bab ii pengisi fungsi objek dalam cerpen · 45 bab ii pengisi fungsi objek dalam cerpen...
TRANSCRIPT
45
BAB II
PENGISI FUNGSI OBJEK DALAM CERPEN
MADI>NATU A’S-SA’A>DAH
Bab ini akan membahas mengenai pengisi kategori dan fungsi objek yang
terbagi menjadi objek langsung dan objek yang bertemu verba dengan perantara
partikel (Hasan, 2010:151). Objek langsung dibedakan menjadi objek langsung
yang mengiringi verba ekatransitif dan objek langsung yang mengiringi verba
dwitransitif. Demikian pula objek yang bertemu verba dengan perantara partikel
menjadi objek bertemu verba dengan perantara partikel (Op) yang mengiringi
verba ekatransitif dan objek bertemu verba dengan perantara partikel (Op) yang
mengiringi verba dwitransitif.
Pada bab ini akan digunakan teknik lesap untuk menguji kadar keintian
objek dalam klausa atau kalimat.
A. Objek langsung
Objek langsung adalah objek yang posisinya berada langsung setelah
verba transitif yang membentuknya. Dengan kata lain, objek ini bertemu
dengan verbanya secara langsung. Misalnya susunan:
(66:املنفلوطي). ال يرجون ثوبا(1)
(1) La> yarju>na tsauban (Al Manfaluthi, tt:66)
‘Mereka tidak mengharapkan pahala’.
46
1 la> yarju>na tsauban
Part V N
P(S) O
mereka tidak
mengharapkan pahala
Verba dalam susunan tersebut merupakan verba transitif yang
menghadirkan satu objek. Verba tersebut dilekati oleh subjek yang tersirat
dalam charf wa>w dan nu>n membentuk kata yarju>na yang berasal dari verba
raja> (berharap).
Objek dalam susunan tersebut berkategori nomina, berupa ism zhahir
tsauban „pahala‟. Objek yang mengiringi verba ekatransitif tersebut
digolongkan sebagai objek langsung, yaitu objek yang bertemu langsung
dengan verbanya.
1. Objek langsung yang mengiringi verba ekatransitif
a. Pronomina sebagai pengisi fungsi objek langsung
(65:املنفلوطي). رأيناه في السماء و الماء( 2)
(2) Ra'aina>hu fi>’s-sama>'i wal-ma>'i (Al Manfaluthi, tt:65)
‘Kami melihatNya di langit dan di laut’.
2 ra'aina> hu fi>'s-sama>'i wal-ma>'i
V(N) Pron FD
P(S) O K
kami
melihat Dia di langit dan di air
Kalimat tersebut terdiri dari tiga konstituen
(1) ra'aina>
(2) hu
47
(3) fi>'s-sama>'i wal-ma>'i
Konstituen (1) ra'aina> merupakan predikat yang dilekati subjek.
Predikat dalam kalimat tersebut berkategori sebagai verba perfek
(ra'a>), sedangkan subjek yang mengiringi verba tersebut adalah
pronomina persona pertama plural yang ditunjukkan dengan kehadiran
huruf nu>n dan alif (na>) yang menunjukkan bahwa subjek dari verba
(ra'a>) adalah „kami‟.
Verba dalam susunan tersebut dapat digolongkan sebagai verba
transitif. Hal tersebut dapat diuji dengan teknik lesap, yaitu dengan
melesapkan objek, menjadi:
(2a) ra'aina fi>'s-sama>'i wal-ma>'i P(S) K
‘Kami melihat di langit dan di air’
Susunan tersebut belum senyap dan masih menimbulkan
pertanyaan (ma>dza> ra'au fi>’s-sama>'i wal-ma>'i) „apa yang mereka lihat
di langit dan di air?‟. Oleh karena itu objek perlu dihadirkan dalam
susunan tersebut. Dengan demikian, verba (ra'a>) merupakan verba
transitif (ekatransitif) karena tanpa adanya objek, verba tersebut tidak
dapat menyempurnakan makna susunan tersebut. Hal ini juga
membuktikan bahwa objek dalam susunan tersebut bersifat inti.
48
Objek dalam kalimat tersebut merupakan konstituen (2) hu.
Objek tersebut berkategori pronomina, yaitu pronomina persona
ketiga tunggal.
Konstituen (3) fi>'s-sama>'i wal-ma>'i merupakan fungsi
keterangan, yaitu keterangan tempat. Dapat diketahui dengan adanya
partikel fi sebagai penunjuk tempat.
b. Kata sebagai pengisi fungsi objek langsung
(69:املنفلوطي). وأحببت العيش فيها( 3)
(3) Wa achbabtul-‘aisya fi>ha> (Al Manfaluthi, tt:69)
‘Dan aku menyukai kehidupan di dalamnya’.
3 wa achbabtu al 'aisya fi> ha>
Part V N Part Pron
P(S) O K
aku menyukai kehidupan di dalamnya
(kota itu)
Klausa di atas terdiri dari tiga konstituen:
(1) wa achbabtu
(2) al 'aisya
(3) fi>ha>
Konstituen (1) merupakan pengisi fungsi predikat yang
dilekati oleh subjek. Predikat dalam klausa tersebut berkategori verba
(verba perfek). Verba tersebut berasal dari verba perfek achabba
49
„cinta/mencintai‟ (Baalbaki, 2006:26), kemudian dilekati oleh subjek
berkategori nomina dalam bentuk ta>’ berharakah zhammah (tu) yang
menunjukkan pelaku verba tersebut adalah „aku‟.
Verba achabba merupakan verba transitif yang membutuhkan
hadirnya satu objek (ekatransitif), hal tersebut dapat diuji dengan
melesapkan objek yang mengiringinya.
(3a) wa achbabtu fi>ha P(S) K
„Aku menyukai di dalamnya‟
Klausa tersebut masih menimbulkan pertanyaan /ma>dza
achbabta fi>ha>/ „apakah yang kamu sukai di sana?‟. Dengan adanya
objek „kehidupan‟ (Munawwir, 1997:990), klausa tersebut telah
memiliki makna yang sempurna. Dengan demikian, verba dalam
klausa tersebut merupakan verba ekatransitif dan objek dalam klausa
tersebut bersifat inti.
Objek dalam klausa tersebut merupakan kostituen (2) al 'aisya .
Objek tersebut berkategori sebagai kata benda atau nomina, ism
zhahir. Ism tersebut berasal dari verba ‘a>sya- ya’i>syu-‘aisyan yang
berarti „kehidupan‟. Partikel alif dan la>m yang melekati objek tersebut
menunjukkan kedefinitan nomina yang penjadi pengisinya.
Sementara itu, konstituen (3) fi>ha> yang terdiri dari partikel dan
pronomina, berfungsi sebagai keterangan tempat. Keterangan ini juga
bisa menjadi pembatas kedefinitan objek, yaitu „kehidupan yang di
dalamnya‟ bukan di tempat lain.
50
c. Frasa sebagai pengisi fungsi objek langsung
i. Frasa Adjektifa sebagai pengisi fungsi objek
(63:املنفلوطي). وما نشر الظالم اجنحتو السوداء فى األفق( 4)
(4) Wa ma> nasyara’zh-zhala>mu ajnichatahu’s-sauda'a fil-ufuqi (Al
Manfaluthi, tt:63)
‘Dan kegelapan tidak membentangkan sayap hitamnya di ufuk’.
4 wa ma>
nasyara a'zh
zhala>mu ajnichatahu's-
sauda>'a fi>l-ufuqi
Part FV N FAdj FD
P S O K
Dan tidak
membentangkan kegelapan
sayap
hitamnya di ufuk
Klausa di atas terdiri dari empat konstituen:
(1) wa ma> nasyara
(2) a'zh-zhala>mu
(3) ajnichatahu's-sauda>'a
(4) fi>l-ufuqi
Konstituen (1) berfungsi sebagai predikat dalam kluasa
tersebut, berkategori sebagai frasa verbal. Predikat tersebut tersusun
dari verba nasyara „membentangkan‟ (Munawwir, 1997:1418) dan
partikel (ma>) yang menunjukkan pengingkaran terhadap verba
tersebut. Dengan demikian verba dan partikel yang menyusun fungsi
predikat tersebut membentuk frasa verbal.
51
Verba yang menjadi predikat dalam klausa tersebut merupakan
verba transitif yang digolongkan verba ekatransitif. Hal ini dapat diuji
dengan melesapkan konstituen (3) yang berfungsi sebagai objek. Jika
objek dalam kalimat tersebut dilesapkan maka klausa tersebut
menjadi:
(4a) wa ma> nasyara a'zh-zhala>mu fi>l-ufuqi P S K
„dan kegelapan tidak membentangkan di ufuk‟
Klausa tersebut secara makna tidak dapat dipahami secara
sempurna. Klausa (4a) (wa ma> nasyara'zh-zhala>mu fi>l-ufuqi)
„kegelapan tidak membentangkan di ufuk‟ masih belum dapat
dipahami, maksudnya, informasi yang terkandung dalam klausa
tersebut belum dapat tersampaikan pada pembaca. Informasi dalam
klausa tersebut masih menimbulkan pertanyaan (ma>dza nasyara’zh-
zhala>mu?) „apa yang dibentangkan oleh kegelapan?‟. Dengan
demikian verba yang menjadi pengisi predikat dalam klausa tersebut
digolongan ke dalam verba transitif, sedangkan objek yang
mengiringinya bersifat inti, tidak dapat dilesapkan.
Konstituen (2) a'zh-zhala>mu berkategori nomina sebagai
subjek. Nomina yang menjadi pengisi fungsi subjek tersebut dilekati
dengan partikel alif dan la>m yang menunjukkan kedefinitan subjek
tersebut.
52
Konstituen (3) ajnichatahu's-sauda>'a berfungsi sebagai objek
berkategori frasa adjektifal. Jenis frasa tersebut adalah tarki>b washfi.
Hal tersebut dapat diketahui dari adanya sifat berupa warna a's-sauda>'a
„hitam‟ yang mengiringi nomina ajnichata „sayap‟ dalam frasa
tersebut. Hu yang melekat pada nomina pada frasa tersebut
berkategori sebagai pronomina persona ketiga tunggal maskulin yang
mengacu kepada subjek a'zh-zhala>mu „kegelapan‟ (Munawwir,
1997:882), sehingga frasa adjektifal yang menjadi pengisi fungsi
objek dalam klausa di atas tersusun atas nomina, pronomina, dan
adjektifa membentuk frasa ajnichatahu's-sauda>'a.
Sementara itu, konstituen (4) fi>l-ufuqi terdiri dari partikel dan
nomina berfungsi sebagai keterangan tempat. Frasa tersebut menjadi
keterangan tempat untuk verba nasyara. Frasa tersebut akan menjadi
jawaban atas pertanyaan “di mana (a'zh zhala>mu) melakukan tindakan
(nasyara)?”.
ii. Frasa Numeral sebagai pengisi fungsi objek
(64:املنفلوطي). رأيت السفح الثانى من الجانب اآلخر (5)
(5) Ra'aitu’s-safacha’ts-tsa>ni> minal-ja>nibi’l-a>khar. (Al
Manfaluthi,tt:64)
‘Aku melihat lereng kedua dari sisi yang lain’.
53
5 ra'a> tu a’s safacha’ts-
tsa>ni> minal-ja>nibil-
a>khar
V N FNum FD
P(S) O K
aku melihat lereng gunung
kedua dari sisi lain
Klausa tersebut tersusun atas tiga kostituen:
(1) ra'aitu
(2) a’s-safacha’ts-tsa>ni>
(3) minal-ja>nibil-a>khar
Konstituen (1) merupakan pengisi fungsi predikat berkategori
verba perfek. Verba yang menjadi pengisi fungsi predikat tersebut
merupakan verba semitransitif. Predikat tersebut dilekati oleh subjek
berupa nomina persona pertama tunggal yang dapat dilihat dalam
huruf tu „aku‟.
Konstituen (2) merupakan pengisi fungsi objek berkategori frasa
numeral atau dalam bahasa Arab dikenal dengan nama tarki>b ‘adadi>.
Frasa tersebut tersusun atas nomina (a’s-safacha) dan numeral (a’ts-
tsa>ni>) yang menunjukkan urutan, yaitu „lereng gunung yang kedua‟,
bukan yang pertama atau yang ketiga.
Konstituen (3) merupakan fungsi keterangan berkategori frasa
depan yaitu susunan ja>r majru>r. Frasa tersebut tersusun atas partikel
(min), nomina (al-ja>nibi), dan adjektifa (al-a>khar).
54
Objek dalam kalimat tersebut bersifat inti karena kalimat tersebut
tidak dapat menyampaikan maknanya secara sempurna jika objek
tersebut dilesapkan seperti dalam susunan (5a) berikut
(5a) ra'aitu minal-ja>nibil-a>khar P(S) K
„Aku melihat dari sisi lain‟
Susunan tersebut masih menimbulkan pertanyaan (ma>dza>
ra'aita min al ja>nibi al a>khar?) „apa yang kamu lihat dari sisi yang
lain?‟. Dengan demikian, objek dalam klausa (5) bersifat inti dan
dikatakan verba (ra'a>) dalam klausa tersebut digolongkan verba
transitif.
iii. Frasa Nominal sebagai pengisi fungsi objek
(66:املنفلوطي). لقد بلغ الرجل مرتبة الموحدين الصادقين( 6)
(6) Laqad balagha’r-rajulu martabatal-muwachchidi>na’sh-sha>diqi>na.
(Al Manfaluthi, tt:66)
‘Lelaki itu telah mencapai tingkatan orang yang beriman pada
keesaan Allah’
6 Laqad
balagha a’r
rajulu martabatal-
muwachchidina’sh-sha>diqi>na
FV N FN
P S O
Telah
mencapai
lelaki
itu
tingkatan orang yang beriman
pada keesaan Allah
Klausa di atas tersusun atas tiga konstituen:
55
(1) Laqad balagha
(2) a’r-rajulu
(3) martabataal-muwachchidi>na’sh-sha>diqi>na
Konstituen (1) laqad balagha merupakan pengisi fungsi
predikat berkategori frasa verbal. Predikat tersebut tersusun atas
partikel (laqad) dan verba perfek (balagha). Verba yang menjadi
pengisi fungsi predikat tersebut adalah verba ekatransitif.
Konstituen (2) a’r-rajulu merupakan fungsi subjek berkategori
nomina. Huruf (ali>f) dan (la>m) yang mendahului nomina tersebut
menunjukkan kedefinitan nomina yang berfungsi sebagai subjek
tersebut.
Konstituen (3) martabatal-muwachchidi>n’sh-sha>diqi>na
merupakan pengisi fungsi objek berkategori frasa nominal yang
tersusun atas nomina (martabata), nomina (al-muwachchidi>na), dan
adjektifa (a’sh sha>diqi>na). Kedua nomina dalam frasa tersebut
membentuk tarki>b idhafi>. Diantara dua nomina tersebut terselip
partikel (la>m) yang menunjukkan kepemilikan (martabata li>l-
muwachchidi>na) „tingkatan yang dimiliki oleh orang yang beriman‟.
Susunan kedua nomina tersebut kemudian bergabung dengan adjektifa
(a’sh-sha>diqi>na) yang menjadi sifat bagi nomina (al-muwachchidi>na).
56
Objek dalam klausa tersebut bersifat inti. Jika objek tersebut
dilesapkan maka klausa tidak dapat menyampaikan informasinya
secara sempurna meskipun telah memiliki subjek dan predikat,
sebagaimana susunan (6a) berikut:
(6a) Laqad balagha a’r-rajulu P S
„Lelaki itu telah mencapai‟
Susunan tersebut secara makna tidak dapat diterima dalam
bahasa Arab karena masih belum menyampaikan informasi dengan
sempurna. susunan tersebut masih menimbulkan pertanyaan (ma>dza
balagha’r-rajulu?) „apa yang telah dicapai oleh lelaki itu?‟. Dengan
demikian, objek dalam klausa di atas bersifat inti.
d. Klausa sebagai pengisi fungsi objek langsung
(63:املنفلوطي). رأيت فيما يرر الناائ أنّننى أمشى فى بريَية جرراءَي قفرٍر ( 7)
(7) Ra'aitu fi>ma> yara>’n-na>'imu annani> amsyi fi> bariyyati jurda>'a qafrin.
(Al Manfaluthi, tt:63)
‘Aku melihat mimpi bahwasanya aku berjalan pada daratan
pegunungan pasir yang liar‟
7
ra'a> tu
fi> ma> yara>'n-na>'imu annani amsyi fi> bariyyati jurda>'a qafrin
fi> ma> yara> a'n
na>'imu anna ni> amsyi
fi> bariyyati jurda>'a qafrin
V N Part Part V N Part Pron V FD
P S K O
Me
liha
t
Ak
u
pada sesuatu yang dilihat oleh
orang yang tidur
Bahwa aku berjalan pada daratan
pegunungan pasir yang liar
57
Kalimat di atas terdiri dari tiga konstituen
(1) ra'aitu
(2) fi>ma> yara>'n-na>'imu
(3) annani amsyi fi> bariyyati jurda>'a qafrin
Konstituen (1) ra'aitu merupakan predikat yang bersambung
dengan subjek. Predikat dalam kalimat tersebut berkategori sebagai
verba yaitu verba perfek ra'a> „melihat‟ (Munawwir, 1997:460). Subjek
yang melekat pada verba tersebut adalah dhami>r muttasil yang
tergambar dalam huruf ta’ berharakat zhammah (tu). Subjek tersebut
berkategori sebagai nomina yang menunjuk pada „aku‟. Dengan
demikian, „aku‟ dalam kalimat tersebut melakukan aktivitas „melihat‟.
Verba ra’a> yang menjadi pengisi fungsi predikat tersebut
merupakan verba transitif yang membutuhkan kehadiran objek untuk
mencapai kesempurnaan makna. Berkaitan dengan ketransitifan verba
tersebut, objek yang mengiringinya bersifat inti. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melesapkan objek seperti pada susunan (7a) berikut
(7a) ra'aitu fi> ma> yara>'n-na>'imu P(S) K
„Aku melihat pada apa yang dilihat oleh orang yang tidur‟
Susunan (7a) di atas belum senyap karena tidak dapat
diketahui apa yang dilihat oleh subjek melalui aktivitasnya „melihat‟.
Dengan demikian jelaslah bahwa verba ra'a> merupakan verba transitif
58
dan objek yang mengiringi verba tersebut bersifat inti karena tidak
dapat dilesapkan.
Konstituen (2) fi> ma> yara>'n-na>'imu merupakan pengisi fungsi
keterangan yang terdiri dari beberapa unsur membentuk satu klausa
predikatif. Unsur tersebut adalah yara> „melihat‟ yang berfungsi
sebagai predikat, berkategori verba dan a'n-na>'imu „orang yang tidur‟
yang befungsi sebagai subjek, berkategori nomina. Klausa predikatif
tersebut diawali dengan partikel yang menunjukkan bahwa klausa
tersebut berfungsi sebagai keterangan, yaitu keterangan tempat yang
menunjukkan tempat terjadinya perbuatan.
Sementara itu, konstituen (3) annani> amsyi fi> bariyyati jurda>'a
qafrin merupakan pengisi fungsi objek berupa mashdar mu’awwal
yang dapat diketahui dengan adanya partikel (anna) disertai dengan fil
(amsyi>). Klausa tersebut terdiri dari subjek (mubtada') dan predikat
(khabar). Subjek dalam klausa tersebut terdiri dari partikel (anna) dan
nomina (ni) membentuk frasa nominal (annani>), sedangkan predikat
dalam klausa tersebut adalah jumlah filiyyah yang terdiri dari verba
imperfek dilekati subjek tersembunyi dalam huruf hamzah (amsyi>)
dan konstruksi ja>r majru>r (fi> bariyyati jurda>'a) yang menjadi
pelengkap dari verba (amsyi>). Konstituen (3) secara jelas dapat dilihat
bagi unsur langsungnya dalam tabel berikut:
59
(3) annani amsyi fi> bariyyati jurda>'a qafrin amsyi fi> bariyyati jurda>'a qafrin
FN V Part FN
S P(S) Pel
P
Bahwasanya
aku
aku berjalan pada daratan pegunungan
pasir yang liar
Dengan demikian, pengisi fungsi objek dalam klausa (7)
adalah klausa yang tersusun atas subjek dan predikat yang
digolongkan jumlah ismiyyah. Jumlah ismiyyah yang menjadi predikat
klausa pengisi fungsi objek dari kalimat (7) tersebut terdiri dari
predikat yang dilekati subjek, dan pelengkap.
e. Kalimat sebagai pengisi fungsi objek langsung
(65:املنفلوطي). ((نعبد اهلل خالقَي ىذه الكاانات و مدبرَيىا )): قال( 8)
(8) Qa>la: ‚Na’budu’l-La>ha kha>lqa hadzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha>.
(Al Manfaluthi, tt:65)
‘Dia berkata: ‚Kami menyembah Allah pencipta dan pengatur
semesta ini‛’.
8
qa>la na'budu'lla>ha kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha>
na'budu alla>ha kha>liqa ha>dzihi al ka>'ina>ti
wa mudabbiraha>
V V N N FN FN
P(S) P(S) O Pel
O
Dia
berkata
kami
menyembah Allah pencipta semesta ini dan pengaturnya
60
Kalimat di atas terdiri atas tiga fungsi: predikat, subjek, dan
objek. Predikat dalam kalimat tersebut adalah verba perfek (qa>la) „dia
berkata‟. Predikat tersebut dilekati oleh subjek yang tersembunyi
berupa persona ketiga tunggal maskulin yang menunjuk kepada huwa
„dia‟.
Fungsi objek dalam kalimat tersebut merupakan kalimat
(na'budu'lla>ha kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha) yang
tersusun atas tiga konstituen:
(1) na'budu
(2) alla>ha
(3) kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha
Konstituen (1) na'budu merupakan predikat yang dilekati
dengan subjek. Predikat tersebut berkategori verba imperfek yang
berasal dari verba perfek ‘abada-ya’budu „menyembah‟ (Munawwir,
1997:886). Huruf nu>n yang melekat di depan verba tersebut
menunjukkan pelaku verba tersebut adalah persona pertama plural
(nachnu).
Sementara itu, konstituen (2) Alla>ha „Allah‟ adalah objek dari
verba na’budu „kami menyembah‟, yang berkategori nomina (ism
zhahir).
61
Verba dalam kalimat yang menjadi pengisi fungsi objek
tersebut merupakan verba transitif yang membutuhkan kehadiran
objek, kalimat tidak dapat tersusun maknanya secara sempurna.
Meskipun verba tersebut adalah verba transitif, tapi objek dalam
kalimat yang menjadi objek kalimat (8) tersebut tidak bersifat inti. Hal
ini dapat dijelaskan dengan lesapnya objek tersebut seperti pada
kalimat (8a) berikut:
(8a) na'budu kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha P(S) Pel
„Kami menyembah pencipta dan pengatur semesta ini”
Kalimat tersebut sudah dapat diterima maknanya. Dengan kata
lain kalimat tersebut sudah sempurna. Hal ini dapat terjadi karena
dalam kalimat tersebut hadir fungsi pelengkap dari jenis badal, yaitu
susunan yang menggantikan fungsi objek yang disertainya, sehingga
jika objek tersebut dilesapkan maka tidak akan mengurangi informasi
yang ingin disampaikan oleh kalimat tersebut.
Konstituen (3) kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa mudabbiraha
„pencipta dan pengatur semesta ini‟ dalam kalimat tersebut menjadi
pelengkap objek. Yaitu susunan pengganti objek yang menerangkan
lebih jelas lagi siapa itu „Allah‟ yang menjadi pengisi fungsi objek
dalam kalimat yang mengisi fungsi objek kalimat (8).
62
Verba yang menjadi pengisi predikat tersebut merupakan verba
transitif. Verba qa>la „berkata‟ membutuhkan kehadiran objek, yang
dalam kalimat tersebut berupa kalimat na'budu'lla>ha kha>liqa ha>dzihil-
ka>'ina>ti wa mudabbiraha „kami menyembah Allah pencipta dan
pengatur semesta ini‟. Objek dalam kalimat tersebut bersifat inti. Jika
objek yang berupa kalimat (na'budu'lla>ha kha>liqa ha>dzihil-ka>'ina>ti wa
mudabbiraha) dihilangkan maka kalimat tersebut hanya akan
meninggalkan predikat dan subjek (qa>la) „dia berkata‟, tanpa
mengandung informasi (ma>dza> qa>la?) „perkataan apa yang dia
katakan‟. Dengan demikian, objek yang berupa kalimat tersebut
bersifat inti.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengisi fungsi objek
pada kalimat (8) merupakan kalimat. Kalimat yang mengisi fungsi
objek tersebut adalah jenis kalimat filiyyah yang tersusun atas
predikat, subjek, objek, dan pelengkap.
1. Objek yang mengiringi verba dwitransitif
a. Pronomina sebagai pengisi fungsi O1 dan klausa sebagai O2
(68:املنفلوطي). نعلمهئ فيها كيف يرمون البذور(9)
(9) Nu’allimuhum fi>ha> kaifa yarmu>nal budzu>ra. (Al Manfaluthi, tt:68)
‘Di dalamnya kami mengajari mereka bagaimana cara menanam
benih’.
63
9 nu'allimu hum fi>ha> kaifa yarmu>nal-budzu>ra
kaifa yarmu>na al
budzu>ra
V Pron FD N V N
P(S) O1 K O2
Kami
mendidik mereka
di
dalamnya
bagaimana cara menanam
benih
Klausa di atas tersusun atas tiga konstituen:
1. nu'allimuhum
2. fi>ha
3. kaifa yarmu>nal-budzu>ra
Konstituen (1) nu'allimuhum merupakan predikat yang
mengandung subjek. Predikat dalam klausa tersebut berkategori
sebagai verba, yaitu verba imperfek yang berasal dari verba perfek
‘allama-yu’allimu „mendidik‟ (Baalbaki, 2006:637). Verba tersebut
kemudian mendapat tambahan huruf nu>n yang menunjukkan pelaku
verba tersebut adalah persona pertama plural (nachnu), sedangkan hum
„mereka‟ yang melekati predikat tersebut adalah objek pertama
berkategori pronomina persona ketiga plural maskulin yang
bersambung dengan subjek dan predikat (zhami>r muttasil).
Konstituen (2) fi>ha> „di dalamnya‟ merupakan keterangan yang
berkategori frasa depan (ja>r majru>r) atau keterangan tempat, yaitu
tempat terjadi atau dilakukannya verba ‘allama „mendidik‟.
Konstituen (3) kaifa yarmu>nal-budzu>ra „bagaimana cara menanam
benih‟ merupakan pengisi fungsi objek kedua yang merupakan klausa
64
predikatif tersusun atas predikat, subjek, dan objek. Predikat dalam
klausa yang berfungsi sebagai objek tersebut adalah frasa verbal kaifa
yarmu>na. Verba tersebut disisipi subjek yang dapat dilihat dari huruf
wa>w dan nu>n, menunjukkan bahwa pelaku verba tersebut adalah
persona ketiga plural maskulin. Al budzu>ra „benih‟ merupakan objek
dari frasa verbal kaifa yarmu>na. Klausa tersebut dapat digolongkan
sebagai O2 karena klausa tersebut akan menjadi pelengkap saat kalimat
(9) di atas dipasifkan menjadi (9a) berikut:
(9a) hum yu’allamuna fi>ha> kaifa yarmu>nal-budzu>ra S P K Pel
„Mereka diajari di dalamnya cara menanam benih‟
Hum „mereka‟ yang merupakan O1 pada kalimat aktif (9) beralih
fungsi menjadi subjek, sedangkan klausa kaifa yarmu>nal-budzu>ra
beralih fungsi menjadi pelengkap.
Verba klausa tersebut merupakan verba dwitransitif yang
memerlukan hadirnya dua objek. Objek pertama bersifat kurang inti,
sedangkan O2 bersifat inti. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melesapkan objek dalam klausa tersebut menjadi klausa (9b) dan (9c)
berikut:
(9b) nu’allimuhum fi>ha P(S) O K
„kami mengajarkan mereka di dalamnya‟.
65
Klausa tersebut dapat diterima dalam bahasa Arab, namun
informasi tidak dapat disampaikan dengan sempurna. Klausa tersebut
masih menimbulkan pertanyaan (ma>dza tu’allimu>nahum fi>ha>) „apa
yang kalian ajarkan pada mereka di sana”. Dengan demikian O1 dalam
klausa tersebut bersifat tidak inti.
Kadar keintian O2 bersifat inti. Hal ini dapat dilihat dengan cara
melesapkan O2 tersebut menjadi klausa (9c) berikut
(9c) nu’allimu fi>ha kaifa yarmu>nal-budzu>ra P(S) K O
„kami mengajarkan di dalamnya cara menanam benih‟
Klausa tersebut dapat di terima karena verba „allama telah
memiliki objeknya, yaitu klausa kaifa yarmu>nal-budzu>ra „bagaimana
cara menanam benih‟.
b. Kata sebagai pengisi fungsi O1 dan kalimat sebagai O2
. ((أال يوجد فيكئ غنى و فقير، و سيد و مسود؟)): فسألت الشيخ( 10)
(67:املنفلوطي)
(10) Fasa'altu’sy-syaikha: ‚ala> yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faki>run,
wa sayyidun wa muswaddun?‛. (Al Manfaluthi, tt:67)
‘Maka aku bertanya (kepada) tetua itu: ‚tidak adakah diantara
kalian orang kaya dan orang fakir, majikan dan budak?‛’.
66
10 fa sa'altu a'sy-
syaikha
ala> yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faqi>run wa sayyidun wa muswadun
ala> yu>jadu
fi>kum ghaniyyun wa faqi>run wa sayyidun wa muswadun
V N V FD FN
P(S) O1 O2
aku
menanyai
tetua
itu
tidak
adakah
pada
diri
kalian
orang kaya dan orang
miskin, majikan dan budak
Kalimat di atas tersusun dari tiga konstituen:
(1) fa sa'altu
(2) a'sy-syaikha
(3) ala> yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faqi>run wa sayyidun wa
muswadun
Konstituen (1) fa sa'altu berfungsi sebagai predikat yang
dilekati oleh subjek. Predikat dalam kalimat tersebut berkategori
sebagai verba, yaitu verba perfek sa'ala, kemudian mendapat
tambahan huruf ta’ berharakat dhammah yang menunjukkan bahwa
pelaku verba tersebut adalah „aku‟.
Konstituen (2) a'sy syaikha dalam kalimat tersebut adalah
pengisi fungsi objek pertama yang berkategori sebagai nomina, ism
zhahir. Kata tersebut mengisi fungsi objek pertama yang akan menjadi
subjek ketika kalimat tersebut dipasifkan sebagaimana kalimat (10a)
berikut ini:
(10a) su'ila a’sy-syaikhu ala> yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faqi>run P S Pel
wa sayyidun wa muswadun?
67
„tetua itu ditanya tidak adakah pada diri kalian orang kaya dan miskin,
majikan dan budak?‟
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa konstituen (3) ala>
yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faqi>run wa sayyidun wa muswadun „tidak
adakah pada diri kalian orang kaya dan miskin, majikan dan budak‟
merupakan objek kedua. O2 tersebut merupakani maqu>lul-qaulu, yaitu
kalimat interogatif atau kalimat tanya. Kalimat tersebut terdiri atas
mubtada’ dan khabar. Mubtada’ dalam kalimat yang berfungsi
sebagai O2 tersebut adalah ala> yu>jadu fi>kum „tidak adakah pada diri
kalian‟ dan khabar dalam kalimat tersebut adalah (ghaniyyun wa
faqi>run wa sayyidun wa muswadun) „orang kaya dan miskin, majikan
dan budak‟.
Verba sa'ala merupakan verba dwitransitif yang menghadirkan
dua objek. O1 bersifat tidak inti, sedangkan O2 bersifat inti. Hal ini
dapat dilihat dalam kalimat (10b) dan (10c) berikut ini yang berturut-
turut melesapkan O1 dan O2.
(10b) fasa'altu ala> yu>jadu fi>kum ghaniyyun wa faqi>run wa sayyidun P(S) O2
wa muswadun?
„Aku bertanya “tidak adakah pada diri kalian orang kaya dan
orang miskin, majikan dan budak?‟
Kalimat di atas melesapkan O1 a’sy-syaikha‟. Meskipun
demikian, kalimat tersebut tetap dapat diterima dan telah dapat
menyampaikan informasinya secara sempurna.
68
(10c) fasa'altu a’sy-syaikha P(S) O1
„Aku menanyai tetua itu‟
O2 dalam kalimat tersebut dilesapkan kemudian menghasilkan
kalimat seperti di atas. Kalimat tersebut dapat diterima dalam bahasa
Arab, tetapi masih kurang memberikan informasi (‘ayyu su'a>lin
su'ila?) „hal berupa apa yang ditanyakan‟.
Konstituen (3) merupakan pengisi fungsi O2 berupa kalimat
interogatif yang tersusun atas kata tanya (‘ala>), verba imperfek
(yu>jadu), ja>r majru>r (fi>kum), frasa nomina (ghaniyyun wa faqi>run wa
sayyidun wa muswadun).
c. Pronomina sebagai pengisi fungsi O1 dan kalimat sebagai O2
(66:املنفلوطي). ((أين تذىبون بعد الموت؟)): فسألتو(11)
(11) Fasa'altuhu:‚aina tadzhabu>na ba’dal-mauti:‛(AlManfaluthi,tt:66)
‘Aku menanyainya: ‚kemana kalian akan pergi setelah mati?‛’.
11 Fa sa'altu hu aina tadzhabu>na ba'dal-mauti
aina tadzhabu>na ba'dal-mauti
V N N V FN
P(S) O1 O2
Aku
berkata dia kemana kalian pergi setelah mati
Kalimat di atas terdiri atas tiga konstiten:
(1) Fa sa'altu
(2) hu
69
(3) aina tadzhabu>na ba'dal-mauti
Konstituen (1) fa sa'altu merupakan pengisi fungsi predikat yang
berkategori verba perfek sa'ala. Huruf ta’ berharakat dhammah yang
mengiringinya merupakan pengisi subjek berkategori nomina yang
melekati verba (dhami>r muttashi>l).
Konstituen (2) hu berupa huruf ha’ berharakat dhammah (hu) „dia‟
yang melekat setelah predikat dan subjek dalam kalimat tersebut
berfungsi sebagai O1, berkategori sebagai nomina yang melekat
(dhami>r muttashi>l). O1 tersebut adalah pronomina persona ketiga
tunggal maskulin.
Hu dalam kalimat tersebut dapat ditetapkan sebagai O1 karena
objek tersebut akan menjadi subjek ketika kalimat tersebut dipasifkan
menjadi kalimat (11a) berikut:
(11a) su'ila aina tadzhabu>na ba'da- mauti? P(S) Pel
„dia ditanya “kemana kalian pergi setelah mati?”‟
Dengan demikian dapat diketahui bahwa konstituen (3) aina
tadzhabu>na ba'da al mauti merupakan O2 dalam kalimat tersebut
karena konstituen tersebut beralih fungsi menjadi Pel jika klaus
atersebut dijadikan kalimat pasif. O2 tersebut merupakan kalimat yang
tersusun atas:
70
(1) kata tanya aina,
(2) predikat berkategori verba imperfek yang dilekati subjek
nomina persona kedua plural maskulin yang terlihat dalam
huruf wa>w dan nu>n, tadzhabu>na, dan
(3) frasa nominal frasa nomina tarki>b idhafi> ba’dal-mauti.
O1 dalam kalimat tersebut bersifat tidak inti, sedangkan O2 bersifat
inti. Hal ini dapat dibuktikan dengan melesapkan objek-objek tersebut
seperti dalam kalimat (11b) dan (11c):
(11b) Fa sa'altu aina tadzhabu>na ba'dal-mauti? P(S) O2
„Aku bertanya “kemana kalian pergi setelah mati?”‟
Dalam kalimat (9b) tersebut O1 dilesapkan dan tidak memberikan
perubahan atau pengaruh terhadap informasi yang ingin disampaikan.
Dengan demikian O1 dalam kalimat tersebut tidak bersifat inti. Hal ini
juga dapat dilihat pada bentuk pasif kalimat tersebut seperti dalam
kalimat (9a). Jika diperhatikan maka didapati objek yang berupa
pronomina persona pertama tunggal maskulin (hu) tidak ditampakkan
dalam bentuk pasif karena telah masuk dalam verba pasif (fi’l majhu>l)
berupa verba su'ila. Hal tersebut dapat diketahui karena dalam kalimat
konteks tersebut terdapat pihak kedua yang diajak berbicara.
71
Berbeda dengan O1, O2 dalam kalimat tersebut bersifat inti.
Kalimat tidak dapat menyampaikan informasi secara sempurna jika O2
dalam kalimat tersebut dihilangkan sebagaimana pada klausa (11c)
(11c) Fa sa'altu hu P(S) O1
„Aku menanyainya‟.
B. Objek yang bertemu verba dengan perantara partikel (Op)
1. Op yang mengiringi verba ekatransitif
Op yang mengiringi verba ekatransitif dalam cerpen Madi>natu a’s
sa’a>dah ada lima, yaitu (1) Op dengan perantara huruf ba’, (2) Op dengan
perantara huruf la>m, (3) Op dengan perantara partikel ‘ala, (4) Op dengan
perantara partikel ila>, dan (5) Op dengan perantara partikel min. Op-Op
tersebut secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Op dengan perantara partikel genetif ba’
(64:املنفلوطي). ثئ رميت بطرفى(12)
(12) Tsumma ramaitu bitharfi>. (Al Manfaluthi, tt:64)
‘Kemudian aku melempar pandanganku’.
12 Tsumma rama> tu bi tharfi>
Part V N FN
Konj P S Op
Kemudian melempar aku (dengan)
pandanganku
Klausa di atas tersusun atas dua konstitien:
72
(1) Tsumma ramaitu
(2) bitharfi>
Konstituen (1) tsumma ramaitu merupakan pengisi fungsi predikat
yang diawali dengan konjungsi tsumma yang dalam bahasa Arab
konjungsi tersebut disebut dengan charfu ibtida>i> karena partikel tersebut
mengawali klausa. Predikat tersebut berkategori verba perfek rama>
„melemparkan‟ (Baalbaki, 2006:421). Verba tersebut dilekati dengan
subjek berkategori nomina persona pertama tunggal yang menunjukkan
bahwa pelaku verba tersebut adalah „aku‟.
Konstituen (2) bitharfi> sebagai pengisi fungsi objek berkategori
tarki>b idhafi. Frasa tersebut tersusun atas charfu jarrin ba’ dan ismun
majru>run tharfiyyun dan ya>'u mutakallim yang menunjukkan kepemilikan
nomina (tharfiyyun).
Tharfi> dalam klausa tersebut secara makna merupakan objek
(maf’u>lun bihi) karena ism zhahir tharfi> menjadi sasaran dari verba rama>
walaupun secara tulisan merupakan ja>run majru>run. Partikel ba’ yang
menjadi penghubung antara predikat dengan objek tersebut dapat
dilesapkan, kemudian harakat ism tersebut menjadi manshub seperti
terlihat dalam kalimat (12a) berikut:
(12a) tsumma ramaitu tharfi> P(S) O
„kemudian aku melemparkan pandanganku‟
73
Dengan demikian, partikel ba’ yang melekati ism dhahir yang
berfungsi sebagai objek tersebut tidaklah inti. Partikel ba‟ yang demikian
disebut dengan charf ja>r a’z-za>idah. Dengan kata lain, partikel ba’ tersebut
tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan informasi dalam klausa
tersebut.
Verba rama> merupakan verba transitif yang membutuhkan
kehadiran objek. Dengan kata lain, objek bersifat inti karena jika objek
tersebut dilesapkan maka kalimat tidak akan senyap, seperti yang terjadi
dalam kalimat (10b) berikut:
(12b) tsumma rama'itu P(S)
„kemudian aku melempar‟
Klausa tersebut belum memberikan informasi yang sempurna,
meskipun telah tersusun atas predikat dan subjek.
b. Op dengan perantara partikel genetif la>m
(67:املنفلوطي). ال نغفر لو(13)
(13) La> naghfiru lahu. (Al Manfaluthi, tt:67)
‘Kami tidak mengampuninya’.
13 La> naghfiru lahu
FV FN
P(S) O
Kami tidak
mengampuni dia
74
Klausa di atas tersusun atas dua kostituen:
(1) La> naghfiru
(2) lahu
Konstituen (1) la> naghfiru merupakan pengisi fungsi predikat
berkategori frasa verbal. Verba tersebut merupakan verba imperfek
naghfiru yang berasal dari verb perfek ghafara „mengampuni‟ (Ba‟albaki,
2006:662). Partikel ( la>) yang mendahului verba tersebut merupakan
negasi verba, yang menunjukkan bahwa verba tersebut tidak dilakukan
„tidak mengampuni‟. Predikat klausa tersebut dilekati oleh subjek
berkategori pronomina persona pertama plural dalam bentuk huruf nu>n
„kami‟.
Objek dalam klausa tersebut terdapat dalam konstituen (2) lahu. Objek
tersebut berkategori frasa nominal yang tersusun atas parttikel la>m dan
pronomina persona ketiga tunggal maskulin. Partikel la>m yang membentuk
frasa tersebut bersifat tidak inti. Objek dalam frasa tersebut dapat
bersambung langsung dengan verbanya membentuk klausa (13a) berikut:
(13a) La> naghfiruhu P(S) O
„kami tidak mengampuninya‟
Klausa tersebut dapat diterima maknanya secara sempurna. dengan
demikian, partikel la>m dalam frasa nominal yang berfungsi sebagai pengisi
75
fungsi objek tersebut tidaklah inti, atau dapat dikatakan partikel la>m
tersebut adalah charfu jarrin a’z-za>idah.
Sementara itu, objek dalam klausa tersebut bersifat inti karena jika
frasa nominal tersebut dihilangkan maka tidak didapatkan informasi yang
sempurna. Pelesapan objek klausa tersebut akan membentuk klausa (13b)
berikut:
(13b) La> naghfiru P(S)
„kami tidak mengampuni‟
Klausa di atas tidak dapat diterima informasinya secara sempurna
karena masih menimbulkan pertanyaan (mani’l-ladzi yughfaru?)
„siapa/apa yang diampuni?‟. Dengan demikian, objek berkategori frasa
nominal dalam klausa tersebut bersifat inti.
c. Op dengan perantara partikel genetif ‘ala>
(68:املنفلوطي). و أردت على ذكر المدارس(14)
(14) Wa aradtu ‘ala> dzikril mada>risi. (Al Manfaluthi, tt:68)
‘Aku ingin mengingat sekolah-sekolah’.
14 Aradtu ‘ala> dzikril-mada>risi
V FN
P(S) Op
Aku menginginkan ingat sekolah
Klausa di atas tersusun atas dua konstituen:
76
(1) Aradtu
(2) ‘ala> dzikri-l-mada>risi
Konstituen (1) aradtu merupakan pengisi fungsi predikat berkategori
verba. Predikat tersebut dilekati oleh subjek yang dapat dilihat dalam huruf
ta’ yang melekat setelah verba tersebut. Subjek tersebut menunjuk pada
persona pertama tunggal „aku‟.
Konstituen (2) ‘ala> dzikril-mada>risi merupakan pengisi fungsi objek
berkategori frasa nomina. Objek tersebut tersusun atas partikel („ala>),
nomina (dzikru), dan nomina (al-mada>risi) membentuk tarki>b idhafi>.
Kedua nomina dalam frasa pengisi fungsi objek tersebut mengandung
partikel (fi>) yang mengandung makna „ingatan yang ada pada sekolah-
sekolah‟, sedangkan partikel yang mendahului frasa tersebut merupakan
charfu jarrin a’z-za>idah yang dapat dilesapkan sebagaimana klausa (14a)
berikut, tanpa merusak makna yang ingin disampaikan oleh klausa aslinya.
(14a) Aradtu> dzikral-mada>risi P(S) O
„Aku menginginkan ingat sekolah-sekolah‟
Objek dalam klausa di atas terletak setelah predikat tanpa melalui
perantara partikel apapun. Dengan demikian partikel („ala>) tidaklah inti.
Objek dalam klausa tersebut bersifat inti. Objek dalam klausa tersebut
tidak dapat dilesapkan karena akan menjadi klausa (14b) berikut:
77
(14b) Aradtu> P(S)
„Aku menginginkan‟
Klausa tersebut tidak dapat menyampaikan informasi yang ingin
disampaikan oleh klausa (14) di atas karena klausa tersebut, meskipun
mengandung subjek dan predikat, tidak memiliki objek yang akan
menjawab pertanyaan (ma>dza> aradta?) „apa yang kamu inginkan?‟.
Dengan demikian, objek (’ala> dzikril-mada>risi) dalam klausa tersebut
bersifat inti.
d. Op dengan perantara partikel genetif ila>
(64: املنفلوطي). ثئ ىبط إلى قمة الجبل(15)
(15) Tsumma habatha ila> qimmatil-jabali. (Al Manfaluthi, tt:64)
‘Kemudian turun ke puncak gunung’.
15 Tsumma habatha ila> qimatil-jabali
V FN
P Op
Kemudian (dia)
menuruni puncak gunung
Klausa tersebut tersusun atas dua konstituen:
(1) Tsumma habatha
(2) ila> qimatil-jabali
78
Konstituen (1) tsumma habatha merupakan pengisi fungsi predikat
diselipi oleh subjek berupa pronomina ketiga tunggal maskulin
tersembunyi.
Konstituen (2) ila> qimati al jabali merupakan pengisi fungsi objek
berkategori frasa nominal. Frasa tersebut terdiri dari partikel (ila>), nomina
(qimmati), dan nomina (al jabali). Kedua nomina dalam frasa tersebut
membentuk frasa nominal mengandung satu makna baru „puncak gunung‟
(Munawwir, 1997:1159), sedangkan partikel (ila>) yang mendahului frasa
tersebut menjadi perantara verba (habatha) menuju objeknya (qimmatil-
jabali). Partikel tersebut dapat dihilangkan tanpa merusak makna klausa
sehingga objek akan terletak langsung setelah predikat seperti dalam
klausa (15a) berikut:
(15a) Tsumma habatha qimmatal-jabali P O
„Kemudian (dia) menuruni puncak gunung‟
Objek dalam susunan tersebut merupakan kaidah yang sebenarnya dari
kaidah bahasa Arab. Oleh karena itu, susunan di atas dapat diterima serta
tidak merusak informasi yang ingin disampaikan. Dengan demikian,
partikel yang menjadi perantara predikat dan objek tersebut bersifat tidak
inti karena tanpa partikel tersebut objek masih dapat berdiri sendiri dan
dapat melaksanakan fungsinya sebagai objek.
79
Objek dalam kalimat tersebut bersifat inti, karena jika objek tersebut
dilesapkan maka klausa tersebut tidak dapat menyampaikan informasinya
dengan sempurna sebagaimana dalam klausa (15b) berikut:
(15b) Tsumma habatha P
„Kemudian (dia) menuruni‟
Susunan (15b) tersebut tidak menyampaikan informasi dengan
sempurna karena masih menimbulkan pertanyaan (madza habatha?) „apa
yang dia turuni?‟. Dengan demikian verba (habatha) dalam klausa tersebut
digolongkan dalam verba transitif dan kehadiran objek dalam klausa
tersebut bersifat inti.
e. Op dengan perantara partikel genetif min
(66:املنفلوطي). يعرفون من سرِّ الدين و حكمتو(16)
(16) Ya’rifu>na min sirri’d-di>ni wa chikmatihi. (Al Manfaluthi, tt:66)
‘Mereka mengetahui rahasia agama dan hikmahnya’.
16 ya'rifu>na min sirri'd-di>ni wa chikmatihi
V FN
P(S) Op
Mereka
mengetahui rahasia agama dan hikmahnya
Klausa tersebut tersusun dari dua konstituen:
(1) ya'rifu>na
(2) min sirri'd-di>n wa chikmatihi
80
Konstituen (1) (ya'rifu>na) merupakan pengisi fungsi predikat
berkategori verba imperfek. Verba tersebut berasal dari verba perfek
(„arafa) „mengetahui‟. Predikat dalam klausa tersebut dilekati oleh subjek
berkategori nomina persona ketiga plural maskulin yang dapat diketahui
dari huruf ya’ dan nu>n yang melekati verba tersebut.
Konstituen (2) (min sirri'd-di>n wa chikmatihi) merupakan Op
berkategori frasa nominal yang tersusun dari partikel (min), nomina
(sirrun), dan nomina (a'd di>n). Kedua nomina tersebut membentuk frasa
nominal. Dalam frasa tersebut terselip partikel (la>m) yaitu (sirrun)
„rahasia‟ yang dimiliki oleh (a'd-di>n) „agama‟. Partikel (wa) dalam klausa
tersebut berfungsi sebagai konjungsi yang menghubungkan antara (sirri
a'd-di>n) dengan (chikmatihi). Dengan demikian kedua frasa tersebut
mempunyai fungsi dan kategori yang sama.
Partikel tersebut menjadi perantara antara predikat dan objek yang
bersifat tidak inti. Hal tersebut karena objek dapat memiliki maknanya
sendiri dan dapat melakukan tugasnya sebagai fungsi objek tanpa adanya
partikel tersebut. Dengan demikian partikel tersebut merupakan charfu
jarrin a’z za>idah. Jika partikel tersebut dilesapkan, klausa tersebut akan
menjadi klausa (16b) berikut:
(16b) ya'rifu>na sirra'd-di>n wa chikmatihi P(S) O
„Mereka mengetahui rahasia agama dan hikmahnya‟
81
Objek dalam klausa tersebut berada setelah predikat tanpa
menggunakan perantara, serta telah dapat menyampaikan informasi
dengan sempurna.
Objek tersebut bersifat inti karena jika objek tersebut dilesapkan maka
klausa tersebut tidak dapat diterima informasinya dengan sempurna
sebagaimana kalimat (16c) berikut:
(16c) ya'rifu>na P(S)
„Mereka mengetahui‟
Susunan tersebut tidak dapat dimengerti maknanya meski telah
mengandung subjek dan predikat. Dengan demikian objek dalam klausa
tersebut bersifat inti.
2. Op yang mengiringi verba dwitransitif
a. Frasa sebagai pengisi Op1 dan Op2
(66:املنفلوطي). أنعئ عليو بمضغة(17)
(17) An’ama ‘alaihi bi mudhghatin. (Al Manfaluthi, tt:66)
‘Dia memberinya sepotong daging’.
17 An’ama ‘alaihi bi mudhghatin
V FN FN
P(S) Op1 Op2
Dia memberi
(nikmat)
(kepada)
dia
(dengan) sepotong
daging
Kalimat di atas tersusun atas tiga konstituen:
(1) An’ama
82
(2) ‘alaihi
(3) bi mudhghatin
Konstituen (1) (an’ama) merupakan pengisi fungsi predikat
berkategori verba, yaitu verba perfek (an’ama) „memberikan‟ (Ba‟albaki,
2006:117). Predikat tersebut mengandung subjek yang tersembunyi berupa
pronomina persona ketiga tunggal maskulin yang mengacu pada (huwa)
„dia‟.
Konstituen (2) ‘alaihi sebagai pengisi fungsi Op1. Op1 tersebut
berkategori frasa nominal. Op1 tersebut tersusun dari pronomina persona
ketiga tunggal maskulin (hu) „dia‟ dan partikel (‘ala>) ‘atas’. Op1 tersebut
berada setelah predikat dengan perantara partikel (‘ala>). Partikel tersebut
bersifat tidak inti karena jika partikel tersebut dihilangkan, nomina (hu)
dapat langsung melekat setelah verba yang menjadi predikat dalam kalimat
tersebut. Kalimat tersebut akan menjadi kalimat (17a) berikut jika partikel
(‘ala>) dilesapkan.
(17a) An’amahu bi mudhghatin P(S)-O1 Op2
„Dia memberinya sepotong daging‟.
Kalimat di atas telah dapat menyampaikan informasi dengan
sempurna. Dengan demikian, partikel dalam kalimat tersebut merupakan
charf jarrin a’z-za>idah karena tanpa partikel tersebut nomina (hu) dapat
melaksanakan fungsinya sebagai objek.
83
Konstituen (3) bi mudhghatin dalam kalimat tersebut merupakan Op2
berkategori frasa nomina yang tersusun dari partikel (bi) dan nomina
(mudhghatun). Partikel dalam frasa tersebut bersifat tidak inti karna dapat
dilesapkan tanpa merusak makna yang akan disampaikan seperti dalam
kalimat (17b) berikut:
(17b) An’ama alaihi mudhghatan P(S) Op1 O2
„Dia memberinya sepotong daging‟
Kalimat tersebut telah dapat diterima informasinya dengan sempurna.
Dengan demikian, partikel dalam frasa Op1 maupun Op2 dapat sama-sama
dilesapkan tanpa merusak makna yang ingin disampaikan seperti dalam
kalimat (17c) berikut:
(17c) An’amahu mudhghatan P(S)-O1 O2
„Dia memberinya sepotong daging‟
Kalimat tersebut sesuai dengan kaidah objek dalam bahasa Arab, yaitu
ismun manshu>bun.
Op1 dan Op2 dalam kalimat tersebut bersifat inti. Kalimat (17) tidak
akan dapat meyampaikan informasi dengan sempurna jika salah satu atau
kedua objek tidak langsung tersebut dilesapkan seperti dalam klausa (17d),
(17e), dan (17f) berikut ini:
84
(17d)An’ama alaihi P(S) Op1
„Dia memberinya‟
(17e) An’ama bi mudhghatin P(S) Op2
„Dia memberi sepotong daging‟
(17f) An’ama P(S)
„Dia memberi‟
Klausa (17d) tidak dapat menyampaikan informasi dengan sempurna
karena belum diketahui (madza un’ima) „apa yang diberikan‟, klausa (17e)
belum sempurna informasinya karena informasi (mani’l-ladzi un’ima)
„siapa yang diberi‟ belum terdapat dalam klausa tersebut, sedangkan
klausa (17f) sama sekali tidak dapat menyampaikan informasi yang
sempurna meskipun klausa tersebut mengandung subjek dan predikat.
Oleh karena itu, Op1 dan Op2 dalam kalimat tersebut bersifat inti.
b. Frasa sebagai pengisi fungsi Op2 dan kata sebagai pengisi
fungsi O1
(69:املنفلوطي). ال يمسكون فى أنفسهئ حقًدا ألنهئ متساوون(18)
(18) La> yumsiku>na fi> anfusihim chiqdan li'annahum mutasa>wu>na. (Al
Manfaluthi, tt:69)
85
‘Mereka tidak memelihara dendam dalam diri mereka karena
mereka orang yang ramah’.
18 La> yumsiku>na fi> anfusihim chiqdan liannahum mutasa>wu>na
FV FD N FN
P(S) Op2 O1 K
Mereka tidak
memelihara
(dalam) diri
mereka dendam
karena mereka adalah
orang yang ramah
Kalimat di atas terdiri atas empat konstituen:
(1) La> yumsiku>na
(2) fi> anfusihim
(3) chiqdan
(4) liannahum mutasa>wu>>na
Konstituen (1) la> yumsiku>na merupakan predikat yang dilekati oleh
subjek. Predikat tersebut berkategori frasa verbal yang terdiri dari verba
imperfek (yumsiku>na) dan partikel negasi (la>). Verba (yumsiku>na) berasal
dari verba perfek masaka „menjaga/memelihara‟ (kamus offline). Huruf
wa>w dan nu>n yang melekati verba tersebut menunjukkan pelaku verba
(yumsiku>na) adalah orang ketiga tunggal maskulin. Partikel la>m yang
mendahului verba tersebut menyatakan negasi yang mengingkari verba
(yumsiku>na) tersebut.
Konstituen (2) fi> anfusihim merupakan pengisi fungsi Op2 berkategori
sebagai frasa depan (ja>r majru>r). Op2 tersebut tersusun dari partikel (fi>),
dan frasa nominal. Frasa tersebut tersusun atas nomina (anfusu) dan
pronomina (hum) membentuk frasa fi> anfusihim, sedangkan partikel (fi>)
86
yang mendahului frasa tersebut merupakan perantara verba (la> yumsiku>na)
dengan Op2 (anfusihim).
Konstituen (3) chiqdan merupakan O1 berkategori nomina. Nomina
tersebut digolongkan menjadi O1 karena objek tersebut akan menjadi
subjek ketika kalimat tersebut dipasifkan seperti kalimat (18a) berikut.
(18a) fi> anfusihim la> yumsaku chiqdun liannahum mutasa>wuna S P Pel K
‘dendam tidak dipelihara oleh diri mereka karena mereka adalah
orang yang ramah‟
Susunan di atas terdiri atas subjek, predikat, pelengkap dan
keterangan.
Konstituen (4) liannahum mutasa>wuna adalah keterangan yang
merupakan klausa ismiyyah tersusun atas konjungsi (lianna), subjek
(hum), dan predikat (mutasa>wuna).
O1 dalam kalimat tersebut bersifat inti, sedangkan Op2 kalimat
tersebut bersifat tidak inti. Jika O1 dalam kalimat tersebut dilesapkan maka
kalimat tidak berterima dalam bahasa Arab sebagaimana kalimat (18b) di
bawah ini, sedangkan jika Op2 dilesapkan maka kalimat tetap dapat
diterima dalam bahasa Arab sebagaimana susunan (18c) berikut:
(18b) la> yumsiku>na fi> anfusihim liannahum mutasa>wuna P(S) Op2 K
87
‘mereka tidak memelihara dalam diri mereka karena mereka
adalah orang yang ramah‟
(18c) la> yumsiku>na chiqdan liannahum mutasa>wuna P(S) O1 K
‘mereka tidak memelihara dendam karena mereka adalah orang
yang ramah‟
Susunan (18b) di atas tidak dapat diterima informasinya dengan
sempurna karena masih menimbulkan pertanyaan (madza yumsiku>na?)
„apa yang mereka pelihara?‟, sedangkan susunan (18c) telah dapat
menyampaikan informasi dengan sempurna. Dengan demikian, O1 bersifat
inti, sedangkan Op2 bersifat tidak inti.