bab ii tinjauan pustaka 2.1 kulit - sinta.unud.ac.id ii.pdf · antioksidan adalah substansi kecil...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasi organ lainnya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari
berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi
melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara
terus-menerus (keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai
peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Secara struktural, kulit terdiri dari dua lapisan utama. Lapisan pertama
merupakan lapisan yang tipis, terdiri dari suatu epitel disebut epidermis.
Epidermis melekat pada lapisan dalam, tebal dan merupakan bagian dari jaringan
ikat yang disebut dermis. Di bawah dermis adalah lapisan subkutan. Lapisan ini
juga disebut dengan hipodermis, terdiri dari jaringan areolar dan adiposa. Lapisan
subkutan selanjutnya menempel pada jaringan dan organ dibawahnya (Osunderu,
2008).
Lapisan epidermis terbagi dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5
lapisan, yakni:
7
1. Lapisan Tanduk (Stratum Corneum), terdiri atas beberapa lapis sel
yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang
tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan
kimia. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan
pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam
kulit.
2. Lapisan Jernih (Stratum Lucidum), terletak tepat dibawah stratum
corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung
eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
3. Lapisan berbutir-butir (Stratum Granulosum), tersusun oleh sel-sel
keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti
mengkerut.
4. Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum atau Malphigi Layer)
memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya
besar dan oval. Setiap sel berisi filament-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein.
5. Lapisan Basal (Stratum Germinativum atau Membran Basalis),
adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum
germinativum juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel-sel yang
tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk
8
pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
melalui dendrit-dendritnya.
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Lapisan dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan,
terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang berada di dalam
substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.
Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas
lemak. Di dalam dermis terdapat juga folikel rambut, papila rambut, kelenjar
keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh
darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang tedapat pada lapisan
lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Lapisan subkutan atau hipodermis terdapat di antara dermis dan jaringan serta
organ di bawahnya. Lapisan ini terdiri dari sebagian besar jaringan adiposa dan
merupakan tempat penyimpanan lemak tubuh. Lapisan ini juga memiliki fungsi
sebagai pengikat kulit dengan permukaan di bawahnya, menyerap guncangan dari
benturan kulit, dan menyediakan penyekatan suhu (Pack, 2007).
Gambar 2.1. Struktur Kulit Manusia (Pack, 2007).
9
2.2 Sinar UV
Sinar matahari terdiri dari spektrum radiasi elektromagnetik yang terbagi
menjadi tiga bagian yaitu, sinar ultraviolet (45%), sinar tampak (5%), dan sinar
inframerah (50%). Panjang gelombang sinar UV berada antara 100nm – 400nm.
Radiasi UV dibagi menjadi 3 kategori tergantung pada panjang gelombangnya
yaitu gelombang panjang (UVA), gelombang medium (UVB), dan gelombang
pendek (UV-B) (Svobodova et al., 2006).
Sinar UV-A dengan spektrum 315-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah,
seribu kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak mencapai
permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar matahari yang berhasil
sampai ke permukaan bumi. Radiasi UV-A diserap sebagian besar pada lapisan
epidermis, tetapi 20-30% mencapai dermis kulit manusia. Radiasi UV-A juga
bertanggung jawab atas timbulnya tumor kulit baik yang jinak maupun kanker
(Svobodova et al., 2006).
Sinar UV-B dengan spektrum 280-315 nm, paling banyak menembus
atmosfer bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi
bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Sinar UV-B dapat
memicu kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai efek
terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya tumor kulit.
Sinar UVB dapat menginduksi terjadinya perubahan pada lapisan epidermis, yang
merupakan tempat dimana sebagian besar sinar UVB diserap. Sinar UVB dapat
merusak DNA dalam keratinosit dan melanosit. Sel-sel yang terkena dampak dari
10
sinar UVB akan muncul sebagai sel kulit yang terbakar (sunburn) yang terlihat 8
sampai 12 jam setelah paparan (Svobodova et al., 2006; Ivic, 2008).
Sinar UV-C dengan spektrum 100-280 nm, adalah radiasi yang paling banyak
diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai permukaan
bumi. Sinar UV-C memiliki potensi yang sangat besar dalam menyebabkan
terjadinya kerusakan biologis dengan waktu yang sangat singkat. Panjang
gelombang ini memiliki energi yang sangat hebat dan bersifat sangat mutagenik
(Svobodova et al., 2006).
Paparan sinar UV digambarkan ke dalam unit joule per area kulit dalam
sentimeter (J/cm2). Intensitas atau dosis sinar UV paling kecil yang dibutuhkan
untuk menyebabkan eritema pada kulit yang terlihat secara makroskopik 24 jam
setelah paparan disebut dengan dosis eritema minimal (DEM). DEM
menunjukkan jumah minimal energi sinar UV yang dibutuhkan untuk
menimbulkan kemerahan ketika kulit terpapar sinar UV. Dosis atau waktu
paparan yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai DEM pada setiap individu
berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan genetik (Mitsui 1997; Utami,
2009).
2.3 Efek Sinar UV
Sinar UV dapat memberikan efek yang menguntungkan yaitu dapat mencegah
atau mengobati gangguan pada tulang dengan cara mengaktifkan vitamin D3 (7-
dehidrotokoferol) yang terdapat pada epidermis. Sinar UV juga dapat
diaplikasikan dalam kombinasi dengan obat dalam terapi penyakit kulit yaitu
11
psoriasis dan vitiligo. Namun, paparan sinar UV juga dapat menyebabkan
timbulnya efek akut dan efek kronis yang merugikan khususnya pada kulit
(Svobodova et al., 2006).
Efek akut yang terjadi dalam jangka pendek pada kulit antara lain, reaksi
sunburn sebagai efek yang paling umum terjadi akibat pajanan sinar matahari
yang berlebih. Perubahan yang terjadi bergantung pada jumlah radiasi, tingkat dan
kualitas melanin dan ketebalan stratum korneum. Eritema atau memerahnya kulit
adalah aspek visual dari respon sunburn yang terjadi 2-4 jam setelah irradiasi,
puncaknya pada 14-20 jam, secara normal terjadi selama 72 jam. Sunburn yang
parah biasanya diikuti dengan peningkatan ketebalan epidermis dan deskuamasi
sel epidermis yang mati. Eritema juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
seperti panas, angin, dan kelembaban (Clydesdale et al., 2001; Anies, 2009).
Respon awal kulit terhadap radiasi UV adalah munculnya eritema yang
disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi pembuluh darah kulit akibat interaksi
antara ROS dengan sel mast. Eritema yang disebabkan oleh radiasi sinar UV dapat
terjadi akibat pembentukan ROS melalui mekanisme fotosensitisasi, dimana sinar
UV diserap oleh sensitizer yang tereksitasi sehingga terbentuk suatu spesies
oksigen reaktif atau yang dikenal dengan ROS. ROS dapat berinteraksi dengan
makromolekul seluler seperti DNA, protein, asam lemak dan sakarida yang
menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif. ROS yang berinteraksi dengan sel
mast akan melepaskan mediator-mediator yang dapat menginduksi terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah, seperti histamin, sehingga menyebabkan timbulnya
eritema (Clydesdale et al., 2001; Svobodova et al., 2006; Utami, 2009).
12
Ketika kulit terkena sinar matahari, radiasi UV diserap oleh molekul kulit
yang dapat menghasilkan suatu senyawa berbahaya yang disebut dengan Reactive
Oxygen Species (ROS), yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan oksidatif
untuk komponen seluler seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria dan
DNA. Paparan sinar UV pada kulit manusia dengan dosis 2 DEM (2 kali dosis
UVA/UVB) dapat menyebabkan peningkatan pembentukan ROS dalam waktu 15
menit. Dalam rentang waktu yang sama, Activator Protein-1 (AP-1) yang
menyebabkan peningkatan kerusakan kolagen, menjadi meningkat dan tetap tinggi
selama setidaknya 24 jam setelah radiasi UV. Radiasi UV menyebabkan
pembentukan ROS dan induksi AP-1 yang menyebabkan peningkatan produksi
Matriks Metalloproteinase (MMP) sehingga terjadi peningkatan kerusakan
kolagen. Selain itu, radiasi UV menyebabkan penurunan ekspresi Tumor Growth
Factor-β (TGF-β). Penurunan ekspresi TGF-β merupakan penyebab penurunan
produksi kolagen yang merupakan landasan terjadiya photoaging (Helfrich et al.,
2008).
Photoaging menggambarkan suatu efek kronis dari paparan sinar ultraviolet
pada kulit. Tanda-tanda klinis photoaging seperti kulit kering, kulit menebal dan
kasar, kerutan lebih dalam dan nyata, bercak pigmentasi tidak teratur, pelebaran
pembuluh darah (telangiektasi) hingga timbulnya tumor jinak, prakanker maupun
kanker kulit (Jusuf, 2005; Helfrich et al., 2008).
13
2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah substansi kecil yang mampu menetralkan radikal bebas
dengan cara menstabilkan, menonaktifkan, atau meminimalkan reaksi oksidatif
dalam sel akibat reaksi dari radikal bebas (Priyadarsini, 2005).
Radikal bebas merupakan atom atau gugus atom yang memiliki satu atau
lebih elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya. Hal ini mengakibatkan
radikal bebas bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, lipida,
karbohidrat dan DNA. Radikal bebas akan mengambil elektron dari molekul stabil
terdekat sehingga mengakibatkan reaksi berantai pembentukan radikal bebas
(Hartanto, 2012).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami
merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Hartanto,
2012). Senyawa antioksidan alami tumbuhan disebut juga phytoantioxidants
(Pouillot et al., 2011). Contoh antioksidan alami adalah vitamin C, vitamin E, dan
β-karoten. Sedangkan antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh
dari hasil sintesa reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik adalah BHA, BHT, dan
TBHQ (Santoso, 2005).
Terdapat dua cara untuk memperoleh antioksidan yakni dari luar tubuh
(eksogen) dan antioksidan dari dalam tubuh (endogen). Antioksidan eksogen
dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
vitamin C dan E, β-karoten maupun antioksidan sintetik seperti BHA, BHT dan
14
TBHQ. Sedangkan contoh antioksidan endogen adalah enzim superoksida
dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase (Hartanto, 2012).
Mekanisme kerja senyawa antioksidan adalah mengkelat ion logam,
menghilangkan oksigen radikal, memecah reaksi rantai inisiasi, menyerap energi
oksigen singlet, mencegah pembentukan radikal, menghilangkan dan atau
mengurangi jumlah oksigen (Hartanto, 2012). Antioksidan dapat menghambat
produksi ROS dengan mengurangi jumlah oksidan di dalam dan sekitar sel-sel,
mencegah ROS mencapai target biologis, membatasi penyebaran oksidan seperti
yang terjadi pada peroksidasi lipid, dan menggagalkan stress oksidatif sehingga
dapat digunakan dalam mencegah fenomena penuaan (Pouillot et al., 2011).
2.5 Manggis (Garcinia mangostana L.)
2.5.1 Klasifikasi tanaman
Klasifikasi tanaman manggis menurut Hutapea (1994) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Family : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
15
Gambar 2.2. (A) Pohon Manggis; (B) Buah Manggis (Hadriyono, 2011)
2.5.2 Nama daerah
Manggis memiliki nama daerah diantaranya Manggoita (Aceh), Manggista
(Batak), Manggih (Minangkabau), Manggus (Lampung), Manggu (Sunda), Kirasa
(Makasar), dan Manggis (Bali) (Pitojo dan Hesti, 2007).
2.5.3 Deskripsi buah manggis
Manggis merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia. Manggis
menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan atau bisa disebut sebagai pangan
fungsional (functional food). Di beberapa negara manggis terutama kulitnya sudah
bisa dijadikan sebagai obat dan bahan terapi (Permana, 2012).
Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat
mencapai puluhan tahun, berbentuk pohon dengan bagian bawah lebar dan bagian
ujung menyempit, tinggi pohon 6 hingga 20 meter. Batang berkayu, bulat, tegak,
percabangan simpodial, berwarna hijau. Akarnya tunggang berwarna putih
kecoklatan. Bunga tunggal, berkelamin dua, benang sari berwarna kuning.
Mahkota bunga terdri dari 4 kelopak daun. Kelopak bunga melengkung kuat,
tumpul, berdaging tebal, berwarna hijau kuning dengan tepi merah. Kepala putik
(A) (B)
(B) (A)
16
berjari-jari 4-8 cm, putik berwarna putih kekuningan. Daun tunggal, lonjong,
ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, percabangan menyirip, panjang 20-25
cm, lebar 6-9 cm, tangkai silindris, berwarna hijau. Buah buni, bulat, diameter 6-8
cm, kulit buah berdinding tebal lebih dari 9 mm, pada waktu muda kulit buah
berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu
kehitaman. Daging buah berwarna putih dan mengandung banyak air. Biji bulat
dengan diameter 2 cm, dalam 1 buah terdapat 5-7 biji berwarna coklat (Hutapea,
1994; Pitojo dan Hesti, 2007).
Simplisia kulit buah manggis berupa potongan padat, agak keras, bentuk
seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm,
permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat
kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa
sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata,
tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen
penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan
parenkim mesokarp (DepKes RI, 2010).
2.5.4 Kandungan kimia kulit buah manggis
Praptiwi (2010), menyatakan kandungan kimia yang terdapat pada kulit buah
manggis terdiri dari flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, kuinon,
natrium, kalium, magnesium, kalsium, besi, zink dan tembaga. Kulit buah
manggis mengandung xanton yang sangat tinggi yaitu mencapai 123,97 mg/100
mL (Yatman, 2012). Menurut penelitian Yoshwana (2103), ekstrak etanol 95%
kulit buah manggis mengandung xanton. Xanton dalam kulit buah manggis
17
memiliki beberapa turunan seperti α-mangostin, β-mangostin, γ-mangostin,
gartanine, garcinone E, dan 8-deoxygartanine (Chaverri et al., 2008).
Gambar 2.3. Struktur Senyawa Xanton (Miryanti et al., 2011)
2.5.5 Aktivitas farmakologi
Kulit buah manggis mengandung antioksidan kompleks dengan kadar yang
tinggi, terutama senyawa fenolik seperti xanton. Xanton yang di isolasi dari kulit
buah manggis menunjukkan aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi,
antiinflamasi, antibakteri, antifungal dan antiviral (Lim, 2012). Penelitian
Mardawati et al., (2009), menunjukkan bahwa semua fraksi pelarut dari ekstrak
kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar dengan nilai Inhibition
Concentration 50% (IC50) kurang dari 50, dimana ekstrak metanol nilai IC50
sebesar 8,00 mg/L, ekstrak etanol 9,26 mg/L dan ekstrak etil asetat sebesar 29,48
mg/L. Ekstrak air kulit buah manggis mempunyai aktivitas antioksidan dengan
nilai IC50
adalah 5,94 mg/mL (Palakowong et al., 2010). Pemberian antioksidan
topikal pada kulit menurut Yaar dan Gilcherst (2007), mampu mencegah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh stres oksidatif dengan berkurangnya
akumulasi peroksida pada kulit.
18
Senyawa xanton yang memiliki efek antioksidan dibutuhkan dalam suatu
formulasi sediaan farmasi, terapi, kosmetik yang ditujukan untuk memberikan
perlindungan yang efektif dari efek jangka pendek, jangka panjang dan stress
oksidatif yang disebabkan oleh sinar UV (Moffet and Shah, 2006). Susanti et al.
(2012), telah melakukan uji efek perlindungan senyawa xanton dalam ekstrak
kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sinar UV yang dilakukan
secara in vitro dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada rentang panjang
gelombang sinar UV (200-400 nm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
senyawa xanton yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana
L.) dapat menyerap sinar UV, dimana xanton memiliki panjang gelombang
maksimum 305-330 nm yang merupakan rentang panjang gelombang sinar UV.
2.6 Masker Wajah Gel Peel off Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.)
Masker adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Jenis
kosmetika ini berfungsi menjaga kesehatan kulit diantaranya membersihkan,
menjaga kelembaban, perlindungan dari bahaya UV, antioksidan, memutihkan,
mencegah penuaan kulit, mencegah kerutan, mencegah pengenduran dan jerawat
pada kulit. Masker dioleskan pada kulit wajah dalam bentuk lapisan yang relatif
tebal dan dihapuskan beberapa waktu kemudian, biasanya 15-30 menit (Mitsui,
1997; Shai et al., 2009).
Masker wajah berdasarkan cara membersihkan dari permukaan kulit dapat
dibedakan menjadi :
19
a. Masker yang dilepaskan dengan dibilas.
b. Masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off).
Tipe masker wajah yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off)
berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi tiga yakni gel, pasta dan powder
(serbuk). Masker wajah peel off dengan bentuk gel merupakan masker wajah yang
transparan atau semi transparan yang menyebar dengan baik serta membentuk
lapisan pada kulit yang mudah diangkat setelah dikeringkan. Setelah lapisan film
tersebut dikelupas maka kulit akan terasa lembab, lembut dan terasa bersih
(Mistsui, 1997; Shai et al., 2009).
Gambar 2.4. Cara Menggunakan Masker GelPeel Off (Shai et al., 2009)
Keterangan: (A) Sepotong kain kasa yang dibasahi dengan air ditempatkan pada
wajah; (B) Masker gel peel off dioleskan di atas kasa; (C) Setelah
waktu pengaplikasian selesai masker diangkat dengan cara dikelupas.
Masker gel peel off terbuat dari bahan polimer seperti polivinil alkohol dan
bahan seperti lateks dan senyawa karet alam. Masker setelah dioleskan akan
mengering pada kulit, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel dan
20
transparan. Masker tidak perlu dibilas hanya dikelupas. Masker wajah gel peel off
memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan masker lain
seperti pasta dan serbuk diantaranya dapat menimbulkan efek dingin akibat
lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit
khususnya respiratio sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang
melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit,
memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan
daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman dan
Bunker, 1989; Voigt, 1994; Shai et al., 2009).
Sukmawati (2013) memanfaatkan efek antioksidan pada kulit buah manggis
menjadi sediaan masker gel peel off dengan memvariasikan bahan masker yakni
PVA (10-16%), HPMC (2-4%) dan propilen glikol (2-15%). Variasi ini kemudian
dievaluasi sifat fisika dan kimianya, dan diperoleh hasil bahwa konsentrasi PVA,
HPMC dan propilen glikol secara signifikan mempengaruhi viskositas dan daya
sebar sediaan (p<0,05), sedangkan variasi konsentrasi propilen glikol secara
signifikan mempengaruhi waktu mengering dari sediaan (p<0,05).
Pada pengujian aktivitas antioksidan masker gel peel off yang dilakukan oleh
Utami (2014), menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan masker gel peel off
ekstrak kulit buah manggis berbeda secara signifikan dengan standar vitamin C.
Aktivitas antioksidan masker gel peel off kulit buah manggis memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih kuat daripada standar vitamin C dengan nilai IC50 masker
gel peel off ekstrak kulit buah manggis sebesar 17,90±0,06 g/mL dan nilai IC50
vitamin C sebesar 20,58±0,11 g/mL. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan α-
21
mangostin yang merupakan senyawa aktif dalam kulit buah manggis turunan
xanton yang bersifat sebagai penangkal radikal bebas (antioksidan).
Laras (2014), telah melakukan pengujian iritasi dari makser gel peel off
ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai antioksidan pada 6
sukarelawan uji dengan metode human 4-hour patch test dengan lama
pengamatan selama 72 jam. Hasil pengujian menyatakan bahwa masker gel peel
off ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) tidak menimbulkan
iritasi pada sukarelawan uji. Hal ini disebabkan oleh masker gel peel off ekstrak
kulit buah manggis yang merupakan campuran antara basis dengan ekstrak
dimana campuran basis dengan ekstrak tidak menghasilkan senyawa baru yang
dapat menginduksi munculnya reaksi iritasi.