inovasi ditambahkan ke dalam
model)
-0,081 -0,084 0,081 0,994
Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa:
1. Terdapat pengaruh signifikan modal intelektual terhadap kinerja inovasi (t-
statistik = 16,455).
2. Terdapat pengaruh signifikan modal intelektual terhadap kinerja perusahaan
(t-statistik = 4,284).
3. Setelah mengikutsertakan kinerja inovasi ke dalam model, pengaruh modal
intelektual terhadap kinerja perusahaan menjadi tidak signifikan (t-statistik =
0,994). Hilangnya signifikansi pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen saat variabel mediasi dimasukkan ke dalam model
penelitian menandakan telah terjadi mediasi secara penuh.
327
Bisa disimpulkan bahwa kinerja inovasi memediasi secara penuh pengaruh
modal intelektual terhadap kinerja perusahaan.
Besar pengaruh variabel kinerja inovasi dalam hubungan manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan bisa dilihat dari nilai VAF dengan
persamaan :
๐๐ด๐น = ๐1 ๐ฅ ๐2
(๐1 ๐ ๐2) + ๐3
Berdasarkan pengolahan PLS algorithm melalui software smartPLS 3.2.8
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. 57
Pengujian Mediasi Kinerja Inovasi pada Pengaruh Modal Intelektual
terhadap Kinerja Perusahaan
Pengaruh Langsung Koefisien
Modal Intelektual -> Kinerja Inovasi (P1) 0,706
Kinerja Inovasi -> Kinerja Perusahaan (P2) 0,568
Modal Intelektual -> Kinerja Perusahaan (P3) -0,081
Sumber : Hasil penelitian
๐๐ด๐น = 0,706 ๐ฅ 0,568
(0,706 ๐ฅ 0,568) โ 0,081= 125,3%
Nilai VAF = 125,3% menunjukkan terjadinya mediasi penuh oleh kinerja inovasi
pada pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan. Sebagaimana
dinyatakan oleh Hair Jr et al. (2016) bahwa jika nilai VAF > 100%, maka terjadi
mediasi penuh, dan besaran pengaruh mediasi tidak bisa diinterpretasikan
Temuan ini menunjukkan bahwa variasi modal intelektual akan
mempengaruhi variasi kinerja inovasi, dan selanjutnya akan berimplikasi pada
328
variasi kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang pernah
disampaikan oleh Hair et al. (2013) bahwa pada saat terjadi mediasi penuh,
variabel eksogen kehilangan kekuatannya untuk mempengaruhi variabel endogen,
kecuali melalui sebuah mediasi.
Hasil pengolahan data untuk hipotesis 5 ini sekaligus membantah temuan
terdahulu yang menunjukkan bahwa elemen modal intelektual berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan (Lihat: Aramburu & Sรกenz, 2011; Campbell et al.,
2012; Hsu & Wang, 2012; Wang et al., 2014; Francesca Maria et al., 2015;
Andreeva & Garanina, 2016; Smriti & Das, 2017).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 sampai 5, maka diringkaskan
hasilnya sebagai berikut:
Tabel 4. 58
Ringkasan Pengujian Hipotesis Lanjutan Tabel 4.58
Hipo-
tesis
Pengaruh Nilai
uji F
t-
statistik Keterangan
1.a
Kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan terhadap modal
intelektual secara simultan
186 - Mendukung
1.b Kapabilitas dinamis terhadap modal
intelektual secara parsial - 0,397 Tidak mendukung
1.c Manajemen pengetahuan terhadap
modal intelektual secara parsial - 11,153
Mendukung
2.a
Kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan dan modal intelektual
terhadap kinerja inovasi secara
simultan
128 - Mendukung
2.b Kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi secara parsial - 2,924
Mendukung
2.c Manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi secara parsial - 2,368
Mendukung
2.d Modal intelektual terhadap kinerja
inovasi secara parsial - 0,434
Mendukung
3.a Kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan, modal intelektual dan
kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan secara simultan
4,05 - Mendukung
329
Lanjutan Tabel 4.58
Hipo-
tesis
Pengaruh Nilai
uji F
t-
statistik Keterangan
3.b Kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan secara parsial - 3,988
Mendukung
3.c Manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan secara parsial - 2,891 Tdk mendukung
3.d Modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan secara parsial - 0,285 Tidak mendukung
3.e Kinerja inovasi terhadap kinerja
perusahaan secara parsial - 5,680 Mendukung
4.a Kapabilitas dinamis dan manajemen
pengetahuan terhadap kinerja inovasi
secara simultan melalui modal
intelektual
7,95 - Mendukung
4.b Kapabilitas dinamis terhadap kinerja
inovasi secara parsial melalui modal
intelektual
- 0,395 Tidak mendukung
4.c Manajemen pengetahuan terhadap
kinerja inovasi secara parsial melalui
modal intelektual
- 5,231 Mendukung
5.a Kapabilitas dinamis, manajemen
pengetahuan, dan modal intelektual
terhadap kinerja perusahaan secara
simultan melalui kinerja inovasi
71 - Mendukung
5.b Kapabilitas dinamis terhadap kinerja
perusahaan secara parsial melalui
kinerja inovasi
- 2,993 Mendukung
5.c Manajemen pengetahuan terhadap
kinerja perusahaan secara parsial
melalui kinerja inovasi
- 2,134 Mendukung
5.d Modal intelektual terhadap kinerja
perusahaan secara parsial melalui
kinerja inovasi
- 3,683 Mendukung
Sumber: Hasil penelitian
Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas, maka model temuan penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut:
330
Modal
Intelektual
Kapabilitas
Dinamis
Mana-
jemen
Penge-
tahuan
Kinerja
Perusahaan
Kinerja
Inovasi73%
Pengaruh tidak langsung
Pengaruh langsung
Penginderaan
Strategis
Pengambilan
keputusan
Pengimple-
mentasian
perubahan
Penciptaan
pengetahuan
Transfer
pengetahuan
Aplikasi
pengetahuan
36,8%
23,3%
77,3%
78,6%
78,6%
86,2%
86,5%
76,5%
9,4%
31,4%72,3%
11,6%
43,4% 49,6%
Sumber: Hasil penelitian
Gambar 4. 11 Model Temuan Penelitian
Temuan penelitian menunjukkan bahwa:
1. Manajemen pengetahuan memiliki pengaruh signifikan langsung sebesar
72,3% terhadap modal intelektual. Sedangkan pengaruh langsung kapabilitas
dinamis terhadap modal intelektual tidak bernilai signifikan.
2. Modal intelektual (43,4%) memiliki pengaruh signifikan langsung yang lebih
besar dibandingkan pengaruh signifikan langsung kapabilitas dinamis
(23,3%) dan manajemen pengetahuan (18,9%) terhadap kinerja inovasi.
3. Kinerja inovasi memiliki pengaruh signifikan langsung (49,6%) lebih besar
dibandingkan pengaruh signifikan langsung kapabilitas dinamis (36,8%)
terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan pengaruh langsung manajemen
pengetahuan terhadap kinerja perusahaan tidak signifikan.
331
4. Manajemen pengetahuan memiliki pengaruh signifikan tidak langsung
sebesar 31,4% terhadap kinerja inovasi melalui modal intelektual. Sedangkan
kapabilitas dinamis tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
inovasi melalui modal intelektual.
5. Kapabilitas dinamis memiliki pengaruh tidak langsung signifikan yang lebih
besar terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi (11,6%)
dibandingkan pengaruh tidak langsung signifikan manajemen pengetahuan
terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja inovasi (9,4%).
Diperoleh juga temuan bahwa pengaruh total (pengaruh langsung ditambah
pengaruh tidak langsung) terbesar terhadap kinerja inovasi diperoleh dari
manajemen pengetahuan (18,9% + 31,40% = 50,3%), diikuti oleh pengaruh
modal intelektual (43,4%) dan kapabilitas dinamis (23,2%). Sedangkan pengaruh
total terbesar terhadap kinerja perusahaan diperoleh dari kinerja inovasi (49,6%),
diikuti oleh kapabilitas dinamis (11,6% + 36,8% = 48,4%) dan manajemen
pengetahuan (9,4%).
Disamping itu, temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa antara
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terdapat korelasi positif sebesar
73%. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan pada kapabilitas dinamis akan diikuti
oleh perubahan pada manajemen pengetahuan dengan arah yang sama.
Terdapatnya korelasi antara dua variabel ini karena sebagaimana dinyatakan oleh
Easterby-Smith and Prieto (2008) bahwa pada keduanya ada area yang beririsan,
meskipun juga ada area yang berdiri sendiri. Area yang digunakan oleh penelitian
ini untuk membangun konstruk beserta pengukurannya adalah area yang berdiri
332
sendiri. Oleh karena perbedaan itu jugalah, maka kemudian temuan penelitian ini
menunjukkan hasil pengaruh yang berbeda antara kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan terhadap modal intelektual. Kapabilitas dinamis secara
parsial tidak berpengaruh terhadap modal intelektual. Sebaliknya manajemen
pengetahuan secara signifikan mempengaruhi modal intelektual.
4. 4 Novelty
Berdasarkan temuan penelitian di atas, maka terungkap novelty pada
penelitian ini berupa sebuah model untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Gambar 4. 12 Model Kinerja Perusahaan berbasiskan Manajemen
Pengetahuan, Kapabilitas Dinamis, Modal Intelektual dan Kinerja Inovasi
Model yang menjadi novelty pada penelitian ini mengungkapkan bahwa
peningkatan kinerja perusahaan harus ditopang oleh pembangunan manajemen
Kapabilitas
Dinamis
- Penginderaan
Strategis
- Pengambilan
keputusan
tepat waktu
- Pengimple-
mentasian
perubahan
Kinerja
Perusahaan
- Pelanggan
- Keuangan
Kinerja
Inovasi
- Produk dan
Estetika
- Proses
- Pemasaran
- Organisasi
Modal
Intelektual
- Manusia
- Struktural
- Relasional
- Kewira-
usahaan
Manajemen
Pengetahuan
- Penciptaan - Transfer - Aplikasi
333
pengetahuan yang bisa memperbarui modal intelektual, kapabilitas dinamis serta
mendorong terciptanya kinerja inovasi di dalam perusahaan.
Penelitian ini berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan bahwa teori
manajemen sumber daya manusia stratejik sebagai bagian dari teori manajemen
sumber daya manusia dan ilmu manajemen dapat dijadikan sebagai grand theory
yang dibangun dari beberapa middle range theory, yaitu: resource based view,
knowledge based view, dynamic capabilities dan performance management.
Kemudian middle range theory tersebut diturunkan lebih jauh ke dalam bentuk
applied theory: kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, modal intelektual,
kinerja inovasi dan kinerja perusahaan, yang dipakai untuk membangun kerangka
hubungan antar variabel berdasarkan fenomena dan kajian literatur terdahulu.
Berdasarkan kerangka tersebut dapat diperoleh kebenarannya bahwa modal
intelektual adalah mediasi manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi.
Selain itu kinerja inovasi adalah variabel mediasi atas kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan pada industri kreatif fashion
produk tekstil.
Hasil temuan ini bermanfaat bagi perusahaan bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja perusahaan, diperlukan inovasi baik dari sisi produk dan
estetika, proses, pemasaran maupun organisasi. Kinerja inovasi perusahaan akan
dapat dicapai jika perusahaan memiliki modal intelektual yang berkualitas yang
selalu diperbarui oleh proses manajemen pengetahuan yang dilakukan. Disamping
itu, perlu juga bagi perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas dinamis
mereka karena berpengaruh secara langsung terhadap kinerja inovasi.
334
Lebih jauh lagi, temuan penelitian ini secara konseptual dan metodologi
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Secara konseptual dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Kapabilitas dinamis / dynamic capability (DC) yang merupakan applied
sekaligus middle range theory pada penelitian ini memiliki korelasi dengan
manajemen pengetahuan yang bersumber dari knowledge based view (KBV)
theory. Manajemen pengetahuan mempengaruhi modal intelektual yang
berakar dari resources based view (RBV), dan knowledge based view (KBV)
theory. Kapabilitas dinamis, manajemen pengetahuan, dan modal intelektual
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
inovasi dan kinerja perusahaan. Dengan demikian, temuan pada penelitian ini
mampu menjelaskan mekanisme RBV, KBV dan DC dalam mempengaruhi
kinerja inovasi dan kinerja perusahaan. Hal tersebut menjadi novelty pada
penelitian ini karena penelitian terdahulu dengan topik yang sama cenderung
berjalan secara secara paralel dan parsial.
b. Pada penelitian ini ditemukan bahwa modal intelektual merupakan output dari
manajemen pengetahuan. Disamping itu, modal intelektual juga menjadi
anteseden bagi kinerja inovasi. Hasil uji mediasi menunjukkan bahwa modal
intelektual memediasi secara parsial pengaruh manajemen pengetahuan
terhadap kinerja inovasi. Dengan demikian, penelitian ini berhasil
membuktikan prediksi sebelumnya bahwa manajemen pengetahuan bersifat
memperbarui modal intelektual, sekaligus modal intelektual menjadi mediasi
antara manajemen pengetahuan dengan kinerja inovasi. Sifat prediktif temuan
335
ini menjadi novelty pada penelitian ini, berbeda dengan pembahasan pada
literatur-literatur sebelumnya.
Sedangkan secara metodologi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Obyek penelitian ini adalah industri kecil dan menengah / IKM di industri
kreatif fashion produk tekstil. Obyek penelitian ini berbeda dengan penelitian
terdahulu dengan topik yang relatif sama di industri manufaktur, perbankkan,
fast-food (makanan cepat saji), tourism (pariwisata), dan high-tech industry.
b. Penelitian ini menggunakan dua dimensi/sub variabel yang berbeda dengan
penelitian terdahulu yakni dimensi/sub variabel modal kewirausahaan pada
variabel modal intelektual, dan dimensi / sub variabel produk dan estetika
pada variabel kinerja inovasi, serta indikator yang disesuaikan untuk setiap
dimensi/sub variabelnya.
c. Temuan penelitian ini adalah hasil olahan dengan menggunakan teknik
analisis variance based structural equation modeling (SEM) atau lebih
dikenal dengan istilah Partial Least Square (PLS). Hal ini tentu saja berbeda
dengan penelitian terdahulu dengan menggunakan teknik covariance based
structural equation modeling (SEM) ataupun regresi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat bahwa konsep dan metodologi pada
penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sehingga peneliti
berkeyakinan bahwa penelitian ini adalah sebuah invention.
Sesuai dengan salah satu hallmark of scientific research/ciri penelitian
ilmiah yakni generazibility/bisa diperluas (Sekaran & Bougie, 2013; Ferdinand,
2014), maka model temuan penelitian ini bisa diperluas pada perusahaan lain di
336
industri fashion produk tekstil dengan catatan bahwa populasi bersifat homogen:
berada dalam lingkungan yang terus berubah/dinamis, mengandalkan pencapaian
tujuan melalui pemanfaatan sumberdaya yang tidak berwujud yakni ilmu
pengetahuan, terdapat tuntutan untuk terus berinovasi, dan menghadapi fenomena
yang relatif sama dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis Partial Least Square dimana salah satu kekuatannya adalah metode
bersifat robust atau kebal yang berarti bahwa parameter model tidak akan banyak
berubah ketika sampel baru diambil dari total populasi (Geladi & Kowalski,
1986). Sehingga perluasan penggunaan model temuan penelitian pada populasi
yang homogen masih bisa diterima secara ilmiah dan hasilnya tidak akan banyak
mengalami perubahan. Dengan demikian, generalisasi model pada populasi yang
berbeda akan berbenturan dengan metodologi penelitian ilmiah.
4. 5 Implikasi penelitian
Penelitian ini telah mengungkapkan mekanisme kapabilitas dinamis dan
manajemen pengetahuan mempengaruhi kinerja perusahaan baik secara langsung
maupun melalui modal intelektual dan kinerja inovasi. Berdasarkan hasil
penelitian ini, maka disarikan dua implikasi penelitian yakni secara teoritis dan
secara praktis.
4.5.1. Implikasi Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini setidaknya memiliki 6 (enam) implikasi.
Pertama, penelitian ini mengintegrasikan beberapa middle range theories
yakni: resource based view, knowledge based view, dynamic capabilities dan
performance management sebagai dasar pembangunan paradigma penelitian.
337
Pendekatan ini memiliki kebaruan di dalam lingkup grand theory manajemen
sumber daya manusia stratejik karena literatur terdahulu umumnya membahas
keterkaitan antara middle range theories tersebut secara paralel dan parsial.
Padahal kalau dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan, kelahiran KBV dan
DC tidak bisa dipisahkan dari RBV, sehingga memiliki keterkaitan antara satu
dengan lainnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
mempertimbangkan teori-teori yang saling terkait dalam satu kerangka penelitian,
maka akan diperoleh pemahaman yang lengkap bagaimana mekanisme teori
tentang sumberdaya, pengetahuan, kapabilitas serta kinerja, bekerja di dalam
lingkup teori manajemen sumber daya manusia stratejik. Pendekatan serupa bisa
dipakai untuk penelitian dibidang manajemen sumber daya manusia
stratejik di masa mendatang.
Kedua, hasil penelitian ini menunjukkan peran mediasi modal
intelektual pada hubungan manajemen pengetahuan terhadap kinerja
inovasi di industri kreatif fashion produk tekstil. Meskipun pada penelitian
terdahulu di berbagai industri, seperti teknologi informasi, perbankkan,
manufaktur, fast food dan pariwisata, dinyatakan bahwa sumber daya
pengetahuan (modal intelektual) berperan sebagai variabel independen bagi
manajemen pengetahuan, namun pada penelitian ini terlihat bahwa modal
intelektual juga bisa dilihat sebagai output yang bisa diperbarui dan ditingkatkan
kualitasnya oleh manajemen pengetahuan, selanjutnya berdampak terhadap
kinerja inovasi di perusahaan. Dengan demikian, temuan penelitian ini mampu
menjelaskan mekanisme hubungan antara manajemen pengetahuan dan kinerja
338
inovasi. Temuan ini merupakan suatu kebaruan pada teori manajemen
sumber daya manusia stratejik. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada
penelitian terdahulu yang secara konseptual dan empiris menunjukkan bagaimana
modal intelektual sebagai sebuah stok pengetahuan menjembatani pengaruh
manajemen pengetahuan terhadap kinerja inovasi. Terkecuali kajian konseptual
dari Kianto et al. (2014) dengan konstruk yang sedikit berbeda yakni manajemen
pengetahuan, modal intelektual dan kinerja perusahaan, bukan konstruk
manajemen pengetahuan, modal intelektual dan kinerja inovasi sebagaimana
digunakan pada penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian yang akan datang
bisa menggunakan konstruk modal intelektual sebagai mediasi manajemen
pengetahuan dan kinerja inovasi.
Ketiga, penelitian ini juga mengungkapkan peran mediasi kinerja
inovasi pada hubungan kapabilitas dinamis terhadap kinerja perusahaan,
dan hubungan manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu oleh Zhou et al. (2017) dan Alegre
and Chiva (2013) bahwa kinerja inovasi memediasi pengaruh kapabilitas dinamis
terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini juga semakin menegaskan temuan
penelitian terdahulu oleh Darroch (2005) pada multi industri di New Zealand,
Suwarsi (2016) pada BUMN sektor energi Indonesia, dan Byukusenge and
Munene (2017) di sektor usaha kecil dan menengah di Rwanda, bahwa
manajemen pengetahuan tidak bisa secara langsung mempengaruhi kinerja
perusahaan melainkan melalui kinerja inovasi. Dengan demikian, temuan ini
menunjukkan konsistensi konstruk kinerja inovasi sebagai mediasi antara
339
kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja
perusahaan.
Keempat, penelitian ini dilakukan di industri tradisional / technology
receiver industry yaitu di industri kreatif fashion produk tekstil, berukuran
kecil dan menengah di negara berkembang, Indonesia. Hal ini jauh berbeda
dengan penelitian terdahulu yang umumnya dilakukan di industri manufaktur
besar atau industri berteknologi tinggi, berukuran besar di negara maju. Hasil
penelitian ini telah tervalidasi untuk konteks industri tersebut di atas di Indonesia.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel yang dipakai pada penelitian ini
bisa diterapkan pada industri yang tidak memiliki dinamisme teknologi yang
tinggi. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dengan topik sejenis bisa
dilakukan di industri manufaktur besar, berteknologi tinggi, ataupun di
industri tradisional, baik di negara maju ataupun negara berkembang.
Kelima, penelitian ini menggunakan alat ukur dengan mengadaptasi
indikator penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan konteks industri yang
menjadi studi kasus. Dengan demikian, indikator dan konstruk yang
digunakan pada penelitian ini mampu menggambarkan konteks industri
yang diuji. Secara statistik indikator penelitian ini juga sudah teruji nilai
reliabilitasnya. Sehingga indikator dan konstruk tersebut memenuhi unsur
validitas dan reliabilitas yang bisa digunakan sebagai acuan untuk penelitian
dengan topik yang sama di industri sejenis di masa yang akan datang.
Keenam, berbeda dengan penelitian terdahulu yang umumnya
menggunakan strcutural equation modeling atau regresion analysis, penelitian
340
ini menggunakan partial least square (PLS) sebagai alat analisis yang
dikombinasikan dengan teknik power analysis untuk penentuan jumlah
sampel. Salah satu kelebihan PLS adalah karena metode ini bersifat lebih robust
atau kebal, yang artinya parameter model tidak banyak berubah ketika sampel
baru diambil dari total populasi (Geladi & Kowalski, 1986). Sedangkan teknik
power analysis memiliki kelebihan karena secara statistik mampu melepaskan
peneliti dari kesalahan tipe I (menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima),
dan tipe 2 (menerima hipotesis nol yang seharusnya ditolak), serta tidak terikat
jumlah populasi. Metode ini cocok dipakai pada penelitian yang menghadapi
situasi dimana populasi yang tersebar luas, sampling frame tidak tersedia/tidak
akurat, dan diperkirakan membangun sampling frame akan memakan biaya tinggi
dengan waktu yang lama. Oleh karena itu, penggunaan PLS dikombinasikan
dengan teknik power analysis yang dipakai penelitian ini bisa menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya dengan kondisi lingkungan dan usaha
yang relatif serupa.
Kedepannya, penelitian lanjutan diperlukan untuk lebih memperluas
pemahaman terhadap topik yang dibahas pada penelitian ini. Beberapa rancangan
penelitian lanjutan di masa yang akan datang :
1. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai R2 untuk konstruk modal intelektual
adalah 55,8%, R2 kinerja inovasi adalah 57,8% dan R2 kinerja perusahaan
adalah 32,6%. Hal ini berarti bahwa variasi pada: modal intelektual sebesar
44,2%, kinerja inovasi sebesar 42,2% dan kinerja perusahaan sebesar 67,4%
dipengaruhi oleh variasi pada variabel lain di luar penelitian ini. Penelitian
341
terdahulu mengungkapkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yang
mempengaruhi modal intelektual seperti: pembelajaran organisasi (Liu,
2017a), sistem manajemen SDM (Wang & Chen, 2013; Kianto et al., 2017)
dan budaya organisasi (Gupta, Massa, & Azzopardi, 2016). Penelitian
terdahulu juga mengungkapkan beberapa variabel yang mempengaruhi
kinerja inovasi, seperti: kreativitas dan strategi pembelajaran (Valaei,
Rezaei, & Ismail, 2017), budaya nasional (Prim, Filho, Zamur, & Di Serio,
2017), strategi inovasi (Jajja, Kannan, Brah, & Hassan, 2017), kepemimpinan
kewirausahaan (Fontana & Musa, 2017), kapabilitas ambidekteritas (Zhou,
Lu, & Chang, 2016), konfigurasi model bisnis (Taran, Nielsen, Montemari,
Thomsen, & Paolone, 2016) dan identitas perusahaan (Staub, Kaynak, &
Gok, 2016). Selain itu, literatur juga mengungkapkan variabel-variabel
yang mempengaruhi kinerja perusahaan: orientasi pasar (Beneke,
Blampied, Dewar, & Soriano, 2016), dan gaya kepemimpinan (Sethibe &
Steyn, 2015). Sementara berdasarkan wawancara, beberapa variabel lain
yang diduga juga mempengaruhi modal intelektual adalah: kemampuan
belajar karyawan, gaya manajerial dan kepercayaan pemilik usaha. Variabel
lain yang diduga mempengaruhi kinerja inovasi adalah: harga dan
ketersediaan bahan baku, ketersediaan modal dan peralatan kerja.
Sedangkan variabel lain yang dinyatakan mempengaruhi kinerja
perusahaan seperti perizinan pemerintah, lokasi usaha dan kemampuan
pemasaran.
Namun demikian, apakah variabel-variabel tersebut di atas secara empiris dan
342
signifikan benar-benar mempengaruhi modal intelektual, kinerja inovasi dan
kinerja perusahaan? Maka diperlukan penelitian lanjutan untuk
membuktikannya.
2. Penelitian ini menggunakan pemilik/pelaku usaha/direktur/manajer
perusahaan sebagai sumber informasi primer. Penelitian berikutnya perlu juga
menggali informasi dari sumber lainnya seperti : karyawan ataupun
pelanggan sehingga bisa memberikan gambaran yang lebih komprehensif
terhadap praktek-praktek ataupun capaian setiap variabel dalam penelitian ini
3. Penelitian ini bersifat cross sectional. Besar kemungkinan bahwa pengaruh
antar variabel tidak terjadi secara cepat, misalnya pengaruh kapabilitas
dinamis terhadap modal intelektual. Sehingga pendekatan cross sectional
menghilangkan nilai pengaruh yang mungkin sebenarnya ada dalam rentang
waktu tertentu. Penelitian dengan pendekatan time series mungkin akan
menghasilkan temuan yang berbeda terkait pengaruh kapabilitas dinamis
terhadap modal intelektual tersebut.
4. Penelitian selanjutnya menggunakan alat ukur yang lebih disempurnakan
dengan menghilangkan skala sedang/cukup untuk menghindari
kecenderungan responden memilih nilai tengah. Disamping itu, jumlah
dimensi/sub variabel dan indikator disusun secara lebih komprehensif
sehingga bisa memperluas pemahaman terhadap topik yang dibahas ini.
4.5.2. Implikasi Praktek
Hasil penelitian ini bisa memberi kemanfaatan bagi peningkatan kinerja
perusahaan pada industri kreatif fashion produk tekstil. Perusahaan yang ingin
343
meningkatkan kinerja usaha mereka sebaiknya memulai dengan upaya penciptaan
pengetahuan dan transfer pengetahuan sebagai dimensi/sub variabel dari
manajemen pengetahuan. Hal itu dilakukan dengan mencari dan mempelajari
pengetahuan yang berasal dari luar perusahaan, kemudian mengkombinasikannya
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki secara selama ini dan melakukan uji
coba pembuatan produk atau proses kerja baru berdasarkan pemanfaatan
pengetahuan baru yang dimiliki. Pengetahuan yang sudah dimiliki tersebut perlu
ditransfer kepada seluruh karyawan agar tercipta pengetahuan kolektif yang akan
mendorong terciptanya inovasi baru di perusahaan. Sebagai contoh, untuk
menghasilkan model pakaian baru, maka perusahaan perlu mencari ide dan
pengetahuan baru tentang kecenderungan mode saat ini serta proses
pembuatannya. Selanjutnya perusahaan melakukan uji coba pembuatan produk
secara mandiri. Ketika perusahaan sudah memiliki prototype produk dan memiliki
pengetahuan proses pembuatannya, maka pengetahuan tersebut perlu disebarkan
kepada seluruh karyawan agar mengetahui hasil seperti apa yang harus mereka
capai. Penciptaan dan penyebaran pengetahuan sangat penting untuk dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kreatifitas sumber daya manusia
yang dimiliki, agar mereka bisa menghasilkan barang, proses pembuatan, cara
pemasaran dan pengelolaan sistem perusahaan yang baru. Sehingga kebaruan
tersebut bisa membedakan perusahaan dengan kompetitor mereka dan menncapai
peningkatan kinerja perusahaan.
Namun demikian, kinerja perusahaan tidak hanya dapat ditingkatkan
melalui kinerja inovasi yang berdasarkan manajemen pengetahuan melalui modal
344
intelektual semata, namun juga tetap perlu memperhatikan kapabilitas dinamis.
Peningkatan kinerja inovasi juga secara dominan didorong oleh kapabilitas
dinamis. Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk terus menerus melakukan
analisis perkembangan selera konsumen, aksi pesaing, kebijakan pemasok dan
seterusnya. Perusahaan juga perlu terus belajar tentang bagaimana agar dapat
menyelesaikan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan secara tepat
waktu, dan menyelesaikan masalah ketidakpuasan pelanggan secara cepat. Selain
itu, perusahaan juga perlu menciptakan sistem penghargaan/insentif untuk dapat
memotivasi karyawan, serta membangun sistem pengendalian untuk memastikan
karyawan mengikuti ketentuan perusahaan.
Mengingat tantangan terkini adalah munculnya era revolusi industri 4.0,
serta tren kedepan dimana munculnya society 5.0, yang sama-sama menggunakan
teknologi jaringan / internet sebagai backbond-nya, maka industri kreatif fashion
produk tekstil perlu dipersiapkan untuk bisa masuk kedalam era tersebut dengan
sebaik-baiknya. Apalagi pemerintah juga sudah mencanangkan bahwa industri
pakaian / fashion adalah salah satu industri prioritas dalam roadmap Indonesia
memasuki industri 4.0. Namun pada kenyataannya, berdasarkan penelitian ini
terlihat bahwa IKM fashion produk tekstil memiliki aksesibilitas yang terbatas
terhadap ICT (information, communication and technology). Disamping itu
kapabilitas IKM dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
masih terbatas, terutama sekali yang tergolong sebagai generasi Baby Boomers.
Oleh karena itu maka pemerintah selaku stakeholders (pemangku kepentingan)
perlu mengambil langkah-langkah untuk mempersiapkan IKM baik secara
345
aksesibilitas teknologi, maupun kapabilitas manusia di IKM untuk memanfaatkan
teknologi. Stakeholders yang dimaksud dalam hal ini adalah Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Perindustrian dan lembaga
vertikalnya di pusat dan daerah selaku pembina UKM/IKM, termasuk juga Badan
ekonomi kreatif (Bekraf) selaku badan pembina dan pengembang industri kreatif.
Beberapa program yang disarankan oleh penelitian ini untuk ditindaklanjuti oleh
pemangku kepentingan tersebut antara lain:
1. Membangun infrastruktur ICT ataupun memberi kemudahan akses
pembiayaan untuk melakukan investasi pada ICT di sentra-sentra industri
fashion produk tekstil di Jawa Barat.
2. Memberikan pelatihan peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dalam
pemanfaatan ICT dalam hal: 1.) membangun akses terhadap pemasok bahan
baku nasional/regional ataupun global, 2.) membangun jaringan / network
dengan komunitas, lembaga riset/perguruan tinggi, konsumen dan pesaing, 3.)
mencari ide / memprediksi tren ke depan, 4.) membuat perencanaan bisnis, 5.)
sharing pengetahuan secara online, 6.) menyimpan pengetahuan ke cloud, 6.)
membuat desain produk berbasis teknologi digital, 7.) produksi berbasis
teknologi, 9.) mendesain merek/packaging produk secara digital, 10).
melakukan strategi marketing digital, 11). melakukan penjualan produk ke
online market place.
Tentu saja tidak semua IKM membutuhkan ke-11 jenis pelatihan yang
disebutkan di atas, karena akan sangat tergantung pada model bisnis yang
dijalankan. Pada perusahaan yang menjalankan bisnisnya sebagai pemasok
346
tetap kepada perusahaan retail besar / konsumen tetap lainnya, ataupun
menjadi feeder bagi pedagang online, maka mereka mungkin tidak
memerlukan pelatihan strategi marketing online, melainkan pelatihan tentang
teknik produksi. IKM yang sudah berbasis ekspor mungkin sudah tidak
memerlukan lagi pelatihan mendesain merek/packaging produk, melainkan
pelatihan melakukan strategi marketing digital.