bab ii tinjauan pustaka a. hak atas tanah menurut …
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hak Atas Tanah Menurut UUPA
1. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah merupakan hak yang memberi wewenang kepada
seseorang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas hak
tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA
menyebutkan bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-
undang Dasar 1945, bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Penguasaan atas
bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya oleh Negara dikenal dengan sebutan Hak Menguasai Negara.
Dilanjutkan pada Pasal 2 ayat (2) UUPA menetapkan bahwa hak
menguasai Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
Tujuan hak menguasai Negara atas bumi, air, ruang angkasa adalah
untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti
kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
15
Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur17
.
Subyek hak menguasai dari negara adalah Negara Republik Indonesia
itu sendiri sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hak
menguasai dari Negara meliputi semua tanah dan wilayah Republik
Indonesia, baik tanah-tanah yang tidak ataupun belum di haki dengan
hak-hak perorangan. Tanah-tanah yang belum di haki dengan hak-hak
perorangan oleh UUPA disebut tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara18
. Dasar hukum mengenai ketentuan hak-hak atas tanah diatur
pada Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu:
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
Hak atas tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
perseorangan, baik Warga Negara Indonesia atau orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama
dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia atau badan
hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan hukum
privat atau badan hukum publik. Wewenang hak atas tanah juga diatur
dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa:
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya
sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
17
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,
Jakarta, 2011, h. 47 – 48. 18
Tatu Afifah, Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan Kawasan
Pusat Pemerintahan Provinsi Banten Di Kabupaten Serang, Tesis, Universitas Indonesia,
Depok, 2010, h. 35.
16
dengan undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain
yang lebih tinggi.
Wewenang dalam hak atas tanah berupa menggunakan tanah untuk
keperluan mendirikan bangunan atau bukan bangunan, menggunakan
tubuh bumi seperti penggunaan ruang bawah tanah, diambil sumber
airnya, penggunaan ruang di atas tanah, misalnya di atas tanah
didirikan pemancar19
.
2. Jenis Hak-Hak Atas Tanah
Berdasarkan Pasal 16 UUPA dan Pasal 53 UUPA, hak-hak atas
tanah dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu20
:
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap.
Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku selama UUPA
masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang
baru. Macam hak atas tanah ini adalah hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak
membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.
b. Hak atas tanah yang ditetapkan dengan undang-undang.
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan
dengan undang-undang. Macam hak atas tanah ini belum ada.
c. Hak atas tanah bersifat sementara
Hak yang bersifat sementara, dalam waktu singkat akan
dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan,
mengandung sifat feudal dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
19
Op.Cit., h. 48. 20
Ibid., h. 51.
17
Macam hak atas tanah ini adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil,
hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.
Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari sebagai berikut:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa untuk Bangunan;
f. Hak Membuka Tanah;
g. Hak Memungut Hasil Hutan.
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak
yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara terdiri dari sebagai berikut:
a. Hak Gadai;
b. Hak Usaha Bagi Hasil;
c. Hak Menumpang;
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.
3. Hak Milik Atas Tanah
a. Pengertian Hak Milik Atas Tanah
Pengertian hak milik sendiri diatur dalam Pasal 20 – 27 UUPA.
Pada Pasal 20 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak milik adalah
hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
18
orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Arti
dari hak yang terkuat dan terpenuh dalam pengertian tersebut
bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak
terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, melainkan untuk
menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah, hak milik
merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh. Hak milik
dikatakan sebagai hak turun temurun karena hak milik dapat
diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik
sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus
dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain.
Terpenuh artinya hak milik memberikan wewenang yang paling
luas dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ini berarti hak milik
dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya, misalnya pemegang hak
milik dapat menyewakannya kepada orang lain. Selama tidak
dibatasi oleh penguasa, maka wewenang dari seorang pemegang
hak milik tidak terbatas. Selain bersifat turun temurun, terkuat dan
terpenuh, hak milik juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain21
.
b. Subyek Hak Milik Atas Tanah
Menurut Pasal 21 UUPA, subyek yang berhak memiliki hak
milik atas tanah adalah sebagai berikut:
21
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, h. 60 – 61.
19
(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak
milik;
(2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya;
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula
warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan
setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraan wajib melepaskan hak itu dalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu
tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada
Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung;
(4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka
tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
Hal ini juga dapat dilihat dari asas kebangsaan dalam Pasal 1
UUPA yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu
sebagai bangsa. Maka dari itu, menurut Pasal 9 Jo Pasal 21 ayat (1)
UUPA, hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai
hak milik atas tanah. Hak milik kepada orang asing dilarang (Pasal
26 ayat (2)), tetapi orang-orang asing dapat mempunyai tanah
dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Untuk badan hukum
sendiri, pada asasnya ia tidak dimungkinkan untuk mempunyai hak
milik atas tanah, tetapi hal ini dapat dikecualikan menurut Undang-
undang serta peraturan lainnya, seperti pada Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963 tentang penunjukkan badan-badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, sebagai berikut:
20
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara;
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan
berdasarkan atas Undang-undang No.79 Tahun 1958;
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian
/ Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian /
Agraria, setelah mendengar Menteri Sosial.
Badan-badan hukum yang tidak dikecualikan oleh Undang-
undang atau peraturan lainnya untuk memiliki hak milik atas tanah,
maka hanya akan diberikan hak guna bangunan dan hak pakai.
Selain itu, pada Pasal 27 UUPA hak milik dapat hapus apabila,
sebagai berikut:
a. Tanahnya jatuh kepada Negara:
1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh
pemiliknya;
3) Karena ditelantarkan;
4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
b. Tanahnya musnah.
c. Sifat dan Ciri-Ciri Hak Milik Atas Tanah
Adapun sifat dan ciri-ciri hak milik, yaitu sebagai berikut22
:
a. Hak milik adalah hak yang terkuat (Pasal 20 UUPA);
b. Dapat beralih, artinya dapat diwariskan kepada ahli
warisnya;
c. Dapat dialihkan kepada pihak yang memenuhi syarat;
22
Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria Bagian Pertama, Penerbit
Djambatan, Jakarta, 1971, h. 54.
21
d. Dapat menjadi induk dari hak-hak atas tanah yang lain,
artinya dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lain, yaitu
hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak
guna bagi hasil dan hak menumpang. Hak milik sebaliknya
tidak dapat berinduk pada hak atas tanah lainnya;
e. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan (Pasal 25 UUPA);
f. Dapat dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah
(Pasal 27 UUPA);
g. Dapat diwakafkan (Pasal 49 ayat (3) UUPA).
B. Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Hukum Agraria
1. Pengertian Jual Beli Hak Atas Tanah
Menurut Boedi Harsono pengertian jual beli tanah adalah
perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan
tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada
saat itu juga pembeli membayar harganya kepada penjual. Pengertian
jual beli tanah menurut Boedi Harsono, ruang lingkup objeknya
terbatas hanya pada hak milik atas tanah. Namun dalam hukum positif,
hak atas tanah yang dapat menjadi objek jual beli tidak hanya terbatas
pada hak milik, namun juga hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, maupun hak milik atas satuan rumah susun. Tujuan jual beli hak
atas tanah adalah untuk melakukan peralihan hak atas tanah kepada
22
pembeli sehingga pembeli dapat secara sah menguasai dan
menggunakan hak atas tanah tersebut23
.
2. Syarat-syarat Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Jual Beli
Dalam jual beli hak atas tanah diperlukan adanya syarat formil
terhadap obyek jual beli hak atas tanah berupa bukti kepemilikan tanah
yang terkait dengan hak atas tanah, dan juga terkait dengan prosedur
peralihan hak atas tanah tersebut. Prosedur jual beli hak atas tanah
telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah (PP No.24 Tahun 1997). Menurut
ketentuan tersebut, jual beli tanah harus dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT24
.
Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi
beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Syarat-syarat jual beli hak atas tanah terdiri
dari syarat materiil dan syarat formil25
.
a. Syarat Materiil
Syarat materiil jual beli hak atas tanah tertuju pada subyek dan
obyek hak yang akan diperjualbelikan. Pemegang hak atas
tanah harus mempunyai hak dan berwenang untuk menjual hak
atas tanah. Disamping itu pembeli juga harus memenuhi syarat
sebagai pemegang hak dari hak atas tanah yang menjadi obyek
jual beli.
23
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,
Jakarta, 2011, h. 360. 24
Ibid., h. 53. 25
Ibid., h. 55.
23
1. Syarat Penjual
(a) Penjual adalah orang yang namanya tercantum dalam
sertifikat atau alat bukti lain selain sertifikat. Apabila
penjual merupakan pasangan suami istri dan di dalam
sertifikat tersebut hanya mencantumkan nama suami /
istri, maka tanah tersebut tetap merupakan harta milik
bersama jika tanah itu diperoleh selama dalam
perkawinan, bukan karena warisan atau hibah.
(b) Penjual harus sudah dewasa menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(c) Apabila penjual masih belum cakap atau masih berada
di bawah umur maka untuk melakukan jual beli harus
diwakili oleh orang tua atau walinya dan apabila
penjual berada di bawah pengampuan, maka untuk
melakukan transaksi jual beli harus diwakili oleh
pengampu atau kuratornya.
(d) Apabila penjual diwakili oleh orang lain sebagai
penerima kuasa, maka penerima kuasa menunjukkan
surat kuasa notarial atau surat kuasa otentik yang dibuat
oleh pejabat yang berwenang.
2. Syarat Pembeli
Apabila obyek jual beli tersebut merupakan tanah hak
milik, maka subyek yang dapat membeli tanah adalah
perseorangan warga Negara Indonesia, bank pemerintah,
24
badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk atau
sudah mempunyai SK penunjukan sebagai pemegang hak
milik dan tanah itu digunakan untuk langsung kegiatan
yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan dan sosial.
b. Syarat Formil
Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah meliputi formalitas
transaksi jual beli dan formalitas tersebut meliputi akta yang
menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang
membuat akta tersebut. Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan
dengan akta PPAT ditegaskan dalam Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yang menyatakan:
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pemindahan hak hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT. Tetapi sebetulnya syarat tersebut tidak mutlak harus
dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota dapat mendaftar pemindahan haknya
meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini
dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 37 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan:
25
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan
oleh menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat
mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak
milik, yang dilakukan di antara perorangan warga
Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang
tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala
Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya
dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang
bersangkutan.
3. Peralihan Hak Melalui Jual Beli Hak Atas Tanah
Peralihan hak atas tanah merupakan peristiwa beralihnya atau
berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang
tanah dari pemilik semula kepada pemilik yang baru karena perbuatan
hukum tertentu26
. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus
dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT untuk memperoleh akta
jual beli. Setelah itu terjadilah pemindahan hak atas tanah dari
pemegang haknya sebagai penjual kepada pihak lain sebagai pembeli.
Namun, pemindahan hak tersebut hanyalah diketahui oleh kedua belah
pihak (penjual dan pembeli), sementara pihak ketiga tidak mengetahui
tentang adanya jual beli tersebut. Agar pihak ketiga mengetahuinya,
maka jual beli tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan
setempat karena pendaftaran tanah mempunyai sifat terbuka. Dengan
pendaftaran peralihan hak atas tanah (akta jual beli yang dibuat oleh
PPAT) ke Kantor Pertanahan maka terpenuhilah asas publisitas dalam
pendaftaran tanah, yaitu setiap orang dapat mengetahui data fisik
berupa letak, ukuran, batas-batas tanah dan data yuridis berupa subyek
hak, status hak dan pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan ke
26
Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah
untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005, h. 56.
26
kantor pertanahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 3
tahapan dalam jual beli hak atas tanah, yaitu27
:
1. Persiapan jual beli hak atas tanah yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli;
2. Pembuatan akta jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT ;dan
3. Pendaftaran peralihan hak atau pendaftaran akta jual beli ke Kantor
Pertanahan sesuai dengan aturan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
C. Pelepasan Hak Atas Tanah
1. Pengertian Pelepasan Hak Atas Tanah
Pada dasarnya, pelepasan hak atas tanah meliputi banyak aspek.
Seperti, pelepasan hak atas tanah dalam rangka perubahan atau
pembaharuan hak maupun pelepasan hak atas tanah dalam rangka
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau
swasta. Untuk pengertian pelepasan hak itu sendiri telah tercantum
dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum (Perpres No.36 Tahun 2005) yang menyatakan
bahwa pelepasan atau penyerahan hak adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah. Boedi Harsono juga menyatakan bahwa dengan adanya
pelepasan hak atas tanah, tidak berarti hak itu dapat berpindah dari
27
Ibid., h. 55 – 58.
27
pemegang haknya kepada pihak lain yang memberikan ganti kerugian,
melainkan hak atas tanah tersebut hapus dan kembali menjadi tanah
Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara28
. Selain itu,
pelepasan hak juga dapat diartikan sebagai penyerahan hak atas tanah
yang dilakukan oleh pemilik atau pemegang hak tersebut kepada pihak
yang memerlukan tanah. Arie S. Hutagulung, berpendapat bahwa
pelepasan hak dilakukan apabila subyek yang memerlukan tanah tidak
memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang
diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh dengan jual beli dan
pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan hak atas
tanahnya29
.
2. Tata Cara Pelepasan Hak Atas Tanah
Tata cara pelepasan hak telah diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
(Permenag No.9 Tahun 1999). Acara pelepasan hak wajib dilakukan
dengan surat pernyataan atau akta pelepasan hak, pelepasan hak
tersebut dilakukankan oleh pemegang hak atas tanah dengan sukarela
sehingga tanah menjadi milik negara30
. Akta atau surat pernyataan itu
dapat dilakukan secara notariil atau bawah tangan, yaitu31
:
28
Urip Santoso, Pelepasan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Perusahaan Swasta,
Jurnal Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 2010, h. 331. 29
Arie. S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI,
Jakarta, 2005, h. 152. 30
Dwi Heny Ratnawati, Akta Pelepasan Hak Sebagai Alas Hak Untuk Mengajukan
Permohonan Peralihan dan Perubahan Hak Guna Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah
28
1) Akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang
bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik); atau
2) Surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang
bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik) yang dibuat
dan disaksikan oleh Camat letak tanah yang bersangkutan; atau
3) Surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang
bersangkutan melepaskan hak atas tanah (Hak Milik) yang dibuat
dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.
3. Syarat Terjadinya Pelepasan Hak Atas Tanah
Pelepasan hak atas tanah dilaksanakan apabila subyek yang
memerlukan tanah tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang
hak atas tanah yang diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh dengan
akta jual beli dan pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan
hak atas tanahnya. Sehingga, tanah yang bersangkutan menjadi tanah
milik negara. Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai Atas Tanah (PP No.40 Tahun 1996) ditetapkan faktor-faktor
Berakhir Di Kabupaten Brebes, Jurnal Hukum, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, 1
Maret 2018, h. 252. 31
Christina Octavia, Akta Pelepasan Hak Sebagai Syarat Pemberian Hak Guna
Bangunan Pada Badan Hukum, Thesis, Universitas Indonesia, Depok, 2012, h. 43.
Penjual (Perorangan) Tanah
Akta Pelepasan Hak Atas Tanah
Negara
29
penyebab hapusnya hak atas tanah dan tanahnya kembali menjadi
tanah Negara, yaitu32
:
a. Hak atas tanah dicabut untuk kepentingan umum;
b. Hak atas tanah diserahkan atau dilepaskan secara sukarela;
c. Hak atas tanah diterlantarkan;
d. Pemegang hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek
hak atas tanah;
e. Hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang berakhir
jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh pemegang haknya;
f. Hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai tidak
diperbaharui haknya oleh pemegang haknya.
Dasar hukum pelepasan hak milik atas tanah juga diatur dalam Pasal
27 huruf a angka 2 UUPA. Hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada
Negara karena penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya33
.
D. Permohonan Hak Atas Tanah
1. Pengertian dan Pengaturan Permohonan Hak Atas Tanah
Pada dasarnya, yang berwenang memberikan hak atas tanah negara
kepada perseorangan atau badan hukum adalah Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Tetapi dalam
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau Kepala Kantor Pertanahan
32
Ibid., h. 332. 33
Ibid.
30
Kabupaten / Kota34
. Peraturan terbaru yang mengatur kewenangan
dalam pemberian hak atas tanah Negara adalah Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah (Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013). Menurut Pasal 1 angka
4 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013, yang dimaksud dengan
pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah Negara, termasuk perpanjangan
jangka waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas
hak pengelolaan. Disamping itu, pemberian hak juga diatur dalam
Pasal 1 angka 8 Permenag No.9 Tahun 1999. Pada pasal tersebut
dikatakan bahwa pemberian hak atas tanah adalah penetapan
pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah Negara, termasuk
pemberian hak diatas hak pengelolaan.
2. Tata Cara Pelaksanaan Permohonan Hak Atas Tanah
Untuk tata cara pelaksanaannya hanya akan membahas secara
umum mengenai pemberian hak guna bangunan dan hak pakai. Berikut
tata cara pelaksanaan permohonan pemberian hak guna bangunan atas
tanah Negara sesuai dengan Pasal 32 – 48 Permenag No.9 Tahun 1999
oleh perseorangan atau badan hukum, yaitu35
:
1. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan hak guna
bangunan adalah:
34
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana,
Jakarta, 2011, h. 211. 35
Ibid., h. 219.
31
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
2. Pemberian hak guna bangunan diajukan secara tertulis.
Permohonan hak guna bangunan memuat:
a. Keterangan mengenai pemohon:
(1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri /
suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
(2) Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan
data fisik:
(1) Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat,
girik, surat kaveling, surat-surat bukti pelepasan hak dan
pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli
dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT), akta pelepasan hak dan surat-surat
bukti perolehan tanah lainnya.
(2) Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau
gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya).
(3) Jenis tanah (pertanian / non-pertanian).
(4) Rencana penggunaan tanah.
32
(5) Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara).
c. Lain-lainnya:
(1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-
tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah
yang dimohon;
(2) Keterangan lain yang dianggap perlu.
3. Permohonan hak guna bangunan dilampiri dengan:
a. Non fasilitas penanaman modal:
- Mengenai Pemohon:
(1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti
kewarganegaraan Republik Indonesia;
(2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan
pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
- Mengenai tanahnya:
(1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat
bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan
atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan
pengadilan, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akta
pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah
lainnya.
(2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada;
(3) Surat-surat lain yang dianggap perlu.
33
- Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan
status tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon, termasuk
bidang tanah yang dimohon.
b. Fasilitas Penanaman Modal
- Fotokopi identitas pemohon atau akta pendirian perusahaan
yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan
sebagai badan hukum;
- Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka
panjang;
- Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau
surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah;
- Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa
pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta
pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah
lainnya;
- Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau
Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari
presideng bagi PMA tertentu atau surat persetujuan prinsip dari
Departemen Teknis bagi non PMDN atau PMA.
4. Tahapan dalam permohonan pemberian hak guna bangunan oleh
perseorangan atau badan hukum, yaitu:
a. Adanya permohonan pemberian Hak Guna Bangunan
34
Permohonan pemberian hak guna bangunan diajukan oleh
pemohon kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
b. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten / Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah
yang bersangkutan, yaitu:
(1) Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten / Kota:
a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
data fisik;
b) Mencatat dalam formulir isian;
c) Memberikan tanda terima berkas permohonan;
d) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar
biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan
permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota meneliti
kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik
permohonan hak guna bangunan dan memeriksa kelayakan
permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau
diproses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
35
(3) Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya,
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.
(4) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
memerintahkan kepada:
(a) Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang
ditunjuk untuk memeriksa permohonan hak terhadap
tanah yang sudah terdaftar, peningkatan, perpanjangan
atau pembaruan hak atas tanah dan terhadap tanah yang
data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk
mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah
Pemeriksaan Tanah (konstatering rapport);
(b) Tim Penelitian untuk memeriksa permohonan hak
terhadap tanah yang belum terdaftar yang dituangkan
dalam Berita Acara.
(c) Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa
permohonan hak terhadap tanah selain yang diperiksa
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b yang
dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.
(5) Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap,
Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan kepada
pemohon untuk melengkapinya.
36
(6) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan telah
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota, setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi
Hak Atas Tanah atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim
Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A, Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota menerbitkan
keputusan pemberian hak guna bangunan atas tanah yang
dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan
alasan penolakannya.
(7) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan tidak
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota yang
bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut
kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi, disertai pendapat dan pertimbangannya.
c. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi
letak tanah yang bersangkutan, yaitu:
(1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten / Kota, Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi memerintahkan kepada
Kepala Bidang Hak-hak Atas Tanah untuk:
a) Mencatat dalam formulir isian;
37
b) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota yang
bersangkutan untuk melengkapinya.
(2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis
dan data fisik atas tanah yang dimohon beserta pendapat
dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota dan memeriksa kelayakan permohonan hak guna
bangunan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam keputusan pemberian hak guna bangunan telah
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi, setelah mempertimbangkan
pendapat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota,
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi menerbitkan keputusan pemberian hak guna
bangunan atas tanah yang dimohon atau keputusan
penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.
(4) Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan tidak
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi menyampaikan berkas
38
permohonan dimaksud kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia diserta pendapat dan
pertimbangannya.
d. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia, yaitu:
(1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai
pendapat dan pertimbangan, Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia memerintahkan kepada
pejabat yang ditunjuk untuk:
a) Mencatat dalam formulir isian;
b) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi yang bersangkutan untuk melengkapinya.
(2) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data
fisik atas tanah yang dimohon dengan memperhatikan
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi dan selanjutnya memeriksa
kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya
dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
39
Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia menerbitkan keputusan pemberian hak guna
bangunan atas tanah yang dimohon atau keputusan
penolakan yang disertai alasan penolakannya.
e. Penyampaian keputusan pemberian hak guna bangunan.
Keputusan pemberian hak guna bangunan atau keputusan
penolakannya disampaikan kepada pemohon melalui surat
tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya
keputusan kepada yang berhak.
Sedangkan untuk tata cara permohonan pemberian Hak Pakai,
diatur dalam Pasal 49 – 66 Permenag Nomor 9 Tahun 1999, yaitu
sebagai berikut36
:
1. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan hak pakai,
adalah:
a. WNI;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Instansi Pemerintah;
d. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia;
e. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
2. Permohonan pemberian hak pakai diajukan secara tertulis yang
memuat:
a. Keterangan mengenai pemohon:
36
Ibid., h. 235.
40
(1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri
atau suami dan anaknya yang masih menjadi
tanggungannya.
(2) Apabila badan hukum: nama badan hukum, tempat
kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan
data fisik:
(1) Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat,
girik, surat kaveling, surat-surat bukti pelepasan hak dan
pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli
dari pemerintah, putusan pengadilan, akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT), akta pelepasan hak, dan surat-surat
bukti perolehan tanah lainnya;
(2) Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau
gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya);
(3) Jenis tanah (pertanian / non pertanian);
(4) Rencana pengunaan tanah;
(5) Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).
c. Lain-lainnya:
(1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-
tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah
yang dimohon;
41
(2) Keterangan lain yang dianggap perlu.
3. Permohonan Hak Pakai dilampiri dengan :
a. Hak Pakai dengan jangka waktu:
- Mengenai pemohon:
1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti
kewarganegaraan Republik Indonesia dan keterangan
domisili;
2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan
pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukkannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Mengenai tanahnya:
1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat
bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan
atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan
pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat
bukti perolehan tanah lainnya.
2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada.
3) Surat lain yang dianggap perlu.
b. Hak Pakai selama digunakan:
- Mengenai pemohon:
1) Jika perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti
kewarganegaraan Republik Indonesia dan keterangan
domisili;
42
2) Jika badan hukum: fotokopi akta atau peraturan
pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukkannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Mengenai tanahnya:
1) Data yuridis: sertifikat, girik, surat kaveling, surat-surat
bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan
atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan
pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat
bukti perolehan tanah lainnya.
2) Data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB, apabila ada.
3) Surat lain yang dianggap perlu.
c. Dalam hal pemohon hak pakai adalah orang asing, juga
dipersyaratkan:
1) Bagi orang penetap: fotokopi surat izin tinggal tetap;
2) Bagi orang lainnya: fotokopi izin kunjungan atau izin
keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang dicantumkan
pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang
dimiliki orang asing yang bersangkutan.
d. Dalam hal pemohon adalah instansi pemerintah, namun bukti
perolehan tanahnya tidak dapat ditemukan, dilengkapi dengan
surat pernyataan yang menyebutkan bahwa secara fisik
tanahnya dikuasai, tanah tersebut sudah tercatat dalam daftar
43
inventaris dan tidak ada permasalahan atau sengketa dengan
pihak lain.
4. Tahapan dalam permohonan pemberian Hak Pakai oleh
perseorangan atau badan hukum, yaitu:
a. Adanya permohonan pemberian hak pakai
Permohonan pemberian hak pakai diajukan oleh pemohon
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
b. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten atau Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah
yang bersangkutan, yaitu:
- Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten / Kota:
1) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik.
2) Mencatat dalam formulir isian.
3) Memberikan tanda terima berkas permohonan.
4) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya
yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut
dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / kota meneliti
kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik
44
permohonan Hak Pakai dan memeriksa kelayakan permohonan
tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya,
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memerintahkan
kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk
melakukan pengukuran.
- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memerintahkan
kepada:
1) Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang ditunjuk
untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang
sudah terdaftar, peningkatan, perpanjangan atau pembaruan
hak atas tanah dan terhadap tanah yang data yuridis dan
data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang
dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah;
2) Tim Penelitian untuk memeriksa permohonan hak terhadap
tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam Berita
Acara;
3) Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan
hak selain yang diperiksa sebagaiaman dimaksud pada
angka 1 dan 2 yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan
Tanah.
45
4) Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap,
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya.
5) Dalam hal keputusan pemberian hak pakai telah
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, setelah mempertimbangkan pendapat
Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Pejabat yang ditunjuk
atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A,
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota menerbitkan
kepytusan pemberian Hak Pakau atas tanah yang dimohon
atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan
penolakannya.
6) Dalam hal keputusan pemberian Hak Pakai tidak
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota akan menyampaikan berkasi permohonan
tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi, disertai pendapat dan pertimbangannya.
c. Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi
letak tanah yang bersangkutan, yaitu:
- Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat
dan pertimbangan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
46
Provinsi memerintahkan kepada Kepala Bidang Hak-hak Atas
Tanah untuk:
1) Mencatat dalam formulir isian;
2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan
untuk melengkapinya.
- Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi meneliti kelengkapan
dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang
dimohon beserta pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota dan memeriksa kelayakan
permohonan Hak Pakai tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan
atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam keputusan pemberian hak pakai telah dilimpahkan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, setelah
mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi
menerbitkan keputusan pemberian hak pakai atas tanah yang
dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan
penolakannya.
- Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kepala Kantor
Wilayah BPN Provinsi akan menyampaikan berkas
47
permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Republik Indonesia disertai dengan pendapat
dan pertimbangannya.
d. Kegiatan yang dilakukan Kepala BPN Republik Indonesia,
yaitu:
- Setelah menerika berkas permohonan yang disertai pendapat
dan pertimbangan, Kepala BPN Republik Indonesia
memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk:
1) Mencatat dalam formulir isian;
2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala
Kantor Wilayah BPN Provinsi yang bersangkutan untuk
melengkapinya.
- Kepala BPN meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis
dan data fisik atas tanah yang dimohon dengan memerhatikan
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan
tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala
Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kepala BPN pusat menerbitkan
keputusan pemberian Hak Pakai atas tanah yang dimohon atau
keputusan penolakan yang disertai alasan penolakannya.
e. Penyampaian keputusan pemberian Hak Pakai
48
Keputusan pemberian hak pakai atau keputusan penolakannya
disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau
dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan kepada
yang berhak.
Berkaitan dengan tata cara pelaksanaan pemberian hak guna
bangunan dan hak pakai diatas, dapat dipersingkat melalui bagan
sebagai berikut :
Pemohon
Mengajukan Permohonan kepada Pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Ka BPN No.2 Tahun
2013
Penerimaan dan Pemeriksaan
Dokumen Permohonan
Pemeriksaan Tanah
Penerbitan Surat Keputusan
Kantah
Penerbitan Surat Keputusan
Kanwil
Penerbitan Surat Keputusan
BPN RI
Pendaftaran Hak dan
Penerbitan Sertifikat
Penerbitan Sertifikat
Proses Kantor Pertanahan Kab
/ Kota
Proses Kantor Wilayah BPN
Provinsi
Proses Kantor BPN Pusat
49
3. Pejabat Yang Berwenang Memberikan Hak Atas Tanah
Untuk kewenangan pemberian hak guna bangunan diatur dalam
Pasal 4 dan Pasal 9 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013, yaitu:
Pasal 4
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
a. Pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas
tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2
;
b. Pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang
luasnya tidak lebih dari 20.000 m2 ;
c. Pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan.
Pasal 9
Kepala Kantor Wilayah BPN memberi keputusan mengenai:
a. Pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas
tanah yang luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 10.000
m2 ;
b. Pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang
luasnya lebih dari 20.000 m2 dan tidak lebih dari 150.000 m
2.
Sedangkan untuk kewenangan pemberian hak pakai diatur dalam Pasal
5 dan Pasal 10 Peraturan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2013, yaitu:
Pasal 5
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
a. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian
yang luasnya tidak lebih dari 50.000 m2 ;
b. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non
pertanian yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 ;
c. Pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, BUMN / BUMD
atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m2;
d. Pemberian hak pakai atas tanah hak pengelolaan; dan
e. Pemberian hak pakai aset pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pasal 10
Kepala Kantor Wilayah BPN memberi keputusan mengenai:
a. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian
yang luasnya lebih dari 50.000 m2 dan tidak lebih dari dari 100.000 m
2
;
50
b. Pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non
pertanian yang luasnya lebih dari 3.000 m2 dan tidak lebih dari 10.000
m2;
c. Pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, BUMN / BUMD
atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 m2 dan tidak
lebih dari 150.000 m2.
Untuk kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, yaitu menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan
secara umum dan memberikan keputusan mengenai pemberian hak atas
tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor
pertanahan atau kepala kanwil BPN Provinsi. Hal ini diatur dalam Pasal 12
dan Pasal 13 Peraturan Ka BPN No.2 Tahun 2013.
E. Penurunan Hak Atas Tanah
1. Pengertian dan Pengaturan Penurunan Hak Atas Tanah
Perubahan hak atau penurunan hak menurut Pasal 1 angka 13
Permenag No.9 Tahun 1999 adalah penetapan pemerintah mengenai
penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan
sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya,
menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut
kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. Penurunan hak milik
terjadi apabila pemegang tanah tidak memenuhi syarat subyek (Pasal
21 UUPA) sebagai pemegang hak milik atas tanah tersebut atau tanah
hak milik itu telah dimenangkan oleh badan hukum melalui pelelangan
umum. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Agraria Nomor 16
Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna
51
Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak
Pakai (Kemenag No.16 Tahun 1997).
2. Tata Cara Penurunan Hak Atas Tanah
Tata cara pelaksanaan pada penurunan hak juga diatur dalam Pasal
93 – 102 Permenag No.9 Tahun 1999, sebagai berikut:
1. Pemberian hak secara umum untuk perubahan hak atas tanah
diberikan kepada:
a. WNI;
b. WNI yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan Hukum Indonesia;
d. Badan Hukum Asing yang berkedudukan di Indonesia.
2. Permohonan perubahan hak diajukan secara tertulis. Permohonan
perubahan hak memuat:
a. Keterangan mengenai pemohon:
1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri /
suami anaknya yang masih menjadi tanggungannya;
2) Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data
fisik:
52
1) Dasar penguasaan atau alas haknya berupa sertifikat, putusan
pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan risalah lelang;
2) Letak, batas-batas dan luasnya (sebutkan tanggal dan nomor
surat ukur);
3) Jenis tanah (pertanian / non pertanian);
4) Rencana penggunaan tanah.
c. Lain-lain:
1) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-
tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang
dimohon;
2) Keterangan lain yang dianggap perlu.
3. Permohonan perubahan hak dilampiri dengan:
a. Mengenai pemohon:
- Perorangan: fotokopi surat bukti identitas, surat bukti
kewarganegaraan;
- Badan Hukum: fotokopi akta atau peraturan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Mengenai tanahnya:
- Sertifikat hak milik yang dimohon perubahan haknya atau bukti
pemilikan tanah yang bersangkutan dalam hal hak milik yang
belum terdaftar;
- Kutipan risalah tentang yang dikeluarkan oleh Pejabat yang
berwenang apabila hak yang bersangkutan dimenangkan oleh
badan hukum dalam suatu pelelangan umum;
53
- Surat persetujuan dari pemegang hak tanggungan apabila hak
atas tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan;
- Akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan atau surat
perolehan tanah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
peundang-undangan yang berlaku.
c. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan
status tanah-tanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang
dimohon.
4. Permohonan perubahan hak atas tanah diajukan kepada Kepala
Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan. Dalam hal hak atas tanah yang dimohon sudah
terdaftar, setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan melakukan kegiatan:
a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan berkas permohonan;
b. Mencatat dalam formulir isian;
c. Memberikan tanda terima berkas permohonan;
d. Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan
rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran
berkas permohonan serta memeriksa kelayakan permohonan
tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
54
6. Setelah berkas permohonan telah cukup untuk mengambil
keputusan, Kepala Kantor Pertanahan:
a. Menegaskan hak milik tersebut menjadi tanah negara serta
mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertifikat dan
daftar umum lainnya;
b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi hak guna
bangunan atau hak pakai serta mencatatnya dalam buku tanah,
sertifikat dan daftar umum lainnya;
c. Dalam melaksanakan kegiatan diatas, maka harus
mencantumkan keputusan pemberian hak secara umum sebagai
dasar pemberian haknya;
d. Menerbitkan sertifikat hak guna bangunan atau hak pakai.
7. Apabila dalam hal tanah yang dimohon belum terdaftar, setelah
berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan
melakukan kegiatan:
a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik. Apabila data yuridis dan data fisik telah lengkap serta
telah cukup alasan untuk dikabulkan, Kepala Kantor
Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi yang terkait
untuk menyelesaikan proses pembuktian hak yang belum
terdaftar.
b. Sepanjang tidak ada pihak lain yang berkeberatan dan telah
cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Pertanahan
mendaftar hak milik atas tanah yang dimohon.
55
c. Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan:
- Menegaskan hak milik tersebut menjadi tanah negara serta
mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertifikat
dan daftar umum lainnya.
- Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi hak
guna bangunan serta mencatatnya dalam buku tanah,
sertifikat dan daftar umum lainnya.
- Dalam melaksanakan kegiatan diatas, harus mencantumkan
keputusan pemberian hak secara umum sebagai dasar
pemberian haknya.
- Menerbitkan sertifikat hak guna bangunan.
56
Tahapan-tahapan diatas dapat dipersingkat dengan bagan, sebagai
berikut:
Pemohon Mengajukan permohonan ke
Kantor Pertanahan
Penerimaan dan Pemeriksaan
Dokumen Permohonan
Pencatatan dan Pembukuan
Hak
Tanah yang belum terdaftar
sebagai Hak Milik
Tanah Hak Milik
Tanah Negara
HGB / Hak Pakai
Pemeriksaan dan
pembuktian hak yang belum
terdaftar
Tanah Hak Milik
Tanah Negara
HGB
Penerbitan Sertifikat