bab iv hasil dan pembahasan -...

19
25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Lokasi Penelitian Kecamatan Boyolali merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 3 (tiga) kelurahan dan 6 (enam) desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 68.806 jiwa dan 23.451 rumah tangga. Jumlah rumah tangga penerima beras miskin pada tahun 2017 sebanyak 1.882 rumah tangga. Kecamatan Boyolali memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut - Sebelah Utara : Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. - Sebelah Timur : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. - Sebelah Selatan : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. - Sebelah Barat : Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Kecamatan Boyolali merupakan wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan. Sampai dengan tahun 2014 Kelurahan Siswodipuran Kecamatan Boyolali merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali sebelum berpindah ke wilayah Kelurahan Kemiri, Kecamatan Mojosongo pada tahun 2015. Keluarga Penerima Manfaat Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok sebagai salah satu hak dasarnya. Daftar Penerima Manfaat (DPM) di desa/kelurahan yang menjadi dasar Penyaluran di desa/ kelurahan disebut DPM-1. Daftar ini telah

Upload: dangdan

Post on 06-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Lokasi Penelitian

Kecamatan Boyolali merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 3 (tiga) kelurahan dan 6 (enam)

desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 sebanyak 68.806 jiwa

dan 23.451 rumah tangga. Jumlah rumah tangga penerima beras

miskin pada tahun 2017 sebanyak 1.882 rumah tangga.

Kecamatan Boyolali memiliki batas – batas wilayah sebagai

berikut

- Sebelah Utara : Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

- Sebelah Timur : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Selatan : Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Barat : Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo dan

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

Kecamatan Boyolali merupakan wilayah yang dekat dengan pusat

pemerintahan. Sampai dengan tahun 2014 Kelurahan Siswodipuran

Kecamatan Boyolali merupakan pusat pemerintahan Kabupaten

Boyolali sebelum berpindah ke wilayah Kelurahan Kemiri, Kecamatan

Mojosongo pada tahun 2015.

Keluarga Penerima Manfaat

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat

berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban

pengeluaran para Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam

memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan

akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan

kebutuhan pangan pokok sebagai salah satu hak dasarnya.

Daftar Penerima Manfaat (DPM) di desa/kelurahan yang menjadi

dasar Penyaluran di desa/ kelurahan disebut DPM-1. Daftar ini telah

26

mengakomodir hasil perubahan KPM melalui mekanisme

Musyawarah di desa/kelurahan, jika diperlukan pemutakhiran yang

ditetapkan dalam pagu beras bantuan, untuk Kecamatan Boyolali

banyaknya pagu bantuan setiap desa/kelurahan seperti pada tabel

berikut :

Tabel 4.1. Banyaknya Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT) dan KPM

di Kecamatan Boyolali Tahun 2017

No Desa/Kelurahan Rukun Warga

(RW) Rukun

Tetangga (RT) KPM* 2017

(1) (2) (3) (4) (5)

01 Pulisen 13 71 147

02 Siswodipuran 17 74 112

03 Banaran 10 50 191

04 Winong 21 59 265

05 Penggung 12 60 349

06 Kiringan 13 53 212

07 Karanggeneng 14 62 293

08 Mudal 8 38 236

09 Kebonbimo 6 23 77 *)Keluarga Penerima Manfaat

Mekanisme Penyaluran Raskin

Penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan

rendah telah dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun

1998. Program ini pada awalnya disebut dengan Operasi Pasar Khusus

(OPK) yang dilaksanakan sebagai program darurat untuk merespon

krisis ekonomi yang terjadi pada saat itu. Pada perkembangannya,

program beras bersubsidi diperluas fungsinya sebagai bagian dari

program perlindungan sosial yang bertujuan untuk mengurangi beban

pengeluaran masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan

hak dasar berupa kebutuhan pangan pokok dan dikenal dengan

sebutan Raskin/Rastra.

Manfaat Program Raskin/Rastra antara lain adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan ketahanan pangan di tingkat KPM, sekaligus sebagai

mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.

2. Peningkatan akses pangan baik secara fisik (beras tersedia di TD),

maupun ekonomi (harga jual yang terjangkau) kepada KPM.

27

Dalam pelaksanaan Program Raskin/Rastra diperlukan panduan

pelaksanaan kegiatan yang sistematis yang dijadikan pedoman

berbagai pihak baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota,

kecamatan dan desa/kelurahan maupun pihak lain yang terkait dalam

pelaksanaan Program Raskin/Rastra tahun 2017 adalah :

a. Penetapan Pagu Raskin/Rastra Nasional

Pagu Nasional merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima

Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang

dialokasikan untuk KPM secara nasional. Pagu Nasional

merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan

DPR yang dituangkan dalam Undang-Undang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

b. Penetapan Pagu Provinsi

Pagu Provinsi merupakan besaran jumlah Keluarga Sasaran

Penerima Manfaat (KPM) yang menerima atau jumlah beras yang

dialokasikan untuk KPM di setiap provinsi, yang ditetapkan oleh

Menteri Sosial.

c. Penetapan Pagu Kabupaten/Kota

Pagu untuk setiap kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur

dengan mengacu pada pagu Kabupaten/Kota yang disampaikan

oleh Menteri Sosial pada waktu penetapan pagu provinsi.

d. Penetapan Pagu Kecamatan dan Desa/Kelurahan

Pagu Kecamatan dan desa/kelurahan/ pemerintahan setingkat

merupakan besaran jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

yang menerima di setiap kecamatan dan desa/kelurahan atau

jumlah beras yang dialokasikan untuk KPM di setiap kecamatan

dan desa/kelurahan. Pagu untuk setiap kecamatan dan

desa/kelurahan ditetapkan oleh Bupati/ Walikota.

e. Pelaksanaan Penyaluran Beras Sampai Titik Distribusi (TD)

1. Pelaksanaan penyaluran beras sampai TD menjadi tugas dan

tanggung jawab Perum BULOG.

2. Berdasarkan Pagu Raskin, Bupati/Walikota/Ketua Tim

Koordinasi Kabupaten/Kota atau Pejabat yang ditunjuk oleh

28

Bupati/Walikota menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA)

kepada Perum BULOG.

3. Berdasarkan SPA, Perum BULOG menerbitkan SPPB/ DO

beras untuk masing-masing kecamatan atau desa/ kelurahan.

4. Sesuai dengan SPPB/DO maka Perum BULOG menyalurkan

beras sampai ke TD.

5. Penyaluran beras dari TD ke TB sampai KPM menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/

kota).

6. Pelaksanaan penyaluran beras dari TB kepada KPM dilakukan

oleh Pelaksana Distribusi dengan menyerahkan beras kepada

KPM sebanyak 15 kg/KPM/bulan, selama 12 kali dalam

setahun, atau sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat.

7. Harga Tebus Rastra (HTR) sebesar Rp.1.600,00/kg atau sesuai

dengan kebijakan Pemerintah Pusat di TD.

BAGITO dalam Implementasi Raskin

Penyaluran beras miskin sejatinya merupakan program

pemerintah untuk mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia

yang masih relatif tinggi diatas 10%1. Pemerintah selalu berupaya

menurunkan tingkat kemiskinan tersebut melalaui berbagai program

bantuan yang salah satunya adalah program bantuan beras untuk

rakyat miskin.

Kecamatan Boyolali yang terdiri dari tiga kelurahan dan enam

desa merupakan wilayah ibukota Kabupaten Boyolali dengan

kepadatan penduduk pada tahun 2015 sebanya 2.343 jiwa/km2 dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 20.961, mendapatkan alokasi jumlah

penerima raskin di tahun 2017 sesuai DPM baru dari pemerintah

sebanyak 1.882 rumah tangga atau sekitar 8,97 % rumah tangga.

1 Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen), berkurang sebesar 0,25 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen).

29

Pelaksanaan penyaluran raskin pada masing-masing wilayah

memiliki strategi dan pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi

kewilayahannya yang berbeda, untuk tiga wilayah perkotaan2

melakukan penyaluran raskin kepada rumah tangga sesuai dengan

daftar DPM yang diterima dari pusat, sesuai dengan Pedoman Umum

pelaksanaan penyaluran raskin. Jika ada yang sudah meninggal dan di

rumah tersebut tidak ada yang menggantikan baru dialihkan ke

rumah tangga lainnya dengan berita acara penggantian dari RT

setempat.

BAGITO di daerah perkotaan bisa di hilangkan dikarenakan

adanya pengertian warga yang tidak menerima bahwa mereka yang

tidak terdaftar dalam daftar penerima manfaat tidak memiliki hak

untuk menerima bantuan beras bersubsidi. Kesadaran yang ada pada

warga tersebut tidak lepas dari peran aparat pemerintah

desa/kelurahan yang melakukan pendekatan, sosialisasi serta

memberikan pahaman kepada warganya tentang makna dari bantuan

beras bersubsidi dari pemerintah, niat yang baik tentunya harus

diikuti dengan kepatuhan terhadap peraturan yang ada, sehingga tidak

menimbulkan gejolak yang bisa merusak kerukunan antar warga.

Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang

ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan, di

wilayah Kecamatan Boyolali yang lain tidak dengan tegas menyatakan

semua wilayah di desanya tidak dilakukan pembagian beras merata,

bisa juga dilakukan secara bergiliran (BAGILIR), kebijakan

selanjutnya diserahkan kepada warga RT setempat seperti yang

disampaikan oleh Lurah Winong Bp. Surono seperti berikut :

“Awal jadi kades tahun 2007 ada pembagian beras secara merata (BAGITO) namun setelah diberi penjelasan oleh kades, tidak ada lagi pembagian secara merata, karena dirasa tidak tepat sasaran. Ada masyarakat yang “legowo” ada yang tidak, kalau pihak desa keputusan akhir diserahkan ke masyarakat”.

2 wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (wikipedia : diakses pada 1 juli 2017)

30

Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di

desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara

merata, walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai dengan

warga yang ada di daftar penerima manfaat khususnya untuk wilayah

perumahan. Walaupun BAGITO tidak dibenarkan namun hal ini tetap

dilakukan untuk meredam gesekan antar warga masyarakat

dikarenakan menurut Bp. Abdul rahman, modin Desa Karanggeneng,

faktor yang mendorong terjadinya bagito lebih karena faktor iri hati,

perbedaan tingkat ekonomi antar masyarakat pedesaan sangat tipis.

Tidak ada faktor kebersamaan dan semangat saling berbagi untuk

masalah bantuan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ada praktek BAGITO dalam

implementasi raskin di Kecamatan Boyolali walaupun tidak merata di

semua wilayah. Keputusan pelaksanaan BAGITO maupun BAGILIR

diserahkan pada hasil musyawarah tingkat RT. Bagi penerima beras

yang namanya ada dalam DPM, sebagian menerima keputusan yang

diambil namun ada yang dengan terpaksa menerima keputusan

tersebut seperti disampaikan oleh Bp. Sukarnen :

“Mau bagaimana lagi, daripada ada suara-suara yang tidak mengenakkan dan sudah diputuskan dalam musyawarah RT, ya sudah dibagi rata saja”.(Karanggeneng, 09 Mei 2017).”

Sehingga menurut Bp. Abdul rahman, Semangat kebersamaan,

saling berbagi dan tenggang rasa untuk masalah bantuan ekonomi

yang diberikan gratis tidak terlihat secara nyata di masyarakat

khususnya di wilayah Kecamatan Boyolali.

Pembahasan Hasil Penelitian

Kebijakan mengurangi angka kemiskinan dengan pemberian beras

miskin yang dilakukan pemerintah kepada warga miskin adalah

kebijakan substantif, yaitu jenis kebijakan yang menyatakan apa yang

akan dilakukan pemerintah atas masalah tertentu. Kebijakan beras

untuk orang miskin adalah kebijakan material yang sengaja dibuat

untuk memberikan keuntungan sumberdaya yang kongkrit pada

31

kelompok tertentu. Kebijakan prosedural bersifat lebih teknis, tentang

standard dan prosedur seperti kriteria masyarakat yang berhak

menerima beras

Implementasi program raskin di Kecamatan Boyolali di beberapa

desa/kelurahan sudah melaksanakan pendistribusian beras sesuai

kebijakan pemerintah dengan mematuhi standart dan prosedur yang

telah ditetapkan seperti dalam pedoman umum pelaksanaan seperti

yang disampaikan Bp. Eko Susilo Kadus IV Desa Kiringan :

“Setiap DPM dibuatkan “girik” dan beras diambil sendiri-sendiri di kantor desa. Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah sesuai sasaran, penerima raskin memang orang miskin namun sebenarnya ada yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan. Jadi secara umum tepat sasaran DPM adalah rumah tangga miskin”. (Kiringan, 08 Mei 2017).

Meskipun sudah ada petunjuk pelaksanaan dari pemerintah

namun masih ada desa yang melakukan kebijakan lokal. Lingkup

kebijakan bersifat lokal atau ada di tingkat daerah, yang sifatya teknis

dan erat kaitannya dengan isu-isu lokal, kebijakannya dapat

merupakan turunan (teknis atau implementatif) dari kebijakan yang

ada di atasnya (LAN, 2015), dengan melakukan pembagian merata

(bagito) untuk menghindari gejolak dan menjaga kondisi yang

kondusif di masyarakat seperti yang disampaikan Modin Desa

Karanggeneng, Bp. Abdul rahman berikut :

“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan dan ini sudah dilakukan sejak pertama kali turun beras. Tetapi dahulu dari 3000an KK yang ada di karanggeneng ini yang dapat beras sebanyak 800an jadi tidak banyak gejolak namun lama- lama jatahnya menjadi turun hingga tinggal 200an KK inilah yang menimbulkan gejolak sehingga diambil langkah kebijakan oleh masing-masing RT untuk dibagi ke sesama”. (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Pembahasan terhadap implementasi “BAGITO” dibalik kebijakan

Raskin akan difokuskan pada aktor, lingkungan dan isi kebijakan

dengan acuan Teori Dunn. Masing-masing bagian ini akan dibahas

32

berdasarkan fenomena penelitian yang diamati ditinjau dari tiga

perspektif, yaitu perspektif kepatuhan, perspektif kelancaran dan

perspektif kepuasan. Proses analisis terhadap fenomena pengamatan

dilakukan dengan proses triangulasi baik dari sumber informasi

maupun isi informasi.

Perspektif Kepatuhan

Keberhasilan suatu program juga dipengaruhi oleh seberapa besar

kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor

yang terlibat dalam implementasi kebijakan, kepatuhan pegawai

pelaksana lapangan terhadap peraturan yang ada serta usaha-usaha

yang dilakukan oleh para pejabat atasan kepatuhan dari pejabat

ditingkat lebih rendah dalam mengubah perilaku

masyarakat/kelompok sasaran.

Penetapan DPM

Selama ini penetapan Daftar Penerima Manfaat (DPM) merupakan

kewenangan Tim Nasional Percepatan Penganggulangan Kemiskinan

(TNP2K) pusat. Dengan dikeluarkannya penetapan DPM tersebut dan

dengan penerima manfaat yang baru untuk setiap periode,

menimbulkan persoalan baru bagi aparat kelurahan. Hal ini

dikarenakan masih ada warga yang tergolong miskin tidak terdaftar

dalam DPM serta berkurangnya pagu penerima manfaat bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Jika dilihat dari pernyataannya maka pihak desa khususnya

perangkat desa maka lebih senang jika bantuan subsidi beras tersebut

dihapuskan. Di wilayah Kecamatan Boyolali hanya ada satu desa yang

jumlah penerima manfaatnya mengalami penambahan, namun tetap

saja perubahan dan penambahan tersebut menimbulkan permasalahan

tersendiri.

Dari hal tersebut diatas terlihat bahwa untuk setiap perubahan

daftar penerima manfaat baik penambahan maupun pengurangan

jumlah yang dikeluarkan pemerintah pusat tetap akan menyisakan

permasalahan yang harus dihadapi dan dipecahkan oleh aparat

33

desa/kelurahan, namun para aktor pelaksana lapangan tidak bisa

berbuat banyak dan patuh terhadap keputusan yang telah ditetapkan

pemerintah pusat.

Pelaksanaan Penyaluran

Penyaluran beras bersubsidi ini sesuai pedoman umum seharusnya

dilakukan setiap bulan, namun untuk tahun 2017 pelaksanaannya

terlambat. Pelaksanaan penyaluran rastra (istilah baru untuk raskin)

pada awal tahun 2017 dirapel selama tiga bulan hal ini dikarenakan

keputusan pemerintah sebagai payung hukum baru keluar pada 9

Maret 2017.

Tata cara penyaluran untuk pengambilan beras tersebut

menggunakan kartu penerima manfaat berupa “girik” (sebutan

masyarakat untuk kartu tersebut) yang dibagikan setiap akan turun

bantuan subsidi beras sebagai kartu kendali bahwa yang bersangkutan

telah mendapatkan beras dan beras diambil sendiri-sendiri di kantor

Desa. Girik ini juga sebagai penanda dan kartu kendali bila ada

kebijakan dari RT yang melakukan penggantian penerima manfaat,

bahwa benar adanya, hak penerima beras telah dialihkan ke warga

yang lain atas musyawarah RT.

Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal yang

mengirim langsung beras tersebut sampai tingkat RT dengan alasan

jarak penerima dengan kantor kelurahan relatif jauh, Sedangkan

untuk Desa Karanggeneng pengambilan dilakukan oleh pihak RT

dikarenakan beras yang seharusnya diterimakan sebanyak 15

kg/penerima subsidi namun dibagi rata.

Dari hal tersebut diatas terlihat bahwa tidak adanya keseragaman

tentang tata cara penyaluran beras ke penerima subsidi, para aktor

pelaksana lapangan di desa/kelurahan memiliki tata cara tersendiri

dalam penyaluran beras bersubsidi untuk disampaikan ke rumah

tangga penerima manfaat. Kontrol bahwa penerima manfaat adalah

mereka yang ada di dalam daftar tidak dimiliki oleh dua desa tersebut,

ada ketidak patuhan aktor pelaksana lapangan terhadap peraturan

pelaksanaan pembagian raskin yang mensyaratkan pembagian

tersebut harus tepat jumlah dan tepat sasaran.

34

Kualitas Beras

Kualitas beras subsidi tidak tertuang secara khusus dalam

pedoman umum subsidi pangan sehingga tidak ada aturan baku

mengenai standart minimal kualitas beras, beras yang diterima

terkadang berkualitas buruk dikarenakan masa simpan yang lama. Hal

tersebut membuat para penerima terkadang enggan menerima raskin,

seharusnya pengecekan dilakukan dengan teliti agar beras yang

diterima benar-benar berkualitas baik karena sesuai ketentuan jika

beras berkualitas buruk maka pihak kelurahan/desa wajib

mengembalikan beras melalui satker raskin/rastra ke BULOG dan

akan ditukar dengan beras yang bermutu baik. Berikut pendapat

Kepala Desa Winong Bp. Surono mengenai kualitas beras:

“Banyak penerima raskin yang berasnya dijual ataupun ditukar dengan kualitas beras yang lebih baik”. (Winong, 03 Mei 2017).

Menurut Pendapat dari Bp. Abdul rahman modin Desa

Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara

langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya

raskin berpendapat :

“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya jelek.”(Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Dari peryataan di atas dapat disimpulkan bahwa BULOG sebagai

lembaga penyedia beras raskin, sesuai dengan pedoman umum raskin

melakukan penjaminan kualitas beras yang disalurkan sesuai prinsip

6T, yaitu tepat kualitas. Rumah tangga penerima manfaat enggan

melakukan penukaran ke BULOG dikarenakan apapun kualitas beras

yang diterima tujuannya adalah untuk dijual kembali sehingga

mendapatkan keuntungan dari selisih harga pasaran beras.

Ketepatan Sasaran

Tujuan dari pemberian bantuan beras adalah meringankan beban

pengeluaran rumah tangga penerima manfaat dalam mencukupi

kebutuhan pangan beras melalui penyaluran beras bersubsidi dengan

alokasi 15 kg/KK miskin/bulan.

35

Untuk mendapatkan daftar nama Rumah tangga Sasaran

pemerintah melakukan pemutakhiran data setiap tiga tahun sekali,

dan terakhir dilakukan di tahun 2015 dengan Pemutakhiran Basis

Data Terpadu 2015 (PBDT 2015). Tujuan utama kegiatan PBDT 2015

adalah untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan anggota

rumah tangga BDT kondisi tahun 2015 sebagai data dan informasi

yang mutakhir.

Mekanisme pelaksanaan PBDT 2015 berbeda dengan tiga kegiatan

sebelumnya3 yaitu dengan adanya keterlibatan masyarakat melalui

kegiatan Forum Konsultasi Publik (FKP). FKP merupakan forum

diskusi antar perangkat daerah dan tokoh masyarakat di tingkat

desa/kelurahan yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan

rumah tangga dalam BDT.

Forum Konsultasi Publik (FKP) adalah forum pertemuan untuk

bertanya-jawab bersama dengan publik/masyarakat. Agar

konsultasinya efektif dan efisien maka konsultasi hanya melibatkan

tokoh yang mewakili masyarakat, seperti ketua komunitas, Kepala

Dusun, Ketua RW, Ketua RT atau Ketua SLS atau tokoh yang

mewakili. FKP dilaksanakan pada tingkat desa/kelurahan dengan

mengundang perwakilan masyarakat dari wilayah setingkat di bawah

desa/kelurahan.

Namun pada kenyataannya masih saja ada warga miskin yang

tidak menerima jatah beras bersubsidi seperti yang disampaikan oleh

Kadus II Desa Kiringan Bp. Eko Susilo sebagai berikut :

“Secara keseluruhan data tersebut sebenarnya sudah sesuai sasaran, penerima raskin memang orang miskin namun sebenarnya ada yang lebih miskin lagi yang tidak mendapatkan. Jadi secara umum tepat sasaran, DPM adalah rumah tangga miskin. Contohnya adalah ada rumahtangga sama-sama tidak mampu tapi yang satu muda

3 Kegiatan serupa pernah dilaksanakan oleh Pemerintah sebanyak tiga kali dengan nama yang berbeda, yaitu Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 (PSE 2005), Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 dan PPLS 2011. Data tersebut digunakan untuk menyusun rumah tangga sasaran penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai), Bantuan Langsung Subsidi Masyarakat (BLSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Program pembagian beras untuk penduduk miskin (Raskin), Program Simpanan Keluarga Sejahtera 2015, Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat, Penerima Bantuan Iuran (PBI) 2014-2015, dan sebagainya.

36

yang satunya tua, kalau logika cara berpikir saya kan yang tua yang mendapatkan bantuan tetapi di DPM yang muda yang keluar namanya. Karena yang muda masih kuat kerja nguli tapi yang tua sudah tidak mampu lagi. Di kiringan jujur warga mampu tapi dapat beras tidak ada, semuanya yang dapat warga tidak mampu hanya kurang pas saja”. (Kiringan, 08 Mei 2017).

Sama halnya yang terjadi di Desa Penggung menurut penuturan

Bp. Slamet Winarno :

“Sebenarnya mereka yang menerima memang termasuk golongan miskin cuman memang ada yang lebih miskin namun tidak mendapatkan beras” (Penggung, 09 Mei 2017).

Dari keterangan diatas maka pemerintah sebagai penyedia data

telah berusaha untuk melakukan pemutakhiran dan peningkatkan

kualitas data sehingga rumah tangga penerima raskin sesuai dengan

sasaran adalah mereka yang benar-benar membutuhkan, walaupun

oleh aparat kelurahan dan masyarakat akurasinya masih dirasakan

kurang dikarenakan masih adanya warga miskin yang seharusnya

lebih berhak menerima namun masih terlewat (undercoverage).

Perspektif Kelancaran

Kekuasaan dan kepentingan yang dimiliki dari sebuah

implementasi yang ada diharapkan mampu mewujudkan kehendak

dan harapan rakyat. Strategi implementasi akan dapat mencapai

keberhasilan dalam pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan.

Pembayaran

Harga tebus bantuan beras subsidi sesuai ketentuan pedoman

umum subsidi pangan sebesar Rp. 1.600.00/kg sampai dengan titik

distribusi dan dilakukan secara tunai. Pelaksana distribusi di

kelurahan/desa langsung menyetor uang tebus kepada Perum BULOG

setempat sebelum jadwal waktu pengiriman bantuan beras ke titik

distribusi di kantor kelurahan/desa.

Strategi pembayaran yang diambil oleh masing-masing

desa/kelurahan berbeda, ada beberapa desa/kelurahan melakukan

37

strategi untuk pengambilan pertama penerima bantuan membayar

double, karena sebelum pengambilan beras di gudang bulog,

pembayaran harus lunas terlebih dahulu. Sehingga nanti untuk

pengambilan terakhir di bulan desember tidak membayar.

Kebijakan yang dilakukan di Kelurahan Pulisen dan Desa

Winong memang berbeda dengan wilayah lainnya di Kecamatan

Boyolali yang memberikan dana talangan untuk dibayarkan ke Perum

BULOG. Dana untuk pengambilan beras ke BULOG ditomboki pihak

kelurahan terlebih dahulu, setelah beras sampai kelurahan baru warga

membayar beras tersebut pada saat pengambilan.

Berbeda lagi dengan kebijakan yang dilakukan Desa Mudal

yang melakukan “jemput bola” dimana petugas berkeliling untuk

mengumpulkan bukti tanda terima serta uang pengganti setelah beras

tersebut diterima oleh penerima manfaat seperti diutarakan Modin

Desa Mudal Bp. Mahmudi sebagai berikut :

“Namun disisi lain pihak desa kesulitan dalam mengumpulkan bukti penerimaan/ tanda tangan dan juga dalam mengumpulkan uang pengganti beras, bila belum terkumpul sampai dengan turunnya lagi beras miskin maka pengurus/ desa harus nombok duluan dengan rata-rata menunggak selama satu putaran”(Mudal, 08 Mei 2017).

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa berbagai upaya dan strategi

diterapkan untuk mengatasi permasalahan pembayaran beras di

wilayah kerja masing demi kelancaran penyaluran beras, baik di

wilayah tersebut melakukan BAGITO maupun yang diberikan sesuai

dengan yang ada di daftar penerima bantuan subsidi beras.

Pengaduan

Pengaduan tentang pelaksanaan Program Rastra ditangani secara

berjenjang untuk diselesaikan mulai dari tingkat kabupaten/kota,

provinsi dan Pusat sesuai dengan materi pengaduan dan wewenang

yang dimilikinya. Ditetapkan batas waktu tertentu (diatur dalam

pedoman khusus Kemendagri) untuk menyelesaikan setiap langkah

dalam proses penanganan pengaduan. Unit Pengaduan di tingkat

kabupaten/kota, provinsi, dan pusat membuat laporan secara berkala

38

tentang pengaduan yang diterima, tindak lanjut dan rekomendasi

untuk perbaikan Program Rastra (Pedum Rastra, 2017 : 48).

Di semua desa/kelurahan di Kecamatan Boyolali semua pengaduan

ditampung dan ditangani oleh perangkat desa/kelurahan yang

langsung menangani raskin, materi pengaduan apa saja yang terkait

dengan raskin terutama menyangkut enam indikator raskin, namun

pengaduan tersebut tidak ada yang bersifat resmi secara tertulis ke

kelurahan tetapi pengaduan mereka hanya bersifat lisan tidak tertulis.

Penyelesaian Masalah

Langkah dan tindakan yang diambil oleh sebagian besar aparat

desa/kelurahan hampir semuanya seragam dengan memberikan

pengertian dan penjelasan kepada warga yang melakukan pengaduan

ke desa/kelurahan. Pada umumnya pengaduan untuk awal tahun 2017

dikarenakan adanya perubahan daftar penerima biasanya pengaduan

dikarenakan pada tahun sebelumnya mendapatkan beras subsidi

namun pada tahun ini tidak mendapatkan beras subsidi, dan telah

ditangani oleh aparat desa/kelurahan dengan memberikan keterangan

dan penjelasan terkait daftar penerima yang baru seperti yang

disampaikan Modin Desa Winong sebagai berikut :

“Protes secara lisan adalah hal biasa, namun setelah dijelaskan dari

masing perangkat desa , kadus menjelaskan ke masyarakat secara

langsung kepada yang merasa berhak tetapi tidak menerima. Secara

umum dari desa sebenarnya menghendaki bila ada perubahan DPM dari

pusat diberi waktu untuk bisa melakukan klarifikasi ke masyarakat

bawah siapa saja yang sebenarnya berhak mendapatkan, tidak tau-tau

sudah ditetapkan DPMnya sehingga mau nggak mau ya dilaksanakan

sesuai pagu dan penerima yang ada di daftar dan itu yang bisa

disampaikan ke masyarakat”(Winong, 03 Mei 2017).

Menanggapi protes/keluhan masyarakat terkait dengan raskin,

aparat kelurahan telah menanggapi dengan arif, menerangkan apa

yang menjadi kewenangan aparat desa/kelurahan. Hal ini sesuai

dengan toeri dalam Wahab (2000) tentang ukuran keberhasilan dan

efektifitas implementasi kebijakan juga dilihat dari upaya dalam

39

menanggulangi permasalahan yang terjadi oleh pejabat-pejabat

dilapangan.

Pemecahan masalahan untuk beberapa kasus yang mendasar

terkait kehendak pembagian secara merata telah disikapi oleh pejabat

di lapangan dengan berusaha memberikan pemahaman bahwasanya

raskin tersebut tidak boleh dibagi merata sesuai pedum raskin yang

telah ditetapkan pemerintah pusat. Sikap yang diambil oleh aparat

desa adalah mengembalikan keputusan akhir ke warga masyarakat

dengan musyawarah dan kesepekatan warga hasil rapat tingkat RT,

baik yang melakukan BAGITO maupun yang diterimakan utuh sesuai

dengan DPM, yang terpenting bagi petugas adalah tidak ada

permasalahan di lapangan dan program raskin tersebut berjalan

dengan lancar.

Perspektif Kepuasan

Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang

memuaskan semua pihak, terutama kelompok penerima manfaat yang

diharapkan. Rakyat sebagai penerima manfaat seharusnya mampu

menjadi partner dari pemerintah karena pada dasarnya program yang

dilakukan adalah demi kepentingan rakyat, sehingga rakyat disini

diharapkan dapat seiring sejalan dengan pemerintah. Kelompok

sasaran diharapkan dapat berperan aktif terhadap program yang

dijalankan pemerintah, karena hal ini akan sangat mempengaruhi

pelaksanaan program dari pemerintah.

Pembagian beras secara merata “Bagito”

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat

berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban

pengeluaran para Keluarga sasaran Penerima Manfaat (KPM) dalam

memenuhi kebutuhan pangan (Pedum Rastra, 2017:4). Jadi kalau

berpedoman pada peraturan tersebut beras bersubsidi hanya

diterimakan kepada masyarakat yang ada di Daftar Penerima Manfaat

(DPM) dan tidak diperkenankan melakukan pembagian beras kepada

masyarakat diluar daftar tersebut.

40

Pada beberapa kasus ada pergeseran penerima dikarenakan si

penerima sudah meninggal, digeser berdasarkan usulan dari RT. Bisa

juga yang ada di DPM sudah lebih mampu pada pelaksanaan lapangan

kelurahan menyerahkan sepenuhnya ke pihak RT yang penting RT

berani bertindak untuk mengganti orang tersebut. Jadi kebijakan

sepenuhnya diserahkan ke RT yang dianggap lebih mengetahui,

namun demikian penggantian tersebut telah sesuai prosedur yang ada

dan ada berita acara dari pihak RT untuk penggantian orang tersebut

dan pihak yang diganti sudah “legowo”.

Pelaksanaan distribusi beras bersubsidi sesuai dengan daftar yang

ada di DPM dengan tegas dilaksanakan di tiga kelurahan perkotaan

dan satu desa di wilayah Kecamatan Boyolali, wilayah yang lain tidak

dengan tegas menyatakan semua wilayah di desanya tidak dilakukan

pembagian beras merata, bisa juga dilakukan secara bergiliran

(BAGILIR), kebijakan selanjutnya diserahkan kepada warga RT

setempat dan masing-masing pihak merasa puas dengan keputusan

yang diambil.

Untuk Desa Karanggeneng berbeda dengan wilayah lainnya. Di

desa ini sebagian besar dilakukan pembagian beras subsidi secara

merata (BAGITO), walaupun ada sebagian kecil yang diberikan sesuai

dengan warga yang ada di daftar penerima manfaat, seperti dituturkan

oleh Bp Abdul rahman berikut ini :

“Kondisi sekarang kondusif dikarenakan semua tidak bisa berbuat banyak, mau mengusulkan revisi ataupun merubahnya juga diluar kewenangan pihak desa, jadi ya diterima apa adanya. Akhirnya ya gimana lagi ya BAGITO padahal dibagi roto tidak boleh. Hampir semua beras dibagi, kecuali di wilayah perumahan. Dan ini sudah dilakukan sejak pertama kali turun beras” (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Masih menurut penuturan Bp. Abdul rahman, faktor yang

mendorong terjadinya bagito dikarenakan faktor iri hati dan

perbedaan antar mereka secara kasat mata sangat tipis, yang satu

mendapatkan dan yang lain tidak mendapatkan, sehingga

menimbulkan iri hati.

41

Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian

terhadap adanya BAGITO dalam implementasi raskin. Sebagian aparat

kurang setuju karena menganggap bagito maupun bagilir tidak sesuai

dengan pedoman umum pelaksanaan raskin. Sebagian aparat lainnya

setuju sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi

semua pihak.

Evaluasi Penentuan KPM

Seperti halnya penetapan DPM yang didalamnya merupakan

daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam satu wilayah,

merupakan kewenangan pusat, daerah tidak diberikan kesempatan

untuk meneliti dan melakukan verifikasi lapangan terkait kebenaran

dan ketepatan penerima bantuan subsidi beras tersebut

Proses pendataan juga tidak kalah penting dalam tahapan

pengumpulan informasi yang akan dijadikan acuan oleh pemerintah

pusat dalam menetapkan Keluarga Penerima Manfaat seperti halnya

yang disampaikan Bp. Gatot berikut :

“Proses pendataan yang harus lebih jeli. Dikarenakan ada ketua RT yang mengusulkan seluruh warga RT untuk di data sebagai penerima raskin. Sehingga proses verifikasinya yang harus lebih jeli dilapangan. Tidak mau menyaring terlebih dulu, semua proses diserahkan pada saat penyaringan/verifikasi lapangan oleh petugas pendata” (Pulisen, 27 April 2017).

Beberapa desa sudah memiliki rangking KK miskin dengan

persepsi kemiskinan menurut masyarakat. Masing masing RT

memiliki data kriteria miskin menurut persepsi mereka, harapan

warga data tersebut bisa disandingkan dengan data dari pusat

kemudian dari hasil musyawarah tersebut dihasilkan data kombinasi

yang ditetapkan sebagai data DPM, misal satu RT tersebut

mendapatkan 10 ruta miskin maka pihak RT akan bermusyawarah

untuk mengkombinasikan data tersebut sehingga didapat 10 nama

sesuai urutan RT tersebut. Kalau hal tersebut diterapkan pihak RT

maupun pihak desa akan aman, yang penting daftar tersebut

berdasarkan rapat RT/ warga.

42

Ada perbedaan persepsi antara data lapangan hasil survei oleh

petugas dan persepsi miskin menurut masyarakat. Misalkan ada yang

secara fisik rumah jelek lantai tanah dinding kayu namun masih

mampu dan memiliki pekerjaan walaupun hasilnya sedikit ataupun

memiliki aset, sementara yang satunya kondisi rumah secara fisik

lebih bagus lantai ubin dan dinding tembok namun sudah tua dan

tidak mampu bekerja, ada juga yang rumahnya bagus tetapi

peninggalan orang tua. Kalau data tidak dikombinasikan untuk

mencari sasaran yang tepat, harus ada penyamaan persepsi dan sudut

pandang. Ketika satu warga satu RT tersebut duduk bersama dan

menentukan urutan dari yang paling miskin itulah yang mendekati

kebenaran, melakukan perangkingan terlebih duhulu.

Untuk penentuan kemiskinan menurut persepsi masyarakat

sangat dipengaruhi keadaan lingkungan, sebagai gambaran bahwa

yang paling miskin di lingkungan perumahan dengan ukuran miskin

di lingkungan perkampungan ukurannya sudah lain sehingga kalau

ditentukan pihak RT masing-masing akan menjadi bias, dikarenakan

berbeda ukuran.

Penelitian ini menunjukkan adanya kekurang puasan terhadap

tahapan penentuan Keluarga Penerima Manfaat dalam implementasi

raskin. Sebagian aparat dan masyarakat kurang setuju karena

menganggap penentuan Keluarga Penerima Manfaat dilakukan secara

sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan aparat

desa/kelurahan dan masyarakat. Sebagian aparat lainnya setuju

sepanjang pelaksanaannya bisa memberikan rasa puas bagi semua

pihak, kekurang puasan yang dirasakan oleh masyarakat bisa diatasi

dengan memberikan pengertian dan pemahaman mengenai maksud

dan tujuan raskin.

Peran Aparat Desa/Kelurahan

Peran dan keaktifan aparat dalam memberikan pelayanan kepada

warga terutama warga yang berhak menerima bantuan beras

bersubsidi sangatlah penting, namun disisi lain berdasarkan hasil

wawancara ternyata ada kelelahan dan keengganan melanjutkan

43

program tersebut kalau bukan dikarenakan tugas dan kewajiban yang

melekat pada jabatan mereka.

Sebagian aparat kelurahan menilai bahwa penghentian program

bantuan raskin tidak akan membuat masyarakat diwilayahnya

menjadi sengsara. Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan

penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat lainnya setuju

sepanjang pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat

penerima terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai

keberadaan program tidak memengaruhi etos kerja sebagai aparat

petugas lapangan. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap

Raskin sebagai “program yang hanya memberi ikan, bukannya kail”.

Seperti yang disampaikan Bp. Abdul rahman modin Desa

Karanggeneng yang memiliki pengalaman dalam penanganan secara

langsung dan bersentuhan dengan raskin sejak awal mula adanya

raskin berpendapat:

“Kalau saya tidak cocok dengan program raskin, karena beras yang dibagikan ke masyarakat miskin tersebut rata-rata kualitasnya jelek. Jadi tetap kedepan dirubah pola bantuannya, ibarat tidak dikasih ikan tapi dikasih kail. Karena kalau tetap dilanjutkan tetap aparat paling bawah yang menjadi korban, menjadi tumpuan dan umpatan dari yang tidak menerima, secara kasat mata perbedaan antara yang menerima dan tidak menerima hanya tipis. Gejolaknya lebih kentara pada saat ada gerakan gotong royong masyarakat desa, hingga ada yang mengatakan “yang melakukan gotong royong yang menerima bantuan beras saja” sementara yang tidak menerima bantuan enggan untuk melakukan kegiatan gotong royong. Ibarat kucing sepuluh di lempar ikan asin satu, ya pasti saling berebut” (Karanggeneng, 09 Mei 2017).

Pelajaran yang cukup berharga bagi pemerintah dalam

menghentikan pelaksanakan program bantuan untuk rakyat miskin,

salah satunya dapat dilihat antara lain pada saat pemerintah

memutuskan untuk menghentikan program Bantuan Langsung Tunai

(BLT), adanya BLT membuat masyarakat menjadi gempar dan suasana

menjadi tidak kondusif namun setelah dihilangkan masyarakat diam

dan kembali tenang, juga tidak ada yang menanyakan maupun protes

terhadap penghentian program tersebut.