bab iii kole
DESCRIPTION
case koleTRANSCRIPT
1
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : ES
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jln. Batur Sari, Gg. Dukuh Sari No.5, Kedonganan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
Tgl. MRS : 7 Maret 2015
Tgl. pemeriksaan : 11 Maret 2015
2. Anamnesis
ANAMNESIS KHUSUS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 29 Januari 2015 dengan
keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
perut dirasakan hilang timbul,dengan durasi antara ± 15-20 menit, memberat saat
makan, nyeri terkadang diarasakan menjalar sampai ke ulu hati dan punggung kanan.
2
Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Saat nyeri timbul, pasien mengatakan akan
semakin nyeri bila disentuh pada daerah nyeri. Pasien awalnya mengabaikan nyeri yang
dirasakannya, namun nyeri dirasakan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit hingga pasien tidak dapat beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Pasien
juga mengeluh mual namun tidak muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual
dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul. Mual dirasakan bersamaan dengan memberatnya
sakit perut yang dirasakan. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari sebelum mauk
rumah sakit, demamnya dikatakan hilang dengan obat penurun panas namun timbul
kembali.
Pasien buang air kecil dengan frekuensi normal (±5 kali sehari), volume ± 0,5
botol air mineral, pancaran normal, berwarna agak kemerahan seperti teh sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Riwayat
keluar darah, keluar batu saat buang air kecil dan nyeri saat buang air kecil disangkal
oleh pasien. Selain itu pasien juga mengeluh batuk sejak lama, namun memberat sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, tidak membaik dengan istirahat dan minum obat
batuk, kadang-kadang keluar dahak berwarna kuning, namun pasien lebih sering sulit
mengeluarkan dahaknya. Batuk terutama dirasakan malam hari sampai pagi hari. Dahak
± 0,5 kantong plastik. Pasien tidak mengeluh demam sebelumnya.
Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan daging. Sejak sakit
nafsu makan pasien agak berkurang, namun tidak ada penurunan berat badan pada
pasien. Pasien tidak nafsu makan karena ketika makan nyeri perutnya memberat. Sejak
10 tahun terakhir pasien juga mengeluh sesak yang hilang timbul, terutama dirasakan
saat beraktivitas, namun tidak membaik saat beristirahat. Buang air besar pasien
normal, ± 1 kali sehari, volume normal, dengan warna kuning, konsistensi padat. Riwayat
susah atau nyeri saat buang air besar, buang air besar dengan keluar darah disangkal
oleh pasien.
Terkait keluhannya ini pasien sudah 2 kali berobat ke RSUD Badung dan
diberikan paracetamol, tramadol dan ciprofluoxacin. Saat mengkonsumsi obat ini
dikatakan keluhan menghilang, namun kembali lagi terutama rasa nyeri pada perut.
Oleh karena itu pasien memikirkan untuk ke RSUP Sanglah.
Saat pemeriksaan pasien masih mengeluh panas badan. Pasien sudah buang air
kecil, buang air besar dan kentut. Buang air kecil sudah tidak lagi berwarna seperti teh.
3
Buang air besar juga dikatakan normal. Pasien juga masih merasakan sesak dan batuk,
namun tidak keluar dahak. Keluhan mual sudah tidak dirasakan. Setelah operasi pasien
juga merasa masih lemas dan harus menggunakan pispot untuk buang air kecil dan
buang air besar.
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Pasien mengatakan memiliki riwayat bronkiektasis sejak 10 tahun yang lalu.
Terkait penyakitnya ini pasien mengatakan sering batuk sepanjang hari. Batuk dikatakan
disertai dengan dahak yang berwarna kekuningan. Batuk dikatakan lebih berat pada pagi
hari, dahak juga lebih berat pada pagi hari setelah bangun tidur. Terkait keluhan ini,
pasien mengatakan rutin berobat apabila keluhannya dirasakan memberat saja. Pasien
mengatakan hanya mengkonsumsi obat batuk pengecer dahak sesekali di rumah.
Pasien juga mengatakan memiliki riwayat operasi appendicitis pada tahun 1991
dan pada tahun 2008 menjalani operasi hernia. Pasien dikatakan tidak memiliki riwayat
penyekit sistemik lainnya seperti tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain
sebagainya.
Terkait keluhan penyakit sekarang, pasien mengatakan pernah mengalami nyeri
pada perutnya, namun tidak separah yang dikeluhkan saat ini. Nyeri yang dirasakan
dapat hilang dengan sendirinya sehingga pasien tidak mengobatinya. Keluhan BAK
berwarna seperti teh dikatakan pernah terjadi sebelumnya dan hilang tanpa dilakukan
pengobatan.
RIWAYAT KELUARGA
Baik orang tua maupun saudara pasien tidak ada yang pernah mengalami
keluhan penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Riwayat penyakit jantung, ginjal,
hati, tekanan darah tinggi dan kencing manis pada keluarga disangkal oleh pasien.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
4
Pasien sudah menikah dan tinggal bersama istrinya. Sehari-hari pasien bekerja
sebagai petani dan bekerja 4 jam sehari. Konsumsi minuman beralkohol dan merokok
disangkal oleh pasien. Konsumsi makanan berlemak dikatakan sering.
5
3.4 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran : sadar baik
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Respirasi : 25 x/mnt
Suhu aksila : 37,7 °C
Berat badan : 50 kg kg
Tinggi badan : 156 cm
BMI : 18,52 kg/m2
VAS : 4/10
Status General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/- , Reflek pupil +/+, isokor, diameter 3 mm/3
mm, Edema palpebra -/-
THT
Telinga : Bentuk normal, Sekret tidak ada, tanda radang (-), Pendengaran
normal
Hidung : Bentuk normal, Sekret tidak ada
Tenggorokan : Tonsil T2/T2, Hiperemis (-), Faring hiperemis (-)
6
Lidah : atrofi papil lidah (-)
Mukosa bibir : sianosis (-)
Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran
Leher
JVP : PR + 0 cmH2O
Kelenjar getah bening (limfonodi) : Tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar tiroid : Tidak ditemukan pembesaran
Thorax:
Simetris, retraksi (-), spider naevi (-)
Jantung
Inspeksi: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas Kanan : Parasternal line dekstra
Batas Kiri : Midclavicular line sinistra ICS V
Batas Atas : Intercostal space II
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) dikeempat katup
Paru-paru
Inspeksi: Simetris saat statis dan dinamis,
Palpasi : Vokal fremitus N/N
N/N
N/N
7
Perkusi : Sonor +/+
+/+
+/+
Auskultasi : Vesikuler +/,+ Ronkhi -/+, Wheezing -/-
+/ + -/+ -/-
+/ +/+ -/-
Abdomen
Inspeksi : Terdapat jaringan parut (scar) panjang 4 cm di region parailiac,
Distensi (+), Meteorismus (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, balottement Ginjal (-)
Nyeri tekan pada epigastrium dan perut kanan atas (+) (pasien
menyeringai saat dipalpasi pada epigastrium dan perut kanan atas),
Murphy sign (+)
Nyeri ketok CVA sde
Perkusi : Undulasi (-), Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat + + Edema - -
+ + - -
Warna kekuningan (-), Palmar eritema (-), Flapping tremor (-)
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
1. LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap (30/1/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
WBC 7,88 103/µL 4,10-11,00
% NEU 61,5 % 47,00-80,00
% LYMPH 24,4 % 13,00-40,00
% MONO 10,4 % 2,00-11,00
% EOS 2,6 % 0,00-5,00
% BASO 1,02 % 0,00-2,00
#NEU 4,85 103/µL 2,50 – 7,50
#LYMPH 1,93 103/µL 1,00 – 4,00
#MONO 0,819 103/µL 0,10 – 1,20
#EOS 0,205 103/µL 0,00 – 0,50
#BASO 0,081 103/µL 0,00 – 0,10
RBC 5,03 106/µL 4,50 – 5,90
HGB 12,9 g/dL 12,00-16,00
HCT 42,8 % 41,00-53,00
MCV 85,0 fL 80,00-100,00
MCH 25,6 Pg 26,00 – 34,00 Rendah
MCHC 30,1 g/dL 31,00 – 36,00 Rendah
RDW 14,5 % 11,60-14,80
9
PLT 399 103/µL 150,00-440,00
MPV 5,54 fL 6,80 – 10,00 Rendah
24
Pemeriksaan darah lengkap (4/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
WBC 7,25 103/µL 4,10-11,00
% NEU 46,5 % 47,00-80,00 Rendah
% LYMPH 42,5 % 13,00-40,00 Tinggi
% MONO 6,72 % 2,00-11,00
% EOS 2,80 % 0,00-5,00
% BASO 1,47 % 0,00-2,00
#NEU 3,37 103/µL 2,50 – 7,50
#LYMPH 3,08 103/µL 1,00 – 4,00
#MONO 0,487 103/µL 0,10 – 1,20
#EOS 0,203 103/µL 0,00 – 0,50
#BASO 0,107 103/µL 0,00 – 0,10 Tinggi
RBC 4,37 106/µL 4,50 – 5,90
HGB 11,7 g/dL 13,50-17,50 Rendah
HCT 37,8 % 41,00-53,00
MCV 86,4 fL 80,00-100,00
MCH 26,7 Pg 26,00 – 34,00
MCHC 30,9 g/dL 31,00 – 36,00 Rendah
RDW 14,8 % 11,60-14,80
PLT 288 103/µL 150,00-440,00
MPV 6,29 fL 6,80 – 10,00 Rendah
25
Kimia darah (18/10/2012)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
SGOT 89,5 U/L 11,00 -33,00 Tinggi
SGPT 143,4 U/L 11,00 – 50,00 Tinggi
BS Acak 112 mg/dL 70,00-140,00
Bun 6 mg/dL 8,00 – 23,00 Rendah
Creatinin 0,99 mg/dL 0,50 – 0,90 Tinggi
Natrium (Na) 125 mmol/L 136-145 Rendah
Kalium 3,82 mmol/L 3,5 – 5,10
Kimia Klinik (3/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
Bilirubin Total 1,03 Mg/dL 0,30 – 1,30
Bilirubin indirek 7,07 g/dL 6,40-8,30
Bilirubin direk 0,81 Mg/dL 0,00 – 0,30 Tinggi
Alkali phospatase 121 Mg/dL 42-98 Tinggi
Cholesterol total 110 µg/dL 140,0-199,0 Rendah
HDL Cholesterol 24 Mg/dL 40-65 Rendah
LDL Cholesterol 66 Mg/dL 0-100,00
Trigliserida 82 Mg/dL 0-150,00
Total Protein 3,39 g/dL 6,40 – 8,30 Rendah
26
Albumin 3,39 g/dL 3,40 – 4,80 Rendah
Globulin 3,68 µg/dL 3,2-3,7
Natrium 144 mmol/L 136,00 – 145,00
Kalium 3,69 mmol/L 3,5 – 5,10
Kimia Klinik dan Analisis Gas Darah (4/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
Natrium (Na) 137 mmol/L 136-145
Kalium (K) 3,3 mmol/L 3,50-5,10 Rendah
Ph 7,37 7,35-7,45
pCO2 53 mmHg 35,00-45,00 Tinggi
pO2 147 mmHg 80,00-100,00 Tinggi
BEecf 5,3 mmol/L -2 – 2
HCO3- 30,6 mmol/L 22,00-26,00 Tinggi
SO2c 99 % 95-100
TCO2 32,2 mmol/L 24,00-30,00 Tinggi
Faal hemostasis (4/2/2015)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Blooding Time 1,30 1,00 – 3,00
27
Cloting time 8,00 5,00 – 15,00
PPT 11,2 Normal : Perbedaan dengan kontrol < 2
dtk
INR 0,97 0,90-1,10
Kontrol PPT 10,2
APTT 36 Normal : Perbedaan dengan kontrol < 7
dtk
Kontrol APTT 33,3
Urine Lengkap (30/1/2015)
Parameter Hasil Satuan Tanda Nilai Rujukan
Specific gravity 1,015 Negatif
Ph 5,00 - 7,35-7,45
Leucocyte 25 (+) Le/mikroL Negatif
Nitrite Neg Negatif
Protein Neg Md/dl Negatif
Glucose Norm Mg/dl Normal
Ketone 15 (+ +) Mg/dl Negatif
Urobilinogen 1 (+) Mg/dl negatif
Bilirubin 1 (+) Mg/dl Negatif
Eritrocyte Neg Ery/mikroL Negatif
28
Colour Brown p.yellow
Sedimen urine
Lekosit 6-8 /lp <6/lp
Eritrosit - /lp <3/lp
Kristal - /lp
Sel eitel gepeng 4-5 /lp
2. ELEKTROKARDIOGRAF
1. Irama : sinus
2. Heart rate : 77 kali/menit
3. Axis : normal
4. P-R Interval : 142 ms
5. Gelombang P : tidak memanjang
6. ST-changes : -
29
7. QRS complex : Normal
Kesimpulan: normal sinus rhythm
8. IMAGING
Foto Thorax (18/10/2012)
1. Cor : besar dan bentuk normal
2. Pulmo : tampak honeycomb appearance di parahiler kiri dan
parakardial kanan kiri dengan infiltrat disekitarnya
3. Sinus pleura kanan tajam dan kiri tumpul
4. Diafragma kanan dan kiri normal
5. Tulang tak tampak kelainan
Kesan : suspect bronchiectasis dengan infeksi sekunder
Efusi pleura kiri
USG Abdomen (30/1/2015)
30
1. Hepar: ukuran tidak membesar, echoparenchym normal, sudut tajam, tepi rata,
tidak tampak pelebaran IHBD maupun EHBD, sistem vascular tampak normal,
tak tampak massa/nodul/kista
2. GB: ukuran normal, dinding menebal (0,43 cm), tampak batu multiple dengan uk
pnp terbesar 2,4 cm, sludge (+)
3. Lien: ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak SOL
4. Pancreas: ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak SOL
5. Ginjal kanan: ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas,
pelviocalyceal sistem tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
6. Ginjal kiri: ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas,
pelviocalyceal system tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
7. Buli: terisi urine minimal, dinding buli tak dapat dievaluasi
8. Prostat: sulit dievaluasi karena buli terisi urine minimal
9. Tak tampak echocairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis
Kesan : cholesistitis disertai cholelitiasis, hepar/pancreas/lien/ginjal kanan kiri
tak tampak kelainan
10. SPIROMETRI (6/2/2015)
1. FVC: 43,3%
2. FEV1: 14,2%
Kesimpulan: risiko sedang
31
3.6 DIAGNOSIS
- Cholesistitis akut e.c suspect cholelitiasis
transaminitis
- Bronkiektasis stabil
- Anemia ringan normokromik mikrositer e.c. suspect ACD
- Alkalosis metabolik terkompensasi sempurna
- Efusi pleura paru sinistra e.c. suspect hipoalbuminemia
3.7 PENATALAKSANAAN
A. TERAPI
- Masuk rumah sakit
- Diet hindari makanan berlemak, ekstra putih telur
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Cepoferazone sulbactam 2 x 1 gram IV
- injeksi pethidin 25 mg k/p nyeri
- UDCA 2 x 250 i.o
- paracetamol 3 x 500 mg (k/p)
- nebulizer ventolin 1 ampul setiap 6 jam (k/p sesak)
- ambroxol 3 x 30 i.o.
B. RENCANA MONITORING
32
1. Kesadaran, status mental
2. Vital sign
3. Keluhan : nyeri perut, nyeri bekas operasi, kaki bengkak
4. Keseimbangan cairan: Cairan Masuk – Cairan Keluar, produksi drain
5. Berat badan
C. PROGNOSIS
Dubius Ad bonam
3.8 CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Keterangan
29/1/2015 Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah dengan keluhan utama nyeri
perut kanan atas.
30/1/2015 Pasien MRS dirawat di Ruang Mawar, cek laboratorium (DL, kimia
klinik, UL) dan USG abdomen
31/1/2015 Nyeri perut yang dirasakan semakin meningkat (VAS 5/10)
3/2/2015 Cek laboratorium (kimia klinik)
4/2/2015 Konsultasi TS Digestif, cek laboratorium (DL, faal hemostasis, kimia
klinik)
5/2/2015 Konsultasi TS Kardiologi dan TS Anestesi untuk evaluasi pre
operasi, rontgen thorax
6/2/2015 Spirometri
6/2/2015 Pemeriksaan
33
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat akut,
kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut pada
kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90% kolesistitis berhubungan
dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus. Pada bagian berikutnya akan
dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori terkait sebelumnya.
4.1 Diskusi terkait Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akalkulosa akut). Sedikitnya 3 faktor
berperan pada patogenesis kolesistitis yaitu keradangan mekanis akibat peningkatan
tekanan, keradangan kimiawi yang disebabkan pelepasan lisolesitin karena kerja enzim
fosfolipase pada lesitin empedu dan keradangan bakteri.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan
peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran keluar
empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi
lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein yang secara
normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek
detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan di dalam dinding kandung
35
empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan mukosa dan mural. Peregangan
dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat mengganggu aliran darah kemukosa.
Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri; baru setelah proses berlangsung cukup lama
terjadi kontaminasi oleh bakteri.1
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85
persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung
empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies
Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme–
organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,
perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding
kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar kasus ini
terjadi pada pasien dengan keadaan pascaoperasi mayor nonbiliari, trauma berat
(misalkan kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor lain yang turut
berperan adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan
pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya Leptospira, Streptococcus,
Salmonella atau Vibrio cholera).
Pada kasus ini, kemungkinan yang dapat menjadi penyebab atau etiologi
kolesistitis akut adalah karena adanya batu empedu (kalkulosa). Batu empedu ini
menyebabkan keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan
intraluminal menyebabkan gangguan aliran darah ke mukosa sehingga mukosa menjadi
rusak. Stasis aliran empedu akibat adanya batu juga menyebabkan peraangan pada
kandung empedu. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan USG yang ditemukan batu dan
telah dilakukannya pembedahan yaitu laparoscopy cholesistectomy eksplorasi. Pasien
juga tidak mengeluhkan demam dan tidak ada leukositosis dari hasil pemeriksaan
laboratorium sehingga penyebab infeksi bisa disingkirkan. Namun tidak tertutup
kemungkinan juga, batu yang telah ada dapat menyebabkan infeksi pada kandung
empedu.
4.2 Manifestasi Klinis
36
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis sangat sugestif. Gejala klinis bervariasi dari radang ringan sampai bentuk
gangren yang berat pada dinding kandung empedu. Serangan akut sering merupakan
eksaserbasi dari radang menahun. Keluhan utama adalah nyeri perut yang hebat dan
menetap di hipokhondrium kanan atau epigastrium dan menyebar ke angulus scapula
kanan dan bahu kanan dan jarang sekali ke bahu kiri. Kadang – kadang jika batu terletak
di leher kandung empedu atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Tanda peradangan
peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam
dapat ditemukan. Serangan nyeri sering didahului makan terlalu banyak terutama
makanan berlemak. Sering disertai mual dan perut kembung, tetapi jarang sampai
muntah. Muntah timbul bila terdapat batu pada saluran empedu bagian distal.1,3
Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan
epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga mengatakan
senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3 kali sehari
(sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul setelah makan.
Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung kanan. Pasien juga
mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada daerah yang nyeri. Disini
pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan masih dirasakan saat pemeriksaan di
rumah sakit.
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh, namun
saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Tapi tidak ada kencing yang bercampur darah atau
nyeri saat kencing. Sehingga adanya batu saluran kencing dapat disingkirkan. Frekuensi
kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga mengeluh batuk sejak lama dan kadang
keluar dahak berwarna kekuningan, namun lebih sering susah untuk mengeluarkan
dahak tersebut. Pasien juga mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu.
Sesak ini semakin meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki
riwayat mata berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali
kuning, namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain.
Keluhan lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran
payuadara atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda
37
sirosis tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan
adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal, intrahepatal,
ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan post hepatal akibat
obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada kasus ini yaitu akibat
adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis obstruktif maka kerap kali akan
dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan disamping terdapat riwayat kekuningan.
Namun pada inspeksi abdomen tidak ditemukan adanya Cullen sign dan grey turner sign
sehingga pancreatitis obstruktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan hasil heteroanamnesis yang telah dilakukan kepada keluarga
pasien, didapatkan gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada
kolesistitits akut. Nyeri perut yang dirasakan pasien memang sudah 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri sering dirasakan setelah pasien makan daging ayam atau babi.
Pasien juga dikatakan sulit untuk menghindari makanan berlemak. Pasien juga sempat
mual namun tidak pernah muntah. Namun masih diperlukan pemeriksaan fisik dan
penunjang lainnya dalam mengonfirmasi dugaan tersebut.
4.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan demam. Pergerakan perut terbatas, nafas
tertahan, distensi abdomen lokal dan otot dinding perut kanan atas mengalami
kekakuan. Pada pemeriksaan palpasi timbul nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu
yang tegang dan membesar, namun pada pasien ini tidak ditemukan. Inspirasi dalam
atau batuk sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (murphy sign). Ketokan ringan pada daerah
subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas
lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan
bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata
dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asal tidak ada perforasi. Apabila
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil disertai leukositosis berat,
38
kemungkinan terjadi empiema (jika eksudat yang terkandung pada kandung empedu
hampir seluruhnya terdiri dari pus) dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis terhadap pasien didapatkan penderita
masih terlihat (inspeksi) lemas sehingga hanya berbicara sedikit-sedikit ketika ditanya.
Suhu aksila juga meningkat. Pada inspeksi perut juga terlihat adanya distensi pada perut.
Tanda ikterus pada mata sudah tidak ditemukan lagi. Saat dilakukan palpasi pada
epigastrium dan perut kanan atas masih dirasakan nyeri. Pasien juga berhenti bernafas
ketika dilakukan penekanan pada daerah nyeri (Murphy sign +).
Pada auskultasi dada diapatkan tanda bronkiektasis yaitu adanya penurunan
vesikuler pada region basal di lapang paru sinistra. Pada pasien juga ditemukan adanya
ronkhi pada ketiga region lapang paru sinistra dan region basal pada lapang paru
dekstra. Oleh sebab itu berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terdapat
kesesuaian dengan tanda-tanda peradangan pada kandung empedu oleh karena stasis
cairan empedu meskipun tidak didapatkan adanya demam.
4.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien kolesistitis ditemukan leukositosis lebih dari
10.000/cmm dengan gambaran lekosit polimorfonuklear. Tes faal hati menunjukkan
serum bilirubin bisa meningkat ringan, serum aminotransferase juga bisa meningkat
ringan, tetapi biasanya kurang dari 5 kali batas normal. Pemeriksaan alkali phosphatase
biasanya meningkat pada 25% pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amylase
dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amylase
juga dapat meningkat pada kolesistitis.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium beberapa kali yaitu darah
lengkap sebanyak 2 kali, kimia klinik sebanyak 3 kali, faal hemostasis sekali dan urinalisis
sekali. Pada hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya leukositosis. Namun didapatkan
anemia ringan normokromik mikrositer. Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan
bilirubin direk meningkat hal ini disebabkan oleh stasis cairan empedu oleh karena
adanya batu. SGOT dan SGPT juga meningkat. Alkali phospatase serum juga meningkat
39
pada pasien ini. Namun disini tidak dilakukan pemeriksaan enzim amylase dan lipase
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pankreatitis. Pada pemerikaan urinalisis
ditemukan warna kecoklatan dimana normalnya adalah kekuningan. Warna kuning pada
urin normal merupakan warna yang berasal dari ekskresi bilirubin. Namun karena
terdapat gangguan dalam ekskresi bilirubin akibat adanya batu empedu maka
cenderung terjadi penumpukan kadar bilirubin dalam darah sehingga warna urin akan
kecoklatan. Meskipun tidak terdapat leukositosis akan tetapi pada urin ditemukan
adanya leukosit dan urobilinogen serta bilirubin urinnya positif. Pasien juga mengalami
alkalosis metabolik yang terkompensasi sempurna yang ditandai dengan meningkatnya
HCO3- diikuti dengan peningkatan PCO2 dan pH yang normal.
Pada foto sinar tembus abdomen mungkin ditemukan batu empedu. Foto polos
abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15%
pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak oleh karena mengandung kalsium
cukup banyak. Pada kholesistogram menunjukkan kandung empedu non-fungsionil pada
serangan akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan
sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Adapun gambaran pada USG
mungkin dijumpai batu, gambaran “double layer” dan penebalan dinding kandung
empedu. Pemeriksaan CT-scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang
masih kecil dan tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Endoscopic Retrogard
Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila
terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien
berisiko tinggi menjalani laparoskopi kolesistektomi.
Pada kasus ini dilakukan USG abdomen yang memperlihatkan adanya batu
multiple di kandung empedu yang berukuran 2,4 cm yang mendukung adanya
cholelitiasis. pada pasien juga dilakukan foto thoraks dan didapatkan adanya
bronkiektasis dan efusi pleura kiri. Untuk mendukurng diagnosis bronkiektasis dan
menyingkirkan PPOK juga dilakukan tes spirometriyang mendapatkan hasil dengan risiko
sedang. Namun pada pasien tidak dilakukan CT Scan Abdomen dan ERCP yang
merupakan pemeriksaan gold standard pada batu empedu.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi diet bebas, namun disini ditambahkan
ekstra putih telur karena pasien mengalami hipoalbuminemia. Diet bebas diberikan
40
karena penurunan nafsu makan pasien disebabkan oleh nyeri yang diraskannya, jadi
setelah penyebab dihilangkan yaitu batu nafsu makan pasien akan kembali pulih, namun
harus diingat juga untuk menghindari kekambuhan sebaiknya pasien mulai mengurangi
atau menghindari makanan berlemak.
Pasien diberikan analgetik yaitu paracetamol dan pethidin untuk meredakan
nyeri perutnya. Pasien diberikan cepoferazon sulbactam sebagai profilaksis infeksi.
UDCA diberikan untuk mengatasi kolesistitisnya. Paracetamol sebagai antipiretik. Untuk
keluhan batuk dan sesak pasien diberikan ambroxol dan nebulizer ventolin setiap 6
jam.Obat-obatan pasca operasi meliputi levofluoxacin dan ranitidine.
41
BAB V
SIMPULAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat akut,
kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut pada
kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90% kolesistitis berhubungan
dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus. Pada bagian berikutnya akan
dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori terkait sebelumnya.
Penyebab tersering kolesistitis adalah adanya batu empedu (90%) dan sisanya
bukan karena batu empedu seperti infeksi (10%). Kolesistitis yang disebabkan oleh batu
empedu akan mengakibatkan stasis cairan empedu dan peningkatan tekanan
intraluminal. Selain itu hal tersebut juga berdampak pada berkurangnya aliran darah ke
mukosa sehingga akan terjadi kerusakan mukosa kandung empedu dan akhirnya terjadi
peradangan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga batu yang ada juga akan
menimbulkan adanya infeksi.
Manifestasi klinis dari kolesistitis akut adalah adanya nyeri perut kanan atas
yang dirasakan hilang timbul dan dapat menjalar ke pungggung kanan. Nyeri juga
diperberat oleh makanan. pasien juga mengalami ikterus dan air kencingnya berwarna
42
kemerahan seperti the. Selain itu juga ada demam dan leukositosis pada pemeriksaan
laboratorium. Pasien juga sering merasa mual. Pada pemeriksaan USG abdomen juga
bisa ditemukan adanya batu.
Jika tidak tertangani kolesistitis akan menimbulkan komplikasi yang serius
seperti empiema, gangrene, perforasi dan lain sebagainya. Untuk penatalaksanaannya
sendiri meliputi penghindaran terhadap makanan yang beerlemak. Analgetik, antibiotik,
agen pengencer batu dan terapi pembedahan. Untuk prognosis dari penyakit ini, jika
dilakukan terapi kausatif seperti pembedahan prognosisnya cenderung baik, meskipun
tidak tertutup kemungkinan akan kambuh kembali.