bab ii perlindungan hukum dalam kontrak elektronik … · barang dan/atau jasa tersebut. cakupan...
TRANSCRIPT
-
17
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM KONTRAK
ELEKTRONIK
A. Konsep Perlindungan Hukum.
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan
hukum korban kerjahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi,
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.28 Perlindungan hukum yang
diberikan kepada subyek hukum kedalam bentuk perangkat baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun tertulis. Dengan
kata lain dapat di gambarkan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran
tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum
memberika suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan
pendapat mereka mengenai pengertian perlindungan hukum sebagai berikut:
1. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman kepada Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.29
28 Soerjono Soekanto, Loc. Cit 29Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Loc. Cit
-
18
2. Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan
akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia
yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan.30
3. Menurut Muchsin, perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi
individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya
ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama manusia.31
2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut R. Laporta dalam Jurnal Finansial Economics, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu
bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).32
Menurut M. Hadjon,33 perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal,
yaitu:
a. perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif;34
30 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, PT.Bina Ilmu,
Surabaya,1987, hlm. 1-2. 31 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta;
magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), hlm. 14. 32 Rafael La Porta, Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial
Economics”, no. 58, Oktober 1999, hlm. 9. 33 Philipus M.Hadjon, Op.cit., hlm. 4. 34 Ibid
-
19
b. perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.35
3. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum.
Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah
bertumpuh dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-
konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia diarahkan
pada pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat terhadap
pemerintahannya.36
Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia,
landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechstaat
dan Rule of The Law. Dengan menggunakan konsepsi barat sebagai kerangka
berfikir dengan landasan pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum di Indonesia
adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia
yang bersumber pada Pancasila.37
35 Ibid., hlm. 5. 36 Ibid., hlm. 19. 37 Ibid., hlm. 38.
-
20
B. Perlindungan Hukum Konsumen.
1. Pengertian.
Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk
menggambarkan adanya hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen
dari kerugian atas penggunaan produk barang dan/atau jasa.38
Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dalam Pasal 1 angka 1 yaitu “Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum memberi perlindungan kepada
konsumen”.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi
perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan
untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian
barang dan/atau jasa tersebut.
Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek,
yaitu:39
1. perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada
konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil
kepada konsumen.
38 Burhanuddin S, Hukum Perlindungan Konsumen & Sertifikasi Halal, UIN-Maliki Press,
Malang, 2011, hlm. 1. 39 Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm.
152.
-
21
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen adalah
menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen memiliki sanksi pidana. Singkatnya bahwa segala upaya
yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen tersebut tidak saja terhadap
tindakan preventif, akan tetapi juga tindakan represif dalam semua bidang
perlindungan yang diberikan kepada konsumen.40
2. Asas dan Tujuan.
Untuk dapat menegakan hukum perlindungan konsumen, perlu
diberlakukan asas-asas yang berfungsi sebagai landasan penetapan hukum.
Pengaturan mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum
perlindungan konsumen dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang
menyatakan bahwa: perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta partisipasi hukum.41
Penjelasan lebih lanjut mengenai asas perlindungan konsumen sebagai
berikut:42
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
40 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Medan,
2016, hlm. 22. 41 Ibid., hlm. 3-4. 42 Lihat: Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
-
22
b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
di konsumsi.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum.
Salah satu unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan bisnis adalah
keberadaan konsumen. Hampir semua orang yang telah menggunakan produk
barang dan/atau jasa yang beredar dimasyarakat (pasaran) dapat dikategorikan
sebagai konsumen. Begitu besarnya jumlah konsumen yang menggantungkan
kebutuhannya pada suatu produk yang beredar di masyarakat, menyebabkan
keberadaannya perlu mendapat perlindungan hukum.43 Pemerintah telah
43 Burhanuddin S, Op. Cit., hlm. 4-5.
-
23
memberlakukan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen
yang bertujuan untuk:44
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
C. Kontrak.
Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak
mengenai hal pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. Sebagai contoh
apabila dalam kontrak jual beli telah tercapai kesepakatan tentang barang dan harga,
44 Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
-
24
lahirlah kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan
diatur oleh undang-undang.45
1. Pengertian Kontrak.
Kontrak berasal dari bahasa inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam
bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian).46 Istilah kontrak dalam
bahasa indonesia sebenarnya sudah lama ada dan bukan merupakan istilah yang
asing. Misalnya, dalam hukum kita sudah lama dikenal istilah Kebebasan
Berkontrak”, bukan kebebasan “Berperjanjian”, “Berperhutangan”, atau
“Berperikatan”. Hanya saja dewasa ini dengan memakai istilah “Hukum Kontrak”
ada konotasi sebagai berikut:47
a. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang
perjanjian-perjanjian tertulis semata-mata sehingga orang sering
menanyakan “mana kontraknya” diartikan bahwa yang ditanyakan adalah
kontrak yang tertulis.
b. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang
perjanjian-perjanjian dalam dunia bisnis semata-mata.
c. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur
tentang perjanjian-perjanjian internasional, multinasional, atau perjanjian
dengan perusahaan-perusahaan multinasional.
45 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2014, hlm. 13. 46 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
2003, hlm. 25. 47 Munir Fuady, Buku Kesatu, Hukum Kontrak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015,
hlm. 2.
-
25
d. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur
tentang perjanjian-perjanjian yang prestasinya dilakukan oleh kedua belah
pihak. Jadi, akan janggal jika digunakan istilah kontrak untuk “kontrak
hibah”, “kontrak warisan”, dan sebagainya.
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata
yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian atau kontrak adalah Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Teori baru
tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat
perbuatan sebelumnya atau yanng mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat
perjanjian, menurut teori baru, yaitu”48
1. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak;
3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is: An
agreement between two or more persons not merely a shared belief, but common
understanding as to something that is to be done in the future by one or both of
them. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih tidak
hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling pengertian untuk
48 Ibid., hlm. 26.
-
26
melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari
mereka. Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga
menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut
kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu:49
1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta
antara kedua belah pihak);
2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);
3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang
berhak berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan
tertulis).
Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract adalah
An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not
to do particular thing. Artinya, kontrak adalah pesetujuan antara dua orang atau
lebih, dimana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu secara sebagian.50
2. Jenis-Jenis Kontrak.
Dalam KUHPerdata dikenal beberapa jenis perikatan, namun yang
dimaksud jenis-jenis perikatan dalam KUHPerdata tersebut pada dasarnya adalah
jenis-jenis perjanjian atau jenis-jenis kontrak.51 Para ahli di bidang kontrak tidak
ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada ahli yang mengkajinya
dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek
49 Ibid 50 Ibid 51 Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 52.
-
27
larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian
diatas:52
a. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya.
Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang
didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo
menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis
perjanjian (kontrak) menjadi lima macam, yaitu:
1. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
2. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan
peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
3. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
4. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan
bewijsovereenkomst;
5. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan
publieckrechtelijke overeenkomst.
b. Kontrak Menurut Namanya.
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam
pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata
dan Artikel NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu
kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak
nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam
52 Salim H.S, Op.Cit., hlm. 27-30.
-
28
kontrak nominaat adalah jual beli, tukar-menukar sewa-menyewa, persekutuan
perdata, hibah, penitipan barang, pijam pakai, pinjam meminjam, pemberi kuasa,
penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan kontrak innominaat
adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis
kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak
innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, join venture,
kontrak karya, keagenan, production, sharing, dan lain-lain.
c. Kontrak Menurut Bentuknya.
Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk
kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam
KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang
dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320
KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah terjadi.
Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan itu
di ilhami dari hukum romawi. Dalam hukum romawi, tidak hanya memerlukan
adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga
harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual
adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan
perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.
Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk
tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan
akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam,
yaitu dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta notaris. Akta dibawah tangan
-
29
adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta
autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. Akta yang dibuat
oleh notaris itu merupakan akta perjabat.
d. Kontrak Timbal Balik.
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal
balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan
kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian
timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan
yang sepihak.
- Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi
satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Disini tampak
prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan
senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas
pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-
biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus
menggantinya.
- Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan
kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah
perjanjian pinjam mengganti.
e. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani.
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya
prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian yang
-
30
menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak.
Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang
membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa
ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.
Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan
sebuah benda tertentu pula kepada A.
f. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya.
Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban
yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya
dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kenbendaan (zakelijke overeenkomst)
dan perjanjian obligator. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang
ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk
memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan
dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligator merupakan perjanjian
yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. Disamping itu, dikenal juga
perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian
pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang
baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian
accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjianm pembebanan hak
tanggungan atau fidusia.
g. Perjanjian Dari Aspek Larangannya.
Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan
penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk
-
31
membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
Dari berbagai jenis perjanjian yang di paparkan diatas maka jenis atau
pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu
kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah
perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari
aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual belimaka lahirlah perjanjian
konsensual, perjanjian obligator, dan lain-lain.53
3. Syarat-Syarat Sahnya Kontrak.
Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua
belah pihak, kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. syarat
sahnya kontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal
Keempat syarat sahnya perjanjian diatas akan diuraikan sebagai berikut:54
1. Sepakat.
53 Ibid, hlm. 32. 54 Ibid., hlm. 33
-
32
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau
kensensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai ini adalah
pernyataan, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima
cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:
- Bahasa yang sempurna dan tertulis;
- Bahasa yang sempurna secara lisan;
- Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan, kerena
dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa
yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
- Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
- Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
Pada dasarnya cara yang paling banya digunakan dilakukan oleh para pihak,
yaitu dengan Bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan
pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi
para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa
dikemudian hari.
2. Kecakapan.
Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap, namun dapat saja
terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah
tidak cakap menurut hukum. Seseorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk
melakukan kontrak jika seorang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia
-
33
telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21
tahun keatas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal dia ditaruh
dibawah pengampuan, seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros.
Dengan demikian, dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap apabila:55
a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah;
b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu dan boros.
Sementara itu, dalam Pasal 1330 BW, ditentukan bahwa tidak cakap untuk
membuat perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Khusus huruf c diatas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan
dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan
laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang-
orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya
tidak tegolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang
membuat perjanjian tertentu.
55 Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 29.
-
34
3. Suatu Hal Tertentu.
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para
pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat
juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi
yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Dalam BW dan pada umunya sarjana hukum berpendapat bahwa prestasi itu dapat
berupa:56
a. Menyerahkan/memberikan sesuatu;
b. Berbuat sesuatu;
c. Tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat
dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau
menakar. Sementara itu, untuk menetukan jasa, harus ditentukan apa yang harus
dilakukan oleh salah satu pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang
berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji
untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga”.
4. Sebab yang Halal.
Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum islam, tetapi
yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.57
56 Ibid., hlm. 30. 57 Ibid
-
35
D. Jual Beli Media Elektronik .
1. Pengertian jual beli elektronik
Jual beli media elektronik atau dikenal dengan e-commerce merupakan
salah satu bentuk perdagangan yang paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini, konsep pasar tradisional
(dimana penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi konsep
telemarketing (perdagangan jarak jauh dengan menggunakan internet). Jual beli
online ini pun telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang
diinginkan. Melalui jual beli atau perdagangan online semua formalitas-formalitas
yang biasa digunakan dalam transaksi konvensional dikurangi di samping tentunya
konsumen pun memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan membandingkan
informasi seperti barang dan jasa secara lebih leluasa tanpa dibatasi oleh batas
wilayah (borderless).58
Para pihak yang terkait dalam jual beli secara elektronik atau e-commerce
melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk peranjanjian
atau kontrak secara elektronik sesuai yang terkandung dalam Pasal 1 butir 17 UU
ITE yang menyebutkan bahwa kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat
dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Dapat diartikan bahwa
jual beli secara elektronik atau e-commerce yaitu jual beli atau persetujuan dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan
pihak lainnya untuk membayar harga yang telah disepakati, di mana transaksi jual
58 Dikdik Mansur & Elisatris Gultom, Op. Cit., hlm. 144.
-
36
beli tersebut terjadi melalui media elektronik yang terhubung dengan jaringan
internet.59
2. Jenis-Jenis Transaksi Dalam Jual Beli Elektronik.
Pada dasarnya transaksi jual beli secara elektronik atau e-commerce dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu: transaksi Business to Business (B
to B), dan Business to Consumer (B to C). Dua kelompok inilah yang menyelimuti
hampir semua transaksi e-commerce yang ada. Business to Business merupakan
sistem komunikasi bisnis online antar pelaku bisnis. Para pengamat e-commerce
mengakui akibat terpenting adanya sistem komersial yang berbasis web tampak
pada transaksi Business to Business.60
Dilihat dari karakteristiknya, transaksi elektronik atau e-commerce B to B,
mempunyai karakteristik sebagai berikut:61
1) Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah
terjalin hubungan yang berlangsung cukup lama. Pertukaran informasi
hanya berlangsung di antara mereka dan karena sudah sangat mengenal,
maka pertukaran informasi tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan dan
kepercayaan;
2) Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berskala dengan
format data yang telah disepakati. Jadi, service yang digunakan antara kedua
sistem tersebut sama dan menggunakan standar yang sama;
59https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/8375f7e36b3233186a142887aa8ffb0b.pdf
, Diakses pada02/12/2018, Pukul 22:42 60 Dikdik Mansur & Elisatris Gultom, Op.Cit., hlm. 150-151. 61 Ibid
-
37
3) Salah satu pelaku tidak harus menunggu partner mereka lainnya untuk
mengirim data;
4) Model yang umum digunakan adalah pear to pear, dimana processing
intelegance dapat di distribusikan di kedua pelaku bisnis.
Business to Consumer (B to C) merupakan transaksi jual beli melalui
internet antara penjual barang dengan konsumen (end user). Business to Consumer
dalam e-commerce relatif banyak ditemui dibandingkan dengan Business to
Business. Dalam transaksi e-commerce jenis B to C, hampir semua orang dapat
melakukan transaksi baik dengan nilai transaksi kecil maupun besar dan tidak
dibutuhkan persyaratan yang rumit. Konsumen dapat memasuki internet dan
melakukan pencarian (search) terhadap apa saja yang akan dibeli, menemukan web
site, dan melakukan transaksi. Dalam transaksi ini, konsumen memiliki bargaining
position yang lebih baik dibanding dengan perdagangan konvensional karena
konsumen memperoleh informasi yang beragam dan mendetail. Kondisi tersebut
memberi banyak manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa
yang diinginkan dapat terpenuhi. Selain itu juga terbuka kesempatan untuk memilih
aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan
finansial konsumen dalam waktu yang relatif efisien.62
Karakteristik transaksi e-commerce Business to Consumer adalah sebagai
berikut:63
1) Terbuka untuk umum, di mana informasi disebarkan secara umum pula;
62 Ibid 63 Ibid, hlm. 152.
-
38
2) Service yang dilakukan juga bersifat umum sehingga mekanismenya dapat
digunakan oleh orang banyak. Contohnya, karena sistem web sudah umum
dikalangan masyarakat, maka sistem yang digunakan adalah sistem web
pula;
3) Service yang diberikan berdasarkan permintaan di mana konsumen
berinisiatif sedangkan produsen harus siap memberikan respon terhadap
inisiatif konsumen;
4) Sering dilakukan pendekatan client-server, yang mana konsumen di pihak
klien menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan pihak penyedia
barang atau jasa (business procedure) berada pada pihak server.
3. Pihak-Pihak Dalam Transaksi Jual Beli Elektronik.
Transaksi jual beli melalui media elektronik atau e-commerce melibatkan
beberapa pihak, yaitu:64
a. Penjual atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet
sebagai pelaku usaha;
b. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-
undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan
berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan
oleh penjual atau pelaku usaha;
c. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada
penjual. Karena pada transaksi jual beli secara elektronik penjual dan
pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang
64 Suwari Akhmaddhian & Asri Agustiwi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Dalam Transaksi Jual Beli Secara Elektronik, Jurnal Unifikasi, Vol. 3, No. 2, Juli 2016
-
39
berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara, dalam hal
ini bank;
d. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Di samping pihak-pihak yang telah disebutkan diatas, pihak lain yang
keterlibatannya tidak secara langsung dalam transaksi jual beli media elektronik
yaitu jasa pengiriman (ekspedisi).
4. Kecurangan dalam Transaksi Jual Beli Elektronik.
Banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jual beli melalui
media elektronik e-commerce seperti yang disampaikan Direktur Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Widodo65 menyatakan bahwa
banyak kasus perdagangan melalui situs dalam jaringan atau electronic commerce
(e-commerce) sampai akhir bulan februari 2018, Kementerian Perdagangan
menerima 34 keluhan yang pada umumnya dari calon pembeli telepon seluler serta
produk elektronik lainnya yang melakukan transaksi online. Lebih lanjut
mengatakan bahwa ada ada beberapa kecurangan yang ditemui dalam transaksi jual
beli online. Pertama, lamanya waktu pengiriman barang yang tidak sesuai yang
dijanjikan. Kedua, barang tidak sesuai ketentuan. Ketiga, barang tidak bisa
dikembalikan jika rusak. Keempat, pengembalian uang yang memakan waktu lama.
5. Wanprestasi dan Pertanggungjawabannya.
Wanprestasi (default atau non-fulfilment, ataupun disebut juga dengan
istilah breach of contrac) yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi
65 Diunduh dari https://katadata.co.id/berita/2016/02/18/pemerintah-beberkan-kecurangan-e-
commerce. Kementrian Perdangan. Diakses pada tanggal 13-11-2018, Pukul 20:40
-
40
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang di bebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang
dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan
ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang
dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi
karena:66
- Kesengajaan;
- Kelalaian; dan
- Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).
Wanprestasi dapat berupa:67
- Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
- Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
- Terlambat memenuhi prestasi;
- Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang
wanprestasi) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang maka
bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan. Oleh karena pihak lain dirugikan
akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari
tuntutan pihak lawan yang dapat berupan tuntutan:68
- Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi);
66 Munir Fuady, Buku keSatu, Op. Cit., hlm. 69. 67 Ahmad Miru, Op. Cit., hlm. 74. 68 Ibid., hlm. 75.
-
41
- Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi).
Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh
pihak yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun, jika dua
kemungkinan pokok tersebut di uraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:69
- Pembatalan kontrak saja;
- Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
- Pemenuhan kontrak saja;
- Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Pertanggungjawaban pelaku usaha dalam hal terjadinya wanprestasi yang
dilakukan terhadap konsumen ini tidak lepas dari tanggung jawab pelaku usaha
sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yaitu dalam Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa “ Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan”. Kemudian dalam Pasal 2 menegaskan bahwa “
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberi santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku”. Apabila pelaku usaha tidak
bertanggung jawab dalam hal melakukan wanprestasi terhadap konsumen pada
transaksi e-commerce, maka konsumen dapat menempuh jalur hukum sesuai
69 Ibid
-
42
dengan yang telah diatur dalam Pasal 45 s/d Pasal 48 UUPK. Kemudian dalam ITE
terdapat dalam Pasal 38 s/d Pasal 39 tentang penyelesaian sengketa.