bab iii metode penelitian a. pendekatan dan metode...

19
42 Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sukmadinata (2012: 53) pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dirancang untuk menjawab hipotesis secara spesifik dengan data hasil penelitian yang dijelaskan secara akurat menggunakan angka-angka dan pengolahan statistik, sehingga memudahkan proses analisis dan penafsirannya. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam pemaparan tentang profil penyesuaian budaya siswa dan pemaparan tentang gambaran efektifitas bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian budaya. Sehingga pendekatan ini dapat menjawab hipotesis penelitian secara spesifik. 2. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bimbingan sosial yang efektif dalam mengembangkan penyesuaian budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Menurut Cambell dan Stanley (1963) metode eksperimen terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu: 1) pra eksperimen, merupakan satu kelompok atau beberapa kelompok yang diamati setelah diberikan perlakuan yang diduga menyebabkan perubahan antara pretest and posttest; 2) kuasi eksperimen, merupakan eksperimen yang memiliki perlakuan dan adanya kelompok kontrol, namun tidak menggunakan penugasan secara acak dan menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan; dan 3) eksperimen murni, merupakan

Upload: others

Post on 05-Feb-2020

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

42 Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Menurut Sukmadinata (2012: 53) pendekatan kuantitatif adalah

pendekatan yang dirancang untuk menjawab hipotesis secara spesifik dengan

data hasil penelitian yang dijelaskan secara akurat menggunakan angka-angka

dan pengolahan statistik, sehingga memudahkan proses analisis dan

penafsirannya.

Pendekatan kuantitatif digunakan dalam pemaparan tentang profil

penyesuaian budaya siswa dan pemaparan tentang gambaran efektifitas

bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian budaya. Sehingga

pendekatan ini dapat menjawab hipotesis penelitian secara spesifik.

2. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bimbingan sosial yang

efektif dalam mengembangkan penyesuaian budaya. Untuk mencapai tujuan

tersebut maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimen. Menurut Cambell dan Stanley (1963) metode eksperimen terbagi

menjadi 3 bentuk, yaitu: 1) pra eksperimen, merupakan satu kelompok atau

beberapa kelompok yang diamati setelah diberikan perlakuan yang diduga

menyebabkan perubahan antara pretest and posttest; 2) kuasi eksperimen,

merupakan eksperimen yang memiliki perlakuan dan adanya kelompok

kontrol, namun tidak menggunakan penugasan secara acak dan menyimpulkan

perubahan yang disebabkan perlakuan; dan 3) eksperimen murni, merupakan

43

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

eksperimen yang dilakukan dengan pengendalian secara ketat serta

menggunakan penugasan secara acak.

Metode penelitian eksperimen yang digunakan adalah pra eksperimen,

metode ini dilakukan dengan memberikan perlakuan tanpa adanya kelompok

kontrol. Slavin (2007) membenarkan menggunakan satu kelompok dengan

desain pretest-postest jika sekolah sedang berusaha untuk meningkatkan

variabel sama dengan yang diteliti. Maka metode penelitian yang tepat adalah

pra eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest design. Skema

penelitian dengan desain one-group pretest-posttest design adalah sebagai

berikut.

O1 X O2

O1 = Pretest

X = Experiment

O2 = Posttest

Gambar 3.1

Desain penelitian one-group pretest-posttest design

(Campbell & Stanley, 1963 : 7)

Keterangan :

O1 : Pretest kepada kelompok eksperimen dalam mengungkap kondisi awal

perilaku penyesuaian budaya sebelum diberikan perlakuan.

X : Perlakuan kepada kelompok eksperimen berupa bimbingan sosial untuk

mengembangkan perilaku penyesuaian budaya

O2 : Posttest kepada kelompok eksperimen dalam mengungkap kondisi akhir

perilaku penyesuaian budaya setelah diberikan perlakuan

44

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA

Taruna Bakti Bandung yang berjumlah 211 siswa. Populasi tersebut dipilih

berdasarkan usia siswa Kelas XI yang berada pada rentang 15-17 tahun.

Menurut Hurlock (1980) usia tersebut dalam lingkup psikologi perkembangan

individu adalah memasuki masa remaja. Lynch dan Morrow (Yeh, 2003)

mengungkapkan bahwa remaja yang menyesuaikan diri dengan pengaturan

budaya baru mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan teman sebaya

atau beradaptasi dengan peran hubungan yang baru dan masalah kesehatan

mental.

2. Sampel

Sampel ditentukan dengan menggunakan pengambilan sampel secara

purposif (purposive sampling), yaitu teknik penagmbilan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiono, 2012).

Dasar pertimbangan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

21 siswa di kelas XI-4, berdasarkan instrumen penyesuaian budaya kelas

tersebut kemampuan penyesuaian budayanya rendah dibandingkan dengan

kelas XI yang lainnya dan kelas tersebut beragam asal budayanya.

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Pengembangan instrumen ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

akurat, maka dikembangkan instrumen penyesuaian budaya yang layak. Tahap-

tahap pengembangan instrumen ini meliputi penyususnan definisi konseptual,

definisi operasional, kisi-kisi instrumen, pedoman skoring dan penafsiran, serta

pengujian instrumen.

45

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Penyusunan Definisi Konseptual

Istilah penyesuaian budaya disebut oleh para ahli (Kim,1988; Cai &

Rodriguez, 1996; Black, 1991) dengan tiga sebutan yaitu: 1) penyesuaian

budaya (cultural adjustment), 2) penyesuaian antar budaya (intercultural

adjustment) dan 3) adaptasi lintas budaya (cross cultural adaptation). Dari

ketiga istilah tersebut pada dasarnya menekankan kemampuan individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan budaya baru agar mendapatkan kenyamanan

psikologis.

Penyesuaian budaya disebut oleh Kim sebagai cultural adjustment,

yang merupakan kemampuan individu memperoleh peningkatan kebugaran

dan kompatibilitas dalam budaya baru, termasuk adaptasi terhadap culture

shock, adaptasi psikologis dan efektivitas interaksi (Kim, 1988, hlm. 35).

Kim (1988, hlm. 85-147) mengidentifikasi lima dimensi yang

merupakan faktor dalam penyesuaian budaya yaitu, komunikasi pribadi,

komunikasi sosial terhadap lingkungan baru, komukasi sosial etnik,

lingkungan dan predisposisi.

Selanjutnya diuraikan ke dalam aspek dan indikator penyesuaian

budaya sebagai berikut.

a. Komunikasi sosial terhadap budaya setempat: mengetahui sistem

komunikasi budaya setempat, mengelola kompleksitas kognitif dalam

merespon budaya setempat, kemampuan afektif (emosional dan estetika)

dalam mengenal budaya baru, kemampuan interaksi dengan budaya

setempat.

b. Komukasi interpersonal dengan budaya setempat: ukuran hubungan

dengan etnis baru dan kedekatan hubungan dengan etnis baru

c. Kemampuan menerima budaya setempat: terbuka dan menerima kebiasaan

budaya setempat

d. Kemampuan mengelola tekanan: kebijakan bahasa formal, praktek bahasa

informal, pemisah status sosial, persamaan budaya

46

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Mengelola latar belakang budaya: ciri khas seacara fisik dan nilai-nilai

budaya setempat

f. Sifat kepribadian: sifat terbuka dan daya tahan

Pendapat Kim didukung oleh Marsiglia & Booth (2015, hlm. 425)

bahwa penyesuaian budaya adalah kemampuan individu untuk mengatasi

tantangan culture shock dan peluang untuk meningkatkan efektivitas

intervensi dengan mendasarkan pengalaman hidup. Budaya sebagai

kompleksitas keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

hukum, moral, dan kebiasaan (Tylor, 1871).

Kemudian penyesuaian budaya disebut oleh Cai & Rodriguez (1996,

hlm. 34) sebagai penyesuaian antarbudaya (intercultural adjustment) yang

artinya adalah kompetensi individu dalam interaksi antarbudaya dengan

mengubah perilaku komunikatif untuk memudahkan pemahaman dengan

lingkungan baru.

Penyesuaian antarbudaya merujuk kepada aspek kompetensi sosial,

akademik, budaya, dan karir, yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Kompetensi sosial mencakup indikator kenyamanan sosial, ketegasan,

hubungan kedekatan, hubungan antar-ras, dan hubungan dengan orang-

orang dari kelompok lain.

b. Kompetensi karir dan akademik, indikatornya termasuk kemampuan untuk

berkonsentrasi, membuat keputusan, dan mengelola perasaan.

c. Kompetensi budaya mengacu pada indikator kebanggaan budaya,

penerimaan oleh budaya yang dominan, kelayakan budaya, dan

penyesuaian kebiasaan budaya setempat.

Tujuan dari penyesuaian antarbudaya yang diungkapkan oleh Cai &

Rodriguez (1996), diuraikan oleh Yeh (2003, hlm. 39) bahwa penyesuaian

antarbudaya mengacu pada penyesuaian perilaku komunikatif untuk

mengurangi kemungkinan salah paham saat berbicara dengan seseorang dari

47

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

budaya yang berbeda (Yeh, 2003, hlm. 39). Penyesuaian antarbudaya juga

dapat menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan diterima di budaya

setempat dengan peraturan dan standarnya (Havilan, 1995 dalam

Koentjaraningrat, 1996, hlm. 73).

Selanjutnya penyesuaian budaya diistilahkan oleh Black (& Voelker,

2012. Hlm. 70) sebagai adaptasi lintas budaya (cross-cultural adaptation),

bahwa adaptasi lintas budaya adalah kemampuan individu dalam

meningkatkan kenyamanan psikologis dan keakraban seorang individu untuk

memiliki lingkungan baru.

Adaptasi lintas budaya merupakan multidimensi dari pada fenomena

kesatuan, terdiri dari tiga konstruk dimensi yaitu:

1. Penyesuaian umum dengan budaya asing, indikatornya adalah

penyesuaian terhadap makanan, tempat tinggal, transportasi, dan belanja;

2. Penyesuaian interaksi dengan warga budaya setempat, indikatornya yaitu

bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain di budaya setempat.

3. Penyesuaian kerja, indikatornya beradaptasi dengan persyaratan

pekerjaan, budaya organisasi, pengawasan kerja, dan ekspektasi kinerja.

Ketiga dimensi ini adalah untuk menunjang kenyamanan psikologis

individu di lingkungan budaya baru. Menyesuaikan diri dengan budaya baru

dapat mengurangi stres yang timbul dari ketidakpastian psikologis yang

didasari oleh situasi belajar yang baru (Black dkk., 1991).

Keesing (2010) memperkuat pendapat Black (1991) bahwa adaptasi

lintas budaya bagian dari proses pembelajaran budaya (cultural learning)

memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengembangkan kehidupan

dalam lingkungan ekologi tertentu. lintas budaya disini menekankan bahwa

adanya perbedaan yang jelas antara nilai-nilai, kepercayaan dan persepsi

mengenai budaya (Kroeber & Kluckhohn, 1950).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

penyesuaian budaya adalah kemampuan individu dalam berinteraksi dan

48

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berkomunikasi dengan orang lain agar memperoleh kenyamanan psikologis

dalam budaya setempat.

Aspek penyesuaian budaya dilandasi dengan aspek pengetahuan,

perasaan dan keterampilan.

a. Pengetahuan artinya individu memiliki kemampuan pemahaman, analisis,

evaluasi mengenai budaya setempat. Secara rinci indikatornya adalah

pemahaman terhadap nilai budaya setempat, analisis kebiasaan budaya

setempat dan menerapkan norma budaya setempat.

b. Sikap artinya mengelola, menerima dan menghayati budaya setempat

untuk kenyamanan psikologis. Indikatornya diuraikan dalam kelola nilai-

nilai di budaya setempat, menerima kebiasaan budaya setempat dan

menghayati norma budaya setempat.

c. Keterampilan artinya interaksi dan komunikasi dengan lingkungan baru.

Diuraikan dalam indikator interaksi dengan budaya setempat, komunikasi

dengan etnis baru dan kecakapan dalam mengatasi kesulitan.

2. Penyususnan Definisi Operasional

Secara operasional penyesuaian budaya adalah kemampuan peserta

didik kelas XI SMA Taruna Bakti dalam berinteraksi dan komunikasi dengan

pihak-pihak lain di sekolah agar memperoleh kenyamanan psikologis dalam

budaya setempat.

Aspek penyesuaian budaya dilandasi dengan aspek pengetahuan, sikap

dan keterampilan.

a. Aspek pengetahuan, indikatornya meliputi: pemahaman terhadap nilai

budaya setempat, analisis kebiasaan budaya setempat dan menerapkan

norma budaya setempat.

b. Aspek sikap, indikatornya meliputi: kelola nilai-nilai di budaya setempat,

menerima kebiasaan budaya setempat dan menghayati norma budaya

setempat.

49

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Aspek keterampilan, indikatornya meliputi: interaksi dengan budaya

setempat, komunikasi dengan etnis baru dan kecakapan dalam mengatasi

kesulitan.

3. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen dikembangkan dari definisi operasinal kemampuan

penyesuaian budaya yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Secara rinci kisi-kisi instrumen penyesuaian budaya terdapat

dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Budaya

No Aspek Indikator Jumlah Pernyataan

1. Pengetahuan (Pemahaman, analisis,

penerapan mengenai

budaya setempat di

sekolah)

1.1 Pemahaman terhadap nilai

budaya setempat

6

1.2 Analisis kebiasaan budaya

setempat

8

1.3 Menerapkan norma budaya

setempat

5

2. Sikap (Mengelola,

menerima dan

menghayati budaya

setempat untuk

kenyamanan psikologis)

2.1 Mengelola nilai di budaya

setempat.

6

2.2 Menerima kebiasaan budaya

setempat

9

2.3 Menghayati norma budaya

setempat

6

3. Keterampilan (Interaksi

dan komunikasi dengan

budaya setempat)

3.1 Interaksi dengan lingkungan

baru

8

3.2 Komunikasi dengan etnis baru 9

3.3 Kecakapan dalam mengatasi

kesulitan

.

6

Jumlah pernyataan 63

50

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Penyusunan Pedoman Skoring dan Penafsiran

a. Skoring

Dalam penelitian kuantitatif instrument digunakan untuk

pengumpulan data, derta untuk melakukan pengukuran dengan tujuan

menghasilkan data yang akurat, untuk itu setiap instrument memiliki

skala.

Pada penelitian ini menggunakan skala Likert (Sugiono, 2012,

hlm. 93) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala

dengan kategori pilihan jawaban, Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak

Sesuai (TS), Cukup Sesuai (CS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS).

Tabel 3.2

Skoring Penyesuaian Budaya

b. Penafsiran

Penafsiran penyesuaian budaya ditempuh dengan menentukan

siswa ke dalam tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.

a) Menentukan Z Score, dengan menggunakan rumus sebagai

berikut.

Keterangan

x = Nilai penyesuaian budaya siswa

x = Rata-rata penyesuaian budaya siswa

Sd = Simpangan baku penyesuaian budaya siswa

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

STS TS CS S SS STS TS CS S SS

1 2 3 4 5 5 4 3 2 1

Score

d

x xZ

s

51

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.3

Penafsiran Penyesuaian Budaya

Rentang Skor Kualifikasi Deskripsi

Z > X Tinggi

Penyesuain budaya yang ditandai dengan

pencapaian aspek pengetahuan, perasaan

dan keterampilan yang optimal, yang

meliputi 7-9 indikator.

-X< Z < X Sedang

Penyesuain budaya yang ditandai dengan

pencapaian aspek pengetahuan dan

perasaan yang meliputi 4-6 indikator.

Z <-X Rendah

Penyesuain budaya yang ditandai dengan

pencapaian aspek pengetahuan yang

meliputi ≤ 3 indikator.

5. Pengujian Instrumen

Instrumen penyesuaian budaya digunakan untuk pengumpulan data,

agar instrumen layak digunakan, terdapat beberapa tahapan yaitu pengujian

konstruk dan konten instrumen, pengujian keterbacaan instrumen, uji coba

instrumen (try out), pengujian validitas instrumen dan pengujian reliabilitas

instrumen.

a. Uji Rasional

Uji rasional instrument dinilai oleh tiga orang pakar, pakar tesebut

adalah dosen bimbingan dan konseling yang ahli di bidang penyesuaian

budaya yaitu Prof. Dr. Yusuf Syamsu LN, M.Pd., Dr. Nandang Budiman,

M.Si., dan Sudaryat Nurdin Ahmad, M.Pd. Setelah melalui penimbangan

(judgement) 3 orang ahli dan petunjuk kedua pembimbing penulisan tesis

terhadap kesesuaian konstruk dan konten instrumen.

Penimbangan perlu dilakukan untuk mendapatkan angket yang

sesuai dengan kebutuhan penelitian. Bila terdapat butir pernyataan yang

tidak sesuai, maka butir pernyataan tersebut akan dibuang atau direvisi

52

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemudian disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Sebelum

dilakukan penimbangan jumlah item soal sebanyak 64 butir pernyataan.

Setelah melalui proses judgment jumlah item yang memadai sebanyak 61

butir pernyataan. Tiga item yang dibuang adalah: 1) teman di kelas mau

mengajarkan bahasa daerah yang benar (aspek pengetahuan, indikator

analisis kebiasan budaya setempat); 2) saya terkadang dibeda-bedakan

oleh sikap guru (aspek keterampilan, indikator interaksi dengan budaya

setempat); 3) saya diminta untuk bergabung dengan salah satu kelompok

yang hits (geng) di sekolah (aspek keterampilan, indikator komunikasi

dengan etnis baru).

Selanjutnya terdapat item pernyataan yang harus diperbaiki

sebanyak 3 item, yaitu: 1) saya ingin belajar bahasa daerah budaya

setempat, diperbaiki menjadi saya mempelajari bahasa daerah budaya

setempat (aspek pengetahuan, indicator analisis kebiasaan budaya

setempat); 2) saya menikmati kegiatan kebanyakan orang setempat banyak

lakukan, diperbaiki menjadi saya menikmati kegiatan terkait budaya di

sekolah (aspek sikap, indicator menerima kebiasaan budaya setempat); 3)

saya ingin masuk organisasi di sekolah, diperbaiki menjadi saya berupaya

masuk organisasi di sekolah (aspek keterampilan, indikator komunikasi

dengan etnis baru). Dengan demikian jumlah item yang dipakai dalam uji

coba seluruhnya sebanyak 61 item.

b. Uji Keterbacaan Instrumen

Setelah dilakukan penimbangan butir pernyataan, langkah

berikutnya adalah melakukan validasi eksternal berupa uji keterbacaan

setiap butir pernyataan yang ada dalam instrumen kepada kepada 5 siswa,

dan hasilnya ada 1 pernyataan yang diperbaiki yaitu “Saya tegang

berteman dengan orang yang berbeda budaya”, diperbaiki menjadi “Saya

canggung berteman dengan orang yang berbeda budaya”.

53

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Uji keterbacaaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

tingkat pemahaman siswa terhadap pernyataan-pernyataan yang terdapat

dalam angket.

c. Uji Coba Instrumen (Try Out)

Uji coba instrumen meliputi uji validitas dan uji reliabilitas. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh kualitas instrumen yang layak digunakan

dalam penelitian. Uji coba instrumen dilakukan kepada 60 siswa kelas XI

SMA BPI Bandung, jumlah item yang diujicobakan sebanyak 61 item.

1) Uji validitas

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukan

tingkat kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam

mengumpulkan data penelitian.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik

pengolahan statistik yakni Pearson Correlation. Penghitungan

validitas butir pernyataan dilakukan dengan bantuan program

komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for windows (hasil

terlampir). Berdasarkan hasil penghitungan

Jika thitung > ttabel berarti valid, dan

Jika thitung < ttabel berarti tidak valid

Diperoleh butir pernyataan yang tidak valid berjumlah 20 butir.

Oleh karena itu jumlah item instrumen yang semula berjumlah 61 item

setelah diujicoba berkurang menjadi 41 item.

Tabel 3.4

Hasil Uji validitas

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 3,4,7,8,12,14,15,16,17,18,20,21,25,26,27,28,30,31,32,33,35,

36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,47,49,50,51,52,54,55,56,57,61 41

Tidak

Memadai 1,2,5,6,9,10,11,13,19,22,23,24,29,34,46,48,53,58,59,60 20

54

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Uji reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat seberapa besar tingkat

kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Makin tinggi harga reliabilitas

instrumen, kemungkinan kesalahan yang terjadi akan makin kecil jika

keputusan tentang variabel pengukuran ditetapkan berdasarkan skor yang

diperoleh dari instrumen. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen

dilakukan pengujian dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (α).

Proses pengujian reliabilitas instrumen ini dilakukan secara statistik

memakai bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0

for windows.

Guilford (Furqon, 1999) menyatakan harga reliabilitas berkisar

antara -1 sampai dengan +1, harga reliabilitas yang diperoleh berada di

antara rentangan tersebut. Semakin tinggi harga reliabilitas instrumen

maka semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin rendah harga

reliabilitas instrumen maka semakin besar kesalahan yang terjadi.

Tolak ukur reliabilitas digunakan koefisien korelasi dari Sugiono

(2012) yang dipaparkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5

Klasifikasi Reliabilitas

Interval Koefisien Kualifikasi

0,80-100

0,60-0,799

0,40-0,599

0,20-0,399

0,00-0,199

Derajat keterandalan sangat tinggi

Derajat keterandalan tinggi

Derajat keterandalan cukup

Derajat keterandalan rendah

Derajat keterandalan sangat rendah

Berdasarkan pedoman di atas didapatkan nilai reliabilitas dari

tiap variabel yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

55

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.6

Hasil Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Budaya

Cronbach's

Alpha N of Items

.804 41

Berdasarkan pada pedoman di atas, nilai reliabilitas instrumen kompetensi

pribadi konselor sebesar 0,804 berada pada kategori derajat keterandalan sangat

tinggi.

D. Pengembangan Bimbingan Sosial untuk Mengembangkan Penyesuaian

Budaya

Pengembangan bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian

budaya berdasarkan hasil survey kondisi kemampuan penyesuaian budaya siswa.

Pengembangan bimbingan sosial meliputi: 1) kajian teoretis; 2) penyusunan

struktur bimbingan sosial; 3) uji kelayakan bimbingan sosial; dan 4) uji coba

bimbingan sosial.

1. Kajian Teoretis

Dalam pengembangkan bimbingan sosial untuk mengembangkan

penyesuaian budaya dilakukan kajian secara teoritis yaitu dengan melakukan

studi pustaka untuk digunakan sebagai landasan penyusunan bimbingan sosial

untuk mengembangkan penyesuaian budaya.

Bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian budaya siswa

dalam penelitian ini diartikan sebagai program yang diberikan oleh konselor

untuk membantu individu dalam berinteraksi sosial secara positif dan

memecahkan masalah-masalah sosial, yang menekankan pada pendekatan

56

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kognitif dan perilaku agar mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian

hubungan dengan lingkungan sosial budaya.

2. Penyusunan Struktur Bimbingan Sosial

Struktur bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian budaya

siswa mengacu pada Depertemen Pendidikan Nasional (2008) dan model

Cornish & Ross (2004) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7

Struktur Bimbingan Sosial

No Struktur Isi

1 Rasional Latar belakang secara teori dan praktis

berkenaan dengan pentingnya penyelenggaraan

bimbingan sosial untuk mengembangkan

penyesuaian budaya.

2 Deskripsi kebutuhan Hasil need assessment dari instrumen

penyesuaian budaya.

3 Tujuan Tujuan dari penyelenggaraan layanan

bimbingan sosial untuk mengembangkan

penyesuaian budaya.

4 Kompetensi konselor Kemampuan-kemampuan konselor dalam

melaksanakan bimbingan sosial untuk

mengembangkan penyesuaian budaya.

5 Tahapan Rincian tahapan, tujuan, deskripsi kegiatan,

dan sistem penunjang pelaksanaan bimbingan

sosial .

6 Evaluasi Evaluasi proses dan hasil.

3. Uji Kelayakan Bimbingan Sosial

Uji kelayakan bimbingan sosial dinilai oleh pakar yaitu dua dosen ahli

yaitu Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., dan Prof. Dr. Juntika Nurihsan,

M.Pd. Masukan dari kedua dosen adalah mengenai perbaikan rasional agar

57

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lebih operasional, kompetensi konselor yang harus lebih disesuaikan dengan

kompetensi konselor multibudaya, dan perbaikan redaksi struktur tahapan

bimbingan sosial menjadi action plan.

Uji kelayakan juga dilakukan oleh praktisi yaitu guru BK SMA Taruna

Bakti Bandung yaitu Aliyustati, S.Psi, M.Pd., masukannya adalah di bagian

evaluasi perlu ada evaluasi proses dan hasil.

4. Uji Coba

Pelaksanaan bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian

budaya didasarkan atas tingkat kemampuan penyesuaian budaya siswa pada

skor terendah. populasi yang digunakan adalah siswa kelas XI SMA Taruna

Bakti yang berjumlah 211, yang terbagi menjadi delapan kelas yaitu XI-1, XI-

2, XI-3, XI-4, XI-5, XI-6, XI-7, XI-8, dan skor terandah berada pada kelas XI-

4.

Pelaksanaan uji coba dilakukan pada kelas XI-4 dengan tahapan

kegiatan sebagai berikut.

Tabel 3.7

Tahapan Kegiatan Uji Coba

Tahap Sesi Kegiatan Sistem Penunjang

Tahap Awal

(Orientasi)

1 Need assessment Metode : Penugasan

Penunjang : Instrumen

penyesuaian budaya

2 Sosialisasi program

bimbingan sosial

untuk

mengembangkan

penyesuaian budaya

siswa

Metode : diskusi dan tanya

jawab

Penunjang : Hasil instrument

penyesuaian budaya, program

bimbingan sosial.

Tahap Inti

(Intervensi)

3 Diskusi kelompok

“Pemahaman nilai

keragaman budaya di

Metode : diskusi, tanya jawab,

presentasi

58

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tahap Sesi Kegiatan Sistem Penunjang

sekolah”

4 Permainan “Ayam dan

musang”

Metode : permainan dan

refleksi

5 Bermain peran

“Mentaati peraturan

sekolah”

Metode : bermain peran dan

refleksi

Penunjang: kain penutup mata,

tali rapia

6 Bermain peran

“Menghormati yang

lebih tua di sekolah”

Metode : Bermain Peran dan

refleksi

7 Permainan kelompok

“Jalan menyamping”

Metode : permainan kelompok

dan refleksi

Penunjang : tali rapia

8 Diskusi kelompok

“Menjalin percakapan

yang baik dengan

teman-teman di

sekolah”

Metode : diskusi dan

presentasi

9 Kapal karam yang

berisi orang-orang

beragam budaya

Metode : cerita, diskusi dan

refleksi

Tahap

Akhir

(Evaluasi)

10 Evaluasi Metode : Penugasan

Penunjang : Instrumen

penyesuaian budaya

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang ditempuh terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Ketiga prosedur dan tahapan penelitian

tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada uraian berikut.

59

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Persiapan

Tahapan persiapan penelitian adalah sebagai berikut.

a. Penyususan proposal.

b. Pengajuan persetujuan proposal penelitian setelah melakukan seminar

proposal penelitian.

c. Seminar proposal penelitian.

d. Pengajuan permohonan pengangkatan dosen pembimbing tesis.

e. Pengajuan permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut.

a. Penyusunan instrument dan pengujian kelayakan instrumen.

b. Uji coba instrumen (try out).

c. Pelaksanaan pengumpulan data penelitian dari siswa kelas XI SMA

Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2016-2017.

d. Analisis data hasil penelitian.

e. Penentuan sampel siswa kelompok eksperimen berdasarkan hasil

instrumen penyesuaian budaya, yaitu kemampuan siswa yang tingkat

penyesuaian budayanya masuk dalam kategori rendah.

f. Pengembangan bimbingan sosial untuk mengembangkan penyesuaian

budaya siswa berdasarkan hasil analisis data kemampuan penyesuaian

budaya siswa. Pengembangan program intervensi meliputi kegiatan-

kegiatan berikut.

1) Penyusunan rancangan program bimbingan sosial untuk

mengembangkan penyesuaian budaya pada siswa berdasarkan kajian

teoritik dan empirik.

2) Pengujian kelayakan atau judgement rancangan program bimbingan

sosial kepada pakar dan praktisi lapangan. Tujuan dari kegiatan ini

adalah untuk mengetahui kelayakan program bimbingan sosial yang

60

Nurul Fahmi, 2017 BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN BUDAYA SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akan digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan penyesuaian

budaya siswa kelas XI SMA Taruna Bakti.

3) Pelaksanaan eksperimen untuk mengembangkan penyesuaian budaya

sesuai dengan program yang telah disusun.

3. Pelaporan

Tahapan terakhir dari prosedur penelitian adalah tahap pelaporan.

Tahapan pelaporan ini meliputi analisis seluruh kegiatan, hasil penelitian, dan

pembahasan kemudian dilaporkan dalam bentuk karya tulis ilmiah (tesis)

untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan dalam sidang tahap I dan II.