bab iv analisis data 4.1 film dilan 1990 - uksw
TRANSCRIPT
22
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1 Film Dilan 1990
Dilan 1990 awalnya adalah novel karya penulis Pidi Baiq pada tahun 2014, novel
tersebut tergolong laku di pasaran. Karena ceritanya yang unik, dan pengemasannya
membuat penonton banyak tertarik dengan novel ini. Sampai pada akhirnya, novel Dilan
1990 di kabarkan akan diadaptasi ke film layar lebar pada tahun 2018. Antusias dari
masyarakat sangat ramai, masyarakat pun jadi ikut berkomentar tentang siapa pemain
yang memerankan menajadi Dilan, dan juga Milea. Berita tentang pemain Dilan juga
cukup ramai di perbincangkan oleh masyarakat, dan pastinya juga terjadi pro-kontra
tentang keputusan Pidi Baiq memilih Iqbal sebagai pemeran Dilan dan Vanessha sebagai
Milea. Masyarakat tak kunjung selesai mengomentari film Dilan yang belum rilis di
bioskop, dimana mereka sudah menduga kalau filmnya tidak akan bagus kalau
pemerannya Iqbal dan lain sebagainya.
Namun Iqbal sendiri membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi pemeran yang baik,
hingga pada akhirnya film Dilan bisa pecah di Indonesia, dan menebus angka 6 juta
penonton, sekaligus menjadi film terbanyak nomer 2 di Indonesia dari tahun 2007 – 2018.
Dengan berhasilnya film Dilan di masyarakat, film ini juga mendapat komentar-
komentar yang mengkritisi filmnya. Baik dari penyusunan dan penataan tata letak, serta
tema tahun 1990 yang masih kurang melekat pada film tersebut.
4.1.1. Sinopsis film Dilan 1990
Milea (Vanesha Prescilla) bertemu dengan Dilan (Iqbaal Ramadhan) di sebuah
SMA di Bandung. Itu adalah tahun 1990, saat Milea pindah dari Jakarta ke
Bandung. Perkenalan yang tidak biasa kemudian membawa Milea mulai
mengenal keunikan Dilan lebih jauh. Dilan yang pintar, baik hati dan
romantis, semua dengan caranya sendiri. Cara Dilan mendekati Milea tidak
sama dengan teman-teman lelakinya yang lain, bahkan Beni, pacar Milea di
Jakarta. Bahkan cara berbicara Dilan yang terdengar kaku, lambat laun justru
membuat Milea kerap merindukannya jika sehari saja ia tak mendengar suara
itu. Perjalanan hubungan mereka tak selalu mulus. Beni, gank motor, tawuran,
23
Anhar, Kang Adi, semua mewarnai perjalanan itu. Dan Dilan dengan caranya
sendiri selalu bisa membuat Milea percaya ia bisa tiba di tujuan dengan
selamat. Tujuan dari perjalanan ini. Perjalanan mereka berdua. Katanya, dunia
SMA adalah dunia paling indah. Dunia Milea dan Dilan satu tingkat lebih
indah daripada itu.
1.1.2. Kontroversi Film di Masyarakat
Film Dilan 1990 menuai kontroversi di masyarakat, dengan jumlah penonton
yang cukup tinggi (6.315.664). Dengan berhasilnya film Dilan di masyarakat,
film ini juga mendapat komentar-komentar yang menyukai dan juga
mengkritisi filmnya. Baik dari para pemain, gombalan yang digunakan pada
film tersebut, penyusunan dan penataan tata letak, serta tema tahun 1990 yang
masih kurang melekat pada film tersebut. Berikut adalah beberapa komentar
yang menuai kontroversi di sosial media, hingga menjadi tranding topic di
twitter pada saat itu.
Gambar 9
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Instagram @tyastuyaa
Gambar 10
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Instagram @nssadewi
24
Gambar 11
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Instagram @vekavic
Gambar 12
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Instagram @alysaahs, @zawrmdn, @windanurhidayatullah, dan
@rinahandayanirhy
25
Gambar 13
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Instagram @starleery, @paramythahasrum, dan @dewwii.e
Gambar 14
Komentar Masyarakat terhadap film Dilan 1990
Sumber Twitter @falla_adinda, @aryanovrianus, dan @glgmahardika
26
4.2 Persepsi Penonton terhadap Latar Tahun 1990 pada Film Dilan 1990
Berikut adalah berbagai persepsi yang didapatkan dari 4 orang narasumber, 2 orang
diantaranya adalah penonton yang belum mengalami tahun 1990, dan 2 orang lainnya
adalah penonton yang telah mengalami tahun 1990.
4.2.1 Persepsi dari Penonton yang tidak pernah mengalami tahun 1990
Persepsi yang akan di paparkan adalah persepsi dari dua narasumber
yang tidak pernah mengalami tahun 1990. Narasumber yang pertama adalah
Wiendy Sulistiowati (22 tahun) Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana
yang telah di wawancarai pada tanggal 23/7/2019 dan narasumber yang kedua
adalah Regina Kartika Putri (23 tahun) Mahasiswi Universitas Kristen Satya
Wacana yang telah di wawancarai pada tanggal 29/7/2019.
Berikut adalah jawaban dan kesimpulan dari narasumber pertama
(Wiendy) yang tidak pernah mengalami tahun 1990 setelah peneliti melakukan
wawancara:
“Kalau aku sih waktu nonton film dilan yang pertama kali itu, kan aku
baca novelnya cuma di awal-awal ga sampai selesai, jadi aku jadi
tertarik, soalnya kan itu kayanya suasana di novel yang bagian awal-
awal kan suasana bandung banget tuh kayaknya, penggambaran
bandung terus kayak remaja-remaja bandung gitu, terus waktu nonton
film aslinya di kemas kayak gitu menarik banget menurut aku, kaya
nuansa, jadi ternyata anak-anak 90-an, remaja-remaja 90-an tu kalau
naksir-naksiran kayak gitu lah.”
Pada wawancara dengan narasumber pertama yang tidak pernah
mengalami tahun 1990, Wiendy menyatakan ketertarikannya pada film Dilan
1990. Karena film Dilan dapat mengemas suasana dan keadaan kota Bandung
dengan baik, dan dapat menyampaikan pesannya kepada penonton tentang
asmara yang terjadi pada tahun 1990 di kota Bandung.
“Kalau menurut aku buat ala 90-an ya vi, kayanya ee kalo dari
pakaian-pakaian yang di pakai belum 90-an, untuk pemainnya buat
semua, gampangannya ya mereka pakai seragam sekolah tuh aku yakin,
kalau menurut aku, waktu jaman sekolah, jaman SMA tahun 90-an ee
masa iya roknya sudah d atas lutut, kayanya engga ya, kayanya engga.
Terus kedua tu, mereka kan, si milea kan pakai jaket versity jaket kan
masa ada tahun 90-an sudah ada versity jaket? Kayaknya engga deh,
terus apa lagi ya, pakaian sehari-hari kayaknya, di luar sekolah itu
kayaknya belum penggambaran tahun 90-an gitu. Ohh, kalo gitu tuh
aku kan pernah nonton macem si doel itu kan, nah si doel itu menurut
27
aku 90-an banget, kalo dibandingin sama dilan kayaknya itu kurang 90-
an, aku bisa lihat 90-an kalo di dalem rumah macem telepon yang di
pakai milea, selebihnya itu udah agak masuk ke 2000-an deh vi, terus
menurut aku mobil yang di pakai si siapa sih, yang guru privatenya
milea, buat nganter milea jalan-jalan itu kurang 90-an, maksudnya itu
mobil yang sudah masuk era 2000-an deh.”
Pada wawancara berikut, Wiendy mengungkapkan latar tahun 1990
yang di terapkan pada film Dilan 1990 masih kurang dan tidak sesuai dengan
ekspetasi yang Wiendy kira dan pahami. Wiendy menyatakan bahwa ada
beberapa hal yang tidak sesuai, yaitu dari gaya atau style yang digunakan
pemeran film Dilan belum mengandung unsur tahun 1990-an.
Beberapa contohnya dari seragam sekolah yang dikatakan masih terlalu
pendek roknya, versity jaket yang digunakan oleh Milea, dan pakaian sehari-
hari yang digunakan oleh pemain film Dilan 1990. Selain style, menurut
Wiendy ada juga properti yang digunakan dalam film Dilan 1990 yang belum
mengandung tahun 1990, beberapa contohnya yaitu dari properti atau barang-
barang yang ada di rumah Milea sudah masuk ke era atau tahun 2000-an, lalu
mobil yang digunakan oleh guru les private Milea juga mobil yang masuk
pada tahun 2000. Karena merasa tidak puas dengan latarnya, narasumber
membandingkan film Dilan 1990 dengan film Si Doel, yang dapat kita ketahui
film Si Doel juga mengangkat latar tahun 1990.
Persepsi dari Saudari Wiendy Sulistiowati jika dilihat dengan Teori
Persepsi yang dimana persepsi terdapat tiga tahapan seperti yang sudah di
ungkapkan oleh Soreno & Bodakan (Mulyana, 2007 : 181-182) diantaranya
adalah seleksi organisasi dan intrepretasi. Seleksi mencakup dari sensasi dan
atensi, kemudian organisasi melekat pada intrepretasi.
4.2.1.1 Tahapan Persepsi Narasumber Pertama
Sensasi yang ditunjukkan oleh Wiendy, dapat dilihat dari saudari
Wiendy melihat film Dilan 1990 dan menyatakan bahwa itu adalah
film romance yang dikemas pada latar tahun 1990. Kemudian yang
menjadi atensi adalah latar tahun 1990 pada film Dilan 1990. Lalu
menginterpretasi dengan menganggap style yang digunakan oleh
pemain film Dilan 1990 masih kurang dan tidak melekat pada tahun
1990, selain itu properti yang digunakan didalam rumah dan mobil
juga tidak sesuai dengan tahun 1990, dimana menurutnya properti yang
28
digunakan sudah masuk pada tahun 2000-an. Sehingga muncul
persepsi dimana Wiendy menganggap latar tahun 1990 yang di
terapkan dalam film Dilan 1990 masih kurang melekat pada tahun
1990. Serta muncul faktor persepsi yang menimbulkan narasumber
menjadi membandingkan film Dilan 1990 dengan film Si Doel yang
menggunakan latar tahun yang sama yaitu tahun 1990.
Selanjutnya adalah jawaban dan kesimpulan dari narasumber kedua
(Regina) yang tidak pernah mengalami tahun 1990, setelah peneliti melakukan
wawancara:
“Tertarik sih, apalagi waktu dulu aku nungguin yang 91, karena itu
kan gantung kan endingnya, jadi aku tertarik dan menanti-nantikan
yang selanjutnya”
Pada wawancara dengan narasumber kedua yang tidak pernah
mengalami tahun 1990, Regina menyatakan ketertarikannya pada film Dilan
1990. Karena, setelah menonton film Dilan 1990, dan Regina mengetahui
akan keluar film Dilan 1991, Regina sangat menantikan film tersebut dapat
segera rilis di bioskop.
“Menurut aku ya? Kalau menurut aku mungkin sudah hampir mirip ya,
mungkin pengemasannya sendiri dengan latar tahun 1990 dengan
filmnya yang sudah tayang masih belum singkron gitu ya, di beberapa
scene nya , yang gayanya milea yang kayak gaya 2000an ya, gaya-gaya
sekarang, kayaknya taun 90an rambutnya ga ad yang di curly-curly ya,
sedangkan gaya milea kan di curly-curly gitu kan, terus kayak mukanya
udah ada polesan-polesannya gitu, kan setau aku taun 90-an belum ada
polesan-polesannya gitu ya, ada tapi kan simple yaa. Terus ee, untuk
tempat apa ya, rumahnya milea kali ya udah modern banget gitu ya,
kalau 90-an itu masih klasik tapi itu kayak udah modern gitu.
Dirumahnya milea, yang waktu milea lagi nyuci sepatu itu kan ada
jendela, itu udah modern kan? Iya itu sepemahamanku si. Emm,
apalagi yaaa, yaa itu sofanya itu kan kayak sofa jaman sekarang kan
kayak ga sofa jaman dulu, ya aku ga tau sih dan ga mengalami taun
90an, Cuma setau aku sofa jaman dulu itu yang terbuat dari rotan,
terus yang bantalnya itu kan terlepas, terpisah gitu kan dari sofanya,
kan kalau yang di milea kan udah kayak sofa jaman sekarang di era
2000an, em apalagi ya, itu tempat tidurnya spring bed, dulu kan tempat
tidurnya kayu, terus atasnya masih pakai kapuk, udah modern gitu di
pake. Kalau pakaian kayaknmya sudah sedikit sesuai kali ya, ga tau
anak 90-an kayak gitu kali ya bajunya yang gombrong-gombrong gitu.
Terus rumahnya milea, jangan, ya walaupun rumahnya dari luar sudah
29
keliatan clasic ya, tapi belakang-belakangnya dan dalemnya itu sudah
furniture taun 2000-an.”
Pada wawancara berikut, Regina awalnya mengungkapkan keraguan
tentang latar tahun 1990 pada film Dilan 1990 yang didorong dengan
pernyataan-pernyataannya untuk latar tahun 1990. Regina mengatakan bahwa
ada beberapa hal mengenai latar tahun 1990 yang diterapkan pada film Dilan
1990, yang masih kurang dengan tahun 1990 sepengetahuannya. Beberapa hal
yang menurutnya kurang yaitu kurang singkronnya antara latar tahun dengan
film di beberapa scene film. Kemudian style yang digunakan oleh pemain film
Dilan 1990 yang tidak sesuai, yaitu gaya rambut Milea dan teman-temannya
(wanita) yang sudah di curly, serta make-up yang terlalu tebal, dan kekinian,
hal tersebut membuat tidak singkron dengan latar tahun filmnya. Lalu yang
terakhir ada beberapa properti yang digunakan di film Dilan 1990, dimana
properti tersebut tidak sesuai dengan latar tahun 1990, diantaranya yaitu
jendela yang tedapat pada belakang rumah Milea yang sudah modern, sofa,
tempat tidur yang menggunakan spring bed, lalu rumah Milea yang dari depan
sudah terlihat clasic namun dalemnya sudah modern.
Persepsi dari Regina Kartika Putri jika dilihat dengan Teori Persepsi
yang dimana persepsi terdapat tiga tahapan seperti yang sudah di ungkapkan
oleh Soreno & Bodakan (Mulyana, 2007 : 181-182) diantaranya adalah seleksi
organisasi dan intrepretasi. Seleksi mencakup dari sensasi dan atensi,
kemudian organisasi melekat pada intrepretasi.
4.2.1.2 Tahapan Wawancara Narasumber Kedua
Sensasi yang ditunjukkan oleh Regina, dapat dilihat dari Regina
melihat film Dilan 1990 dan menyatakan bahwa itu adalah film remaja
dengan genre romance yang dikemas pada latar tahun 1990. Kemudian
yang menjadi atensi adalah latar tahun 1990 pada film Dilan 1990.
Lalu menginterpretasi dengan menganggap style dan properti yang
digunakan dalam film Dilan 1990 masih tidak sesuai dengan tahun
1990 yang narasumber pahami. Sehingga muncul persepsi dimana
narasumber merasa kurang dengan latar tahun 1990 pada film Dilan
1990.
30
Jadi, persepsi dari kedua narasumber yang tidak pernah mengalami
tahun 1990 yaitu kedua narasumber mengungkapkan rasa kurang terhadap
pengemasan atau penerapan latar tahun 1990 pada film Dilan 1990. Hal ini
mereka lihat dan pelajari dari Televisi, Film, Internet, Dokumentasi Foto serta
Pengalaman dari Sesorang yang bercerita kepada kedua narasumber
bagaimana keadaan tahun 1990 dan membandingkannya dengan film Dilan
1990.
4.2.2 Persepsi dari Penonton yang telah mengalami tahun 1990
Persepsi yang akan dipaparkan adalah persepsi dari dua narasumber
yang pernah mengalami tahun 1990. Narasumber yang pertama adalah Bapak
Maryo (50 tahun) Pedagang, yang telah di wawancarai pada tanggal 26/7/2019
dan narasumber yang kedua adalah Ibu Sri Rondiyah (49 tahun) Guru, yang
telah di wawancarai pada tanggal 27/7/2019.
Berikut adalah jawaban dan kesimpulan dari narasumber pertama
(Bapak Maryo) yang pernah mengalami tahun 1990 setelah peneliti
melakukan wawancara:
“Tertarik, yaa membuka kenangan masa lalu to hahaha, ada ceritanya
yang mirip-mirip sama cerita pribadi, dan kejadian-kejadiannya itu.
Mungkin trandnya anak tahun 90-an itu ya?”
Pada wawancara dengan narasumber pertama yang sudah mengalami
tahun 1990, Bapak Maryo menyatakan ketertarikannya pada film Dilan 1990.
Karena cerita yang disajikan oleh film Dilan 1990, sama dengan cerita hidup
Bapak Maryo sendiri, terutama dalam hal percintaan.
“Oh ya, mirip-mirip ga beda jauh lah. Masalahnya kan tadi
backgroundnya kota besar, dulu tuh harus nunggu 1-2 tahun baru
menyesuaikan, dulu kan media ga seperti sekarang, gak kayak
sekarang. Jadi ya 1-2 langkah kita baru ngikutin, kalau sekarang kan
klik tinggal klik sama. Bedanya di situ. Kalau mau buat film pakai latar
itu ya harus butuh dana besar ya, apalagi buatnya kan di tahun
sekarang-sekarang, ya masih kurang latarnya. Mungkin penempatan
dan penentuan tempatnya, atau editnya mungkin bisa di benerin ya
mungkin bisa. Tapi aku ya ga tau ya edit-edit gitu juga. Kalau
sekolahnya sih udah, kalau di rumah itu yang pintu, jendela kaca yang
apa, namanya apa ya sekarang, kosen alumunium yang sekarang
banget kan belum ada to itu. Sepengetahuanku loh, ga tau kalau rumah-
rumah kalangan orang atas gimana. Tapi dulu salatiga belum ada
kayak gitu. Selain itu ya tanaman itu, gelombang cinta itu, setau saya
31
belum ada, tapi ya apa saya sendiri yang belum tau ya. Apalagi ya?
Yang kurang pas itu kan maksudnya? Emm, gaya rambutnya yang cewe
sudah mewakili, kalau yang cowo belum, itu kan baru tahun 2000-an
rambutnya. Dulu tuh yang gelombang atau gondrong sekalian. Kalau
aku pemerannya itu masih kurang banget di tahun 90-an, karena
pemeran juga yg menentukan to. Mereka masih baca teks gitu. Kalo
baca dialog kaya depannya ada teksnya. Kalau lokasi ya masih kurang,
tapi masih lumrah soalnya susah ya cari lokasi dan barang-
barangnya.”
Pada wawancara berikut, Bapak Maryo menyatakan bahwa latar tahun
1990 dalam film Dilan 1990 sudah tergolong mirip, namun masih kurang.
Bapak Maryo juga menyatakan beberapa hal yang menyangkut latar tahun
1990 pada film Dilan 1990, diantaranya yaitu properti yang digunakan seperti
kosen alumunium yang di pakai untuk pintu dan jendela, yang berada di
belakang rumah Milea, selain itu tanaman gelombang cinta yang berada di
sekolah dimana menurut beliau pada tahun tersebut tanaman itu belum ada,
lalu beliau juga menyatakan bahwa style dari pemeran prianya atau Dilan
model rambutnya tidak sesuai pada jaman dahulu, dimana saat tahun 1990
model rambut pria, gondrong dan beberapa ada yang bergelombang. Bapak
Maryo juga menyatakan bahwa pemeran dari pemainnya masih kurang,
terutama saat pendalaman pemain yang seharusnya pemain juga bisa
membawa penonton menikmati cerita dan membawa penonton ke tahun
tersebut juga, namun dengan pemeran yang masih terkesan membaca dialog,
menjadi hal minus untuk beliau. Selain itu Bapak Maryo juga merasa lokasi
dan ada beberapa barang masih ada yang kurang dan feel tahun 1990nya tidak
dapet sekali, namun beliau sangat memaklumi hal tersebut, karena mencari
lokasi dan properti untuk mendukung suasana pada tahun 1990, di jaman
sekarang sangat susah.
Persepsi dari Bapak Maryo jika dilihat dengan Teori Persepsi yang
dimana persepsi terdapat tiga tahapan seperti yang sudah di ungkapkan oleh
Soreno & Bodakan (Mulyana, 2007 : 181-182) diantaranya adalah seleksi
organisasi dan intrepretasi. Seleksi mencakup dari sensasi dan atensi,
kemudian organisasi melekat pada intrepretasi.
32
4.2.2.1 Tahapan Persepsi Narasumber Pertama
Sensasi yang ditunjukkan oleh Bapak Maryo, dapat dilihat ketika
beliau melihat film Dilan 1990 dan menyatakan bahwa itu adalah film
romance anak muda pada tahun 1990. Kemudian yang menjadi atensi
adalah latar tahun 1990 pada film Dilan 1990. Lalu menginterpretasi
dengan menganggap style yang digunakan oleh pemain masih tidak
sesuai dengan tahun 1990, peran pemain film Dilan 1990 tidak bisa
membawa penonton ke tahun tersebut, penempatan lokasi, dan
beberapa properti pendukung yang digunakan dalam film masih kurang
dan tidak sesuai dengan tahun 1990 yang telah beliau alami. Namun,
beliau juga mengungkapkan bahwa beliau memaklumi hal tersebut
dimana pencarian lokasi dan properti yang digunakan sangat susah jika
dicari di tahun sekarang.
Selanjutnya adalah jawaban dan kesimpulan dari narasumber kedua
(Ibu Sri) yang pernah mengalami tahun 1990, setelah peneliti melakukan
wawancara:
“Saya merasa senang sekali dan tertarik mbak, karena dengan melihat
itu terkenang waktu sekolah, saya lulusan tahun 89, jadi itu juga sama
seperti yang saya alami.”
Pada wawancara dengan narasumber pertama yang sudah mengalami
tahun 1990, Ibu Sri menyatakan ketertarikannya pada film Dilan 1990. Karena
beliau merasa terkenang lagi ketika beliau sekolah dan sesuai dengan cerita
hidup yang Ibu Sri telah alami.
“Kalau latar belakang untuk gedung sekolah, seragam, kemudian
peraturan, ee kemudian bangku-bangku di sekolah itu saya kira sudah
sama tapi untuk pembuatan film itu saya ada yang merasa tidak cocok,
kalau tahun 90-an itu, ee misal kan saja peran orang tua tentang
asmara dilan itu kan ikut terlibat ya, misalkan saja milea dengan beni,
orang tua beni berusaha mendamaikan, kemudian ada lagi waktu milea
berkunjung kerumahnya si dilan sampai malem, itu biasanya anak-anak
kan takut sama peraturan orang tua tapi di film itu milea pulang larut
malam kan ya, nah itu saya kira tidak sesuai juga untuk tahun itu. Saya
kira itu saja mbak, kalau untuk sekolah dan peraturan di sekolah,
disiplin, kemudian cara anak-anak hormat pada guru itu sudah sesuai,
yang tidak sesuai peran orang tua yang terlalu terlibat dalam asmara
anak, menurut saya dulu tidak terlibat begitu, tetapi kan orang tua itu
mencari penghasilan sendiri, jadi tidak urusan dengan urusan asmara
33
pada jaman itu. Ya itu. Ee, untuk yang tidak sesuai tadi mba, saya kira
yang tidak sesuai tadi yang asmara anak itu ee orang tua tidak usah di
libatkan jadi anak dengan anak begitu saja. Kemudian ada yang tidak
sesuai lagi ya, ketika dilan marah ya, dilan waktu marah di sekolah, itu
marahnya luar biasa sekali, itu jaman taun 90-an anak-anak cenderung
takut dengan pak guru, bu guru, saya kira emosinya jangan di besar-
besarkan.”
Pada wawancara berikut, ibu Sri menyatakan bahwa sudah sama
namun terdapat beberapa hal yang tidak cocok, hal ini dilihat ketika beliau
mengungkapkan kalau peran orang tua yang ada dalam film Dilan 1990 terlalu
terlibat dengan kisah cinta anaknya, menurut beliau pada tahun tersebut
biasanya orang tua tidak terlalu mengurusi urusan asmara anaknya, karena
orang tua pada tahun 1990 cenderung lebih fokus dan memilih untuk bekerja
demi keberlangsungan hidup. Selain peran dari orang tua, peran dari sosok
seorang Milea juga tergolong kurang jika di terapkan pada tahun 1990, karena
pada tahun tersebut biasanya anak-anak tidak pernah bermain hingga larut
malam, terutama untuk anak perempuan. Anak-anak pada tahun 1990 juga
cenderung taat dan takut pada peraturan orang tua dan tidak berani melawan.
Lalu peran dimana anak-anak sekolah cenderung takut kepada bapak atau ibu
guru, namun di film Dilan 1990 di ceritakan bahwa Dilan berani melawan
guru, bahkan sampai memukul dan berantem dengan guru.
Persepsi dari Ibu Sri jika dilihat dengan Teori Persepsi yang dimana
persepsi terdapat tiga tahapan seperti yang sudah di ungkapkan oleh Soreno &
Bodakan (Mulyana, 2007 : 181-182) diantaranya adalah seleksi organisasi dan
intrepretasi. Seleksi mencakup dari sensasi dan atensi, kemudian organisasi
melekat pada intrepretasi.
4.2.2.2 Tahapan Persepsi Narasumber Kedua
Sensasi yang ditunjukkan oleh Ibu Sri, dapat dilihat ketika beliau
melihat film Dilan 1990 dan menyatakan bahwa itu adalah film yang
mengandung unsur latar tahun 1990. Kemudian yang menjadi atensi
adalah latar tahun 1990 pada film Dilan 1990. Lalu menginterpretasi
dengan menganggap para pemain yang berada dalam film Dilan 1990
tidak sesuai dengan pengalaman dan kenyataan atau hal yang biasa
terjadi pada tahun 1990. Dimana menurut beliau pada tahun 1990
34
semuanya tergolong ketat, dan anak-anak pun juga takut untuk berbuat
aneh-aneh.
Jadi, persepsi dari kedua narasumber yang telah mengalami tahun 1990
yaitu kedua narasumber mengungkapkan rasa kurang terhadap pemeran film
Dilan 1990, yang masih tidak sesuai dengan kenyataan yang ada pada tahun
1990. Selain itu ada beberapa penerapan dan pengaturan properti juga yang
masih kurang. Hal ini di lihat dari kejadian dan pengalaman Bapak Maryo dan
Ibu Sri selama mereka berada pada tahun 1990, dan membandingkannya
dengan film Dilan 1990.
4.3 Refleksi dan Esensi Penelitian
4.3.1 Adanya Kesamaan Persepsi bahwa Latar tidak Sesuai
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat kesamaan Persepsi dari semua
narasumber, bahwa Latar yang digunakan dalam film Dilan 1990 tidak sesuai
pada tahun 1990. Berikut adalah 4 kutipan dari keempat narasumber tentang
persepsi mereka “dibandingin sama dilan kayaknya itu kurang 90-an”,
“belum singkron”, “ya masih kurang latarnya”, dan “saya ada yang merasa
tidak cocok”. Berikut beberapa screenshoot dari scene di film Dilan 1990,
yang tidak sesuai, baik dari properti, gaya atau style pemain film, jendela
rumah, pintu rumah, keadaan dalam rumah, sofa, dan kasur spring bed. Alasan
peneliti memilih 6 adegan film ini untuk mewakilkan pernyataan dari hasil
wawancara yang telah peneliti peroleh.
35
Gambar 15
Beberapa scene dalam film Dilan 1990
Sumber Film Dilan 1990
Sehingga berdasarkan wawancara dengan ke empat narasumber dari dua tipe
generasi narasumber, dimana narasumber yang telah mengalami tahun 1990
dan yang tidak mengalami tahun 1990, terdapat hasil bahwa ke empat
narasumber merasa kurang dan tidak sesuai dengan tahun yang telah
narasumber alami.
4.3.2 Kaitan Hasil Penelitian dengan Teori
Menurut Soreno & Bodakan (Mulyana, 2007 : 181-182) persepsi yaitu
sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan
lingkungan kita. Dari hal tersebut, sebelum penonton memperoleh kesadaran
akan sekeliling dan lingkungan pastinya akan terjadi tahapan persepsi melalui
indra kita. Tahapan persepsi yang dikatakan Soreno & Bodakan (Mulyana,
2007 : 181-182) yaitu sensasi, atensi dan intrepretasi sehingga kita akan
mendapatkan suatu persepsi. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan
dengan beberapa narasumber, didapatkan persepsi yang berbeda namun
dengan inti yang sama mengenai latar tahun 1990 yang diterapkan pada film
36
Dilan 1990. Dua orang narasumber menyatakan bahwa mereka tidak
merasakan tahun 1990 dan tidak terbawa ke tahun 1990 yang sebelumnya
mereka tidak pernah alami tahun tersebut. Lalu dua orang narasumber lain
menyatakan bahwa mereka merasa tidak terbawa kembali ke tahun 1990,
hanya terbawa oleh cerita yang ceritanya kurang lebih sama dengan kisah
cinta dari dua narasumber. Dilihat dari semua narasumber baik yang belum
mengalami tahun 1990 dan yang telah mengalami tahun 1990, hampir
semuanya mengatakan latar tahun 1990 yang diterapkan pada film Dilan 1990
masih kurang dan tidak melekat sepenuhnya pada film Dilan 1990. Dari hal
tersebut kita bisa melihat, persepsi terhadap latar tahun 1990 pada film Dilan
1990 bahwa penonton atau narasumber merasa kurang dengan latar tahun
1990 yang diterapkan atau disajikan pada film Dilan 1990, sehingga latar yang
diangkat dalam film Dilan 1990 belum bisa memunculkan sensasi, atensi dan
tidak bisa di imprementasikan. Dengan penonton melihat film Dilan 1990,
penonton secara langsung akan berpresepsi lalu menimbulkan stimulus dan
menghasilkan sebuah tanggapan.
Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah S-O-R. Teori S-O-
R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini,
organism dapat menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus
tertentu. Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi
khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan
dan memperkirakan kesesuaian pesan dan reaksi komunikan. Hal dasar dari
model ini yaitu media massa yang menimbulkan efek yang terarah, segera, dan
langsung terhadap komunikan. Unsur yang ada dalam model ini yaitu
Stimulus (Pesan), Organism (Komunikan), dan Response (tanggapan/efek)
(Effendy 2003:254). Dalam penelitian ini Stimulus (Film Dilan 1990, dengan
latar tahun 1990), Organism (Penonton Film Dilan 1990), dan Response
(Tanggapan dari Penonton). Dengan Film Dilan 1990, penonton memberikan
tanggapan bahwa latar tahun 1990 yang diterapkan dalam film Dilan 1990
tidak sesuai dengan ekspetasi penonton, dalam kata lain penonton merasa latar
tahun 1990 yang diterapkan pada film Dilan 1990 masih kurang, dan tidak
sesuai dengan tahun 1990.