bab iii tenunan menggambarkankepribadian dan identitas 3
TRANSCRIPT
37
BAB III
Tenunan MenggambarkanKepribadian dan Identitas
3. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
3.1.Asal-usul nama desa Tunua
Menurut cerita pada zaman dahulu ada seorang anak laki-laki bernama
Balan.Suatu hari ketika dia berjalan menuju hutan dia menemukan sebuah
batu yang sangat besar dan di samping batu itu dia melihat 2 (dua) buah batu
dengan ciri berwarna merah dan berbentuk bulat.Kedua batu itu berbeda
dengan batu-batu yang ada di sekitarnya, sehingga anak laki-laki tersebut
beranggapan bahwa kedua batu itu memiliki kekuatan.Pada saat itu
masyarakat belum mengenal agama, jadi kegiatan seperti penyembahan
terhadap batu, gunung, pohon dan lain-lain masih dilakukan masyarakat. Oleh
sebab itu ketika 2 (dua) batu itu ditemukan, maka kegiatan penyembahan pun
dilakukan oleh Balan yang kemudian diikuti oleh masyarakat yang ada di
sana. Penyembahan terhadap batu-batu itu dipercaya dapat memberikan
kemakmuran, sebaliknya akan ada malapetaka jika batu itu tidak disembah.
Kesimpulannya 2 (dua) batu itu yang tahu akan kapan terjadi kelaparan dan
kapan terjadinya kemakmuran. Adapun batu-batu itu ketika disembah dia
akan bertambah besar dan semakin besar. Bukan saja itu, pada zaman dahulu
banyak orang yang datang untuk menyembah batu-batu itu ketika tiba musim
tanam seperti jagung, beberapa jenis sayuran serta ubi-ubian.Alasan mereka
38
datang untuk menyembah karena dengan melakukan demikian mereka dapat
memperoleh kesuburan.Setiap tahun penyembahan itu dilakukan terus-
menerus, sampai pada akhirnya Agama Kristen masuk pada tahun
1924.Agama Kristen masuk memberi dampak yang baik bagi masyarakat saat
itu.Waktu demi waktu penyembahan itu semakin dilupakan oleh mereka yang
pada akhirnya batu-batu itu dihancurkan oleh orang yang tidak dikenal. Dari
tempat diletakan 2 (dua) buah batu itulah nama Desa Tunua berasal.1 Nama
desa Tunua berasal dari dua katayakni Tunaf yang berarti tungku2 dan nua
yang berarti dua. Jika digabungkan Tunua artinya ”dua tungku”. Melihat
cerita di atas duatungku itu berasal dari 2 buah batu yang ditemukan oleh
Balan dan dipakai untuk kegiatan penyembahan.Adapun sebuah batu yang
merupakan pintu masuk untuk menuju dua batu yang dipakai untuk kegiatan
penyembahan tersebut.3 Dalam hal ini tunaf atau tungku dalam cerita di atas berarti
3 (tiga) buah batu yang ditemukan oleh Balan, yakni batu pertama dipercaya sebagai
pintu masuk dan 2 (dua) batu yang lain digunakan untuk kegiatan penyembahan.
Seiring berjalannya waktu setelah tahun 1924 ketika agama masuk proses
penyembahan itu hilang sampai sekarang
1NS (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Senin, 26Juni 2017, Pukul 10:30 WITA.
2Tungku adalah batu yang dipasang untuk keran (dapur) atau tumpuan periuk.Tungku juga
merupakan tiga buah batu yang disusun dengan bentuk segitiga yang digunakan oleh masyarakat
tertentu dalam proses memasak.
3MT (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Senin, 26 Juni 2017, Pukul 13.00 WITA.
39
3.2.Letak Geografis dan Keadaan Iklim
Secara geografis Desa Tunua terletak di Kecamatan Molo Utara
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan luas wilayah 180 ha.4 Untuk
sampai di desa Tunua jarak yang ditempuh dari pusat Kecamatan 7 km2 dan
jarak tempuh dari kota Kabupaten 27 km2.5Batas-batas wilayahnya sebagai
berikut:
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bijaepunu
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tutein
Sebelah Barat berbatasan dengan Nunmolo
Sebelah Selatan berbatasan dengan Ajaobaki.
Kondisi alam desa ini perbukitan yang mengelilingi desa Tunua
dengan ketinggian 1500 m dari permukaan laut.Tekstur tanah di wilayah ini
hitam dan berbatu sehingga sangat subur khususnya dalam pertanian dan
berkebun.Dan karena itu dalam hubungan dengan menenun, masyarakat dulu
khususnya para perempuan banyak yang menanam kapas di kebun-kebun
mereka sebagai bahan dasar dalam membuat benang untuk ditenun.Iklim
daerah ini sama seperti wilayah NTT pada umumnya, yaitu beriklim tropis
dengan dua jenis musim. Pada musim kemarau (April-November)para petani
menyiapkan ladang atau kebun untuk menanam.Sedangkan pada musim hujan
4WA (Sek desa), Wawancara, Tunua: Selasa, 27 Juni 2017, Pukul 09:50 WITA. 5Profil Desa Tunua Tahun 2015.
40
(Desember-Maret) mereka menanam, menyiangi tanaman dari rumput dan
memanen hasil kebun.
3.3.Pemerintahan dan Kependudukan
Struktur pemerintahan Desa Tunua dipimpin oleh 1 (satu) Kepala Desa, 1
(satu) Sekretaris Desa, 6 (enam) Kepala Urusan, 4 (empat) Kepala Dusun, 11
(sebelas) Rukun Warga (RW), 23 (dua puluh tiga) Rukun Tetangga (RT) dan
lembaga lainnya yang saling bekerja sama dalam membangun
desa.Berdasarkan data statistik tahun 2015, penduduk Desa Tunua terdiri dari
455 kepala keluarga (KK), yang terhimpun dalam 4 (empat) Dusun, dengan
jumlah penduduk sebanyak 1009 jiwa, jumlah itu terdiri dari laki-laki 488
jiwa dan perempuan 521 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Tunua adalah suku
Molo dan selebihnya merupakan orang-orang pendatang yang terdiri dari suku
Rote, Sabu, Amanatun, Alor dan Amanuban.Penduduk Desa Tunua
bermayoritas Kristen Protestan, sebagian kecilnya beragama Katolik dan
Islam.
3.4.Mata pencaharian
Masyarakat Desa Tunua dalam kehidupan sehari-hari lebih
menggantungkan diri pada usaha berkebun dan bertani yang sumber utamanya
terdiri dari tanaman umur panjang dan tanaman umur pendek. Yang termasuk
golongan tanaman umur panjang seperti: jeruk, mangga, kopi, kemiri, dll.
Sedangkan yang termasuk golongan tanaman umur pendek yaitu jagung,
41
wortel, bawang merah, bawang putih, sayur-sayuran, kacang-kacangan,
kentang dan berbagai jenis ubi-ubian.Sebagian masyarakat juga menjual hasil
kebun mereka di pasar untuk memenuhi kebutuhan.Sedangkan bagi sebagian
perempuan desa Tunua pekerjaan menenun juga menjadi sumber mata
pencaharian mereka di era globalisasi ini.6Selain bertani sebagian kecil
masyarakat desa ada juga yang bekerja sebagai PNS/Guru, pedagang dan
wiraswasta serta pelajar.
3.5.Struktur Sosial
Sistem sosial masyarakat di NTT memiliki keterikatan dengan sistem
sosial yang dimiliki oleh suku-suku yang ada di NTT pada zaman
dahulu.Sistem sosial dan pemerintahan suku-suku di NTT pada zaman dahulu
umumnya adalah sistem kerajaan.Sekelompok masyarakat diperintah oleh raja
yang dipilih oleh masyarakat.Namun adapula berdasarkan keturunan
(dinasti).Contohnya di suku Timor yang mendiami TTS.Pada zaman dahulu
ada tiga kerajaan besar di daerah TTS, yaitu kerajaan Amanuban, Amanatun
dan kerajaan Mollo. Kerajaan Amanuban diperintahi oleh dinasti
kanaf(marga) Nope, kerajaan Amanatun diperintahi oleh dinasti kanaf
6PS(Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 08.00 WITA.
42
Banunaek, dan Mollo diperintahi oleh dinasti kanaf Oematan. Setiap orang
yang berasal dari kanaf-kanaf raja ini sangat dihormati di masyarakat.7
Menurut seorang tokoh adat8 ia mengatakan bahwa masyarakat Meto di
Desa Tunua secara struktural terdiri dari golongan bangsawan atau raja (Usif),
tuan tanah (Pah Tuaf), juru bicara (Mafefa), bapak negeri atau pejabat (Amaf),
panglima perang (Meo/Meob) dan rakyat biasa (Tob/To Ana). Keturunan Amaf
dapat mengemban tugas fungsional sebagai prajurit perang (Meob) atau
pemimpin upacara adat (Ana a’Tobe).
Struktur Tradisional Masyarakat Mollo
Usif
Pah Tuaf
Mafefa
Meo Amaf
To Ana/To Tafa
Penjelasan bagan di atas:
7A. D. M Parera, Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor; Suatu Kajian Atas Peta Politik
Pemerintahan Kerajaan-kerajaan di Timur Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan 1994) 6.
8YT (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Rabu 28 Juni 2017, Pukul 11.05 WITA.
43
1. Usif adalah raja atau peguasa wilayah tertentu. Ia berkedudukan di
sonaf (istana raja). Yang berperan sebagai raja atau Usif di wilayah
itu adalah marga Oematan. Usif juga sering disebut sebagai Pah Tuaf
adalah penguasa atau sering disebut sebagai tuan tanah.
2. Pah tuaf berfungsi sebagai pemberi laporan kepada Usif (raja)
tentang keberadaan kehidupan masyarakat di wilayah kekuasaannya.
Yang berperan sebagai Pah Tuaf di wilayah itu marga Tanu, Balan,
Sa’u, Boko dan Bay.
3. Mafefa adalah juru bicara yang berfungsi sebagai “penerang” artinya
ia sebagai perantara dan penyampaikan perintah Usif atau raja
kepada rakyat. Yang berperan sebagai Mafefa atau juru bicara di
wilayah itu adalah anak-anak dari Pah Tuaf.
4. Meob/meo sebagai panglima perang yang mempunyai fungsi untuk
menjaga keamanan dan ketertiban di seluruh wilayah kekuasaan.
Yang berperan sebagai meob/meo atau panglima perang di wilayah
itu adalah marga Sabneno, Poli, Nahas dan Uki.
5. Amaf artinya bapak. Ia merupakan orang yang dituakan dalam kanaf
(nama keluarga atau marga) serta mewarisi benda-benda keramat
milik nenek moyang dan berfungsi sebagai pemimpin spiritual. Amaf
mempunyai tugas untuk mengangkat dan memberikan hasil
keputusan kepada raja, dan juga berperan sebagai pemimpin spiritual.
Yang berperan sebagai amaf atau bapak yaitu marga Tanu, Balan,
Seko, Sunbanu, Sa’u dan Bay.
44
6. Tob/To Ana/ To Tafa adalah kalangan rakyat biasa yang wajib
memberikan upeti kepada Pah Tuaf atau Usif / Raja.
Namun dalam perkembangan zaman sistem di atas berubah dengan
terbentuknya struktur organisasi yang diturunkan oleh pemerintah,
tetapi dalam acara-acara adat sistem sosial (Usif) masih sangat
dihormati oleh masyarakat.9
3.6.Persiapan Menenun
Pada masa sekarang, ada banyak pakaian produk modern yang
memudahkan masyarakat untuk menggunakannya tanpa menghabiskan waktu
yang lama untuk menenun sehelai kain.Namun zaman dahulu orang-orang
lebih mengenal sarung/selimut untuk menutup tubuh mereka. Oleh karena itu
ada beberapa pengertian mengenai sarung/selimut, antara lain sarung
merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga
berbentuk seperti pipa atau tabung. Sarung juga berarti sepotong kain lebar
yang dililitkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang
ke bawah). Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan katun, poliester
atau sutera, dan benang.Pengunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah
hingga pada pengunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan.Pada
umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi sebagai pelengkap baju
9MT (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Kamis, 29 Juni 2017, Pukul 16.00 WITA.
45
daerah tertentu.Sedangkan motif merupakan pola, corak.Bisa juga berarti
hiasan atau pola yang indah pada kain.
3.6.1. Peralatan Tenun
Alat-alat yang digunakan dalam proses menenun adalah sebagai berikut:
Puat : lidi yang digunakan untuk melilit benang.
puat
Senu :pisau/pedang yang terbuat dari kayu yang berfungsi untuk
memadatkan tiap benang yang dipintal.
senu
Sial : kayu-kayu kecil yang berada di antara benang-benang selama
proses penenunan. Berfungsi membantu penenun menaikan dan
menurunkan benang.
sial
Pamaf : pemintal benang yang terbuat dari kayu.
Abinis : alat untuk melepaskan kapas dari bijinya.
46
abinis pamaf
Paus niun :ikat pinggang besar penenun. Masyarakat dulu membuat
ikatpinggang tersebut dari kulit sapi, sekarang adapula yang memakai
karung.
paus niun
Natika : kayu alas yang dipakai untuk menenun.
natika
Uf : tali atau sabuk pintal yang berfungsi sebagai penarik
rentangan atau penggulung.
47
Nekan : penyangga benang dalam proses penenunan.
Atis : alat yang terbuat dari kayu berfungsi sebagai penjepit
tenunan.
nekan dan atis
Sifo : alat yang digunakan untuk membuka gumpalan kapas.
Ike suti : proses membentuk kapas menjadi benang.
None : tempat membentangkan benang untuk menenun.
48
3.6.2. Bahan-bahan
Menenun yang dilakukan oleh para perempuan di desa Tunua tidak
terlepas dari persiapan-persiapan yakni peralatan-peralatan yang sudah
disebutkan di atas kemudian juga bahan-bahan yang akan digunakan
dalam proses menenun. Setelah peralatan-peralatan sudah disiapkan maka
hal yang berikut yang harus diperhatikan oleh para perempuan yakni
menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan seperti benang yang sudah
dalam bentuk gulungan-gulungan, tanaman-tanaman yang digunakan
dalam proses pewarnaan seperti: akar-akar, kulit dan daun-daun dari
pohon, periuk tanah, dan lain sebagainya. Adapun persiapan wadah-wadah
yang dipakai untuk proses pencelupan yakni dengan menggunakan periuk
tanah bahwa wadah tersebut sangatlah cocok dalam proses pewarnaan
dibandingkan dengan wadah yang bertekstur plastik. Dengan melihat hal
di atas kebanyakan bahan-bahan yang digunakan diambil dari hasil alam
seperti di kebun, di hutan dan juga yang ditanam di pekarangan rumah.
Kesimpulannya dalam persiapan-persiapan ini mau menunjukan bahwa
para perempuan memiliki pengetahuan yang sangat luas,seorang
perempuan dia dapat mengetahui tanah yang baik atau yang cocok ketika
ia menanam bahan-bahan untuk pewarnaan tersebut dan bukan saja itu dia
juga mampu mengetahui akar, daun atau kulit pohon yang cocok dengan
warna hitam, kuning, merah maupun warna yang lain untuk pewarnaan
pada kain tenunan. Peralatan maupun bahan-bahan yang digunakan dalam
proses menenun kebanyakan hasil alam artinya mau menunjukan bahwa
49
para perempuan merupakan sosok yang dekat dengan alam.Oleh karena
itu perempuan juga sendiri adalah wujud dari pencinta lingkungan, lewat
ini dia juga berusaha untuk menjaga dan melestarikan alam.
3.7.Proses dalam menenun
3.7.1. Membuat benang dari kapas (abbas ab meto)
Mencari dan memetik kapas (siu abas) yang sudah matang artinya
yang sudah tua dan pada permukaan buahnya sudah pecah kemudian dari
buahnya muncul kapas.Tahap selanjutnya menjemurnya (taoi abas) di
panas matahari sesudah itu kapas yang telah dijemur tadi ditaruh di atas
tikar untuk dipisahkan dari bijinya (nak ebi abas). Dalam proses
penjemuran kapas, cuaca yang baik menjadi salah satu faktor pendukung
karena proses penjemuran yang lama dapat mempermudah pemisahan
antara kapas dari bijinya. Oleh karena itu persiapan dan tenaga dari para
perempuan menjadi hal yang harus diperhatikan dalam mengelola kapas
menjadi benang tersebut.Terlepas dari itu agar serat benang teratur dan
tidak memakan tempat, maka dibutuhkan alat yang disebut bsinis terbuat
dari bambu yang digunakan untuk membersihkan kapas dari
bijinya.Setelah dibersihkan kapas ditaruh sebanyak mungkin di atas tikar
50
dan dipukul dengan tali atau busur untuk memperoleh kapas yang mudah
diputar jadi benang. Kapas yang diputar (a nasu abas) untuk menjadi
benang menggunakan alat yang disebut sifo, sedangkan pekerjaan itu
disebut na siof abas. Jika tahap pertama sudah selesai, mulailah tahap
membuat benang atau na’ sun abas.10
Kadang dalam mendapatkan satu
gulungan benang saja para perempuan membutuhkan kerja keras dalam
mengambil kapas dari kebun yang kemudian diolah menjadi beberapa
gulungan benang. Alat yang dipakai untuk membuat kapas menjadi benang
disebut ike suti. Untuk memperoleh benang dalam jumlah yang cukup bagi
pembuatan sebuah selimut atau sarung besar dibutuhkan waktu kira-kira
dua bulan.
3.7.2. Pembentangan Benang (non bet ana/non abas)
Mula-mula membentangkan benang secara berjejer di atas dua buah
balok atau bambu yang disebut at none.Panjang rentangan benang antara
1–2 meter dengan lebar 50 – 60 cm. Panjang benang itu kemudian dilipat
dua untuk keperluan membuat motif ikat.Ini disebabkan karena motif
10
YA(Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 16.00 WITA.
51
dalam satu selimut biasanya dibuat simetris antara ujung atas dan bawah
serta bagian kiri dan kanan. Dalam proses ini ketelitian sangat dibutuhkan
bagi para perempuan karena ia harus menghitung dengan benar panjang
dan lebar dari sebuah kain yang ingin ditenun. Biasanya untuk membuat
sebuah selimut ukuran yang dipakai 40-60 cm lebarnya dan panjangnya
dua meter ada yang sampai dua setengah meter. Sedangkan untuk membuat
sarung lebarnya 50-60 cm dan panjangnya berkisar satu sampai dua
meter.Adapun dalam pembentangan benang dalam membuat selendang
biasanya 30 cm lebarnya dan panjangnya bisa 1 meter.11
Selendang sendiri
ditenun dengan fungsinya menjadi pelengkap antara kedua kain tenunan
yakni sarung dan selimut.Perlu diketahui juga bahwa ada perbedaan antara
tenunan yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.Bahwa perempuan
biasanya menggunakan sarung sedangkan laki-laki menggunakan selimut.
Ada sekitar 1000-1500 baris benang yang dibentangkan di atas alat
bernama loki. 12
3.7.3. Pengaturan Motif (ta toma abas)
11
DS (Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 09.00 WITA.
12Eben Nuban Timo,Sidik Jari Allah Dalam Budaya, (Maumere: Ledalero, 2007)56-57.
52
Benang dibentangkan dan diikat dalam bentuk kumparan-kumparan.
Ikatan-ikatan ini akan membentuk motif-motif sesuai gambaran yang ada
dalam benak si penenun. Pada waktu dulu, dalam membentuk motif juga bisa
menggunakan daun gewang muda untuk mengikat benang.Karena diperlukan
variasi warna maka ikatan-ikatan ini diberi tanda khusus sehingga
mempermudah mereka mengingatnya pada saat pewarnaan nanti.13
Dewasa
ini, umumnya para penenun sudah menggunakan tali rafia ini lebih
mempermudah mereka karena mempunyai banyak warna sehingga bisa
membedakan motif dan pewarnaan. Dalam pengaturan motif ketelitian dan
perhitungan sangatlah dibutuhkan bagi para perempuan karena ketika seorang
perempuan ingin mengatur motif yang ada dalam benaknya ia harus pandai
mengatur jumlah benang yang akan diikat dan kemudian dibentuk menjadi
sebuah motif. Bukan saja itu ketelitian juga menjadi salah satu dasar dalam
membentuk motif karena perhitungan jumlah ikatan benang akan terbentuk
dengan baik jika perempuan bisa teliti dalam mengatur dan menghitung
jumlah benang yang diikat dan yang kemudian dibentuk menjadi sebuah motif
dalam kain tenunan.
Terdapat 5 (lima) jenis motif yang dikenal di desa Tunua antara lain:
motif namkelas (garis-garis berwarna hitam putih), motif paukolo (kepala
burung), motif tuasufa (bunga lontar), motifmanoe (garis-garis sejajar)dan
motif lulsial (belah ketupat). Motif-motif yang ada di desa Tunua dibentuk
dengan 2 (dua) cara yakni Lotis dan Pauf.Lotismerupakan cara menenun dan
13
YA (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu02 Juli 2017.Pukul 15.00 WITA.
53
membentuk hiasan dengan menambah pakan tambahanpada tenunan dasar
sehingga membentuk dekorasi timbul dengan menggunakan Sia (semacam
kayu yang berbentuk lidi-lidi yang gunanya sebagai alat pemisah benang atas
dan benang bawah). Sedangkan Paufmerupakan tenunan yang dibuat dengan
cara mengikatbenangmenggunakan tangan agar motif yang dibuat tampak
timbul dengan beraneka ragam warnanya.14
Kelima motif yang ada di desa
Tunua sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat dan karena itu bagi para
perempuan dalam membentuk motif tenunan memang sudah terpola dari sejak
ia kecil dan hal itu dilakukan mereka secara berulang-ulang sampai
sekarang.15
3.7.4. Pewarnaan (tak sola abas)
Tahap mengikat disusul dengan mencelup benang yang ada sesuai
warna yang diinginkan yaitu merah, putih dan hitam.Teknik pewarnaan
pada benang dibutuhkan waktu satu sampai dua bulan bergantung dari
kombinasi serta kualitas warna. Benang yang akan diwarnai terlebih dahulu
direndam dengan cairan buah Nitas. Proses ini bertujuan agar benang siap
14
YB (Penenun), Wawancara, Tunua: Senin 03 Juli 2017, Pukul 13.00 WITA. 15
MM (Penenun), Wawancara, Tunua: Jumad 07 Juli 2017, Pukul 10.00 WITA.
54
untuk diwarnai. Perendaman ini dipercaya membantu penyerapan warna
pada benang. Selanjutnya, dimulailah proses pewarnaan.
Proses pewarnaan tidak terlepas dari usaha perempuan dalam mencari
bahan-bahan untuk mewarnai kain yang akan ditenun. Para perempuan di
desa Tunua biasanya mencari bahan-bahan yang sudah ditanam di kebun
mereka masing-masing adapun yang mencarinya sampai di hutan jikalau
bahan yang dicari tidak ada.16
Kerja keras dalam mencari sampai meramu
bahan-bahan tersebut membuat mereka harus kreatif dalam mencampur
bahan-bahan yang sudah didapat tadi agar warna yang dihasilkan baik.
Berbeda dengan sekarang sudah banyak benang-benang yang dijual di
toko-toko ataupun di pasar-pasar dan karena itu menjadi alasan bagi para
perempuan yang menenun di desa Tunua yang sebagian besar lebih
memilih membelinya di toko atau pasar karena proses pewarnaan yang
lama itulah yang menjadi alasan mereka lebih memilih untuk membelinya
langsung. Ketika sampai disana untuk membelinya juga terjadi penawaran-
penawaran agar harga yang didapat lebih murah.Jadi bukan saja mampu
memilih warna yang baik tetapi seorang perempuan juga harus pintar
dalam menghitung biaya pengeluaran. Kombinasi warna dalam kain tenun
Desa Tunua hanya terdiri dari tiga warna yaitu: putih (muti), hitam (metan),
dan merah (me).17
16
YA (Penenun), Wawancara, Tunua:Minggu 02 Juli 2017, Pukul 15.00 WITA.
17DS (Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 16.00 WITA.
55
Putih : merupakan warna asli benang itu sendiri. Ada pula proses
pewarnaan yang dikenal masyarakat Desa Tunua untuk
mendapatkan warna putih yang lebih baik, yakni dengan
menggunakan air rendaman biji jagung putih yang dimasak.
Tujuannya agar benang putih yang ada menjadi lebih kuat.
Hitam : untuk menghitamkan benang, para penenun menggunakan
daun tarum (taum). Caranya daun ini direndam dalam air
selama 1 malam, tiriskan. Kemudian, daun ini diperas
sehingga menghasilkan air daun tarum. Air daun tarum tersebut
lalu dicampur dengan kapur sirih. Sesudah itu, para penenun
memasukan benang ke dalam campuran tersebut. Perendaman
ini juga bisa dilakukan secara berulang-ulang dalamjangka
waktu tertentu bergantung pada kualitas dan jenis warna yang
diinginkan.18
Merah : untuk warna merah, digunakan kulit/akar pohon mengkudu.
Kulit/akar pohon ini dicampur dengan kapur sirih kemudian
ditumbuk sampai halus.Hasilnya direndam 1-2 hari kemudian
digunakan untuk mewarnai bagian-bagian yang dikhususkan
untuk warna merah. Pada saat pewarnaan, kumpulan benang-
benang yang telah ditandai untuk warna merah, dibuka
ikatannya lalu dibasahi dengan cairan pewarna berulang-ulang
18
AB (Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 09.00 WITA.
56
sambil diremas-remas hingga diperoleh warna yang diinginkan.
Cara lain dengan merebus akar/kulit mengkudu hingga air
berwarna merah. Air rebusan tersebut dituangkan ke dalam
wadah dan benang dicelupkan ke campuran air hingga
mendapatkan warna merah.19
3.7.5. Penenunan (a teun)
Proses akhir dari pembuatan kain tenun ini dimulai dengan benang
yang sudah diatur dibentangkan pada alat tenun. Alat-alat yang digunakan
dalam proses ini yakni menggunakan dua buah balok yang disusun secara
horisontal dengan jarak ± 1,5-2 meter. Balok di ujung yang pertama, biasanya
menggunakan kayu berbentuk bulat atau bambu. Sedangkan pada ujung yang
lain terdapat dua balok persegi empat. Benang yang telah diatur diuraikan
pada kedua balok ini dengan lebar antara 60-90 cm. Untuk menjaga
ketegangan benang di atas alat tenun itu diikat pada dua buah tiang. Selama
19
FT (Penenun), Wawancara, Tunua: Sabtu 01 Juli 2017, Pukul 09.00 WITA.
57
proses menenun ada dua buah kayu yang selalu ditarik masuk dan keluar
diantara sela-sela benang.20
Dalam proses penenunan banyak hal yang harus diperhatikan oleh
seorang perempuan ketika ia ingin menenun antara lain perempuan yang
dalam kondisi datang bulan (haid) tidak diperbolehkan untuk menenun karena
yang dihasilkan nanti kurang baik dan itu terlihat dari motif yang tak
beraturan, warna kain yang mudah luntur dan juga kualitas dari kain tenunan
yang mudah rusak.21
Pantangan yang lain benang dan peralatan setelah
dipakai menenun tidak boleh dilanggar karena bagi mereka alat yang dipakai
untuk menenun mereupakan sumber ekonomi dalam mencukupi kebutuhan
mereka dan karena itu bahan serta alat-alat untuk menenun tersebut harus
dihargai.22
Di desa Tunua juga tidak diperkenakan untuk mengerjakan kain
tenunan bila ada kematian karena akan mengakibatkan anggota keluarga dari
si penenun sakit yang berkepanjangan dan juga hasil kebun yang kurang baik.
Serta dalam menenun para perempuan harus merasa senang dan juga
ketelitian dibutuhkannya karena dengan begitu mereka dapat menghasilkan
kain tenunan yang baik dan juga indah ketika ada yang melihat dan
menggunakannya.23
20
RN(Penenun), Wawancara, Tunua: Sabtu 01 Juli 2017, Pukul 19.00 WITA. 21
YT (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 14.00 WITA.
22MB (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 14.00 WITA.
23MT (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 14.00 WITA.
58
3.8.Identitas dalam Tenunan Perempuan Timor
Menenun merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh para perempuan Timor
pada umumnya, sedangkan laki-laki lebih kepada pekerjaan di luar rumah seperti
berburu dan berkebun untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak.Hal ini sudah
dipaparkan dalam Filosofi masyarakat Timor tentang pembagian kerja “Ike Suti
dan Suni Auni” (Bab I).Sejak dahulu pekerjaan menenun merupakan kewajiban
bagi setiap perempuan Timor di wilayah NTT, begitu pula di desa Tunua. Sejak
kecil para perempuan sudah diajarkan untuk melakukan pekerjaan menenun
sampai ia mendapatkan selembar kain yang disebut tenunan (ada yang berupa
sarung, selimut dan juga selendang). Hal ini dilakukan setiap hari ketika si anak
perempuan sudah menyelesaikan pekerjaan di sekolah maupun di rumah. Ketika
mereka dewasa banyaknya kain tenunan merupakan pengukur bahwa ia sudah
siap untuk dinikahi.24
Sebaliknya jika belum dan masih sedikit tenunannya ia
belum diperkenankan untuk menikah, meskipun si calon suami sudah
memperkenalkan dirinya pada kedua orang tua si calon istri. Maksimal 10-12 kain
tenunan merupakan ukuran yang harus disediakan oleh seorang perempuan ketika
ia ingin menikah.25
Oleh karena itu kedewaasaan perempuan dihitung dari
banyaknya tenunan yang ia miliki.
Dalam melakukan pekerjaan menenun para perempuan dahulu selalu
memakai bahan-bahan dari alam untuk membuat benang, sekarang saja yang
24
DS(Penenun), Wawancara, Tunua: Selasa 04 Juli 2017, Pukul 18.00 WITA.
25YA(Penenun), Wawancara, Tunua: Kamis 06 Juli 2017, Pukul 09.00 WITA.
59
sudah menggunakan benang yang dibeli dari toko-toko atau pasar. Adapun ketika
penenun memakai bahan dari alam sangat baik untuk proses pewarnaan kain
karena warna yang dihasilkan lebih tahan lama dan tidak mudah luntur.26
Menenun sampai menghasilkan kain tenunan membutuhkan waktu dan tenaga
yang sangat banyak karena seorang perempuan ketika dia menyiapkan bahan-
bahan seperti kapas yang akan diolah menjadi benang itu membutuhkan waktu
kurang lebih satu minggu untuk memintalnya menjadi sebuah benang, cuaca yang
baik juga menjadi hal yang terpenting dalam proses pembuatan benang. Adapun
dalam kegiatan menenun para perempuan di desa Tunua sekarang sebagian besar
yang lebih memilih benang yang berada di toko-toko atau dipasar, sedangkan
sebagian kecil yang masih menggunakan bahan-bahan alam dengan menanam
kapas di kebun atau pekarangan rumah.Hal ini yang menyebabkan waktu untuk
menenun menjadi lama karena kalau menenun dengan mengambil kapas dari
kebun sendiri harus menunggu berbulan-bulan kadang sampai setahun hingga
cukup untuk selembar kain.27
Tidak sampai disitu para perempuan juga harus
mengumpulkan bahan-bahan untuk pewarnaan pada setiap kain yang akan
ditenun. Itu tergambar dalam setiap motif-motif bahwa ketekunan dan ketelitian
menjadi hal mendasar bagi para perempuan di desa Tunua dalam menghasilkan
warna yang baik dan juga motif yang baik dalam setiap kain tenunannya.
26
AB (Penenun) Wawancara, Tunua: Selasa 04 Juli 2017, Pukul 09.00 WITA.
27MB (Penenun), Wawancara, Tunua: Rabu, 05 Juli 2017, Pukul 11.00 WITA.
60
Perempuan di desa Tunua memiliki daya imajinasi yang sangat tinggi dalam
menentukan warna pada kain tenunan dan juga pada motif-motif tenunan mereka.
Dikatakan demikian karena semuanya sudah terpola sejak kecil, ketika ia
diajarkan untuk menenun sehingga ketika dia remaja sampai menginjak dewasa
para perempuan di desa ini sudah mahir dalam menentukan warna yang baik
dalam setiap kain yang ditenunnya. Tenunan yang dihasilkan perempuan Timor
khususnya di desa Tunua menunjukan identitas bagi si pemakai, sebab dalam
pemakaian kain tenunan setiap warna dan juga motif yang digunakan
menceritakan akan identitasnya, status sosialnya dan juga kepercayaannya akan
pencipta. Oleh karena itu di bawah ini terdapat beberapa motif-motif yang ada di
desa Tunua.
1. Motif Namkelas (garis-garis berwarna hitam putih)
Pada masa dahulu masyarakat Tunua mengenal motif namkelas.Motif ini
bercorak garis-garis vertikal dengan warna putih dan hitam.Biasanya kaum
pria yang menggunakan motif berwarna hitam sedangkan kaum perempuan
memakai tenunan dengan warna putih polos (Tai Muti) dan hitam polos (Tai
Meta).Karena perkembangan pemikiran dan juga kreatifitas yang ditunjukan
para perempuan dahulu maka kain yang semula berwarna hitam dan putih
polos ditenun lagi dengan motif garis-garis antara kedua warna
tersebut.Warna hitam memiliki makna bahaya atau kematian sedangkan warna
putih melambangkan kehidupan dan perdamaian artinya bahwa dalam hidup
61
manusia ada yang dinamakan kelahiran baru dan juga kematian.28
Adapun
makna lain warna hitam yakni tidak mudah terlihat kotor jika dibandingkan
dengan warna putih.Pemakaian motif ini sangatlah sederhana karena para
perempuan dulu belum mengenal bahan-bahan alam yang sudah terkenal
sekarang ini.Pengetahuan perempuan dahulu hanya sekedar pada benang putih
yang diambil dari olahan kapas dan juga warna hitam yang diambil dari
olahan daun taru.Pada motif ini penulis tidak mencantumkan gambar karena
kesulitan mendapatkan tenunan dengan motif namkelas karena sudah tidak
ditenun lagi.Semakin majunya perkembangan maka perempuan di desa ini
juga sudah mengenal warna lain yang diaplikasikan dalam berbagai motif
seperti motif-motif di bawah ini.
2. Motif Paukolo (kepala burung)
Motif ini pada zaman dahulu dikhususkan bagi kaum keturunan Usif (raja)
saja. Motif ini memiliki bentuk yang menyerupai kepala burung.Makna motif
ini berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan.Jadi seorang raja dituntut untuk
mampu melindungi rakyatnya, menyelesaikan masalah dengan baik, adil
dalam mengambil keputusan.
Motif Paukolo pada zaman dahulu jika dipakai oleh rakyat biasa maka akan
terkena sanksi denda berupa hewan kerbau atau babi, beras, dan uang
logam.29
Pada masa sekarang motif Paukolo juga sudah dikenakan oleh rakyat
biasa.
28
MT (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Kamis 29 Juni 2017, Pukul 16.00 WITA. 29
NS (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Senin, 26Juni 2017, Pukul 10:30 WITA.
62
(Paukolo)
Dalam motif ini bagian tengah dari motif Paukolo terdapat garis
pemisah yang menggambarkan pusat kekuasaan itu dibuat model pagar yang
menggambarkan tentang batas wilayah kekuasaan raja dan masyarakat.Desain
motif tradisional pada kain tenunan ini merupakan warisan budaya masa lalu
yang ditinggalkan oleh penciptanya baik motif dan juga desainnya.Dalam
motif ini sebenarnya memiliki warna dasar putih pada umumnya.Garis-garis
pemisah dalam tenunan di atas selain sebagai batas wilayah, garis-garis itu
juga menggambarkan hubungan mereka dengan kepercayaan mereka saat itu.
Bahasa berpasang-pasangan serta pemahaman mereka dengan dunia lain di
sekitar mereka diungkapkan dalam simbol-simbol kembar dalam motif-motif
tenunan.30
Warna-warna terang dalam motif ini mau menunjukan letak atau
batas wilayah yang ada dalam struktur tradisonal masyarakat Mollo yang di
dalamnya terdapat desa Tunua.
30Eben Nuban Timo, Pemberita Firman Pencinta Budaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005)
139.
63
3. Motif Tuasufa (Bunga Lontar).
Motif Paukolo dikelilingi oleh motif Tuasufa (bunga lontar).Motif Tuasufa
melambangkan rakyat yang ada di sekitar wilayah pemerintahan raja.Arti dari
motif ini menggambarkan rakyat (bunga lontar) harus taat dan patuh pada raja
serta ketergantungan rakyat kepada raja yang memberikan kemakmuran dan
kesejahtraan.Kedatangan raja di tengah-tengah masyarakat dapat dilihat dari
motif ini yang ditenun secara tegak disekitar motif Paukolo menandakan
rakyat yang berdiri menyambut kedatangan raja.
(Tuasufa) (Tuasufa)
Unsur-unsur lain dalam motif ini juga terlihat dalam berbagai macam, warna
yang digunakan di dalamnya sebagai gambaran tatanan kepemimpinan waktu
itu dimana dalam gambar di atas tengah dari motif belah ketupat merupakan
letak kepemimpinan usif atau raja yakni dengan warna hijau dan dia dibantu
oleh amaf sedangkan warna merah muda merupakan kaum bangsawan,
kuning mafefa atau juru bicara raja dan warna biru yang menggambarkan
rakyat biasa. Dari motif ini perempuan di desa Tunua berusaha untuk
menceritakan sejarah kepemimpinan yang ada sejak dahulu dan karena itu
64
untuk mengerti setiap motif para perempuan menggunakan warna-warna yang
terang agar mempermudah kejelasan dari motif yang ada dalam kain tenunan
di desa Tunua dan kecamatan Molo Utara pada umumnya.
4. Motif Manoe (Garis-garis sejajar)
Dalam sebuah tenunan selalu terdapat motif manoe. Motif ini berupa garis-
garis sejajar dengan ukuran yang sama besar antara satu dan yang lainnya.
Makna dari motif Manoe tidak ada halangan yang dibuat rakyat pada saat raja
memimpin suatu daerah. Pada masa sekarang manoe juga diartikan
kedudukan seseorang yang setara, seimbang satu dengan yang lain.31
(Manoe)
Seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa dalam motif ini juga terdapat garis
pemisah antara daerah kekuasaan raja dan juga masyarakat.Adapun warna
yang dipakai dalam motif tersebut adalah warna merah yang menggambarkan
kepemimpinan dan keberanian, putih yang berarti suci, kuning sendiri
merupakan arti dari tempat si penenun tersebut dalam bahasa setempat molo
yang berarti kuning.Desa Tunua sendiri berada dalam kawasan Molo Utara
Kabupaten TTS.Adapun arti lain dalam pemakaian garis-garis sejajar dalam
31
YT (Penenun), Wawancara, Tunua: Rabu, 05Juli 2017, Pukul 08:00 WITA.
65
kain tenunan masyarakat Mollo termasuk desa Tunua bahwa masyarakat
Timor pada umumnya percaya akan dunia dan kenyataan-kenyataan yang ada
di sekitar orang atoni (orang Timor) itu terdiri dari unsur yang berbeda-beda.
Yang perlu dibuat oleh orang atoni ialah mengembangkan kemampuan dalam
dirinya untuk membangun relasi yang harmonis, bulat dan utuh antara
kejamakan realitas yang terjadi.32
Hal itu diekspresikan dalam setiap tenunan
yang ditenun oleh para perempuan di desa ini yang menggambarkan
hubungan mereka dengan sang Pencipta dan itu terlihat dalam motif-motif
yang bercorak garis-garis sejajar,belah ketupat, dan juga warna yang
mempunyai arti tersendiri.
5. Motif Lulsial
Motif ini berbentuk ketupat yang bagian depan tenunannya timbul sedangkan
bagian belakangnya tidak. Menurut kepercayaan orang Timor dan pemahaman
dari buku-buku bahwa gambaran belah ketupat berasosiasi ke tubuh dan
kepala buaya yang merupakan legenda bagi masyarakat Timor dan juga
kepercayaan mereka terhadap buaya.Dalam bagian ini mau mengatakan
bahwa sejak dahulu para perempuan sudah berpikir simbolis dalam
menentukan motif.Adapun arti lain dalam motif ini bahwa zaman dahulu
setiap orang yang akan bepergian selalu membawa bekal berupa ketupat. Oleh
karena itu hal ini menjadi simbol dalam motif tenunan masyarakat Tunua
yang menyerupai ketupat. Ada juga bagian dari Lulsial yang disebut Puanua
32
Eben Nuban Timo, Pemberita Firman Pencinta Budaya… 139.
66
(pinang kembar) motif berbentuk ketupat namun bagian depan dan bagian
belakang tenunan memiliki motif yang sama. Motif Puanua ini baru
dikembangkan sekarang oleh masyarakat Tunua.33
Gambaran motif di bawah
ini juga tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk motif Puanua dan
motif Lulsialyakni terdapat garis lingkaran, datar dan juga putus-putus yang
menggambarkan hubungan erat dari raja dan rakyatnya.serta terdapat
campuran warna yakni merah, kuning, biru, hijau semuanya itu mau
menggambarkan tentang keindahan yang tercermin juga dalam penambahan
motif bunga dalam puanua.
Kedua motif tenunan inikhususnya Lulsial identik dengan belah ketupat yang
berarti juga sebagian dari batas wilayah yang didalamnya peran amaf (bapak)
sangat penting karena dia juga menjadi penjaga dari wilayah kekuasaan itu.
Belah ketupat berwarna kuning yang melambangkan aliran sungai dan
keadaan topografi yang penuh bukitdan lembah.Sedangkan warna biru dalam
motif lulsialmenggambarkan pertahanan dari para prajuritserta dalam motif
33
YA (Penenun),Wawancara, Tunua: Kamis, 06Juli 2017, Pukul 19:00 WITA.
67
ini terdapat garis sejajar dan motif berpasangan yang mengungkapkan
kepercayaan masyarakat bahwa ada roh-roh leluhur yang harus dihormati dan
mereka ikut ambil bagian dalam kehidupan mereka.Hal itu dipercantik dalam
berbagai warna yang dipersiapkan oleh para perempuan saat itu.Dalam motif
lulsialitu terlihat warna biru pada gambar di atas.Pada zaman dahulu dalam
tradisi masyarakat Tunua Raja yang berhak menentukkan motif yang
dipakai.34
Kesimpulannya dalam tenunan masyarakat Tunua dikenal 5 (lima) motif yang
di dalamnya juga terdapat garis sejajar atau be4rhadapan, belah ketupat,
adapun yang melengkung dan berbentuk bulatan-bulatan kecil dan lain
sebagainya. Semuanya memiliki makna tersendiri yang menggambarkan
identitas si pemakai, status sosial, kepercayaan dan lain-lainnya. Semunya itu
juga tidak terlepas dari persiapan dan proses yang dilalui oleh para perempuan
untuk menghasilkan suatu karya yang sangat indah. Meskipun banyak hal
yang harus ia lewati misalnya dalam menenun ia harus bertanggung jawab
juga bagi suami dan juga anak-anaknya. Pembagian waktu dan tenaga menjadi
hal yang penting dan harus diperhatikan bagi seorang perempuan ketika ia
hendak menenun. Kain tenunan masayarakat desa Tunua menjadi bukti bahwa
para perempuan masih memelihara identitasnya yang dikenal dalam kain
tenunan yang merupakan hasil dari kegiatan menenun tersebut.
Kesimpulannya persiapan sangat dibutuhkan bagi seorang perempuan dalam
mengerjakan kain tenunan kemudian proses selanjutnya adalah menenun.
34
AB (Penenun),Wawancara, Tunua: Sabtu, 08Juli 2017, Pukul 07:00 WITA.
68
Desa Tunua memiliki letak geografis yang sangat strategis sehingga mudah
bagi para perempuan untuk menanam berbagai bahan-bahan yang digunakan
dalam proses pewarnan kain tenunan. Desa ini juga memiliki beberapa motif-
motif yang dipelihara turun-temurun sampai sekarang yakni terdapat berbagai
motif yang sejajar, garis-garis lurus, titik-titik, bunga dan lainnya sebagainya.
Dari semua hal di atas mau mengatakan bahwa perempuan memiliki
pengetahuan yang luas tentang tanaman, pewarnaan,ia seorang yang dekat
dengan alam, ia sabar, tekun dalam setiap proses penenunan dan lain
sebagainya merupakan gambaran dari diri seorang perempuan.