bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
170
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil perhitungan dan analisis data serta
pembahasan untuk menjawab rumusan hipotesis dan keperluan pembahasan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional, Desentralisasi Struktur Organisasional, Komitmen Organisasional
terhadap Partisipasi Penganggaran dan dampaknya terhadap Kinerja
Organisasional. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dan causal-
explanatory dengan melakukan pengujian hipotesis. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuesioner yang disebar
secara langsung kepada responden.
1.1 Instrumen Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan istrumen utama
adalah kuesioner yang disebarkan langsung kepada responden. Selain instrument
utama, penelitian ini menggunakan instrument pendukung yaitu wawancara.
Tujuan instrument pendukung adalah untuk menggali lebih dalam mengenai tema
utama penelitian. Kuesioner yang disusun dan disebarkan kepada responden telah
terlebih dahulu mengalami serangkaian proses mulai dari pemahaman unit analisis,
pemahaman variable-variabel penelitian dan penelaahan bahasa. Pemahaman unit
analisis ini menggunakan metode partisipasi yang berarti peneliti terlibat langsung
ke dalam proses organisasional mulai dari penyiapan proposal perubahan
171
kelembagaan dari satker biasa (PNBP) ke satker BLU, penyusunan dan pematangan
instrument tata kelola dimana peneliti sebagai internal auditor di SPI sejak tahun
2008 sampai tahun 2012.
Informasi ini sangat penting untuk memberikan keyakinan kepada peneliti
lain bahwa tingkat validitas dalam kuesioner ini telah mengalami serangkaian
proses ilmiah dan didukung oleh metode partisipasi peneliti ke dalam proses
organisasional sehingga dapat lebih mengungkap dan menggambarkan unit analisis.
Proses partisipasi peneliti kedalam proses organisasional akan mengurangi bias
kuesioner yang menyebabkan kuesioner menjadi tidak valid. Selain itu, aspek
kebahasaan kuesioner sebagai bahasa teknis yang akan dibaca dan diisi oleh
responden menjadi penentu tingkat validitas instrument. Kelemahan penelitian ini
adalah tidak semua unit analisis didukung oleh instrument pendukung karena lokasi
penelitian yang sulit dijangkau oleh peneliti. Penelitian selanjutnya diharapkan
untuk melengkapinya agar pengetahuan dan pemhaman mengenai BLU Universitas
menjadi semakin komperhensif.
Tabel 4.1 Tabel Instrumen Utama dan Instrumen Pendukung Penelitian
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
1 KMK 301/KMK.05/2007
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kemenag Kuesioner Wawancara
2 KMK 362/KMK.05/2008
Universitas Negeri Semarang
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
172
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
3 KMK 330/KMK.05/2008
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
4 KMK 279/KMK.05/2008
Universitas Negeri Malang
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
5 KMK 042/KMK.05/2008
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Kemenag Kuesioner Wawancara
6 KMK 251/KMK.05/2008
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Kemenag Kuesioner Wawancara
7 KMK 068/KMK.05/2008
Universitas Islam Negeri Malang
Kemenag Kuesioner Wawancara
8 KMK 361/KMK.05/2008
Universitas Brawijaya Malang
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
9 KMK 440/KMK.05/2009
Universitas Negeri Jakarta
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
10 KMK 052/KMK.05/2009
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
11 KMK 502/KMK.05/2009
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
173
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
12 KMK 130/KMK.05/2009
Universitas Negeri Yogyakarta
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
13 KMK 050/KMK.05/2009
Universitas Negeri Surabaya
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
14 KMK 501/KMK.05/2009
Universitas Andalas
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
15 KMK 190/KMK.05/2009
Universitas Sriwijaya
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
16 KMK 129/KMK.05/2009
Universitas Negeri Lampung
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
17 KMK 051/KMK.05/2009
Universitas Mulawarman Samarinda
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
18 KMK 131/KMK.05/2009
Universitas Negeri Gorontalo
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
19 KMK 186/KMK.05/2009
Universitas Bengkulu
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
20 KMK 068/KMK.05/2009
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Kemenag Kuesioner Wawancara
21 KMK 511/KMK.05/2009
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Kemenag Kuesioner Wawancara
174
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
22 KMK 076/KMK.05/2009
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Kemenag Kuesioner Wawancara
23 KMK 077/KMK.05/2009
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Kemenag Kuesioner Wawancara
24 KMK 429/KMK.05/2009
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Kemenag Kuesioner (Surat Elektronik)
-
25 KMK 032/KMK.05/2010
Universitas Haluoleo Kendari
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
26 KMK 033/KMK.05/2010
Universitas Riau Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
27 KMK 067/KMK.05/2010
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Kemenag Kuesioner Wawancara
28 KMK 401/KMK.05/2010
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Kemenag Kuesioner (Surat Elektronik)
-
29 KMK 277/KMK.05/2010
Universitas Islam Negeri Raden Inten Lampung
Kemenag Kuesioner (Surat Elektronik)
-
30 KMK 441/KMK.05/2011
Universitas Udayana
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
175
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
31 KMK 293/KMK.05/2011
Universitas Islam Negeri Ar Raniry Darussalam Banda Aceh
Kemenag Kuesioner (Surat Elektronik)
-
32 KMK 268/KMK.05/2011
Universitas Terbuka
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
33 KMK 097/KMK.05/2012
Universitas Tadulako
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
34 KMK 224/KMK.05/2012
Universitas Mataram
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
35 KMK 001/KMK.05/2012
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Kemenristekdikti Kuesioner Wawancara
36 KMK 505/KMK.05/2015
Universitas Ganesha
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
37 KMK 335/KMK.05/2015
Universitas Negeri Padang
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
38 KMK 166/KMK.05/2017
Universitas Nusa Cendana
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
39 KMK 167/KMK.05/2017
Universitas Sam Ratulangi
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
40 KMK 830/KMK.05/2017
Universitas TanjungPura
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
176
No Dasar Penetapan Universitas Instansi Vertikal Instrumen
Utama Instrumen Pendukung
41 KMK 782/KMK.05/2017
Universitas Jambi
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
42 KMK 361/KMK.05/2018
Universitas Syiah Kuala Aceh
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
43 KMK 362/KMK.05/2018
Universitas Negeri Medan
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
44 KMK 291/KMK.05/2018
Universitas Pattimura
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
45 KMK 804/KMK.05/2018
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Kemenristekdikti Kuesioner (Surat Elektronik)
-
Sumber : Peneliti (2018)
1.2 Uji Instrumen Penelitian
4.1.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menguji sejauh mana suatu alat pengukur
dapat mengukur apa yang ingin diukur, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi validitas suatu alat pengukur, maka alat pengukur semakin mengenai
sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.
177
Tabel 4.2
Uji Validitas
Variabel Dimensi Item r hitung r tabel Kesimpulan
Lingkungan
Eksternal
Organisasional
Kompleksitas
Lingkungan
Publik
LEO1.1 0,799 0,361 Valid
LEO1.2 0,814 0,361 Valid
LEO1.3 0,667 0,361 Valid
Dinamisme
Lingkungan
Publik
LEO2.1 0,693 0,361 Valid
LEO2.2 0,744 0,361 Valid
LEO2.3 0,705 0,361 Valid
Desentralisasi
Struktur
Organisasional
Otonomi
Anggaran
DSO1.1 0,720 0,361 Valid
DSO1.2 0,821 0,361 Valid
DSO1.3 0,718 0,361 Valid
Otonomi
Administrasi
Anggaran
DSO2.1 0,755 0,361 Valid
DSO2.2 0,834 0,361 Valid
DSO2.3 0,761 0,361 Valid
Komitmen
Organisasi
Komitmen
Afektif
KOR1.1 0,659 0,361 Valid
KOR1.2 0,717 0,361 Valid
KOR1.3 0,737 0,361 Valid
Komitmen
Berkelanjutan
KOR2.1 0,819 0,361 Valid
KOR2.2 0,797 0,361 Valid
KOR2.3 0,601 0,361 Valid
Komitmen
Normatif
KOR3.1 0,714 0,361 Valid
KOR3.2 0,745 0,361 Valid
KOR3.3 0,761 0,361 Valid
178
Partisipasi
Penganggaran
Partisipasi
Personal
PP1.1 0,802 0,361 Valid
PP1.2 0,675 0,361 Valid
Partisipasi
Anggaran
PP2.1 0,693 0,361 Valid
PP2.2 0,754 0,361 Valid
Partisipasi
Stakeholder
PP3.1 0,814 0,361 Valid
PP3.2 0,684 0,361 Valid
Partisipasi Tata
Kelola
PP4.1 0,655 0,361 Valid
PP4.2 0,730 0,361 Valid
Kinerja Organisasi Kinerja
Keuangan
KO1.1 0,766 0,361 Valid
KO1.2 0,768 0,361 Valid
KO1.3 0,802 0,361 Valid
Kinerja
Kepatuhan
KO2.1 0,797 0,361 Valid
KO2.2 0,723 0,361 Valid
KO2.3 0,816 0,361 Valid
KO2.4 0,658 0,361 Valid
KO2.5 0,661 0,361 Valid
Kinerja Layanan KO3.1 0,739 0,361 Valid
KO3.2 0,727 0,361 Valid
KO3.3 0,721 0,361 Valid
KO3.4 0,873 0,361 Valid
KO3.5 0,817 0,361 Valid
KO3.6 0,755 0,361 Valid
179
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semua iterm pernyataan memiliki
nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,361) maka valid. Hal ini menunjukan bahwa
semua item pernyataan sudah valid sebagai alat ukur variabelnya masing-masing.
4.1.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah menyangkut tingkat keterpercayaan, keterandalan,
konsisten, atau kestabilan hasil suatu pengukur. Konsep reliabilitas adalah sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya atau sejauh mana skor hasil suatu
pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran. Berikut hasil perhitungan uji
Reliabilitas dengan menggunakan uji Alpha Cronbach.
Tabel 4.3
Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach's
Alpha Kesimpulan
Lingkungan Eksternal Organisasional 0,827 Reliabel
Desentralisasi Struktur Organisasional 0,86 Reliabel
Komitmen Organisasi 0,888 Reliabel
Partisipasi Penganggaran 0,859 Reliabel
Kinerja Organisasi 0,939 Reliabel
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai Alpha
Cronbach lebih besar dari 0,7 maka reliabel. Hal ini menunjukan bahwa semua item
pernyataan sudah handal, konsisten dan stabil dalam mengukur masing-masing
variabelnya.
180
4.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden memberikan gambaran seluruh responden.
Karakteristik responden digolongkan berdasarkan jenis kelamin, jabatn, masa
jabatan dan masa organisasi.
4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang. berikut merupakan
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 4.1
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
merupakan responden laki-laki yakni sebanyak 66,7% (30 orang) dan responden
perempuan sebanyak 33,3% (15 orang).
Laki-laki66.7%
Perempuan33.3%
Jenis_Kelamin
181
4.1.3 Karakteristik responden berdasarkan jabatan
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan jabatan.
Gambar 4.2
Karakteristik responden berdasarkan jabatan
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
adalah Kabag Perencanaan Anggaran yakni sebanyak 18 orang (40,0%), kemudian
Kabag Akuntansi dan pelaporan sebanyak 11 orang (24,4%), lalu Kabag Keuangan
sebanyak 9 orang (20,0%), Kasubag Evaluasi Dan Pelpaoran Keuangan sebanyak
4 orang (8,9%) dan masing-masing sebanyak 1 orang (2,2%) adalah Kabag TU,
Kasubag AKLAP dan Kasubag PNBP.
119
18
4
1 1 1
0
5
10
15
20
KabagAkuntansi
DanPelaporan
KabagKeuangan
KabagPerencanaan
Anggaran
KasubagEvaluasi Dan
PelpaoranKeuangan
Kabag TU KasubagAKLAP
KasubagPNBP
Jabatan
182
4.1.3 Karakteristik responden berdasarkan masa jabatan
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan masa jabatan.
Gambar 4.3
Karakteristik responden berdasarkan masa jabatan
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
yakni sebanyak 17 orang (37,8%) memiliki masa jabatan diatas 5 tahun, kemudian
sebanyak 14 orang responden (31,1%) memiliki masa jabatan selama 1-3 tahun, 10
orang (22,2%) memiliki masa jabatan 3-5 tahun dan 4 orang (8,9%) memiliki masa
jabatan kurang dari 1 tahun.
4.1.4 Karakteristik responden berdasarkan lama organisasi
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan lama organisasi.
<1 tahun8.9%
1-3 tahun31.1%
3-5 tahun22.2%
>5 tahun37.8%
Masa_Jabatan
183
Gambar 4.4
Karakteristik responden berdasarkan lama organisasi
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Mayoritas organisasi
sudah berdiri selama lebih dari 10 tahun yakni sebanyak 36 organisasi (80,0%),
kemudian yang berdiri antara 5-10 tahun sebanyak 5 organisasi (11,1%), yang
berdiri antara 1-5 tahun sebanyak 3 organisasi (6,7%) dan hanya 1 organisasi (2,2%)
yang baru berdiri kurang dari 1 tahun.
4.1.5 Perguruan tinggi berdasarkan kelembagaan
Berikut merupakan karakteristik perguruan tinggi berdasarkan
kelembagaan.
< 1 tahun2.2% 1-5 tahun
6.7%
5-10 tahun11.1%
> 10 tahun80.0%
Lama Organisasi
184
Gambar 4.5
Karakteristik responden berdasarkan kelembagaan
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa mayoritas perguruan
tinggi yang diteliti merupakan perguruan tinggi dibawah binaan Kementrian riset,
teknologi dan pendidikan tinggi (Kemenristekdikti) yaitu sebanyak 31 universitas
(68,9%) dan perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kementrian Agama
sebanyak 14 universitas (31,1%). .
4.2 Analisis Deskriptif
Gambaran data hasil tanggapan responden dapat digunakan untuk
memperkaya pembahasan, melalui gambaran data tanggapan responden dapat
diketahui bagaimana kondisi setiap indikator variabel yang sedang diteliti.
Agar lebih mudah dalam menginterpretasikan variabel yang sedang diteliti,
dilakukan kategorisasi terhadap tanggapan responden berdasarkan skor tanggapan
responden. Kategorisasi skor tanggapan responden dilakukan berdasarkan rentang
skor maksimum dan skor minimum dibagi jumlah kategori yang diinginkan
Kemenag31.1%
Kemenristekdikti68.9%
Kelembagaan
185
menggunakan rumus sebagai berikut. Tanggapan responden terhadap masing-
masing item pernyataan dikategorikan menjadi 5 kategori sangat baik, baik, cukup,
kurang baik dan tidak baik dengan perhitungan sebagai berikut :
Nilai Indeks Maksimum = Skala tertinggi = 5
Nilai Indeks Minimum = Skala terendah = 1
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (5 –1) : 5 = 0,8
Sehingga diperoleh Kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.3
Pedoman Kategorisasi Skor Tanggapan Responden
Indeks Rata-Rata Kategori
4,21 - 5,00 Sangat Baik/ Sangat Tinggi
3,41 - 4,20 Baik/ Tinggi
2,61 - 3,40 Cukup
1,81 - 2,60 Kurang baik/ Rendah
1 - 1,80 Tidak baik/ Sangat Rendah
Hasil perhitungan skor masing-masing variable dan rangkuman skor
jawaban responden yang didapat dari BLU Universitas disajikan pada Tabel 4.
Selanjutnya interpretasi berdasarkan table tersebut akan dijelaskan pada
pembahasan masing-masing variable.
186
Tabel 4.4
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
No Dimensi Skor
Ideal
Skor
Riil
Rata-
Rata
% GAP Kategori
1 Lingkungan
Eksternal
Organisasional
1350 1147 4,25 85,0% 15,0% Sangat
baik
2 Struktur
Organisasi
Terdesentralisasi
1350 1003 3,71 74,3% 25,7% Baik
3 Komitmen
Organisasional
2025 1762 4,35 87,0% 13,0% Sangat
baik
4 Partisipasi
Anggaran
1800 1531 4,25 85,1% 14,9% Sangat
baik
5 Kinerja
Organisasional
3150 2494 3,96 79,2% 20,8% Baik
Sumber: data diolah
Tabel 4. Merupakan tanggapan responden terhadap kuesioner yang digaikan
terhadap unit analisis yaitu BLU Universitas. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi
jawaban responden adalah konstruk komitmen organisasional yaitu sebesar 4,35
dengan kategori sangat baik. Hal ini mengindikasikan bahwa manajer BLU
Universitas yang berasal darl latar belakng dosen dengan pendidikan yang tinggi
memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya karena mereka merasa
organisasi menjadi bagian dari kehidupanya yang diwujudkan dengan keterlibatan
mereka dalam aktivitas manajerial. Komitmen organisasional berdampak terhadap
sikap dan perilaku manajerial serta keputusan-keputusan yang akan diambilnya
terkait pemenuhan target-target kinerja.
Nilai rata-rata konstruk struktur organisasional terdesentralisasi kategori
cukup. Nilai rata-rata ini menjadi paling memiliki nilai rata-rata yang paling rendah
dibandimgkan dengan konstruk yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa otonomi
187
yang diterima oleh BLU Universitas belum sepenuhnya dimaksimalkan dalam
kewenangan yang diberikan instansi induknya. Dalam konteks BLU Universitas di
Indonesia secara umum sebenarnya BLU di Indonesia sangat otonom terutama
dalam poros personal, poros anggaran, poros pelanggan dan poros tata kelola.
Temua wawancara di lapangan terkonfirmasi bahwa BLU Universitas yang di
dorong untuk menggali dan menghasilkan sumber-sumber keuangan selain dari
akademik belum sepenuhnya bisa diimplementasikan. Yang terjadi
mendepositokan padahal berdasarkan kewenanganya BLU Universitas bisa
berinvestasi dengan batas-batas yang diperkenankan oleh Kementerian Keuangan
selaku instansi pembina.
Tujuan BLU Universitas yang semakin mandiri dalam keuangan artinya
pemerintah mengurangi alokasi anggaran pada BLU Universitas menjadi
terkendala dalam pelaksanaanya akibatnya tujuan BLU Universitas sebagai satker
pemerintah yang mandiri sehingga anggaran dikelola secara efektif dan efisien
nampaknya masih harus diperbaiki. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat
perbedaan yang signifikan antara BLU Universitas yang di bawah instansi
Kemenristikdikti dan Kemenag dalam hal kinerja keuangan. Kinerja keuangan
sebagai output dari otonomi tidak dapat diabaikan analisanya. Salah satu parameter
untuk mengukur keberhasilan otonomi adalah kemampuan satker BLU Universitas
untuk mencari sumber-sumber daya non akademik, tampaknya hal ini masih perlu
dicarikan jalan keluar.
Perbedaan sumber daya nampaknya masih sangat signikan mempengaruhi
kinerja BLU Univeritas. Kemenag sebagai institusi verikal BLU UIN memiliki
188
kecenderungan tidak signikan memaksimalkan otonomi ini berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti akibatnya pelambatan akan terjadi dalam
proses organisasional yang berakibat terhadap kinerja BLU Universitas di bawah
Kemenag menjadi lambat. Tentu hal ini berkaitan dengan banyak factor. Misalnya,
pangsa pasar, penerapan UKT, mekanisme bantuan pendidikan, keberadaan sarana
dan prasarana masih harus ditingkatkan. Gejala yang teidentifikasi menjadi BLU
Universitas hanya sebatas tidak menstor PNBP Akademik dan Non-akademik ke
Kas Negara. Konsekuensi lain tidak terjadi misalhnya berkaitan dengan
pertambahan PNBP non-akademik.
4.2.1 Tanggapan Responden terhadap Lingkungan Eksternal Organisasional
Lingkungan Eksternal Organisasional diukur dengan 2 dimensi yang terdiri
dari 6 indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Lingkungan Eksternal Organisasional.
Tabel 4.5
Tanggapan responden terhadap Lingkungan Eksternal Organisasional
Indikator Skala Jawaban Total
Skor Rata-rata
5 4 3 2 1
LEO1.1 13 25 7 0 0 45 186 4,13
LEO1.2 10 18 17 0 0 45 173 3,84
LEO1.3 20 19 6 0 0 45 194 4,31
Kompleksitas Lingkungan Publik 135 553 4,10
LEO2.1 20 22 3 0 0 45 197 4,38
LEO2.2 22 22 1 0 0 45 201 4,47
LEO2.3 19 23 3 0 0 45 196 4,36
Dinamisme Lingkungan Publik 135 594 4,40
Lingkungan Eksternal Organisasional 270 1147 4,25
189
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Lingkungan Eksternal
Organisasional memiliki skor total sebesar 1147 dengan rata-rata skor 4,25
sehingga masuk dalam kategori sangat baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya,
penilaian tertinggi terdapat pada dimensi Dinamisme Lingkungan Publik dengan
rata-rata skor 4,40 (sangat baik), dan penilaian terendah terdapat pada dimensi
Kompleksitas Lingkungan Publik dengan skor rata-rata 4,10 (baik).
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Lingkungan Eksternal
Organisasional memiliki skor total sebesar 1147 dengan rata-rata skor 4,25
sehingga masuk dalam kategori sangat baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya,
penilaian tertinggi terdapat pada dimensi Dinamisme Lingkungan Publik dengan
rata-rata skor 4,40 (sangat baik), dan penilaian terendah terdapat pada dimensi
Kompleksitas Lingkungan Publik dengan skor rata-rata 4,10 (baik).
Hasil olahan data statistic tersebut mengindikasikan bahwa BLU
Universitas telah merespon dengan baik tingkat kompleksitas dan dinamisme
lingkungan yang mengiatarinya termasuk stakeholder yang berkepentimgan
terhadap BLU Universitas. Hasil ini menunjukan semakin optimisnya BLU
Univreritas untuk tidak kalah bersaing dalam pasar yang kompetitif. Salah satu
yang menonjok dari konstruk ini adalah sumber daya yang ada sepenuhnya
menerima perubabahan nilai-nilai dan budaya kerja BLU. Para menajer tertangtang
untuk mencari dan mengali informasi strategis yang diperoleh dari limgkungan
yang mengitarinya. Salah satunya adalah BLU Universitas telah
190
mengimplementasikan analisis SWOT untuk tetap bisa memantau kedaan
lingkungan. Analisis ini dikomunikasikan kepada seluruh angota organisasi agar
mereka bisa memahami tujuan dan keberadaan organisasinya
Partisipasi anggaran memerlukan informasi strategis dari lingkungan
disekitarnya yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan
bertindak. Para manajer mulai harus peka terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi dan melakukan komunikasi ke seluruh bagian yang ada agar mereka paham
maksud dan tujuan perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan yang mengelilingi
organisasi. Ptaszynski (1989) meneliti pengaruh pemindaian lingkungan di
organisasi pendidikan. Studi ini menemukan pemindaian lingkungan memiliki efek
positif pada organisasi. Efek paling signifikan adalah bahwa pemindaian
menyediakan a proses terstruktur yang mendorong orang untuk secara teratur
berpartisipasi dalam diskusi tatap muka tentang masalah perencanaan. Alhasil,
organisasi pun mampu mengembangkan sejumlah strategi opsi yang dapat
digunakan secara proaktif untuk mengatasi perubahan eksternal.
4.2.2 Tanggapan Responden terhadap Desentralisasi Struktur Organisasional
Desentralisasi Struktur Organisasional diukur dengan 2 dimensi yang terdiri
dari 6 indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Desentralisasi Struktur Organisasional.
191
Tabel 4.6
Tanggapan responden terhadap Desentralisasi Struktur Organisasional
Indikator Skala Jawaban Total
Skor Rata-rata
5 4 3 2 1
DSO1.1 4 13 28 0 0 45 156 3,47
DSO1.2 5 22 18 0 0 45 167 3,71
DSO1.3 5 14 26 0 0 45 159 3,53
Otonomi Anggaran 135 482 3,57
DSO2.1 7 24 14 0 0 45 173 3,84
DSO2.2 6 26 13 0 0 45 173 3,84
DSO2.3 8 24 13 0 0 45 175 3,89
Otonomi Administrasi Anggaran 135 521 3,86
Desentralisasi Struktur Organisasional 270 1003 3,71
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Desentralisasi Struktur
Organisasional memiliki skor total sebesar 1003 dengan rata-rata skor 3,71
sehingga masuk dalam kategori baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya,
penilaian tertinggi terdapat pada dimensi Otonomi Administrasi Anggaran dengan
rata-rata skor 3,86 (baik), dan penilaian terendah terdapat pada dimensi Otonomi
Anggaran dengan skor rata-rata 3,57 (baik).
Tingkat otonomi sebuah agensi secara umum dapat dilihat dari empat poros,
yaitu: poros personel, poros anggaran, poros pelanggan dan poros tata kelola
(Beblavy, 2001). Berdasarkan poros personel dapat dilihat tingkat otonomi suatu
agensi berdasarkan keberadaan personelnya, apakah personel seluruhnya pegawai
pemerintah atau sebagainya non pegawai pemerintah. Jika semakin banyak
pegawainya adalah pegawai non pemerintah, maka tingkat otonomi yang diperoleh
agensi semakin tinggi
192
Berdasarkan poros anggaram, tingkat otonomi suatu agensi dapat dilihat
dari seberapa besar kontribusi anggaran pemerintah (APBN/D) berbanding dengan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan oleh agensi serta seberapa
besar kemampuan agensi untuk menghasilkan penerimaan lainnya selain dari PNBP
yang telah ditetapkan. Semakin kecil kontribusi anggaran pemerintah melalui
APBN/D dan semakin besarnya kewenangan untuk penggunaan PNBP secara
langsung serta kemampuan menghasilkan penerimaan lainnya, maka tingkat
otonomi dari agensi akan semakin besar. Berdasarkan poros pelanggan, tingkat
otonomi agensi dapat dilihat dari cakupan pelayanan yang dapat diberikan oleh
agensi, apakah agensi hanya melayani kepentingan internal kementerian atau
pemerintah daerah atau juga melayani masyarakat atau organisasi pemerintah
lainnya. Semakin luas cakupan pelayanannya, tidak hanya melayani internal
kementerian atau pemerintah daerah, maka tingkat otonomi dari agensi akan
semakin besar.
Berdasarkan poros tata kelola, tingkat otonomi agensi dapat dilihat dari
bagaimana keleluasaan dalam pengaturan organisasi hingga pengawasannya dapat
diselenggarakan oleh agensi. Semakin luas keleluasaan agensi untuk mengatur
organisasinya dan pengawasannya sendiri, maka tingkat otonomi dari agensi
semakin besar.
193
4.2.3 Tanggapan Responden terhadap Komitmen Organisasional
Komitmen Organisasional diukur dengan 3 dimensi yang terdiri dari 9
indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Komitmen Organisasional.
Tabel 4.7
Tanggapan responden terhadap Komitmen Organisasional
Indikator Skala Jawaban Total
Skor Rata-rata
5 4 3 2 1
KOR1.1 33 12 0 0 0 45 213 4,73
KOR1.2 28 15 2 0 0 45 206 4,58
KOR1.3 9 32 4 0 0 45 185 4,11
Komitmen Afektif 135 604 4,47
KOR2.1 21 20 4 0 0 45 197 4,38
KOR2.2 17 26 2 0 0 45 195 4,33
KOR2.3 22 17 6 0 0 45 196 4,36
Komitmen Berkelanjutan 135 588 4,36
KOR3.1 5 34 6 0 0 45 179 3,98
KOR3.2 18 23 4 0 0 45 194 4,31
KOR3.3 19 24 2 0 0 45 197 4,38
Komitmen Normatif 135 570 4,22
KOMITMEN ORGANISASI (X3) 405 1762 4,35
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Komitmen
Organisasional memiliki skor total sebesar 1762 dengan rata-rata skor 4,35
sehingga masuk dalam kategori sangat baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya,
penilaian tertinggi terdapat pada dimensi Komitmen Afektif dengan rata-rata skor
4,47 (sangat baik), dan penilaian terendah terdapat pada dimensi Komitmen
Normatif dengan skor rata-rata 4,22 (sangat baik).
194
Komitmen organisasi adalah ikatan keterkaitan individu dengan organisasi
(Mathiew dan Zajac, 1990) sehingga individu tersebut merasa memiliki
organisasinya dengan demikian dapat meningkatkan kinerja manajerialnya.
Partisipasi manajer bawah dalam pembuatan keputusan kebijakan, memperkuat
tendensi bawahan untuk mengenal organisasi, dengan demikian komitmen
organisasi akan meningkat (March dan Simon, 1958). Beberapa penelitian
mendukung pernyataan bahwa partisipasi manajer bawah akan meningkatkan
komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Patchen (1965); Morris dan
Steers (1980); Rhodes dan Steers (1981); Boshof dan Mels (1995) (dalam
Supriyono, 2004) membuktikan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara
partisipasi anggaran terhadap komitmen organisasi. Hasil riset Mayer.et.al (1989)
juga mendukung pernyataan tersebut. Semakin tinggi komitmen terhadap
organisasi maka semakin tinggi kinerja manajer.
Komitmen Tujuan Anggaran Komitmen tujuan anggaran disini
didefinisikan sebagai keinginan yang kuat untuk berusaha mencapai tujuan
anggaran dan ketekunan dalam melakukan pencapaian tujuan anggaran tersebut
(Locke dkk, 1981). Komitmen menunjukan keyakinan dan dukungan yang kuat
terhadap nilai dan tujuan yang ingin dicapai (Mowdey dkk, 1979). Komitmen untuk
mencapai tujuan anggaran terjadi ketika bawahan telah menerima tujuan anggaran
yang telah ditetapkan. Penerimaan terhadap tujuan tersebut dapat disebabkan oleh
adanya partisipasi anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Shields dan Shiels
(1998) menemukan bukti bahwa tindakan partisipasi menaikan kepercayaan
195
bawahan, pengendalian dan keterlibatan diri dengan organisasi, sehingga bawahan
dapat menerima
4.2.4 Tanggapan Responden terhadap Partisipasi Penganggaran
Partisipasi Penganggaran diukur dengan 4 dimensi yang terdiri dari 8
indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Partisipasi Penganggaran.
Tabel 4.8
Tanggapan responden terhadap Partisipasi Penganggaran
Indikator Skala Jawaban Total
Skor Rata-rata
5 4 3 2 1
PP1.1 23 17 5 0 0 45 198 4,40
PP1.2 12 12 14 7 0 45 164 3,64
Partisipasi Personal 90 362 4,02
PP2.1 16 27 2 0 0 45 194 4,31
PP2.2 28 17 0 0 0 45 208 4,62
Partisipasi Anggaran 90 402 4,47
PP3.1 25 16 4 0 0 45 201 4,47
PP3.2 20 20 5 0 0 45 195 4,33
Partisipasi Stakeholder 90 396 4,40
PP4.1 15 22 8 0 0 45 187 4,16
PP4.2 14 21 10 0 0 45 184 4,09
Partisipasi Tata Kelola 90 371 4,12
Partisipasi Penganggaran 360 1531 4,25
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Partisipasi
Penganggaran memiliki skor total sebesar 1531 dengan rata-rata skor 4,25 sehingga
masuk dalam kategori sangat baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya, penilaian
tertinggi terdapat pada dimensi Partisipasi Anggaran dengan rata-rata skor 4,47
196
(sangat baik), dan penilaian terendah terdapat pada dimensi Partisipasi Personal
dengan skor rata-rata 4,02 (baik).
BLU UNiversitas telah mengaktifkan partisipasi anggaran dalam
perencanaan dan pengendalian hal ini terlihat pada jawaban responden di atas atas
Pertama. Perencanaan dan Penganggaran. Untuk menyusun rencana keuangan BLU
Univeritas menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada
Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dalam hal ini
Kementerian Ristekdikti melalui Direktorat Pendidikan Tinggi dan Kementerian
Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Selanjutnya BLU Univeritas
menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahunan dalam bentuk dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja,
dan anggaran dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis yang telah
ditetapkan. RBA BLU Univeritas yang disusun berdasarkan kebutuhan dan
kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan
lain, hibah dan APBN.
Kedua. Tahap selanjutnya BLU Univeritas mengajukan RBA kepada
menteri/pimpinan lembaga dalam hal ini Kementerian Agama untuk dibahas
sebagai bagian dari Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA-KL)
disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang
akan dihasilkan. Ketiga RBA BLU Univeritas yang telah disetujui oleh
menteri/pimpinan lembaga selanjutnya diajukan kepada Menteri Keuangan sesuai
dengan kewenangannya, sebagai bagian Rencana Kerja Anggaran Kementerian
Lembaga (RKA-KL). Keempat Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya
197
mengkaji kembali standar biaya dan anggaran RBA BLU Univeritas Jakarta dalam
rangka pemrosesan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA-KL)
BLU Univeritas yang selanjutnya dijadikan sebagai bagian dari mekanisme
pengajuan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN). BLU
Univeritas menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) yang telah
ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.
Kelima. Pelaksanaan Anggaran RBA BLU Univeritas definitif digunakan
sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU Univeritas
untuk diajukan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya.
Dokumen pelaksanaan anggaran BLU Univeritas mencakup seluruh pendapatan
dan belanja, proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang
akan dihasilkan oleh BLU Univeritas. Menteri Keuangan mengesahkan dokumen
pelaksanaan anggaran BLU Univeritas paling lambat tanggal 31 Desember
menjelang awal tahun anggaran. Dalam hal dokumen pelaksanaan anggaran BLU
belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan pengeluaran paling
tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu. Dokumen
pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi
lampiran dari perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan
lembara/gubernur/bupati/walikota dengan pimpinan BLU yang bersangkutan.
Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan
menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN oleh BLU
Universitas selaku Kuasa pengguna anggaran.
198
4.2.5 Tanggapan Responden terhadap Kinerja Organisasional
Kinerja Organisasional diukur dengan 3 dimensi yang terdiri dari 14
indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Kinerja Organisasional.
Tabel 4.9
Tanggapan responden terhadap Kinerja Organisasional
Indikator Skala Jawaban Total
Skor Rata-rata
5 4 3 2 1
KO1.1 12 22 9 2 0 45 179 3,98
KO1.2 4 18 15 8 0 45 153 3,40
KO1.3 7 33 3 2 0 45 180 4,00
Kinerja Keuangan 135 512 3,79
KO2.1 5 19 10 11 0 45 153 3,40
KO2.2 11 31 2 1 0 45 187 4,16
KO2.3 11 30 2 2 0 45 185 4,11
KO2.4 0 29 16 0 0 45 164 3,64
KO2.5 20 17 8 0 0 45 192 4,27
Kinerja Kepatuhan 225 881 3,92
KO3.1 14 18 13 0 0 45 181 4,02
KO3.2 0 32 11 2 0 45 165 3,67
KO3.3 20 18 7 0 0 45 193 4,29
KO3.4 15 25 5 0 0 45 190 4,22
KO3.5 14 10 21 0 0 45 173 3,84
KO3.6 19 26 0 0 0 45 199 4,42
Kinerja Layanan 270 1101 4,08
Kinerja Organisasi 630 2494 3,96
Dari hasil perhitungan skor tanggapan responden yang disajikan pada tabel
diatas dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap Kinerja Organisasional
memiliki skor total sebesar 2494 dengan rata-rata skor 3,96 sehingga masuk dalam
kategori baik. Dilihat dari nilai rata-rata dimensinya, penilaian tertinggi terdapat
199
pada dimensi Kinerja Layanan dengan rata-rata skor 4,08 (baik), dan penilaian
terendah terdapat pada dimensi Kinerja Keuangan dengan skor rata-rata 3,79 (baik).
Kinerja manajer akan dikatakan efektif apabila tujuan organisasi yang telah
tertuang dalam anggaran dapat dicapai. Partisipasi dapat meningkatkan kinerja
karena partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka
butuhkan kepada atasannya dan partisipasi dapat memungkinkan bawahan untuk
memilih tindakan yang dapat membangun komitmen dan dianggap sebagai
tanggung jawab atas apa yang telah dipilih. Oleh karena itu, partisipasi dalam hal
ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajerial secara keseluruhan.
Kejelasan sasaran anggaran mencerminkan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan
secara spesifik dan jelas sehingga dapat dipahami oleh orang yang bertanggung
jawab dalam pencapaiannya. Apabila sasaran tidak disebutkan secara spesifik akan
menyebabkan kebingungan yang akan berdampak buruk terhadap kinerja.
Evaluasi dan umpan balik terhadap sasaran anggaran merupakan variabel
penting yang memberikan motivasi kepada manajer. Dengan adanya umpan balik
yang diperoleh dari pencapaian sasaran anggaran dan dilakukannya evaluasi
terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah diprogramkan, maka karyawan akan
termotivasi untuk meningkatkan kinerja untuk meminimalkan terjadinya
penyimpangan terhadap anggaran. Hasil penelitian terdahulu (Kenis, 1979)
menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap sikap dan kinerja para manajer. Merujuk
pada penelitian (Sardjito dan Muthaher, 2007) tentang pengaruh partisipasi
penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Hasil penelitian
200
menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif antara partisipasi penyusunan
anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah bahwa semakin tinggi
partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat
pemerintah daerah.
Anggaran partisipatif dapat dinilai sebagai pendekatan manajerial yang
dapat meningkatkan kinerja setiap anggota organisasi sebagai individual karena
dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran diharapkan setiap individu
mampu meningkatkan kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Namun demikian, penelitian mengenai hubungan antara partisipasi
penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial belakangan ini merupakan bidang
penelitian yang banyak mengalami perdebatan, karena hasil penelitian antara satu
peneliti dengan peneliti yang lain yang menunjukan perbedaaan, belum konsisten
bahkan kontradiksi antara satu peneliti dengan penelitian yang lain
4.3 Analisis Deskriptif Berdasarkan Kelembagaan
Seperti diketahui pada pemaparan sebelumnya bahwa perguruan tinggi yang
menjadi objek penelitian ini berada dibawah 2 naungan lembaga yaitu
Kemenristekdikti dan Kemenag. Pada tahap ini peneliti menguraikan gambaran
variabel-variabel berdasarkan 2 lembaga tersebut.
201
4.3.1 Gambaran Lingkungan Eksternal Organisasional berdasarkan
Kelembagaan
Lingkungan Eksternal Organisasional terdiri dari 6 indikator. Berikut rekap
hasil rata-rata masing-masing indikator dari variabel Lingkungan Eksternal
Organisasional.
Tabel 4. 7
Gambaran Lingkungan Eksternal Organisasional
Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
Mean %
Skor Mean % Skor
LEO1.1 Setelah menjadi satker BLU Adanya
perubahan suasana kerja di
organisasi yang mendukung
tercapainya kinerja
4,21 84,3% 4,10 81,9%
LEO1.2 Setelah menjadi satker BLU
Terjadinya perubahan mekanisme
kerja atau struktur organisasi yang
memudahkan tercapainya kinerja
4,00 80,0% 3,77 75,5%
LEO1.3 Penggunaan dan masuknya tenaga
profesional mempercepat proses
kerja sehingga kinerja akan mudah
tercapai
4,36 87,1% 4,29 85,8%
LEO2.1 Organisasi Bapak/ibu
mengupayakan perubahan
organisasi secara vertikal dan
horizontal untuk mencapai kinerja
yang lebih baik dari sebelumnya
4,36 87,1% 4,39 87,7%
LEO2.2 Bapak/ibu memberikan motivasi
dan memacu semangat kerja para 4,57 91,4% 4,42 88,4%
202
bawahan agar menghasilkan output
yang sinergi dengan tujuan
LEO2.3 Sistem reward (remunerasi) dan
punishment (aturan, hokum) yang
diimplementasikan oleh organisasi
Bapak/ibu meningkatkan kinerja
organisasi
4,36 87,1% 4,35 87,1%
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi rata-rata indikator pada variabel
Lingkungan Eksternal Organisasional berdasarkan kelembagaan Kemenristekdikti
dan Kemenag. Pada indikator LEO1.1 (setelah menjadi satker BLU adanya
perubahan suasana kerja di organisasi yang mendukung tercapainya kinerja) terlihat
bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,21 (84,3%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,10 (81,9%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa penilaian perguruan tinggi terhadap Adanya perubahan suasana
kerja di organisasi yang mendukung tercapainya kinerja setelah menjadi satker
BLU di perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih sering
terjadi dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti, namun perbedaannya tidak terlalu jauh.
Pada indikator LEO1.2 (setelah menjadi satker BLU terjadinya perubahan
mekanisme kerja atau struktur organisasi yang memudahkan tercapainya kinerja)
terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,00 (80,0%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,77 (75,5%). Dari hasil tersebut
203
menunjukan bahwa penilaian perguruan tinggi terhadap terjadinya perubahan
mekanisme kerja atau struktur organisasi yang memudahkan tercapainya kinerja
setelah menjadi satker BLU di perguruan tinggi yang berada dibawah naungan
Kemenag lebih sering terjadi dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah
binaan Kemenristekdikti, namun perbedaannya tidak terlalu jauh.
Pada indikator LEO1.3 (Penggunaan dan masuknya tenaga profesional
mempercepat proses kerja sehingga kinerja akan mudah tercapai) terlihat bahwa
rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag
sebesar 4,36 (87,1%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,29 (85,8%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa penilaian perguruan tinggi terhadap penggunaan dan masuknya
tenaga profesional di perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag
lebih mempercepat proses kerja sehingga kinerja akan mudah tercapai dibandingan
perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti, namun selisihnya
tidak terlalu jauh.
Pada indikator LEO2.1 (Organisasi Bapak/ibu mengupayakan perubahan
organisasi secara vertikal dan horizontal untuk mencapai kinerja yang lebih baik
dari sebelumnya) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada
di bawah naungan Kemenag sebesar 4,36 (87,1%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,39
(87,7%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa penilaian perguruan tinggi dalam
mengupayakan perubahan organisasi secara vertikal dan horizontal untuk mencapai
kinerja yang lebih baik dari sebelumnya di perguruan tinggi yang berada dibawah
204
naungan Kemenristekdikti sedikit lebih tinggi dibandingan perguruan tinggi yang
berada dibawah binaan Kemenag.
Pada indikator LEO2.2 (Bapak/ibu memberikan motivasi dan memacu
semangat kerja para bawahan agar menghasilkan output yang sinergi dengan
tujuan) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
naungan Kemenag sebesar 4,57 (91,4%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan
tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,42 (88,4%). Dari
hasil tersebut menunjukan bahwa dalam memberikan motivasi dan memacu
semangat kerja para bawahan agar menghasilkan output yang sinergi dengan tujuan
pada perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag lebih tinggi dibandingan
perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator LEO2.3 (sistem reward (remunerasi) dan punishment
(aturan, hokum) yang diimplementasikan oleh organisasi Bapak/ibu meningkatkan
kinerja organisasi) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada
di bawah naungan Kemenag sebesar 4,36 (87,1%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang ber ada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,35
(87,1%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa dalam sistem reward (remunerasi)
dan punishment (aturan, hokum) yang diimplementasikan oleh organisasi
cenderung memiliki kesamaan baik pada perguruan tinggi berada dibawah naungan
Kemenag maupun perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Untuk gambaran lebih jelasnya terlihat pada gambar berikut.
205
Gambar 4. 6
Gambaran Indikator Lingkungan Eksternal Organisasional Berdasarkan
Kelembagaannya
4.1.1 Tanggapan Responden terhadap Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
Struktur Organisasional Terdesentralisasi terdiri dari 6 indikator. Berikut
rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing indikator dari variabel
Struktur Organisasional Terdesentralisasi.
84.3%
80.0%
87.1%
87.1%
91.4%
87.1%
81.9%
75.5%
85.8%
87.7%
88.4%
87.1%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
Setelah menjadi satker BLU Adanyaperubahan suasana kerja di organisasi…
Setelah menjadi satker BLU Terjadinyaperubahan mekanisme kerja atau…
Penggunaan dan masuknya tenagaprofesional mempercepat proses kerja…
Organisasi bapak/ibu mengupayakanPerubahan organisasi secara vertikal…
Bapak/Ibu Memberikan motivasi danmemacu semangat kerja para bawahan…
Sistem reward (remunerasi) danpunishment (aturan, hokum) yang…
Lingkungan Eksternal Organisasional
Kemenristekdikti Kemenag
206
Tabel 4. 8
Gambaran Indikator dari Struktur Organisasional Terdesentralisasi
Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
Mean %
Skor Mean % Skor
SOT1.1 Struktur organisasi yang ada saat ini
memudahkan setiap aktivitas,
kegiatan dan program untuk
dilaksanakan karena adanya
pembagian tugas secara jelas dan
terukur
3,79 75,7% 3,32 66,5%
SOT1.2 Dengan struktur organisasi seperti
ini tugas dan tanggungjawab setiap
orang menjadi lebih mudah untuk
dilaksanakan
4,07 81,4% 3,55 71,0%
SOT1.3 Struktur organisasi saat ini
menyebabkan setiap aktivitas,
kegiatan dan program dilaksanakan
secara berjenjang sesuai dengan
kewenanganya masing-masing unit
3,86 77,1% 3,39 67,7%
SOT2.1 Dengan struktur organisasi seperti
saat ini keputusan operasional yang
Bapak/ibu putuskan menjadi lebih
tepat
4,07 81,4% 3,74 74,8%
SOT2.2 Sebagian besar keputusan
operasional dibuat pada
4,00 80,0% 3,77 75,5%
SOT2.3 Dengan struktur organisasi seperti
saat ini pengalokasian anggaran
didelegasikan kepada Bapak/ibu
4,14 82,9% 3,77 75,5%
207
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi rata-rata indikator pada variabel
Struktur Organisasional Terdesentralisasi berdasarkan kelembagaan
Kemenristekdikti dan Kemenag. Pada indikator SOT1.1 (struktur organisasi yang
ada saat ini memudahkan setiap aktivitas, kegiatan dan program untuk dilaksanakan
karena adanya pembagian tugas secara jelas dan terukur) terlihat bahwa rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 3,79
(75,7%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 3,32 (66,5%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih
memudahkan setiap aktivitas, kegiatan dan program untuk dilaksanakan karena
adanya pembagian tugas secara jelas dan terukur dibandingan perguruan tinggi
yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator SOT1.2 (dengan struktur organisasi seperti ini tugas dan
tanggungjawab setiap orang menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan) terlihat
bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,07 (81,4%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,55 (71,0%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa dengan struktur organisasi saat ini pada perguruan tinggi yang
berada dibawah naungan Kemenag menjadikan tugas dan tanggungjawab setiap
orang menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan dibandingan perguruan tinggi yang
berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator SOT1.3 (struktur organisasi saat ini menyebabkan setiap
aktivitas, kegiatan dan program dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan
208
kewenangannya masing-masing unit) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan
tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 3,86 (77,1%) sedangkan
rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti
sebesar 3,39 (67,7%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang
berada dibawah naungan Kemenag lebih sesuai dalam setiap aktivitas, kegiatan dan
program yang dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kewenanganya
masing-masing unit dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator SOT2.1 (dengan struktur organisasi seperti saat ini
keputusan operasional yang Bapak/ibu putuskan menjadi lebih tepat) terlihat bahwa
rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag
sebesar 4,07 (81,4%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,74 (74,8%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa keputusan operasional yang di putuskan di perguruan tinggi
yang berada dibawah naungan Kemenag lebih tepat dibandingan perguruan tinggi
yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator SOT2.2 (sebagian besar keputusan operasional dibuat pada)
terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,00 (80,0%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,77 (75,5%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa dalam menentukan keputusan operasional oleh tingkat
manajerial yang lebih rendah di perguruan tinggi berada dibawah naungan
209
Kemenag cenderung lebih tinggi dibandingan perguruan tinggi yang berada
dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator SOT2.3 (dengan struktur organisasi seperti saat ini
pengalokasian anggaran didelegasikan kepada Bapak/ibu) terlihat bahwa rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,14
(82,9%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 3,77 (75,5%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa dengan struktur organisasi seperti saat ini pengalokasian anggaran yang
didelegasikan penuh di perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag lebih
tinggi dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Untuk gambaran lebih jelasnya terlihat pada gambar berikut.
210
Gambar 4. 7
Gambaran Indikator Struktur Organisasional Terdesentralisasi
Berdasarkan Kelembagaannya
4.1.2 Tanggapan Responden terhadap Komitmen Organisasional
Komitmen Organisasional diukur dengan 3 dimensi yang terdiri dari 9
indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Komitmen Organisasional.
75.7%
81.4%
77.1%
81.4%
80.0%
82.9%
66.5%
71.0%
67.7%
74.8%
75.5%
75.5%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
Struktur organisasi yang ada saat inimemudahkan setiap aktivitas, kegiatan dan…
tugas dan tanggungjawab setiap orang menjadilebih mudah untuk dilaksanakan
Struktur organisasi saat ini menyebabkan setiapaktivitas, kegiatan dan program dilaksanakan…
Dengan struktur organisasi seperti saat inikeputusan operasional yang bapak/ibu…
Sebagian besar keputusan operasional dibuatpada
Dengan struktur organisasi seperti saat inipengalokasian anggaran didelegasikan kepada…
Struktur Organisasional Terdesentralisasi
Kemenristekdikti Kemenag
211
Tabel 4. 9
Gambaran Indikator dari Komitmen Organisasional
Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
Mean %
Skor Mean % Skor
KOR1.1 Bapak/ibu Menerima nilai-nilai dan
tujuan sebagai BLU yang telah
ditetapkan
4,86 97,1% 4,68 93,5%
KOR1.2 Bapak/ibu berupaya secara
maksimal untuk mencapai target
yang telah ditentukan oleh
organisasi
4,64 92,9% 4,55 91,0%
KOR1.3 Bapak/ibu bangga organisasi telah
ditetapkan sebagai satker PK-BLU
4,29 85,7% 4,03 80,6%
KOR2.1 Bapak/ibu berupaya bekerja secara
optimal agar organisasi mencapai
target
4,50 90,0% 4,32 86,5%
KOR2.2 Bapak/ibu Siap untuk menerima
tanggungjawab yang lebih besar
dari organisasi
4,50 90,0% 4,26 85,2%
KOR2.3 Bapak/ibu dalam melaksanakan
aktivitas/kegiatan/program
mengaitkan antara pencapaian
target dengan remunerasi yang
diberikan organisasi
4,36 87,1% 4,35 87,1%
KOR3.1 Bapak/ibu mengupayakan secara
optimal perbaikan untuk mencapai
target organisasi
4,07 81,4% 3,94 78,7%
KOR3.2 Bapak/ibu memperhatikan data
ukuran kinerja untuk mencapai
4,64 92,9% 4,16 83,2%
212
kinerja yang telah ditetapkan oleh
organisasi
KOR3.3 Bapak/ibu Berupaya hadir dalam
rapat rutin untuk memonitor dan
mengevaluasi pencapaian target
4,64 92,9% 4,26 85,2%
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi rata-rata indikator pada variabel
Komitmen Organisasional berdasarkan kelembagaan Kemenristekdikti dan
Kemenag. Pada indikator KOR1.1 (Bapak/ibu menerima nilai-nilai dan tujuan
sebagai BLU yang telah ditetapkan) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan
tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,86 (97,1%) sedangkan
rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti
sebesar 4,68 (93,5%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang
berada dibawah naungan Kemenag lebih menerima terhadap nilai-nilai dan tujuan
sebagai BLU yang telah ditetapkan dibandingan perguruan tinggi yang berada
dibawah binaan Kemenristekdikti, walaupun selisihnya sangat kecil.
Pada indikator KOR1.2 (Bapak/ibu berupaya secara maksimal untuk
mencapai target yang telah ditentukan oleh organisasi) terlihat bahwa rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,64
(92,9%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 4,55 (91,0%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih berupaya
secara maksimal untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh organisasi
dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
213
Pada indikator KOR1.3 (Bapak/ibu bangga organisasi telah ditetapkan
sebagai satker PK-BLU) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,29 (85,7%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
4,03 (80,6%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada
dibawah naungan Kemenag lebih merasa bangga ditetapkan sebagai satker PK-
BLU dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KOR2.1 (Bapak/ibu berupaya bekerja secara optimal agar
organisasi mencapai target) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi
yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,50 (90,0%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
4,32 (86,5%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada
dibawah naungan Kemenag lebih optimal berupaya bekerja agar organisasi
mencapai target dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator KOR2.2 (Bapak/ibu Siap untuk menerima tanggungjawab
yang lebih besar dari organisasi) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi
yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,50 (90,0%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
4,26 (85,2%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di perguruan tinggi berada
dibawah naungan Kemenag cenderung lebih siap untuk menerima tanggungjawab
yang lebih besar dari organisasi dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah
binaan Kemenristekdikti.
214
Pada indikator KOR2.3 (Bapak/ibu dalam melaksanakan
aktivitas/kegiatan/program mengaitkan antara pencapaian target dengan remunerasi
yang diberikan organisasi) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,36 (87,1%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
4,35 (87,1%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di perguruan tinggi berada
dibawah naungan Kemenag memiliki kesamaan dalam melaksanakan
aktivitas/kegiatan/program mengaitkan antara pencapaian target dengan remunerasi
yang diberikan organisasi dengan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator KOR3.1 (Bapak/ibu mengupayakan secara optimal
perbaikan untuk mencapai target organisasi) terlihat bahwa rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,07 (81,4%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 3,94 (78,7%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di
perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag lebih optimal dalam
mengupayakan perbaikan untuk mencapai target organisasi dibandingkan
perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KOR3.2 (Bapak/ibu memperhatikan data ukuran kinerja
untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan oleh organisasi) terlihat bahwa rata-
rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar
4,64 (92,9%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 4,16 (83,2%). Dari hasil tersebut menunjukan
215
bahwa di perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag lebih tinggi
memperhatikan data ukuran kinerja untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan
oleh organisasi dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator KOR3.3 (Bapak/ibu berupaya hadir dalam rapat rutin untuk
memonitor dan mengevaluasi pencapaian target) terlihat bahwa rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,64 (92,9%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 4,26 (85,2%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di
perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag lebih tinggi dalam berupaya
hadir dalam rapat rutin untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian target
dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
216
Untuk gambaran lebih jelasnya terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4. 8
Gambaran Indikator Komitmen Organisasional Berdasarkan
Kelembagaannya
97.1%
92.9%
85.7%
90.0%
90.0%
87.1%
81.4%
92.9%
92.9%
93.5%
91.0%
80.6%
86.5%
85.2%
87.1%
78.7%
83.2%
85.2%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
Bapak/Ibu Menerima nilai-nilai dan tujuansebagai BLU yang telah ditetapkan
Bapak/Ibu berupaya secara maksimal untukmencapai target yang telah ditentukan oleh…
Bapak/Ibu bangga organisasi telah ditetapkansebagai satker PK-BLU
Bapak/Ibu berupaya bekerja secara optimal agarorganisasi mencapai target
Bapak/Ibu Siap untuk menerima tanggungjawabyang lebih besar dari organisasi
Bapak/Ibu dalam melaksanakanaktivitas/kegiatan/program mengaitkan antara…
Bapak/ibu mengupayakan secara optimalperbaikan untuk mencapai target organisasi
Bapak/Ibu memperhatikan data ukuran kinerjauntuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan…
Berupaya hadir dalam rapat rutin untukmemonitor dan mengevaluasi pencapaian target
Komitmen Organisasional
Kemenristekdikti Kemenag
217
4.1.3 Tanggapan Responden terhadap Partisipasi Penganggaran
Partisipasi Penganggaran terdiri dari 8 indikator. Berikut rekap hasil
penilaian responden terhadap masing-masing indikator dari variabel Partisipasi
Penganggaran.
Tabel 4. 10
Gambaran Indikator dari Partisipasi Penganggaran
Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
Mean %
Skor Mean
%
Skor
PP1.1 Penyusunan Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) BLU melibatkan
seluruh bagian/unit/fakultas/lembaga
yang ada di organisasi
4,43 88,6% 4,39 87,7%
PP1.2 Banyaknya kesempatan yang
diberikan kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga untuk
ikut dalam penyusunan
anggaran/RBA BLU
3,93 78,6% 3,52 70,3%
PP2.1 Bapak/ibu memerlukan informasi
setiap bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga untuk ikut dalam
penyusunan anggaran RBA BLU
4,43 88,6% 4,26 85,2%
PP2.2 Dalam penyusunan program dan
kegiatan BLU Bapak/ibu melibatkan
bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga yang ada di organisasi
4,64 92,9% 4,61 92,3%
PP3.1 Bapak/ibu Memiliki wewenang dalam
memutuskan kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai anggaran
4,57 91,4% 4,42 88,4%
218
yang ditetapkan untuk unit
organisasisaya
PP3.2 Unit organisasi memiliki wewenang
dan tanggungjawab yang diberikan
oleh manajemen tingkat atas untuk
melaksanakan anggaran BLU
4,43 88,6% 4,29 85,8%
PP4.1 Meminta pendapat atau saran kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga saat
anggaran akan disusun
4,36 87,1% 4,06 81,3%
PP4.2 Pendapat atau saran
bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga merupakan faktor
penting dalam merealisasikan
anggaran unit organisasisaya
4,43 88,6% 3,94 78,7%
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi rata-rata indikator pada variabel
Partisipasi Penganggaran berdasarkan kelembagaan Kemenristekdikti dan
Kemenag. Pada indikator PP1.1 (penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)
BLU melibatkan seluruh bagian/unit/fakultas/lembaga yang ada di organisasi)
terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,43 (88,6%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,39 (87,7%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih
melibatkan seluruh bagian/unit/fakultas/lembaga yang ada di organisasi
dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti,
dalam Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU .
219
Pada indikator PP1.2 (banyaknya kesempatan yang diberikan kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga untuk ikut dalam penyusunan anggaran/RBA BLU)
terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 3,93 (78,6%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,52 (70,3%). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih
banyak memberikan kesempatan kepada bagian/unit/fakultas/lembaga untuk ikut
dalam penyusunan anggaran/RBA BLU dibandingan perguruan tinggi yang berada
dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator PP2.1 (Bapak/ibu memerlukan informasi setiap
bagian/unit/fakultas/program studi/lembaga untuk ikut dalam penyusunan anggaran
RBA BLU) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,43 (88,6%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,26
(85,2%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada
dibawah naungan Kemenag lebih tinggi dalam memerlukan informasi setiap
bagian/unit/fakultas/program studi/lembaga untuk ikut dalam penyusunan anggaran
RBA BLU dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator PP2.2 (dalam penyusunan program dan kegiatan BLU
Bapak/ibu melibatkan bagian/unit/fakultas/program studi/lembaga yang ada di
organisasi) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,64 (92,9%) sedangkan rata-rata penilaian
220
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,61
(92,3%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada
dibawah naungan Kemenag lebih tinggi melibatkan bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga yang ada di organisasi dalam penyusunan program dan kegiatan
BLU dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator PP3.1 (Bapak/ibu memiliki wewenang dalam memutuskan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai anggaran yang ditetapkan untuk unit
organisasi saya) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,57 (91,4%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,42
(88,4%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di perguruan tinggi berada dibawah
naungan Kemenag cenderung lebih memiliki wewenang dalam memutuskan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai anggaran yang ditetapkan dibandingan
perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator PP3.2 (unit organisasi memiliki wewenang dan
tanggungjawab yang diberikan oleh manajemen tingkat atas untuk melaksanakan
anggaran BLU) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,43 (88,6%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,29
(85,8%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di perguruan tinggi berada dibawah
naungan Kemenag memiliki memiliki wewenang dan tanggungjawab lebih tinggi
dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
221
Pada indikator PP4.1 (meminta pendapat atau saran kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga saat anggaran akan disusun) terlihat bahwa rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,36
(87,14%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 4,06 (81,3%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa di perguruan tinggi berada dibawah naungan Kemenag menyatakan lebih
penting dalam meminta pendapat atau saran kepada bagian/unit/fakultas/lembaga
saat anggaran akan disusun dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah
binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator PP4.2 (pendapat atau saran bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga merupakan faktor penting dalam merealisasikan anggaran unit
organisasisaya) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,43 (88,6%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,94
(78,7%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa di perguruan tinggi berada dibawah
naungan Kemenag lebih tinggi dalam menilai Pendapat atau saran
bagian/unit/fakultas/program studi/lembaga merupakan faktor penting dalam
merealisasikan anggaran unit organisasisaya dibandingkan perguruan tinggi yang
berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Untuk gambaran lebih jelasnya terlihat pada gambar berikut.
222
Gambar 4. 9
Gambaran Indikator Partisipasi Penganggaran Berdasarkan
Kelembagaannya
4.1.4 Tanggapan Responden terhadap Kinerja Organisasional
Kinerja Organisasional diukur dengan 3 dimensi yang terdiri dari 14
indikator. Berikut rekap hasil penilaian responden terhadap masing-masing
indikator dari variabel Kinerja Organisasional.
88.6%
78.6%
88.6%
92.9%
91.4%
88.6%
87.1%
88.6%
87.7%
70.3%
85.2%
92.3%
88.4%
85.8%
81.3%
78.7%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)
BLU melibatkan seluruh…
Banyaknya kesempatan yang diberikan kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga untuk ikut dalam…
Bapak/Ibu memerlukan informasi setiap
bagian/unit/fakultas/program studi/lembaga…
Dalam penyusunan program dan kegiatan BLU
bapak/ibu melibatkan…
Bapak/Ibu Memiliki wewenang dalam
memutuskan kegiatan yang diperlukan untuk…
Unit organisasi memiliki wewenang dan
tanggungjawab yang diberikan oleh…
Meminta pendapat atau saran kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga saat anggaran…
Pendapat atau saran bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga merupakan faktor penting dalam…
Partisipasi Penganggaran
Kemenristekdikti Kemenag
223
Tabel 4. 11
Gambaran Indikator dari Kinerja Organisasional
Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
Mean %
Skor Mean % Skor
KO1.1 Surplus kas yang dihasilkan dari
aktivitas BLU dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan BLU
4,14 82,9% 3,90 78,1%
KO1.2 Perputaran piutang menjadi kas dari
penerimaan SPP mahasiswa maupun
aktivitas lainnya
3,43 68,6% 3,39 67,7%
KO1.3 Rasio Pendapatan PNBP BLU
Terhadap Biaya Operasional
4,07 81,4% 3,97 79,4%
KO2.1 Kesesuaian pelaksanaan aktivitas,
kegiatan dan program dengan
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)
BLU
3,71 74,3% 3,26 65,2%
KO2.2 Sistem akuntansi yang ada untuk
memfasilitasi realisasi anggaran
sehingga dapat disusun laporan
keuangan
4,21 84,3% 4,13 82,6%
KO2.3 Tarif Layanan telah disusun dengan
memperhatikan keadaan lingkungan
sekitar dan azas manfaat
4,21 84,3% 4,06 81,3%
KO2.4 Sistem Akuntansi Keuangan BLU
telah dirancang dan
diimplementasikan
3,71 74,3% 3,61 72,3%
KO2.5 Rekening penerimaan PNBP BLU
Akademik dan Non Akademik
4,64 92,9% 4,10 81,9%
KO3.1 Program dan kegiatan yang terdapat
di RBA memadai untuk mendukung
4,21 84,3% 3,94 78,7%
224
aktivitas akreditasi institusi atau
program studi oleh BAN-PT
KO3.2 RBA mengakomodasi kebutuhan
tenaga kependidikan yang
profesional
3,79 75,7% 3,61 72,3%
KO3.3 Persentase mahasiswa baru yang
mendaftar ulang dibandingkan
mahasiswa baru yang diterima
4,64 92,9% 4,13 82,6%
KO3.4 Anggaran kegiatan mahasiswa
berprestasi unggul dalam bidang
akademik dan/atau dalam minat
bakat terakomodasi di RBA
4,36 87,1% 4,16 83,2%
KO3.5 Anggaran kegiatan penelitian hibah
bersaing terakomodasi di RBA
4,07 81,4% 3,74 74,8%
KO3.6 Kepuasan stakeholder (internal dan
eksternal) atas implementasi
pengelolaan keuangan BLU
4,64 92,9% 4,32 86,5%
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi rata-rata indikator pada variabel
Kinerja Organisasional berdasarkan kelembagaan Kemenristekdikti dan Kemenag.
Pada indikator KO1.1 (surplus kas yang dihasilkan dari aktivitas BLU dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan BLU) terlihat bahwa rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,14 (82,9%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 3,90 (78,1%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
perguruan tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih sering memiliki
Surplus kas yang dihasilkan dari aktivitas BLU dapat digunakan untuk membiayai
225
kegiatan BLU i dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
Pada indikator KO1.2 (perputaran piutang menjadi kas dari penerimaan SPP
mahasiswa maupun aktivitas lainnya) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan
tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 3,43 (68,6%) sedangkan
rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti
sebesar 3,39 (67,7%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang
berada dibawah naungan Kemenag menyatakan Perputaran piutang menjadi kas
dari penerimaan SPP mahasiswa maupun aktivitas lainnya lebih cepat dibandingan
perguruan tinggi yang berada dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KO1.3 (Rasio Pendapatan PNBP BLU terhadap Biaya
Operasional) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,07 (81,4%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,97
(79,4%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa perguruan tinggi yang berada
dibawah naungan Kemenag menyatakan lebih tinggi memiliki Rasio Pendapatan
PNBP BLU terhadap Biaya Operasional dibandingan perguruan tinggi yang berada
dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KO2.1 (kesesuaian pelaksanaan aktivitas, kegiatan dan
program dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU) terlihat bahwa rata-
rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar
3,71 (74,3%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
226
binaan Kemenristekdikti sebesar 3,26 (65,2%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa kesesuaian pelaksanaan aktivitas, kegiatan dan program dengan Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU pada perguruan tinggi yang berada dibawah
naungan Kemenag lebih sesuai dibandingan perguruan tinggi yang berada dibawah
binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KO2.2 (sistem akuntansi yang ada untuk memfasilitasi
realisasi anggaran sehingga dapat disusun laporan keuangan) terlihat bahwa rata-
rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar
4,21 (84,3%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
binaan Kemenristekdikti sebesar 4,13 (82,6%). Dari hasil tersebut menunjukan
bahwa sistem akuntansi yang ada untuk memfasilitasi realisasi anggaran sehingga
dapat disusun laporan keuangan di perguruan tinggi berada dibawah naungan
Kemenag cenderung lebih sesuai dibandingan perguruan tinggi yang berada
dibawah binaan Kemenristekdikti.
Pada indikator KO2.3 (tarif layanan telah disusun dengan memperhatikan
keadaan lingkungan sekitar dan azas manfaat) terlihat bahwa rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,21 (84,3%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 4,06 (81,3%). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa tarif
layanan telah disusun dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dan azas
manfaat dan telah disahkan lebih tinggi di perguruan tinggi berada dibawah
naungan Kemenag dibandingkan perguruan tinggi yang berada dibawah binaan
Kemenristekdikti.
227
Pada indikator KO2.4 (Sistem Akuntansi Keuangan BLU telah dirancang
dan diimplementasikan) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah naungan Kemenag sebesar 3,71 (74,3%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
3,61 (72,3%).
Pada indikator KO2.5 (Rekening penerimaan PNBP BLU Akademik dan
Non Akademik) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di
bawah naungan Kemenag sebesar 4,64 (92,9%) sedangkan rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,10
(81,9%).
Pada indikator KO3.1 (program dan kegiatan yang terdapat di RBA
memadai untuk mendukung aktivitas akreditasi institusi atau program studi oleh
BAN-PT) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah
naungan Kemenag sebesar 4,21 (84,3%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan
tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 3,94 (78,7%).
Pada indikator KO3.2 (RBA mengakomodasi kebutuhan tenaga
kependidikan yang profesional) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi
yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 3,79 (75,7%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
3,61 (72,3%).
Pada indikator KO3.3 (Persentase mahasiswa baru yang mendaftar ulang
dibandingkan mahasiswa baru yang diterima) terlihat bahwa rata-rata penilaian
228
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,64 (92,9%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 4,13 (82,6%).
Pada indikator KO3.4 (anggaran kegiatan mahasiswa berprestasi unggul
dalam bidang akademik dan/atau dalam minat bakat terakomodasi di RBA) terlihat
bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah naungan
Kemenag sebesar 4,36 (87,1%) sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar 4,16 (83,2%).
Pada indikator KO3.5 (Anggaran kegiatan penelitian hibah bersaing
terakomodasi di RBA) terlihat bahwa rata-rata penilaian perguruan tinggi yang
berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,07 (81,4%) sedangkan rata-rata
penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan Kemenristekdikti sebesar
3,74 (74,8%).
Pada indikator KO3.6 (kepuasan stakeholder (internal dan eksternal) atas
implementasi pengelolaan keuangan BLU) terlihat bahwa rata-rata penilaian
perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag sebesar 4,64 (92,9%)
sedangkan rata-rata penilaian perguruan tinggi yang berada di bawah binaan
Kemenristekdikti sebesar 4,32 (86,5%).
Untuk gambaran lebih jelasnya terlihat pada gambar berikut.
229
Gambar 4. 10
Gambaran Indikator Kinerja Organisasional Berdasarkan kelembagaannya
4.1.5 Gambaran Rata-Rata Tanggapan Responden Berdasarkan
Kelembagaan
Untuk mengetahui lebih jelas masing-masing indikator antara universitas
dibawah naungan Kemenag dan Kemenristekdikti diuraikan pada rekapitulasi
berikut.
82.9%
68.6%
81.4%
74.3%
84.3%
84.3%
74.3%
92.9%
84.3%
75.7%
92.9%
87.1%
81.4%
92.9%
78.1%
67.7%
79.4%
65.2%
82.6%
81.3%
72.3%
81.9%
78.7%
72.3%
82.6%
83.2%
74.8%
86.5%
0.0%10.0%20.0%30.0%40.0%50.0%60.0%70.0%80.0%90.0%100.0%
Surplus kas yang dihasilkan dari aktivitas…
Perputaran piutang menjadi kas dari…
Rasio Pendapatan PNBP BLU Terhadap…
Kesesuaian pelaksanaan aktivitas, kegiatan…
Sistem akuntansi yang ada untuk…
Tarif Layanan telah disusun dengan…
Sistem Akuntansi Keuangan BLU telah…
Rekening penerimaan PNBP BLU…
Program dan kegiatan yang terdapat di…
RBA mengakomodasi kebutuhan tenaga…
Persentase mahasiswa baru yang mendaftar…
Anggaran kegiatan mahasiswa berprestasi…
Anggaran kegiatan penelitian hibah…
Kepuasan stakeholder (internal dan…
Kinerja Organisasional
Kemenristekdikti Kemenag
230
Tabel 4. 12
Rekapitulasi seluruh indikator penelitian berdasarkan kelembagaan
Variabel Indikator
Kemenag
(n=14)
Kemenristekdikti
(n=31)
GAP
Mean % Skor
Total Mean
% Skor
Total
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO1.1 4,21 84,3% 4,10 81,9% 2,4%
LEO1.2 4,00 80,0% 3,77 75,5% 4,5%
LEO1.3 4,36 87,1% 4,29 85,8% 1,3%
LEO2.1 4,36 87,1% 4,39 87,7% -0,6%
LEO2.2 4,57 91,4% 4,42 88,4% 3,0%
LEO2.3 4,36 87,1% 4,35 87,1% 0,0%
Struktur
Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.1 3,79 75,7% 3,32 66,5% 9,3%
SOT1.2 4,07 81,4% 3,55 71,0% 10,5%
SOT1.3 3,86 77,1% 3,39 67,7% 9,4%
SOT2.1 4,07 81,4% 3,74 74,8% 6,6%
SOT2.2 4,00 80,0% 3,77 75,5% 4,5%
SOT2.3 4,14 82,9% 3,77 75,5% 7,4%
Komitmen Organisasi KOR1.1 4,86 97,1% 4,68 93,5% 3,6%
KOR1.2 4,64 92,9% 4,55 91,0% 1,9%
KOR1.3 4,29 85,7% 4,03 80,6% 5,1%
KOR2.1 4,50 90,0% 4,32 86,5% 3,5%
KOR2.2 4,50 90,0% 4,26 85,2% 4,8%
KOR2.3 4,36 87,1% 4,35 87,1% 0,0%
KOR3.1 4,07 81,4% 3,94 78,7% 2,7%
231
KOR3.2 4,64 92,9% 4,16 83,2% 9,6%
KOR3.3 4,64 92,9% 4,26 85,2% 7,7%
Partisipasi
Penganggaran
PP1.1 4,43 88,6% 4,39 87,7% 0,8%
PP1.2 3,93 78,6% 3,52 70,3% 8,2%
PP2.1 4,43 88,6% 4,26 85,2% 3,4%
PP2.2 4,64 92,9% 4,61 92,3% 0,6%
PP3.1 4,57 91,4% 4,42 88,4% 3,0%
PP3.2 4,43 88,6% 4,29 85,8% 2,8%
PP4.1 4,36 87,1% 4,06 81,3% 5,9%
PP4.2 4,43 88,6% 3,94 78,7% 9,9%
Kinerja Organisasi KO1.1 4,14 82,9% 3,90 78,1% 4,8%
KO1.2 3,43 68,6% 3,39 67,7% 0,8%
KO1.3 4,07 81,4% 3,97 79,4% 2,1%
KO2.1 3,71 74,3% 3,26 65,2% 9,1%
KO2.2 4,21 84,3% 4,13 82,6% 1,7%
KO2.3 4,21 84,3% 4,06 81,3% 3,0%
KO2.4 3,71 74,3% 3,61 72,3% 2,0%
KO2.5 4,64 92,9% 4,10 81,9% 10,9%
KO3.1 4,21 84,3% 3,94 78,7% 5,6%
KO3.2 3,79 75,7% 3,61 72,3% 3,5%
KO3.3 4,64 92,9% 4,13 82,6% 10,3%
KO3.4 4,36 87,1% 4,16 83,2% 3,9%
KO3.5 4,07 81,4% 3,74 74,8% 6,6%
KO3.6 4,64 92,9% 4,32 86,5% 6,4%
232
Dari tabel diatas dapat diketahui hampir semua nilai GAP menunjukan nilai
positif, yang memiliki arti bahwa rata-rata hampir semua indikator pada perguruan
tinggi yang berada dibawah naungan Kemenag lebih tinggi dibandingkan perguruan
tinggi dibawah binaan Kemenristekdikti.
Kemudian untuk melihat apakah rata-rata tanggapan responden tersebut
berbeda atau tidak secara signifikan antara Kemenag dan Kemenristekdikti, maka
peneliti melakukan uji lanjut dengan uji independen t test.
Tabel 4. 13
Uji Beda Berdasarkan Kelembagaan
Variabel Lembaga Rata-
rata
T
hitung/
Z
hitung
P-value Keterangan
Seluruhnya
(43)
Kemenag 4,26 3,212 0,002 Berbeda
Kemenristekdikti 4,03
X1
Kemenag (6) 4,31
0,701 0,499 Tidak
Berbeda Kemenristekdikti
(6) 4,22
X2
Kemenag (6) 3,99
3,958 0,003 Berbeda Kemenristekdikti
(6) 3,59
X3
Kemenag (9) 4,50
1,971 0,066 Tidak
Berbeda Kemenristekdikti
(9) 4,28
233
Y
Kemenag (8) 4,40
-1,799 0,073 Tidak
Berbeda Kemenristekdikti
(8) 4,19
Z
Kemenag (9) 4,13
1,932 0,064 Tidak
Berbeda Kemenristekdikti
(9) 3,88
Jika dilihat dari variabel keseluruhan sebanyak 43 indikator, berdasarkan uji
independen t test diperoleh nilai t hitung sebesar 3,212 dengan p-value sebesar
0,002. karena p-value (0,002) < 0,05, maka bermakna. Artinya, berdasarkan uji
keseluruhan indikator menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-
rata tanggapan responden pada perguruan tinggi dibawah naungan Kemenag dan
perguruan tinggi di bawah binaan Kemenristekdikti.
Jika dilihat dari variabel Lingkungan Eksternal Organisasional (X1)
sebanyak 6 indikator, berdasarkan uji independen t test diperoleh nilai t hitung
sebesar 0,701 dengan p-value sebesar 0,499. karena p-value (0,499) > 0,05, maka
tidak bermakna. Artinya, berdasarkan pengujian tersebut menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata tanggapan responden pada variabel
Lingkungan Eksternal Organisasional (X1) antara perguruan tinggi dibawah
naungan Kemenag dan perguruan tinggi di bawah binaan Kemenristekdikti.
Dilihat dari variabel Struktur Organisasional Terdesentralisasi (X2)
sebanyak 6 indikator, berdasarkan uji independen t test diperoleh nilai t hitung
sebesar 3,958 dengan p-value sebesar 0,003. karena p-value (0,003) < 0,05, maka
234
bermakna. Artinya, berdasarkan pengujian tersebut menunjukan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata tanggapan responden pada variabel Struktur
Organisasional Terdesentralisasi (X2) antara perguruan tinggi dibawah naungan
Kemenag dan perguruan tinggi di bawah binaan Kemenristekdikti.
Dilihat dari variabel Komitmen Organisasi (X3) sebanyak 9 indikator,
berdasarkan uji independen t test diperoleh nilai t hitung sebesar 1,971 dengan p-
value sebesar 0,066. karena p-value (0,066) > 0,05, maka tidak bermakna. Artinya,
berdasarkan pengujian tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata tanggapan responden pada variabel Komitmen Organisasi (X3)
antara perguruan tinggi dibawah naungan Kemenag dan perguruan tinggi di bawah
binaan Kemenristekdikti.
Dilihat dari variabel Partisipasi Penganggaran (Y) sebanyak 8 indikator,
berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh nilai z hitung sebesar -1,799 dengan p-
value sebesar 0,073. karena p-value (0,073) > 0,05, maka tidak bermakna. Artinya,
berdasarkan pengujian tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata tanggapan responden pada variabel Partisipasi Penganggaran
(Y) antara perguruan tinggi dibawah naungan Kemenag dan perguruan tinggi di
bawah binaan Kemenristekdikti.
Dilihat dari variabel Kinerja Organisasi (Z) sebanyak 14 indikator,
berdasarkan uji independnet t test diperoleh nilai t hitung sebesar 1,932 dengan p-
value sebesar 0,064. karena p-value (0,064) > 0,05, maka tidak bermakna. Artinya,
berdasarkan pengujian tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
235
signifikan rata-rata tanggapan responden pada variabel Kinerja Organisasi (Z)
antara perguruan tinggi dibawah naungan Kemenag dan perguruan tinggi di bawah
binaan Kemenristekdikti.
Lebih lanjut untuk mengetaui indikator-indikator yang memiliki rata-rata
paling tinggi dan paling rendah, berikut digambarkan hasil rata-rata dimasing-
masing kementrian secara terurut.
Tabel 4. 14
Rekapitulasi Rta-Rata Indikator Penelitian Pada Perguruan Tinggi Dibawah
Naungan Kemenag
Variabel Indikator
Kemenag (n=14)
GAP
Mean % Skor
Total
Komitmen Organisasi KOR1.1 4,86 97,1% 2,9%
Partisipasi Penganggaran PP2.2 4,64 92,9% 7,1%
Kinerja Organisasi KO3.3 4,64 92,9% 7,1%
Komitmen Organisasi KOR1.2 4,64 92,9% 7,1%
Komitmen Organisasi KOR3.2 4,64 92,9% 7,1%
Komitmen Organisasi KOR3.3 4,64 92,9% 7,1%
Kinerja Organisasi KO2.5 4,64 92,9% 7,1%
Kinerja Organisasi KO3.6 4,64 92,9% 7,1%
Partisipasi Penganggaran PP3.1 4,57 91,4% 8,6%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO2.2 4,57 91,4% 8,6%
236
Komitmen Organisasi KOR2.1 4,50 90,0% 10,0%
Komitmen Organisasi KOR2.2 4,50 90,0% 10,0%
Partisipasi Penganggaran PP1.1 4,43 88,6% 11,4%
Partisipasi Penganggaran PP3.2 4,43 88,6% 11,4%
Partisipasi Penganggaran PP4.2 4,43 88,6% 11,4%
Partisipasi Penganggaran PP2.1 4,43 88,6% 11,4%
Partisipasi Penganggaran PP4.1 4,36 87,1% 12,9%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO2.1 4,36 87,1% 12,9%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO2.3 4,36 87,1% 12,9%
Komitmen Organisasi KOR2.3 4,36 87,1% 12,9%
Kinerja Organisasi KO3.4 4,36 87,1% 12,9%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO1.3 4,36 87,1% 12,9%
Komitmen Organisasi KOR1.3 4,29 85,7% 14,3%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO1.1 4,21 84,3% 15,7%
Kinerja Organisasi KO2.3 4,21 84,3% 15,7%
Kinerja Organisasi KO2.2 4,21 84,3% 15,7%
Kinerja Organisasi KO3.1 4,21 84,3% 15,7%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.3 4,14 82,9% 17,1%
Kinerja Organisasi KO1.1 4,14 82,9% 17,1%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.2 4,07 81,4% 18,6%
237
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.1 4,07 81,4% 18,6%
Komitmen Organisasi KOR3.1 4,07 81,4% 18,6%
Kinerja Organisasi KO1.3 4,07 81,4% 18,6%
Kinerja Organisasi KO3.5 4,07 81,4% 18,6%
Lingkungan Eksternal
Organisasional
LEO1.2 4,00 80,0% 20,0%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.2 4,00 80,0% 20,0%
Partisipasi Penganggaran PP1.2 3,93 78,6% 21,4%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.3 3,86 77,1% 22,9%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.1 3,79 75,7% 24,3%
Kinerja Organisasi KO3.2 3,79 75,7% 24,3%
Kinerja Organisasi KO2.1 3,71 74,3% 25,7%
Kinerja Organisasi KO2.4 3,71 74,3% 25,7%
Kinerja Organisasi KO1.2 3,43 68,6% 31,4%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sepuluh indikator teratas yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah indikator Bapak/ibu Menerima nilai-nilai dan
tujuan sebagai BLU yang telah ditetapkan (KOR1.1), Dalam penyusunan program
dan kegiatan BLU Bapak/ibu melibatkan bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga yang ada di organisasi (PP2.2), Persentase mahasiswa baru yang
mendaftar ulang dibandingkan mahasiswa baru yang diterima (KO3.3), Bapak/ibu
berupaya secara maksimal untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh
organisasi (KOR1.2), Bapak/ibu memperhatikan data ukuran kinerja untuk
238
mencapai kinerja yang telah ditetapkan oleh organisasi (KOR3.2), Berupaya hadir
dalam rapat rutin untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian target (KOR3.3),
Rekening penerimaan PNBP BLU Akademik dan Non Akademik (KO2.5),
Kepuasan stakeholder (internal dan eksternal) atas implementasi pengelolaan
keuangan BLU (KO3.6), Bapak/ibu Memiliki wewenang dalam memutuskan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai anggaran yang ditetapkan untuk unit
organisasisaya (PP3.1) dan Bapak/ibu Memberikan motivasi dan memacu
semangat kerja para bawahan agar menghasilkan output yang sinergi dengan tujuan
(LEO2.2).
Gambar 4. 11
10 Indikator Teratas Perguruan Tinggi Binaan Kemenag
97.1%
92.9%
92.9%
92.9%
92.9%
92.9%
92.9%
92.9%
91.4%
91.4%
86.0% 88.0% 90.0% 92.0% 94.0% 96.0% 98.0% 100.0%
KOR1.1
PP2.2
KO3.3
KOR1.2
KOR3.2
KOR3.3
KO2.5
KO3.6
PP3.1
LEO2.2
10 Indikator teratas di perguruan tinggi
binaan Kemenag
239
Sedangkan sepuluh indikator terbawah yang memiliki rata-rata terendah
adalah indikator Perputaran piutang menjadi kas dari penerimaan SPP mahasiswa
maupun aktivitas lainnya (KO1.2), Sistem Akuntansi Keuangan BLU telah
dirancang dan diimplementasikan (KO2.4), Kesesuaian pelaksanaan aktivitas,
kegiatan dan program dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU (KO2.1),
RBA mengakomodasi kebutuhan tenaga kependidikan yang profesional (KO3.2),
Struktur organisasi yang ada saat ini memudahkan setiap aktivitas, kegiatan dan
program untuk dilaksanakan karena adanya pembagian tugas secara jelas dan
terukur (SOT1.1), Struktur organisasi saat ini menyebabkan setiap aktivitas,
kegiatan dan program dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kewenanganya
masing-masing unit (SOT1.3), Banyaknya kesempatan yang diberikan kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga untuk ikut dalam penyusunan anggaran/RBA BLU
(PP1.2), Sebagian besar keputusan operasional dibuat pada (SOT2.2), Setelah
menjadi satker BLU Terjadinya perubahan mekanisme kerja atau struktur
organisasi yang memudahkan tercapainya kinerja (LEO1.2), Anggaran kegiatan
penelitian hibah bersaing terakomodasi di RBA (KO3.5).
240
Gambar 4. 12
10 Indikator Terbawah Perguruan Tinggi Binaan Kemenag
81.4%
80.0%
80.0%
78.6%
77.1%
75.7%
75.7%
74.3%
74.3%
68.6%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
KO3.5
LEO1.2
DSO2.2
PP1.2
DSO1.3
DSO1.1
KO3.2
KO2.1
KO2.4
KO1.2
10 Indikator terendah di perguruan
tinggi binaan Kemenag
241
Tabel 4. 15
Rekapitulasi Rata-Rata Indikator Penelitian Pada Perguruan Tinggi
Dibawah Naungan Kemenristekdikti
Variabel Indikator
Kemenristekdikti
(n=31) GAP
Mean % Skor
Total
Komitmen Organisasi KOR1.1 4,68 93,5% 6,5%
Partisipasi Penganggaran PP2.2 4,61 92,3% 7,7%
Komitmen Organisasi KOR1.2 4,55 91,0% 9,0%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO2.2 4,42 88,4% 11,6%
Partisipasi Penganggaran PP3.1 4,42 88,4% 11,6%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO2.1 4,39 87,7% 12,3%
Partisipasi Penganggaran PP1.1 4,39 87,7% 12,3%
Komitmen Organisasi KOR2.3 4,35 87,1% 12,9%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO2.3 4,35 87,1% 12,9%
Komitmen Organisasi KOR2.1 4,32 86,5% 13,5%
Kinerja Organisasi KO3.6 4,32 86,5% 13,5%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO1.3 4,29 85,8% 14,2%
Partisipasi Penganggaran PP3.2 4,29 85,8% 14,2%
Komitmen Organisasi KOR3.3 4,26 85,2% 14,8%
Komitmen Organisasi KOR2.2 4,26 85,2% 14,8%
Partisipasi Penganggaran PP2.1 4,26 85,2% 14,8%
Komitmen Organisasi KOR3.2 4,16 83,2% 16,8%
Kinerja Organisasi KO3.4 4,16 83,2% 16,8%
242
Kinerja Organisasi KO3.3 4,13 82,6% 17,4%
Kinerja Organisasi KO2.2 4,13 82,6% 17,4%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO1.1 4,10 81,9% 18,1%
Kinerja Organisasi KO2.5 4,10 81,9% 18,1%
Partisipasi Penganggaran PP4.1 4,06 81,3% 18,7%
Kinerja Organisasi KO2.3 4,06 81,3% 18,7%
Komitmen Organisasi KOR1.3 4,03 80,6% 19,4%
Kinerja Organisasi KO1.3 3,97 79,4% 20,6%
Kinerja Organisasi KO3.1 3,94 78,7% 21,3%
Komitmen Organisasi KOR3.1 3,94 78,7% 21,3%
Partisipasi Penganggaran PP4.2 3,94 78,7% 21,3%
Kinerja Organisasi KO1.1 3,90 78,1% 21,9%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.3 3,77 75,5% 24,5%
Lingkungan Eksternal Organisasional LEO1.2 3,77 75,5% 24,5%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.2 3,77 75,5% 24,5%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT2.1 3,74 74,8% 25,2%
Kinerja Organisasi KO3.5 3,74 74,8% 25,2%
Kinerja Organisasi KO3.2 3,61 72,3% 27,7%
Kinerja Organisasi KO2.4 3,61 72,3% 27,7%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.2 3,55 71,0% 29,0%
Partisipasi Penganggaran PP1.2 3,52 70,3% 29,7%
243
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.3 3,39 67,7% 32,3%
Kinerja Organisasi KO1.2 3,39 67,7% 32,3%
Struktur Organisasional
Terdesentralisasi
SOT1.1 3,32 66,5% 33,5%
Kinerja Organisasi KO2.1 3,26 65,2% 34,8%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sepuluh indikator teratas yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah indikator Bapak/ibu Menerima nilai-nilai dan
tujuan sebagai BLU yang telah ditetapkan (KOR1.1), Dalam penyusunan program
dan kegiatan BLU Bapak/ibu melibatkan bagian/unit/fakultas/program
studi/lembaga yang ada di organisasi (PP2.2), Bapak/ibu berupaya secara maksimal
untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh organisasi (KOR1.2), Bapak/ibu
Memberikan motivasi dan memacu semangat kerja para bawahan agar
menghasilkan output yang sinergi dengan tujuan (LEO2.2), Bapak/ibu Memiliki
wewenang dalam memutuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai anggaran
yang ditetapkan untuk unit organisasisaya (PP3.1), Organisasi Bapak/ibu
mengupayakan Perubahan organisasi secara vertikal dan horizontal untuk mencapai
kinerja yang lebih baik dari sebelumnya (LEO2.1), Penyusunan Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) BLU melibatkan seluruh bagian/unit/fakultas/lembaga yang ada
di organisasi (PP1.1), Bapak/ibu dalam melaksanakan aktivitas/kegiatan/program
mengaitkan antara pencapaian target dengan remunerasi yang diberikan organisasi
(KOR2.3), Sistem reward (remunerasi) dan punishment (aturan, hokum) yang
diimplementasikan oleh organisasi Bapak/ibu meningkatkan kinerja organisasi
244
(LEO2.3), Bapak/ibu berupaya bekerja secara optimal agar organisasi mencapai
target (KOR2.1).
Gambar 4. 12
10 Indikator Teratas Perguruan Tinggi Binaan Kemenristekdikti
Sedangkan sepuluh indikator terbawah yang memiliki rata-rata terendah
adalah indikator Kesesuaian pelaksanaan aktivitas, kegiatan dan program dengan
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU (KO2.1), Struktur organisasi yang ada
saat ini memudahkan setiap aktivitas, kegiatan dan program untuk dilaksanakan
karena adanya pembagian tugas secara jelas dan terukur (SOT1.1), Perputaran
93.5%
92.3%
91.0%
88.4%
88.4%
87.7%
87.7%
87.1%
87.1%
86.5%
75.0% 80.0% 85.0% 90.0% 95.0% 100.0%
KOR1.1
PP2.2
KOR1.2
LEO2.2
PP3.1
LEO2.1
PP1.1
KOR2.3
LEO2.3
KOR2.1
10 Indikator tertinggi di perguruan
tinggi binaan Kemenristekdikti
245
piutang menjadi kas dari penerimaan SPP mahasiswa maupun aktivitas lainnya
(KO1.2), Struktur organisasi saat ini menyebabkan setiap aktivitas, kegiatan dan
program dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kewenanganya masing-
masing unit (SOT1.3), Banyaknya kesempatan yang diberikan kepada
bagian/unit/fakultas/lembaga untuk ikut dalam penyusunan anggaran/RBA BLU
(PP1.2), Dengan struktur organisasi seperti ini tugas dan tanggung jawab setiap
orang menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan (SOT1.2), Sistem Akuntansi
Keuangan BLU telah dirancang dan diimplementasikan (KO2.4), RBA
mengakomodasi kebutuhan tenaga kependidikan yang profesional (KO3.2),
Anggaran kegiatan penelitian hibah bersaing terakomodasi di RBA (KO3.5),
Dengan struktur organisasi seperti saat ini keputusan operasional yang Bapak/ibu
putuskan menjadi lebih tepat (SOT2.1).
246
Gambar 4. 13
10 Indikator Terbawah Perguruan Tinggi Binaan Kemenristekdikti
4.4 Analisis Structural Equation Model (SEM)
Pada penelitian ini, ada lima variabel laten, yaitu Lingkungan Eksternal
Organisasional, Desentralisasi Struktur Organisasional, Komitmen Organisasional
terhadap Partisipasi Penganggaran dan dampaknya terhadap Kinerja
Organisasional. Masing-masing variabel laten tersebut diukur oleh beberapa
variabel teramati/indikator. Untuk analisis SEM, penulis menggunakan software
Lisrel yang dilakukan dengan beberapa tahap analisis, yaitu analisis faktor
konfirmatori (CFA) untuk mengetahui apakah variabel teramati valid dan reliabel
untuk diteruskan ke tahap selanjutnya, dan analisis full SEM. Sampel penelitian ini
74.8%
74.8%
72.3%
72.3%
71.0%
70.3%
67.7%
67.7%
66.5%
65.2%
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
DSO2.1
KO3.5
KO3.2
KO2.4
DSO1.2
PP1.2
DSO1.3
KO1.2
DSO1.1
KO2.1
10 Indikator tertinggi di perguruan
tinggi binaan Kemenristekdikti
247
sbenyak 45 sampel, untuk memenuhi kriteria penyampelan dalam analisis SEM
maka dilakukan bootstraping sebanyak 480 sampel.
4.4.1 Analisis Faktor Konfirmatori (CFA)
Evaluasi terhadap kesesuaian model pengukuran diuji dengan
menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analisys). Analisis
faktor konfirmatori dilakukan guna mengetahui unidimentional dari indikator-
indikator yang menjelaskan sebuah faktor atau variabel laten.
Pada penelitian ini terdapat 3 variabel eksogen yaitu Lingkungan Eksternal
Organisasional (LEO) yang diukur dengan 2 dimensi yang terdiri dari 6 indikator,
Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) yang diukur dari 2 dimensi yang
terdiri dari 6 indikator dan Komitmen Organisasional (KOR) diukur dengan 3
dimensi yang terdiri dari 9 indikator. Kemudian terdapat 2 variabel endogen yaitu
Partisipasi Penganggaran (PP) yang diukur dengan 4 dimensi yang terdiri dari 8
indikator dan variabel Kinerja Organisasional (KO) yang diukur dengan 3 dimensi
yang terdiri dari 14 indikator. Berikut diuraikan analisis faktor konfirmatori pada
masing-masing variabel penelitian.
4.4.1.1 CFA Variabel Lingkungan Eksternal Organisasional
Berikut di sajikan hasil pengujian CFA pada variabel eksogen Lingkungan
Eksternal Organisasional.
248
Gambar 4.11
Uji Konfirmatori variabel Lingkungan Eksternal Organisasional
(Standardized)
Gambar diatas merupakan hasil CFA dari indikator variabel Lingkungan
Eksternal Organisasional. Dari hasil pengujian GOF, kriteria berdasarkan nilai
chisquare = 1,097 dengan nilai p value =0,895, kemudian RMSEA = 0,000, NFI =
0,999, NNFI = 1,007, CFI= 1,000, RFI = 0,997, GFI = 0,999 dan AGFI = 0,996.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut menunjukan bahwa model CFA variabel
Lingkungan Eksternal Organisasional sudah fit.
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa semua indikator memiliki
loading factor diatas 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing
249
indikator sudah valid menjadi alat ukur masing-masing dimensinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.13
Ringkasan Uji Validitas Reliabilitas Model Pengukuran Variabel
Lingkungan Eksternal Organisasional
Variabel Laten Indikator Faktor
loading CR VE
Keterangan
Validitas Reliabilitas
First Order
Kompleksitas
Lingkungan Publik
(LEO1)
LEO1.1 0,584
0,684 0,421
Valid
Reliabel LEO1.2 0,714 Valid
LEO1.3 0,642 Valid
Dinamisme Lingkungan
Publik (LEO2)
LEO2.1 0,685
0,817 0,602
Valid
Reliabel LEO2.2 0,915 Valid
LEO2.3 0,707 Valid
Second Order
Lingkungan Eksternal
Organisasional (LEO)
LEO1 0,875 0,861 0,756
Valid Reliabel
LEO2 0,864 Valid
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat nilai faktor loading setiap indikator
lebih besar dari 0,50. Artinya semua indikator dalam variabel Lingkungan Eksternal
Organisasional sudah valid sebagai alat ukur.
Pada dimensi Kompleksitas Lingkungan Publik (LEO1), indikator LEO1.2
memiliki bobot faktor paling besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa LEO1.2 paling kuat dalam merefleksikan dimensi
Kompleksitas Lingkungan Publik (LEO1). Nilai variance extracted (VE) sebesar
0,421 menunjukkan bahwa secara rata-rata 42,1% informasi yang terdapat pada
masing-masing indikator dapat tercermin melalui dimensi Kompleksitas
Lingkungan Publik (LEO1).Nilai CR sebesar 0,684 mendekati 0,7 sehinggga
250
menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam mengukur
dimensi Kompleksitas Lingkungan Publik (LEO1).
Pada dimensi Dinamisme Lingkungan Publik (LEO2), indikator LEO2.2
memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa LEO2.2 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Dinamisme
Lingkungan Publik (LEO2). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,602
menunjukkan bahwa secara rata-rata 60,2% informasi yang terdapat pada masing-
masing indikator dapat tercermin melalui dimensi Dinamisme Lingkungan Publik
(LEO2). Nilai CR sebesar 0,817 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa
semua indikator memiliki kekonsistenan dalam mengukur dimensi Dinamisme
Lingkungan Publik (LEO2).
Evaluasi pengukuran order kedua variabel Lingkungan Eksternal
Organisasional (diperoleh dari hasil full model struktural setelah direspesifikasi) ,
dimensi LEO1 memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan dimensi LEO2. Data
ini menunjukkan bahwa dimensi Kompleksitas Lingkungan Publik (LEO1) paling
kuat dalam merefleksikan variabel Lingkungan Eksternal Organisasional. Nilai
extracted (VE) sebesar 0,756 menunjukkan bahwa secara rata-rata 75,6% informasi
yang terdapat pada masing-masing dimensi dapat tercermin melalui variabel
Lingkungan Eksternal Organisasional. Nilai CR sebesar 0,861 lebih besar dari 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua dimensi memiliki kekonsistenan dalam
mengukur variabel Lingkungan Eksternal Organisasional.
251
4.4.1.2 CFA Variabel Desentralisasi Struktur Organisasional
Berikut di sajikan hasil pengujian CFA pada variabel eksogen Desentralisasi
Struktur Organisasional.
Gambar 4.12
Uji Konfirmatori variabel Desentralisasi Struktur Organisasional
(Standardized)
Gambar diatas merupakan hasil CFA dari indikator variabel Desentralisasi
Struktur Organisasional. Dari hasil pengujian GOF, kriteria berdasarkan nilai
chisquare = 1,613 dengan nilai p value =0,446, kemudian RMSEA = 0,000, NFI =
0,999, NNFI = 1,001, CFI= 1,000, RFI = 0,995, GFI = 0,999 dan AGFI = 0,988.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut menunjukan bahwa model CFA variabel
Desentralisasi Struktur Organisasional sudah fit.
252
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa semua indikator memiliki
loading factor diatas 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator sudah valid menjadi alat ukur masing-masing dimensinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.14
Ringkasan Uji Validitas Reliabilitas Model Pengukuran Variabel
Desentralisasi Struktur Organisasional
Variabel Laten Indikator Faktor
loading CR VE
Keterangan
Validitas Reliabilitas
First Order
Otonomi Anggaran
(DSO1)
DSO1.1 0,849
0,801 0,574
Valid
Reliabel DSO1.2 0,729 Valid
DSO1.3 0,686 Valid
Otonomi Administrasi
Anggaran (DSO2)
DSO2.1 0,746
0,872 0,697
Valid
Reliabel DSO2.2 0,960 Valid
DSO2.3 0,782 Valid
Second Order
Desentralisasi Struktur
Organisasional (DSO)
DSO1 0,849 0,900 0,818
Valid Reliabel
DSO2 0,957 Valid
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat nilai faktor loading setiap indikator
lebih besar dari 0,50. Artinya semua indikator dalam variabel Desentralisasi
Struktur Organisasional sudah valid sebagai alat ukur.
Pada dimensi Otonomi Anggaran (DSO1), indikator DSO1.1 memiliki
bobot faktor paling besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini menunjukkan
bahwa DSO1.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Otonomi Anggaran
(DSO1). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,574 menunjukkan bahwa secara
rata-rata 57,4% informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat
253
tercermin melalui dimensi Otonomi Anggaran (DSO1).Nilai CR sebesar 0,801
lebih besar 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki
kekonsistenan dalam mengukur dimensi Otonomi Anggaran (DSO1).
Pada dimensi Otonomi Administrasi Anggaran (DSO2), indikator DSO2.2
memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa DSO2.2 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Otonomi
Administrasi Anggaran (DSO2). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,697
menunjukkan bahwa secara rata-rata 69,7% informasi yang terdapat pada masing-
masing indikator dapat tercermin melalui dimensi Otonomi Administrasi Anggaran
(DSO2). Nilai CR sebesar 0,872 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa
semua indikator memiliki kekonsistenan dalam mengukur dimensi Otonomi
Administrasi Anggaran (DSO2).
Evaluasi pengukuran order kedua variabel Desentralisasi Struktur
Organisasional (diperoleh dari hasil full model struktural setelah direspesifikasi) ,
dimensi DSO2 memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan dimensi DSO1.
Hasil ini menunjukkan bahwa dimensi Otonomi Administrasi Anggaran (DSO2)
paling kuat dalam merefleksikan variabel Desentralisasi Struktur Organisasional.
Nilai extracted (VE) sebesar 0,818 menunjukkan bahwa secara rata-rata 81,8%
informasi yang terdapat pada masing-masing dimensi dapat tercermin melalui
variabel Desentralisasi Struktur Organisasional. Nilai CR sebesar 0,900 lebih besar
dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua dimensi memiliki kekonsistenan
dalam mengukur variabel Desentralisasi Struktur Organisasional.
254
4.4.1.3 CFA Variabel Komitmen Organisasional
Berikut di sajikan hasil pengujian CFA pada variabel eksogen Komitmen
Organisasional.
Gambar 4.13
Uji Konfirmatori variabel Komitmen Organisasional (Standardized)
Gambar diatas merupakan hasil CFA dari indikator variabel Komitmen
Organisasional. Dari hasil pengujian GOF, kriteria berdasarkan nilai chisquare =
35,323 dengan nilai p value =0,000, kemudian RMSEA = 0,073, NFI = 0,991,
NNFI = 0,976, CFI= 0,993, RFI = 0,968, GFI = 0,984 dan AGFI = 0,927.
255
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut menunjukan bahwa model CFA variabel
Komitmen Organisasional sudah fit.
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa semua indikator memiliki
loading factor diatas 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator sudah valid menjadi alat ukur masing-masing dimensinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.15
Ringkasan Uji Validitas Reliabilitas Model Pengukuran Variabel Komitmen
Organisasional
Variabel Laten Indikator Faktor
loading CR VE
Keterangan
Validitas Reliabilitas
First Order
Komitmen Afektif
(KOR1)
KOR1.1 0,814
0,802 0,582
Valid
Reliabel KOR1.2 0,877 Valid
KOR1.3 0,560 Valid
Komitmen
Berkelanjutan (KOR2)
KOR2.1 0,809
0,744 0,495
Valid
Reliabel KOR2.2 0,635 Valid
KOR2.3 0,654 Valid
Komitmen Normatif
(KOR3)
KOR3.1 0,63
0,850 0,658
Valid
Reliabel KOR3.2 0,865 Valid
KOR3.3 0,911 Valid
Second Order
Komitmen
Organisasional (KOR)
KOR1 0,613
0,806 0,591
Valid
Reliabel KOR2 0,666 Valid
KOR3 0,977 Valid
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat nilai faktor loading setiap indikator
lebih besar dari 0,50. Artinya semua indikator dalam variabel Komitmen
Organisasional sudah valid sebagai alat ukur.
256
Pada dimensi Komitmen Afektif (KOR1), indikator KOR1.2 memiliki
bobot faktor paling besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini menunjukkan
bahwa KOR1.2 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Komitmen Afektif
(KOR1). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,582 menunjukkan bahwa secara
rata-rata 58,2% informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat
tercermin melalui dimensi Komitmen Afektif (KOR1).Nilai CR sebesar 0,802 lebih
besar 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan
dalam mengukur dimensi Komitmen Afektif (KOR1).
Pada dimensi Komitmen Berkelanjutan (KOR2), indikator KOR2.1
memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa KOR2.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Komitmen
Berkelanjutan (KOR2). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,495 menunjukkan
bahwa secara rata-rata 49,5% informasi yang terdapat pada masing-masing
indikator dapat tercermin melalui dimensi Komitmen Berkelanjutan (KOR2). Nilai
CR sebesar 0,744 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua
indikator memiliki kekonsistenan dalam mengukur dimensi Komitmen
Berkelanjutan (KOR2).
Pada dimensi Komitmen Normatif (KOR3), indikator KOR3.3.1 memiliki
bobot faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Data ini menunjukkan
bahwa KOR3.3 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Komitmen Normatif
(KOR3). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,658 menunjukkan bahwa secara
rata-rata 65,8% informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat
tercermin melalui dimensi Komitmen Normatif (KOR3). Nilai CR sebesar 0,850
257
lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki
kekonsistenan dalam mengukur dimensi Komitmen Normatif (KOR3).
Evaluasi pengukuran order kedua variabel Komitmen Organisasional
(diperoleh dari hasil full model struktural setelah direspesifikasi) , dimensi KOR3
memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan dimensi lainnya. Hasil ini
menunjukkan bahwa dimensi Komitmen Normatif (KOR3) paling kuat dalam
merefleksikan variabel Komitmen Organisasional. Nilai extracted (VE) sebesar
0,591 menunjukkan bahwa secara rata-rata 59,1% informasi yang terdapat pada
masing-masing dimensi dapat tercermin melalui variabel Komitmen
Organisasional. Nilai CR sebesar 0,806 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan
bahwa semua dimensi memiliki kekonsistenan dalam mengukur variabel
Komitmen Organisasional.
4.4.1.4 CFA Variabel Partisipasi Penganggaran
Berikut di sajikan hasil pengujian CFA pada variabel endogen Partisipasi
Penganggaran.
258
Gambar 4.14
Uji Konfirmatori variabel Partisipasi Penganggaran (Standardized)
Gambar diatas merupakan hasil CFA dari indikator variabel Partisipasi
Penganggaran. Dari hasil pengujian GOF, kriteria berdasarkan nilai chisquare =
35,438 dengan nilai p value =0,000, kemudian RMSEA = 0,073, NFI = 0,989,
NNFI = 0,978, CFI= 0,992, RFI = 0,969, GFI = 0,982 dan AGFI = 0,935.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut menunjukan bahwa model CFA variabel
Partisipasi Penganggaran sudah fit.
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa semua indikator memiliki
loading factor diatas 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing
259
indikator sudah valid menjadi alat ukur masing-masing dimensinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.16
Ringkasan Uji Validitas Reliabilitas Model Pengukuran Variabel Partisipasi
Penganggaran
Variabel Laten Indikator Faktor
loading CR VE
Keterangan
Validitas Reliabilitas
First Order
Partisipasi Personal
(PP1)
PP1.1 0,802 0,751 0,601
Valid Reliabel
PP1.2 0,748 Valid
Partisipasi Anggaran
(PP2)
PP2.1 0,781 0,755 0,607
Valid Reliabel
PP2.2 0,777 Valid
Partisipasi Stakeholder
(PP3)
PP3.1 0,896 0,762 0,621
Valid Reliabel
PP3.2 0,663 Valid
Partisipasi Tata Kelola
(PP4)
PP4.1 0,849 0,745 0,596
Valid Reliabel
PP4.2 0,687 Valid
Second Order
Partisipasi
Penganggaran (PP)
PP1 0,943
0,934 0,781
Valid
Reliabel PP2 0,947 Valid
PP3 0,841 Valid
PP4 0,793 Valid
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat nilai faktor loading setiap indikator
lebih besar dari 0,50. Artinya semua indikator dalam variabel Partisipasi
Penganggaran sudah valid sebagai alat ukur.
Pada dimensi Partisipasi Personal (PP1), indikator PP1.1 memiliki bobot
faktor paling besar dibandingkan indikator PP1.2. hasil ini menunjukkan bahwa
PP1.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Partisipasi Personal (PP1). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,601 menunjukkan bahwa secara rata-rata 60,1%
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
260
dimensi Partisipasi Personal (PP1).Nilai CR sebesar 0,751 lebih besar 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam
mengukur dimensi Partisipasi Personal (PP1).
Pada dimensi Partisipasi Anggaran (PP2), indikator PP2.1 memiliki bobot
faktor lebih besar dibandingkan indikator PP2.2. hasil ini menunjukkan bahwa
PP2.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Partisipasi Anggaran (PP2). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,607 menunjukkan bahwa secara rata-rata 60,7%
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
dimensi Partisipasi Anggaran (PP2). Nilai CR sebesar 0,755 lebih besar dari 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam
mengukur dimensi Partisipasi Anggaran (PP2).
Pada dimensi Partisipasi Stakeholder (PP3), indikator PP3.1 memiliki
bobot faktor lebih besar dibandingkan indikator PP3.2. hasil ini menunjukkan
bahwa PP3.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Partisipasi Stakeholder
(PP3). Nilai variance extracted (VE) sebesar 0,621 menunjukkan bahwa secara
rata-rata 62,1% informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat
tercermin melalui dimensi Partisipasi Stakeholder (PP3). Nilai CR sebesar 0,762
lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki
kekonsistenan dalam mengukur dimensi Partisipasi Stakeholder (PP3).
Pada dimensi Partisipasi Tata Kelola (PP4), indikator PP4.1 memiliki bobot
faktor lebih besar dibandingkan indikator PP4.2. hasil ini menunjukkan bahwa
PP4.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Partisipasi Tata Kelola (PP4). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,596 menunjukkan bahwa secara rata-rata 59,6%
261
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
dimensi Partisipasi Tata Kelola (PP4). Nilai CR sebesar 0,745 lebih besar dari 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam
mengukur dimensi Partisipasi Tata Kelola (PP4).
Evaluasi pengukuran order kedua variabel Partisipasi Penganggaran,
dimensi PP2 memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan dimensi lainnya. Hasil
ini menunjukkan bahwa dimensi Partisipasi Anggaran (PP2) paling kuat dalam
merefleksikan variabel Partisipasi Penganggaran. Nilai extracted (VE) sebesar
0,781 menunjukkan bahwa secara rata-rata 78,1% informasi yang terdapat pada
masing-masing dimensi dapat tercermin melalui variabel Partisipasi Penganggaran.
Nilai CR sebesar 0,934 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua
dimensi memiliki kekonsistenan dalam mengukur variabel Partisipasi
Penganggaran.
4.4.1.5 CFA Variabel Kinerja Organisasional
Berikut di sajikan hasil pengujian CFA pada variabel endogen Kinerja
Organisasional.
262
Gambar 4.15
Uji Konfirmatori variabel Kinerja Organisasional (Standardized)
Gambar diatas merupakan hasil CFA dari indikator variabel Kinerja
Organisasional. Dari hasil pengujian GOF, kriteria berdasarkan nilai chisquare =
119,047 dengan nilai p value =0,000, kemudian RMSEA = 0,068, NFI = 0,990,
NNFI = 0,982, CFI= 0,993, RFI = 0,975, GFI = 0,966 dan AGFI = 0,903.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut menunjukan bahwa model CFA variabel
Kinerja Organisasional sudah fit.
Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa semua indikator memiliki
loading factor diatas 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing
263
indikator sudah valid menjadi alat ukur masing-masing dimensinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.17
Ringkasan Uji Validitas Reliabilitas Model Pengukuran Variabel Kinerja
Organisasional
Variabel Laten Indikator Faktor
loading CR VE
Keterangan
Validitas Reliabilitas
First Order
Kinerja Keuangan
(KO1)
KO1.1 0,830
0,789 0,557
Valid
Reliabel KO1.2 0,732 Valid
KO1.3 0,667 Valid
Kinerja Kepatuhan
(KO2)
KO2.1 0,824
0,835 0,509
Valid
Reliabel
KO2.2 0,790 Valid
KO2.3 0,752 Valid
KO2.4 0,567 Valid
KO2.5 0,597 Valid
Kinerja Layanan
(KO3)
KO3.1 0,810
0,890 0,576
Valid
Reliabel
KO3.2 0,688 Valid
KO3.3 0,689 Valid
KO3.4 0,781 Valid
KO3.5 0,856 Valid
KO3.6 0,712 Valid
Second Order
Kinerja
Organisasional (KO)
KO1 0,908
0,956 0,879
Valid
Reliabel KO2 0,922 Valid
KO3 0,981 Valid
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat nilai faktor loading setiap indikator
lebih besar dari 0,50. Artinya semua indikator dalam variabel Kinerja
Organisasional sudah valid sebagai alat ukur.
Pada dimensi Kinerja Keuangan (KO1), indikator KO1.1 memiliki bobot
faktor paling besar dibandingkan indikator lainnya. hasil ini menunjukkan bahwa
264
KO1.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Kinerja Keuangan (KO1). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,557 menunjukkan bahwa secara rata-rata 55,7%
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
dimensi Kinerja Keuangan (KO1).Nilai CR sebesar 0,789 lebih besar 0,7 sehinggga
menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam mengukur
dimensi Kinerja Keuangan (KO1).
Pada dimensi Kinerja Kepatuhan (KO2), indikator KO2.1 memiliki bobot
faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. hasil ini menunjukkan bahwa
KO2.1 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Kinerja Kepatuhan (KO2). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,509 menunjukkan bahwa secara rata-rata 50,9%
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
dimensi Kinerja Kepatuhan (KO2). Nilai CR sebesar 0,835 lebih besar dari 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam
mengukur dimensi Kinerja Kepatuhan (KO2).
Pada dimensi Kinerja Layanan (KO3), indikator KO3.5 memiliki bobot
faktor lebih besar dibandingkan indikator lainnya. hasil ini menunjukkan bahwa
KO3.5 paling kuat dalam merefleksikan dimensi Kinerja Layanan (KO3). Nilai
variance extracted (VE) sebesar 0,576 menunjukkan bahwa secara rata-rata 57,6%
informasi yang terdapat pada masing-masing indikator dapat tercermin melalui
dimensi Kinerja Layanan (KO3). Nilai CR sebesar 0,890 lebih besar dari 0,7
sehinggga menunjukan bahwa semua indikator memiliki kekonsistenan dalam
mengukur dimensi Kinerja Layanan (KO3).
265
Evaluasi pengukuran order kedua variabel Kinerja Organisasional, dimensi
KO3 memiliki bobot faktor lebih besar dibandingkan dimensi lainnya. Hasil ini
menunjukkan bahwa dimensi Kinerja Layanan (KO3) paling kuat dalam
merefleksikan variabel Kinerja Organisasional. Nilai extracted (VE) sebesar 0,879
menunjukkan bahwa secara rata-rata 87,9% informasi yang terdapat pada masing-
masing dimensi dapat tercermin melalui variabel Kinerja Organisasional. Nilai CR
sebesar 0,956 lebih besar dari 0,7 sehinggga menunjukan bahwa semua dimensi
memiliki kekonsistenan dalam mengukur variabel Kinerja Organisasional.
4.4.2 Hasil Pengujian Full Model Struktural
Pada bagian ini akan diuraikan hasil evaluasi atas model fit dan nilai
parameter yang diestimasi dari model persamaan strukrural. Model empiris yang
dihasilkan dari model teoritis dalam penelitian ini memerlukan pengujian full
model. Setelah dilakukan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor
analisys) untuk masing-masing variabel laten, selanjutnya perlu dilakukan estimasi
full model struktural. Analisis estimasi full model struktural tersebut
menggambarkan hubungan antar variabel laten dan dapat dilakukan apabila
measurement model telah dianalisis melalui analisis faktor konfirmatori
(confirmatory factor analisys). Hal tersebut karena masing-masing indikator dapat
digunakan untuk mendefinisikan sebuah konstruk laten. Hasil estimasi full model
struktural dengan menggunakan Laten Variabel Score disajikan dalam gambar
berikut.
266
Gambar 4.16
Hasil full model Struktural (Standardized)
Pengujian full model SEM dilakukan dengan dua macam pengujian yaitu
kesesuaian model dan uji hipotesis model. Pengujian full model SEM digunakan
untuk melihat kelayakan model atau kesesuaian model. Evaluasi terhadap
kesesuaian yang baik model persamaan struktural dengan membandingkan nilai
indeks-indeks fit yang direkomendasikan seperti disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.18
Evaluasi Terhadap Indeks-Indeks Fit Model Struktural
No Goodness of Fit Target Value Hasil Evaluasi Model
1 Chi-square (P-value) p-value ≥ 0.05 721,110 (0,000) Poor fit
2 RMSEA RMSEA ≤ 0.08 0,143 Poor fit
3 NFI NFI ≥ 0.90 0,905 Good fit
4 CFI CFI ≥ 0.90 0,911 Good fit
5 IFI IFI ≥ 0.90 0,912 Good fit
6 RFI RFI ≥ 0.90 0,871 Marginal fit
7 SRMR SRMR ≤ 0.05 0,06 Poor fit
8 GFI GFI ≥ 0.90 0,823 Marginal fit
9 AGFI AGFI ≥ 0.90 0,723 Poor fit
267
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil pengujian kecocokan model
secara overall menggunakan uji X2 (chi-square) diperoleh nilai sebesar 721,110
dengan p-value sebesar 0,000 dan RMSEA sebesar 0,143. Bila mengacu pada nilai
RMSEA maka model belum fit, sehingga dilakukan uji respesifikasi model untuk
memperbaiki Goodness of Fit model. Berikut hasil respesifikasi dengan
mengkorelasikan error antar indikator secara bertahap sesuai dengan modification
indiches.
Gambar 4.17
Hasil full model Struktural Respesifikasi (Standardized)
Evaluasi terhadap kesesuaian yang baik pada model persamaan struktural
gambar diatas disajikan dalam tabel berikut :
268
Tabel 4.25
Evaluasi Terhadap Indeks-Indeks Fit Model Struktural (Respesifikasi)
No Goodness of Fit Target Value Hasil Evaluasi
Model
1 Chi-square (P-value) p-value ≥ 0.05 174,473 (0,000) Poor fit
2 RMSEA RMSEA ≤ 0.08 0,079 Good fit
3 NFI NFI ≥ 0.90 0,979 Good fit
4 CFI CFI ≥ 0.90 0,984 Good fit
5 IFI IFI ≥ 0.90 0,984 Good fit
6 RFI RFI ≥ 0.90 0,957 Good fit
7 SRMR SRMR ≤ 0.05 0,041 Good fit
8 GFI GFI ≥ 0.90 0,951 Good fit
9 AGFI AGFI ≥ 0.90 0,882 Marginal fit
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil pengujian kecocokan model
secara overall menggunakan uji X2 (chi-square) diperoleh nilai sebesar 174,473
dengan p-value sebesar 0,000 dan RMSEA sebesar 0,079. Bila mengacu pada nilai
RMSEA maka model sudah fit, begitupun dengan sebagian besar indeks GOF
lainnya sudah memenuhi kriteria fit sehingga dapat dilanjutkan pada tahap analisis
berikutnya. Setelah uji kesesuaian model, selanjutnya dilakukan pengujian
hipotesis penelitian melalui model struktural.
269
Gambar 4.18
Hasil full model Struktural (T values)
Berikut rangkuman hasil estimasi model struktural hubungan antar variabel
laten melalui uji koefisien Jalur :
Tabel 4.26
Rangkuman hasil estimasi Koefisien Jalur dan Uji Statistik
Hubungan
Standardized
(Path
Coeficient)
T-value R-Square
Parsial
R-square
Simultan
LEO ---> PP 0,233 4,655 0,085
0,342 DSO ---> PP 0,153 2,876 0,065
KOR ---> PP 0,395 8,197 0,192
LEO ---> KO 0,243 4,936 0,114
0,551 DSO ---> KO 0,052 1,141 0,023
KOR ---> KO 0,167 3,654 0,077
PP ---> KO 0,492 10,182 0,336
Melalui hasil rekapitulasi yang terdapat pada tabel diatas dapat diketahui
bahwa variabel Partisipasi Penganggaran (PP) dapat dijelaskan sebesar 34,2% oleh
270
vaiabel Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO), Desentralisasi Struktur
Organisasional (DSO) dan Komitmen Organisasional (KOR). sedangkan sisanya
65,8% dipengaruhi oleh variabel lain selain 3 variabel independent tersebut. Dilihat
dari nilai koefisien jalurnya, variabel yang paling dominan secara berurutan dalam
mempengaruhi Partisipasi Penganggaran (PP) adalah Komitmen Organisasional
(KOR) dengan koefisien jalur 0,395 (19,2%), kemudian variabel Lingkungan
Eksternal Organisasional (LEO) dengan koefisien jalur 0,233 (8,5%), dan terakhir
variabel Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) dengan koefisien jalur
sebesar 0,153 (6,5%).
Variabel Kinerja Organisasional (KO) dapat dijelaskan sebesar 55,1% oleh
variabel Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO), Desentralisasi Struktur
Organisasional (DSO), Komitmen Organisasional (KOR) dan Partisipasi
Penganggaran (PP). Sedangkan sisanya 44,9% dipengaruhi oleh variabel lain selain
4 variabel independent tersebut. Dilihat dari nilai koefisien jalurnya, variabel yang
paling dominan secara berurutan dalam mempengaruhi Kinerja Organisasional
(KO) adalah Partisipasi Penganggaran (PP) dengan koefisien jalur 0,492 (33,6%),
kemudian variabel Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO) dengan koefisien
jalur 0,243 (11,4%), lalu variabel Komitmen Organisasional (KOR) dengan
koefisien jalur sebesar 0,167 (7,7%) dan terakhir Desentralisasi Struktur
Organisasional (DSO) dengan koefisien jalur sebesar 0,052 (2,3%).
Pada hasil uji hubungan antar variabel laten terdapat ada 2 (dua) jenis
pengaruh yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Pengaruh
langsung adalah hubungan yang menghubungkan 2 (dua) konstruk dengan arah
271
panah tunggal. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah hubungan yang
melibatkan beberapa keterkaitan antar konstruk.
Variabel Penerapan Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO),
Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) dan Komitmen Organisasional
(KOR) berpengaruh langsung terhadap Partisipasi Penganggaran (PP) dan variabel-
variabel ini juga berpengaruh terhadap Kinerja Organisasional (KO) baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui variabel Partisipasi Penganggaran (PP)
(pengaruh Total).
Tabel 4.27
Hasil Estimasi Besar Pengaruh Antar Variabel Penelitian (Mediasi)
Hubungan Direct Indirect Total
Path T-value Path T-value Path T-value
LEO ---> PP 0,233 4,655 - - 0,233 4,655
DSO ---> PP 0,153 2,876 - - 0,153 2,876
KOR ---> PP 0,395 8,197 - - 0,395 8,197
LEO ---> KO 0,243 4,936 0,115 4,356 0,358 6,642
DSO ---> KO 0,052 1,141 0,075 2,738 0,127 2,341
KOR ---> KO 0,167 3,654 0,194 6,833 0,361 7,332
PP ---> KO 0,492 10,182 0,492 10,182
Tabel diatas merupakan hasil rekapitulasi pengujian variabel Partisipasi
Penganggaran (PP) sebagai variabel mediasi. Dilihat dari nilai indirect efeknya,
variabel Partisipasi Penganggaran (PP) memberikan kontribusi positif dalam
hubungan Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO), Desentralisasi Struktur
Organisasional (DSO) dan Komitmen Organisasional (KOR) dengan Kinerja
Organisasional (KO). Untuk lebih jelasnya diuraikan hasil pengujian hipotesis
sebagai berikut.
272
4.4.3 Pengujian Hipotesis
4.4.3.1 Uji Hipotesis 1
Hipotesis pertama yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran. Pada Tabel Rangkuman hasil
estimasi Koefisien Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur
antara Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO) terhadap Partisipasi
Penganggaran (PP) sebesar 0,233 dengan arah positif. Artinya semakin baik
Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO) maka Partisipasi Penganggaran (PP)
juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan
ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Lingkungan Eksternal Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Partisipasi Penganggaran.
H1 : Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Partisipasi Penganggaran.
Tabel 4.28
Hasil Pengujian Hipotesis 1
Path thitung tkritis H1
0,233 4,655 1,65 diterima
273
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 4,655. Karena nilai thitung
(4,655) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H1 dan menolak H0 sehingga hipotesis pertama
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Partisipasi Penganggaran.
4.4.3.2 Uji Hipotesis 2
Hipotesis kedua yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran. Pada Tabel Rangkuman hasil
estimasi Koefisien Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur
antara Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) terhadap Partisipasi
Penganggaran (PP) sebesar 0,153 dengan arah positif. Artinya semakin baik
Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) maka Partisipasi Penganggaran (PP)
juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan
ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Desentralisasi Struktur Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Partisipasi Penganggaran.
274
H2 : Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Partisipasi Penganggaran.
Tabel 4.29
Hasil Pengujian Hipotesis 2
Path thitung tkritis H2
0,153 2,876 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 2,876. Karena nilai thitung
(2,876) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H2 dan menolak H0 sehingga hipotesis kedua
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Partisipasi Penganggaran.
4.4.3.3 Uji Hipotesis 3
Hipotesis ketiga yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Partisipasi Penganggaran. Pada Tabel Rangkuman hasil estimasi
Koefisien Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur antara
Komitmen Organisasional (KOR) terhadap Partisipasi Penganggaran (PP) sebesar
0,395 dengan arah positif. Artinya semakin baik Komitmen Organisasional (KOR)
maka Partisipasi Penganggaran (PP) juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien
275
jalur tersebut diuji untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh yang signifikan
variabel Komitmen Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Komitmen Organisasional tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Partisipasi Penganggaran.
H3 : Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Partisipasi Penganggaran.
Tabel 4.34
Hasil Pengujian Hipotesis 3
Path thitung tkritis H3
0,395 8,197 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 8,197. Karena nilai thitung
(8,197) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H3 dan menolak H0 sehingga hipotesis ketiga
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Partisipasi
Penganggaran.
276
4.4.3.4 Uji Hipotesis 4
Hipotesis keempat yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional. Pada Tabel Rangkuman hasil
estimasi Koefisien Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur
antara Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO) terhadap Kinerja
Organisasional (KO) sebesar 0,243 dengan arah positif. Artinya semakin baik
Lingkungan Eksternal Organisasional (LEO) maka Kinerja Organisasional (KO)
juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan
ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Lingkungan Eksternal Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional.
H4 : Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Organisasional.
Tabel 4.31
Hasil Pengujian Hipotesis 4
Path thitung tkritis H4
0,243 4,936 1,65 diterima
277
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 4,936. Karena nilai thitung
(4,936) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H4 dan menolak H0 sehingga hipotesis keempat
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional.
4.4.3.5 Uji Hipotesis 5
Hipotesis kelima yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional. Pada Tabel Rangkuman hasil
estimasi Koefisien Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur
antara Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) terhadap Kinerja
Organisasional (KO) sebesar 0,052 dengan arah positif. Artinya semakin baik
Desentralisasi Struktur Organisasional (DSO) maka Kinerja Organisasional (KO)
juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan
ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Desentralisasi Struktur Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional.
H5 : Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
278
terhadap Kinerja Organisasional.
Tabel 4.32
Hasil Pengujian Hipotesis 5
Path thitung tkritis H5
0,052 1,141 1,65 ditolak
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 1,141. Karena nilai thitung
(1,141) lebih kecil dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H0 dan menolak H5 sehingga hipotesis kelima
ditolak. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Kinerja Organisasional.
4.4.3.6 Uji Hipotesis 6
Hipotesis keenam yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional. Pada Tabel Rangkuman hasil estimasi Koefisien
Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur antara Komitmen
Organisasional (KOR) terhadap Kinerja Organisasional (KO) sebesar 0,167 dengan
arah positif. Artinya semakin baik Komitmen Organisasional (KOR) maka Kinerja
Organisasional (KO) juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut
diuji untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel
Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
279
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Komitmen Organisasional tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional.
H6 : Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional.
Tabel 4.33
Hasil Pengujian Hipotesis 6
Path thitung tkritis H6
0,167 3,654 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 3,654. Karena nilai thitung
(3,654) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H6 dan menolak H0 sehingga hipotesis keenam
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja
Organisasional.
4.4.3.7 Uji Hipotesis 7
Hipotesis ketujuh yang diuji adalah pengaruh Partisipasi Penganggaran
terhadap Kinerja Organisasional. Pada Tabel Rangkuman hasil estimasi Koefisien
Jalur dan Uji Statistik dapat diketahui bahwa koefisien jalur antara Partisipasi
280
Penganggaran (PP) terhadap Kinerja Organisasional (KO) sebesar 0,492 dengan
arah positif. Artinya semakin baik Partisipasi Penganggaran (PP) maka Kinerja
Organisasional (KO) juga akan meningkat. Selanjutnya koefisien jalur tersebut
diuji untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh yang signifikan variabel
Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Organisasional.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Partisipasi Penganggaran tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional.
H7 : Partisipasi Penganggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional.
Tabel 4.34
Hasil Pengujian Hipotesis 7
Path thitung tkritis H7
0,492 10,182 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 10,182. Karena nilai thitung
(10,182) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H7 dan menolak H0 sehingga hipotesis ketujuh
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Partisipasi Penganggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja
Organisasional.
281
4.4.3.8 Uji Hipotesis 8
Hipotesis kedelapan yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Pada Tabel hasil estimasi besar pengaruh antar variabel penelitian (mediasi) dapat
diketahui bahwa total koefisien jalur antara Lingkungan Eksternal Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran baik secara
langsung maupun tidak langsung sebesar 0,358 dengan arah positif. Dilihat dari
nilai pengaruh total sebesar 0,358 lebih besar dibandingkan pengaruh langsung
sebesar 0,243, maka dapat disimpulkan bahwa Partisipasi Penganggaran
memberikan kontribusi positif dalam hubungan Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan ada tidaknya
pengaruh yang signifikan variabel Lingkungan Eksternal Organisasional terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Lingkungan Eksternal Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi
Penganggaran.
H8 : Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
282
Tabel 4.35
Hasil Pengujian Hipotesis 8
Koef. Jalur thitung tkritis H8
0,358 6,642 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 6,642. Karena nilai thitung
(6,642) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H8 dan menolak H0 sehingga hipotesis kedelapan
diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa
Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
4.4.3.9 Uji Hipotesis 9
Hipotesis kesembilan yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Pada Tabel hasil estimasi besar pengaruh antar variabel penelitian (mediasi) dapat
diketahui bahwa total koefisien jalur antara Desentralisasi Struktur Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran baik secara
langsung maupun tidak langsung sebesar 0,127 dengan arah positif. Dilihat dari
nilai pengaruh total sebesar 0,127 lebih besar dibandingkan pengaruh langsung
sebesar 0,052, maka dapat disimpulkan bahwa Partisipasi Penganggaran
memberikan kontribusi positif dalam hubungan Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
283
Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan ada tidaknya
pengaruh yang signifikan variabel Desentralisasi Struktur Organisasional terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Desentralisasi Struktur Organisasional tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi
Penganggaran.
H9 : Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Tabel 4.36
Hasil Pengujian Hipotesis 9
Koef. Jalur thitung tkritis H9
0,127 2,341 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 2,341. Karena nilai thitung
(2,341) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H9 dan menolak H0 sehingga hipotesis
kesembilan diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan
bahwa Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
284
4.4.3.10 Uji Hipotesis 10
Hipotesis kesepuluh yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran. Pada Tabel
hasil estimasi besar pengaruh antar variabel penelitian (mediasi) dapat diketahui
bahwa total koefisien jalur antara Komitmen Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran baik secara langsung maupun
tidak langsung sebesar 0,361 dengan arah positif. Dilihat dari nilai pengaruh total
sebesar 0,361 lebih besar dibandingkan pengaruh langsung sebesar 0,167, maka
dapat disimpulkan bahwa Partisipasi Penganggaran memberikan kontribusi positif
dalam hubungan Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
Selanjutnya koefisien jalur tersebut diuji untuk membuktikan ada tidaknya
pengaruh yang signifikan variabel Komitmen Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis tersebut melalui
hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : Komitmen Organisasional tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
H10 : Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
285
Tabel 4.37
Hasil Pengujian Hipotesis 10
Koef. Jalur thitung tkritis H10
0,361 7,332 1,65 diterima
Berdasarkan tabel dapat dilihat nilai thitung sebesar 7,332. Karena nilai thitung
(7,332) lebih besar dibanding ttabel (1,65), maka pada tingkat kekeliruan 5% (One
tail) diputuskan untuk menerima H10 dan menolak H0 sehingga hipotesis
kesepuluh diterima. Sehingga berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan
bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
4.5 Pembahasan
4.5.1.1 Pengaruh Lingkungan Eksternal Organisasional terhadap Partisipasi
Penganggaran.
Hipotesis pertama yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran. Berdasarkan hasil pengujian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Lingkungan Eksternal Organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Partisipasi Penganggaran. Hipotesisi
ini mengkonfirmasi secara empiris bahwa semakin lingkungan yang mengitari
organisasi maka organisasi harus semakin ressponsif terhadap keadaan tersebut
salah satunya adalah melalui pengaktifan metode partisipasi dalam perencanaan dan
286
pengendalian anggarannya. Partisipasi akan berdampak terhadap komunikasi yang
terjadi di dalam organisasi dalam mengkap petubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan sekitar organisasi. Secara formal lingkungan di sekitar organisasi
merupakan sumber informasi ketidakpastian bagi organisasi. Untuk itu dalam
konteks organisasional perubahan ini harus diikuti dengan perubahan yang terjadi
di dalam organisasi.
Tingkat ketidakpastian yang tinggi dan tidak dapat diprediksi dapat
menyebabkan sebuah organisasi gagal untuk mengimplementasikan anggaran
sebagai respon terhadap tekanan kontekstual tersebut (Walker et al., 2015).
Ketidakpastian lingkungan yang tinggi juga akan memaksa manajemen untuk lebih
banyak memproses dan menganalisis informasi agar dapat mencapai hasil yang
diinginkan (Dess & Beard, 1984). Adanya ketidakpastian dalam lingkungan
organisasi meningkatkan pentingnya partisipasi bagi sebuah organisasi. Hal ini
dikarenakan organisasi sulit membuat keputusan dalam kondisi yang tidak pasti
sehingga organisasi membutuhkan partisispasi yang lebih banyak untuk
mempertimbangkan dan menilai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan, serta dituntut untuk bersikap proaktif (Gurbuz & Araci,
2012).
Selain itu, hubungan positif antara lingkungan eksternal dengan partisipasi
anggaran menyiratkan bahwa lebih banyak sumber daya harus dikhususkan untuk
memastikan bahwa manajer BLU Universitas memahami lingkungan politik
eksternal mereka. dengan mempelajari lebih lanjut tentang seluk-beluk kompleks,
lingkungan jaringan di mana mereka semakin beroperasi, manajer BLU Universitas
287
menjadi lebih siap untuk mengakses sumber daya eksogen penting dan dukungan
dari organisasi publik, swasta, dan nirlaba lainnya, yang, pada gilirannya, mengarah
pada layanan perbaikan. Hal ini sejalan dengan tujuan BLU yaitu mencapai
anggaran yang efektif dan efisien.
Sukses atau gagalnya BLU Universitas dalam melaksanakan anggaran
adalah merupakan suatu refleksi langsung tentan keberhasilan ataupun kegagalan
manajerial BLU Universitas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang
diembannya. Disamping itu tingkat partisipasi dalam penyusunan anggaran akan
mendorong moral kerja yang tinggi dan inisiatif serta kegairahan manajerial BLU
Universitas. Moral kerja yang tinggi merupakan kepuasan seseorang terhadap
pekerjaannya dan rekan sekerjanya. Moral kerja ditentukan oleh seberapa besar
seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi tersebut dan
sejauhmana ia dilibatkan dalam proses penyusunan rencana serta pengambilan
keputusan. Partisipasi ini dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan, yang
seluruhnya dapat disebutkan sebagai partisipasi dalam memecahkan masalah.
Kemampuan mewujudkan dan membina partisipasi salam memecahkan
masalah itu, akan bermuara pada perkembangan rasa tanggung jawab dalam
melaksanakan setiap tugas secara operasional (Nawawi, 2002). Pada umumnya
semakin besar keterlibatan para manajerial BLU Universitas dalam merumuskan
sesuatu hal yang dapat menghasilkan keputusan BLU Universitas, maka sangat
tinggi rasa tanggung jawab mereka untuk mensuksuskan kesepakatan atau
keputusan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Partisipasi ini juga sangat mudah
diterima oleh semua pihak karena mengandung asas musyawarah dan mufakat,
288
sehingga terdapat kegairahan untuk terus bekerja dalam melaksanakan hal-hal yang
telah disepakati bersama dengan baik, tanpa ada pimpinan atau tidak disamping
mereka (Effendy, 1989).
Melibatkan para manajerial BLU Universitas dalam sistem perencanaan
berarti menghargai kebutuhan untuk sebuah lingkungan kerja yang nyaman dan
ramah, yang mendukung terlaksananya komunikasi yang baik, karena gagasan
mereka akan dihargai dan diterapkan merupakan kepuasan tersendiri. Begitu pula
halnya dalam proses penyusunan anggaran, apabila para manajerial BLU
Universitas ikut berpartisipasi umtuk merumuskannya, maka besar kemungkinan
hasil yang akan diperoleh dari realisasi anggaran jauh lebih baik karena adanya
tanggung jawab moril. Bagaimanapun anggaran hanya efektif jika mendapat
dukungan dari semua pihak, dan untuk mengusahakan supaya anggaran ini
mendapat dukungan dari bawahan maka dapat ditempuh melalui cara penyusunan
secara demokratis atau bottom up. Jika ditinjau dari siapa yang membuat anggaran
tersebut, maka penyusunan anggaran dimaksud dapat dilakukan dengan cara
campuran. Penggunaan cara demokrasi inilah yang dimaksud dengan penyusunan
anggaran partisipatif, karena disusun berdasarkan hasil keputusan bawahan.
4.5.1.2 Pengaruh Desentralisasi Struktur Organisasional terhadap Partisipasi
Penganggaran.
Hipotesis kedua yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Partisipasi Penganggaran. berdasarkan hasil pengujian
289
tersebut dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi Struktur Organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Partisipasi Penganggaran.
Desentralisasi pengambilan keputusan dengan mendorong partisipasi
manajer layanan dalam keputusan strategis penting dapat memungkinkan
organisasi publik untuk terlibat dengan lingkungan organisasi dengan cara yang
kondusif untuk penciptaan dan transfer pengetahuan klien yang efisien. Agar
desentralisasi ini mempengaruhi hasil layanan secara positif, sumber inersia
organisasi lain juga harus diatasi. lintas departemen yang bekerja dalam organisasi
multiguna, misalnya, dapat memasukkan informasi penting tentang lingkungan
tugas (willem & buelens, 2007). Cara penting lain di mana pengetahuan seperti itu
tentang lingkungan eksternal dapat dikomunikasikan adalah melalui penggunaan
teknik konsultasi warga, seperti panel lingkungan dan forum publik (Kantor Wakil
Perdana Menteri, 2006). namun, manajer tidak boleh berpuas diri dengan informasi
yang mereka kumpulkan dari latihan-latihan tersebut. Misalnya, karena mereka
sering fokus pada isu dan inisiatif spesifik, proses konsultasi kadang-kadang dapat
mengabaikan masalah responsif politik dan keadilan sosial yang lebih luas (yang &
holzer, 2006).
Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara desentralisasi dan
sejauh mana manajer menggunakan system anggaran yang memberikan informasi
yang tepat waktu, agregat, dan terintegrasi. Hubungan positif antara desentralisasi
dan penggunaan informasi tepat waktu yang menunjukkan bahwa manajer, yang
bertanggung jawab atas biaya dan target, memerlukan informasi yang lebih tepat
waktu dalam hal frekuensi dan kecepatan pelaporan. Informasi tepat waktu juga
290
sangat dibutuhkan oleh para manajer unit klinis yang menangani layanan khusus
seperti bangsal klinis, ruang operasi, dan laboratorium, di mana kehidupan pasien
diberi prioritas tertinggi. Hasil untuk hubungan positif antara desentralisasi dan
informasi agregat dan terintegrasi konsisten dengan yang ditemukan oleh Chenhall
dan Morris (1986). Manajer unit klinis lebih cenderung menggunakan informasi
yang dikumpulkan dalam berbagai bentuk, seperti periode waktu, bidang
fungsional, atau model keputusan, karena unit mereka menerima otonomi lebih
banyak. Para manajer ini juga menggunakan informasi anggaran yang lebih
terintegrasi untuk mengoordinasikan antara sub-unit mereka di rumah sakit yang
sangat terdesentralisasi, dan untuk menjelaskan dampak keputusan mereka terhadap
sub-unit lain di seluruh rumah sakit mereka. Mereka juga hanya memerlukan jenis
informasi penting tertentu pada bagian yang berbeda atau area fungsional rumah
sakit mereka untuk mengurangi kelebihan informasi selama pengambilan
keputusan.
Lebih lanjut, hubungan yang tidak signifikan antara desentralisasi dan ruang
lingkup informasi anggaran konsisten dengan hasil Mangaliso (1995). Hasil
semacam itu mungkin disebabkan oleh penggunaan sistem penetapan biaya
tradisional, seperti penetapan biaya penuh dan penetapan biaya standar, yang
cenderung tidak menekankan penggunaan informasi cakupan luas, yang
berorientasi eksternal, nonkeuangan, dan berorientasi masa depan
291
4.5.1.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Partisipasi
Penganggaran.
Hipotesis ketiga yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Partisipasi Penganggaran. Hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Partisipasi Penganggaran.
Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai
dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday et al., 1979).
Komitmen organisasi bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan
emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai
yang ada serta tekat dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi (Porter et al.,
1974). Wiener (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai dorongan dari
dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan
organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi
dibandingkan kepentingan sendiri. Dalam pandangan ini, individu yang memiliki
komitmen yang tinggi akan lebih mengutamakan kepentingan organisasinya
daripada kepentingan pribadi atau kelompoknya. Komitmen akan membuat
organisasi lebih produktif dan profitable (Luthans, 1998: 151). Bagi individu
dengan komitmen organisasi yang tinggi, pencapaian tujuan organisasi merupakan
hal penting. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen organisasi
yang rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan
organisasi dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi. Komitmen
organisasi yang kuat di dalam diri individu akan menyebabkan individu berusaha
292
keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi
(Angle dan Perry, 1981; Porter et al., 1974) serta akan memiliki pandangan positif
dan lebih berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et al.,
1974).
Komitmen yang tinggi menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi
dan berusaha menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik. Sehingga dengan
adanya komitmen yang tinggi kemungkinan terjadinya senjangan dapat dihindari.
Berkaitan dengan penelitian mengenai komitmen organisasi, Nouri dan Parker
(1996) berpendapat bahwa naik atau turunnya senjangan anggaran tergantung pada
apakah individu memilih untuk mengejar kepentingan diri sendiri atau justru
bekerja untuk kepentingan organisasi. Menurut mereka, komitmen yang tinggi
menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan
organisasi ke arah yang lebih baik dan partisipasi anggaran membuka peluang bagi
bawahan untuk menciptakan senjangan anggaran untuk kepentingan mereka jika
komitmen karyawan terhadap organisasi berada pada level yang rendah.
Dari hasil penelitian Nouri dan Parker (1996) dapat disimpulkan bahwa
tingkat komitmen organisasi seseorang dapat mempengaruhi keinginan mereka
untuk menciptakan senjangan anggaran. Komitmen organisasi yang tinggi akan
mengurangi individu untuk melakukan senjangan anggaran. Sebaliknya bila
komitmen bawahan rendah maka kepentingan pribadinya lebih diutamakan dan dia
dapat melakukan senjangan anggaran agar anggaran mudah dicapai dan pada
akhirnya nanti keberhasilan mencapai sasaran anggaran tersebut diharapkan dapat
mempertinggi penilaian kinerjanya karena berhasil dalam pencapaian tujuan.
293
4.5.1.4 Pengaruh Lingkungan Eksternal Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional
Hipotesis keempat yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional. Hasil pengujian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Lingkungan Eksternal Organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional. Ketidakpastian lingkungan adalah
situasi dimana seseorang terkendala untuk memprediksi keadaan sekitar., sehingga
sulit untuk mengetahui gagal atau berhasil keputusan yang dibuat. Menurut Miliken
(1987) dalam Listeria (2009) ketidakpastian dapat diartikan sebagai rasa
ketidakmampuan individu dalam memprediksi lingkungannya secara tepat.
Ketidakpastian lingkungan yang dihadapi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
Semakin tinggi kemampuan dalam memprediksi maka semakin rendah
tingkat ketidakpastian lingkungan yang dihadapi. Ketidakpastian lingkungan yang
tinggi diidentifikasi sebagai faktor penting karena kondisi demikian dapat
menyulitkan perencanaan dan pengendalian. Perencanaan menjadi bermasalah
dalam situasi operasi yang tidak pasti karena tidak terprediksinya kejadian dimasa
mendatang. Ini berarti bahwa semakin tinggi ketidakpastian lingkungan akan
semakin menurunkan kinerja perusahaan. Organisasi yang sukses akan selalu
beradaptasi dengan perubahan perubahan lingkungannya dan secara proaktif
merubah lingkungannya. Organisasi harus mengelola ketidakpastian lingkungan
untuk menjadi efektif. Menurut Daft (2002) ada dua strategi dasar untuk mengatasi
ketidakpastian lingkungan yang tinggi yaitu mengadaptasi organisasi dengan
294
perubahan perubahan lingkungan dan mempengaruhi lingkungan untuk
membuatnya lebih harmonis dengan kebutuhan kebutuhan organisasi. Jika
diterapkan dalam sistem pengawasan akuntansi, ketidakpastian lingkungan diukur
dengan melihat pengaruhnya terhadap penggunanaan informasi dan karakteristik
informasi. Pada dasarnya ketidakpastian lingkungan merupakan kondisi eksternal
yang dapat mempengaruhi operasional perusahaan Otley(1980) dalam
Listeria(2009).
Bagi perusahan sumber utama ketidakpastian lingkungan berasal dari
lingkungan pesaing, konsumen, pemasok, regulator, dan teknologi dibutuhkan.
Dalam suasana ketidakpastian lingkungan, seorang manajer akan mengalami
kesulitan dalam membuat perencanaan dan melakukan pengendalian terhadap
perusahaan. Perencanaan akan menjadi masalah dalam ketidakpastian karena
peristiwa-peristiwa yang akan datang tidak dapat diprediksi. Pengendalian terhadap
aktivitas perusahaan juga sulit dilakukan dalam suasana yang tidak pasti. Dari
uraian diatas maka diduga semakin tinggi ketidakpastian lingkungan maka kinerja
perusahaan semakin rendah
4.5.1.5 Pengaruh Desentralisasi Struktur Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional.
Hipotesis kelima yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional. Hasil pengujian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Desentralisasi Struktur Organisasional berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap Kinerja Organisasional. Menurut Watson (1975)
partisipasi anggaran mengarah ke mekanisme yang akan mendukung struktur
295
organisasi (1998 : 145). Dalam kondisi struktur organisasi yang terdesentralisasi,
para manajer memiliki peranan yang lebih besar dalam pembuatan keputusan dan
mengimplementasikannya, serta menjadikan mereka lebih bertanggung jawab
terhadap aktivitas kerja cabang yang dipimpinnya. Dengan adanya desentralisasi
akan menyebabkan manajer yang mendapat pelimpahan wewenang dari manajer
atas, akan membutuhkan informasi yang berkualitas dan relevan untuk mendukung
keputusan yang berkualitas. Oleh karena itu, para manajer membutuhkan
partisiapasi anggaran dapat menyediakan kebutuhan informasi yang diharapkan
dengan tepat waktu dan relevan dalam pembutan kebijakan untuk mencapai tujuan
yang telah diharapkan.
Dalam organisasi akan memiliki atau memberikan tingkat desentralisasi
yang berbeda – beda. Dengan perbedaan tingkat desentralisasi yang ada didalam
organisasi dapat menimbulkan juga perbedaan terhadap kebutuhan akan informasi
yang diharapkan. Menurut Otley (1998 : 45) untuk meningkatkan kinerja manajerial
perlu adanya kesesuaian antara tingkat desentralisasi dengan informasi akuntansi
manajemen. Maksudnya dengan kesesuaian adalah apabila organisasi memiliki
tingkat desentralisasi yang semakin tinggi maka perlu diimbangi dengan
karakteristik yang semakin andal untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas maka terdapat hubungan antara desentralisasi,
karakteristik informasi akuntansi manajemen dalam
296
4.5.1.6 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Organisasional.
Hipotesis keenam yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional. Hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Organisasional. Pelitian Yusfaningrum dan Ghozali (2005) yang
memasukkan variabel komitmen tu- juan anggaran sebagai variabel intervening
untuk menguji hubungan partisipasi ang- garan dan kinerja manajerial, hasil pene-
litiannya membuktikan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Brownell dan Mc- Innes (1986), Supriyono (2004) yang membuktikan bahwa
partisipasi anggaran me- miliki hubungan dengan kinerja manajerial secara
langsung.
Melalui penyusunan anggaran secara partisipastif pada perusahaan
manufaktur, maka kinerja para manajer tingkat bawah akan semakin tinggi dengan
dasar pemiki- ran bahwa ketika rancangan anggaran se- cara partisipatif dapat
terlaksana, maka karyawan akan menginternalisasikan tu- juan atau standar yang
sudah ditetapkan dan secara individu memiliki rasa tanggungjawab untuk mencapai
tujuan tersebut karena mereka merasa sudah ikut serta dan terlibat dalam
penyusunan anggaran (Milani 1975). Internalisasi tujuan organisasi memiliki
peranan penting didalam menin- gkatkan efektifitas organisasi dengan men-
gurangi terjadinya konflik kepentingan an- tara tujuan pribadi dan tujuan organisasi
perusahaan. Partisipasi memunculkan rasa percaya diri yang tinggi dari seorang
297
mana- jer tingkat bawah sebagai bentuk motivasi dalam diri untuk memberikan
ide/gagasan anggaran, usulan anggaran, kontribusi ang- garan, merevisi anggaran,
sehingga keterli- batannya dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan rasa
tanggungjawab dalam mewujudkan sasaran anggaran dan menin- gkatkan kinerja
manajerial yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi,
pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, perwakilan dan kinerjanya secara
keseluruhan.
Partisipasi merupakan proses kerja sama dalam pengambi- lan keputusan di
masa yang akan datang (Siegel dan Marconi 1989:137). Barki dan Hardwick (1994)
mengatakan bahwa partisi- pasi merupakan perilaku, pekerjaan, aktifi- tas yang
dilakukan oleh manajerial selama aktifitas berlangsung. Partisipasi yang di- berikan
manajerial dalam setiap aktifitasnya dapat dituangkan dalam berbagai kegiatan dan
peran, kegiatan tersebut dapat diwu- judkan dalam bentuk partisipasi terhadap
proses penyusunan anggaran (Riyadi 1999). Partisipasi penyusunan anggaran ber-
tujuan untuk membentuk sikap, perilaku karyawan, dan manajer merasa memiliki
dan menumbuhkan pengaruh motivasional terhadap tujuan anggaran. Melalui
partisipasi mendorong manajer untuk mengiden- tifikasi tujuan, menerimanya
dengan suatu komitmen dan bekerja agar dapat mencapa- inya (Wentzel 2002;
Chong dan Chong 2002).
4.5.1.7 Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Organisasional
Hipotesis ketujuh yang diuji adalah pengaruh Partisipasi Penganggaran
terhadap Kinerja Organisasional. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat
298
disimpulkan bahwa Partisipasi Penganggaran berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Organisasional. Partisipasi penyusunan anggaran adalah
keikutsertaan operating managers dalam memutuskan bersama dengan komite
anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang yang akan
ditempuh oleh operating managers tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran
(Mulyadi,2001). Keikutsertaan berbagai pihak, baik atasan maupun bawahan dalam
penyusunan anggaran dapat mendorong moral kerja yang tinggi. Dimana para
pegawai akan berusaha menciptakan anggaran yang sesuai dengan standar atau
kondisi yang dinginkan dimasa depan sehingga kinerja suatu organisasi dapat
ditingkatkan. Moral kerja yang tinggi dapat mengarahkan seseorang kedalam
perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi dan adanya suatu keyakinan dalam
diri anggota organisasi bahwa pekerjaan merupakan tanggungjawab yang harus
mereka selesaikan secara sungguh-sungguh. Selain itu dengan tingginya partisipasi
dalam penyusunan anggaran akan menghasilkan informasi yang efektif antara
atasan dengan bawahan, sehingga komunikasi antara atasan dengan bawahan dapat
berjalan dengan lancar
4.5.1.8 Pengaruh Lingkungan Eksternal Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Hipotesis kedelapan yang diuji adalah pengaruh Lingkungan Eksternal
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa Lingkungan Eksternal Organisasional
299
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Organisasional melalui
Partisipasi Penganggaran.
Partisipasi penyusunan anggaran dilakukan dengan tujuan agar anggaran
yang ditetapkan nantinya bisa sesuai dengan keadaan yang terjadi. Dengan
demikian penyusunan anggaran secara partisipatif diharapkan akan meningkatkan
kinerja manejerial, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan
yang akan dirancang secara partisipatif disetujui, maka seseorang memiliki rasa
tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut serta terlibat dalam
proses penyusunan anggaran yang akan berpengaruh pula pada tingkat kinerja.
Dalam behavirol accounting (akuntansi keperilakuan) terdapat bagian yang
membahas hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja
manajerial. Terdapat dua macam metode partisipasi yang dapat dilakukan dalam
penyusunan anggaran, yaitu dengan metode top-down dan bottom-up (Rosalina,
2011).
Metode top-down merupakan metode penyusunan anggaran yang hampir
seluruhnya dilakukan oleh manajemen level atas, sedangkan manajemen level
menengah dan level bawah hanya melaksanakan anggarannya saja. Sedangkan
metode bottom-up merupakan metode penyusunan anggaran yang dilakukan oleh
manajemen level bawah kemudian dilanjutkan oleh manajemen level menengah
dan disahkan oleh manajemen level atas. Partisipasi penyusunan anggaran
merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Beberapa penelitian mengenai
pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial telah banyak
300
dilakukan oleh penelitian-penelitian terdahulu. Supriyono (2004), menyatakan
bahwa pada awal-awal riset antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajer
menunjukkan bukti yang tidak meyakinkan (inconclusive) dan seringkali
bertentangan. Penelitian Adrianto (2008) yang meneliti tentang analisis pengaruh
partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan kepuasan kerja, job
relevant information, dan motivasi kerja sebagai variabel moderasi studi empiris
pada rumah sakit swasta di Kota Semarang dengan mengambil sampel enam rumah
sakit di Kota Semarang dan penelitian Mattola (2011) yang meneliti tentang
pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dengan locus of
control sebagai variabel moderasi pada PT Kimia Farma trading and distribution
Cabang Makasar menunjukkan hasil positif signifikan.
Penelitian Wulandari (2013), Amertadewi (2013), Windasari (2016) juga
menunjukkan hasil yang sama. Sebaliknya Penelitian Medhayanti (2015) tentang
pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial degan self efficacy,
desentralisasi, dan budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi menyatakan
bahwa terdapat pengaruh negatif partisipasi penganggaran terhadap kinerja
manajerial. Perbedaan hasil penelitian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yang diperkirakan dapat memengaruhi hubungan antara partisipasi penganggaran
terhadap kinerja manajerial. Menurut Falikhatun (2007) kinerja manajerial di dalam
pekerjaannya pada dasarnya akan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu, yaitu
kondisi yang berasal dari dalam individu atau faktor internal, dan kondisi yang
berasal dari luar individu atau faktor eksternal. Faktor dari luar individu adalah
hubungan sosial, budaya organisasi, job relevant information (JRI), prestasi kerja,
301
dan kepemimpinan, sedangkan faktor yang berasal dari dalam individu adalah locus
of control (pusat pengendalian). Dalam penelitian ini menfokuskan pada faktor
eksternal yang memengaruhi partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial yaitu
budaya organisasi dan job relevan information (JRI).
4.5.1.9 Pengaruh Desentralisasi Struktur Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Hipotesis kesembilan yang diuji adalah pengaruh Desentralisasi Struktur
Organisasional terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi Struktur Organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Organisasional melalui
Partisipasi Penganggaran.
tr.uktue organisasi eiiki paran pentlag dalam mern.pengamhi kinwja pada
tingkat organisasi maupun tingkat sub-unit (Van de Ven, 1976) dalam ]azaruddin
(1998). Pengarah i texjadi karena dengan desentralisasi, penetapan kebijakan
dilakukan oleh rnanajer ydng mernahami kondisi. Tanit dipirnpinnya sehingga k-
ualitas kebijakan dillarapkan menjacil ithih baik. Proses penyusunan anggaran
merupakan kegiatan yang penting dan melibatkan berba_gal pihak baik: y.n.anajer
tingkat ata.s m.aupun rnanajer ling hawah (desentralisasi) yang ak.an memainkan
peranan dalam mempersiapkari dan mengevaluasi .1- erbaga-1 allernatif dari tujuan
anggaran, dimana an.::aran senantia.sa digunakan sebagai tolok ukur terbalk kinerja
manajer. Penyusunan anggaran secara partisipasi diharapican kinerja manajerial
akan meningkat, dimana ketika suatu tujuan citrancang dan secara partisipasi
302
disetujui, rnaka karya-vvart &ican menginternalisasilcan tujuan yang ditetapkan,
dan rnemiliki rasa tanggungjawab pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut
terlibat dalam pe-nyusunan anggaran (Milani, 1975) dalam Mustikawati (1999).
Sehingga, dengan tingkat desentralisasi tinggi manajer atau bawahan merasa
clirinya orang yang telah berpengaruh, lebih berpartisipasi dalam perencanan
anggaran, dan merasa dipuaskan dengan kegiatan yang berhubungan dengan
anggaran.
4.5.1.10 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja
Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Hipotesis kesepuluh yang diuji adalah pengaruh Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran. Hasil pengujian
dapat disimpulkan bahwa Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Organisasional melalui Partisipasi Penganggaran.
Menurut Porter et al. (1979) dalam Veronica dkk. (2009) menyatakan
komitmen yang tinggi menyebabkan individu akan cenderung lebih memperhatikan
kelangsungan organisasi serta berusaha mengarahkan organisasi menjadi lebih baik
dimasa mendatang sehingga dengan adanya komitmen organisasi yang tinggi akan
meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja manajerial perusahaan. Sebaliknya,
apabila individu memiliki tingkat komitmen organisasi yang rendah serta
mementingkan diri sendiri, individu tidak akan memiliki niat untuk memajukan
organisasi sehingga memungkinkan tidak tercapainya kepuasan kerja dan
peningkatan kinerja manajerial perusahaan. Setiap individu yang bekerja tentunya
303
akan mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja
adalah ungkapan perasaan yang menyenangkan dari individu sebagai apresiasi
individu terhadap pekerjaannya (Locke, 1976). Proses penyusunan anggaran
memerlukan kerjasama serta keterlibatan dari berbagai pihak sehingga dapat
tercipta suatu rasa kepuasan. Menurut Handoko (2003:192), kepuasan kerja dapat
dikatakan individualistis karena tiap orang mempunyai posisi kepuasan yang tidak
sama karena dipengaruhi oleh keinginan dan sistem nilai yang dianut individu
tersebut. Tinggi rendahnya tingkat kepuasan kerja akan dipengaruhi oleh seberapa
banyak aspek pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut.
Menurut Budi Utomo (2010), Kepuasan kerja dapat mencerminkan
bagaimana perasaan individu terhadap pekerjaannya yang dapat terlihat dari prilaku
yang ditunjukkan individu terhadap pekerjaan dan lingkungan tempatnya bekerja.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasikan sebagai salah satu alasan yang paling
penting yang menyebabkan individu meninggalkan pekerjaan mereka (Davis dan
Newstrom, 1985). Terwujudnya efektifitas dan efisiensi perusahaan tentunya tidak
terlepas dari pengaruh pihak manajemen dalam proses perencanaan,
pengkoordinasian dan pengendalian pada sumber daya dan aktivitas perusahaan.
Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja manajerial yang efektif dan
efisien tentu akan dapat meningkatkan laba perusahaan. Partisipasi penganggaran
biasa diartikan suatu pendekatan manajerial yang mempengaruhi hasil kerja
anggota organisasi (Supomo,1998). Penelitian yang dilakukan Sri Indah (2005) dan
Sinuraya (2009) menemukan adanya pengaruh positif antara partisipasi
304
penganggaran dengan kepuasan kerja berbeda dengan penelitian Brownell dalam
Leach (2002) yang menemukan bahwa partisipasi tidak berperan mempengaruhi
kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan Sinuraya (2009) dan Pradipta (2013)
menemukan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Studi yang dilakukan Nasir (2009) dan Haryanti (2012) menemukkan
pengaruh nyata yang signifikan diantara partisipasi penganggaran dengan kinerja
manajerial berbeda dengan studi Poerwati (2002) yang menyimpulkan bahwa
partisipasi penganggaran tidak memiliki pengaruh pada kinerja manajerial dan
Nursidin (2008) menyimpulkan adanya pengaruh negatif yang signifikan diantara
partisipasi penganggaran dengan kinerja manajerial. Studi yang dilakukan
Hariyanti dan Nasir (2002) dan Yunita (2008) menyimpulkan adanya pengaruh
positif antara komitmen organisasi dengan kinerja manajerial dan Yuleova (2013)
yang mengemukakan adanya pengaruh positif antara komitmen organisasi dengan
kinerja melalui kepuasan kerja. Studi berbeda yang dilakukan Nouri (1994) dalam
Supriyono (2004), dinyatakan bahwa terjadi relasi yang negative dan signifikan
antara komitmen organisasi pada kinerja manajerial. Studi yang dilakukan Mutiara
C (2010) dan Tunti (2013) menyimpulkan kepuasan kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial. Sugioko (2010), mengemukakan hubungan negatif
partisipasi penganggaran dengan kinerja manajerial mampu dimediasi oleh
kepuasan kerja dan Cherrington dan Cherrington dalam Leach (2002) yang
menyatakan terdapat hubungan negatif antara partisipasi dan kinerja dengan
struktur reward yang berperan sebagai variabel intervening. Ketidakkonsistenan
hasil-hasil pada penelitian terdahulu, membuat adanya keyakinan bahwa hubungan
305
antar variabel-variabel tersebut dapat dipengaruhi oleh variabel lain. Menurut
Govindarajan (1986), untuk mensiasati ketidakkonsistenan dari hasil penelitian
tersebut, maka diperlukan adanya pendekatan kontigensi. Menurut Fisher (1998),
pendekatan kontingensi menunjukkan perencanaan dan penggunaan rancangan
skema pengendalian manajemen terkait dari kriteria organisasi dan suasana tempat
skema itu ditetapkan. Dalam studi ini, pendekatan kontigensi digunakan untuk
mengevaluasi tingkat keefektifan hubungan partisipasi penganggaran dan
komitmen organisasi dengan kinerja manajerial.