bab ii sicha

Upload: asicha-sicha-2548

Post on 17-Jul-2015

177 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklamsia dan Eklamsia 2.1.1 Definisi Definisi preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Menurut Cunningham, F.Gary (2005) preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Kejang bersifat grandmal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Sedangkan menurut Sheraz et al, pada tahun 2006, eklamsia adalah hipertensi, proteinuria dengan atau tanpa edema, yang diikuti kejang, selama kehamilan atau sepuluh hari setelah melahirkan. Preeklamsia/eklamsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. 2.1.2 Etiologi Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklamsia/eklamsia masih belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi antara lain: 1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit 2 menyebabkan pelepasan

3

tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 2. Peran Faktor Imunologis Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. 3. Peran Faktor Genetik/Familial Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain: a. Preeklamsia/eklamsia hanya terjadi pada manusia. b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi

preeklamsia/eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia/eklamsia. c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat

preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklamsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering sukar sekali ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. 2.1.3 Faktor Risiko Faktor risiko preeklamsia/eklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat,

4

sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin. Berbagai faktor risiko preeklamsia/eklamsia: 1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan a) Kelainan kromosom b) Mola hidatidosa c) Hidrops fetalis d) Kehamilan multifetus e) Inseminasi donor atau donor oosit f) Kelainan struktur kongenital 2) Faktor spesifik maternal a) Primigravida b) Usia > 35 tahun c) Usia < 20 tahun d) Ras kulit hitam e) Riwayat preeklamsia/eklamsia pada keluarga f) Nullipara g) Preeklamsia/eklamsia pada kehamilan sebelumnya h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia i) Stres 3) Faktor spesifik paternal a) Primipaternitas b) Pasangan pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsia/eklamsia

2.1.4 Patofisiologi Patofisiologi belum diketahui dengan pasti. Vasokonstriksi

merupakan dasar patogenesis preeklamsia/eklamsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan

5

hipertensi. Vaskulopati plasenta dan disfungsi endotel berperan penting dalam penyakit ini. Preeklamsia dibagi menjadi dua stadium kelainan. Stadium pertama yaitu defek pada plasenta yang disebabkan oleh kegagalan pembentukan pembuluh darah maternal yang mengakibatkan buruknya perfusi plasenta. Stadium dua berupa manifestasi klinis dari preeklamsia. Bagaimana pun hubungan antara patofisiologi dari plasenta yang abnormal dan fisiologi dari sindrom maternal masih belum jelas, akan tetapi dihipotesiskan bahwa stress oksidatif merupakan faktor yang berperan penting. Kegagalan pembentukan pembuluh darah maternal tampak pada kehamilan dengan preeklamsia pada stadium pertama kelainan, menghasilkan defek pada plasenta tetapi hal ini tidak cukup untuk menyebabkan preeklamsia.

Pengurangan perfusi plasenta dan dasar patologi dari kegagalan pembentukan pembuluh darah plasenta tampak jelas pada wanita yang memiliki pertumbuhan bayi yang terhambat dan kelahiran prematur dengan tanda-tanda ibu dengan preeklamsia. Kejadian dari stadium dua membutuhkan interaksi antara faktor dasar dari ibu yang mungkin berasal dari pengaruh genetik, kelainan imun dan/atau faktor lingkungan. Dari faktor-faktor ini memicu terbentuknya sindroma maternal yang juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada kehidupan selanjutnya. Preeklamsia adalah kondisi yang heterogen yang mana konsisten dipengaruhi oleh berbagai macam derajat dari kontribusi faktor ibu dan bayi. Dengan demikian dengan sangat berkurangnya perfusi plasenta, tanda-tanda dari sindrom maternal mungkin dibutuhkan sangat sedikit sekali dari faktor ibu. Dan sebaliknya wanita dengan faktor risiko predisposisi yang berlebih dapat berkembang manjadi preeklamsia dengan sangat sedikit pengurangan perfusi plasenta.

6

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya preeklamsia/eklamsia Sumber: Genetic Studies of Preeclampsia, 2010. Penelitian selama dekade terakhir menemukan pandangan baru mengenai mekanisme yang mendasari patogenesis dari preeklamsia. Peristiwa awal yang mendasari dari preeklamsia dipercaya sebagai adanya iskemia/hipoksia jaringan, yang mana hal tersebut menghasilkan perluasan dari berbagai macam faktor yang dihasilkan oleh plasenta yang mana faktor tersebut menimbulkan efek pada sistem

kardiovaskular. Iskemia/hipoksia plasenta ini dimulai dari kegagalan terbentukya invasi trofoblas yang tidak adekuat yang menimbulkan pembentukkan yang tidak sempurna dari arteri spiralis uterus. Adanya perfusi plasenta yang buruk dan hipoksia plasenta diketahui menghasilkan dan melepaskan peningkatan jumlah vasoaktif faktor seperti soluble fms tirosin kinase-1, sitokin dan angiotensin II tipe 1 reseptor autoantibodi. Berbagai macam faktor ini termasuk soluble fmslike tirosin kinase-1, autoantibodi tipe 1 reseptor angiotensin II dan berbagai macam sitokin seperti TNF-, yang mana berbagai macam faktor kimia ini menimbulkan disfungsi dari endotel pembuluh darah. Disfungsi ini bermanifestasi meningkatkan berbagai macam perubahan dari berbagai macam faktor kimia lain seperti endotelin, reaktif oksigen spesies dan memperbesar sensitivitas pembuluh darah terhadap angiotensin II. Disamping itu, sindrom preeklamsia mungkin menjadi

7

dasar penurunan berbagai macam faktor vasodilatasi oksida dan prostasiklin. Secara bersama-sama,

seperti nitrit perubahan ini

menyebabkan hipertensi dengan cara mengganggu tekanan natriuresis ginjal dan meningkatkan resistensi total perifer.

Gambar 2. Mekanisme penurunan tekanan perfusi uteri dan iskemia plasenta sehingga menyebabkan kerusakan endotel dan kelainan kardiovaskular. Sumber: Pathophysiology of hypertension during preeclampsia: linking placental ischemia with endothelial dysfunction, 2008. 2.1.5 Perubahan Anatomi Patologi1 a) Plasenta Pada preeklamsia terdapat spasmus arterial spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah plasenta. b) Ginjal Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut: 1. Sel-sel di antara kapiler bertambah

8

2. Tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mokroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial 3. Sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada 4. Penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul Bowman Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan-perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan rettensi garam dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan menghilang, hanya kadangkadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks mesangial. c) Hati Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal. d) Otak Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan. e) Retina Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik, karena retina akan melekat lagi beberapa minggu postpartum.

9

f) Paru Paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang

ditemukan abses paru. g) Jantung Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsia jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan perdarahan. Sheehan (1958) menggambarkan perdarahan

subendokardial di sebelah kiri septum interventrikulare pada kirakira dua per tiga penderita eklamsia yang meninggal dalam dua hari pertama setelah timbulnya penyakit. h) Kelenjar adrenal Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa perdarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.

2.1.6 Klasifikasi dan Gejala a. Preeklamsia Ringan10,11 Kriteria : 1) Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan darah sistoliknaik > 30 mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik > 15mmHg tetapi 3 gram/L

10

5) Oliguria< 400 ml/24 jam. 6) Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan (skotoma) 7) Nyeri epigastrium. 8) Perdarahan retina 9) Edema paru atau sianosis 10) Koma c. Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia

2.1.7 Komplikasi Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia: 1) Solusio plasenta Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklamsia. 2) Hipofibrinogenemia Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. 3) Hemolisis Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut. 4) Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.

11

5) Kelainan mata Kehilangan penglihatan dapat terjadi untuk sementara, dapat berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri. 6) Edema paru Paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang

ditemukan abses paru. 7) Nekrosis hati Nekrosis periportal hati pada preeklamsia merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia ( 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas. o MgSO4 dihentikan bila: Ada tanda intoksikasi Setelah 24 jam pasca persalinan/24 jam setelah kejang terakhir. o Bila refrakter terhadap MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut:thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin. Diuretic tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif dan anasarka. Diuretic yang dipakai adalah furosemid. Pemberian antihipertensi Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya

14

Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan atau tekanan diastolic 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP 26 minggu. Pada beberapa kasus digunakan oksitosin jika ternyata serviks sudah matang (skor bishop > 6). Gold standard untuk induksi tetap oksitosin. Dosis misoprostol sebaiknya tidak melebihi 600 mcg per hari. Jika ternyata ekspulsi tidak terjadi dalam 24 jam, maka dosis dapat diulang untuk hari berikutnya. Pemberian oksitosin, jika dibutuhkan dapat diberikan 4 jam setelah pemberian dosis terakhir misoprostol. Walaupun rupture uterus mungkin terjadi, misoprostol ternyata lebih aman digunakan pada trimester kedua untuk induksi persalinan pada wanita dengan riwayat section cesarean. Kontraindikasi penggunaan misoprostol termasuk diantaranya adalah alergi terhadap prostaglandin dan kontraindikasi terhadap pemberian pervaginam seperti plasenta previa dan letak lintang. Untuk pemberian dosis ulangan pada uterus > 26 minggu, perlu dievaluasi aktivitas uterus. Jika pasien memiliki kontraksi 2x atau lebih dalam 10 menit, maka dosis tidak perlu diulang, karena resiko

30

hiperstimulasi. Jika frekuensi kontraksi uterus menurun, dosis ulangan dapat diberikan