bab iv dokumen
DESCRIPTION
aaaTRANSCRIPT
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
217
BAB IV
ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH
4.1 Analisis Pengembangan Wilayah BWP I Indihiang
4.1.1 Analisis Keterkaitan Regional
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) pada wilayah pengembangan Priangan Timur (Priatim) -Pangandaran.
Selain itu, Kota Tasikmalaya juga ditetapkan sebagai kawasan andalan pengembangan
Priatim-Pangandaran yang meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Garut, Kota
Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai
PKW dan kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran, menjadikan Kota
Tasikmalaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur. Sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan perdagangan dan jasa , terutama indutri kreatif,
menjadi salah satu kegiatan utama di kawasan perkotaan Kota Tasikmalaya.
Peran Kota Tasikmalaya sebagai PKW perlu ditunjang dengan berbagai sarana
dan prasarana guna mengoptimalkan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW.
Pengotimalan tersebut perlu dilakukan melalui peningkatan akses pelayanan perkotaan
sebagai pusat perdagangan dan industri kreatif serta peningkatan kualitas jangkauan
pelayanan jaringan prasarana yang sinergis dengan pengembangan kegiatan
perdagangan dan industri. Dalam wilayah perencanaan yang dipilih yakni Kecamatan
Indihiang, Bungursari, dan Cipedes yang tergabung dalam BWP I serta Kecamatan
Cihideung dan Mangkubumi yang tergabung dalam BWP II , tentunya terdapat beberapa
hal dari sitem trasnportasi , sosial kependudukan, ekonomi, fasilitas pelayanan kota yang
berkaitan dengan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Berikut akan dibahas mengenai
masing-masing wilayah perencanaan (BWP I dan II) dalam sistem transportasi kota dan
regional, sistem sosial kependudukan kota, sistem perekonomian kota, dan sistem
fasilitas pelayan kota.
4.1.1.1 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Transportasi Kota dan
Regional
BWP I yang terdiri dari Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes
merupakan wilayah yang strategis karena dilalui oleh jaringan jalan arteri sekunder,
yaitu Jalan Letjen Ibrahim Adjie, Jalan Laksamana R.E. Martadinata dan Jalan Dr.
Moch. Hatta yang menghubungkan tiga kecamatan tersebut maupun dalam kota
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
218
sehingga memudahkan akses dalam pengangkutan manusia maupun barang. Selain
itu, jalan arteri sekunder yang terletak di Kecamatan Indihiang terhubung langsung
dengan jalan arteri primer yang menghubungkan Kota Bandung dengan Jawa
Tengah. Hal ini mempermudah akses dari luar Kota Tasikmalaya. Terdapat pula
Terminal Tipe A Indihiang yang terletak di Kelurahan Sukamaju Kidul, Kecamatan
Indihiang yang melayani kendaraan umum seperti angkutan antarkota
antarprovinsi, angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan
pedesaan. Namun, terminal tersebut tidak terletak di jalan primer sehingga tidak
sesuai dengan tingkat pelayanan terminal tersebut. Tidak hanya itu, terdapat
pengembangan Jalan Mangin (Mangkubumi-Indihiang) yang akan menjadi prioritas
pembangunan. Kedua hal tersebut dapat memberikan kemudahan dalam
mendukung pergerakan orang maupun barang khususnya barang-barang produksi
Kota Tasikmalaya ataupun pemasaran produk dari luar Kota Tasikmalaya.
Kemudahan akses dari luar Kota Tasikmalaya melalui jalan arteri primer yang
menghubungkan Kota Bandung dengan Provinsi Jawa Tengah tidak hanya dapat
meningkatkan perumbuhan ekonomi suatu wilayah namun akan berdampak buruk
pula jika tidak dibarengi dengan perencanaan yang baik. Pertumbuhan ekonomi
yang tak terkendali di sepanjang koridor jalan tersebut dapat menimbulkan
masalah baru seperti kemacetan yang tidak hanya merugikan Kota Tasikmalaya
tetapi wilayah sekitarnya yang berbatasan langsung dengan Kota Tasikmalaya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat rencana pembangunan jalan tol
yang melintasi wilayah sebelah utara Kecamatan Indihiang. Pembangunan jalan tol
ini akan mengatasi masalah mobilitas yang cukup tinggi dari Kota Bandung menuju
Provinsi Jawa Tengah. Namun, pembangunan jalan tol juga dapat berdampak pada
perekonomian Kecamatan Indihiang. Adanya tol ini dapat menurunkan kegiatan
ekonomi yang dulunya tumbuh di sebelah utara Kecamatan Indihiang yang menjadi
akses masuk menuju Kota Tasikmalaya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan
yang matang dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan tersebut.
Selain itu, terdapat pula Stasiun Kereta Api Indihiang yang melayani pergerakan
kereta api lintas selatan Bandung – Surabaya yang melalui wilayah Kelurahan
Sukamaju Kaler, Kelurahan Sirnagalih, Kelurahan Parakannyasag. Namun, stasiun
tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam pergerakan penumpang atau barang
karena stasiun tersebut hanya menjadi stasiun persilangan kereta api, bukan
sebagai stasiun pengangkutan ataupun pemberhentian.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
219
Gambar 4. 1 Peta Rencana Sistem Transportasi BWP I Indihiang Tahun 2031
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
217
4.1.1.2 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Sosial
Kependudukan Kota
Tabel 4. 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan Kecamatan di Kota
Tasikmalaya Tahun 2013
No Kecamatan Kelompok Umur (Jiwa)
0-14 Tahun 15-64 Tahun 65+ Tahun Jumlah
1 Kawalu 25.630 57.414 4.134 87.178
2 Tamansari 19.646 42.558 2.761 64.965
3 Cibeureum 17.458 41.488 3.334 62.280
4 Purbaratu 10.842 25.811 2.153 38.806
5 Tawang 16.132 44.451 3.516 64.099
6 Cihideung 20.169 49.289 3.552 73.010
7 Mangkubumi 24.984 58.592 3.665 87.241
8 Indihiang 13.874 32.467 2.454 48.795
9 Bungursari 14.335 30.179 2.347 46.861
10 Cipedes 21.824 50.961 3.865 76.650
Total 184.894 433.210 31.781 649.885
Sumber : Kota Tasikmalaya Dalam Angka, 2013
Kondisi eksisting kependudukan di wilayah perencanaan BWP I dapat dilihat dari
tabel di atas. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di
wilayah perencanaan BWP I INDIHIANG, merupakan penduduk dengan usia produktif.
Jika dihitung proporsinya terhadap jumlah penduduk kecamatan secara keseluruhan,
maka dapat diketahui prporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 64.4 % di
Kecamatan Bungursari. Sedangkan di Kecamatan Cipedes dominasinya sebesar 66.48% ,
dan Kecamatan Indihiang sebesar 66.54%. Proporsi tersebut terhitung besar karena
menunjukkan lebih dari separuh jumlah penduduk di ketiga kecamatan tersebut
merupakan penduduk usia produktif. Implikasi dari dominasi usia produktif yang ada
pada ketiga kecamatan tersebut lebih besar kepada hal aspasial, yakni penyediaan
lapangan kerja yang jumlahnya harus banyak untuk memfasilitasi penduduk usia
produktif.
Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes memiliki posisi yang cukup
strategis dan berdampak pada tingginya aglomerasi kegiatan perdagangan dan jasa.
Tingginya aglomerasi kegiatan perdagangan dan jasa tersebut mempengaruhi demand
akan tenaga kerja yang juga berasal dari wilayah di luar kecamatan-kecamatan tersebut .
Hal ini juga menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi penduduk di kecamatan–kecamatan
tersebut dapat menyerap tenaga kerja dari luar tiga Kecamatan. Namun selain
memberikan dampak positif bagi wilayah hinterlandnya, pertumbuhan ekonomi yang
dibarengi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi di dalam wilayah itu sendiri dapat
menjadi suatu masalah, karena semakin berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu
wilayah, maka faktor penarik wilayah tersebut pun semakin tinggi. Akan banyak
penduduk yang berimigrasi ke Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes dan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
218
akhirnya akan berimplikasi terhadap ketersediaan lahan di Kecamatan-kecamatan
tersebut di masa yang akan datang akan semakin berkurang.
4.1.1.3 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Perekonomian Kota
Gambar 4. 2
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tasikmalaya Tahun 2013
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014
Tabel 4. 2 Proporsi Sektor BWP I Indihiang Terhadap Sektor dan Total PDRB Kota Tasikmalaya
2013
Lapangan Usaha
Total BWP I (Juta Rupiah)
Total Sektor PDRB Kota (Juta
Rupiah)
Persentase Sektor BWP I
Terhadap Sektor Kota
Persentase Sektor BWP I
Terhadap PDRB Kota
Pertanian 123036,46 647.538,92 19,00% 5,77%
Pertambangan & Penggalian
323,79 508,69 63,65% 0,005%
Industri Pengolahan
300810,37 1.639.966,59 18,34% 14,60%
Listrik, Gas & Air Bersih
45566,09 209.526,50 1,00% 1,87%
Bangunan 341133,02 1.558.858,98 21,88% 13,88%
Perdagangan, Hotel & Restoran
799248,85 3.756.408,09 21,28% 33,44%
Pengangkutan & Komunikasi
327473,93 1.329.444,99 24,63% 11,84%
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
94654,89 931.916,57 10,16% 8,30%
Jasa - Jasa 295607,14 1.157.459,01 25,54% 10,31%
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
219
Total 2327854,54 11.231.628,34 100%
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014, (Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015)
Sektor ekonomi yang menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota
Tasikmalaya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 33%. Sub sektor
yang menyumbang paling besar adalah sub sektor perdagangan besar dan eceran.
Diikuti dengan sektor industri pengolahan sebesar 15% dengan sub sektor unggulan
industri tanpa migas dan sektor bangunan sebesar 14%.
Gambar 4. 3 Grafik Kontribusi Sektor terhadap PDRB 2013 BWP I Indihiang
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya 2014
Sektor pertambangan dan penggalian BWP I merupakan sektor ekonomi yang
berkontribusi terbesar terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya yaitu sebesar
63,65%. Kecamatan Indihiang dan Kecamatan Bungursari adalah kecamatan yang
menyumbang sektor pertambangan dan penggalian. Sub sektor yang berperan adalah
sub sektor penggalian, sedangkan dari sub sektor pertambangan tidak menyumbang.
Hanya Kecamatan Cipedes yang tidak menyumbang ke sektor pertambangan dan
penggalian. Berdasarkan Data Survei Studio 2015, di perbatasan Kelurahan Indihiang
dan Kelurahan Sukamajukidul (Kecamatan Indihiang) terdapat seluas 31,58 Ha lahan
penggalian dan 27,68 Ha di Kelurahan Sukalaksana (Kecamatan Bungursari). Sektor
ekonomi yang cukup berkontribusi terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya adalah
sektor jasa yaitu sebesar 25,54%. Sub sektor yang paling berkontribusi adalah sub sektor
jasa dari perorangan dan rumah tangga. Selain itu, sektor pengangkutan dan komunikasi
menyumbang kontribusi cukup besar terhadap sektornya di PDRB Kota Tasikmalaya
yaitu sebesar 24,63%.
Sub sektor yang menyumbang paling besar terhadap sektor pengangkutan dan
komunikasi adalah sub sektor angkutan jalan raya. Kecamatan Indihiang dilewati Jalan
Letnan Ibrahim Adjie (arteri sekunder) yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
Kecamatan Cipedes dilewati Jalan Moh. Hatta (arteri sekunder). BWP I dihubungkan
jalan kolektor primer yaitu Jalan Ir. H. Djuanda. Jalan RE. Martadinata (arteri sekunder)
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya 2014
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
220
melalui Kecamatan Indihiang dan Kecamatan Cipedes. Jalan Letnan Harun (kolektor
primer) melalui Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Cipedes. Jadi, BWP I dilalui jalan-
jalan besar seperti arteri sekunder dan kolektor primer yang berpotensi terjadinya
pergerakan angkutan yang tinggi.
Sektor ekonomi dari BWP I yang berkontribusi paling besar terhadap total PDRB
Kota Tasikmalaya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 33,44%.
Sub sektor yang menyumbang paling besar terhadap sektor perdagangan, hotel dan
restoran adalah perdagangan besar dan eceran. Di samping itu sektor perdagangan,
hotel dan restoran merupakan sektor yang paling besar berkontribusi terhadap masing-
masing PDRB Kecamatan, dengan rincian Kecamatan Indihiang sebesar 35,84%,
Kecamatan Bungursari sebesar 31,94% dan Kecamatan Cipedes sebesar 31,94%. Di
Kecamatan Indihiang terdapat 1 pasar umum, 360 kios/warung, dan 20 rumah makan
tepatnya di Kelurahan Sukamajukidul 1 serta 50 toko di Kelurahan Sukamajukaler
(Kecamatan Indihiang dalam Angka 2012). Di Kecamatan Bungursari terdapat 2 pasar
tepatnya di Kelurahan Dangdeur; 396 toko/warung kelontong di Kelurahan Cikopo; serta
61 warung/kedai makanan di Kelurahan Ciwangi (Kecamatan Bungursari dalam Angka
2014). Di Kecamatan Cipedes terdapat masing-masing 1 pasar umum dan masing-masing
1 Departemen Store di Kelurahan Panglayungan dan Kelurahan Cipedes; masing-masing
2 minimarket di Kelurahan Nagarasari dan Kelurahan Sukamanah; 4 rumah makan, 1
hotel berbintang serta 3 hotel lainnya di Kelurahan Cipedes (Kecamatan Cipedes dalam
Angka 2013).
Selain itu, sektor industri pengolahan menjadi sektor berkontribusi cukup besar
terhadap PDRB masing-masing kecamatan, Kecamatan Indihiang sebesar 15,88% dan
Kecamatan Bungursari sebesar 14,74%. Sub sektor yang menyumbang paling besar
terhadap sektor industri pengolahan di masing-masing kecamatan adalah tekstil, barang
kulit dan alas kaki sebesar 51,39% di Kecamatan Indihiang dan 51,39% di Kecamatan
Bungursari. Di Kecamatan Indihiang terdapat 1 industri besar dan 8 industri sedang di
Kelurahan Panyingkiran; 1 industri besar dan 50 kerajinan makanan di Kelurahan
Sukamajukaler (Kecamatan Indihiang dalam Angka 2012). Kecamatan Bungursari
memiliki 1 industri kulit di Kelurahan Ciwangi, 6 industri kayu di Kelurahan Cibodas,
masing-masing 1 industri anyaman di Kelurahan Bungursari dan Kelurahan Cikopo, serta
25 industri kain /tenun di Kelurahan Karangmukti (Kecamatan Bungursari dalam Angka
2014).
Sektor pengangkutan dan komunikasi menyumbang 15,61% terhadap PDRB
Kecamatan Indihiang dan 15,43% dari PDRB Kecamatan Cipedes. Sub sektor yang
menyumbang paling besar terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi di masing-
masing kecamatan adalah angkutan jalan raya sebesar 92,57% di Kecamatan Indihiang
dan 86,79% di Kecamatan Cipedes.
Sedangkan sektor jasa menyumbang 20,34% terhadap PDRB Kecamatan
Bungursari, serta sektor bangunan menyumbang 19,84% terhadap PDRB Kecamatan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
221
Cipedes. Sub sektor yang berkontribusi paling besar terhadap sektor jasa Kecamatan
Bungursari adalah administrasi pemerintahan dan pertahanan yaitu sebesar 47,74%.
4.1.1.4 Wilayah Perencanaan BWP I Indihiang Dalam Sistem Fasilitas Pelayanan Kota
Dalam rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya
merupakan bagian dari WP Priangan Timur-Pangandaran yang ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW), dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala
nasional. Berdasarkan analisis tata ruang Kota Tasikmalaya, Kecamatan Indihiang,
tepatnya Kelurahan Indihiang ditetapkan sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK). SPK
tersebut melayani Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) I yang mencakup Kecamatan
Bungursari, Kecamatan Cipedes, dan Kecamatan Indihiang. Penetapan SPK ini dilakukan
berdasarkan pertimbangan kemudahan akses, dan lokasi yang cukup strategis diantara
kecamatan-kecaman lain di BWP I.
Sebuah SPK harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada untuk
mendorong berfungsinya SPK tersebut. Berdasarkan analisis kondisi eksisting, fasilitas
pelayanan yang terdapat di masing-masing Kecamatan masih belum memenuhi fasilitas
minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat pelayanan fasilitas masih kurang.
1. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes
tahun 2013 meliputi,
a. Taman Kanak-kanak sebanyak 13 unit yang tersebar di setiap Kelurahan di
Kecamatan Cipedes dan 4 unit yang tersebar di tiga kelurahan di Kecamatan
Indihiang (Kelurahan Indihiang, Sukamajukaler, dan Parakannyasag);
b. Sekolah dasar sebanyak 18 unit tersebar di seluruh Kelurahan di Kecamatan
Bungursari, 35 unit tersebar di seluruh kelurahan di Kecamatan Cipedes,dan 20
unit tersebar di seluruh kelurahan di Kecamatan Cipedes;
c. SLTP/MTs sebanyak 4 unit yang tersebar di tiga kelurahan di Kecamaran
Bungursari. (kelurahan Sukamulya, Bungursari dan Bantarsari), 4 unit tersebar di
tiga kelurahan di Kec.Indihiang (Kelurahan Panyingkiran, Sirnagalih dan
Sukamaju kidul ) dan 5 unit yang tersebar di setiap kelurahan di Kec.Cipedes;
dan
d. SLTA/MA sebanyak 9 unit yang tersebar di setiap kelurahan di Kecamatan
Cipedes kecuali kelurahan Sukamanah, 3 unit yang tersebar di tiga kelurahan di
Kecamatan Bungursari (kelurahan Sukarindik , Bugursari dan Sukajaya) dan 8
unit yang tersebar di Kelurahan Panyingkiran, Parakannyasag, Sukamajukaler,
Kecamatan Indihiang.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
222
Di BWP I Indihiang tidak terdapat fasilitas pendidikan yang fungsinya melayani
dalam skala Kota.
2. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan
Cipedes tahun 2012 antara lain meliputi,
a. Puskesmas, sebanyak 8 unit, terdapat di masing-masing kecamatan;
b. Puskesmas Pembantu, sebanyak 5 unit, terdapat di masing-masing kecamatan;
c. Posyandu, sebanyak 229 unit yang tersebar di setiap kelurahan;
d. Puskesmas Keliling sebanyak 9 unit, terdapat di Kecamatan Indihiang dan
Bungursari.
e. Pos Kesehatan Desa satu buah, terdapat di Kecamatan Bungursari; dan
f. Rumah sakit umum Prasetya Bunda di Kecamatan Indihiang.
Rumah sakit umum Prasetya Bunda yang terdapat di Kecamatan Indihiang
merupakan rumah sakit swasta kelas D. Rumah sakit ini tersedia sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan kota. RS Prasetya Bunda bersifat transisi dengan
kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi. Rumah sakit ini
juga menampung rujukan yang berasal dari puskesmas. Pelayanan yang ada di RS
Prasetya Bunda, dari segi jumlah dokter dan fasilitas, mayoritas masih di bawah rata-
rata pelayanan RS yang ada di Jawa Barat. Sebagai salah satu faslitas yang berfungsi
untuk melayani kota seharusnya RS Prasetya Bunda dapat lebih meningkatkan jumlah
dokter dan fasilitas yang ada, agar bisa menjalankan perannya secara lebih optimal.
Di Kota Tasikmlaya sendiri sudah terdapat 13 Rumah Sakit dan lima diantaranya
adalah RS Bersalin serta RS Ibu dan Anak. Tasikmalaya hanya mempunyai satu rumah
sakit negeri bernama RSUD Dr.Soekardjo di Jl. Rumah Sakit 33 , Kecamatan Tawang ,Kota
Tasikmalaya. RSUD Dr. Soekardjo ini merupakan rumah sakit dengan spesifikasi dokter
yang lengkap. Menurut SNI, satu rumah sakit mempunyai cakupan pelayanan hingga
240.000 jiwa, sedangkan proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2031
adalah 800.000 jiwa . Berarti dengan menggunakan perhitungan sederhana , diketahui
bahwa jumlah kebutuhan Rumah Sakit di Tasikmalaya di tahun 2031 adalah sebanyak 3
buah. Dengan melihat jumlah eksisiting rumah sakit yang tersedia di Tasikmalaya, maka
bisa dikatakan bahwa kebutuhan rumah sakit di tahun 2031 sudah terpenuhi.
3. Fasilitas Ekonomi
Fasilitas ekonomi harus dilihat tidak hanya dari sisi geografis, sistem transportasi
dan aksesibilitas, tapi juga daya pendorong (forward linkage) dan daya penarik
(backward linkage). Pasar sebagai sarana yang memungkinkan terjadinya transaksi
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
223
ekonomi memainkan peran krusial dalam mengalokasikan sumberdaya, modal, dan
mendistribusikan produk serta penghasilan. Pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi harus
kompetitif dan memiliki mekanisme yang mampu mengoordinasikan berbagai aktivitas
yang mendorong terciptanya efisiensi dan efektivitas yang optimal dalam kegiatan
ekonomi masyarakat.
Sarana dan prasarana perdagangan yang ada di Kota Tasikmalaya terdiri dari
pertokoan dan pasar, juga pedagang kaki lima. Pasar yang dikelola pemerintah Kota
Tasikmalaya secara total berjumlah 7 unit dengan jumlah pedagang total 4.143 orang. Di
Kecamatan Indihiang teradapat 1 pasar umum dan 221 toko. Namun, pasar yang
tedapat di Kecamatan Indihiang merupakan pasar dengan skala lokal. Fungsinya tidak
untuk melayani wilayah satu Kota Tasikmalaya.
Sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), di Kecamatan indihiang sudah
seharusnya berdiri pasar yang menjadi pusat pemasaran hasil-hasil pertanian,
perkebunan, peternakan dan seluruh kegiatan ekonomi untuk melayani skala Sub
Kawasan Kota.
4.1.2 Analisis Pola Ruang
4.1.2.1 Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan BWP I Indihiang
Analisis daya dukung dilakukan untuk menilai kemampuan lahan dalam
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain di dalamnya. Daya dukung
lahan atau land carrying capacity adalah batas atas dari pertumbuhan suatu populasi, di
mana jumlah populasi tersebut tidak dapat lagi didukung oleh lahan yang ada. Atau
secara lebih singkat dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas manusia yang berperan
dalam perubahan lingkungan. Hal ini dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan
sebagai suatu ekosistem menahan akibat dari penggunaan yang dilakukan. Daya dukung
lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang
saling mempengaruhi. Daya dukung tergantung pada persentasi lahan yang dapat
digunakan untuk peruntukan tertentu yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan
ditentukan oleh kesesuaian lahan untuk peruntukan tertentu.
Analisis Fungsi Kawasan
Analisis ini dilakukan untuk menentukan fungsi utama dari wilayah
perencanaan, yaitua kawasan lindung dan budidaya. Penentuan kawasan
lindung didasarkan pada Ketentuan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
224
Gambar 4. 4 Prosedur Penentuan Kawasan Lindung
Sumber : Keppres No. 32/1990
Analisis dilakukan pada kawasan lindung dan budidaya, menunjukkan bahwa
BWP I Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa :
1. Tidak terdapat kawasan suaka alam
2. Tidak terdapat kawasan bergambut
3. Hasil overlay terhadap curah hujan, kemiringan lereng, dan kepekaan
tanah mempunyai nilai yang berarti kurang dari syarat untuk menjadi
kawasan resapan air (skor 125-174) dan hutan lindung (skor >175). Selain
itu kondisi morfologi BWP I menunjukkan bahwa tidak terdapat kawasan
dengan kemiringan > 40% dan di atas 2000 m
4. Terdapat kawasan lindung, yaitu :
- Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya:
a. Gunung Astana di Kecamatan Indihiang;
b. Pasir Huni di Kecamatan Indihiang;
c. Gunung Lame di Kecamatan Indihiang;
d. Gunung Limus di Kecamatan Indihiang;
e. Gunung Parapag di Kecamatan Indihiang;
f. Gunung Cilingga di Kecamatan Bungursari;
g. Gunung Putri di Kecamatan Bungursari;
h. Gunung Pondok di Kecamatan Bungursari;
i. Gunung Kokosan di Kecamatan Bungursari;
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
225
j. Bukit Malam di Kecamatan Bungursari
- Daerah irigasi
Daerah Irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah,
meliputi:
a. Daerah Irigasi Citanduy di Kecamatan Indihiang dan Kecamatan
Cipedes;
b. Daerah Irigasi Bungursari di Kecamatan Bungursari;
c. Daerah Irigasi Cibeureum di Kecamatan Bungursari;
d. Daerah Irigasi Citerewes di Kecamatan Bungursari;
e. Daerah Irigasi Tanggogo di Kecamatan Bungursari;
f. Daerah Irigasi Gunung Eurih di Kecamatan Bungursari;
g. Daerah Irigasi Pameongan di Kecamatan Bungursari;
h. Daerah Irigasi Cidongkol di Kecamatan Bungursari;
i. Daerah Irigasi Ciromban di Kecamatan Bungursari
j. Daerah Irigasi Bengkok di Kecamatan Bungursari dan Kecamatan
Indihiang;
k. Daerah Irigasi Cibunigeulis di Kecamatan Bungursari;
l. Daerah Irigasi Cigugur di Kecamatan Bungursari;
m. Daerah Irigasi Gunung Taraje di Kecamatan Indihiang;
n. 14. Daerah Irigasi Sukamandi di Kecamatan Indihiang dan
Kecamatan Cipedes;
o. 15. Daerah Irigasi Ciburuy di Kecamatan Indihiang;
p. 16. Daerah Irigasi Eyong di Kecamatan Indihiang;
5. Terdapat cagar budaya, yaitu Situs Lingga Yoni di Kecamatan Indihiang.
Tabel 4. 3 Luas Fungsi Kawasan BWP I Indihiang
No Kecamatan Kesesuaian Lahan (Ha) Total
Kawasan Budidaya Kawasan Lindung
1 Kecamatan Indihiang 999,2 160 1159,2
2 Kecamatan Bungursari 1546,4 174,2 1720,6
3 Kecamatan Cipedes 783 148,2 931,2
Total 3328,6 482,4 3811
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
226
Tabel 4. 4 Peta Fungsi Kawasan BWP I Indihiang Tahun 2015
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
227
4.2.1.1 Analisis Kemampuan Lahan
Analisis dilakukan pada kawasan budidaya untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan berupa :
1. Aspek Kemampuan Lahan Morfologi
2. Aspek Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
3. Aspek Kemampuan Lahan Drainase
4. Aspek Kemampuan Lahan Kerentanan Bencana
1. SKL Morfologi
Berdasarkan kelas kemiringan lereng maka kondisi morfologi lahan yang datar
akan memudahkan dikembangkan untuk kawasan perkotaan dan sebaliknya,
semakin tinggi kemiringan lereng semakin sulit untuk pengembangan kawasan
perkotaan.
Morfologi di BWP I Kota Tasikmalaya cenderung seragam, yaitu datar sampai
dengan landai sedang sekitar 0-15% dan 15-40%. Dominasioleh lahan datar 0-5%
dan hanya beberapa lokasi yang 15-40%. Oleh karena itu kemampuan lahan
morfologi dibagi menjadi :
1. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi
wilayah dengan kemiringan lereng 0-5%.
2. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik diperuntukkan bagi
wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 5-15%
3. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi
wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 15-40%
Tabel 4. 5 Skoring Kemiringan Lereng BWP I Indihiang
No Kemiringan Lereng Nilai Keterangan
1. 0 – 5% 5 Baik Sekali
2. 5 – 15% 4 Baik
3. 15 – 40% 3 Sedang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
228
Gambar 4. 5 Peta SKL Morfologi BWP I Indihiang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
229
Dari peta di atas, terlihat bahwa morfologi BWP I terkriteria sangat baik.
Sebagian besar wilayah BWP I berada di atas kelerengan 0-5%. Dari peta tersebut juga
tergambar bahwa wilayah hanya sebagian kecil wilayah ini yang berbukit dan
berkelerengan ekstrim.
2. SKL Kestabilan Pondasi
Kestabilan pondasi menggambarkan kondisi lahan/wilayah yang mendukung
stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. Untuk melihat
kemampuan lahan terhadap kestabilan pondasi, maka perlu dilihat dari sifat dan jenis
tanah.
Berdasarkan jenis tanah, jenis tanah latosol yang berasal dari pelpukan bahan
induk vulkanik baik tuff maupun batuan beku dianggap paling baik dibandingkan dengan
jenis tanah alluvial, yang merupakan tanah sedimentasi dari sungai atau pantai, dan
tanah podsolik hidromorf mudah lepas bagian atasnya sehingga rawan terhadap erosi.
Oleh karena itu, maka kelas kemampuan lahan kestabilan pondasi di BWP I dapat
dibagi menjadi 3 satuan, yaitu :
1. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan
bagi wilayah dengan jenis tanah latosol atau alluvial.
2. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baiki diperuntukkan bagi
wilayah dengan jenis tanah podsolik hidomorf
3. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria sedang diperuntukkan
bagi wilayah dengan jenis tanah latosol
Tabel 4. 6 Skoring Kestabilan Pondasi BWP I Indihiang
No. Jenis Tanah Nilai Keterangan
1 Latosol 5 Baik sekali
3 Regosol 3 Sedang
Sumber : Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
230
Gambar 4. 6 Peta SKL Kestabilan Pondasi BWP I Indihiang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
231
Peta kestabilan pondasi di atas merupakan hasil dari analisis terhadap jenis tanah yang
terdapat di BWP I. Dari peta tersebut, terlihat bahwa sebagian besar pondasi di BWP I
berkriteria sedang.
3. SKL Drainase
Kemampuan lahan dalam menunjang sistem drainase dan pematusan alamiah
sangat dibutuhkan dalam pengembangan perkotaan. Kemampuan lahan yang baik,
ditunjukkan dengan relatif mudah pembuatan drainase serta karakteristik fisik lahan
yang memudahkan terjadinya pengaliran dan pematusan atau penyerapan air buangan
sehingga akan mengurangi terjadinya genangan air atau banjir. Kemampuan lahan
drainase sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi yaitu kemiringan lainnya, faktor lain
yang berpengaruh adalah jenis tanah dan sifat fisik batuan atau tanah.
Untuk kondisi BWP I Kota Tasikmalaya,jenis tanah podsolik merah kuning
merupakan tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah,
jenis tanah latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat dan memiliki
profil tanah yang dalam, mudah menyerap air. Sedangkan tanah regosol berbutir kasar,
berwarna kelabu sampai kuning,,dan bahan organik rendah. Sifat tanah regosol yang
demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan
tanaman dengan baik.
Tabel 4. 7 Skor Drainase
No. Jenis Tanah Kemiringan Nilai Keterangan
1 Podsolik Merah Kuning 5-40% 5 Baik sekali
2 Latosol 0-5% 4 Baik
3 Podsolik Merah Kuning 0-5% 3 Sedang
4 Regosol 0-40% 2 Kurang Baik
Sumber : Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
232
Gambar 4. 7 Peta SKL Drainase BWP I Indihiang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
233
Peta SKL drainase di atas merupakan peta yang menunjukkan kesesuaian jenis
tanah untuk jaringan drainase. Selain itu, hal ini juga tergatung pada daya serap
tanah tersebut. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi genangan yang ditimbulkan.
4. SKL Kerentanan Bencana
Kerentanan terhadap bencana merupakan salah satu kriteria daya
dukung lahan. Dalam hal ini, lahan yang mempunyai potensi rawan bencana
mempunyai nilai yang buruk. Namun, lahan dengan potensi rawan bencana dan
masih dapat dimanfaatkan mempunyai nilai sedang dan lahan tanpa potensi
rawan bencana mempunyai nilai baik. Berikut adalah peta kemampuan lahan
dari sisi rawan bencana :
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
234
Gambar 4. 8 Peta Rawan Bencana BWP I Indihiang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
235
Peta rawan bencana di atas bahwa BWP I mempunyai potensi rawan bencana
yaitu rawan bencana aliran lahar. Daerah aliran lahar ini adalah aliran yang sama dengan
aliran Sungai Ciloseh dan Sungai Ciromban. Sempadan sungai merupakan salah satu
kawasan lindung dan aliran lahar ini merupakan aliran lahar yang mengalir mengikuti
arus sungai. Dengan demikian, maka ruas aliran lahar ini diberi nilai buruk karena
dengan ketentuan tersebut, daerah aliran lahar ini tidak dapat dimanfaatkan.
4.1.2.1 Analisis Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang
Analisis kesesuaian lahan ini akan menjadi dasar utama dalam menentukan pola
ruang, terutama dalam menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya di
Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes. Selain itu, identifikasi formasi area yang
sesuai untuk pengembangan penggunaan lahan tertentu tercakup pula identifikasi
kawasan-kawasan yang seharusnya dipertahankan karena memiliki faktor pembatas
tertentu sehingga akan merugikan bahkan membahayakan bila dikembangkan.
Kawasan-kawasan seperti ini nantinya akan diusulkan pemanfaatannya sebagai kawasan
lindung yang tidak dapat dibudidayakan atau kawasan budidaya non terbangun yang
tidak untuk dialih fungsikan, sehingga tidak memberikan dampak yang negatif.
Setiap sistem lahan yang ada di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes
dinilai berdasarkan kriteria-kriteria fisik yang dimiliki oleh masing-masing penggunaan
lahan, yaitu:
1. Ketersediaan sumber air bersih, dengan menggunakan peta tersedia
berupa daerah resapan air;
2. Potensi bencana seperti aliran lahar;
3. Ketinggian;
4. Kemiringan lahan;
5. Geologi
Analisis kesesuaian di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari
dikelompokkan berdasarkan kesesuaian kawasan lindung dan kesesuaian kawasan
budidaya (kawasan terbangun dan non terbangun) yang secara lebih rinci disajikan
sebagai berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
236
Tabel 4. 8 Hasil Analisis Kesesuaian Lahan di BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Pengelompokkan kesesuaian lahan menjadi kawasan lindung dan budidaya
didasarkan pada Permen PU no. 41 tahun 2007 tentang pedoman kriteria teknis
kawasan budidaya, bab 5 ketentuan teknis, karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan.
Kawasan budidaya dikelompokkan lagi menjadi budidaya terbangun dan non terbangun.
Kawasan budidaya terbangun terdiri dari kawasan yang sesuai untuk permukiman,
industri, perdagangan dan jasa, dan pertambangan, disertakan pula lahan yang sudah
memiliki bangunan eksisting sedangkan kawasan budidaya non terbangun yaitu
pertanian lahan basah. Kawasan budidaya non terbangun dan kawasan lindung
merupakan kawasan yang tidak boleh dialih fungsikan.
Berdasarkan data table diatas dihitung pula persentase kesesuaian lahan
kawasan di tiap kecamatan yang terdapat di BWP I Indihiang yaitu sebagai berikut.
Non Terbangun
Pertanian Lahan Basah Bangunan Eksisting Belum Terbangun
A Kecamatan Indihiang 415.83 429.66 153.71 160.00 1,159.20
Kelurahan Payingkiran 12.42 41.62 12.76 41.20 108.00
Kelurahan Parakannyasag 111.20 72.41 17.69 11.00 212.30
Kelurahan Sirnagalih 40.57 42.76 15.87 11.10 110.30
Kelurahan Indihiang 32.37 63.52 22.01 30.10 148.00
Kelurahan Sukamajukidul 81.67 89.26 46.77 43.80 261.50
Kelurahan Sukamajukaler 137.60 120.30 38.40 22.80 319.10
B Kecamatan Bungursari 592.89 436.26 518.01 174.20 1,721.36
Kelurahan Sukamulya 36.41 40.09 24.90 12.30 113.70
Kelurahan Sukarindik 82.33 66.83 34.18 16.10 199.45
Kelurahan Bungursari 119.73 48.65 117.42 45.20 331.00
Kelurahan Sukajaya 73.57 26.15 26.78 39.50 166.00
Kelurahan Cibunigeulis 74.48 59.64 123.68 18.70 276.50
Kelurahan Bantarsari 80.53 106.96 50.91 14.40 252.80
Kelurahan Sukalaksana 125.84 87.52 140.14 28.00 381.50
C Kecamatan Cipedes 257.79 407.31 117.90 148.2 931.20
Kelurahan Panglayungan 22.08 72.46 14.93 50.3 159.5
Kelurahan Cipedes 27.05 88.59 14.76 23.5 153.901
Kelurahan Nagarasari 122.47 100.17 29.86 14.0 266.5
Kelurahan Sukamanah 86.19 146.09 58.62 60.4 351.3
TotalKecamatan/KelurahanNoKawasan Lindung
Kesesuaian Lahan (Ha)
Kawasan Budidaya
Terbangun
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
237
Tabel 4. 9 Persentase Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Dari tabel persentase diatas dapat dilihat bahwa kecamatan Bungursari
merupakan kecamatan yang belum cukup terbangun karena memiliki 30% lahan yang
sesuai dengan kawasan budidaya terbangun anmun belum terbangun, sedangkan
Kecamatan Indihiang dan Cipedes memiliki persentase yang tidak jauh berbeda satu
sama lain yaitu 13,26% dan 12,66%.
Untuk melihat lebih jelas mengenai kesesuaian lahan di BWP I Indihiang dapat
dilihat pada peta kesesuaian lahan dibawah ini.
Non Terbangun
Pertanian Lahan Basah Bangunan Eksisting Belum Terbangun
1 Kecamatan Indihiang 35.87 37.07 13.26 13.80
2 Kecamatan Bungursari 34.44 25.34 30.09 10.12
3 Kecamatan Cipedes 27.68 43.74 12.66 15.92
No Kecamatan/Kelurahan
Kesesuaian Lahan %
Kawasan Budidaya
Kawasan LindungTerbangun
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
238
Gambar 4. 9 Peta Kesesuaian Lahan BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
239
4.1.3 Analisis Kependudukan
A. Proyeksi Jumlah Penduduk
Sebagai subjek sekaligus objek dari pembangunan, maka keberadaan penduduk perlu dianalisis kecenderungan perkembangannya untuk mengetahui karakteristik perkembangan jumlah penduduk sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan perkiraan jumlah penduduk pada beberapa tahun mendatang (proyeksi penduduk).
Perkembangan jumlah penduduk sangat bergantung kepada pertumbuhan penduduk. Angka pertumbuhan penduduk di BWP I (Kecamatan Cipedes, Indihiang dan Bungursari) untuk 20 tahun mendatang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, yang selain mempengaruhi jumlah penduduk secara keseluruhan juga akan mempengaruhi pola sebaran penduduk di setiap desa/kelurahan. Perkembangan dan jumlah penduduk pada masing-masing desa/kelurahan diperkirakan akan mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebaran penduduk.
Kemudian sesuai dengan analisis materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031, jumlah peduduk pada akhir tahun perencanaan yaitu pada tahun 2031 berjumlah 931.660 jiwa. Jumlah penduduk ini selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan penyediaan fasilitas prasarana dan sarana di Kota Tasikmalaya. Proyeksi penduduk di Kecamatan Cipedes, Indihiang dan Bungursari pada akhir tahun perencanaan (2031) mengalami peningkatan, yaitu mencapai jumlah 208.247 jiwa. Selengkapnya mengenai hasil dari proyeksi penduduk 20 tahun mendatang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. 10 Penduduk BWP I Eksisting dan Proyeksi Kota Tasikmalaya
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
240
No Kelurahan
Jumlah Penduduk Eksisting
Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)
2013 2016 2021 2026 2031
A Indihiang
1 Panyingkiran 7907 8447 9024 9640 10030
2 Parakannyasag 8955 9567 10220 10918 11359
3 Sirnagalih 6188 6611 7062 7544 7849
4 Indihiang 7808 8341 8911 9519 9904
5 Sukamajukidul 7119 7605 8125 8679 9030
6 Sukamajukaler 9609 10265 10966 11715 12189
B Bungursari
1 Sukamulya 6241 6667 7123 7609 7917
2 Sukarindik 8231 8793 9394 10035 10441
3 Bungursari 6138 6557 7005 7483 7786
4 Sukajaya 5254 5613 5996 6406 6665
5 Cibunigeulis 6055 6469 6910 7382 7681
6 Bantarsari 9399 10041 10727 11459 11922
7 Sukalaksana 6076 6491 6934 7408 7707
C Cipedes
1 Panglayungan 17294 18475 19737 21085 21937
2 Cipedes 14309 15286 16330 17445 18151
3 Nagarasari 16403 17523 18720 19998 20807
4 Sukamanah 21184 22631 24176 25827 26872
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Gambar 4. 10 Grafik Proyeksi Penduduk BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis. 2015
2013 2016 2021 2026 2031
47586 50836 54307 58016 60362
47394 50631
54088 57782 60118
69190 73915
78963 84356
87766
0
50000
100000
150000
200000
250000
1 2 3 4 5
Cipedes
Bungursari
Indihiang
Kecamatan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
241
Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi adalah Kelurahan Sukamanah di Kecamatan Cipedes dengan jumlah 26.872 jiwa, sedangkan kelurahan dengan jumlah terendah adalah Kelurahan Sukajaya di Kecamatan Bungursari dengan jumlah 6.665 jiwa
B. Proyeksi Kepadatan Penduduk
Berdasarkan hasil proyeksi diatas, maka dapat di proyeksikan kepadatan penduduk yang akan datang. Dengan menggunakan rank dapat diidentifikasi bahwa pada akhir tahun perencanaan (2031) dengan indikator kepadatan penduduk.
Tabel 4. 11 Proyeksi Kepadatan Penduduk BWP I Indihiang
Kelurahan Luas (ha) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
2013 2016 2021 2026 2031
Indihiang
Panyingkiran 108 73 78 84 89 93
Parakannyasag 212 42 45 48 51 54
Sirnagalih 110 56 60 64 69 71
Indihiang 145 54 57 61 66 68
Sukamajukidul 239 30 32 34 36 38
Sukamajukaler 290 33 35 38 40 42
Bungursari
Sukamulya 112 56 59 63 68 70
Sukarindik 196 42 45 48 51 53
Bungursari 329 19 20 21 23 24
Sukajaya 166 32 34 36 39 40
Cibunigeulis 276 22 23 25 27 28
Bantarsari 230 41 44 47 50 52
Sukalaksana 381 16 17 18 19 20
Cipedes
Panglayungan 159 109 116 124 132 138
Cipedes 154 93 99 106 113 118
Nagarasari 266 62 66 70 75 78
Sukamanah 317 67 71 76 81 85
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kelurahan Panglayungan di Kecamatan Cipedes dengan tingkat kepadatan 138 jiwa/ha, sedangkan kelurahan dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kelurahan Sukalaksana di Kecamatan Bungursari dengan tingkat kepadatan 20 jiwa/ha
Adapun standar kepadatan yang digunakan mengacu kepada USDA (United States Departement of Agriculture) (http://www.ers.usda.gov/topics/rural-economy-population/rural-classifications/what-is-rural.aspx) dengan penyesuaian terhadap Kota Tasikmalaya, pada standar kepadatan ini terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu :
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
242
a. Kepadatan tinggi : >130 Jiwa/Ha b. Kepadatan sedang : 65-130 Jiwa/Ha c. Kepadatan rendah : <64 Jiwa/Ha
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
243
Gambar 4. 11 Peta Kepadatan Penduduk BWP I Penduduk 2013
Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
244
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
245
Gambar 4. 12 Peta Kepadatan Penduduk BWP I Penduduk 2031
Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015
PETA KEPADATAN BWP I KEPADATAN 2031
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
246
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
247
4.1.4 Analisis Perekenomian
4.1.4.1 Analisis Ketersediaan dan Persebaran Sarana Ekonomi BWP I Indihiang
Tabel 4. 12 Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2013
Kecamatan Jumlah
Penduduk
2013
Toko/
Warung
Pertokoan Pusat
Pertokoan
Atau Pasar
Lingkungan
Pusat
Perbelanjaan
Dan Niaga
Indihiang 47586 1674 0 1 0
Bungursari 47394
Cipedes 69190 8 2 8 1
BWP I 164170
Sumber : KCDA Indihiang, Bungursari, dan Cipedes Kota Tasikmalaya Tahun 2014
Kondisi jumlah sarana perdagangan dan niaga di BWP I saat ini terjadi
ketimpangan jumlah sarana. Di Kecamatan Indihiang terlalu banyak sarana toko
dan warung, namun tidak adanya sarana perdagangan berupa pertokoan.
Tetapi di Kecamatan Cipedes, dengan jumlah penduduk lebih banyak, belum
memiliki sarana perdagangan yang sesuai standar.Untuk di Kecamatan di
Bungursari tidak ada datanya.
Tabel 4. 13 Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2013 Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kecamatan Jumlah Penduduk 2013
Toko/ Warung
Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan
Pusat perbelanjaan dan niaga
Indihiang 47586 190 6 2 0
Bungursari 47394 190 6 2 0
Cipedes 69190 277 9 2 1
BWP I 164170 657 21 5 1
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Sebaiknya jumlah sarana perdagangan dan niaga dihitung berdasarkan
jumlah penduduk. Dalam SNI 03-1733-2004, dijelaskan bahwa setiap sarana
memiliki skala pelayanannya:
- Toko/warung : 250 penduduk (unit RT
- Pertokoan : 8000 penduduk
- Pusat pertokoan atau pasar lingkungan : 30000 penduduk
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
248
- Pusat perbelanjaan dan niaga : 120.000 penduduk
o Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2031 Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk di tahun 2031, direncanakan jumlah sarana perdagangan dan niaga di Kecamatan
Indihiang, Bungursari, Dan Cipedes sejumlah tersebut.
Cara menghitung kebutuhan :
Tabel 4. 14 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian Tahun 2031
Kecamatan Proyeksi Penduduk 2031
Toko/ Warung
Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan
Pusat perbelanjaan dan niaga
Indihiang 60362 324 12 3 1
Bungursari 60119 378 14 2 0
Cipedes 87766 216 8 3 1
BWP I 208247 918 34 8 2
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Dengan rincian jumlah per kelurahan sebagai berikut:
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
249
Tabel 4. 15 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian Per Kelurahan Tahun 2031
Desa/Kelurahan Toko/Warung Pertokoan Pusat Pertokoan atau pasar lingkungan
Pusat Perbelanjaan dan niaga
Indihiang 324 12 3 1
Panyingkiran 54 2 0 0
Parakannyasag 54 2 0 0
Sirnagalih 54 2 0 0
Indihiang 54 2 0 0
Sukamajukidul 54 2 0 0
Sukamajukaler 54 2 0 0
Bungursari 378 14 2 0
Sukamulya 54 2 0 0
Sukarindik 54 2 0 0
Bungursari 54 2 0 0
Sukajaya 54 2 0 0
Cibunigeulis 54 2 0 0
Bantarsari 54 2 0 0
Sukalaksana 54 2 0 0
Cipedes 216 8 3 1
Panglayungan 54 2 0 0
Cipedes 54 2 0 0
Nagarasari 54 2 0 0
Sukamanah 54 2 0 0
JUMLAH 918 34 8 2
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Angka tersebut dianalisis dari proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya pada
tahun 2031 yaitu sebanyak 931.660 jiwa. Berdasarkan standar penduduk pendukung
untuk masing-masing jenis sarana perekonomian, maka didapat jumlah sarana
perekonomian untuk dapat melayani seluruh Kota Tasikmalaya. Kemudian jumlah
tersebut dibagi ke dalam jumlah kelurahan yang ada sebagai berikut:
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
250
Tabel 4. 16 Prediksi Jumlah Sarana Perekonomian di Tingkat Kelurahan dan BWP Tahun 2031
Toko Pertokoan Pusat Pertokoan Pusat perbelanjaan
250 6000 30000 120000
3726.64 155 31 8
54 per kelurahan 2 per kelurahan 8 PP per BWP 2 PPB per BWP
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
251
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
252
Gambar 4. 13 Peta Persebaran Pasar Eksisting dan Rencana Tahun 2033
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
253
4.1.4.2 Analisis Perekonomian (Sektor Basis)
Analisis perekonomian dilakukan dalam tahapan alur kerja sebagai berikut:
Gambar 4. 14 Grafik Tahapan Alur Kerja Analisis Perekonomian
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Analisis perekonomian dilakukan dengan metode analisis LQ untuk menentukan sektor basis Kota Tasikmalaya dengan menggunakan nilai PDRB Kota Tasikmalaya. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode LQ, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Sedangkan sektor lainnya, yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan sektor listrik-gas-dan-air bersih merupakan sektor penunjang.
Beberapa subsektor dalam sektor-sektor penunjang ada yang menjadi basis karena memiliki nilai LQ>1 seperti adalah sebagai berikut :
Dalam sektor pertanian adalah subsektor peternakan dan hasil-hasilnya dan subsektor perikanan
Dalam Industri pengolahan adalah subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya, dan kertas dan barang cetakan
Dalam sektor listrik, gas, dan air bersih adalah subsektor air bersih.
Data sektor basis Kota Tasikmalaya dari RTRW Kota
Tasikmalaya 2011-2031
Analisis tiap sektor basis di BWP
Analisis tiap sektor basis BWP terhadap Kota
Tasikmalaya
Analisis lokasi dan penggunaan lahan dari
aktivitas tiap sektor basis
Input pertimbangan untuk penentuan lahan limitasi
dan pengembangan lahan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
254
Secara lebih detail, hasil perhitungan LQ terdapat pada tabel berikut.
Tabel 4. 17 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi
Jawa Barat Tahun 2005 dan 2007
No Lapangan Usaha LQ
2005 2007
1. Pertanian 0,65 0,66
a. Tanaman Bahan Makanan 0,34 0,36
b. Tanaman Perkebunan 0,06 0,06
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,26 2,28
d. Kehutanan 0,07 0,08
e. Perikanan 0,98 1,08
2. Pertambangan 0,03 0,03
a. Pertambangan 0,00 -
b. Penggalian 0,04 0,04
3. Industri Pengolahan 0,40 0,39
b. Industri tanpa Migas 0,40 0,39
1) Makanan, Minuman dan Tembakau 0,00 0,22
2)Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 0,00 0,85
3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 0,00 3,52
4) Kertas dan Barang Cetakan 0,00 1,69
5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Keret 0,00 0,59
6) Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0,00 0,18
7) Logam Dasar Besi dan Baja 0,00 0,37
8) Alat Angkutan Mesin dan Peralatannya 0,00 0,00
9) Barang Lainnya 0,00 0,16
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,81
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
255
a. Listrik 0,53 0,64
b. Air Bersih 2,88 3,00
5. Bangunan Konstruksi 2,67 2,90
6. Perdagangan 1,38 1,40
a. Perdagangan Besar dan Eceran 1,14 1,17
b. Hotel 0,66 0,63
c. Restoran 3,20 3,32
7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,17 1,96
a. Pengangkutan 2,59 2,50
1) Angkutan Rel 5,01 5,61
2) Angkutan Jalan Raya 2,71 2,57
3) Angkutan Laut 0,00 -
4) Angkutan Sungai dan Penyebrangan 0,00 -
5) Angkutan Udara 0,00 -
6). Jasa Penunjang Angkutan 3,30 3,72
b. Komunikasi 1,16 0,96
1). Pos dan Telekomunikasi 0,00 0,96
8. Keuangan 3,44 3,20
a. Bank 7,18 5,81
b. Lembaga Keuangan 1,57 1,20
d. Sewa Bangunan 1,97 2,05
e. Jasa Perusahaan 2,90 2,92
9. Jasa-Jasa 1,84 1,80
a. Pemerintahan Umum 1,69 1,74
1) Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2,73 2,81
2) Jasa Pemerintahan Lainnya 0,00 -
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
256
b. Swasta 2,04 1,86
1) Sosial Kemasyarakatan 2,14 1,99
2) Hiburan dan Rekreasi 2,25 1,61
3) Perorangan dan Rumahtangga 2,01 1,84
Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2031
Berkaitan dengan pengembangan bagian wilayah perencanaan Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes; dilakukan analisis mengenai lokasi dan penggunaan lahan pada setiap sektor basis yang terdapat di bagian perencanaan wilayah ini, yaitu:
a. Sektor Perdagangan dan Jasa
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
257
Gambar 4. 15 Peta Perdagangan dan Jasa
Sumber : Hasil Analisis, 2015
I
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
258
Zona perdagangan dan jasa terpadat di BWP I Indihiang terdapat di Kelurahan
Sukamajukidul dan Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang. Baik di Kelurahan Sukamajukidul maupun di Kelurahan Panyingkiran, zona perdagangan dan jasa sebagian besar berada di sepanjang jalan kolektor primer.
b. Sektor Pengangkutan
Letak Kota Tasik cukup strategis, dikelilingi oleh Ciamis, Banjar, Garut, dan
Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini dianggap alasan mengapa investor senang
mengembangkan usahanya. Permasalahan sektor pengangkutan atau transportasi di
suatu wilayah akan berdampak terhadap berbagai aspek yang ada. Transportasi
merupakan unsur penting dan berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan
perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk yang terjadi dalam
berbagau bidang dan sektor. Penyediaan infrastruktur terhadap suatu wilayah harus
dilaksanakan dengan baik dengan maksud terjadi pembukaan akses dan mendukung
kegiatan produksi, ekonomi, dan sosial yang merupakan komponen penting dalam
pengembangan suatu wilayah. Aspek yang paling terpengaruh oleh adanya
permasalahan tersebut dalam bidang perekonomian, baik perekonomian daerah
maupun perekonomian masyarakat. Transportasi dan ekonomi memiliki hubungan
keterkaitan yang jelas. secara luas transportasi memiliki peran penting dalam
pembangunan ekonomi. Transportasi memegang peranan penting dalam usaha
mencapai tujuan-tujuan pengembangan ekonomi tersebut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
259
Gambar 4. 16 Peta Hierarki Jalan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
260
c. Sektor Pertanian
Analisis perekonomian dilakukan pada tiap komoditas subsektor dari sektor pertanian di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes menggunakan analisis LQ dan multiplier effect. Analisis sektor basis dari LQ dan multiplier effect ini digunakan untuk melihat komoditas basis di setiap kecamatan di BWP 1, luas lahan yang digunakan dalam proses produksi komoditas tersebut, dan adanya dampak pengganda sektor ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan terhadap output, pendapatan, tenaga kerja pada perekonomian yang akan digunakan sebagai pertimbangan lahan yang menjadi limitasi dan kendala bagi rencana penggunaan atau alih fungsi lahan dalam menentukan cadangan lahan yang dapat dikembangkan. Hal ini terkait dengan hasil analisis pada materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2011-2031 yang menyebutkan bahwa beras menjadi komoditi potensial karena didukung oleh luasnya lahan sawah beririgasi dan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, analisis dilakukan pada tiap subsektor , yaitu : Pertanian Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura , Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan dengan menggunakan variabel nilai produksi, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
ME = Esi/Ebi dimana: Ebi = EiR – (EiN/EN)ER dan Esi = EiR – Ebi
ME > 1, memiliki dampak pengganda ME < 1, tidak memiliki dampak pengganda
Esi = Aktivitas sektor non basis; Ebi = Aktvitas sektor basis
EiR = Aktivitas pada sektor I di wilayah kabupaten; EiN = Aktivitas pada sektor i di wilayah propinsi
EN = Total aktivitas di wilayah provinsi; ER = Total aktivitas di wilayah kabupaten
Data yang digunakan sama dengan analisis LQ
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
261
Tabel 4. 18 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Pangan BWP
I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Komoditi BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Padi Sawah 15.640,00 90482,00 1,04 B 657,14 14982,86 22,80
2 Ubi Kayu 95,00 5974,00 0,10 NB -894,23 989,23 -1,11
3 Petsai 48,10 48,10 6,04 B 40,14 7,96 0,20
4 Kacang Panjang
54,50 106,80 3,08 B 36,82 17,68 0,48
5 Cabe Besar 116,00 487,20 1,44 B 35,32 80,68 2,28
6 Jamur 10,50 16,80 3,77 B 7,72 2,78 0,36
7 Ketimun 107,00 359,00 1,80 B 47,55 59,45 1,25
8 Kangkung 55,40 76,40 4,38 B 42,75 12,65 0,30
9 Bayam 33,00 37,50 5,31 B 26,79 6,21 0,23
10 Melinjo 49,80 57,60 9,17 B 44,37 5,43 0,12
11 Petai 19,50 117,40 1,76 B 8,43 11,07 1,31
Total 16.228,80 97.762,80
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 19 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Buah-Buahan
BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Komoditi BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Alpukat 5,60 48,20 1,23 B 1,06 4,54 4,31
2 Belimbing 3,30 7,10 4,93 B 2,63 0,67 0,25
3 Duku 0,80 40,40 0,21 NB -3,01 3,81 -1,27
4 Durian 3,20 57,70 0,59 NB -2,24 5,44 -2,43
5 Jambu Biji 21,40 45,70 4,97 B 17,09 4,31 0,25
6 Jambu Air 18,60 81,40 2,42 B 10,92 7,68 0,70
7 Mangga 112,10 504,60 2,36 B 64,52 47,58 0,74
8 Manggis 0,00 170,00 0,00 NB -16,03 16,03 -1,00
9 Nangka 20,20 58,50 3,66 B 14,68 5,52 0,38
10 Nenas 0,50 2,20 2,41 B 0,29 0,21 0,71
11 Pepaya 10,40 59,30 1,86 B 4,81 5,59 1,16
12 Pisang 87,80 1309,60 0,71 NB -35,68 123,48 -3,46
13 Rambutan 69,50 778,80 0,95 NB -3,93 73,43 -18,67
14 Sawo 2,80 13,70 2,17 B 1,51 1,29 0,86
15 Sirsak 11,50 17,90 6,81 B 9,81 1,69 0,17
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
262
16 Sukun 20,20 34,30 6,25 B 16,97 3,23 0,19
Total 387,90 3.229,40
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 20 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Perkebunan
BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Komoditi BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Kelapa 217,9 1.446,09 1 B 0 217,90
Total 217,9 1.446,09
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 21 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Kehutanan BWP I
terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Komoditi BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Albasi 658,60 83.732,10 0,27 NB -1784,83 2443,43 -1,37
2
Lainnya (di luar jati, mahoni, dan albasi) 1.886,20 3.473,70 18,61 B
1784,83 101,37 0,06
Total 2.544,8 87.205,80
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 22 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Peternakan
BWP I terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Komoditi BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Sapi 1.311 3.726 1,27 B 280,44 1.030,56 3,67
2 Kerbau 253 975 0,94 NB -16,67 269,67 -16,18
3 Kuda 66 389 0,61 NB -41,59 107,59 -2,59
4 Domba 2.800 10.856 0,93 NB -202,62 3.002,62 -14,82
5 Kambing 704 2.616 0,97 NB -19,55 723,55 -37,01
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
263
Total 5.134 18.562
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 23 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Perikanan BWP I
terhadap Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Tempat
Pemeliharaan/Penangkapan BWP I (ton)
Kota Tasikmalaya
LQ Basis
Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Perairan Umum 12,6 100,61 0,35 NB -23,75 36,35 -1,53
2 Kolam 2.885,03 8.099,68 0,99 NB -41,00 2.926,03 -71,37
3 Sawah (Mina Padi) 269,55 573,64 1,30 B 62,32 207,23 3,33
4 Kolam Air Deras 9,33 19,12 1,35 B 2,42 6,91 2,85
Total 3.176,51 8.793,05
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. 24 Komoditi Basis dan Multiplier Effect pada Subsektor Ekonomi di BWP I
No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier
Effect Lokasi dan Luas Lahan Panen
1 Tanaman Pangan dan Holtikultura
Padi v Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha)
Petsai - Indihiang (12 Ha), Bungursari (12 Ha)
Kacang Panjang
- Bungursari (8 Ha)
Cabe Besar v Indihiang (5 Ha), Bungursari (7 Ha)
Jamur - Bungursari (1.500 Ha)
Ketimun v Bungursari (10 Ha)
Kangkung - Indihiang (12 Ha), Bungursari (12 Ha)
Bayam - Bungursari (12 Ha)
Melinjo - Bungursari (1.247 Ha)
Petai v Bungursari (465 Ha)
2 Tanaman Buah-Buahan Alpukat v Bungursari (128 Ha), Cipedes (8 Ha)
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
264
Belimbing - Bungursari (25 Ha), Cipedes (6 Ha)
Jambu Biji - Indihiang (213 Ha), Bungursari (111 Ha), Cipedes (20 Ha)
Jambu Air - Bungursari (158 Ha), Cipedes (4 Ha)
Mangga - Indihiang (437 Ha), Bungursari (1.741 Ha), Cipedes (21 Ha)
Nangka - Bungursari (65 Ha), Cipedes (10 Ha)
Nenas - Bungursari (32 Ha), Cipedes (54 Ha)
Pepaya v Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha), Cipedes (40 Ha)
Sawo - Bungursari (58 Ha)
Sirsak - Indihiang (60 Ha), Bungursari (142 Ha), Cipedes (18 Ha)
Sukun - Bungursari (82 Ha), Cipedes (25 Ha)
3 Tanaman Perkebunan Kelapa Indihiang (56,94 Ha), Bungursari (80,10 Ha), Cipedes (5,20 Ha)
4 Kehutanan Lainnya (di luar jati, mahoni, dan albasi)
- Bungursari
5 Peternakan Sapi v Indihiang, Bungursari, Cipedes
6 Perikanan
Sawah (Mina Padi)
v Indihiang (1,40 Ha), Bungursari (13,35 Ha)
Kolam Air Deras
v Cipedes (0,09 Ha)
7 Industri Industri Umum v
Indihiang (1 unit), Bungursari (3 unit), Cipedes (3 unit)
Kimia dan Bangunan
- Cipedes (2 unit)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan hasil analisis tersebut, lahan yang menjadi prioritas perekonomian di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes sehingga dapat menjadi limitasi atau kendala dalam pembangunan dan alih fungsi lahan di bagian wilayah perencanaan tersebut, antara lain:
a. lahan pertanian padi di Kecamatan Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha);
b. lahan pertanian petai di Kecamatan Bungursari (465 Ha); c. lahan pertanian alpukat di Kecamatan Bungursari (128 Ha); d. lahan pertanian pepaya di Kecamatan Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha),
Cipedes (40 Ha);
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
265
e. lahan perikanan sawah (minapadi/sawah irigasi teknis) di Kecamatan Bungursari (13,35 Ha);
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
266
Gambar 4. 17 Peta Persebaran Lokasi Sawah
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
267
Pertanian lahan basah yang dipertahankan meliputi sawah atau lahan pertanian padi
di Kecamatan Indihiang (993 Ha), Bungursari (1.339 Ha), Cipedes (684 Ha).
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
268
Gambar 4. 18 Peta Persebaran Ladang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
269
Persebaran pertanian lahan kering yang dapat dikembangkan terdapat pada
peta tersebut. Namun, beberapa komoditas basis yang sebaiknya dibatasi
perkembangannya terkait produktivitas lahan tanamnya meliputi: petai di
Kecamatan Bungursari (465 Ha); alpukat di Kecamatan Bungursari (128 Ha); pepaya
di Kecamatan Indihiang (81 Ha), Bungursari (157 Ha), dan Cipedes (40 Ha).
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
270
Gambar 4. 19 Peta Persebaran Lokasi Perikanan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
271
Potensi sumber daya perikanan di Kota Tasikmalaya berupa kolam pembenihan,
kolam pembesaran, kolam air deras, mina padi (sawah irigasi teknis) dan perairan
umum yang terdiri dari 7 danau yang ada di Kecamatan Mangkubumi dan
Tamansari. Selain potensi sumber daya air, terdapat potensi sumber daya manusia
sektor perikanan dengan jumlah kelompok pembudidaya ikan. Komoditas ikan yang
menjadi unggulan adalah ikan gurami dan mas. Ikan gurami di Kota Tasikmalaya
merupakan komoditi perikanan air tawar yang menjadi primadona di antara ikan
konsumsi air tawar lainnya.
Dari hasil wawancara dilapangan yang telah dilakukan didapatkan informasi
bahwa tahap pembibitan dan pembenihan ikan sebagian besar bukan berada di Kota
Tasikmalaya melainkan di Cirata. Hal ini dikarenakan belum professionalnya
masyarakat dalam pengelolaan pembenihan dan pembibitan ikan, kurangnya
pembinaan dari pemerintah, dan semakin berkurangnya ketertarikan generasi muda
dalam pengelolaan perikanan.
d. Sektor Industri Pengolahan
Kegiatan pembangunan industri bertujuan untuk menyediakan bahan-bahan
kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyediakan
lapangan perkerjaan, menaikan devisa negara serta menaikan prestise nasional.
Kegiatan industri merubah wajah suatu negara dari negara agraris menjadi wajah
yang disebut dengan negara modern. Karakteristik negara agraris ditandai dengan
tenaga kerja yang melimpah dan sebagian besar mengganggur sedangkan negara
industri ditandai dengan padat modal dan padat karya serta pengangguran yang
relatif sedikit.
Sektor Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya mempunyai peranan yang
sangat penting bagi perekonomian Kota Tasikmalaya. Berdasarkan pada PDRB tahun
2013, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi kedua pada
PDRB Kota Tasikmalaya setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Perkembangan sektor industri pengolahan tidak terlepas dari semua perkembangan
faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya.
Salah satunya pengembangan industri batik yang ada di Kota Tasikmalaya sudah
cukup baik dan memuaskan, meskipun produknya hanya skala kecil (rumah tangga).
Pemasaran yamg dilakukan melalui pedagang eceran, butik-butik, dan pemasaran di
rumah maupun online. Limbah yang berasal dari kain-kain digunakan untuk
pelatihan membatik di kalangan anak SD dan beberapa sisa yang lain digunakan
sebagai bahan baku untuk membuat kipas. Sedangkan limbah cair dibuang ke sungai
akan tetapi, setelah adanya bantuan dari LH, maka pengolahan limbah dilakukan
secara komunal dan dilakukan penyaringan terlebih dahulu. Sekarang telah terdapat
insentif dari pemerintah seperti pinjaman dana dari pemerintah, pengadaan alat,
pembentukan kampung batik, dan masih banyak lagi.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
272
Tabel 4. 25 Banyaknya Perusahaan Kecil (PK) Formal dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Usaha di
Kota Tasikmalaya Tahun 2013
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014
Kecamatan Umum Bangunan Pangan
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Indihiang 1 1 0 0 0 0
Bungursari 3 94 0 0 0 0
Cipedes 3 17 2 34 0 0
Jumlah 7 112 2 34 0 0
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
273
Gambar 4. 20 Peta Persebaran Perusahaan Kecil Formal
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
274
Tabel 4. 26 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Non Formal di Kota
Tasikmalaya Tahun 2013
Sandang & Kulit Logam Jumlah
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja (Orang)
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja (Orang)
Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja (Orang)
2 10 0 0 3 11
2 13 0 0 5 107
4 39 0 0 9 90
Jumlah 8 62 0 0 17 208
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
275
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
276
Gambar 4. 21 Peta Persebaran Perusahaan Kecil Non Formal
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
277
Tabel 4. 27 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Non Formal di Kota
Tasikmalaya Tahun 2013
Kecamatan Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Indihiang 6 19
Bungursari 3 9
Cipedes 4 18
Jumlah 13 46
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014
Tabel 4. 28 Banyaknya Perusahaan Kecil dan Tenaga Kerja Industri Formal di Kota Tasikmalaya
Tahun 2013
Kecamatan Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Indihiang 3 11
Bungursari 5 107
Cipedes 9 90
Jumlah 17 208
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014
Tabel 4. 29 Banyaknya Industri Formal Menurut Kategori Industri di Kota Tasikmalaya Tahun 2013
Kecamatan Kategori Industri
Kerajinan Umum
Kimia & Bahan
Bangunan
Pangan Sandang dan Kulit
Logam
Indihiang 1 0 0 0 0
Bungursari 3 0 0 0 0
Cipedes 3 2 0 0 0
Jumlah 7 2 0 0 0
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya Tahun 2014
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
278
Tabel 4. 30 Banyaknya Industri/ Kerajinan Rumah Tangga Dirinci Per Kelurahan Tahun 2013
Kelurahan Industri
Anyaman Kerajinan Makanan
Huler Besar Sedang
Panyingkiran 1 8 - 29 1
Parakannyasag - - - 15 2
Sirnagalih - - - 13 3
Indihiang - 3 - 38 1
Sukamajukidul - 3 - 22 2
Sukamajukaler 1 - - 41 3
Jumlah 2013 2 14 - 158 12
Jumlah 2012 2 14 - 180 12
Sumber : Kantor Kelurahan di Kecamatan Indihiang Tahun 2014
Tabel 4. 31 Banyaknya Industri Menurut Jenis Industri Dirinci Per Kelurahan Tahun 2013
Kelurahan Industri Besar Industri Sedang Industri Kecil Industri RMTG
Kelurahan Industri
Besar Industri Sedang
Industri Kecil
Industri RMTG
Panglayungan _ _ 14 176
Cipedes _ _ 11 51
Nagarasari _ 2 20 75
Sukamanah _ 2 34 653
Jumlah _ 4 79 955
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2014
e. Subsektor Air Bersih
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
279
Gambar 4. 22 Peta Sumber Air Tanah BWP I Indihiang
Sumber : Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
280
Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas untuk keperluan domestik saja
namun juga untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan. Besarnya pemakaian
atau kebutuhan air bersih masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
tingkat hidup, pendidikan, tingkat ekonomi, kondisi sosial. Kebutuhan air berkaitan
erat dengan jumlah penduduk dan aktivitas yang terjadi di daerah tempat kajian. Hal
ini menyebabkan perencanaan kebutuhan air harus dimulai dengan mengetahui
kuantitas penyebaran penduduk dan mengidentifikasikan jenis-jenis kegiatan yang
biasa dilakukan di daerah kajian.
Sungai yang mengaliri BWP I Kota Tasikmalaya di antaranya adalah Sungai
Citanduy. Sungai-sungai yang berada di seluruh Kota Tasikmalaya mengalir
sepanjang tahun dan bermuara di Sungai Citanduy, kecuali Sungai Ciwulan. Dikaitkan
dengan sistem Wilayah Aliran Sungai (WAS), BWP I termasuk ke dalam Wilayah
Aliran Sungai (WAS) yaitu WAS Citanduy, dimana memiliki limpasan air sungai rata-
rata bulanan sebesar 17 m3/detik atau rata-rata harian sekitar 5,5 m3/detik.
Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih yaitu,
pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu
daerah, maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat, tingkat sosial
ekonomi penduduk.Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial
ekonomi juga semakin meningkat, kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang
ada, ekonomi dan investasi pembangunan, spesifikasi teknik material dan struktur
sistem.
4.1.5 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Fasilitas Umum
Sarana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas atau materi yang melayani
kebutuhan individu atau kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan, khususnya
untuk kehidupan fungsional. Keadaan sarana digambarkan dengan adanya sarana-
sarana yang ada antara lain sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, dan
lain-lain.
Analisis kebutuhan sarana akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik
sarana yang ada saat ini, serta akan memperkirakan kebutuhan jumlah sarana untuk
masa yang akan datang. Dalam analisis penentuan jumlah sarana ini, mengacu pada
standar yang ada yaitu SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan.
Selain itu, proyeksi jumlah penduduk pun dibutuhkan untuk memproyeksikan
ketersediaan kebutuhan sarana dimasa yang akan datang. Tabel proyeksi penduduk dari
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
281
tahun 2013 hingga tahun 2031 dapat dilihat pada lampiran. Setelah diproyeksikan
jumlah penduduk Kota Tasikmlaya berjumlah 886029 jiwa pada tahun 2031.
4.1.5.1 Sarana Pendidikan
Ketersediaan sarana pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam
upaya pengembangan kawasan. Analisis sarana pendidikan terdiri dari analisis tingkat
pelayanan dan kebutuhan sarana pendidikan hingga akhir tahun perencanaan, yakni
tahun 2031. Analisis tingkat pelayanan dilakukan untuk melihat kemampuan sarana
yang ada dalam melayani kebutuhan penduduk, dimana data yang digunakan untuk
analisis tingkat pelayanan ini adalah data jumlah dan sebaran sarana pendidikan tahun
2013.
Untuk memproyeksikan kebutuhan sarana pendidikan, dalam analisis ini acuan
yang digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan
Perumahan di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana pendidikan sesuai dengan
acuan ini adalah sebagai berikut :
Taman Kanak-kanak, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah
1.250 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 216 m2/unit dan luas lahan adalah 216
m2/unit.
Sekolah Dasar, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.600
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 633 m2/unit dan luas lahan adalah 2.000 m2/unit.
SLTP, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit
dengan luas lantai adalah 2.282 m2/unit dan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.
SLTA, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit
dengan luas lantai adalah 3.835 m2/unit dan luas lahan adalah 12.500 m2/unit.
Dengan standar SNI dan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun
2031 sebesar 886029 jiwa dihasilkan jumlah dan sebaran sarana yang dibutuhkan oleh
BWP I, lalu analisis mengenai sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahan. Serta
jumlah dan persebaran unit rencana pembangunan sarana pendidikan yang dibutuhkan
pada periode waktu tertentu. Gambaran mengenai jumlah sarana eksisting dan sarana
yang dibutuhkan dapat dilihat pada gambar berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
282
Gambar 4. 23 Persebaran Sarana Taman Kanak Kanak Eksisiting Dan Yang Harus Dibangun
Sumber: Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
283
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana Taman kanak kanak
eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran TK yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan
dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya tahun 2031. Gap antara
jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan menghasilkan jumlah sarana
yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat program pembangunan
sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.
Tabel 4. 32 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Taman Kanak Kanak
BWP I
TK
Eksisting Kebutuhan
Harus
Dibangun
2016-
2021
2021-
2026
2026-
2031
Indihiang 4
Panyingkiran 0 10 10 4 3 3
Parakannyasag 1 10 9 3 3 3
Sirnagalih 0 10 10 4 3 3
Indihiang 1 10 9 3 3 3
Sukamajukidul 0 10 10 4 3 3
Sukamajukaler 2 10 8 3 3 2
Bungursari 0
Sukamulya 0 10 10 4 3 3
Sukarindik 0 10 10 4 3 3
Bungursari 0 10 10 4 3 3
Sukajaya 0 10 10 4 3 3
Cibunigeulis 0 10 10 4 3 3
Bantarsari 0 10 10 4 3 3
Sukalaksana 0 10 10 4 3 3
Cipedes 13
Panglayungan 2 10 8 3 3 2
Cipedes 6 10 4 2 1 1
Nagarasari 3 10 7 3 2 2
Sukamanah 2 10 8 3 3 2
Sumber : Hasil Analisis 2015
Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana
Sekolah Dasar eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SD yang dibutuhkan
berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya
tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
284
menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat
program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
285
Gambar 4. 24 Persebaran Sarana Sekolah Dasar Eksisting Dan Yang Harus Dibangun
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
286
Tabel 4. 33 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Dasar
BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun
2016-2021
2021-2026
2026-2031
Indihiang 20
Panyingkiran 2 8 6 2 2 2
Parakannyasag 5 8 3 1 1 1
Sirnagalih 2 8 6 2 2 2
Indihiang 3 8 5 2 2 1
Sukamajukidul 4 8 4 2 1 1
Sukamajukaler 4 8 4 2 1 1
Bungursari 6
Sukamulya 0 8 8 3 3 2
Sukarindik 0 8 8 3 3 2
Bungursari 4 8 4 2 1 1
Sukajaya 0 8 8 3 3 2
Cibunigeulis 1 8 7 3 2 2
Bantarsari 0 8 8 3 3 2
Sukalaksana 2 8 6 2 2 2
Cipedes 35
Panglayungan 7 8 1 1
Cipedes 9 8 -1
Nagarasari 11 8 -3
Sukamanah 8 8 0 Sumber : Hasil Analisis 2015
Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana
Sekolah Menengah Pertama eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SMP yang
dibutuhkan berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota
Tasikmalaya tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang
dibutuhkan menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya
dan terdapat program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
287
Gambar 4. 25 Persebaran Sarana Sekolah Menengah Pertama (SMP) Eksisting Dan Yang Harus Dibangun
Sumber: Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
288
Tabel 4. 34 Tabel Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun
2016-2021
2021-2026
2026-2031
Indihiang 4
Panyingkiran 0 3 3 1 1 1
Parakannyasag 2 3 1 1
Sirnagalih 0 3 3 1 1 1
Indihiang 1 3 2 1 1
Sukamajukidul 0 3 3 1 1 1
Sukamajukaler 1 3 2 1 1
Bungursari 4
Sukamulya 0 3 3 1 1 1
Sukarindik 2 3 1 1
Bungursari 0 3 3 1 1 1
Sukajaya 1 3 2 1 1
Cibunigeulis 0 3 3 1 1 1
Bantarsari 1 3 2 1 1
Sukalaksana 0 3 3 1 1 1
Cipedes 28
Panglayungan 7 3 -4
Cipedes 9 3 -6
Nagarasari 11 3 -8
Sukamanah 8 3 -5 Sumber : Hasil Analisis 2015
Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana
Sekolah Menengah Atas eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran SMA yang dibutuhkan
berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya
tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan
menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat
program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
289
Gambar 4. 26 Persebaran Sarana Sekolah Menengah Atas Eksisting Dan Yang Harus Dibangun
Sumber: Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
290
Tabel 4. 35 Analisis Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
BWP I Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun
2016-2021
2021-2026
2026-2031
Indihiang 8
Panyingkiran 6 3 -3
Parakannyasag 1 3 2 1 1
Sirnagalih 0 3 3 1 1 1
Indihiang 0 3 3 1 1 1
Sukamajukidul 0 3 3 1 1 1
Sukamajukaler 1 3 2 1 1
Bungursari 4
Sukamulya 1 3 2 1 1
Sukarindik 0 3 3 1 1 1
Bungursari 2 3 1 1
Sukajaya 0 3 3 1 1 1
Cibunigeulis 0 3 3 1 1 1
Bantarsari 1 3 2 1 1
Sukalaksana 0 3 3 1 1 1
Cipedes 8
Panglayungan 3 3 0
Cipedes 2 3 1 1
Nagarasari 3 3 0
Sukamanah 0 3 3 1 1 1 Sumber : Hasil Analisis 2015
4.1.5.2 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan befungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Dalam mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana kesehatan, digunakan adalah SNI
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan.
Standar pelayanan minimal sarana kesehatan sesuai dengan acuan ini adalah sebagai
berikut :
Posyandu, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250
jiwa/unit dengan luas lahan adalah 36 m2/unit.
Balai Pengobatan Warga, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150 m2/unit.
BKIA/Klinik Bersalin, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.500 m2/unit.
Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan, standard jumlah
penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas
lahan adalah 150 m2/unit.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
291
Puskesmas dan Balai Pengobatan, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 420 m2/unit.
Apotik/Rumah Obat, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 30.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 120 m2/unit.
Dengan standar SNI dan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun
2031 sebesar 886029 jiwa dihasilkan jumlah dan sebaran sarana yang dibutuhkan oleh
BWP I, lalu analisis mengenai sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahan. Serta
jumlah dan persebaran unit rencana pembangunan sarana pendidikan yang dibutuhkan
pada periode waktu tertentu.
Pada gambar dan tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana
Posyandu eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran posyandu yang dibutuhkan
berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya
tahun 2031. Gap antara jumlah sarana eksisiting dengan sarana yang dibutuhkan
menghasilkan jumlah sarana yang harus dibangun pada tiap kelurahannya dan terdapat
program pembangunan sarana yang dibutuhkan tersebut per lima tahun. Terdapat pula
beberapa kelurahan yang jumlah eksisiting posyandunya lebih besar daripada jumlah
kebutuhan sehingga tidak perlu dilakukan penambahan lagi.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
292
Gambar 4. 27 Persebaran Sarana Posyandu Eksisting Dan Yang Harus Dibangun BWP I
Sumber: Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
293
Tabel 4. 36 Analisis Sarana Kesehatan Posyandu BWP I Indihiang
BWP I
Posyandu (11 per Kelurahan)
Eksisting Kebutuhan
Harus
Dibangun
2016-
2021
2021-
2026
2026-
2031
Indihiang 67
Panyingkiran 10 11 1 1
Parakannyasag 13 11
Sirnagalih 9 11 2 1 1
Indihiang 10 11
Sukamajukidul 11 11
Sukamajukaler 14 11
Bungursari 77
Sukamulya 9 11 2 1 1
Sukarindik 10 11 1
Bungursari 12 11
Sukajaya 8 11 3
Cibunigeulis 12 11
Bantarsari 13 11
Sukalaksana 13 11
Cipedes 85
Panglayungan 22 11
Cipedes 20 11
Nagarasari 20 11
Sukamanah 23 11
Sumber : Hasil Analisis 2015
Pada tabel dibawah ini, dapat dilihat jumlah dan sebaran sarana Puskesmas
Pembantu eksisting tahun 2013, jumlah dan sebaran posyandu yang dibutuhkan
berdasarkan perhitungan dengan standar SNI dan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya
tahun 2031 per BWP.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
294
Tabel 4. 37 Analisis Sarana Kesehatan Puskesmas Pembantu
BWP I
Puskesmas Pembantu (8 per BWP)
Eksisting Kebutuhan Harus Dibangun
2016-2021
2021-2026
2026-2031
Indihiang 1
8 per BWP 3 per BWP
Panyingkiran 0
Parakannyasag 0
Sirnagalih 0
Indihiang 0
Sukamajukidul 0
Sukamajukaler 1
Bungursari 3
Sukamulya 1
Sukarindik 1
Bungursari 0
Sukajaya 0
Cibunigeulis 1
Bantarsari 0
Sukalaksana 0
Cipedes 1
Panglayungan 0
Cipedes 0
Nagarasari 0
Sukamanah 1
Sumber : Hasil Analisis 2015
4.1.5.3 Fasilitas Perdagangan dan Niaga
Sarana perdagangan dan jasa merupakan salah satu sarana yang penting dalam
menunjang kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Melalui sarana perdagangan itulah
kegiatan perekonomian menjadi berjalan. Analisis perhitungan kebutuhan sarana
perdagangan dan jasa di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari dilakukan
dengan mengacu pada SNI/03/1733/2004. Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar
pelayanan minimal sarana perdagangan dan niaga adalah sebagai berikut:
Toko/Warung, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah
250 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 50 m2/unit dan luas lahan adalah 100
m2/unit.
Pertokoan, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 6.000
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 1.200 m2/unit dan luas lahan adalah 3.000
m2/unit.
Pusat Pertokoan dan Pasar Lingkungan, standard jumlah penduduk pendukung
yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 13.500
m2/unit dan luas lahan adalah 10.000 m2/unit.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
295
Pusat Perbelanjaan dan Niaga, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 36.000 m2/unit
dan luas lahan adalah 36.000 m2/unit.
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan
maka dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada tingkat
kota dan setelah dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan)
maka terdapat kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada
tabel berikut.
4.1.5.4 Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka
Non Hijau (RTNH). Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana
unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim, 2002).
Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan pada ruang
terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman
komoditi pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya. Sedangkan dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang terbuka hijau
didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Non Hijau:
(Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam
kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH) atau Grey Area perlu diatur dalam Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kawasan Perkotaan (PERMEN PU no 5/PRT/M/2008) pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan ruang dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 31,
ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH maupun RTNH, minimal pada
suatu wilayah kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dengan asumsi 20% harus
disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau
masyarakat.
Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar pelayanan minimal sarana ruang terbuka,
taman dan lapangan olahraga adalah sebagai berikut :
Taman/Tempat Main RT, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 250 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 250 m2/unit.
Taman/Tempat Main RW, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.250 m2/unit.
Taman & Lapangan Olahraga, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
296
Kuburan/Pemakamam Umum, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit.
4.1.6 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana dan Utilitas Umum
4.1.6.1 Utilitas Listrik BWP I Indihiang
Dalam kehidupan sehari-hari, listrik sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat
terutama dalam aktivitas kegiatan dan produktivitas. Dibutuhkan ketersediaan utilitas
listrik yang mencukupi dan menyeluruh dan terjangkau bagi semua kalangan
masyarakat. Dengan adanya penyediaan utilitas listrik diharapkan dapat memacu
pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut.
Dari hasil wawancara, presentase rasio elektrifikasi di Kota Tasikmalaya mencapai 85%
hal ini dapat dikatakan hampir keseluruhan masyarakat rumah tangga terutama di
daerah BWP ini sudah tercukupi listriknya. Pengembangan jaringan listrik baru
mengikuti permintaan saja, berarti sisanya yaitu 15% tidak meminta kepada PLN karena
suatu sebab atau karena tidak mampu terlayani ke desa-desa karena tidak ada
anggaran. Hal ini dicoba ditanggulangi dengan adanya Listrik Desa untuk melayani yang
belum terlayani listriknya.
Sistem jaringan listrik secara fisik terdiri dari jaringan distribusi dan transmisi, bangunan
penyediaan listrik, serta pembangkit listrik. Sistem jaringan listrik yang ada di BWP I
terdiri atas Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM), gardu hubung dan gardu SUTM. BWP I sendiri tidak memiliki
pembangkit listrik karena pasokan listrik berasal dari daerah lain.
Selain itu, dalam sistem jaringan listrik dibutuhkan cadangan listrik yang diperlukan
untuk penggunaan domestik (rumah tangga) dan non-domestik. Untuk itu dibutuhkan
data proyeksi untuk mengetahui penggunaan domestik dan non-domestik kedepannya
menurut proyeksi penduduk 2013 sampai 2031. Besarnya listrik dihitung dengan rumus
berikut :
a. Kebutuhan listrik domestik = Kebutuhan listrik per KK x Jumlah KK
b. Kebutuhan lsitrik domestik = 40% dari kebutuhan listrik domestik
Daya listrik dalam tiap KK dibagi menjadi 4 kategori yaitu 450VA, 900VA, 1300VA dan
2200VA. Dengan menggunakan asumsi tiap KK terdiri dari 4 orang jiwa dan proporsi
jumlah KK di BWP I yang menggunakan daya listrik sama dengan proporsi jumlah KK di
Kota Tasikmalaya didapatkan data berikut .
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
297
Gambar 4. 28 Grafik Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Dari data diatas dapat diketahui bahwa kebutuhan listrik domestik (rumah tangga) pada tahun 2013 sebesar 31.433.359 VA dan kebutuhan listrik non domestik yaitu 40% dari 31.433.359 adalah sebesar 12,573,343 VA, sehingga total kebutuhan listriknya adalah sebesar 44,006,702 VA. Data proyeksi lebih lengkap dapat dilihat di tabel dibawah.
450 43%
900 49%
1300 6%
2200 2%
Grafik Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik
450 900 1300 2200
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
298
Tabel 4. 38 Prediksi Kebutuhan Listrik Domestik BWP I Indihiang
Kecamatan Kelurahan Jumlah KK tahun 2016
Kebutuhan listrik tahun
2016 (VA)
Jumlah KK tahun 2021
Kebutuhan listrik tahun
2021 (VA)
Jumlah KK tahun 2026
Kebutuhan listrik tahun
2026 (VA)
Jumlah KK tahun
2031
Kebutuhan listrik tahun
2031 (VA)
Indihiang
12,709 9,733,441 13,577 10,398,163 14,504 11,108,280 15,091 11,557,422
Panyingkiran 2,112 1,617,331 2,256 1,727,783 2,410 1,845,778 2,507 1,920,408
Parakannyasag 2,392 1,831,693 2,555 1,956,785 2,729 2,090,418 2,840 2,174,940
Sirnagalih 1,653 1,265,720 1,766 1,352,159 1,886 1,444,501 1,962 1,502,907
Indihiang 2,085 1,597,081 2,228 1,706,150 2,380 1,822,667 2,476 1,896,363
Sukamajukidul 1,901 1,456,150 2,031 1,555,595 2,170 1,661,830 2,258 1,729,023
Sukamajukaler 2,566 1,965,465 2,742 2,099,692 2,929 2,243,085 3,047 2,333,780
Bungursari
12,658 9,694,169 13,522 10,356,208 14,446 11,063,461 15,030 11,510,790
Sukamulya 1,667 1,276,560 1,781 1,363,740 1,902 1,456,873 1,979 1,515,779
Sukarindik 2,198 1,683,603 2,348 1,798,581 2,509 1,921,411 2,610 1,999,099
Bungursari 1,639 1,255,492 1,751 1,341,233 1,871 1,432,829 1,946 1,490,763
Sukajaya 1,403 1,074,675 1,499 1,148,068 1,601 1,226,472 1,666 1,276,062
Cibunigeulis 1,617 1,238,515 1,728 1,323,097 1,846 1,413,454 1,920 1,470,605
Bantarsari 2,510 1,922,511 2,682 2,053,804 2,865 2,194,064 2,981 2,282,777
Sukalaksana 1,623 1,242,811 1,734 1,327,685 1,852 1,418,356 1,927 1,475,705
Cipedes
18,479 14,152,414 19,741 15,118,919 21,089 16,151,429 21,942 16,804,480
Panglayungan 4,619 3,537,388 4,934 3,778,965 5,271 4,037,040 5,484 4,200,270
Cipedes 3,822 2,926,823 4,083 3,126,703 4,361 3,340,234 4,538 3,475,290
Nagarasari 4,381 3,355,139 4,680 3,584,270 5,000 3,829,049 5,202 3,983,869
Sukamanah 5,658 4,333,065 6,044 4,628,981 6,457 4,945,106 6,718 5,145,051
Jumlah
43,845 33,580,024 46,840 35,873,290 50,039 38,323,170 52,062 39,872,692
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
299
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
300
Tabel 4. 39 Prediksi Kebutuhan Listrik Non Domestik BWP I Indihiang
Kecamatan Kelurahan Jumlah KK tahun 2016
Kebutuhan listrik tahun
2016 (VA) Jumlah KK tahun 2021
Kebutuhan listrik tahun
2021 (VA)
Jumlah KK tahun
2026
Kebutuhan listrik tahun
2026 (VA) Jumlah KK tahun 2031
Kebutuhan listrik tahun
2031 (VA)
Indihiang 17,793 13,626,817 19,008 14,557,428 20,306 15,551,592 21,127 16,180,390
Panyingkiran 2,956 2,264,264 3,158 2,418,896 3,374 2,584,089 3,510 2,688,571
Parakannyasag 3,348 2,564,371 3,577 2,739,498 3,821 2,926,586 3,976 3,044,916
Sirnagalih 2,314 1,772,007 2,472 1,893,022 2,641 2,022,302 2,747 2,104,070
Indihiang 2,919 2,235,914 3,119 2,388,610 3,332 2,551,734 3,467 2,654,909
Sukamajukidul 2,662 2,038,610 2,844 2,177,832 3,038 2,326,562 3,161 2,420,632
Sukamajukaler 3,593 2,751,652 3,838 2,939,569 4,100 3,140,320 4,266 3,267,292
Bungursari 17,721 13,571,836 18,931 14,498,692 20,224 15,488,845 21,041 16,115,106
Sukamulya 2,334 1,787,185 2,493 1,909,236 2,663 2,039,623 2,771 2,122,091
Sukarindik 3,078 2,357,045 3,288 2,518,013 3,512 2,689,975 3,654 2,798,739
Bungursari 2,295 1,757,689 2,452 1,877,726 2,619 2,005,961 2,725 2,087,068
Sukajaya 1,964 1,504,545 2,099 1,607,295 2,242 1,717,061 2,333 1,786,487
Cibunigeulis 2,264 1,733,921 2,419 1,852,335 2,584 1,978,836 2,688 2,058,846
Bantarsari 3,514 2,691,516 3,754 2,875,326 4,011 3,071,689 4,173 3,195,887
Sukalaksana 2,272 1,739,935 2,427 1,858,760 2,593 1,985,699 2,698 2,065,987
Cipedes 25,870 19,813,380 27,637 21,166,487 29,524 22,612,001 30,718 23,526,272
Panglayungan 6,466 4,952,343 6,908 5,290,551 7,380 5,651,856 7,678 5,880,378
Cipedes 5,350 4,097,552 5,716 4,377,385 6,106 4,676,328 6,353 4,865,406
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
301
Nagarasari 6,133 4,697,194 6,552 5,017,978 6,999 5,360,668 7,282 5,577,416
Sukamanah 7,921 6,066,291 8,462 6,480,573 9,040 6,923,148 9,405 7,203,072
Jumlah 61,384 47,012,033 65,576 50,222,606 70,054 53,652,438 72,886 55,821,768 Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
302
4.1.6.2 Utilitas Telekomunikasi BWP I Indihiang
Telekomunikasi merupakan salah satu prasarana yang berguna dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Telekomunikasi juga dapat berperan dalam meningkatkan
produktivitas dan penyebaran informasi. Dengan berkembangnya daerah BWP I yaitu,
Kecamatan Indihiang, Bungursari dan Cipedes, dibutuhkan peningkatan jumlah dan
kualitas telekomunikasi pada daerah tersebut. Terutama Cipedes yang merupakan
daerah padat permukiman yang sangat membutuhkan jasa telekomunikasi tersebut.
Fasilitas telekomunikasi secara definisi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik Iainnya (UU No. 36 Tahun 1999). Berdasarkan definisi ini, maka dapat
dikatakan bahwa fasilitas pendukung telekomunikasi disini terdiri dari telepon fixed line
dan BTS.
a. Telepon fixed line
Kebutuhan terhadap telepon fixed line di BWP I Kota Tasikmalaya didasarkan
pada beberapa pertimbangan menurut SNI 03-1733-2004. Pertimbangan
tersebut yaitu sebagai berikut.
Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon
umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa
Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap
250 jiwa penduduk (unit RT)
Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius
bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m
Dikarenakan penggunaan telepon umum yang sudah sangat minim di Kota
Tasikmalaya, maka perhitungan kebutuhan untuk telepon umum tidak dilakukan. Saat
ini masyarakat sudah sangat jarang menggunakan telepon umum, hal ini dikarenakan
semakin majunya teknologi sehingga masyarakat BWP I memilih untuk menggunakan
telepon genggam (HP). Berdasarkan hasil observasi, di BWP I Kota Tasikmalaya sudah
tidak terdapat telepon umum. Jikapun ada, kondisi fisik telepon umum tersebut sudah
sangat memprihatinkan dan sudah tidak berfungsi.
b. BTS
Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pasal 6, penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan
telekomunikasi dan jaringan tersebut wajib mengikuti ketentuan teknis sebagai
berikut :
menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
303
memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;
membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;
mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya.
Pada dasarnya ketersediaan jaringan dan kemudahan berkomunikasi dari
telepon genggam dijadikan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak penyedia
jaringan telekomunikasi. Artinya, kondisi BTS perlu diperhatikan kualitasnya dan
dipantau apakah ia sudah mampu memenuhi kebutuhan jaringan penggunanya
atau belum. Adapun kondisi dari BTS yang terletak di BWP I dapat dilihat pada
table berikut.
Tabel 4. 40 Kondisi BTS di BWP I Indihiang
Objek Observasi
Sarana Pendukung Jarak dengan bangunan terdekat
Guna lahan sekitar
Kondisi Fisik Menara
Tinggi Menara
Penangkal Petir
Pertanahan (grounding)
Bungursari
Ada/Tidak
Keterangan
20 meter
Ada 25-30 meter
Sawah
Cipedes
Ada/Tidak
Keterangan
15 meter
5 meter Permukiman
Cipedes
Ada/Tidak
Keterangan
Cukup baik
15 meter
60 meter
Indihiang
Ada/Tidak
Keterangan Baik 15 meter
Ada
10 meter Perumahan dan RTH (Makam)
Sumber : Hasil Observasi, 2015
Dapat dikatakan bahwa kondisi BTS di BWP I terbilang cukup baik dan menurut
standar tinggi menara BTS yang ideal berdasarkan Master Plan Tower Bersama
Telekomunikasi Kota Tasik adalah 12m-20m. Hal ini berarti bahwa tinggi BTS di BWP I
telah ideal. Sarana pendukung dapat dikatakan baik karena terdapat sarana pendukung
seperti penangkal petir dan grounding. Masih terdapat BTS yang belum memenuhi
standar karena berada dekat dengan permukiman yaitu berjarak 5 meter. Hal ini sangat
berbahaya terutama dalam daerah permukiman.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
304
4.1.6.3 Utilitas Air Bersih BWP I Indihiang
Ketersediaan Pelayanan Air Bersih
Kebutuhan air adalah jumlah air yang dipergunakan secara wajar untuk
keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan
air. Kebutuhan air bersih pada umumnya banyak diperlukan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk itu dalam sebuah perencanaan dan
perhitungan sistem jaringan distribusi hendaknya dapat dilakukan perkiraan yang
mendekati besarnya kebutuhan air sehari-hari.
Kebutuhan air bersih untuk berbagai macam kebutuhan masyarakat sehari-hari
pada umumnya dapat dibagi atas dua kelompok yaitu kebutuhan domestic dan
kebutuhan non domestic. Kebutuhan air minum domestik merupakan kebutuhan air
minum yang digunakan untuk keperluan rumah tangga melalui sambungan kran ke
rumah-rumah dan umum. Dalam penggunaannya air minum oleh konsumen rumah
tangga tidak hanya terbatas untuk memasak, minum, namun juga untuk hampir setiap
aktivitas yang memerlukan air, terutama hal ini terjadi pada masyarakat perkotaan.
Tingkat kebutuhan air untuk keperluan domestik antara satu kota dengan kota yang lain
akan sangat berbeda, semakin besar suatu kota maka tingkat kebutuhan air juga akan
semakin besar, demikian pula semakin modern suatu masyarakat maka akan konsumsi
airnya juga akan semakin besar.
Pemakaian air oleh masyarakat tidak terbatas untuk keperluan domestik saja
namun juga untuk keperluan industri dan keperluan perkotaan.Besarnya pemakaian
atau kebutuhan air bersih masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat
hidup, pendidikan, tingkat ekonomi, kondisi sosial. Besarnya kebutuhan air yang
digunakan dalam perencanaan diperkirakan berdasarkan standar yang ada dan dengan
mempertimbangkan kondisi yang melingkupinya, baik itu keadaan kota, penduduk dan
perkembangannya.
Kebutuhan air berkaitan erat dengan jumlah penduduk dan aktivitas yang terjadi
di daerah tempat kajian.Hal ini menyebabkan perencanaan kebutuhan air harus dimulai
denganmengetahui kuantitas penyebaran penduduk dan mengidentifikasikan jenis-jenis
kegiatan yang biasa dilakukan di daerah kajian. Kebutuhan akan air pada prinsipnya
bergantung pada banyaknya penduduk dan tingkat kesejahteraan, yang akan
menentukan tingkat kebutuhan air perorang. Untuk perencanaan air baku diperlukan
proyeksi jumlah penduduk baik secara jumlah total maupun distribusinya menurut
wilayah.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
305
Tabel 4. 41 Kebutuhan Air Bersih BWP I Indihiang
No Kelurahan Cakupan Layanan
Jumlah Sambungan Rumah
Jumlah Hidran Umum
Kebutuhan Domestik (Liter)
Kebutuhan Non Domestik (Liter)
A Indihiang 42827 29979 12848 4282740 1284822
1 Panyingkiran 7116 4981 2135 711630 213489
2 Parakannyasag 8060 5642 2418 805950 241785
3 Sirnagalih 5569 3898 1671 556920 167076
4 Indihiang 7027 4919 2108 702720 210816
5 Sukamajukidul 6407 4485 1922 640710 192213
6 Sukamajukaler 8648 6054 2594 864810 259443
B Bungursari 42655 29858 12796 4265460 1279638
1 Sukamulya 5617 3932 1685 561690 168507
2 Sukarindik 7408 5186 2222 740790 222237
3 Bungursari 5524 3867 1657 552420 165726
4 Sukajaya 4729 3310 1419 472860 141858
5 Cibunigeulis 5450 3815 1635 544950 163485
6 Bantarsari 8459 5921 2538 845910 253773
7 Sukalaksana 5468 3828 1641 546840 164052
C Cipedes 62271 43590 18681 6227100 1868130
1 Panglayungan 15565 10895 4669 1556460 466938
2 Cipedes 12878 9015 3863 1287810 386343
3 Nagarasari 14763 10334 4429 1476270 442881
4 Sukamanah 19066 13346 5720 1906560 571968
JUMLAH 295507 103427 44326 14775300 4432590
Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Perhitungan menggunakan Standar Dinas Cipta Karya, dimana kebutuhan
domestik terdiri dari sambungan rumah dan hidran umum, dengan perbandingan 70:30,
dan kebutuhan non domestik adalah 30% dari kebutuhan domestik. Namun,hal yang
harus diperhatikan pula adalah kehilangan air, sebesar 30 %, maka dari itu dari total
kebutuhan air per kelurahan perlu dihitung jumlah kehilangan air. Maka kebutuhan total
air bersih pada BWP I Indihiang adalah sejumlah berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
306
Tabel 4. 42 Total Kebutuhan Air Bersih BWP I Indihiang
Kecamatan
Kebutuhan Air (Domestik dan Non Domestik) (Liter)
Kehilangan Air (Liter)
Total Kebutuhan Air (Liter)
Indihiang 5567562 1670268,6 7237830,6
Bungursari 5545098 1663529,4 7208627,4
Cipedes 8095230 2428569 10523799
TOTAL 24970257
Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Kekurangan Utilitas Air Bersih
Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan air bersih dengan menggunakan
standar Dinas Cipta Karya, maka bisa dilakukan perhitungan kekurangan utilitas. Melihat
dari data sambungan PDAM yang ada, maka bisa dibandingkan antara supply
(ketersediaan) dan demand (kebutuhan).
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
307
Tabel 4. 43 Jumlah Kekurangan Utilitas Air Bersih BWP I Indihiang Tahun 2013
No Kelurahan Cakupan
Layanan
Jumlah
Sambunga
n Rumah
Jumlah
Hidran
Umum
Sambunga
n Rumah
Eksisting
(PDAM)
Kekuranga
n
Sambunga
n Rumah
Kekuranga
n Hidran
Umum
A Indihiang 42827 29979 12848 1033 11815 12848
1 Panyingkiran 7116 4981 2135
2 Parakannyasag 8060 5642 2418
3 Sirnagalih 5569 3898 1671
4 Indihiang 7027 4919 2108
5 Sukamajukidul 6407 4485 1922
6 Sukamajukaler 8648 6054 2594
B Bungursari 42655 29858 12796 442 12354 12796
1 Sukamulya 5617 3932 1685
2 Sukarindik 7408 5186 2222
3 Bungursari 5524 3867 1657
4 Sukajaya 4729 3310 1419
5 Cibunigeulis 5450 3815 1635
6 Bantarsari 8459 5921 2538
7 Sukalaksana 5468 3828 1641
C Cipedes 62271 43590 18681 4111 14570 18681
1 Panglayungan 15565 10895 4669
2 Cipedes 12878 9015 3863
3 Nagarasari 14763 10334 4429
4 Sukamanah 19066 13346 5720
JUMLAH 5586 38739 44325
Sumber: Hasil Olahan Data Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Perhitungan menggunakan Standar Dinas Cipta Karya, maka kekurangan untuk
ketiga kecamatan di BWP I Indihiang adalah sejumlah 38.739 sambungan. Sementara
kebutuhan sambungan menurut standar Dinas Cipta Karya adalah 44.326 sambungan
(87,3%). Begitu pula kebutuhan hidran umum, masih perlu disediakan sebanyak 44.325
sambungan.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
308
Tabel 4. 44
Prediksi Kebutuhan Air Bersih Tahun 2031
No Desa/ Kelurahan
Proyeksi Penduduk Tahun 2031
Cakupan Layanan
Jumlah Sambungan Rumah
Jumlah Hidran Umum
Kebutuhan Domestik (Liter)
Kebutuhan Non Domestik (Liter)
A Indihiang 60362 54326 38028 16298 5432584 1629775
1 Panyingkiran 10030 9027 6319 2708 902691 270807
2 Parakannyasag 11359 10223 7156 3067 1022334 306700
3 Sirnagalih 7849 7064 4945 2119 706444 211933
4 Indihiang 9904 8914 6240 2674 891389 267417
5 Sukamajukidul 9030 8127 5689 2438 812730 243819
6 Sukamajukaler 12189 10970 7679 3291 1096997 329099
B Bungursari 60118 54107 37875 16232 5410665 1623199
1 Sukamulya 7917 7125 4987 2137 712494 213748
2 Sukarindik 10441 9397 6578 2819 939680 281904
3 Bungursari 7786 7007 4905 2102 700736 210221
4 Sukajaya 6665 5998 4199 1799 599815 179945
5 Cibunigeulis 7681 6913 4839 2074 691260 207378
6 Bantarsari 11922 10730 7511 3219 1073023 321907
7 Sukalaksana 7707 6937 4856 2081 693657 208097
C Cipedes 87766 78990 55293 23697 7898973 2369692
1 Panglayungan 21937 19743 13820 5923 1974344 592303
2 Cipedes 18151 16336 11435 4901 1633566 490070
3 Nagarasari 20807 18726 13108 5618 1872624 561787
4 Sukamanah 26872 24184 16929 7255 2418440 725532
JUMLAH 56227 1686800 506040
Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya. 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
309
Tabel 4. 45 Prediksi Total Kebutuhan Air Bersih di BWP I Indihiang Tahun 2031
Kecamatan
Kebutuhan Air
(Domestik dan Non
Domestik)
(Liter)
Kehilangan Air
(Liter)
Total
Kebutuhan
Air (Liter)
Indihiang 7062360 2118708 9181068
Bungursari 7033864 2110159 9144024
Cipedes 10268664 3080599 13349264
TOTAL 31674355
Sumber: Hasil Perhitungan Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Sumber Pelayanan Air Bersih
Sumber air bersih PDAM Tirta Sukapura Kabupaten Tasikmalaya air tersebut
terdiri dari 11 sumber air dari mata air dan 3 sumber air dari air permukaan. Total 14
sumber mata air tersebut tersebar di seluruh Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya.
Beberapa terletak pada BWP I Indihiang, misalnya sumber mata air Cibunigeulis yang
berada di Kecamatan Indihiang, kemudian sumber air permukaan yakni Situ Gede
(Kecamatan Mangkubumi) dan Sungai Citanduy (Kecamatan Cipedes).
Tabel 4. 46 Sumber Air Tanah BWP I Indihiang dan BWP II Mangkubumi
No. Nama Sumber
Daerah
Yang Sistem
Pengaliran Kapasitas
Dimanfaatkan
saat ini Keterangan
Dilayani
1.
Mata Air
Cibunigeulis
Unit
Indihiang Gravitasi
Min: 15
l/det
Maks: 60
l/det
7 l/det
Kondisi
broncaptering
sudah banyak
yang bocor
serta terdapat
konfilik
penduduk di
sekitar sumber
air
Desa
Cibunigeulis
Kecamatan
Indihiang
2.
Mata Air
Cianjur II
min: 18
l/det maks:
65 l/det
Lahan milik
perorangan
Kelurahan
Linggajaya,
Kecamatan
Mangkubumi
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
310
Gambar 4. 29 Peta Sumber Air Tanah BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
311
Gambar 4. 30 Mata Air Cianjur II
Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Gambar 4. 31 Mata Air Cibunigeulis
Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
312
Gambar 4. 32 Peta Sumber Air Permukaan BWP I Indihiang dan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
313
Gambar 4. 33
Sungai Citanduy
Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Gambar 4. 34 Situ Gede
Sumber: Hasil Observasi Studio Kota Tasikmalaya, 2015
4.1.6.4 Prasarana Air Limbah BWP I Indihiang
Prasarana air limbah merupakan prasarana yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan suatu kota, apabila sisitem pengelolaan air limbah di suatu kota tergolong
buruk, maka pembangunannyapun akan terhambat. Indonesia sendiri merupakan Negara
dengan sistem sanitasi, yang dalam hal ini adalah pengelolaan air limbah domestic terburuk
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
314
ketiga di Asia Tenggara (ANTARA News, 2006). Pada dasarnya, kuantitasnya sudah terbilang
cukup, akan tetapi dari segi kualitasnya masih belum memadai.
Di Kota Tasikmalaya, sistem pelayanan air limbah domestik secara teknis dilayani
oleh sistem setempat atau on-site system. Pada prinsipnya terdapat 3 (tida) sistem
dalam penanganan air limbah, yaitu (Buku Putih Sanitasi Kota Tasikamalaya 2012):
a. Sistem pengolahan air limbah setempat (on site sanitation), yaitu tangki septik dan
cubluk.
b. Sistem pengolahan air limbah terpusat (off site sanitation), yaitu conventional
sewerage dengan unit instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
c. Gabungan antara system off site dengan sistem on site (combained system), yaitu
gabungan antara tangki septik dengan sistem perpipaan.
Sedangkan untuk BWP I Indihiang yang terdiri dari kecamatan Indihiang, Bungursari,
dan Cipedes, sistem pengolahan air limbahnyanya juga menggunakan sistem
penggunaan air limbah setempat (on-site system) untuk pengolahan limbah domestik.
Adapun untuk pengolahan air limbah non-domestik yang kebanyakan berasal dari
industry kreatif,berdasarkan hasil wawancara pemilik industry kreatif, pengolahan air
limbah dikelola dengan menggunakan Sistem pengolahan air limbah terpusat (off site
sanitation), yaitu conventional sewerage dengan unit instalasi pengolahan air limbah
(IPAL). Pada kasus ini, setiap unit industri kreatif skala besar wajib memiliki IPAL di
pabrik mereka.
Adapun teknologi pengolahan air limbah di BWP I Indihiang berupa tangki septic
(septic tank), tetapi masih banyak juga masyarakat di BWP I Indihiang yang masih
menggunakan tangki septik yang secara konstruksi tidak memenuhi persyaratan desain
yang ditentukan dan cubluk dimana air limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke
sungai atau tanah. Hal ini memiliki dampak yang sangat buruk, salah satunya yaitu
kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah yang akan berimplikasi pada kesehatan
masyarakat BWP I Indihiang. Pada dasarnya lokasi cubluk ataupun septic tank memiliki
jarak minimum yang harus dipertimbangkan dalam pembangunannya, khususnya
apabila pembangunan cubluk dan septic tank berada di lokasi yang sama dengan sumur
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
315
warga. Berikut ini adalah tabel teknis dan operasional pembuangan limbah tinja di Kota
Tasikmalaya pada Tahun 2010.
Tabel 4. 47 Teknis dan Operasional Pembuangan Limbah Tinja
Kota Tasikmalaya Tahun 2010
No Uraian Jumlah/ Volume
Keterangan
1 ON SITE SYSTEM
Jumlah (SR)
- Cubluk
- Septic tank perorangan
- Septic tank communal 13 Unit
- Kapasitas (m3)
- Cubluk Layak Operasi
- Septic tank perorangan
- Septic tank communal 80 m3/Unit
- Wilayah Layanan
- Cubluk
- Septic tank perorangan
- Septic tank communal 1 Ha
2 OFF SITE SYSTEM
- Jumlah IPLT (unit) 1
- Kapasitas (m3)
- Wilayah Layanan (Ha) Kota Tasikmalaya
- Jumlah pelanggan (SR) 823 rumah Variatif tergantung pesanan
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam skala kota, jumlah septic tank
komunal yang tersedia hanya sejumlah 13 unit. Jumlah ini merupakan jumlah yang
sangat sedikit apabila dibandingkan dengan banyaknya kecamatan dan kelurahan yang
harus terlayani oleh unit pengolahan air limbah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
pengolahan air limbah di Kota Tasikmalaya masih sangat buruk, begitupula untuk
pengolahan air limbah di BWP I, masih banyak masyarakat yang menggunakan cubluk
untuk penyaluran buangan akhir air limbah, dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini
masyarakat BWP I masih sangat minim pemahamannya terhadap pengolahan air limbah
yang baik dan benar.
Pertumbuhan penduduk pada dasarnya akan terus meningkat dari tahun ke
tahunnya. Oleh karena itu, besarnya air limbah yang dihasilkanpun akan terus
meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Berikut ini adalah proyeksi air
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
316
limbah yang akan dihasilkan di BWP I hingga tahun 2031 dengan perhitungan LPP
sebesar 1,33%.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
317
Tabel 4. 48 Jumlah Eksisting dan Proyeksi Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I Berdasarkan Kelurahan Tahun 2013-2031
Kelurahan
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2013 (L/orang/hari)
Air Limbah yang Dihasilkan Tahun 2013 (L/orang/hari)
Jumlah Penduduk Tahun 2019 (jiwa)
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2019 (L/orang/hari)
Air Limbah yang Dihasilkan 2019 (L/orang/hari)
Jumlah Penduduk Tahun 2025 (jiwa)
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2025 (L/orang/hari)
Air Limbah yang Dihasilkan (L/orang/hari) 2025
Jumlah Penduduk Tahun 2031 (jiwa)
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2031 (L/orang/hari)
Air Limbah yang Dihasilkan 2031 (L/orang/hari)
Indihiang 5710320 4568256 51512 6181426 4945141 55762 6691399 5353120 60362 7243446 5794757
Panyingkiran 948840 759072 8559 1027120 821696.1 9265 1111858 889486.8 10030 1203588 962870.2
Parakannyasag 1074600 859680 9694 1163255 930604.4 10494 1259225 1007380 11359 1363112 1090490
Sirnagalih 742560 594048 6699 803821.8 643057.5 7251 870137.9 696110.3 7849 941925 753540
Indihiang 936960 749568 8452 1014260 811408 9149 1097937 878349.9 9904 1188518 950814.5
Sukamajukidul 854280 683424 7706 924758.8 739807.1 8342 1001052 800841.8 9030 1083640 866912
Sukamajukaler 1153080 922464 10402 1248210 998568.1 11260 1351189 1080951 12189 1462663 1170130
Bungursari 5687280 4549824 51304 6156486 4925188 55537 6664401 5331521 60118 7214220 5771376
Sukamulya 748920 599136 6756 810706.6 648565.2 7313 877590.6 702072.4 7917 949992.5 759994
Sukarindik 987720 790176 8910 1069208 855366.2 9645 1157418 925934.7 10441 1252906 1002325
Bungursari 736560 589248 6644 797326.8 637861.5 7193 863107 690485.6 7786 934314.1 747451.3
Sukajaya 630480 504384 5687 682495.2 545996.1 6157 738801.6 591041.3 6665 799753.4 639802.7
Cibunigeulis 726600 581280 6555 786545.1 629236.1 7095 851435.8 681148.6 7681 921680 737344
Bantarsari 1127880 902304 10174 1220931 976744.9 11014 1321659 1057327 11922 1430697 1144558
Sukalaksana 729120 583296 6577 789273 631418.4 7120 854388.8 683511 7707 924876.6 739901.3
Cipedes 8302800 6642240 74898 8987788 7190231 81077 9729289 7783431 87766 10531963 8425571
Panglayungan 2075280 1660224 18721 2246492 1797194 20265 2431830 1945464 21937 2632458 2105966
Cipedes 1717080 1373664 15490 1858741 1486992 16767 2012088 1609671 18151 2178087 1742470
Nagarasari 1968360 1574688 17756 2130751 1704601 19221 2306540 1845232 20807 2496832 1997465
Sukamanah 2542080 2033664 22932 2751804 2201443 24824 2978830 2383064 26872 3224586 2579669
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
318
Gambar 4. 35 Diagram Volume Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I Berdasarkan Kelurahan pada
Tahun 2031
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Diagram di atas menunjukkan banyaknya volume air limbah yang dihasilkan di
BWP I Indihiang pada tahun 2031. Volume air limbah tersebut didapatkan dari
perhitungan asumsi bahwa air limbah yang dihasilkan adalah sebanyak 80% dari
kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih perkotaan menurut dokumen SNI-1733-2004
adalah 120 L/orang/hari.
Kelurahan Sukamanah, Kecamatan Cipedes, merupakan kelurahan yang paling
banyak menghasilkan air limbah domestik pada tahun 2031 mendatang. Hal tersebut
dikarenakan Kelurahan Sukamanah mempunyai jumlah penduduk paling banyak dan
paling padat di BWP I. Kelurahan yang paling sedikit menghasilkan air limbah domestik
adalah Kelurahan Sukajaya, karena jumlah penduduk di Kelurahan Sukajaya adalah yang
paling sedikit yaitu sebanyak 5254 jiwa.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
Air Limbah yang Dihasilkan di BWP I (L/orang/hari)
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
319
Dibawah ini akan disajikan tabel pengelolaan air limbah di BWP Indihiang yang
dibagi ke dalam 4 klaster, yaitu klaster 0, klaster 1, klaster 2, dan klaster 3.
Tabel 4. 49 Pembagian Kluster Survey EHRA
Kecamatan Nama Kelurahan Klaster
Indihiang Indihiang 2
Sirnagalih 2
Sukamaju Kaler 2
Sukamaju Kidul 2
Parakanyasag 0
Panyingkiran 3
Bungursari Bungursari 0
Cibunigeulis 1
Bantarsari 1
Sukajaya 1
Sukamulya 2
Sukalaksana 2
Sukarindik 1
Cipedes Cipedes 2
Panglayungan 2
Nagasari 1
Sukamanah 1
Sumber : EHRA, 2011
Tabel 4. 50 Penyaluran Limbah Tinja (Black water) Rumah Tangga di Kota Tasikmalaya Tahun
2012
Cluster Jumlah
Responden
Pembuangan Limbah cair (Black Water)
1 2 3 4 5 6 7 8
% % % % % % % %
Kluster 0 40 60,0 - 15,0 - - 17,5 5,0 2,5
Kluster 1 120 22,5 0,8 34,2 2,5 11,7 18,3 3,3 6,7
Kluster 2 160 15,6 0,6 13,1 - 21,3 19,4 18,8 11,3
Kluster 3 80 22,5 - 10,0 1,3 58,8 2,5 5,0 -
Total 400 23,5 0,5 19,0 1,0 23,8 15,5 10,0 6,8
Sumber : Hasil Analisis Survey EHRA, 2012
Keterangan :
1 = tangki septic 4 = Sungai/danau/pantai 7 = lain-lain 2 = Cubluk/ Lubang di tanah 5 = Kolam/sawah 3 = Saluran drainase 6 = Kebun/tanah lapang
Dikelola = Tangki Septic, Cubluk
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
320
Lainnya = Tidak dikelola
Diagram di bawah ini merupakan diagram yang menunjukkan kemana tempat
penyaluran buangan akhir tinja dan diagram kapan tangki septik terakhir
dikosongkan.
Gambar 4. 36 Diagram Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.
Gambar 4. 37 Diagram Waktu Terakhir Kali Tangki Septik Dikosongkan
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012.
Berdasarkan dua dagram diatas, dapat dilihat bahwa pada diagram pertama,
presentase tempat pembuangan akhir tinja terbanyak yaitu dibuang ke sungai,
pantai, atau danau. Hal ini sangat menunjukkan ketidaktahuan masyarakat
23.50% 0.50%
19.00%
1.00%
23.75%
15.50%
10.00% 6.75%
Tangki septik
Pipa sewer
Cubluk/lobang tanah
Langsung ke drainase
Sungai/danau/pantai
Kolam/sawah
Tidak tahu
Lainnya
3.19% 10.64%
3.19%
76.60%
6.38%
0-12 bulan yang lalu
1-5 tahun yang lalu
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
Tidak pernah
Tidak tahu
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
321
terhadap pengolahan air limbah yang baik. seharusnya air limbah yang dalam
hal ini adalah black water disalurkan dari septic tank ke IPLT, bukan ke sungai,
pantai, atau, danau yang bisa memberikan dampak buruk berupa pencemaran
lingkungan, begitu pula untuk pembuangan limbah di cubluk/tanah yang
memiliki presentase cukup besar yaitu sebanyak 19%.
Pada diagram kedua, diketahui bahwa sebanyak 76,60% masyarakat tidak
pernah mengosongkan tangki septik. Hal ini bisa memberikan dampak yang
sangat buruk, karena apaila tangki septik tidak dikosongkan, maka bisa
menyebabkan terjadinya kebocoran tangki septik yang kemudian berdampak
pada pencemaran air tanah da kesehatan masyarakat. Secara keselurhan dapat
disimpulkan bahwa pengolaha black water di BWP I INDIHIANG dan Kota
Taasikmalaya secara umum masih sangat buruk.
Adapun pengelolaan limbah cair rumah tangga grey water tidak jauh berbeda
dengan pengelolaan black water. Masih sangat banyak masyarakat yang
membuang limbah cair rumah tangga kategori grey water di sungai, kanal,
kolam, dan selokan.
Gambar 4. 38 Pembuangan Limbah Cair Rumah Tangga (Grey Water) di Kota Tasikmlaya Tahun 2012
Cluster Jumlah
Responden
Pembuangan Limbah Cair Rumah Tangga (Grey Water)
A B C D E F G
℅ ℅ ℅ ℅ ℅ ℅ ℅
Kluster 0 40 38,3 6,7 5,0 29,2 15,8 5,0 -
Kluster 1 120 66,7 0,6 3,9 13,9 5,6 9,4 -
Kluster 2 160 74,6 2,1 - 4,0 15,8 0,8 2,7
Kluster 3 80 67,1 - 6,3 20,4 - 6,3 -
Total 400 67,1 1,7 2,9 12,8 9,6 4,9 1,1
Sumber : Hasil Analisis Survey EHRA, 2012
A = Sungai/kanal/kolam/selokan D = saluran tertutup G = Tidak tahu B = jalan/halaman/kebun E = lubang galian C = Saluran terbuka F = pipa saluran pembuangan limbah
Diagram kemana air bekas buangan/air limbah
Diagram kemana air bekas buangan/air limbah
Diagram kemana air bekas buangan/air limbah
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
322
Gambar 4. 39 Diagram Tempat Terakhir Dibuangnya Air Limbah
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kotaa Tasikmalaya 2012
4.1.6.5 Prasarana Persampahan BWP I Indihiang
Sampah adalah suatu produk atau hasil dari kegiatan manusia dan alam yang tanpa pengolahan tertentu menjadi tidak berguna dan dapat menurunkan tingkat kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui proyeksi timbulan sampah di wilayah perencanaan, maka data yang digunakan adalah data jumlah penduduk berdasarkan hasil proyeksi hingga tahun 2031.
Kegiatan pengelolaan persampahan ditujukan untuk mengendalikan pengumpulan dan pembuangan/penumpukan sampah untuk menghasilkan lingkungan yang bersih, sehat dan aman. Kegiatan pengelolaan penanganan persampahan dilakukan di daerah permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, sarana umum dan lain-lain.
67.08%
1.67%
2.92%
12.75%
9.58% 4.92% 1.08%
A. Sungai/Kanal
B. Jalan/Halaman
C. Saluran Terbuka
D. Saluran Tertutup
E. Lubang Galian
F. Pipa Sal. Pembuangan
G. Tidak Tahu
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
323
Gambar 4. 40 Kondisi Persampahan di BWP I
Sumber: Hasil Observasi, 2015
Salah satu bentuk pengelolaan persampahan yaitu sistem pengangkutan
sampah di BWP I direncanakan untuk dibagi menjadi 3 sistem yaitu individual langsung,
individual tak langsung dan campuran sistem komunal dan timbun bakar. Ketiga sistem
pengangkutan sampah yang direncanakan untuk BWP I pada kenyataannya, ketika
direalisasikan ternyata tidak begitu baik hasilnya. Sistem komunal yang seharusnya
dikumpulkan pada wadah komunal ternyata pada kenyataannya tidak terwadahi.
Sehingga banyak sekali sampah berceceran yang ditemukan di BWP I. Selain itu, TPS juga
sangat jarang ditemukan sehingga membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk
membuang sampahnya di pinggir jalan atau langsung dibuang ke sungai.
Pengelolaan persampahan di BWP I akan sangat terkait dengan jumlah volume
sampah yang dihasilkan. Perkiraan jumlah timbulan sampah wilayah studi dengan
asumsi Laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.33% dan jumlah timbulan sampah
sebesar 2,5 L/ jiwa (berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di
permukiman). Maka berikut adalah perkiraan timbulan sampah yang akan dihasilkan
berdasarkan jumlah penduduk.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
324
Tabel 4. 51 Proyeksi Timbulan Sampah Tahun 2013, 2016, 2021, 2026, 2033 di BWP I Indihiang
No Kelurahan Timbulan Sampah (m3/hari)
2016 2021 2026 2031
A Indihiang 127 136 145 151
1 Panyingkiran 21 23 24 25
2 Parakannyasag 24 26 27 28
3 Sirnagalih 17 18 19 20
4 Indihiang 21 22 24 25
5 Sukamajukidul 19 20 22 23
6 Sukamajukaler 26 27 29 30
B Bungursari 127 135 144 150
1 Sukamulya 17 18 19 20
2 Sukarindik 22 23 25 26
3 Bungursari 16 18 19 19
4 Sukajaya 14 15 16 17
5 Cibunigeulis 16 17 18 19
6 Bantarsari 25 27 29 30
7 Sukalaksana 16 17 19 19
C Cipedes 185 197 211 219
1 Panglayungan 46 49 53 55
2 Cipedes 38 41 44 45
3 Nagarasari 44 47 50 52
4 Sukamanah 57 60 65 67
Sumber: Hasil Analisis 2015
Berdasarkan data di atas Kecamatan penghasil sampah terbanyak di BWP I
adalah Kecamatan Cipedes yang pada tahun 2013 menghasilkan 172975 Liter sampah
perharinya. Setelah Kecamatan Cipedes terdapat Kecamatan Indihiang yang
menghasilkan 118965 Liter/ hari dan Kecamatan Bungursari yang menghasilkan 118485
Liter/hari. Proyeksi yang dilakukan bergantung terhadap jumlah penduduk yang ada,
karena jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2013 adalah Kecamatan Cipedes maka
pada tahun 2031 Kecamatan Cipedes tetap menjadi penghasil timbulan sampah
terbanyak yaitu 219415.9 liter per hari.
Timbulan sampah yang dihasilkan dari suatu daerah dapat dibagi menjadi 2
berdasarkan jenisnya, yaitu sampah domestik dan non- domestic, begitu pula sampah
yang dihasilkan oleh BWP I. Berikut ini adalah tabel timbulan sampah BWP I berdasarkan
jenisnya.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
325
Tabel 4. 52 Timbulan Sampah Domestik dan Non- Domestik Tahun 2013, 2016, 2021, 2026, 2033
No Kelurahan
2013 2016 2021 2026 2031
Domestik (m
3/ha
ri)
Non Domestik (m
3/h
ari)
Domestik (m
3/h
ari)
Non Domestik (m
3/ha
ri)
Domestik (m
3/
hari)
Non Domestik (m
3/h
ari)
Domestik (m
3/
hari)
Non Domestik (m
3/h
ari)
Domestik (m
3/h
ari)
Non Domestik (m
3/ha
ri)
A Indihiang 119 35.7 127 38.1 136 40.8 145 43.5 151 45.3
1 Panyingkiran 20 6 21 6.3 23 6.9 24 7.2 25 7.5
2 Parakannyasag 22 6.6 24 7.2 26 7.8 27 8.1 28 8.4
3 Sirnagalih 15 4.5 17 5.1 18 5.4 19 5.7 20 6
4 Indihiang 20 6 21 6.3 22 6.6 24 7.2 25 7.5
5 Sukamajukidul 18 5.4 19 5.7 20 6 22 6.6 23 6.9
6 Sukamajukaler 24 7.2 26 7.8 27 8.1 29 8.7 30 9
B Bungursari 118 35.4 127 38.1 135 40.5 144 43.2 150 45
1 Sukamulya 16 4.8 17 5.1 18 5.4 19 5.7 20 6
2 Sukarindik 21 6.3 22 6.6 23 6.9 25 7.5 26 7.8
3 Bungursari 15 4.5 16 4.8 18 5.4 19 5.7 19 5.7
4 Sukajaya 13 3.9 14 4.2 15 4.5 16 4.8 17 5.1
5 Cibunigeulis 15 4.5 16 4.8 17 5.1 18 5.4 19 5.7
6 Bantarsari 23 6.9 25 7.5 27 8.1 29 8.7 30 9
7 Sukalaksana 15 4.5 16 4.8 17 5.1 19 5.7 19 5.7
C Cipedes 173 51.9 185 55.5 197 59.1 211 63.3 219 65.7
1 Panglayungan 43 12.9 46 13.8 49 14.7 53 15.9 55 16.5
2 Cipedes 36 10.8 38 11.4 41 12.3 44 13.2 45 13.5
3 Nagarasari 41 12.3 44 13.2 47 14.1 50 15 52 15.6
4 Sukamanah 53 15.9 57 17.1 60 18 65 19.5 67 20.1
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Keterangan: Volume sampah non domesatik 30% dari sampah domestik
Sampah non domestik yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah sampah
domestik yang ada. Sehingga semakin besar timbulan sampah domestik, semakin besar
pula sampah non domestik yang dihasilkan. Pada tahun 2013 maupun pada 2031
Cipedes merupakan penghasil sampah domestik dan non domestik terbanyak setiap
harinya.
Dengan mengetahui proyeksi jumlah timbulan sampah yang akan dihasilkan
maka berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman jumlah
sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
326
Tabel 4. 53 Kebutuhan Prasarana Persampahan Berdasarkan Timbulan Sampah Tahun 2013, 2016,
2021, 2026, 2031 di BWP I Indihiang
No Kelurahan Kapasitas
(m3)
Jumlah Sarana dan Prasarana (Unit)
2013 2016 2021 2026 2031
A Indihiang
1 wadah Komunal
0,5 - 1,0 119 127 136 145 151
2 Komposter Komunal
0,5 - 1,0 119 127 136 145 151
3 Gerobak Sampah
1 119 127 136 145 151
4 Container Armroll Truck
6 20 21 23 24 25
10 12 13 14 15 15
5 TPS Tipe I 100 1 2 2 2 2
6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1
7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0
8
Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan
150
1 1 1 1 1
B Bungursari
1 wadah Komunal 0,5 - 1,0 119 127 135 145 151
2 Komposter Komunal
0,5 - 1,0 119 127 135 145 151
3 Gerobak Sampah 1 119 127 135 145 151
4 Container Armroll Truck
6 20 21 23 24 25
10 12 13 14 15 15
5 TPS Tipe I 100 1 2 2 2 2
6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1
7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0
8 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan
150
1 1 1 1 1
C Cipedes
1 wadah Komunal
0,5 - 1,0 173 185 198 211 220
2 Komposter Komunal
0,5 - 1,0 173 185 198 211 220
3 Gerobak Sampah
1 173 185 198 211 220
4 Container 6 29 31 33 35 37
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
327
Armroll Truck 10 18 19 20 21 22
5 TPS Tipe I 100 2 2 2 2 2
6 TPS Tipe II 300 1 1 1 1 1
7 TPS Tipe III 1000 0 0 0 0 0
8
Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan
150
1 1 2 2 2 Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan data pada tabel di atas setiap kecamatan di BWP I INDIHIANG
memiliki kebutuhan akan prasarana pengelolaan persampahan yang cukup beragam.
Kecamatan Indihiang dan Cipedes pada tahun 2013 membutuhkan wadah komunal,
komposter komunal dan gerobak sampah sebanyak 119 unit dengan ukuran masing-
masing 1 m3, container armroll truck berukuran 6m3 sebanyak 20 unit dan berukuran
10m3 sebanyak 12 unit. Kecamatan Cipedes membutuhkan wadah komunal, komposter
komunal dan gerobak sampah sebanyak 173 unit, container armroll truck berukuran 6m3
sebanyak 29 unit, berukuran 10m3 sebanyak 17 unit dan bangunan pendaur ulang
sampah skala lingkungan sebanyak 1 unit. 1 unit TPS tipe I dibutuhkan oleh Kecamatan
Indihiang dan Bungursari, sedangkan Kecamatan Cipedes membutuhkan 2 unit. Setiap
kecamatan di BWP I membutuhkan bangunan pendaur ulang sampah skala lingkungan
sebanyak 1 unit.
Pengelolaan persampahan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh
adanya prasarana pengelolaan persampahan. Jumlah prasarana pengelolaan
persampahan yang harus ada pada suatu daerah minimal harus sejumlah kebutuhan
yang ada pada tahun itu. Sehingga untuk menciptakan pengelolaan persampahan yang
baik di BWP I, perlu dilakukan penambahan jumlah unit prasarana pengelolaan
persampahan.
4.1.6.6 Prasarana Drainase BWP I Indihiang
Drainase perkotaan merupakan prasarana yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas suatu permukiman, karena drainase merupakan pengaliran dari buangan limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan pengaruh pasang susrutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem pengaliran dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga pengaliran air limbah dapat mengalir dengan baik ke saluran drainase pembuang dengan semaksimal mungkin.
Saluran drainase di BWP I Indihiang berfungsi sebagai tempat mengalirnya limbah
cair dari berbagai kegiatan yang ada dan juga berfungsi sebagai tempat mengalirnya air
hujan (run off). Pada umumnya saluran drainase di Kecamatan Indihiang, Bungursari dan
Cipedes baik primer, sekunder maupun tersiernya bertipe terbuka. Ukuran drainase
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
328
tidak bergantung pada tipe, sehingga setiap daerah memiliki ukuran drainase yang
berbeda. Berikut ini adalah beberapa permasalahan drainase yang terdapat di BWP I:
- Tidak semua daerah di BWP I memiliki drainase sehingga air limbah dan juga air
permukaan mengalir di jalan.
- Ukuran drainase setiap daerah berbeda- beda sehingga saluran drainase tidak
terintegrasi dengan baik dan juga terdapat beberapa drainase yang buntu
karena daerah sekitarnya tidak memiliki drainase.
- Pada umumnya drainase tidak mengalir dengan lancar dan bahkan ada yang
tidak mengalir sama sekali, dikarenakan adanya penyumbatan oleh sampah.
- Terdapat sampah di setiap drainase primer yaitu sungai, dikarenakan beberapa
warga membuang sampah langsung ke sungai.
- Kondisi perkerasan pada drainase sekunder pada umumnya buruk.
- Drainase tersier pada umumnya tanpa perkerasan, hanya berupa tanah yang
lebih menjorok ke dalam dengan ukuran yang relatif kecil (kurang dari 10 cm x
10 cm).
- Drainase di BWP I tidak bekerja sesuai hirarki dimana seharusnya saluran
sekunder merupakan penghubung antar saluran drainase sekunder dengan
saluran primer. Hal ini menyebabkan tekanan air yang ada di dalam drainase
tidak seimbang, sehingga drainase tidak dapat berfungsi dengan baik.
Apabila permasalahan di atas dibiarkan atau tidak ditindak lanjuti, maka di masa yang
akan datang permasalahan- permasalahan di atas akan menjadi penyebab terjadinya
genangan dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi penyebab terjadinya banjir.
Maka untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan tersebut diperlukan solusi
berupa pengelolaan sistem drainase yang terpadu.
Berikut ini adalah peta jaringan drainase yang ada di BWP I Kota Tasikmalaya
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
329
Gambar 4. 41 Peta Jaringan Drainase BWP I Indihiang
Sumber: Bappeda Kota Tasikmalaya
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
330
Permasalahan drainase semakin meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan Kota Tasikmalaya. Akibatnya permasalahan banjir dan genangan semakin meningkat pula. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya genangan di Kota Tasikmalaya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Perubahan fungsi lahan; 2. Penanganan drainase belum terpadu; 3. Permukiman di bantaran sungai dan bangunan di atas saluran air; 4. Tumpukan sampah dan sedimentasi di saluran drainase; 5. Kerusakan konstruksi drainase; Rata-rata banjir/genangan di Kota Tasikmalaya tahun 2010, terjadi beberapa kali
dalam setahun di kecamatan yang relatif cepat pertumbuhannya (Tawang, Cihideung, Indihiang, Bungursari dan Kawalu). Rata-rata lama banjir/genangan yang terjadi antara 1-3 jam dengan ketinggian setengah lutut orang dewasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4. 54 Genangan Di BWP I Indhiang Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Seberapa Sering banjir dalam setahun
1 2 3 4 5
1 Indihiang 50 V
2 Bungursari 50 V
3 Cipedes 250 V Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012
1 = tidak pernah 4 = sekali/beberapa kali dalam sebulan 2 = sekali dalam setahun 5 = tidak tahu 3 = beberapa kali dalam setahun
Tabel 4. 55
Lama Genangan Di BWP I Indhiang Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Seberapa lama banjir
1 2 3 4 5
1 Indihiang 50 V
2 Bungursari 50 V
3 Cipedes 250 V
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012
1 = kurang dari 1 jam 4 = 1 hari 2 = 1-3 jam 5 = lebih dari 1 hari 3 = setengah hari
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
331
Tabel 4. 56 Tinggi Genangan Di BWP I Indihiang Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Tinggi banjir
1 2 3 4 5
1 Indihiang 50 V
2 Bungursari 50 V
3 Cipedes 250 V
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya, 2012
1 = tidak masuk rumah, hanya di halaman 4 = selutut orang dewasa 2 = setumit orang dewasa 5 = sepinggang orang dewasa 3 = setengah lutut orang dewasa
Dari Tabel- tabel genangan air diatas dapat ketahui bahwa BWP I merupakan daerah yang selalu mengalami banjir karena dalam setahun, setiap kecamatan pasti mengalami banjir minimal 1kali dengan ketinggian dapat mencapai setengah lutut orang dewasa. Meskipun banjir yang terjadi tidak menggenang lama, hanya 1-3 jam akan tetapi ini adalah suatu permasalahan. Jika dianalisis hal ini terjadi karna kondisi drainase yang masih buruk. Dimana drainase yang tersedia tidak dapat menampung volume air hujan yang turun sehingga butuh waktu 1-3 jam (lama genangan) air mengalir ke saluran primer.
Kelurahan Bungursari, Kelurahan Sukarindik, Kelurahan Panglayungan dan Kelurahan Bantarsari. Berikut ini adalah lokasi titik genangannya.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
332
Gambar 4. 42 Peta Titik Genangan BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 201
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
333
Berdasarkan permasalahan genangan yang ada di BWP I, maka perlu adanya pengelolaan sistem drainase secara terpadu. Dalam mencegah terjadinya genangan, maka diperlukan perbaikan pada drainase berupa pembersihan saluran drainase dari sampah dan juga dengan memperdalam drainase yang ada. Permasalahan genangan juga dapat diselesaikan dengan tanpa membangun saluran yang baru, dengan cara penerapan sistem pounding/retensi.
4.1.7 Analisis Transportasi
4.1.7.1 Analisis Jalan BWP I Indihiang
Dengan berkembangnya industri kreatif di Kota Tasikmalaya khususnya BWP I
Indihiang, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat menunjang perkembangan
industri kreatif di Kota Tasikmalaya. BWP I Indihiang dilalui oleh jalan-jalan utama Kota
Tasikmalaya yang menghubungkan Tasikmalaya Utara-Selatan dengan Pusat kota dan
sekitarnya. Hal ini menyebabkan pergerakan manusia maupun barang akan sangat
terpengaruh oleh kondisi jaringan jalan yang tersedia. Aksesibilitas jalan raya pun
menjadi faktor penting dalam melihat bagaimana jalan dapat berpengaruh besar
terhadap perkembangan kota.
Aksesibilitas terkait dengan kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau melalui
jaringan yang ada. Untuk melihat aksesibilitas suatu jalan, peru dilihat seberapa panjang
jalan yang disediakan untuk melayani suatu luasan wilayah tertentu. Aksesibilitas ini
biasanya dilihat dengan menggunakan indeks aksesibilitas yang secara dimensional
dipresentasikan sebagai km/km2. Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat
jaringan jalan sehingga membuat jaringan jalan tersebut semakin efektif dalam melayani
penduduk.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
334
Gambar 4. 43 Peta Aksesibilitas BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
335
Dapat dilihat pada peta hasil perhitungan aksesibilitas, kelurahan yang memiliki
indeks aksesibilas sangat tinggi yaitu di Kelurahan Sukamanah, Kelurahan Cipedes,
Kelurahan Nagasari yang terletak di Kecamatan Cipedes. Selain itu, di Kecamatan
Bungursari terdapat Kelurahan Bungursari yang memiliki aksesibilitas yang sangat tinggi.
Hal ini dapat disebabkan oleh Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Cipedes
merupakan kecamatan yang dekat dengan pusat kota sehingga diperlukannya
aksesibilitas jaringan jalan yang sangat tinggi.
Jaringan jalan yang memiliki indeks aksesibilitas tinggi terdapat di Kelurahan
Sukamulya dan Kelurahan Panglayungan di Kecamatan Cipedes dan Kelurahan
Sukalaksana di Kecamatan Bungursari. Kecamatan Indihiang belum memiliki jaringan
jalan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi dan sangat tinggi. Dapat dilihat pada peta
bahwa kecenderungan aksesibilitas jalan yang memiliki nilai indeks aksesibilitas sedang
berada pada Kelurahan Parakanyasag, Kelurahan Sukamaju Kaler dan Kidul di Kecamatan
Indihiang, dan Kelurahan Sukarindik, Sukajaya, Cibunigeulis, Bantarsari di Kecamatan
Bungursari. Jaringan jalan yang memiliki aksesibilitas rendah berada pada Kelurahan
Indihiang, Panyingkiran, dan Sirnagalih yang terletak di Kecamatan Indihiang.
Dapat disimpulkan bahwa jaringan jalan yang memiliki indeks aksesibilitas
rendah terletak di Kecamatan Indihiang. Kecamatan Cipedes cenderung memiliki
jaringan jalan yang relatif tinggi aksesibilitasnya, dan Kecamatan Bungursari memiliki
kecenderungan memilki tingkat aksesibilitas yang sedang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
letak Kecamatan Cipedes yang merupakan pusat kota, memiliki jumlah penduduk yang
lebih banyak, dan memilki kegiatan-kegiatan yang lebih kompleks dibandingkan dengan
Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Indihiang. Kecamatan Indihiang memiliki
aksesibilitas cenderung rendah dapat disebabkan oleh lokasi Kecamatan Indihiang yang
jauh dari pusat kota menyebabkan aksesibitas yang dimiliki Kecamatan Indihiang tidak
tinggi. Hal ini juga dapat terjadi diakibatkan oleh demand akan jaringan jalan pada
kecamatan yang jauh dari pusat kota memang tidak setinggi kecamatan yang berada di
pusat kota.
4.1.7.2 Analisis Trotoar BWP I Indihiang
Persyaratan suatu ruas jalan yaitu dengan dilengkapi oleh sarana pejalan kaki.
Dari hasil observasi, ditemukan bahwa tidak terdapatnya trotoar baik di jalan arteri,
kolektor, maupun lokal. Trotoar hanya terdapat di depan Balai Kota Tasikmalaya dan
Polres Tasikmalaya. Trotoar yang tersedia pun merupakan trotoar untuk kepentingan
privat Balai Kota dan Polres, bukan untuk kepentingan spek jalan untuk pejalan kaki.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
336
4.1.7.3 Analisis Terminal BWP I Indihiang
Berdasarkan UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, terminal adalah pangkalan “Kendaraan Bermotor Umum” yang digunakan
untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
337
Gambar 4. 44 Peta Lokasi Terminal dan Stasiun di BWP I Indhiang
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
338
BWP I Indihiang yang terdiri dari Kecamatan Indihiang, Kecamatan
Bungursari, dan Kecamatan Cipedes terdapat sebuah terminal yang berlokasi di
di Jl. Brigjen Wisata Kusumah Kelurahan Sukamaju Kidul, Kecamatan Indihiang
seperti yang ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4. 57 Jumlah Terminal di Kota Tasikmalaya Tahun 2013
Nama Terminal Lokasi Tipe Luas (Ha)
Terminal Indihiang Kec. Indihiang A 7,5
Terminal Pancasila Kec. Tawang C 0,3
Terminal Padaluyungan Kec. Cihideung C 0,23
Terminal Cikurubuk Kec. Mangkubumi C 0,29
Terminal Awipari Kec. Cibeureum C 1,49
Sumber: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Tasikmalaya
Terminal Indihiang merupakan satu-satunya terminal tipe A yang ada di
Kota Tasikmalaya dan juga merupakan terminal dengan luas terbesar yakni
seluas 7,5 Ha. Terminal Indihiang yang berfungsi sebagai terminal penumpang
Tipe A ini adalah terminal yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutanpedesaan.
Selain Terminal Tipe A Indihiang, terdapat pula Sub Terminal Tipe C yang
terletak di Sukamaju Kaler Kecamatan Indihiang. Sub terminal ini memiliki luas
sebesar 3 Ha. Sub terminal ini berfungsi untuk tempat menurunkan dan
menaikkan penumpang angkutan kota.
Berikut ini adalah tabel informasi kondisi eksisting Terminal Indihiang Tahun
2014.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
339
Tabel 4. 58 Kondisi Eksisting Terminal Indihiang Tahun 2014
NAMA TERMINAL TERMINAL INDIHIANG
ALAMAT TERMINAL JALAN BRIGJEN WASITA KUSUMAH
Pemandangan dari luar ke dalam Kesan: Sedang Ket: bersih
namun sepi
Pemandangan dari dalam ke luar Kesan: Sedang Ket: -
Jumlah lintasan pemberangkatan 24 lintasan pemberangkatan, 1 jalur
Jenis kendaraan umum yang masuk ke
terminal ini Bus dan Elf
Skala pelayanan kendaraan AKAP/AKDP/
Jumlah kantor/pool PO 7
Kebersihan (overall) Baik
Jumlah TPS Tidak Ada
Kebisingan Tidak terlalu bising
WC Umum Jumlah: 2
Mushola Umum Jumlah: 1
Bangku tempat menunggu Jumlah: 50
Apakah terjadi menunggu/menaikkan
penumpang tidak di dalam terminal?
Ya
Terjadi saat tidak dijaga dengan ketat
Keamanan Baik
Kualitas bangunan Sedang, dan terdapat retak
Kualitas aspal/perkerasan Baik
Saluran air kotor/air hujan Lebar: 25 cm
Hirarki jalan Arteri Sekunder
Aksesibilitas Angkot/kendaraan pribadi
Parkir Kapasitas: 70 mobil, 80 motor
Eksternalitas Sosial Pedagang asongan(penjaja)
Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan beberapa hal, salah
satunya yaitu lokasi dari terminal Indihiang yang terletak di Jalan Brigjen Wisata
Kusumah yang fungsinya berupa jalan arteri sekunder. Pada dasrnya terminal
indihiang merupakan terminal tipe A yang melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutanpedesaan. Hal
ini menyebabkan lokasi dari terminal ini harusnya berada di Jalan Arteri Primer
karena skala pelayanannya yang bersifat antar provinsi. Tetapi pada
kenyataannya, terminal Indihiang hanya berlokasi di jalan Arteri Sekunder.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
340
Hal ini bisa sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan terminal
Indihiang sebagai terminal tipe A dikarenakan penempatannya pada hirarki jalan
yang salah. Hirarki jalan yang lebih rendah (arteri sekunder) merepresentasikan
lebar jalan yang lebih sempit dibandingkan dengan lebar jalan hirarki diatasnya.
Terminal tipe A yang harusnya bisa melayani angkutan antar kota antar provinsi
pada hirarki jalan Arteri Primer, tetapi malah diletakkan di jalan Arteri Sekunder
yang memiliki hirarki yang lebih rendah dan bisa menyebabkan kualitas
pelayanan dari terminal ini menurun.
Walaupun demikian, terminal Indihiang dapat dikatakan cukup baik dari
segi penjagaan serta peraawatan terminal. Berdasarkan hasil observasi,
pemandangan dari luar ke dalam terminal tergolong bersih dengan tingkat
kebisingan yang cenderung rendah. Kondisi area terminal Indihiang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 45 Kondisi Eksisting Terminal Indihiang Tahun 2015
Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015
Kualitas perkerasan di terminal ini tergolong baik seperti yang
ditunjukkan pada gambar diatas, selain itu terminak ini juga sudah dilengkapi
dengan lahan parkir serta penyediaan fasilitasnyapun sudah terealisasi
walaupun jumlahnya yang masih sedikit, seperti WC Umum yang hanya
berjumlah sebanyak 2 buah, mushola umum 1 buah, bangku tempat menunggu
50 buah, dan hanya tersedia sedikit tempat pembuangan sampah. Sebagai
terminal tipe A yang mampu melayani hingga skala antar kota antar provinsi,
seharusnya lebih banyak lagi fasilitas yang harus disediakan di terminal ini baik
dari segi jenis maupun jumlahnya. Selain itu di terminal ini juga masih terdapat
beberapa pedagangan asongan yang menjajakan jualannya sehingga terkadang
mengganggu ketertiban terminal.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
341
Gambar 4. 46 Pedagang Asongan yang Mengganggu Ketertiban Terminal Indihiang
Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015
Pada dasarnya terminal tipe A Indihiang memiliki potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan, baik itu sebagai terminal penumpang maupun
sebagai terminal barang. Hal ini dikarenakan skala pelayanan terminal tipe A
yang bisa melayani hingga skala Provinsi serta prestasi terminal Indihiang
sebagai terminal terbagus dan terluas se-Asia Tenggara. Pengembangan
terminal tipe A sebagai terminal barang bisa dimanfaatkan untuk mengekspor
kerajinan-kerajinan khas di Kota Tasikmalaya seperti Batik Tasik, Payung Geulis,
Kolom Geulis, dll. Selain itu optimalisasi terminal tipe A Indihiang juga bisa
menjadi trigger untuk mengembangkan perhubungan darat di Kota Tasikmalaya.
Saat ini berdasarkan RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031, terdapat arahan untuk
mengoptimalisasi terminal tipe A Indihiang, hal ini dikarenakan walaupun
terminal ini merupakan terminal tipe A dengan skala pelayanan yang cukup luas,
akan tetapi masyarakat Kota Tasikmalaya khususnya masyarakat yang berada di
BWP I Indihiang masih sangat minim menggunakan fasilitas terminal ini. Hal ini
menyebabkan terminal ini seringkali terlihat sepi.
Kondisi terminal Indihiang yang sepi ini dikarenakan adanya pool-pool
bayangan yang menyebabkan penumpang lebih cenderung memeilih untuk
turun di pool tersebut dikarenakan lokasinya yang lebih dekat dengan tujuan
mereka dan/atau dikarenakan lokasi terminal Indihiang yang tidak strategis. Ini
berdampak pada semakin tidak optimalnya pemanfaatan terminal Indihiang. Hal
ini seharusnya disikapi dengan kebijakan pelarangan angkut-turun penumpang
hanya di pool-pool yang telah ditentukan, dengan kebijakan ini diharapkan
fungsi terminal Indihiang sebagai terminal tipe A yang memiliki potensi yang
sangat besar bisa lebih dipotimalkan.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
342
4.1.4.4 Analisis Stasiun BWP I Indihiang
Jaringan rel kereta api di Kota Tasikmalaya meliputi jaringan rel kereta
api lintas selatan Bandung – Surabaya dan 3 (tiga) stasiun kereta api, yaitu
Stasiun Tasikmalaya di Kelurahan Lengkongsari, Stasiun Indihiang di Kelurahan
Sirnagalih, dan Stasiun Awipari di Kelurahan Awipari.
Di BWP I Indihian hanya terdapat 1 stasiun, yakni stasiun Indihiang yang
terletak di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang. Stasiun Indihiang di
Kelurahan Sirnagalih merupakan stasiun alternative bagi angkutan yang
melayani keberangkatan dan kedatangan, serta stasiun untuk angkutan kereta
api dalam sistem angkutan Priangan Timur untuk mendukung angkutan barang.
Jadi pada dasarnya stasiun ini memiliki 2 fungsi utama, yakni sebagai stasiun
angkutan penumpang dan juga sebagai stasiun angkutan barang. Adapun
gambaran kondisi eksisting dari stasiun Indihiang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4. 59 Kondisi Eksisting Stasiun Indihiang
Kondisi Fisik Stasiun*
Pemandangan dari luar ke dalam Sangat Baik
Pemandangan dari dalam ke luar Sangat Baik
Jumlah lintasan rel 1 buah
Kondisi rel Baik
Kondisi kereta api
Kebersihan (overall) Sangat Baik
Adakah informasi penjualan tiket -
Kondisi dan Fasilitas Pelengkap*
Jumlah Tempat sampah 3 buah
Kebisingan Rendah
WC umum -
Mushala umum -
Ruang tunggu
Ada
4X8 m2
Bangku
Ruang boarding -
Bangku tempat menunggu Ada
16 buah
Fasilitas penyandang disabilitas -
Assembly Point -
Jalur evakuasi -
Hydrant pemadam kebakaran YA
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
343
Sumber: Hasil Observasi Studio, 2015
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya
yaitu kondisi fisik stasiun dan rel kereta api Indihiang yang sudah sangat baik.
Walaupun demikian, stasiun ini hanya memiliki 1 buah lintasan rel dan memiliki
luas yang sangat kecil dibandingkan dengan stasiun Tasikmalaya yang terletak di
Kecamatan Tawang. Kebersihan di stasiun inipun tergolong baik dengan tingkat
kebisingan yang cenderung rendah. Akan tetapi penyediaan fasilitas di stasiun
Indihiang tergolong buruk karena tidak menyediakan fasilitas WC umum,
mushola umum, kios penjual makanan, dan ruang boarding.
Gambar 4. 47 Kondisi Eksisting Stasiun Indihiang Tahun 2015
Sumber: http://heritage.kereta-api.co.id/
Stasiun ini melayani pergerakan kereta api lintas selatan Bandung –
Surabaya yang melalui wilayah Kelurahan Sukamaju Kaler, Kelurahan Sirnagalih,
Kelurahan Parakannyasag. Namun, stasiun ini tidak terlalu berpengaruh dalam
pergerakan penumpang atau barang karena stasiun ini hanya menjadi stasiun
persilangan kereta api, bukan sebagai stasiun pengangkutan ataupun
pemberhentian.
Stasiun Indihiang sebagai stasiun persilangan sebenarnya memiliki
potensi untuk dikembangkan, salah satunya yaitu dengan menjadikan stasiun ini
sebagai spot untuk menjajakan oleh-oleh khas tasik seperti kolom geulis, batik
Keteraturan/ketertiban*
Kios penjual makanan -
Keamanan Baik
Calo -
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
344
tasik, makanan khas tasik, dan masih banyak lagi. Hal ini akan menyebabkan
para penumpang yang transit di stasiun ini bisa memberikan kontribusi secara
tidak langsung terhadap pendapatan Kota Tasikmalaya. Walaupun demikian,
berdasarkan hasil wawancara kepada kepala stasiun kereta api Indihiang yang
telah dilakukan, status stasiun ini benar-benar akan difungsikan sebagai stasiun
persilangan dan tidak akan dikembangkan fungsinya lebih lanjut, hal ini
dikarenakan pihak pengelola meupun pemerintah Kota Tasikmalaya
menganggap bahwa akan lebih efisien apabila stasiun ini tetap ditetapkan
sebagai stasiun persilangan.
4.1.8 Analisis Kecenderungan Perkembangan Kegiatan
4.1.8.1 Analisis Kegiatan Eksisting BWP I Indihiang
Kegiatan yang ada pada saat ini diperoleh dari survei primer yang telah
dilakukan dengan mengamati Pola Ruang dan Kegiatan Eksisting pada masing-
masing bangunan di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes:
Kegiatan Eksisting di Kecamatan Indihiang, Bungursari, dan Cipedes saat
ini secara garis besar meliputi:
1. Pertanian (Sawah & Kolam ikan)
2. Pertambangan pasir
3. Perumahan
4. Perdagangan & Jasa (Pasar, Perkantoran)
5. Industri (Kecil & Pergudangan)
6. Perkantoran
7. Campuran( Ruko dan Rukan)
8. Perikanan
9. Perlindungan setempat (sempadan sungai)
4.1.8.2 Prediksi Kegiatan yang Akan Berkembang BWP I Indihiang
Untuk memprediksikan kegiatan yang akan berkembang di BWP I Indihiang,
maka digunakan informasi yang telah diperoleh saat observasi (eksisting), arahan
pemanfaatan ruang pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan
analisis shift share.
Berdasarkan penghitungan LQ pada Analisis Perekonomian di Kota Tasikmalaya
terhadap Provinsi Jawa Barat pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa sektor basis di
Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
345
sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Analisis ini berdasarkan
PDRB Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa Barat dan menentukan sektor apa saja
yang diekspor oleh Kota Tasikmalaya.
Analisis selanjutnya ialah analisis shift share. Analisis shift share digunakan
untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi relatif BWP I Indihiang terhadap
struktur ekonomi Kota Tasikmalaya. Dalam analisis shift share digunakan informasi
proportional shift dan differential shift. Proportional shift menunjukkan perubahan
relatif kinerja suatu sektor di BWP I Indihiang terhadap sektor yang sama di Kota
Tasikmalaya. Sedangkan differential shift menunjukkan seberapa jauh daya saing
industri daerah BWP I Indihiang terhadap perekonomian Kota Tasikmalaya.
Tabel dan grafik analisis shift share sebagai berikut :
Tabel 4. 60 Analisis Shift Share BWP I Indihiang
No Sektor Proportional Shift Differential Shift
1 Pertanian -0,0513 -0,0191
2 Pertambangan
dan penggalian -0,0536 0,0155
3 Industri
pengolahan -0,0050 -0,0183
4 Listrik, gas, dan
air bersih -0,0053 -0,0122
5 Bangunan 0,0572 -0,0623
6
Perdagangan,
hotel, dan
restoran
0,0183 -0,0420
7 Pengangkutan
dan komunikasi -0,0214 0,0012
8
Keuangan,
persewaan, dan
jasa perusahaan
-0,0237 -0,0378
9 Jasa-jasa -0,0468 -0,0003
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015
Gambar
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
346
Gambar 4. 48 Hasil Analisis Shift Share BWP I Indihiang Terhadap Kota Tasikmalaya
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015
Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor
ekonomi dipetakan sebaga berikut :
1. Berkembang (Developing): terdapat dua sektor yaitu, Sektor Bangunan dan Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
2. Cenderung berpotensi (Highly Potential): terdapat tiga sektor yaitu, Sektor
Pertambangan dan Penggalian, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor
Jasa-Jasa.
3. Terbelakang (Depressed): terdapat ada empat sektor yaitu Sektor Listrik, Gas, dan
Air Bersih, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, dan Sektor Keuangan,
Perekonomian, dan Jasa Perusahaan.
Berdasarkan analisis shift share, sektor yang telah berkembang dan berpotensi
dikembangkan lebih besar sehingga menyumbangkan nilai PDRB untuk BWP I Indihiang
ialah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan
dan komunikasi, sektor jasa-jasa, serta sektor pertambangan dan penggalian. Sektor
pertambangan dan penggalian perlu dilihat pula apakah sesuai dengan tujuan,
kebijakan, dan strategi penataan ruang di Kota Tasikmalaya yang terdapat pada RTRWK
Tasikmalaya. Pertambangan dan penggalian tidak terdapat dalam tujuan penataan ruang
Kota Tasikmalaya yaitu Kota Tasikmalaya sebagai pusat perdagangan, jasa, dan industri
kreatif termaju di Jawa Barat, sehingga sektor ini kurang prioritaskan
pengembangannya. Namun dalam 20 tahun kedepan di prediksi kegiatan ini akan
bermunculan, baik galian yang legal maupun yang ilegal.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
347
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari observasi, arahan pemanfaatan ruang
pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan analisis shift share,
diketahui bahwa kegiatan yang diperkirakan muncul pada masa yang akan datang
adalah:
1. Kawasan permukiman di sepanjang jalan arteri sekunder dan jalan kolektor
primer (Jl.Letnan Harun, Jl.Ir.Djuanda, Jl. Brigjen Wasita Kusumah, Jl.Laks.RE
Martadinata dan Jl.Dr.Moh Hatta) akan berkembang menjadi kawasan
perdagangan dan jasa. Jalan arteri sekunder dan jalan kolektor primer yang
dimaksud tergambar pada peta berikut ini:
2. Akan berkembangnya industri pergudangan.
3. Kegiatan pertambangan galian c.
4. Kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kebun,
campuran akan berkembang menjadi permukiman karena semakin meluasnya
perkembangan perkotaan.
5. Akan tambah berkembangnya kegiatan perikanan darat.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
348
Gambar 4. 49 Peta Hierarki Jalan di BWP I Indihiang
Sumber: Hasil Analisis, 201
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
349
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
350
Uraian kegiatan yang diprediksikan akan muncul secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
Tabel 4. 61 Kegiatan yang Diprediksikan Akan Muncul di BWP I Indihiang
Perumahan Perdagangan dan Jasa Fasilitas Pelayanan Pertanian Industri Pertambangan Perikanan
Jenis Bangunan: Perdagangan: Pendidikan: Pertanian: Industri: Pertambangan
galian C
Kolam
perikanan darat
Rumah Tunggal Warung Makan/Restoran PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini) Perkebunan
Industri Pengolahan Hasil
Pertanian
Rumah Deret Pusat Perbelanjaan dan Niaga SD Pertanian
Lahan Basah Industri Besar
Rumah Sewa/ Penginapan Minimarket SMP
Pertanian
Lahan
Kering
Industri Pengolahan Ikan
Pusat Perikanan SMA Industri kecil dan
Menengah
Fungsi Bangunan: Akademi Pendidikan
Rumah Karyawan Pabrik
Industri
Jenis Barang yg
Diperdagangkan:
Rumah sebagai tempat
industri kecil Makanan & minuman Kesehatan:
Tanaman Klinik Dokter
Hewan Peliharaan Balai Pengobatan
Pakaian dan Aksesoris Klinik Bersalin
Peralatan dan Pasokan
Pertanian Apotik
Peralatan Perikanan
Peralatan Rumah Tangga Olahraga:
Bahan Bangunan dan Perkakas Lapangan olahraga
Hasil Pertanian dan Perikanan Jogging Track
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
351
Jasa : Peribadatan:
Jasa bangunan Masjid kecamatan
Jasa lembaga keuangan Masjid lingkungan
Jasa komunikasi Masjid warga
Perumahan Perdagangan dan Jasa Fasilitas Pelayanan Pertanian Industri Pertambangan Perikanan
Jasa pemakaman Musholla/Langar
Jasa perawatan/ perbaikan/
renovasi barang
Jasa bengkel Pemerintahan:
Jasa penyediaan ruang
pertemuan
Pos Keamanan dan Ketertiban
(KAMTIB)
Jasa penyediaan makanan dan
minuman
Jasa travel dan pengiriman
barang Informasi dan Komunikasi:
Jasa pemasaran properti Balai Informasi Wisata
Taman Hiburan Kantor Pos
Studio keterampilan BTS
Bioskop Stasiun Telepon Otomatis
(STO)
Restoran Warnet
Penginapan Hotel
Penginapan Losmen Pelayanan Persampahan:
Tempat Pembuangan Sampah
Sementara (TPS)
Pelayanan Air Bersih dan
Listrik
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
352
Loket pembayaran rekening
air minum
Loket pembayaran rekening
listrik
Loket pembayaran rekening
telepon
Perpipaan air bersih
Transportasi:
Lapangan Parkir Umum
Limbah:
MCK/Toilet Umum
Sumber : Matek RDTRK Tasikmalaya dan Hasil Analisis 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
353
4.2 Analisis Pengembangan Wilayah BWP II Mangkubumi
4.2.1 Analisis Keterkaitan Regional
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) pada wilayah pengembangan Priangan Timur (Priatim) -Pangandaran.
Selain itu, Kota Tasikmalaya juga ditetapkan sebagai kawasan andalan pengembangan
Priatim-Pangandaran yang meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Garut, Kota
Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Penetapan Kota Tasikmalaya sebagai
PKW dan kawasan andalan pengembangan Priatim-Pangandaran, menjadikan Kota
Tasikmalaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur. Sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan perdagangan dan jasa , terutama indutri kreatif,
menjadi salah satu kegiatan utama di kawasan perkotaan Kota Tasikmalaya.
Peran Kota Tasikmalaya sebagai PKW perlu ditunjang dengan berbagai sarana
dan prasarana guna mengoptimalkan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW.
Pengotimalan tersebut perlu dilakukan melalui peningkatan akses pelayanan perkotaan
sebagai pusat perdagangan dan industri kreatif serta peningkatan kualitas jangkauan
pelayanan jaringan prasarana yang sinergis dengan pengembangan kegiatan
perdagangan dan industri. Dalam wilayah perencanaan yang dipilih yakni Kecamatan
Indihiang, Bungursari, dan Cipedes yang tergabung dalam BWP I serta Kecamatan
Cihideung dan Mangkubumi yang tergabung dalam BWP II , tentunya terdapat beberapa
hal dari sitem transportasi , sosial kependudukan, ekonomi, fasilitas pelayanan kota yang
berkaitan dengan fungsi Kota Tasikmalaya sebagai PKW. Berikut akan dibahas mengenai
masing-masing wilayah perencanaan BWP II dalam sistem transportasi kota dan
regional, sistem sosial kependudukan kota, sistem perekonomian kota, dan sistem
fasilitas pelayan kota.
4.2.1.1 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Transportasi Kota
dan Regional
Keragaman moda transportasi serta akses merupakan fokus dalam analisis
transportasi secara regional. Kecamatan Cihideung di lewati oleh jalan nasional.Jalan
nasional yang berada pada BWP II Mangkubumi ini merupakan akses yang menjadi
penghubung antara kota tasikmalaya dengan daerah lain terutama daerah daerah di
provinsi jawa barat. Selain adanya jalan nasional, terdapat juga jalur kereta api. Moda
transportasi darat yang berbeda memperbesar akses yang ada kedalam dan keluar kota
tasikmalaya. Selain untuk angkutan penumpang, jalan nasional dan jalur kereta api yang
ada di BWP II Mangkubumi ini juga berfungsi sebagai pengangkutan barang.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
354
Pada perencanaan kota tasik malaya sebagai kota transit yang menitik beratkan
perindustrian dan pergudangan maka jalan nasional yang ada di BWP II Mangkubumi
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kota tasikmalaya. Salah satu implikasi
yang ada adalah meningkatnya perekonomian karena di tunjang oleh transportasi serta
akses yang memadahi kedalam dan keluar kota tasikmalaya. Perekonomian secara
tidak langsung akan terbangun oleh beberapa implikasi.
Salah satu implikasi adalah mudahnya pemasaran yang di jalankan. Dengan
adanya sistem transportasi yang memadahi, potensi dari BWP II Mangkubumi berupa
industri kreatif, hasil produksinya dapat di pasarkan dengan mudah. Selain itu akses
serta sistem transportasi juga akan memperbesar kemungkinan investor dapat masuk ke
dalam industri (kreatif maupun pergudangan) yng Ada di kota tasikmalaya. Selain itu
potensi wisata yang ada di kota tasikmalaya terutama di Mangkubumi akan di tunjang
oleh adanya jalan nasional, jalan lokal yang melewati BWP Mangkubumi.
4.2.1.2. Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Sosial
Kependudukan Kota
Kependudukan adalah suatu aspek dalam perencanaan yang dapat menjadi
potensi sekaligus bencana dalam suatu pernencanaan. Dalam hal ini hasil analisis dari
kependudukan di suatu daerah dapat di lihat dari komposisi usia produktif dan non
produktif pada suatu daerah. Melihat potensi di daerah Mangkubumi dan Cihideung
yang menintik beratkan pada isu wisata dan industri, maka isu ketenagakerjaan juga
sangatlah terkait.
Implikasi lain dari sistem transportasi yang ada di Cihideung dan Mangkubumi
adalah tenaga kerja. Bila suatu daerah dapat di akses dengan mudah dan terdapat
potensi ekonomi yang baik, maka secara langsung akan menarik tenaga kerja.
Jumlah penduduk yang ada merupakan potensi yang baik bila dimanfaatkan.
Apabila akses dan sistem transportasi yang ada sudah baik maka penduduk sekitar
(dalam cakupan regional) akan tertarik kedalam Kota Tasikmalaya. Hal ini bukanlah
suatu masalah, mengingat kebutuhan akan sumber daya juga akan meningkat seiring
berkembangnya daerah di sekitar Mangkubumi dan Cihideung.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
355
Tabel 4. 62 Jumlah Penduduk Pada Usia Produktif di BWP I Indihiang
No Kecamatan Kelompok Umur (Jiwa)
0-14 Tahun 15-64 Tahun 65+ Tahun Jumlah
1 Kawalu 25.630 57.414 4.134 87.178
2 Tamansari 19.646 42.558 2.761 64.965
3 Cibeureum 17.458 41.488 3.334 62.280
4 Purbaratu 10.842 25.811 2.153 38.806
5 Tawang 16.132 44.451 3.516 64.099
6 Cihideung 20.169 49.289 3.552 73.010
7 Mangkubumi 24.984 58.592 3.665 87.241
8 Indihiang 13.874 32.467 2.454 48.795
9 Bungursari 14.335 30.179 2.347 46.861
10 Cipedes 21.824 50.961 3.865 76.650
Total 184.894 433.210 31.781 649.885
4.2.1.3 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Perekonomian Kota
Sektor-sektor perekonomian memiliki peranan yang cukup berpengaruh
dalam menciptakan nilai PDRB pada suatu daerah, sehingga sangat menentukan
potensi perekonomian di BWP II Mangkubumi, yaitu Kecamatan Mangkubumi dan
Kecamatan Cihideung. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan
memberikan gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah
tersebut yang terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi mesin peningkat
perekonomian agar semakin berkembang.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
356
Gambar 4. 50 Grafik PDRB Kecamatan di BWP II Tahun 2013 (Juta Rupiah)
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa peranan sektoral di
Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Mangkubumi memiliki ciri khas potensi
perekonomian tersendiri. Di Kecamatan Cihideung pada tahun 2013 penyumbang
utama terhadap pembentukan PDRB kecamatan ini adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 825,59 juta, disusul oleh sektor bangunan
dengan sebesar Rp. 439,11 juta, sedangkan di posisi ketiga di tempati sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp. 374,75 juta.
Sedangkan Kecamatan Mangkubumi, didominasi sektor perdagangan, hotel
dan restoran terhadap pembentukan PDRB Kecamatan Mangkubumi pada tahun
2013, menunjukkan angka paling besar dibandingkan dengan sembilan kecamatan
lainnya yaitu sebesar Rp. 581,35 juta. Sektor bangunan menempati posisi kedua
yaitu sebesar Rp. 259,77 juta, sedangkan sektor industri pengolahan menempati
posisi ketiga yaitu sebesar Rp. 193,26 juta.
Dari data tersebut, terlihat bahwa sektor perekonomian unggulan yang
terus dapat dikembangkan dan menjadi mesin peningkat perekonomian agar
semakin berkembang dalam pengembangan BWP II Kecamatan Mangkubumi dan
Cihideung, yaitu seperti yang tertera pada tabel berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
357
Gambar 4. 51 Sektor Unggulan di BWP II Mangkubumi
KECAMATAN MANGKUBUMI KECAMATAN CIHIDEUNG
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Bangunan
Industri Pengolahan Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Sumber: Analisis Studio Kota Tasikmalaya
Dari tabel di atas terlihat bahwa sektor perekonomian unggulan yang terus
dapat dikembangkan dan menjadi mesin peningkat perekonomian agar semakin
berkembang dalam pengembangan BWP II adalah:
a. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tersebar di kecamatan
Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung
b. Sektor bangunan yang tersebar di kecamatan Mangkubumi dan
Kecamatan Cihideung
c. Sektor industri pengolahan yang terdapat di kecamatan Mangkubumi
d. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang terdapat di
kecamatan Cihideung
Apabila dilihat secara kota, PDRB Kecamatan Cihideung dan Kecamatan
Mangkubumi yang merupakan bagian dari BWP II, memiliki nilai yang cukup besar
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kota Tasikmalaya, seperti bisa
dilihat di Grafik berikut ini.
Gambar 4. 52 Grafik Perbandingan PDRB Kecamatan di Kota Tasikmalaya Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2013 [juta rupiah]
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya, 2014
0500
1000
1500
2000
2500
Cihideung TawangMangkub
umiKawalu Cipedes Indihiang
Cibeureum
Purbaratu TamansariBungursar
i
2013 2270.89 1745.61 1462.61 1366.11 1198.01 785.88 752.06 710.57 471.78 469.15
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
358
Dari grafik di atas terlihat bahwa Kecamatan Cihideung memiliki PDRB atas
harga berlaku yang paling besar di antara kecamatan lain di Kota Tasikmalaya,
yaitu sebesar Rp. 227.892.000,00 pada tahun 2013. Sementara untuk Kecamatan
Mangkubumi PDRB atas harga berlaku-nya berada diurutan ketiga setelah
Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Tawang, yaitu sebesar Rp. 146.200.000,00
pada tahun 2013.
Sementara itu, PDRB per kapita atsswas harga berlaku Kota Tasikmalaya
sendiri pada tahun pada tahun 2013 sebesar Rp. Rp. 11.232,06 M. Apabila
dibandingkan dengan PDRB Kecamatan, terlihat bahwa PDRB Kecamatan
Cihideung menjadi penyumbang paling besar Kota Tasikmalaya. Selain itu, untuk
PDRB Kecamatan Mangkubumi juga cukup besar dalam menyumbang PDRB Kota
Tasikmalaya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kecamatan yang termasuk ke
dalam BWP II tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar untuk perkembangan
perekonomian Kota Tasikmalaya.
Selain dilihat dari PDRB Kecamatan di Kota Tasikmalaya, dapat pula dilihat
dari sektor-sektor pereknomian skala Kota Tasikmalaya untuk melihat sektor
mana yang memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan
perekonomian kota Tasikmalaya, seperti yang dapat dilihat di grafik berikut ini.
Gambar 4. 53 Grafik PDRB Per Sektor Kota Tasikmalaya Tahun 2013
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya, 2014
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
359
Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa peranan sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan di Kota
Tasikmalaya merupakan sektor yang paling berpengaruh di Kota Tasikmalaya
karena memiliki persentase yang paling besar dalam PDRB Kota Tasikmalaya.
Sektor Perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai kontribusi paling besar
yaitu 33,44%, sektor industri pengolahan sebesar 14,60%, dan terakhir adalah
sektor bangunan sebesar 13,88%.
Apabila dibandingkan dengan bahasan sebelumnya mengenai sektor
unggulan, hal ini tentu saling mendukung bahwa sektor bangunan dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran di BWP II Mangkubumi memiliki kontribusi yang
cukup besar, baik untuk perkembangan perekonomian di BWP II Mangkubumi
maupun untuk perkembangan perekonomian di Kota Tasikmalaya. Untuk melihat
kontribusi sektor-sektor yang paling berpengaruh di BWP II Mangkubumi
terhadap Kota Tasikmalaya, dapat dijelaskan melalui tabel berikut ini.
Tabel 4. 63 Peranan Sektor Terhadap Total PDRB Setiap Kecamatan di Kota Tasikmalaya Tahun
2013 (Persen)
Sumber: BPS Kota Tasikmalaya
Dari tabel di atas terlihat bahwa di BWP II Mangkubumi untuk sektor
perdagangan, hotel dan restoran memiliki peranan yang paling besar untuk sektor
tersebut di Kota Tasikmalaya, yaitu sebesar 39,76% untuk kecamatan
Mangkubumi, dan 36,36% untuk kecamatan Cihideung. Selanjutnya adalah sektor
bangunan dengan peranan sebesar 17,77% untuk Kecamatan Mangkubumi, dan
19,34% untuk Kecamatan Cihideung. Sementara itu, sektor industri pengolahan di
Kecamatan Mangkubumi nilainya cukup besar di antara sektor lainnya di
kecamatan tersebut, yaitu sebesar 13,22%. Sedangkan sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan juga memiliki nilai yang cukup besar
dibandingkan dengan sektor lain di Kecamatan Cihideung, yaitu sebesar 16,50%.
Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai yang cukup
besar secara keseluruhan, belum tentu memiliki peranan yang besar dalam
PertanianPertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik,
Gas, &
Air
Bersih
Bangunan
Perdagangan,
Hotel , dan
Restoran
Pengangkutan
dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan,
& Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
Mangkubumi 8,13 0,00 13,22 2,43 17,77 39,76 9,90 1,54 7,23 100
Cihideung 0,35 0,00 5,11 1,59 19,34 36,36 13,36 16,50 7,40 100
Indihiang 9,60 0,00 15,84 1,34 8,34 35,72 15,79 3,78 9,56 100
Cipedes 1,28 0,00 10,58 2,29 19,84 34,45 15,43 4,79 11,32 100
Tamansari 15,01 0,00 24,34 1,89 8,62 33,65 4,89 2,27 9,33 100
Bungursari 8,92 0,00 14,74 1,98 11,15 31,94 8,45 2,43 20,34 100
Purbaratu 9,21 0,00 22,76 1,74 7,80 31,63 8,42 3,45 15,00 100
Tawang 0,35 0,00 5,21 1,23 15,98 31,31 13,63 20,44 11,85 100
Kawalu 8,09 0,00 31,47 2,58 4,84 30,79 11,16 2,05 9,01 100
Cibeureum 15,54 0,00 26,84 1,59 8,12 20,81 9,98 2,64 14,47 100
Kota Tasikmalaya 5,77 0,00 14,60 1,87 13,88 33,44 11,84 8,30 10,31 100
Kecamatan
Sektor
Total
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
360
menunjang nilai PDRB di Kota Tasikmalaya. Misalnya untuk sektor perdagangan,
hotel, dan restoran di Kecamatan Cihideung, sektor ini sebenarnya memiliki nilai
yang paling besar di antara sektor lain dalam PDRB per sektor tiap kecamatan.
Namun, ternyata sektor tersebut menyumbang lebih kecil dibandingkan dengan
sektor tersebut di Kecamatan Mangkubumi yang nilainya relatif lebih kecil. Hal ini
bisa disebabkan karena persentase kontribusi di kecamatan lain juga berpengaruh
pada sektor yang sama, sehingga kontribusi masng-masing sektor tidak terlalu
besar selisihnya.
Kontribusi sektor-sektor unggulan di BWP II Mangkubumi dalam
perkembangan perekonomian kota Tasikmalaya yang telah dibahas sebelumnya
dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4. 54 Kontribusi Sektor Unggulan di BWP II untuk Kota Tasikmalaya
Sumber: Analisis Studio Kota Tasikmalaya
Dari grafik di atas, terlihat bahwa persentase kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran di BWP II memiliki kontribusi untuk PDRB Kota
Tasikmalaya yang paling besar, yaitu sebesar 37,69%. Selanjutnya adalah sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang ada di Kecamatan Cihideung
berkontribusi sebesar 19,34% untuk PDRB Kota Tasikmalaya. Sedangkan sektor
industri pengolahan yang terdapat di Kecamatan Mangkubumi menyumbangkan
sebesar 13,22%, dan yang terakhir adalah sektor bangunan yang tersebar di kedua
kecamatan tersebut menyumbangkan sebesar 12% untuk PDRB Kota Tasikmalaya.
Dengan besarnya kontribusi sektor-sektor tersebut di BWP II terhadap
perekonomian Kota Tasikmalaya, maka sektor-sektor tersebut perlu
dipertahankan dan dikembangkan lagi karena memiliki kontribusi terhadap PDRB
yang cukup besar, sehingga tidak hanya untuk perkembangan perekonomian di
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
361
BWP II saja, melainkan juga perkembangan perekonomian di Kota Tasikmalaya.
Tidak hanya itu, sebagai sektor unggulan di BWP II, keempat sektor tersebut dapat
terus dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi mesin peningkat
perekonomian di Kota Tasikmalaya agar semakin berkembang.
4.2.1.4 Wilayah Perencanaan BWP II Mangkubumi Dalam Sistem Fasilitas Pelayanan
Kota
Kota sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat memerlukan fasilitas-
fasilitas yang dapat menjamin kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam rencana
sistem perkotaan Provinsi Jawa Barat, Kota Tasikmalaya ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) di wilayah Priangan Timur, dengan peran menjadi pusat
koleksi dan distribusi skala nasional. Berdasarkan analisis tata ruang Kota
Tasikmalaya, Kecamatan Mangkubumi, tepatnya di Kelurahan Mangkubumi
ditetapkan sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK) yang melayani Bagian Wilayah
Perencanaan (BWP) II yang mencakup Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan
Cihideung. Penetapan SPK ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan
akses, dan lokasi yang cukup strategis diantara kecamatan-kecaman lain di BWP II.
Sebuah SPK harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada
untuk mendorong berfungsinya SPK tersebut. Berdasarkan analisis kondisi
eksisting, fasilitas pelayanan yang terdapat di masing-masing Kecamatan masih
belum memenuhi fasilitas minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK), hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pelayanan fasilitas masih kurang.
Oleh karena itu, BWP II harus dilengkapi dengan fasilitas minimum yang
perlu ada untuk mendorong berfungsinya BWP tersebut, baik untuk kebutuhan
masyarakat di BWP II maupun untuk masyarakat Kota Tasikmalaya secara
keseluruhan. Namun, pembangunan atau peningkatan fasilitas tersebut juga perlu
dilengkapi dengan peningkatan dalam kualitas pelayanan fasilitas sehingga dapat
memenuhi kebutuhan penduduk di dalam wilayah pelayanan.
Berdasarkan kondisi eksisting fasilitas pelayanan skala Kota Tasikmalaya
yang berada di BWP II antara lain:
1. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang tersedia di BWP II, Kecamatan Mangkubumi
dan Kecamatan Cihideung pada tahun 2013 meliputi :
a. Taman Kanak-kanak sebanyak 20 unit yang tersebar hampir di setiap
kelurahan kecuali: di Kecamatan Mangkubumi: Kelurahan Sambongpari
dan Cigantang;
b. SD/MI sebanyak 65 unit yang tersebar di setiap kelurahan;
c. SLTP/MTs sebanyak 11 unit yang terdapat di Kelurahan Sambongjaya,
Linggajaya, dan Cipari di Kecamatan Mangkubumi; dan Kelurahan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
362
Tugujaya, Tuguraja, Yudanagara, Cilembang, dan Argasari di Kecamatan
Cihideung.
d. SLTA/MA sebanyak 5 unit yang hanya terdapat di Kelurahan
Sambongjaya dan Karikil di Kelurahan Mangkubumi, serta Kelurahan
Tuguraja dan Cilembang di Kecamatan Cihideung.
Di kedua kecamatan yang ada di Bagian Wilayah Perencanaan II tersebut
terdapat fasilitas pendidikan yang fungsinya melayani Kota Tasikmalaya.
Fasilitas pendidikan yang tersebut adalah:
a. UPI Tasikmalaya, terletak di Jalan Dadaha, No.18 Kecamatan
Cihideung, Kota Tasikmalaya
b. Sekolah Tinggi Hukum Galunggung (STHG), terletak di Jalan Gunung
Tugu-Cipicung, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya
c. STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam), terletak di Jalan Tentara Pelajar,
No.58, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya
d. Akbid Kebidanan Syahida Mangkubumi, di Jalan A. H. Nasution,
Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
363
Gambar 4. 55 Peta Persebaran Perguruan Tinggi BWP II Magkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
364
Untuk fasilitas pendidikan BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya,
jumlahnya didominasi oleh institusi swasta, dan dengan jumlah penduduk
yang akan terus bertambah, sebaiknya perguruan tinggi negeri di Kota
Tasikmalaya jumlahnya ditambah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan
pendidikan di Kota Tasikmalaya itu sendiri.
2. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kecamatan Mangkubumi dan
Cihideung tahun 2014 antara lain meliputi:
Rumah Sakit sebanyak 2 unit, terdapat di Kecamatan Cihideung tepatnya
di Kelurahan Tuguraja dan Arjasari;
Rumah bersalin sebanyak 5 unit, terdapat di Kecamatan Cihideung;
Puskesmas Pembantu, sebanyak 9 unit, terdapat di Kecamatan
Cihideung 3 unit dan 6 unit di Kecamatan Mangkubumi;
Posyandu, sebanyak 96 unit yang tersebar di setiap kelurahan di
Kecamatan Mangkubumi;
Puskesmas sebanyak 2 unit, terdapat di Kecamatan Mangkubumi,
tepatnya di Kelurahan Mangkubumi dan Sambongpari.
Fasilitas kesehatan di BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya pada
tahun 2014 meliputi:
a. Rumah Sakit TMC di Kelurahan Tuguraja, Kecamatan Cihideung
b. Rumah Sakit Jasa Kartini di Kelurahan Arjasari, Kecamatan Cihideung
Melihat kondisi bahwa rumah sakit yang berada di BWP II keduanya
terletak di Kecamatan Cihideung, serta kepemilikannya yang dimiliki oleh
swasta, maka pemerintah perlu membangun kembali rumah sakit
pemerintah di Kota Tasikmalaya. Hal ini terjadi karena di Kota Tasikmalaya
hanya ada satu rumah sakit pemerintah, yaitu RSUD Dr. Soekarjo Kota
Tasikmalaya yang terletak di Kelurahan Empangsari, Kecamatan Tawang, Kota
Tasikmalaya. Namun, RSUD tersebut tidak hanya melayani penduduk Kota
Tasikmalaya, melainkan juga penduduk dari Kota atau Kabupaten lain yang
berada di wilayah Priangan Timur. Pembangunan rumah sakit milik
pemerintah ini dibutuhkan karena penduduk Kota Tasikmalaya yang semakin
bertambah sehingga warga Kota Tasikmalaya bisa mendapatkan pelayanan
fasilitas kesehatan yang ada di Kota Tasikmalaya itu sendiri.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
365
Gambar 4. 56 Peta Persebaran Rumah Sakit di BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
366
3. Fasilitas Ekonomi
Fasilitas ekonomi mempunyai peranan penting dalam menggerakkan
dan menumbuhkan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu harus dilihat
tidak hanya dari sisi geografi, sistem transportasi dan marketrange atau
jangkauan, tapi juga daya pendorong (forward linkage) dan daya penarik
(backward linkage).
Pasar sebagai fasilitas ekonomi yang memungkinkan terjadinya
transaksi ekonomi memainkan peran krusial dalam mengalokasikan
sumberdaya, modal dan mendistribusikan produk serta penghasilan. Pasar
sebagai pusat kegiatan ekonomi harus kompetitif dan memiliki mekanisme
yang mampu mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang mendorong
terciptanya efisiensi dan efektivitas yang optimal kegiatan ekonomi
masyarakat.
Fasilitas ekonomi di BWP II yang melayani Kota Tasikmalaya terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pasar Tradisional
Pasar Tradisional yang dibina oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya
sebanyak 7 (tujuh) pasar dan mampu menampung pedagang sebanyak
5.689 pedagang, melibatkan tenaga kerja sebanyak 9.612 orang untuk
keseluruhan Kota Tasikmalaya. Sementara untuk BWP II sendiri dapat
dilihat di tabel berikut ini.
Tabel 4. 64 Pasar Tradisional di BWP II Mangkubumi
No Nama Pasar Alamat Wilayah
Kecamatan
Jumlah
Kios
Luas
Pasar
(m2)
Tahun
Pembangunan
Tenaga
Kerja
1 Ps.
Cikurubuk
Jl. Residen
Ardiwinangun
Mangkubumi 2.772 43.120 1994 8.266
2 Ps.
Padayungan
Jl. Perintis
Kemerdekaan
Cihideung 261 9.000 1995 93
Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota
Tasikmalaya
Dari ketiga pasar tersebut, Pasar Cikurubuk merupakan pasar
tradisional terbesar, terluas dan terlengkap se-Priangan Timur, dengan
luas 43.120 m2, banyak los 10 blok dan jumlah kios 2.772 kios. Pasar ini
tidak hanya dikunjungi oleh warga Kota Tasikmalaya saja, tetapi juga
oleh warga penduduk Kabupaten/Kota lain seperti warga Kabupaten
Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Kota Banjar. Di Pasar Cikurubuk
terdapat pedagang grosir yang menjual barang-barang partai besar
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
367
untuk dijual eceran di pasar-pasar lainnya, bahkan pasar-pasar lain yang
ada di kota Tasikmalaya pun berbelanja ke pasar Cikurubuk.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
368
Gambar 4. 57 Peta Persebaran Pasar Tradisional di BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
369
b. Pasar Modern
Sebagai Kota Industri dan Perdagangan maka untuk melayani
kebutuhan warganya maka telah berdiri berbagai pasar modern di Kota
Tasikmalaya mulai dari minimarket, supermarket sampai dengan
Departemen store. Pasar modern di BWP II Mangkubumi yang melayani
Kota Tasikmalaya pada tabel berikut ini.
Tabel 4. 65 Pasar Modern di BWP II Mangkubumi yang Berskala Kota
Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan Kota Tasikmalaya
Dari tabel di atas, terlihat bahwa pasar modern skala kota yang ada di
BWP II semuanya berada di Kecamatan Cihideung. Sementara di Kecamatan
Mangkubumi tidak terdapat pasar modern.
Saat ini perkembangan pasar modern di Kota Tasikmalaya cukup pesat
ditambah cabang-cabang usaha pasar modern yang merambah tersebar ke
pelosok daerah dan berdekatan dengan pasar tradisional dengan istilah populer
mini market seperti Alfamart, Indomart,Yomart, Smacomart dan lain-lain,
sehingga pasar tradisional tersaingi dan kalah bersaing. Pasar Modern ini
merupakan tantangan dan ancaman bagi pasar tradisional.
Melihat kondisi seperti ini, untuk menjaga kelangsungan dan kemajuan
pasar tradisional, diperlukan penataan sarana dan prasarana fisik pasar
tradisional sehingga terwujud pasar tradisional yang modern. Diharapkan
keberadaan pasar tradisional dapat dipertahankan, dan tetap menjadi pilihan
pembeli (konsumen) dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
Revitalisasi pasar tradisional di Kota Tasikmalaya perlu dilakukan untuk
meningkatkan kondisi sarana dan prasarana pasar tradisional sehingga tercipta
lingkungan pasar tradisional modern sebagai pasar percontohan yang mampu
NO NAMA DAN JENIS PASAR ALAMAT LUAS [Ha]
Yogya HZ Jl. HZ Mustofa No. 124 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 9,454.72
Asia Toserba Jl. HZ. Mustofa No. 72 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 1,446.41
Samudra Toserba Jl. HZ. Mustofa No. 123 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 4,810.29
Agung Jl. HZ. Mustofa No. 126 Kel. Yudanegara Kec. Cihideung 1,218.50
Giant
Jl. Pasar Wetan Komplek Mayasari Plaza Kel. Argasari
Kec. Cihideung 1
Plaza Asia (PT. Asia SanPrima Jaya) Jl. HZ. Mustofa Kel. Tuguraja Kec. Cihideung 27,904.40
Mega M (PT. Matahari Putra Prima) Jl. Veteran No. 10 Kel. Cilembang Kec. Cihideung 8,331.35
Borobudur Dept. Store (PT. Cardo
Lestari Indonesia)
Jl. Pasar Wetan Komplek Mayasari Plaza Kel. Argasari
Kec. Cihideung 2,468
Supermarket
Departemen Store
1.
2.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
370
bersaing dengan pasar modern, menciptakan suasana pasar yang bersih,
nyaman, aman dan tertib agar menarik para calon konsumen berbelanja di pasar
tradisional.
4.2.2 Analisis Pola Ruang
4.2.2.1 Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan BWP II Mangkubumi
Rencana pengembangan kawasan berdasarkan daya dukung, kesesuaian lahan, dan daya
tampung bertuuan untuk mengetahui kemampuan lahan BWP II Kota Tasikmalaya
berdasarkan aspek kemampuan lahan. Metoda analisis yang digunakan dalam analisis pola
ruang BWP II adalah sebagai berikut
. Gambar 4. 58
Grafik Metoda analisis yang digunakan dalam analisis pola ruang BWP II
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
371
4.2.1 Analisis Daya Dukung Lahan
Analisis daya dukung dilakukan untuk menilai kemampuan lahan dalam mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain di dalamnya. Daya dukung lahan atau land
carrying capacity adalah batas atas dari pertumbuhan suatu populasi, di mana jumlah
populasi tersebut tidak dapat lagi didukung oleh lahan yang ada. Atau secara lebih singkat
dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas manusia yang berperan dalam perubahan
lingkungan.Hal ini dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu
ekosistem menahan akibat dari penggunaan yang dilakukan.Daya dukung lahan ditentukan
oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang saling
mempengaruhi.Daya dukung tergantung pada persentasi lahan yang dapat digunakan untuk
peruntukan tertentu yang berkelanjutan dan lestari, persentasi lahan ditentukan oleh
kesesuaian lahan untuk peruntukan tertentu.
a. Analisis Fungsi Kawasan
Analisis ini dilakukan untuk menentukan fungsi utama dari wilayah perencanaan,
yaitua kawasan lindung dan budidaya.Penentuan kawasan lindung didasarkan pada
Ketentuan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
372
Gambar 4. 59 Prosedur Penataan Kawasan Lindung
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
Analisis dilakukan pada kawasan lindung dan budidaya, menunjukkan bahwa BWP II
Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa:
1. Tidak terdapat kawasan suaka alam
2. Tidak terdapat kawasan bergambut
3. Skor hasil perhitungan overlay terhadap curah hujan, kemiringan lereng, dan
kepekaan tanah mempunyai nilai 85 yang berarti kurang dari syarat untuk
menjadi kawasan resapan air (skor 125-174) dan hutang lindung (skor >175).
Selain itu kondisi morfologi BWP II menunjukkan bahwa tidak terdapat
kawasan dengan kemiringan > 40% dan di atas 2000m
4. Terdapat kawasan perlindungan setempat, yaitu : Sempadan situ (Situ Gede),
Daerah Irigasi (DI) - meliputiDI Ciromban, yang berada di Kecamatan
Cihideung;DI Cinunut, yang berada di Kecamatan Cihideung;DI Situ Gede,
yang berada di Kecamatan Cihideung.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
373
Tabel 4. 66 Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di BWP II Mangkubumi
No. Fungsi Kawasan Luas (ha)
1. Budidaya 2525
2. Lindung 262
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
374
Gambar 4. 60 Peta Fungsi Kawasan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
375
a. Analisis Kemampuan Lahan
Analisis dilakukan pada kawasan budidaya untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan berupa :
1. Aspek Kemampuan Lahan Morfologi
2. Aspek Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
3. Aspek Kemampuan Lahan Drainase
4. Aspek Kemampuan Lahan Kerentanan Bencana
SKL Morfologi
Berdasarkan kelas kemiringan lereng maka kondisi morfologi lahan yang datar akan
memudahkan dikembangkan untuk kawasan perkotaan dan sebaliknya, semakin
tinggi kemiringan lereng semakin sulit untuk pengembangan kawasan perkotaan.
Morfologi di BWP II Kota Tasikmalaya cenderung seragam, yaitu datar sampai
dengan landai sedang sekitar 0-15% dan 15-40%.Hanya beberabpa lokasi yang 15-
40%. Oleh karena itu kemampuan lahan morfologi dibagi menjadi :
1. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi
wilayah dengan kemiringan lereng 0-5%.
2. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria baik diperuntukkan bagi wilayah
dengan kemiringan kemiringan lereng 5-15%
3. Kemampuan lahan morfologi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi
wilayah dengan kemiringan kemiringan lereng 15-40%
No Kemiringan Lereng Nilai Keterangan
1. 0 – 5% 5 Baik Sekali
2. 5 – 15% 4 Baik
3. 15 – 40% 3 Sedang
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
376
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
377
Gambar 4. 61 Peta SKL Morfologi BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
378
SKL Kestabilan Pondasi
Kestabilan pondasi menggambarkan kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau
tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun.Untuk melihat kemampuan lahan
terhadap kestabilan pondasi, maka perlu dilihat dari sifat dan jenis tanah.
Berdasarkan jenis tanah, jenis tanah latosol yang berasal dari pelpukan bahan induk vulkanik
baik tuff maupun batuan beku dianggap paling baik dibandingkan dengan jenis tanah
alluvial, yang merupakan tanah sedimentasi dari sungai atau pantai, dan tanah podsolik
hidromorf mudah lepas bagian atasnya sehingga rawan terhadap erosi.
Oleh karena itu, maka kelas kemampuan lahan kestabilan pondasi di BWP II dapat dibagi
menjadi 3 satuan, yaitu :
1. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baik sekali diperuntukkan
bagi wilayah dengan jenis tanah latosol atau alluvial.
2. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria baiki diperuntukkan bagi
wilayah dengan jenis tanah podsolik hidomorf
3. Kemampuan lahan kestabilan pondasi dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi
wilayah dengan jenis tanah latosol
No. Jenis Tanah Nilai Keterangan
1 Latosol 5 Baik sekali
2 Podsol Merah Kuning 4 Baik
3 Regosol 3 Sedang
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
379
Gambar 4. 62 Peta SKL Kestabilan Pondasi BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
380
SKL Drainase
Kemampuan lahan dalam menunjang sistem drainase dan pematusan alamiah sangat
dibutuhkan dalam pengembangan perkotaan. Kemampuan lahan yang baik ,
ditunjukkan dengan relative mudah pembuatan drainase serta karakteristik fisik lahan
yang memudahkan terjadinya pengaliran dan pematusan atau penyerapan air buangan
sehingga akan mengurangi terjadinya genangan air atau banjir. Kemampuan lahan
drainase sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi yaitu kemiringan lainnya, fakto lain
yang berpengaruh adalah jenis tanah dan sifat fisik batuan atau tanah.
Untuk kondisi BWP II Kota Tasikmalaya,jenis tanah podsolik merah kuning merupakan
tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah, jenis tanah
latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat dan memiliki profil tanah
yang dalam, mudah menyerap air. Sedangkan tanah regosol berbutir kasar, berwarna
kelabu sampai kuning,,dan bahan organik rendah. Sifat tanah regosol yang demikian
membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kemampuan lahan drainase di BWP II Kota
Tasikmalaya dibagi ke dalam beberapa satuan yaitu :
1. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria baik sekali diperuntukkan bagi wilayah
jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 5-40%
2. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria baik diperuntukkan bagi wilayah jenis
tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-5%
3. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria sedang diperuntukkan bagi wilayah
jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-5%
4. Kemampuan lahan drainase dengan kriteria kurang baik diperuntukkan bagi wilayah
jenis tanah podsolik merah kuning dengan kemiringan lereng 0-40%
No. Jenis Tanah Kemiringan Nilai Keterangan
1 Podsolik Merah Kuning 5-40% 5 Baik sekali
2 Latosol 0-5% 4 Baik
3 Podsolik Merah Kuning 0-5% 3 Sedang
4 Regosol 0-40% 2 Kurang Baik
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
381
Gambar 4. 63 Peta SKL Drainase BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
382
SKL Kerentanan Bencana
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan lahan terhadap kemungkinan
terjadinya bencana alam, dan menggunakan kriteria kawasan yang pernah mengalami
bencana alam. Untuk kondisi BWP II Kota Tasikmalaya, kawasan rentan bencana alam
yang perlu diperhitungkan adalah aliran lahar.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
383
Gambar 4. 64 Peta SKL Kerentanan Bencana BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
384
b. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan bertujuan untuk memperoleh gambaran daya dukung
lahan jika ditinjau dari aspek fisik lahan. Digolongkan menjadi tiga yaitu kawasan
pengembangan, kendala, dan limitasi.
Berdasarkan bobot dan nilai masing-masing satuan kemampuan lahan maka dapat
dihitung total nilai akhir tiap kawasan, yaitu dengan menggunakan rumus (total nilai =
nilai x bobot) dengan metoda superimpose. Dari total nilai tersebut dibuat 3 kelas
menjadi :
1. Kelas kemampuan lahan 1, merupakan kawasan pengembangan. Kawasan ini dapat
dan siap dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
2. Kelas kemampuan lahan 2, merupakan kawasan kendala. Kawasan ini terdapat
beberapa hambatan fisik lahan terkait pengembangan kawasannya.
3. Kelas kemampuan lahan 3, merupakan kawasan limitasi. Kawasan ini merupakan
kawasan yang tidak layak dikembangkan dan seharusnya termasuk dalam kawasan
lindung seperti sempadan situ, kawasan rawan bencana, ketinggian di atas 1000
meter, dan kemiringan lahan >40%
No. Klasifikasi Kawasan Luas (ha)
1. Potensi 2525
2. Limitasi 262
3. Kendala 1670
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
385
Gambar 4. 65 Peta Daya Dukung Lahan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
386
4.2.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan BWP II Mangkubumi
Analisis kesesuaian lahan ini akan menjadi dasar utama dalam menentukan pola
ruang, terutama dalam menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kecamatan
Mangkubumi dan Cihideung. Selain itu, identifikasi formasi area yang sesuai untuk
pengembangan penggunaan lahan tertentu tercakup pula identifikasi kawasan-kawasan
yang seharusnya dipertahankan karena memiliki faktor pembatas tertentu sehingga akan
merugikan bahkan membahayakan bila dikembangkan. Kawasan-kawasan seperti ini
nantinya akan diusulkan pemanfaatannya sebagai kawasan lindung yang tidak dapat
dibudidayakan atau kawasan budidaya non terbangun yang tidak untuk dialih fungsikan,
sehingga tidak memberikan dampak yang negatif.
Untuk menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya terbangun dan non
terbangun, digunakanlah beberapa analisis kondisi fisik seperti :
1. Ketersediaan sumber air bersih, dengan menggunakan peta tersedia berupa
daerah resapan air;
2. Tidak ada potensi bencana seperti aliran lahar;
3. Ketinggian;
4. Kemiringan lahan antara 0-15%;
5. Geologi ;
6. Pola ruang eksisting.
Analisis kesesuaian di Kecamatan Mangkubumi dan Cihideung dikelompokkan
berdasarkan kesesuaian kawasan lindung dan kesesuaian kawasan budidaya (kawasan
terbangun dan non terbangun) yang secara lebih rinci disajikan sebagai berikut.
Gambar 4. 66 Hasil Analisis Kesesuaian Lahan di BWP II Mangkubumi
No
Kecamatan/Kelurahan
Keseuaian Lahan (Ha)
Total
Kawasan Budidaya
Kawasan
Lindung
Non Terbangun
Terbangun Sawah
Irigasi
Teknis
Sudah
Terbangun
A Kecamatan
Mangkubumi
12,19 779,67 1612,28 208,84 2612,97
Kelurahan
Sambongpari
0,37 119,17 166,00 0,42 285,96
Kelurahan
Sambongjaya
0,66 71,22 114,34 5,56 191,78
Kelurahan Karikil 10,06 58,82 166,34 61,06 296,28
Kelurahan Cigantang 0,50 52,88 201,87 2,85 258,10
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
387
Kelurahan Cipari 0,34 77,95 202,68 2,37 283,34
Kelurahan Cipawitra - 86,53 266,26 91,69 444,48
Kelurahan Linggajaya - 195,73 268,62 34,79 499,14
Kelurahan
Mangkubumi
0,26 117,37 226,17 10,10 353,90
B Kecamatan Cihideung 0,36 419,18 130,07 48,47 598,08
Kelurahan Tuguraja 0,05 60,81 34,41 0,68 95,95
Kelurahan Tugujaya 0,29 82,15 46,14 1,73 130,31
Kelurahan
Nagarawangi
- 69,74 11,67 15,49 96,9
Kelurahan Cilembang 0,02 93,59 28,77 1,51 123,89
Kelurahan
Yudanegara
- 55,90 0,01 1,54 57,45
Kelurahan Argasari - 56,99 9,07 27,52 93,58
Pengelompokkan kesesuaian lahan menjadi kawasan lindung dan budidaya
didasarkan pada Permen PU no. 41 tahun 2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan
budidaya, bab 5 ketentuan teknis, karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan. Kawasan
budidaya dikelompokkan lagi menjadi budidaya terbangun dan non terbangun.Kawasan
budidaya terbangun terdiri dari kawasan permukiman, industri, perdagangan dan jasa, serta
pertambangan, sedangkan kawasan budidaya non terbangun terdiri atas hutan produksi,
hutan rakyat dan pertanian lahan basah serta lahan yang sudah terdapat bangunan eksisting
sehingga lahan tersebut tidak dapat dibangun.Namun, untuk kawasan budidaya non
terbangun di BWP II hanya terdapat kawasan pertanian lahan basah dan lahan yang sudah
terdapat bangunan eksisting.Kawasan budidaya non terbangun dan kawasan lindung
merupakan kawasan yang tidak boleh dialih fungsikan.
Berdasarkan data tabel diatas menunjukkan bahwa Kecamatan Mangkubumi
memiliki 61,70% kawasan budidaya terbangun yaitu kawasan yang dapat dilakukan
pembangunan, sedangkan kawasan yang tidak dapat dilakukan pembangunan yaitu terdiri
atas kawasan budidaya non terbangun yaitu lahan sawah irigasi teknis dan lahan yang sudah
terbangun serta kawasan lindung dengan presentase masing masing yaitu 0,47%, 29,83%
dan 7,99%. Untuk Kecamatan Cihideung terdapat 21,75% kawasan budidaya terbangun yang
dapat dilakukan pembangunan, sedangkan kawasan budidaya non terbangun yaitu lahan
sawah irigasi teknis dan lahan yang sudah terbangun serta kawasan lindung memiliki
presentase masing masing 0,06%, 70,09% dan 8,10%. Kawasan budidaya non terbangun
yang telah memiliki bangunan eksisting masih dapat dilakukan alih fungsi lahan berdasarkan
aturan zonasi yang berlaku di Kota Tasikmalaya.
Kecamatan pada BWP II yang memiliki kawasan budidaya terbangun yang paling
besar adalah Kecamatan Mangkubumi yaitu 61,70% dibandingkan Kecamatan Cihideung
yang hanya memiliki luas lahan budidaya terbangun sebesar 21,75%. Dari data tersebut
diketahui pula bahwa kecamatan yang lahannya telah banyak terbangun yaitu Kecamatan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
388
Cihideung sebesar 70,09% dibandingkan Kecamatan Mangkubumi yang hanya sebesar
29,83%. Untuk kawasan lindung di Kecamatan Cihideung, yaitu sebesar 8,10% memiliki
persentase yang lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Mangkubumi, yaitu sebesar
7,99%. Sementara untuk lahan sawah irigasi teknis yang dimiliki oleh Kecamatan
Mangkubumi, yaitu sebesar 0,47% , lebih besar dibandingkan yang terdapat di Kecamatan
Cihideung sebesar 0.06%.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
389
Gambar 4. 67 Peta Kesesuaian Lahan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
390
4.2.3 Analisis Daya Tampung Lahan
Analisis daya tampung bertujuan untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk yang
bisa ditampung di suatu kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan
lahan, dengan metode kepadatan penduduk. Adapun langkah yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung daya tampung berdasarkan kepadatan penduduk dengan asumsi
masing-masing kepadatan tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan standar USDA
untukkepadatan yang digunakan : rendah dengan skala kurang dari 65 jiwa/ha,
sedang antara 65 jiwa/ha sampai 130 jiwa/ha, dan tinggi di atas 130 jiwa/ha.
2. Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang ada saat ini dan
proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk daerah yang melampaui daya
tampung berikan persyaratan pengembangannya.
Pada tahun 2011 jumlah penduduk BWP II adalah 150.568 jiwa, dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata 1,33% per tahun, maka jumlah penduduk pada tahun
2031 diperkirakan mencapai ±196.107 jiwa. Sedangkan luas lahan potensial 2941,2 ha.
Daya tampung di Kecamatan Mangkubumi adalah 220051 jiwa dan di Kecamatan
Cihideung sebesar 98765 jiwa.
Tabel 4. 67 Daya Tampung Lahan BWP II Mangkubumi
No Kecamatan/ Kelurahan
Luas Lahan Potensial (Ha)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
Daya Jumlah Jumlah
Tampung Penduduk Penduduk
(Jiwa) Tahun 2013
Tahun 2031
a b c (Jiwa) (Jiwa)
A Kecamatan Mangkubumi
2391,95 715 220051 80867 102578
1 Kelurahan Sambongpari
285,17 65 18536 12709 16121
2 Kelurahan Sambongjaya
185,56 130 24123 9113 11560
3 Kelurahan Karikil 225,16 65 14635 15658 19862
4 Kelurahan Cigantang
254,75 65 16559 13252 16810
5 Kelurahan Cipari 280,63 65 18241 7267 9218
6 Kelurahan Cipawitra
352,79 65 22931 7386 9369
7 Kelurahan Linggajaya
464,35 130 60366 6560 8321
8 Kelurahan Mangkubumi
343,54 130 44660 8922 11317
B Kecamatan 549,25 910 98765 69701 88414
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
391
Cihideung
1 Kelurahan Tuguraja
95,22 195 18568 9830 12469
2 Kelurahan Tugujaya
128,29 130 16678 17112 21706
3 Kelurahan Nagarawangi
81,41 195 15875 9363 11877
4 Kelurahan Cilembang
122,36 195 23860 4989 6328
5 Kelurahan Yudanegara
55,91 195 10902 17852 22645
Sumber: Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015
4.2.3 Analisis Kependudukan
Perkembangan jumlah penduduk sangat bergantung kepada pertumbuhan
penduduk. Angka pertumbuhan penduduk di BWP II Mangkubumi (Kecamatan
Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung ) untuk 20 tahun mendatang sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti jumlah kelahiran, kematian dan migrasi
penduduknya maupun pola persebaran penduduk. Penduduk yang terus bertambah
jumlahnya akan menjadi tekanan yang besar bagi lingkungan. Jumlah penduduk
yang besar dan tidak seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan
akan mempengaruhi segala segi pembangunan. Penduduk merupakan subjek dan
objek dari pembangunan, maka keberadaan penduduk perlu dianalisis
kecenderungan perkembangannya untuk mengetahui karakteristik perkembangan
jumlah penduduk sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan arah
pembangunan beberapa tahun mendatang.
Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2009-2013 sebesar 1,33%. Pada
analsis proyeksi jumlah penduduk ini menggunakan metode geometri :
Dengan asumsi pertumbuhan linier, proyeksi penduduk di Kecamatan
Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung pada akhir tahun perencanaan (2031)
diperkirakan mengalami peningkatan, yaitu mencapai jumlah 190.993 jiwa.
Selengkapnya mengenai hasil dari proyeksi penduduk 20 tahun mendatang dapat
dilihat pada tabel berikut
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
392
Tabel 4. 68 Jumlah Penduduk BWP II Mangkubumi 2013 dan Proyeksi penduduk
KeCamatan Kelurahan Luas (Ha) Jumlah
2013 2019 2025 2031
Mangkubumi Sambongjaya 185,8679 12709 13758 14893 16121
Sambongpari 282,1734 9113 9865 10679 11560
Linggajaya 462,88 15658 16950 18348 19862
Mangkubumi 343,298 13252 14345 15529 16810
Cipari 278,5696 7267 7867 8516 9218
Karikil 277,3045 7386 7995 8655 9369
Cipawitra 368,3806 6560 7101 7687 8321
Cigantang 301 8922 9658 10455 11317
CIHIDEUNG Tugujaya 128,443 9830 10641 11519 12469
Tuguraja 95,17604 17112 18524 20052 21706
Nagarawangi 81,41323 9363 10135 10972 11877
Yudanagara 122,3249 4989 5401 5846 6328
Cilembang 55,91125 17852 19325 20919 22645
Argasari 66,01806 10555 11426 12368 13389
Sumber : Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
393
Gambar 4. 68 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Setiap Kelurahan di BWP II Mangkubumi
Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Dilihat dari jumlah pada akhir tahun perencanaan (2031), maka kelurahan yang
memiliki jumlah penduduk tertinggi adalah Kelurahan Cilembang di Kecamatan Cihideung
dengan jumlah 22.645 jiwa, sedangkan kelurahan dengan jumlah terendah adalah Kelurahan
Yudanagara di Kecamatan Cihideung dengan jumlah 6.328 jiwa.
Proyeksi Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk sendiri pada analsis proyeksi kepadatan penduduk ini
menggunakan rumus:
0
5000
10000
15000
20000
25000
2013 2019 2025 2031
SambongjayaSambongpariLinggajayaMangkubumiCipariKarikilCipawitraCigantangTugujayaTugurajaNagarawangiYudanagaraCilembangArgasari
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
394
Tabel 4. 69 Kepadatan Penduduk BWP II Mangkubumi 2013 dan Proyeksi Penduduk
Sumber : Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015
Dilihat dari kepadatan pada akhir tahun perencanaan (2031), maka
kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kelurahan Cilembang
di Kecamatan Cihideung dengan tingkat kepadatan 405,01 jiwa/ha, sedangkan
kelurahan dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kelurahan Cipawitra di
Kecamatan Mangkubumi dengan tingkat kepadatan 22,589 jiwa/Ha.
Selanjutnya, dalam menentukan tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan
Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung digunakan standar klasifikasi tingkat
kepadatan dari Biro Sensus United States Department of Agriculture (USDA). Dengan
pertimbangan bahwa Kota Tasikmalaya merupakan kota besar, maka standar ideal
kepadatan (sedang) di Kota Tasikmalaya adalah 65-130 jiwa/a.
Kecamatan Kelurahan Luas (Ha) Kepadatan
2019 2025 2031
Mangkubumi Sambongjaya 185,8679 74,01764 80,12416 86,73448
Sambongpari 282,1734 34,96017 37,84442 40,96661
Linggajaya 462,88 36,61813 39,63915 42,90942
Mangkubumi 343,298 41,78673 45,23417 48,96603
Cipari 278,5696 28,23902 30,56877 33,09072
Karikil 277,3045 28,83239 31,21109 33,78603
Cipawitra 368,3806 19,27682 20,86717 22,58873
Cigantang 301 32,08662 34,73379 37,59936
Cihideung Tugujaya 128,443 82,84596 89,68082 97,07957
Tuguraja 95,17604 194,6262 210,6831 228,0646
Nagarawangi 81,41323 124,494 134,7648 145,883
Yudanagara 122,3249 44,14961 47,79199 51,73487
Cilembang 55,91125 345,6336 374,1487 405,0162
Argasari 66,01806 173,0708 187,3493 202,8057
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
395
Gambar 4. 69 Peta Kepadatan Penduduk BWP II Tahun 2013
Sumber: Hasil Analisis Studio Kota Tasikmalaya, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
396
Berdasarkan gambar peta di atas, hasil analisis kelurahan yang
paling padat penduduknya dengan rentang kepadatan 131-220 jiwa per
hektar di BWP II Mangkubumi pada tahun 2013 yaitu Kelurahan Argasari,
Kelurahan Ciembang dan Kelurahan Tuguraja yang berada di Kecamatan
Cihideung Kota Tasikmalaya.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
397
Gambar 4. 70 Peta Kepadatan Penduduk BWP II Tahun 2031
Sumber : Analisis Studio Kota Tasikmalaya 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
398
Berdasarkan gambar peta di atas, hasil analisis kelurahan yang paling padat
penduduknya dengan rentang kepadatan 131-220 jiwa per hektar di BWP II
Mangkubumi pada tahun 2031 yaitu Kelurahan Argasari, Kelurahan Nagarawangi,
Kelurahan Ciembang dan Kelurahan Tuguraja yang berada di Kecamatan Cihideung
Kota Tasikmalaya.
4.2.4 Analisis Perekonomian
4.2.4.1 Analisis Ketersediaan dan Persebaran Sarana Ekonomi BWP II Mangkubumi
Kegiatann perdagangan dan jasa merupakan kegiatan dominan di BWP 2
terutama pada jalur arteri sekunder yaitu sepanjang Jalan K.H.Z. Mustofa yang
hampir seluruhnya berupa pertokoan. Di Kecamatan Cihideug terdapat 2 pusat
perbelanjaan yaitu Asia Plaza Mall dengan skala pelayanan kota dan Pasar
Cikurubuk dengan skala regional Priangan Timur. Berdasarkan analis diperoleh
kebutuhan sarana perdagangan dan niaga berdasarkan penduduk pendukung pada
tahun rencana 2031 dibutuhkan minimal 2 pertokoan dalam tiap satu kelurahan, 8
pusat pertokoan atau pasar lingkungan dalam tiap BWP, 2 pusat perbelanjaan
dalam tiap BWP. Berikut peta distribusi sarana ekonomi eksisting 2013 dan rencaca
2031.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
399
Gambar 4. 71 Peta Persebaran Sarana Ekonomi BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
400
1. Pusat Pertokoan dan atau Pasar Lingkungan
Menurut SNI 03-1733-2004 pertokoan adalah sarana perdagangan dan niaga yang
menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti
wartel, fotocopy, dan sebagainya. Pertokoan memiliki skala pelayanan untuk 6.000
penduduk. Luas lantai yang dibutuhkan 1.200 m2. Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan
3.000 m2 . Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:
1) tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan lain pada
pusat lingkungan;
2) sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;
3) pos keamanan.
Tabel 4. 70 Sebaran dan proyeksi pusat pertokoan/pasar lingkungan di BWP II Mangkubumi
Kecamatan Kelurahan Eksisting 2013 Prediksi Kebutuhan 2033
Kebutuhan Penambahan
Cihideung Yudhanegara 0 2 0
Argasari 1 2 1
Cilembang 1 2 1
Tuguraja 0 2 2
Nagarawangi 0 2 2
Tugujaya 1 2 1
Mangkubumi Linggajaya 0 2 2
Cipawitra 0 2 2
Cipari 0 2 2
Mangkubumi 0 2 2
Sambong Jaya 0 2 2
Sambong Pari 0 2 2
Cigantang 0 2 2
Karikil 0 2 2
Total 13 28 15
Sumber: Hasil Analisis, 2015
2. Pusat Perbelanjaan dan Niaga
Menurut SNI 03-1733-2004 pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan adalah sarana
perdagangan dan niaga yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan,
buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong,
alatalat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan
sebagainya.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
401
Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan memiliki skala pelayanan ≈ 30.000
penduduk atau setingkat kelurahan. Luas tanah yang dibutuhkan: 10.000 m2. Bangunan
pusat pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi dengan:
1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;
2) terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;
3) pos keamanan;
4) sistem pemadam kebakaran;
5) musholla/tempat ibadah.
Sebaran dan proyeksi pusat pertokoan/pasar lingkungan di BWP II Mangkubumi
Tabel 4. 71 Jumah Pusat Perbelanjaan di BWP II Mangkubumi
Skala Pelayanan Eksisting 2013 Prediksi Kebutuhan 2033 Kebutuhan Penambahan
BWP 2 1 8 7
Sumber : Hasil Analisis, 2015
4.2.4.2 Analisis Sektor Basis
Sektor basis dan sektor non basis di Kota Tasikmalaya digunakan analisis
Location Quotient (LQ) berdasarkan nilai PDRB Kota Tasikmalaya menurut sektor.
Sektor basis merupakan sektor yang mempunyai nilai LQ > 1, sedangkan apabila
nilai LQ < 1, artinya sektor tersebut merupakan sektor non-basis. Berdasarkan hasil
analisis LQ dalam dokumen materi teknis RTRW, sektor basis di Kota Tasikmalaya
terdiri atas sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor
keuangan dan sektor jasa. Sedangkan, sektor lainnya merupakan sektor non-basis,
yaitu sektor sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan sektor
listrik-gas-dan-air bersih. Namun, dari sektor-sektor yang merupakan non-basis
tersebut, terdapat subsektor yang mempunyai nilai LQ > 1, sehingga berpotensi juga
untuk dikembangkan, sub-sektor tersebut adalah:
Sektor pertanian: subsektor peternakan dan subsektor perikanan
Sektor Industri pengolahan: subsektor barang kayu, hasil hutan lainnya, kertas
dan barang cetakan
Sektor listrik, gas, dan air bersih: subsektor air bersih.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
402
Tabel 4. 72 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa
Barat Tahun 2005 dan 2007
No Lapangan Usaha LQ
2005 2007
1. Pertanian 0,65 0,66
a. Tanaman Bahan Makanan 0,34 0,36
b. Tanaman Perkebunan 0,06 0,06
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,26 2,28
d. Kehutanan 0,07 0,08
e. Perikanan 0,98 1,08
2. Pertambangan 0,03 0,03
a. Pertambangan 0,00 -
b. Penggalian 0,04 0,04
3. Industri Pengolahan 0,40 0,39
b. Industri tanpa Migas 0,40 0,39
1) Makanan, Minuman dan Tembakau 0,00 0,22
2)Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 0,00 0,85
3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 0,00 3,52
4) Kertas dan Barang Cetakan 0,00 1,69
5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Keret 0,00 0,59
6) Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0,00 0,18
7) Logam Dasar Besi dan Baja 0,00 0,37
8) Alat Angkutan Mesin dan Peralatannya 0,00 0,00
9) Barang Lainnya 0,00 0,16
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,81
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
403
a. Listrik 0,53 0,64
b. Air Bersih 2,88 3,00
5. Bangunan Konstruksi 2,67 2,90
6. Perdagangan 1,38 1,40
a. Perdagangan Besar dan Eceran 1,14 1,17
b. Hotel 0,66 0,63
c. Restoran 3,20 3,32
7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,17 1,96
a. Pengangkutan 2,59 2,50
1) Angkutan Rel 5,01 5,61
2) Angkutan Jalan Raya 2,71 2,57
3) Angkutan Laut 0,00 -
4) Angkutan Sungai dan Penyebrangan 0,00 -
5) Angkutan Udara 0,00 -
6). Jasa Penunjang Angkutan 3,30 3,72
b. Komunikasi 1,16 0,96
1). Pos dan Telekomunikasi 0,00 0,96
8. Keuangan 3,44 3,20
a. Bank 7,18 5,81
b. Lembaga Keuangan 1,57 1,20
d. Sewa Bangunan 1,97 2,05
e. Jasa Perusahaan 2,90 2,92
9. Jasa-Jasa 1,84 1,80
a. Pemerintahan Umum 1,69 1,74
1) Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2,73 2,81
2) Jasa Pemerintahan Lainnya 0,00 -
b. Swasta 2,04 1,86
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
404
Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2031
Berdasarkan hasil analisis LQ pada tahun 2011, sub sektor basis di Kota Tasikmalaya
yaitu sebagai berikut :
1. Air bersih
2. Bangunan konstruksi
3. Perdagangan besar dan eceran
4. Restoran
5. Angkutan rel
6. Angkutan jalan raya
7. Jasa pengangkutan angkutan
8. Bank
9. Lembaga keuangan
10. Jasa pemerintahan umum
11. Jasa sosial kemasyarakatan
12. Jasa hiburan dan rekreasi
13. Jasa perorangan dan rumah tangga
1) Sosial Kemasyarakatan 2,14 1,99
2) Hiburan dan Rekreasi 2,25 1,61
3) Perorangan dan Rumahtangga 2,01 1,84
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
405
Tabel 4. 73 Hasil Perhitungan LQ Subsektoral Perekonomian Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa
Barat Tahun 2011
Lapangan Usaha LQ
2011
Pertanian
a. Tanaman Bahan Makanan
0.16
b. Tanaman Perkebunan 0.02
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
0.51
d. Kehutanan 0.02
e. Perikanan 0.45
Pertambangan
a. Penggalian 0.04
Industri Pengolahan
a.Industri tanpa Migas 0.52
Listrik, Gas dan Air Bersih
a. Listrik 0.88
b. Air Bersih 3.26
Bangunan Konstruksi 3.68
Perdagangan
a. Perdagangan Besar dan Eceran
1.52
b. Hotel 0.76
c. Restoran 4.06
Pengangkutan dan Komunikasi
a. Pengangkutan
1) Angkutan Rel 5.83
2) Angkutan Jalan Raya 2.77
3). Jasa Penunjang Angkutan
3.84
b. Komunikasi 0.92
Keuangan
a. Bank 6.22
b. Lembaga Keuangan 1.45
c. Jasa Perusahaan 2.96
Jasa-Jasa
a. Pemerintahan Umum 2.32
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
406
b. Swasta
1) Sosial Kemasyarakatan
2.08
2) Hiburan dan Rekreasi 1.36
3) Perorangan dan Rumahtangga
1.60
Sumber : Hasil Ananlisis, 2015
Komoditas yang pengembangannya perlu diprioritaskan dapat diketahui dengan
dilakukan analisis LQ dan multiplier effect pada tiap komoditas subsektor dari sektor
pertanian. Hal ini untuk dipertimbangkan dalam konsep pengembangan wilayah
perencanaan dan dipertimbangan untuk analisis lainnya seperti analisis daya dukung lahan.
Hasil dari analisis LQ dan multiplier effect ini menggunakan data nilai luas lahan yang
digunakan dalam proses produksi komoditas tersebut. Hasil analisis ini digunakaan sebagai
salah satu pertimbangan yang merupakan faktor pembatas dalam penyusunan rencana
guna lahan terkait pembangunan lahan pertanian atau alih fungsi lahan. Selain itu, analisis
multiplier effect juga digunakan untuk mengetahui adanya dampak pengganda sektor
eonomi yang ditimbulkan dari pengembangan sektor yang merupakan sektor basis tersebut.
Selain itu, seperti yang disebutkan dalam materi teknis RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2011-
2031, beras merupakan komoditi potensial karena didukung oleh luasnya lahan sawah
beirigasi dan adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi lahan pertanian tanaman
pangan yang berkelanjutan. Maka dari itu, dilakukan analisis pada tiap-tiap subsektor
pertanian, yang terdiri atas : Pertanian Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura,
Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan dengan menggunakan nilai hasil
produksi.
Tabel 4. 74 Nilai LQ dan Multiplier Effect (Dilihat Dari Produksi) Sub Sektor Tanaman Pangan di BWP 2 Tahun 2013
No Komoditi Kecamatan
CM (ton) Kota
Tasikmalaya
LQ Basis Non Basis
Multiplier Effect Nilai B/NB
1 Padi Sawah 21.142,00 90.482,00 1,07 B 1.420,31 19.721,69 13,89
2 Ubi Kayu 65,00 5.974,00 0,05 NB -1.237,11 1.302,11 -1,05
3 Ubi Jalar 17,00 245,00 0,32 NB -36,40 53,40 -1,47
4 Cabe Besar 50,00 487,20 0,47 NB -56,19 106,19 -1,89
5 Jamur 1,74 16,80 0,48 NB -1,92 3,66 -1,91
6 Melinjo 0,20 57,60 0,02 NB -12,35 12,55 -1,02
7 Petai 0,10 117,40 0,00 NB -25,49 25,59 -1,00
8 Jagung 5,00 198,00 0,12 NB -38,16 43,16 -1,13
9 Kacang Tanah 3,00 72,00 0,19 NB -12,69 15,69 -1,24
Total 21.284,04 97.650,00
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
407
Dari hasil perhitungan LQ dan Multiplier Effect, komoditi padi sawah
merupakan komoditi sektor basis dari sub sektor tanaman pangan di Kecamatan
Cihideung dan Mangkubumi. Dari hasil analisis setiap komoditas, komoditi padi
sawah merupakan komoditi basis pada sub sektor tanaman pangan.
Tabel 4. 75 Komoditi Basis dan Multiplier Effect pada Subsektor Ekonomi di Kecamatan Cihideung dan
Mangkubumi
No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier
Effect Lokasi
1 Tanaman Pangan dan Holtikultura
Padi Sawah v Cihideung (214 Ha), Mangkubumi (3156 Ha)
Ubi Kayu - Mangkubumi (5 Ha)
Ubi Jalar - Mangkubumi (2 Ha)
Cabe Besar - Mangkubumi (6 Ha)
Jamur - Mangkubumi (0,048 Ha)
Melinjo - Cihideung (8 pohon/rumpun)
Petai - Mangkubumi (7 pohon/rumpun)
Jagung - Mangkubumi (1 Ha)
Kacang Tanah - Mangkubumi (2 Ha)
2 Tanaman Buah-Buahan
Alpukat v Cihideung (8 pohon/rumpun), Mangkubumi (371 pohon/rumpun)
Belimbing - Cihideung (72 pohon/rumpun)
Duku - Mangkubumi (136 pohon/rumpun)
Durian - Mangkubumi (304 pohon/rumpun)
3 Peternakan Sapi v Cihideung, Mangkubumi
4 Perikanan Perairan Umum v
Cihideung (7,86 Ha), Mangkubumi (73,38 Ha)
Sawah (Mina Padi)
- Mangkubumi (0,1 Ha)
5 Industri Industri Umum - Cihideung (2 unit), Mangkubumi (3 unit)
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
408
No Sub Sektor Komoditi Basis Multiplier
Effect Lokasi
Kimia dan Bangunan
v Mangkubumi (2 unit)
Sandang Kulit v Cihideung (7 unit), Mangkubumi (7 unit)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan hasil analisis, lahan pertanian yang diprioritaskan dari aspek ekonomi di
Kecamatan Mangkubumi dan Cihideung adalah sebagai berikut :
Lahan pertanian padi di Kecamatan Cihideung (214 Ha), Mangkubumi (3156 Ha)
Lahan pertanian alpukat di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi
Lahan peternakan sapi, domba dan kambing di Kecamatan Cihideung dan
Mangkubumi
Lahan perikanan perairan umum di Kecamatan Cihideung (7,86 Ha), Mangkubumi
(73,38 Ha)
Berkaitan dengan pengembangan bagian wilayah perencanaan BWP II dilakukan analisis
mengenai lokasi dan penggunaan lahan pada setiap sektor basis tersebut, yaitu:
a. Sektor Perdagangan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
409
Gambar 4. 72 Peta Persebaran Perdagangan dan Jasa BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
410
Berdasarkan gambar peta persebaran perdagangan dan jasa di BWP 2 Kota
Tasikmalaya, sebagian besar perdagangan dan jasa berada di jalan kolektor primer
atau jalan provinsi. Akan tetapi, terdapat banyak pula perdagangan dan jasa yang
berada di jalan lokal sekunder. Total luas perdagangan dan jasa di BWP 2 dengan
menjumlahkan seluruh luas perdagangan dan jasa masing-masing yaitu 34, 49 ha
dan luas BWP 2 yang luasnya 2.539,94 ha. Luas Perdagangan dan jasa dari total luas
BWP 2 Kota Tasikmalaya yaitu sekitar 1,36%.
b. Sektor Keuangan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
411
Gambar 4. 73 Peta Persebaran Bank BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
412
Berdasarkan gamabar di atas diketahui dari atas (Warna Ungu/BWP 2) : 1. PT
Bank Himpunan Saudara Tbk (Skala Lokal), 2. Bank Danamon Syari’ah Cihideung (Skala
Lokal) 3. BCA KCP Pasar Lama (Skala Lokal) 4. ATM mu’amalat Plaza Asia (Skala
Regional). 5. Bank CIMB Niaga (Skala Regional) 6. ATM Mu’amalat Cabang Tasikmalaya
(Skala Regional) 7.Bank Saudara Cabang Tasikmalaya (Skala Regional)
Ada beberapa bank yang bertempat sesuai dengan skala pelayanan (1,2,3,4,5) dan
terdapat bank yang melayani skala regional (Tasikmalaya), akan tetapi terletak di Jalan
Lokal Sekunder.
c. Sektor Pertanian
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
413
Gambar 4. 74 Peta Persebaran Lahan Pertanian BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
414
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pertanian merupakan sektor penunjang dan
sektor potensial Kota Tasikmalaya. Komoditi pertanian yang potensial antara lain beras,
mendong, dan hasil hutan (kayu) dan lain-lain. Beras menjadi komoditi potensial karena
didukung oleh luasnya lahan sawah beririgasi dan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk
melindungi lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan. Rencana Umum Pertanian
telah merekomendasikan wilayah Kecamatan Mangkubumi sebagai wilayah yang
menghasilkan komoditi unggulan tanaman pangan. Luas lahan pertanian lahan basah di
BWP 2 yaitu 949,80 ha dari luas BWP 2 yang luasnya 2.539,94 ha atau 37,39 % dari luas BWP
2.
4.2.5 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Fasilitas Umum
Sarana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas atau materi yang melayani kebutuhan
individu atau kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan, khususnya untuk kehidupan
fungsional. Keadaan sarana digambarkan dengan adanya sarana-sarana yang ada antara lain
sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, dan lain-lain.
Analisis kebutuhan sarana akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik sarana
yang ada saat ini, serta akan memperkirakan kebutuhan jumlah sarana untuk masa yang
akan datang. Dalam analisis penentuan jumlah sarana ini, mengacu pada standar yang ada
yaitu SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan.
Selain itu, proyeksi jumlah penduduk pun dibutuhkan untuk memproyeksikan
ketersediaan kebutuhan fasilitas dimasa yang akan datang. Tabel proyeksi penduduk dari
tahun 2013 hingga tahun 2031 dapat dilihat pada lampiran. Setelah diproyeksikan jumlah
penduduk Kota Tasikmlaya berjumlah 886029 jiwa pada tahun 2031.
4.2.5.1 Sarana Pendidikan
Ketersediaan sarana pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
pengembangan kawasan. Analisis sarana pendidikan terdiri dari analisis tingkat pelayanan
dan kebutuhan sarana pendidikan hingga akhir tahun perencanaan, tahun 2031. Analisis
tingkat pelayanan dilakukan untuk melihat kemampuan sarana yang ada dalam melayani
kebutuhan penduduk, dimana data yang digunakan untuk analisis tingkat pelayanan ini
adalah data jumlah dan sebaran sarana pendidikan tahun 2013.
Untuk memproyeksikan kebutuhan sarana pendidikan, dalam analisis ini acuan yang
digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan
di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana pendidikan sesuai dengan acuan ini adalah
sebagai berikut :
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
415
Taman Kanak-kanak, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 216 m2/unit dan luas lahan adalah 216 m2/unit.
Sekolah Dasar, standar jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.600
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 633 m2/unit dan luas lahan adalah 2.000 m2/unit.
SLTP, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit
dengan luas lantai adalah 2.282 m2/unit dan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.
SLTA, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 4.800 jiwa/unit
dengan luas lantai adalah 3.835 m2/unit dan luas lahan adalah 12.500 m2/unit.
Dengan jumlah proyeksi penduduk Kota Tasikmalaya pada tahun 2031 sebesar 886029
jiwa dan dengan menggunakan standar SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Kawasan Perumahan di Perkotaan menghasilkan jumlah sarana pendidikan yang harus
disediakan pada satu Kota Tasikmalaya dan pada masing masing kelurahan (69 kelurahan).
Tabel tersebut dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4. 76 Tabel Prediksi Kebutuhan Sarana Pendidikan Tahun 2031
TK SD SMP SMA
Jumlah penduduk pendukung 1250 1600 4800 4800
Jumlah sarana yang dibutuhkan satu kota 708,8234 553,7683 184,5894 184,5894
Jumlah sarana yang dibutuhkan per
kelurahan
10
8
3
3
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Sedangkan jumlah sarana pendidikan eksisting yang tersebar di Kota Tasikmalaya yang
berada di BWP II (Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung) terdapat pada tabel di
bawah ini.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
416
Tabel 4. 77 Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan Tahun 2013
BWP II Jumlah Unit
TK SD SMP SMA
Kec. Mangkubumi 8 33 4 2
Sambongjaya 1 4 1 1
Sambongpari 0 4 0 0
Linggajaya 2 5 1 0
Mangkubumi 1 6 0 0
Cipari 2 4 2 0
Karikil 1 3 0 1
Cipawitra 1 4 0 0
Cigantang 0 3 0 0
Kec. Cihideung 12 32 7 3
Tugujaya 3 5 2 0
Tuguraja 1 8 1 2
Nagarawangi 2 2 0 0
Yudanagara 2 3 2 0
Cilembang 1 7 1 1
Argasari 3 7 1 0
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014
Berdasarkan tabel proyeksi kebutuhan pada tahun 2031 serta tabel jumlah sarana
pendidikan eksisting pada tahun 2013 maka terdapat gap angka kebutuhan sarana
pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Jumlah yang harus disediakan dapat dilihat pada tabel berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
417
Tabel 4. 78 Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan yang Dibutuhkan
BWP II Jumlah Unit
TK SD SMP SMA
Kec. Mangkubumi
Sambongjaya 9 4 2 1
Sambongpari 10 4 3 2
Linggajaya 8 3 2 3
Mangkubumi 9 2 3 3
Cipari 8 4 1 3
Karikil 9 5 3 2
Cipawitra 9 4 3 3
Cigantang 10 5 3 3
Kec. Cihideung
Tugujaya 7 3 1 3
Tuguraja 9 5 2 1
Nagarawangi 8 6 3 3
Yudanagara 8 5 1 3
Cilembang 9 1 2 2
Argasari 7 1 2 3
Sumber: Hasil Analisis, 2015
4.2.5.2 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan befungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan
sarana ini adalah didasarkan pada jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
418
Dalam mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana kesehatan, digunakan adalah
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan.
Standar pelayanan minimal sarana kesehatan sesuai dengan acuan ini adalah sebagai
berikut :
Posyandu, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 1.250
jiwa/unit dengan luas lahan adalah 36 m2/unit.
Balai Pengobatan Warga, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150 m2/unit.
BKIA/Klinik Bersalin, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah
30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.500 m2/unit.
Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan, standard jumlah penduduk
pendukung yang ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 150
m2/unit.
Puskesmas dan Balai Pengobatan, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 420 m2/unit.
Apotik/Rumah Obat, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah
30.000jiwa/unit dengan luas lahan adalah 120 m2/unit.
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar SNI
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan maka
dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana kesehatan pada tingkat kota dan setelah
dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan) maka terdapat
kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada tabel berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
419
Tabel 4. 79 Prediksi Kebutuhan Sarana Kesehatan Tahun 2031
Puskesmas Puskesmas
pembantu Posyandu BKIA
Tempat
praktik
dokter
Apotik
Jumlah
penduduk
pendukung
120000 30000 1250 30000 5000 30000
Jumlah sarana
per kota
7
30
709
30
177
30
Jumlah sarana
yang
dibutuhkan
-
7
10 -
3 -
Sarana yang
harus
disediakan
2
Puskesmas
per BWP
8 Pustu per
BWP
11 Per
Kelurahan
8 BKIA per
BWP
3 Per
Kelurahan
8 Apotik
per BWP
Disediakan Pemerintah Partisipasi Pihak Swasta
Perizinan dan Alokasi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel proyeksi kebutuhan pada tahun 2031 serta tabel jumlah sarana
kesehatan eksisting pada tahun 2013 maka terdapat angka kebutuhan sarana kesehatan
(Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu) yang harus disediakan, jumlah yang harus
disediakan dapat dilihat pada tabel berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
420
Tabel 4. 80 Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan Tahun 2013
BWP II Jumlah Unit
Posyandu Puskesmas Puskesmas Pembantu
Kec. Mangkubumi 96 2 6
Sambongjaya 15 0 1
Sambongpari 9 1 0
Linggajaya 15 0 1
Mangkubumi 15 1 0
Cipari 10 0 1
Karikil 10 0 1
Cipawitra 10 0 1
Cigantang 12 0 1
Kec. Cihideung 71 3 0
Tugujaya 9 1 0
Tuguraja 14 1 0
Nagarawangi 11 0 0
Yudanagara 9 0 0
Cilembang 19 1 0
Argasari 9 0 0
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014
4.2.5.3 Fasilitas Perdagangan dan Niaga
Sarana perdagangan dan jasa merupakan salah satu sarana yang penting dalam
menunjang kegiatan perekonomian di suatu wilayah. Melalui sarana perdagangan itulah
kegiatan perekonomian menjadi berjalan. Analisis perhitungan kebutuhan sarana
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
421
perdagangan dan jasa di Kecamatan Mangkubumi, Indihiang dan Bungursari dilakukan
dengan mengacu pada SNI/03/1733/2004. Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar
pelayanan minimal sarana perdagangan dan niaga adalah sebagai berikut:
Toko/Warung, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 250
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 50 m2/unit dan luas lahan adalah 100 m2/unit.
Pertokoan, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan adalah 6.000
jiwa/unit dengan luas lantai adalah 1.200 m2/unit dan luas lahan adalah 3.000
m2/unit.
Pusat Pertokoan dan Pasar Lingkungan, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 13.500 m2/unit dan
luas lahan adalah 10.000 m2/unit.
Pusat Perbelanjaan dan Niaga, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit dengan luas lantai adalah 36.000 m2/unit dan
luas lahan adalah 36.000 m2/unit.
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 886029 jiwa dan standar SNI
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di Perkotaan maka
dihasilkan jumlah proyeksi kebutuhan sarana perdagangan dan niaga pada tingkat kota dan
setelah dibagi jumlah kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya (69 kelurahan) maka terdapat
kebutuhan sarana kesehatan tingkat kelurahan yang dapat dilihat pada tabel berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
422
Tabel 4. 81 Jumlah dan Sebaran Sarana Perdagangan dan Niaga Tahun 2013
Kecamatan / Kelurahan Jumlah Unit
Pertokoan Pusat Pertokoan
Kec. Mangkubumi 1 0
Sambongjaya 0 0
Sambongpari 0 0
Linggajaya 1 0
Mangkubumi 0 0
Cipari 0 0
Karikil 0 0
Cipawitra 0 0
Cigantang 0 0
Kec. Cihideung 0 8
Tugujaya 0 2
Tuguraja 0 0
Nagarawangi 0 1
Yudanagara 0 5
Cilembang 0 1
Argasari 0 1
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kota Tasikmalaya, 2014
4.2.5.4 Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non
Hijau (RTNH). Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang di dalam kota dimana unsur
hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan (Hakim, 2002).
Pelaksanaan pengembangan RTH dilakukan dengan pengisian tumbuhan pada ruang
terbuka, baik secara alami ataupun dengan tanaman budidaya, seperti tanaman komoditi
pertanian dalam arti luas, pertamanan, dan sebagainya. Sedangkan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008, ruang terbuka hijau didefinisikan sebagai
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
423
area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Ruang Terbuka Non Hijau: (Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah
perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun
yang berupa badan air.
Pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH) atau Grey Area perlu diatur dalam Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan
Perkotaan (PERMEN PU no 5/PRT/M/2008) pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan ruang dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 pasal 31, ketentuan
mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH maupun RTNH, minimal pada suatu wilayah
kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dengan asumsi 20% harus disediakan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau masyarakat.
Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar pelayanan minimal sarana ruang terbuka, taman
dan lapangan olahraga adalah sebagai berikut :
Taman/Tempat Main RT, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 250 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 250 m2/unit.
Taman/Tempat Main RW, standard jumlah penduduk pendukung yang ditetapkan
adalah 2.500 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 1.250 m2/unit.
Taman & Lapangan Olahraga, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan adalah 9.000 m2/unit.
Kuburan/Pemakamam Umum, standard jumlah penduduk pendukung yang
ditetapkan adalah 120.000 jiwa/unit.
4.2.6 Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana dan Utilitas Umum
4.2.6.1 Utilitas Listrik BWP II Mangkubumi
Sistem jaringan listrik secara fisik terdiri dari jaringan distribusi dan transmisi,
bangunan penyediaan listrik, serta pembangkit listrik. Sistem jaringan listrik yang ada di
BWP II terdiri atas Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM), dan gardu hubung. BWP II sendiri tidak memiliki pembangkit listrik
karena pasokan listrik berasal dari daerah lain.
Selain itu, dalam sistem jaringan listrik yang telah disebutkan, diperlukan juga
cadangan listrik yang akan disalurkan oleh sistem tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui
seberapa besar cadangan listrik yang harus dimiliki BWP II untuk menjawab kebutuhan akan
listrik domestik dan non domestik. Besarnya kebutuhan listrik dapat dihitung dengan rumus
berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
424
Kebutuhan listrik domestik = kebutuhan listrik/KK x jumlah KK
Kebutuhan listrik non domestik = 40% kebutuhan listrik domestik
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
425
Daya listrik untuk tiap KK berbeda-beda mulai dari 450 VA, 900 VA, 1300 VA, sampai
2200 VA. Diasumsikan bahwa setiap KK terdiri dari 4 orang dan proporsi jumlah KK di BWP II
yang menggunakan daya listrik tersebut sama dengan proporsi jumlah KK di Kota
Tasikmalaya sehingga diperoleh data sebagai berikut.
Gambar 1. 1 Diagram Penggunaan Daya Listrik untuk Domestik
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Dari data tersebut diketahui bahwa kebutuhan listrik domestik pada tahun 2013
adalah sebesar 28.830.538 VA dan kebutuhan listrik non domestik yaitu 40% dari
28.830.538 adalah sebesar 11.532.215 VA, sehingga total kebutuhan listriknya adalah
sebesar 40.362.753 VA. Dengan supply listrik pada tahun 2013 sebesar 45.009.211 VA, maka
diketahui bahwa supply listrik masih dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk BWP II.
Proyeksi kebutuhan listrik domestik hingga tahun 2031 dapat dilihat pada tabel berikut.
43%
49%
6%
2%
450 VA 900 VA 1300 VA 2200 VA
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
426
Tabel 4. 82 Prediksi Kebutuhan Listrik Domestik BWP II Mangkubumi Hampai Tahun 2031
Kelurahan
Kebutuhan
listrik tahun
2016 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2021 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2026 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2031 (VA)
Kecamatan
Mangkubumi 16540877 17670496 18877260 19640525
Sambongjaya 2599552 2777083 2966737 3086691
Sambongpari 1864011 1991310 2127301 2213314
Linggajaya 3202753 3421478 3655139 3802927
Mangkubumi 2710620 2895735 3093492 3218572
Cipari 1486423 1587934 1696379 1764968
Karikil 1510764 1613938 1724157 1793870
Cipawitra 1341810 1433446 1531339 1593256
Cigantang 1824943 1949574 2082715 2166925
Kecamatan
Cihideung 14256936 15230579 16270715 16928589
Tugujaya 2010670 2147983 2294675 2387455
Tuguraja 3500161 3739196 3994555 4156067
Nagarawangi 1915147 2045938 2185660 2274033
Yudanagara 1020471 1090162 1164612 1211700
Cilembang 3651523 3900895 4167298 4335794
Argasari 2158964 2306405 2463916 2563539
30797813 32901076 35147975 36569114
Sumber: Hasil analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
427
Tabel 4. 83 Prediksi Kebutuhan Listrik Non Domestik
Kelurahan Kebutuhan
listrik tahun
2016 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2021 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2026 (VA)
Kebutuhan
listrik tahun
2031 (VA)
Kecamatan
Mangkubumi
6616351 7068199 7550904 7856210
Sambongjaya 1039821 1110833 1186695 1234676
Sambongpari 745605 796524 850921 885326
Linggajaya 1281101 1368591 1462056 1521171
Mangkubumi 1084248 1158294 1237397 1287429
Cipari 594569 635174 678551 705987
Karikil 604305 645575 689663 717548
Cipawitra 536724 573378 612536 637302
Cigantang 729977 779829 833086 866770
Kecamatan
Cihideung
5702775 6092232 6508286 6771436
Tugujaya 804268 859193 917870 954982
Tuguraja 1400064 1495678 1597822 1662427
Nagarawangi 766059 818375 874264 909613
Yudanagara 408188 436065 465845 484680
Cilembang 1460609 1560358 1666919 1734318
Argasari 863586 922562 985566 1025416
Total BWP II 12319125 13160430 14059190 14627646
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
428
Dari hasil analisis tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2021 kebutuhan listrik telah
melebihi supply listrik yang ada saat ini sehingga perlu ada tambahan supply listrik.
4.2.6.2 Utilitas Telekomunikasi BWP II Mangkubumi
Fasilitas telekomunikasi secara definisi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,
dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya (UU No.
36 Tahun 1999). Berdasarkan definisi ini, maka dapat dikatakan bahwa fasilitas pendukung
telekomunikasi disini terdiri dari telepon fixed line dan BTS.
a. Telepon fixed line
Kebutuhan terhadap telepon fixed line di BWP II MANGKUBUMI Kota
Tasikmalaya didasarkan pada beberapa pertimbangan menurut SNI 03-1733-2004.
Pertimbangan tersebut yaitu sebagai berikut.
Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon
umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa
Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250
jiwa penduduk (unit RT)
Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius
bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m
Dikarenakan penggunaan telepon umum yang sudah sangat minim di Kota
Tasikmalaya, maka perhitungan kebutuhan untuk telepon umum tidak dilakukan.
Saat ini masyarakat sudah sangat jarang menggunakan telepon umum, hal ini
dikarenakan semakin majunya teknologi sehingga masyarakat BWP II
MANGKUBUMI memilih untuk menggunakan telepon genggam (HP). Berdasarkan
hasil observasi, di BWP II Kota Tasikmalaya sudah tidak terdapat telepon umum.
Jikapun ada, kondisi fisik telepon umum tersebut sudah sangat memprihatinkan dan
sudah tidak berfungsi.
b. BTS
Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pasal 6, penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan jaringan
telekomunikasi dan jaringan tersebut wajib mengikuti ketentuan teknis sebagai
berikut :
menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan
jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;
memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;
membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
429
mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang
dimilikinya.
Pada dasarnya ketersediaan jaringan dan kemudahan berkomunikasi dari
telepon genggam dijadikan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak penyedia
jaringan telekomunikasi. Artinya, kondisi BTS perlu diperhatikan kualitasnya dan
dipantau apakah ia sudah mampu memenuhi kebutuhan jaringan penggunanya atau
belum. Adapun kondisi dari BTS yang terletak di BWP II dapat dilihat pada table
berikut.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
430
Tabel 4. 84 Kondisi BTS di BWP II Mangkubumi
Kecamatan Objek Observasi
Sarana Pendukung Jarak dengan bangunan terdekat
Guna lahan sekitar
Kondisi Fisik Menara
Tinggi Menara
Penangkal Petir
Pertanahan (grounding)
Cihideung
Ada/Tidak ada ada
Keterangan Baik 30 meter 5 meter
Sawah dan rumah makan
Mangkubumi
Ada/Tidak ada ada
Keterangan Baik 24 meter 3 meter Jasa dan RTH
Mangkubumi
Ada/Tidak ada ada
Keterangan Baik 24 meter 0 meter Rumah dan RTH
Cihideung
Ada/Tidak ada ada
Keterangan Baik 42 meter 5 meter Perumahan
Mangkubumi
Ada/Tidak Ada Ada
Keterangan Baik 42 meter 5 meter Perumahan
Cihideung
Ada/Tidak Ada Ada
Keterangan Baik 18 meter Ada Ada 50 meter Perumahan
Cihideung
Ada/Tidak Ada Ada
Keterangan Baik 18 meter Ada Ada 50 meter Sawah/Pertanian
Sumber : Hasil Observasi, 2015
Secara keseluruhan kondisi fisik menara BTS di BWP II Mangkubumi tergolong baik,
dengan tinggi menara berkisar antara 18-42 meter, akan tetapi pada dasarnya, standar
tinggi menara BTS yang ideal berdasarkan Master Plan Tower Bersama Telekomunikasi Kota
Tasik adalah 12m-20m. Dari segi sarana pendukungnya juga sudah cukup baik, yakni adanya
sarana pendudukung berupa penangkal petir dan grounding sebagai pelindung BTS.
Walaupun demikian masih terdapat banyak BTS yang tidak memenuhi standar,
yakni dimana jarak BTS dengan bangunan terdekat yaitu 5 meter. Hal ini sangat berbahaya
apabila bangunan terdekat merupakan bangunan perumahan.
4.2.6.3 Utilitas Air Bersih BWP II Mangkubumi
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam melangsungkan
kegiatannya sehari-hari, sehingga pemenuhan kebutuhan terhadap air bersih tersebut
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Ketersediaan air bersih
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
431
sangat tergantung kepada sumber air bersih yang dapat diolah dan dimanfaatkan dimana
dalam penyediaannya air bersih dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kegiatannya serta
sumber air yang ada.
Sistem penyediaan air minum Kota Tasikmalaya sampai saat ini masih dilayani oleh
PDAM Kabupaten Tasikmalaya yang mempunyai kapasitas terpasang 438 Liter/detik yang
melayani 29.909 Sambungan Langsung (27.738 sambungan Domestik/SR, 2.211 Non
Domestik) dan 157 kran umum (Corporate Plan PDAM Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2003-
2007). Sementara itu, untuk penyediaan air bersih Kota Tasikmalaya, sumber air yang
digunakan tidak hanya melalui sistem perpipaan yang dilayani oleh PDAM Kabupaten
Tasikmalaya saja, tetapi juga melalui sistem non perpipaan. Adapun system non perpipaan
yang digunakan diantaranya adalah sumur gali, pompa tangan dan penampungan mata air
(Dinas Kesehatan, 2013).
Kota Tasikmalaya pada dasarnya memiliki potensi sumber air yang beragam dalam
memenuhi kebutuhan air bersih, yaitu meliputi air permukaan dan air tanah. Titik sumber
air tersebut tersebar di seluruh wilayah Kota Tasikmalaya maupun di wilayah Kabupaten
Tasikmalaya.
a. Air Permukaan (Sungai dan Situ)
Sungai-sungai yang mengaliri Kota Tasikmalaya di antaranya adalah Sungai
Citanduy, Sungai Ciloseh, Sungai Ciwulan, serta Sungai Cibanjaran. Sedangkan anak-
anak sungainya yaitu beberapa anak sungai dari Sungai Cibanjaran yang meliputi
Sungai Cihideung/Dalem Suba, Sungai Cipedes, Sungai Ciromban, Sungai Cidukuh,
Sungai Cicacaban, Sungai Cibadodon, Sungai Cikalang, Sungai Tonggong Londok,
Sungai Cibeureum dan Sungai Cimulu. Sungai-sungai tersebut mengalir sepanjang
tahun dan bermuara di Sungai Citanduy, kecuali Sungai Ciwulan.
Selain itu, terdapat pula potensi sumber air yang berasal dari situ. Tujuh
buah waduk/situ di Kota Tasikmalaya mempunyai potensi menyediakan total air
sebesar 1.646.750 m3 dan salah satunya berada di wilayah BWP II Mangkubumi.
Situ-situ tersebut adalah Situ Gede di Kecamatan Mangkubumi (6.000 m3/detik),
Situ Cicangri dan Rusdi di Kecamatan Tamansari (6.000 m3/detik), Situ Cibeureum,
Situ Cipajaran, Situ Malingping dan Situ Bojong di Kecamatan Cibeureum (24.000
m3/detik).
b. Air Tanah
Selain potensi air permukaan, Kota Tasikmalaya pun memiliki potensi
kandungan air tanah yang relatif dangkal. Dikatakan demikian karena air tanah
dapat diperoleh dari sumur dengan kedalaman antara < 3,00 – 10,00 meter.
Kedalaman sumur gali untuk bisa keluar air cukup dangkal, antara 1,50 – 7,00
meter.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
432
Kedua potensi hidrologi di atas merupakan sumber air bagi pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Salah satu sumber air tanah dalam bentuk mata air ini yaitu
Mata Air Cianjur II berada di wilayah BWP II Mangkubumi yaitu di Kecamatan
Mangkubumi.
Tabel 4. 85 Kawasan Sekitar Mata Air Di Kota Tasikmalaya
No. Nama
Mata Air
Debit (l/det) Lokasi Keterangan
Maks Min Desa Kecamatan
1 Cibunigeuli
s 60 15
Cibunigeuli
s Indihiang Dimanfaatkan PDAM
2 Cibangbay 81 50 Setiawargi Tamansari Belum dimanfaatkan
3 Cianjur II 65 18 Linggajaya Mangkubumi Lahan milik
perorangan
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
433
Gambar 4. 75 Peta Sumber Air Permukaan Kota Tasikmalaya
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
434
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
435
Gambar 4. 76 Peta Sumber Air Tanah BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
436
Sistem Jaringan Air Bersih
a. Cakupan Pelayanan
Data sumber pemenuhan kebutuhan air terbaru Kota Tasikmalaya
menyebutkan bahwa persentase masyarakat Kota Tasikmalaya yang sudah terlayani
air bersih mencapai angka 70%, dimana 24,8% diantaranya terlayani oleh PDAM dan
45,2% sisanya mendapatkan pelayanan dari air tanah (Bappeda Kota Tasikmalaya,
2015).
Sementara itu, PDAM Tirta Sukapura Kabupaten Tasikmalaya sendiri
mempunyai area pelayanan meliputi 13 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya dan
10 kecamatan di Kota Tasikmalaya. Dengan kata lain, seluruh wilayah Kota
Tasikmalaya sudah mendapatkan pelayanan dari PDAM. Adapun jumlah pelanggan
PDAM di Kota Tasik Sendiri mencapai 25.456 SL, atau 154.710 jiwa yang terlayani
dari total 646.211 jiwa jumlah penduduk Kota Tasikmalaya.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan air bersih, wilayah BWP II Mangkubumi
tidak hanya menggunakan sistem perpipaan PDAM Kabupaten Tasikmalaya saja.
Cakupan pelayanan untuk PDAM dan Non PDAM di wilayah BWP I Mangkubumi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 86 Cakupan Pelayanan PDAM BWP II Mangkubumi
Kecamatan Perpipaan / SR
Jumlah Penduduk Jumlah KK Pemakai Jiwa Pemakai
Cihideung 2394 2394 5985 38064
Mangkubumi 1110 1210 4158 43310
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013
Tabel 4. 87 Cakupan Pelayanan Non Perpipaan BWP II Mangkubumi
Kecamatan Sumur Gali (jiwa)
Sumur Gali + Pompa (jiwa)
Sumur Pompa Tangan
Jumlah Penduduk
Cihideung 6470 6475 800 38064
Mangkubumi 8433 25625 1038 43310
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
437
Tabel 4. 88 Cakupan Pelayanan Air Bersih di BWP II Mangkubumi
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2013
b. Kondisi Jaringan PDAM
Pelayanan PDAM Kabupaten Tasikmalaya dikelompokkan menjadi beberapa
cabang pelayanan dimana setiap cabang tersebut melayani wilayah yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Cabang pelayanan tersebut terdiri dari cabang
Kawalu, Cibereum, Indihiang, Tasik Barat dan Tasik Timur. Adapun untuk wilayah
BWP II MANGKUBUMI, yang terdiri dari Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi,
termasuk ke wilayah cabang pelayanan Tasik Barat, bersama dengan Kecamatan
Indihiang.
Kecamatan Jumlah
Penduduk (jiwa)
Pelayanan PDAM (jiwa)
Pelayanan Non PDAM (jiwa)
Jumlah Penduduk Terlayani
Persentase Pelayanan
Cihideung 38064 5985 13745 19730 51,83%
Mangkubumi 43310 4158 35096 39254 90,63%
Total Persentase Terlayani BWP II Mangkubumi 72,49%
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
438
Gambar 4. 77 Peta Pelayanan Air Bersih BWP I Indihiang dan BWP II Magkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
439
Debit air PDAM di Kecamatan Mangkubumi adalah 17 L/detik. Sedangkan
Kecamatan Cihideung besar debitnya adalah 190 L/detik (Terbagi menjadi 5
Kecamatan, data debit spesifik untuk Cihideung tidak diketahui)
Tabel 4. 89 Jumlah SL Cabang Pelayanan PDAM Kabupaten Tasik
No. Wilayah Jumlah SL Jumlah Jiwa Terlayani
(Jiwa)
1 Tasikmalaya Barat 8.834 54.320
2 Tasikmalaya Timur 8.592 51.928
3 Cibereum 3.326 20.238
4 Kawalu 3.196 19.176
5 Indihiang 1.508 9.048
Jumlah 25.456 154.710
Sumber : PDAM Kab. Tasikmalaya, 2013
Tabel 4. 90 Banyaknya Produksi dan Distribusi Air PDAM Tirta Sukapura di Kota Tasikmalaya
No Cabang /Unit
Kapasitas Air Terjual
L/Dtk Nrw %
Konsumsi
L/O/H Sumber Air ProduksiL/
Dtk
Distribusi
L/Dtk Lokasi L/Dtk
I Kota Tasikmalaya
Cabang Tasik Barat MA Cipondok 280,00 218,00 75,00 52,93 29,42 83,59
Cabang Tasik Timur MA Cipondok
75,00 54,26 27,65 89,63
Cabang Cibereum MA Cipondok
30,00 18,55 38,16 79,13
Cabang Kawalu MA Cipondok
28,00 18,17 35,12 81,65
Cabang Indihiang MA Cibunigeulis 18,00 18,00 18,00 9,15 49,15 86,60
Sumber : PDAM Tirta Sukapura Kab. Tasikmalaya, 2013
Sementara itu, terkait ketersediaan jaringan air, seluruh jaringan
jalan di BWP II Mangkubumi yang tipe jalannya adalah jenis kolektor sudah
diikuti oleh jaringan air bersih.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
440
Gambar 4. 78 Peta Jaringan Air Bersih PDAM di BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
441
Analisis Supply Dan Demand Air Bersih
Tabel 4. 91 Analisis Supply dan Demand Ir Bersih BWP II Mangkubumi
No
Kelurahan
Cakupan Layanan (90% penduduk)
Kondisi Ideal Kondisi Eksisting
Kekurangan
Jumlah Sambungan Rumah
Jumlah Hidran Umum
Jumlah Sambungan Rumah (PDAM)
1
Kecamatan Cihideung
67757 47430 20327 3994
Yudanagara 5935 4154 1780
Nagarawangi 7516 5261 2255
Cilembang 13630 9541 4089
Argasari 11738 8216 3521
Tugujaya 10002 7001 3001
Tuguraja 18938 13256 5681
2
Kecamatan Mangkubumi
70185 49129 21055 4750
Mangkubumi 11295 7907 3389
Cigantang 7793 5455 2338
Karikil 6650 4655 1995
Linggajaya 13287 9301 3986
Cipawitra 5746 4022 1724
Sambongpari 6968 4877 2090
Sambongjaya 11668 8167 3500
Cipari 6780 4746 2034
Total 137942 96559 41383 8744
Sumber: Hasil Analisis. 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
442
Prediksi Kebutuhan Air Bersih
Pertumbuhan penduduk akan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Maka dari
itu, kebutuhan air bersih pun akan ikut naik. Berikut ini adalah proyeksi kebutuhan air bersih
di Tahun 2031 dengan perhitungan LPP sebesar 1,33%.
Tabel 4. 92 Prediksi Kebutuhan Air Bersih di BWP II Mangkubumi Tahun 2031
No Kelurahan
Cakupan Layanan
Kondisi Ideal Kondisi Eksisting
(90% penduduk)
Jumlah Sambungan Rumah
Jumlah Hidran Umum
Jumlah Sambungan Rumah (PDAM)
1 Kecamatan Cihideung
79573 55701 23872 3994
Yudanagara 5695 3987 1709
Nagarawangi 10689 7483 3207
Cilembang 20381 14266 6114
Argasari 12050 8435 3615
Tugujaya 11222 7855 3367
Tuguraja 19535 13675 5861
2 Kecamatan Mangkubumi
77189 54033 23157 4750
Mangkubumi 15129 10590 4539
Cigantang 10185 7130 3056
Karikil 842 590 253
Linggajaya 17876 12513 5363
Cipawitra 7489 5242 2247
Sambongpari 6968 4877 2090
Sambongjaya 10404 7283 3121
Cipari 8296 5807 2489
Total 156762 109733 47029 8744
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
443
4.2.6.4 Prasarana Air Limbah BWP II Mangkubumi
Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh
manusia. Air limbah atau air kotor bisa berasal dari air buangan rumah tangga, rumah sakit
dan sebagainya yang disebut limbah domestik. Air limbah perkotaan biasanya dialirkan di
saluran air kombinasi atau saluran sanitasi, dan diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau
septiktank. Air limbah terutama limbah perkotaan, dapat tercampur dengan berbagai
kotoran seperti feses maupun urin.
Penanganan air limbah rumah tangga di BWP II Mangkubumi yaitu pengolahan air
limbah rumah tangga (domestik) dengan sistem pengelolaan on site. Pengelolaan On Site
adalah penanganan air limbah rumah tangga menggunakan sistem septic-tank dengan cara
pembuangan konvensional yaitu limbah air rumah tangga diangkut dengan menggunakan
kendaraan tangki khusus yang kemudian dibuang ke IPAL. Untuk sementara limbah air ini
dibuang ke IPAL karena IPLT Singkup tidak dapat dioperasikan. Di samping itu, masih banyak
masyarakat yang mempergunakan cubluk atau tangki septik yang secara konstruksi tidak
memenuhi persyaratan desain yang ditentukan.
Berdasarkan hasil wawancara ke pemilik usaha industry kreatif, pengolahan air
limbah di industry kreatif dikelola dengan menggunakan sistem pengolahan air limbah
terpusat (off site sanitation), yaitu conventional sewerage dengan unit instalasi pengolahan
air limbah (IPAL). Pada kasus ini, setiap unit industri kreatif skala besar wajib memiliki IPAL
di pabriknya.
Pertumbuhan penduduk akan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Oleh karena
itu, besarnya air limbah yang dihasilkanpun akan terus meningkat seiring meningkatnya
pertumbuhan penduduk. Berikut ini adalah proyeksi air limbah yang akan dihasilkan di BWP
II Mangkubumi hingga tahun 2031 dengan perhitungan LPP sebesar 1,33%.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
444
Tabel 4. 93 Jumlah Eksisting dan Proyeksi Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi Berdasarkan Kelurahan Tahun 2013-2031
Kelurahan Kebutuhan Air
Bersih Tahun
2019
(L/orang/hari)
Air Limbah yang
Dihasilkan 2019
(L/orang/hari)
Jumlah
Penduduk
Tahun 2025
(jiwa)
Kebutuhan
Air Bersih
Tahun 2025
(L/orang/hari)
Air Limbah yang
Dihasilkan
(L/orang/hari)
2025
Jumlah
Penduduk
Tahun 2031
(jiwa)
Kebutuhan
Air Bersih
Tahun 2031
(L/orang/hari)
Air Limbah yang
Dihasilkan 2031
(L/orang/hari)
Kecamatan Mangkubumi
Sambongjaya 1650900.4 1320720.3 14893 1787101 1429681 16121 1934539 1547631
Sambongpari 1183779.7 947023.73 10679 1281443 1025154 11560 1387163 1109730
Linggajaya 2033975.8 1627180.7 18348 2201781 1761425 19862 2383429 1906744
Mangkubumi 1721436.2 377149 15529 1863456 1490765 16810 2017193 1613754
Cipari 943984.06 755187.25 8516 1021864 817490.9 9218 1106168 884934.6
Karikil 959442.18 767553.74 8655 1038597 830877.6 9369 1124282 899425.7
Cipawitra 852144.69 681715.75 7687 922447.4 737957.9 8321 998550.1 798840.1
Cigantang 1158968.7 927174.99 10455 1254585 1003668 11317 1358089 1086471
Kecamatan Cihideung
Tugujaya 1276918 1021534.4 11519 1382265 1105812 12469 1496303 1197042
Tuguraja 2222850.6 1778280.5 20052 2406238 1924990 21706 2604754 2083804
Nagarawangi 1216254.7 973003.75 10972 1316597 1053277 11877 1425217 1140174
Yudanagara 648071.62 518457.3 5846 701538.1 561230.5 6328 759415.6 607532.5
Cilembang 2318976.7 1855181.3 20919 2510294 2008235 22645 2717396 2173917
Argasari 1371095.6 1096876.5 12368 1484212 1187370 13389 1606661 1285329
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
445
Gambar 4. 79 Diagram Volume Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi Berdasarkan
Kelurahan pada Tahun 2031
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Diagram di atas menunjukkan banyaknya volume air limbah yang dihasilkan di
BWP II Mangkubumi pada tahun 2031. Volume air limbah tersebut didapatkan dari
perhitungan asumsi bahwa air limbah yang dihasilkan adalah sebanyak 80% dari
kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih perkotaan menurut dokumen SNI-1733-2004
adalah 120 L/orang/hari.
Kelurahan Cilembang, Kecamatan Cihideung, merupakan kelurahan yang paling
banyak menghasilkan air limbah domestik pada tahun 2031 mendatang. Hal tersebut
dikarenakan Kelurahan Cilembang mempunyai jumlah penduduk paling banyak dan
paling padat di BWP II Mangkubumi. Kelurahan yang paling sedikit menghasilkan air
limbah domestik adalah Kelurahan Yudanegara, karena jumlah penduduk di Kelurahan
Yudanegara adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 6328 jiwa.
Limbah cair rumah tangga dibedakan menjadi 2 tipe yaitu limbah tinja (black
water) dan limbah cair rumah tangga (grey water). Grey water adalah limbah air yang di
dapat dari mencuci baju, mencuci piring atau air bekas dari kamar mandi. Black water
adalah istilah untuk air yang sangat terkontaminasi seperti air septictank dan air limbah
dapur.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
Air Limbah yang Dihasilkan di BWP II Mangkubumi (L/orang/hari)
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
446
Gambar 4. 80 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja (Black Water)
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012
Dari diagram tersebut, dapat diketahui bahwa hanya 23,5% penduduk yang
penyaluran buangan akhir tinja ke tangki septik. 23,75% penduduk menyalurkan
buangan akhir tinjanya ke sungai/danau/pantai, 15,5% penduduk menyalurkan buangan
akhir tinjanya ke kolam/sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga
dari penduduk Kota Tasikmalaya menyalurkan buangan akhir tinja (Black Water) ke
sungai/danau/pantai dan kolam/sawah. Ini merupakan kondisi yang tidak baik karena
black water dapat menyebabkan pencemaran air sungai/danau/pantai. Pencemaran air
tersebut dapat mengakibatkan dampak negative karena air sungai dapat digunakan
untuk memenuhi kegiatan aktivitas sehari-hari masyarakat kota. Masih ada 1%
penduduk yang penyaluran buangan akhir tinjanya langsung ke drainase. Hal ini dapat
menyebabkan drainase menjadi berbau.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
447
Gambar 4. 81 Tempat Penyaluran Buangan Akhir Air Bekas Buangan/Air Limbah (Grey Water)
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012
Dari diagram tersebut, dapat diketahui bahwa ada sekitar dua pertiga penduduk
yakni tepatnya 67,08% penduduk menyalurkan buangan akhir air limbahnya ke
sungai/kanal, yang mana sungai merupakan drainase primer kota. Ada 12,75% dan
2,92% penduduk kota yang pembuangan akhir air bekas buangannya ke saluran tertutup
dan saluran terbuka. Saluran ini merupakan saluran drainase sekunder kota. Saluran
drainase dan sewerage Kota Tasikmalaya masih menggunakan system yang tergabung.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
448
Tabel 4. 94 Penanganan Limbah Medis Kota Tasikmalaya
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Tasikmalaya Tahun 2012
Berdasarkan di atas, ada empat rumah sakit yang limbah cair medisnya tidak
diolah terlebih dahulu. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik. Limbah cair medis dari
rumah tangga merupakan limbah yang tergolong limbah B3 (berbau, berbahaya,
beracun). Limbah B3 merupakan limbah bahaya dan sangat dapat menyebabkan
pencemaran, baik pencemaran fisik maupun kimiawi. Sebaiknya, semua limbah medis
harus diolah terlebih dahulu melalui IPAL dari setiap rumah sakit agar limbah yang
terbuang ke system air limbah perkotaan adalah limbah yang aman dan tidak lagi
beracun dan dapat mencemarkan.
Pengelolaan air limbah (domestik) di Kota Tasikmalaya merupakan tugas dan
tanggung jawab Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan Kota Tasikmalaya,
khususnya bidang Kebersihan. Sampai saat ini belum ada peran serta swasta dalam
pengelolaan limbah cair.
Untuk meningkatkan kinerja sistem air limbah di BWP II Mangkubumi,
pemerintah Kota Tasikmalaya telah membuat rencana pengembangan air limbah melalui
kebijakan yang telah ditentukan. Rencana pengembangan air limbah tersebut meliputi
sistem pengelolaan air limbah sesuai arahan RTRW Kota Tasikmalaya 2011-2031 sebagai
berikut:
a. Rencana sistem pengelolaan air limbah terpusat melalui:
1. pembangunan jaringan perpipaan air limbah di wilayah Kecamatan
Cihideung, Kecamatan Tawang, Kecamatan Cipedes, Kecamatan
Mangkubumi, dan Kecamatan Indihiang;
2. pembuatan instalasi pengolahan air limbah untuk pengelolaan air limbah
terpusat di Kecamatan Cipedes, Kecamatan Purbaratu dan Kecamatan
Kawalu;
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
449
3. peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di
Kelurahan Singkup Kecamatan Purbaratu; dan
4. pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri di kawasan
peruntukan industri dan pergudangan di Kecamatan Kawalu, Kecamatan
Mangkubumi, dan Kecamatan Bungursari.
b. Peningkatan sistem pengelolaan air limbah setempat meliputi:
1. pembuatan tangki septik komunal untuk pengelolaan air limbah rumah
tangga di kawasan-kawasan padat penduduk;
2. peningkatan pelayanan mobil sedot tinja; dan
3. pembuatan instalasi pengolahan air limbah industri rumah tangga di
sentra-sentra industri rumah tangga.
4.2.6.5 Prasarana Persampahan BWP II Mangkubumi
Sampah adalah suatu produk atau hasil dari kegiatan manusia dan alam yang
tanpa pengolahan tertentu menjadi tidak berguna dan dapat menurunkan tingkat
kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui proyeksi timbulan sampah di wilayah
perencanaan, maka data yang digunakan adalah data jumlah penduduk berdasarkan
hasil proyeksi hingga tahun 2031.
Kegiatan pengelolaan persampahan ditujukan untuk mengendalikan
pengumpulan dan pembuangan/penumpukan sampah untuk menghasilkan lingkungan
yang bersih, sehat dan aman. Kegiatan pengelolaan penanganan persampahan dilakukan
di daerah permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, sarana umum dan lain-lain.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
450
Gambar 4. 82
Diagram Sistem Pengangkutan Sampah Rumah Tangga Secara Umum
Te mp at
Sa mp ah
Ko nt ai ner
Permukiman
Individual
Individual
Individual Gerobak Sampah
Gerobak Sampah
Gerobak Sampah
Transfer Dipo
Kontainer/TPS
Dump Truck
Truck TPA Ciangir
Gerobak Sampah
Komunal
Komunal
Perdagangan
Industri
Jalan
Individual danSemi Komunal
Perkantoran
SUMBER SAMPAH PEWADAHAN PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN TPA
Te mp at
Sa mp ah
Ko nt ai ner
Permukiman
Individual
Individual
Individual Gerobak Sampah
Gerobak Sampah
Gerobak Sampah
Transfer Dipo
Kontainer/TPS
Dump Truck
Truck
TPA Ciangir
Gerobak Sampah
Komunal
Komunal
Perdagangan
Industri
Jalan
Individual danSemi Komunal
Perkantoran
SUMBER SAMPAH PEWADAHAN PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN TPA
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
451
Gambar 4. 83 Kondisi Eksisting Prasarana Persampahan BWP II Magkubumi
Sumber: Hasil Observasi, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
452
Perkiraan jumlah timbulan sampah wilayah studi dengan asumsi Laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1.33% dan jumlah timbulan sampah sebesar 2,5 L/ jiwa
(berdasarkan SNI 03-3242-2008 tentang Pengolahan Sampah di Permukiman). Maka
berikut adalah perkiraan timbulan sampah yang akan dihasilkan.
Tabel 4. 95 Proyeksi Timbulan Sampah Bwp Ii Mangkubumi
Kecamatan/Kelurahan
2013 2031
Timbulan Sampah (L/hari)
Timbulan Sampah (L/hari)
MANGKUBUMI 202167,5 256446,11
Sambongjaya 31772,5 40302,89
Sambongpari 22782,5 28899,22
Linggajaya 39145 49654,78
Mangkubumi 33130 42024,85
Cipari 18167,5 23045,17
Karikil 18465 23422,54
Cipawitra 16400 20803,13
Cigantang 22305 28293,52
CIHIDEUNG 174252,5 221036,39
Tugujaya 24575 31172,98
Tuguraja 42780 54265,72
Nagarawangi 23407,5 29692,02
Yudanagara 12472,5 15821,16
Cilembang 44630 56612,41 Argasari 26387,5 33472,10
Sumber : Hasil Pengolahan Data berdasarkan SNI 3242/2008-Pengelolaan Sampah
Permukiman
Berdasarkan data di atas, kecamatan Mangkubumi merupakan kecamatan
penghasil sampah terbesar yaitu sebesar 202167,5 liter/hari pada tahun 2013 dan jika
diproyeksikan pada tahun 2031 besar timbunan sampahnya adalah 256446,11 liter/hari.
Pada kecamatan Mangkubumi, kelurahan yang menyumbang sampah terbanyak adalah
pada kecamatan Linggajaya sebesar 39145 liter/hari pada tahun 2013 dan sebesar
49654,78 liter/hari pada tahun 2031. Jika dilihat dari tabel di atas dapat disimpulkan
bahwa jumlah penduduk berbanding lurus terhadap besar timbunan sampah pada suatu
kecamatan dan keluruhan.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
453
Tabel 4. 96 Volume Sampah Domestik Dan Non Domestik BWP II Mangkubumi
No. Kecamatan /
Kelurahan
2013 2031
Volume Sampah
Domestik (l/hari)
Volume Sampah Non
Domestik (l/hari)
Volume Sampah
Domestik (l/hari)
Volume Sampah
Non Domestik
(l/hari)
A MANGKUBUMI 202167,5 60650,25 256446,11 76933,83
1 Sambongjaya 31772,5 9531,75 40302,89 12090,87
2 Sambongpari 22782,5 6834,75 28899,22 8669,766
3 Linggajaya 39145 11743,5 49654,78 14896,43
4 Mangkubumi 33130 9939 42024,85 12607,46
5 Cipari 18167,5 5450,25 23045,17 6913,551
6 Karikil 18465 5539,5 23422,54 7026,762
7 Cipawitra 16400 4920 20803,13 6240,939
8 Cigantang 22305 6691,5 28293,52 8488,056
B CIHIDEUNG 174252,5 52275,75 221036,39 66310,92
1 Tugujaya 24575 7372,5 31172,98 9351,894
2 Tuguraja 42780 12834 54265,72 16279,72
3 Nagarawangi 23407,5 7022,25 29692,02 8907,606
4 Yudanagara 12472,5 3741,75 15821,16 4746,348
5 Cilembang 44630 13389 56612,41 16983,72
6 Argasari 26387,5 7916,25 33472,10 10041,63 Sumber : Hasil Analisis, 2015
Keterangan : Standar timbulan sampah 2,5 L/Hari/Orang (untuk sampah domestik) Volume sampah non domestik 30% dari sampah domestic
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampah domestik dan non-domestik di
mangkubumi cukup besar. Namun jika dilihat dari hasil proyeksi pada tahun 2031 bahwa
peningkatan volume sampah baik domestik dan non-demestik tidak begitu besar.
Peningkatan volume dalam 20 tahun kedepan sebesar 76933,83 liter pada kecamatan
Mangkubumi sebagai penyumbang sampah terbesar di BWP II Mangkubumi
.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
454
Gambar 4. 84 Peta Jaringan Persampahan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
455
Dengan mengetahui proyeksi jumlah timbulan sampah yang akan dihasilkan
maka berdasarkan SNI 03-3242-2008, jumlah sarana persampahan yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 97 Perkiraan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Berdasarkan
Timbulan Sampah di BWP II Mangkubumi Tahun 2018-2031
No Uraian Kapasitas Pelayanan
2013 2021 2031
A MANGKUBUMI
1 Jumlah Proyeksi Penduduk
- 80867 86390 92289
2 Timbunan Sampah - 202167,5 230723,5 256446,1
3 Wadah Komunal 0,5-1,0 m3 202 231 256
4 Komposter Komunal 1 m3 202 231 256
5 Gerobak Sampah 6 m3 34 39 43
6 Container Armroll Truk
10 m3 20 23 26
7 TPS Tipe I 100 m3 2 2 3
8 TPS Tipe II 300 m3 1 1 1
TPS Tipe III 1000 m3 0 0 0
9 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan
150 m3 1 2 2
B CIHIDEUNG
1 Jumlah Proyeksi Penduduk
- 69701 74461 79546
2 Timbunan Sampah - 174252,5 198865,5 221036,4
3 Wadah Komunal 0,5-1,0 m3 174 199 221
4 Komposter Komunal 1 m3 174 199 221
5 Gerobak Sampah 6 m3 29 33 37
6 Container Armroll Truk
10 m3 17 20 22
7 TPS Tipe I 100 m3 2 2 2
8 TPS Tipe II 300 m3 1 1 1
9 TPS Tipe III 1000 m3 0 0 0
10 Bangunan Pendaur Ulang Sampah Skala Lingkungan
150 m3 1 1 1
Sumber: Hasil Analisis, 2015.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
456
Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di Kota Tasikmalaya Tahun 2013
No Jenis Jumlah (Unit)
Kapasitas ( M3)
Kondisi Umur Ekonomis Baik Rusak
1. Tempat Pembuangan Akhir 1 16
2 Tempat Pembuangan Sementara
52 4 -
3. TPS Mini 37 0,6 -
4. Tong Sampah 100 5
5. Gerobak Sampah 168 0,5 221 4 5
6. Motor Sampah 2 0,5 2 5
7. Engkel 1 4 1
8. Pick Up 2 4 2 5
9. Dump Truck 19 6 19 5
10. Arm Roll Truck 9 6 6
11. Beco Loader 1 1
12. Buldozer 1 1
13. Excavator 1 1 5
14. Container 38 6 23 11 5
15. Transfer Depo 6 5 1 5
16. Bak Pasangan Terbuka 47
17. Bak Pasangan Tertutup 5
18. Incenerator 1
Sumber: Bidang Kebersihan,Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, 2010.
Pada Tabel diatas merupakan fasilitas yang dimiliki oleh Dinas Cipta Karya, Tata
Ruang dan Kebersihan kota Tasikmlaya dalam lingkup kota.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
457
Gambar 4. 85 Peta Persebaran TPS BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
458
Jika dibandingkan dengan kebutuhan data dari perhitungan standar minimun yang ada
maka fasilitas yang harus dipenuhi di kecamatan Cihideung dan Mangkubumi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. 98 Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Persampahan Yang Harus Dipenuhi BWP II
Mangkubumi Hingga Tahun 2031
No Jenis Jumlah
Eksisting (Unit)
Kapasitas ( M3)
Penyediaan Tambahan Sarana dan Prasarana
Minimal (Unit)
Total yang dibutuhkan
(Unit) 2021 2031
1. Tempat Pembuangan Akhir 1 - 1 1
2 Tempat Pembuangan Sementara
52 4 51 64 64
3. TPS Mini (wadah komunal) 37 0,6 337 427 427
4. Tong Sampah 100 0,04 5054 6411 6411
5. Gerobak Sampah 168 0,5 404 513 513
6. Motor Sampah 2 0,5 404 513 513
7. Dump Truck 19 6 337 427 427
8. Arm Roll Truck 9 6 34 43 43
9. Container 38 6 34 43 43
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Keterangan: perhitungan kebutuhan pada tabel tersebut menggunakan asumsi bahwa
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kota tidak menjadi milik kecamatan
Mangkubumi atau Cihideung atau dengan kata lain sarana dan prasarana persamahan di
Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi adalah nol.
Kebutuhan sarana dan prasarana persampahan diatas berlaku untuk kedua
kecamatan dengan menggunakan asumsi tersebut. Diprediksikan bahawa kebutuhan
sarana dan prasana persampahan setiap kecamatan Mangkubumi dan Cihideung pada
tahun 2031 adalah untuk TPA sebanyak 1 unit dengan cakupan pelayanan 100.000 jiwa
penduduk, Tempat Pembuangan Sementara sebanyak 64 unit, Wadah Komunal
sebanyak 427 unit, Tong Sampah sebanyak 6411 unit, Gerobak Sampah sebanyak 513
unit, Motor Sampah sebanyak 513 unit, Dump Truck sebanyak 427 unit, Arm Roll Truck
sebanyak 43 unit, dan Container sebanyak 43 unit.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
459
4.2.6.6 Prasarana Drainase BWP II Mangkubumi
Pengelolaan drainase perkotaan yang berkelanjutan sangatlah penting dalam
peningkatan kualitas permukiman, dimana drainase merupakan pengaliran dari buangan
limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan pengaruh
pasang susrutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem pengaliran
dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga pengaliran air
limbah dapat mengalir dengan baik ke saluran drainase pembuang dengan semaksimal
mungkin.
Pasang surut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap sistem drainase
di wilayah perkotaan, khusunya untuk daerah yang datar dengan elevasi muka tanah
yang tidak cukup tinggi.
Saluran drainase di Kecamatan Mangkubumi dan Kecamatan Cihideung
berperan sebagai jaringan sisa buangan kegiatan permukiman. Sistem yang digunakan
pada jaringan ini adalah memanfaatkan kelerengan lahan dengan menyesuaikan
topografi dan mengalirkan ke sungai yang ada.
Bentuk saluran drainase buatan umumnya berupa saluran terbuka yang dibuat pada
tepi jalan. Hanya beberapa jaringan drainase dengan sistem tertutup dan pada
umumnya adalah jaringan drainase sekunder. Sistem drainase baik sistem terbuka
maupun tertutup hanya terdapat di jalur-jalur utama. Untuk drainase di permukiman
masyarakat pada umunya dibuat secara individual dan saling tidak terhubung. Masalah
sistem drainase di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi antara lain :
1. Saluran drainase jalan di pada umumnya berada di pinggir jalan (di samping trotoar)
dengan tipe saluran terbuka, dan sebagian kecil saluran drainase yang berada di
bawah trotoar jalan sehingga sulit untuk membedakan status dan kewenangan
pengelolaannya, juga dapat dikategorikan kurang efektif dalam pemanfaatan
ruangnya.
2. Pada umumnya saluran drainase jalan dan lingkungan dialirkan ke anak sungai atau
sungai utama yang ada. Saluran tertutup umumnya digunakan pada saluran drainase
jalan yang berada di daerah perkotaan dan berada di bawah trotoar jalan-jalan
utama dan sekunder, sedangkan saluran terbuka umumnya terbuat dari pasangan
batu
3. Saluran-saluran dirancang (dimensi dan konstruksinya) dan dibangun tidak
beraturan, kondisi ini ditemui pada lingkungan pemukiman dan perumahan
4. Terdapat ketidakjelasan fungsi saluran, misalnya sungai cihideung sebagai saluran
drainase hanya terdapat di sebelah hulu sungai dimanfaatkan sebagai saluran
irigasi di bagian hilirnya sehingga memiliki funsi ganda
5. Masih terdapat perbedaan dimensi saluran, berupa penyempitan di beberapa
titik yang mengakibatkan terjadinya genangan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
460
Permasalahan drainase semakin meningkat seiring dengan pesatnya
perkembangan Kota Tasikmalaya. Akibatnya permasalahan banjir dan genangan semakin
meningkat pula.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya genangan di Kota Tasikmalaya
diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Perubahan fungsi lahan;
2. Penanganan drainase belum terpadu;
3. Permukiman di bantaran sungai dan bangunan di atas saluran air;
4. Tumpukan sampah dan sedimentasi di saluran drainase;
5. Kerusakan konstruksi drainase;
Rata-rata banjir/genangan di Kota Tasikmalaya tahun 2010, terjadi beberapa kali
dalam setahun di kecamatan yang relatif cepat pertumbuhannya (Tawang, Cihideung,
Indihiang, Bungursari dan Kawalu). Sedangkan kecamatan yang harus mendapatkan
perhatian khusus adalah kecamatan Cipedes dan Mangkubumi yang mengalami
beberapa kali banjir/genangan
dalam sebulan. Rata-rata lama banjir/genangan yang terjadi antara 1-3 jam dengan
ketinggian setengah lutut orang dewasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 4. 99 Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah
Rumah
Seberapa Sering banjir dalam setahun
1 2 3 4 5
1 Mangkubumi 150 v
2 Cihideung 400 v
Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012
Keterangan:
1 = tidak pernah 4 = sekali/beberapa kali dalam sebulan
2 = sekali dalam setahun 5 = tidak tahu
3 = beberapa kali dalam setahun
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
461
Tabel 4. 100 Lama Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Seberapa lama banjir
1 2 3 4 5
1 Mangkubumi 150 v
2 Cihideung 400 v
Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012
Keterangan:
1 = kurang dari 1 jam 4 = 1 hari
2 = 1-3 jam 5 = lebih dari 1 hari
3 = setengah hari
Tabel 4. 101 Tinggi Genangan Di BWP II Mangkubumi Tahun 2010
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Tinggi banjir
1 2 3 4 5
1 Mangkubumi 150 v
2 Cihideung 400 v
Sumber: Buku Putih Sanitasi, 2012
Keterangan:
1 = tidak masuk rumah, hanya di halaman 4 = selutut orang dewasa
2 = setumit orang dewasa 5 = sepinggang orang dewasa
3 = setengah lutut orang dewasa
Dari Tabel- tabel genangan air diatas dapat dilihat bahwa BWP II Mangkubumi
merupakan langganan banjir yaitu beberapa kali dalam sebulan dengan ketinggian
setengah lutut sampai selutut orang dewasa. Namun genangan air yang terjadi hanya 1-
3 jam saja. Jika dianalisis hal ini terjadi karna kondisi drainase yang masih buruk. Dimana
drainase yang tersedia tidak dapat menampung volume air hujan yang turun sehingga
butuh waktu 1-3 jam (lama genangan) air mengalir ke saluran primer.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya pengelolaan sistem
drainase secara terpadu. Dalam mencegah terjadinya genangan, maka dapat dilakukan
dengan memodifikasi sistem saluran yang ada tanpa membangun saluran yang baru,
seperti penerapan sistem pounding/retensi.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
462
Gambar 4. 86 Peta Rencana Drainase BWP II Mangkubumi
Sumber: Pemerintah Kota Tasikmalaya, 2011
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
463
4.2.7 Analisis Transportasi
4.2.7.1 Analisis Jalan BWP II Mangkubumi
Prasarana jalan sebagai satu-satunya infrastruktur yang menunjang transportasi
di BWP II memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan
BWP II. BWP II dapat dikatakan strategis karena dilewati jalan-jalan utama yang terdapat
di beberapa kelurahan di Kecamatan Mangkubumi yaitu Kelurahan Mangkubumi, Cipari,
Cipawitra, Linggajaya, Sambong Jaya, dan Sambong Pari, serta di beberapa kelurahan di
Kecamatan Cihideung yaitu Kelurahan Yudanagara, Nagarawangi, Tuguraja, dan
Tugujaya.
BWP II memiliki struktur hierarki jalan kolektor primer, kolektor sekunder, dan
lokal sekunder. Sayangnya, masih terdapat kesahalan dalam struktur hierarki jaringan
jalan tersebut. Misalnya saja, Jalan Mayor SL Tobing yang merupakan jalan kolektor
primer langsung masuk ke Jalan Siliwangi yang merupakan jalan kolektor sekunder. Ada
pula jalan kolektor sekunder yang langsung masuk ke jalan lokal sekunder dan
menyebabkan terjadinya bottleneck. Bottleneck sendiri akan menyebabkan kemacetan
karena adanya perubahan kapasitas ruas jalan yang berdampak pada pengurangan
kecepatan arus kendaraan.
Jalan-jalan di BWP II jika dilihat dari indeks aksesibilitas yang dihitung
berdasarkan tabel berikut, memiliki tingkat aksesibilitas yang beragam mulai dari
rendah hingga sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.
Tabel 4. 102 Standar Aksesibilitas Jalan Di Indonesia
Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2)
Indeks Aksesibilitas
Panjang Jalan/Luas
Wilayah (km/km2)
Sangat Tinggi ( > 5000) >5
Tinggi (1001 – 5000) >1,5
Sedang (501 – 1000) >0,5
Rendah (100 - 500) >0,15
Sangat Rendah ( < 100) >0,05
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
464
Gambar 4. 87 Peta Aksesibilitas Kelurahan BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
465
Meski beberapa kelurahan yaitu Kelurahan Sambong Pari, Cigantang, Linggajaya,
Argasari, dan Yudanegara sudah memiliki aksesibilitas yang sangat tinggi, namun masih
ada pula kelurahan-kelurahan yang memiliki aksesibilitas rendah yaitu Kelurahan Cipari,
Sambong Jaya, dan Tugujaya.. Rendahnya aksesiblitas di kelurahan-kelurahan tersebut
disebabkan oleh kurangnya panjang jalan yang ada jika dibandingkan dengan kepadatan
penduduknya. Oleh karena itu, perlu ada penambahan jumlah panjang jalan sehingga
aksesibilitas dapat meningkat.
Untuk kondisi jalan sendiri, meski sebagian besar jalan yang ada di BWP II telah
mendapat perkerasan hotmix dan lapen, namun di beberapa ruas jalan kondisinya sudah
rusak sehingga menghambat pergerakan. Untuk jalan lokal juga masih terdapat
beberapa ruas yang belum mendapat perkerasan. Beberapa jalan lokal bahkan selain
memiliki kondisi permukaan yang buruk (baik karena balum mendapat perkerasan
maupun karena sudah rusak) juga tidak digunakan sesuai fungsinya, misalnya saja untuk
parker (on street parking). Perilaku tersebut tentu akan menimbulkan hambatan
samping jalan yang tinggi dan menyebabkan menunrunnya kapasitas ruas jalan.
Selain itu sebagian besar jalan juga tidak memiliki markah jalan dan bahu jalan yang
sesuai. Ketidaktersediaan markah jalan dapat menyebabkan lalu lintas menjadi
semrawut dan tidak terarah sedangkan ketidaktersediaan bahu jalan dapat
menyebabkan kemacetan. Penyediaan bahu jalan sendiri harus disesuaikan dengan
kelas jalan dan kepadatan jalan.
4.2.7.2 Analisis Trotoar BWP II Mangkubumi
Trotoar sebagai elemen jalan bagi pejalan kaki masih minim keberadaannya di
BWP II. Di jalan-jalan utama pun trotoar masih jarang ditemukan dan kalau pun ada
umumnya digunakan tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya sebagai tempat PKL
berjualan. Hal tersebut menyebabkan pejalan kaki turun ke jalan dan menambah
hambatan samping dari jalan. Lebar dari trotoar yang ada sendiri beragam mulai dari 1 –
1,5 m, sedangkan lebar minimum trotoar menurut standar berkisar antara 1,5 – 3 m
tergantung dari kelas jalannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapasitas beberapa
trotoar masih belum sesuai standar.
Trotoar juga harus disediakan di lokasi-lokasi industri, pusat perbelanjaan, pusat
perkantoran, sekolah, terminal bus, perumahan, pusat hiburan, dan lokasi lainnya yang
berpotensi mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki. Oleh karena itu, perlu ada
penyediaan trotoar bagi pejalan kaki di BWP II khususnya di lokasi-lokasi dengan fungsi-
fungsi tersebut dan juga penambahan kapasitas dari trotoar yang masih belum
memenuhi standar.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
466
4.2.7.3 Analisis Terminal BWP II Mangkubumi
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, terminal
adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur
kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang,
serta perpindahan moda angkutan. Pada BWP II, terdapat dua buah pengembangan
terminal yang berada di Kelurahan Cipawatra, dan di sebelah barat Pasar Induk
Cikurubuk. Kedua terminal tersebut adalah terminal yang bertipe C. Terminal Tipe C
hanya melayani angkutan kota atau pedesaan saja, dalam arti hanya melayani arus lokal
saja.
Secara rinci pengembangan kedua terminal tersebut disebutkan di RTRW Kota
Tasikmalaya Thun 2011-2031 seperti berikut;
Pengembangan Terminal Cipawitra di Jl. Jend. A.H. Nasution, Kecamatan
Mangkubumi.
Pengembangan sub terminal Cikurubuk di Kelurahan Sambong Pari
Kecamatan Mangkubumi.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
467
Gambar 4. 88 Peta Persebaran Terminal di BWP II Mangkubumi Kota Tasikmalaya
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
468
Terminal Cikurubuk berada di Kecamatan Mangkubumi. Terminal ini merupakan
terminal tipe C yang mempunyai luas lahan sebesar 0,29 Ha. Ada beberapa trayek
angkot yang memangkal dari terminal ini, diantaranya adalah angkot jurusan Terminal
Cikurubuk - Terminal Cibeureum, Terminal Cikurubuk – Nyantong, Terminal Cikurubuk –
Karangresik, Terminal Cikurubuk - Perum Sirnagalih, Terminal Cikurubuk – Cibunigeulis,
Terminal Cikuribuk-Asta, dan Terminal Cikurubuk-Perum Kota Baru. Terminal Cikurubuk
merupakan terminal yang ramai karena berada di sebelah barat Pasar Cikurubuk yang
merupakan pasar induk berskala regional. Sedangkan Terminal Cipawatra masih berada
dalam rencana pengembangan.
Terminal Cikurubuk berada di Kecamatan Mangkubumi. Terminal ini merupakan
terminal tipe C yang mempunyai luas lahan sebesar 0,29 Ha. Ada beberapa trayek
angkot yang memangkal dari terminal ini, diantaranya adalah angkot jurusan Terminal
Cikurubuk - Terminal Cibeureum, Terminal Cikurubuk – Nyantong, Terminal Cikurubuk –
Karangresik, Terminal Cikurubuk - Perum Sirnagalih, Terminal Cikurubuk – Cibunigeulis,
Terminal Cikuribuk-Asta, dan Terminal Cikurubuk-Perum Kota Baru. Terminal Cikurubuk
merupakan terminal yang ramai karena berada di sebelah barat Pasar Cikurubuk yang
merupakan pasar induk berskala regional. Sedangkan Terminal Cipawatra masih berada
dalam rencana pengembangan.
4.2.8 Analisis Kecenderungan Perkembangan Kegiatan
4.2.8.1 Analisis Kegiatan Eksisting BWP II Mangkubumi
Kegiatan yang ada pada saat ini diperoleh dari survey primer yang telah
dilakukan dengan mengamati penggunaan ruang pada masing-masing bangunan di
Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi. Pengunaan ruang di Kecamatan Cihideung dan
Mangkubumi saat ini secara garis besar meliputi :
1. Perumahan
2. Perdagangan dan Jasa
3. Pertanian
4. Industri
5. Pertambangan
6. Perikanan
7. Peruntukkan lainnya (Pendidikan, Kesehatan, Olahraga, Pemerintahan, Sarana
dan Prasarana Pelayanan, dan Transportasi)
Adapun kegiatan yang berlangsung di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi
saat ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
469
Tabel 4. 103 Daftar Kegiatan Eksisting di Kecamatan Cihideung dan Mangkubumi
Perumahan Perdagangan dan Jasa
Pertanian Industri Pertambangan Perikanan Peruntukan Lainnya
Jenis Bangunan:
Perdagangan: Perkebunan Industri besar Pertambangan Galian C
Pusat budidaya perikanan darat
Pendidikan:
Rumah Tunggal
Warung Makan/Restoran
Pertanian Lahan Sawah
Industri kecil (Industri kreatif)
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Rumah Deret
Pusat Perbelanjaan dan Niaga
SD (Sekolah Dasar)
Rumah Sewa/ Penginapan
Minimarket
SMP (Sekolah Menengah Pertama)
SMA (Sekolah Menengah Akhir)
Fungsi Bangunan:
Tempat Tinggal
Jenis Barang yg Diperdagangkan:
Industri Kreatif
Makanan & minuman
Kesehatan:
Pakaian dan Aksesoris
Klinik Dokter
Peralatan dan Pasokan Pertanian
Balai Pengobatan
Peralatan Perikanan
BKIA/ Klinik Bersalin
Peralatan Rumah Tangga
Apotik/ Rumah Obat
Hasil Pertanian dan Perikanan
Olahraga:
Jasa :
Lapangan olahraga
Jasa bangunan
Jogging Track
Jasa lembaga keuangan
Jasa komunikasi
Peribadatan:
Jasa pemakaman
Masjid kecamatan
Jasa perawatan/ perbaikan/ renovasi barang
Masjid lingkungan
Jasa bengkel
Masjid warga
Jasa penyediaan ruang pertemuan
Musholla/Langgar
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
470
4.2.8.2 Prediksi Kegiatan yang Akan Berkembang BWP II Mangkubumi
Untuk memprediksikan kegiatan yang akan berkembang di BWP II Mangkubumi,
maka digunakan informasi yang telah diperoleh saat observasi (eksisting), arahan
pemanfaatan ruang pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan
analisis shift share.
Jasa penyediaan makanan dan minuman
Jasa travel dan pengiriman barang
Pemerintahan:
Jasa pemasaran properti
Pos Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)
Taman Hiburan
Studio keterampilan
Informasi dan Komunikasi:
Bioskop
Balai Informasi Wisata
Restoran
Kantor Pos
Penginapan Hotel
BTS
Penginapan Losmen
Stasiun Telepon Otomatis (STO)
Pergudangan
Warnet
Pelayanan Persampahan:
Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)
Pelayanan Air Bersih dan Listrik
Loket pembayaran rekening air minum
Loket pembayaran rekening listrik
Loket pembayaran rekening telepon
Transportasi:
Lapangan Parkir Umum
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
471
Berdasarkan penghitungan LQ pada Analisis Perekonomian di Kota Tasikmalaya
terhadap Provinsi Jawa Barat pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa sektor basis di
Kota Tasikmalaya adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,
sektor keuangan dan sektor jasa karena memiliki nilai LQ > 1. Analisis ini berdasarkan
PDRB Kota Tasikmalaya terhadap Provinsi Jawa Barat dan menentukan sektor apa saja
yang diekspor oleh Kota Tasikmalaya.
Analisis selanjutnya ialah analisis shift share. Analisis shift share digunakan
untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi relatif BWP II Mangkubumi terhadap
struktur ekonomi Kota Tasikmalaya. Dalam analisis shift share digunakan informasi
proportional shift dan differential shift. Proportional shift menunjukkan perubahan
relatif kinerja suatu sektor di BWP II Mangkubumi terhadap sektor yang sama di Kota
Tasikmalaya. Sedangkan differential shift menunjukkan seberapa jauh daya saing
industri daerah BWP II Mangkubumi terhadap perekonomian Kota Tasikmalaya.
Tabel dan grafik analisis shift share sebagai berikut :
Tabel 4. 104 Analisis Shift Share BWP II Mangkubumi
No Sektor Proportional Shift Differential Shift
1 Pertanian -0,0513 0,0037
2 Pertambangan dan
penggalian
-0,0536 6,3705
3 Industri
pengolahan
-0,0050 -0,0139
4 Listrik, gas, dan air
bersih
-0,0053 0,0003
5 Bangunan 0,0572 -0,0163
6 Perdagangan,
hotel, dan restoran
0,0183 -0,0315
7 Pengangkutan dan
komunikasi
-0,0214 0,0143
8 Keuangan,
persewaan, dan
jasa perusahaan
-0,0237 0,0055
9 Jasa-jasa -0,0468 0,0073
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
472
Gambar 4. 89 Hasil Analisis Shift Share BWP II Mangkubumi Terhadap Kota Tasikmalaya
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan Kota, 2015
Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor
ekonomi dipetakan sebaga berikut :
1. Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah sektor dengan pertumbuhan
sangat pesat (rapid growth region/industry or fast growing). Terdapat satu
sektor yaitu Bangunan.
2. Kategori II (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan
pertumbuhan terhambat tapi berkembang (depressed region/industry yang
berkembang/developing). Terdapat satu sektor yaitu Perdagangan, hotel, dan
restoran.
3. Kategori III (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan
pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed
region/industri yang berpotensi). Terdapat tiga sektor yaitu pertambangan dan
penggalian; jasa-jasa; dan pengangkutan dan komunikasi.
4. Kategori IV (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor depressed
regionindustry dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah
rendah. Terdapat empat sektor yaitu pertanian; keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan; listrik pengolahan; listrik, gas, dan air bersih.
Berdasarkan analisis shift share, sektor yang telah berkembang dan berpotensi
dikembangkan lebih besar sehingga menyumbangkan nilai PDRB untuk BWP II
Mangkubumi ialah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, serta sektor pertambangan dan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
473
penggalian. Sektor pertambangan dan penggalian perlu dilihat pula apakah sesuai
dengan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang di Kota Tasikmalaya yang
terdapat pada RTRWK Tasikmalaya. Pertambangan dan penggalian tidak terdapat dalam
tujuan penataan ruang Kota Tasikmalaya yaitu Kota Tasikmalaya sebagai pusat
perdagangan, jasa, dan industri kreatif termaju di Jawa Barat, sehingga sektor ini kurang
prioritaskan pengembangannya. Namun dalam 20 tahun kedepan di prediksi kegiatan ini
akan bermunculan, baik galian yang legal maupun yang ilegal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari observasi, arahan pemanfaatan ruang
pada RTRW Kota Tasikmalaya, analisis perekonomian LQ, dan analisis shift share,
diketahui bahwa kegiatan yang diperkirakan muncul pada masa yang akan datang
adalah:
1. Kawasan permukiman di sepanjang jalan jalan kolektor primer (Jl.AH. Nasution,
Jl.Ir.Djuanda, Jl. Mayor SL Tobing, dan Jl.KHZ.Muztofa) akan berkembang
menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Jalan kolektor primer yang dimaksud
tergambar pada peta dibawah.
2. Kegiatan pertambangan galian c;
3. Kawasan pertanian lahan basah dan kebun campuran akan berkembang menjadi
permukiman karena semakin meluasnya perkembangan perkotaan.
4. Lahan-lahan lainnya seperti ladang dan tegalan berkembang menjadi lahan
permukiman dan atau perdagangan dan jasa.
5. Akan tambah berkembangnya kegiatan Minapolitan.
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
474
Gambar 4. 90 Peta Hierarki Jalan di BWP II Mangkubumi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
475
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
476
Uraian kegiatan yang diprediksikan akan muncul secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
Tabel 4. 105 Kegiatan yang Diprediksikan Akan Muncul di BWP II Mangkubumi
Perumahan Perdagangan dan Jasa Pertanian Industri Pertambangan Perikanan Peruntukan Lainnya
Jenis Bangunan: Perdagangan: Perkebunan
Industri Pengolahan Hasil Pertanian
Pertambangan Galian C
Pusat budidaya perikanan darat
Pendidikan:
Rumah Tunggal Warung Makan/Restoran Pertanian Lahan Sawah
Industri Pengolahan Hasil Perikanan
Pusat pengolahan ikan
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Rumah Deret Pusat Perbelanjaan dan Niaga
Industri Besar
SD (Sekolah Dasar)
Rumah Sewa/ Penginapan
Minimarket Fungsi Bangunan: Industri Kreatif
SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Pusat perdagangan hasil perikanan
Rumah Industri Kreatif
SMA (Sekolah Menengah Akhir)
Fungsi Bangunan: Rumah Tempat Tinggal
Akademi Pendidikan
Industri Kreatif Jenis Barang yg Diperdagangkan:
Rumah Karyawan Industri
Tempat Tinggal Makanan & minuman Kesehatan:
Pakaian dan Aksesoris Klinik Dokter
Peralatan dan Pasokan Pertanian
Balai Pengobatan
Peralatan Perikanan
BKIA/ Klinik Bersalin
Peralatan Rumah Tangga
Apotik/ Rumah Obat
Hasil Pertanian dan Perikanan
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
477
Olahraga:
Jasa : Lapangan olahraga
Jasa bangunan Jogging Track
Jasa lembaga keuangan
Jasa komunikasi Peribadatan:
Jasa pemakaman Masjid kecamatan
Jasa perawatan/ perbaikan/ renovasi barang
Masjid lingkungan
Jasa bengkel Masjid warga
Jasa penyediaan ruang pertemuan
Musholla/Langar
Jasa penyediaan makanan dan minuman
Jasa travel dan pengiriman barang
Pemerintahan:
Jasa pemasaran properti
Pos Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)
Taman Hiburan
Studio keterampilan
Informasi dan Komunikasi:
Bioskop
Balai Informasi Wisata
Restoran Kantor Pos
Penginapan Hotel BTS
Penginapan Losmen
Stasiun Telepon Otomatis (STO)
Warnet
Pelayanan Persampahan:
Tempat Pembuangan Sampah
BAB IV - ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH 2015
478
Sumber : Matek RDTRK Tasikmalaya dan Hasil Analisis 2015
Sementara (TPS)
Pelayanan Air Bersih dan Listrik
Loket pembayaran rekening air minum
Loket pembayaran rekening listrik
Loket pembayaran rekening telepon
Transportasi:
Lapangan Parkir Umum
Transportasi Menuju Tempat Wisata