bab ii. metode jarimatika dan opini masyarakat ii.1
TRANSCRIPT
6
BAB II. METODE JARIMATIKA DAN OPINI MASYARAKAT
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Pendidikan
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sebuah perubahan sikap
dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, selain itu menurut Ki Hajar Dewantara bahwa
pendidikan merupakan upaya menuntun anak-anak untuk mengeluarkan segala bakat
yang ada pada diri supaya mereka sebagai manusia mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan kata lain pendidikan merupakan sebuah upaya
meningkatkan kualitas seseorang dengan cara pengajaran serta pelatihan.
Upaya yang dilakukan pemerintah tentu saja meperoleh hasil memadai, namun kualitas
pendidikan di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lainya.
Menurut survei Political and Economic Risk Consultan (PERC) kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan 12 dari 12 negara di Asia, masalah yang dihadapi
Indonesia ialah efektivitas, efisiensi serta standarisasi pengajar, kurang kreatifnya
kegiatan belajar-mengajar serta kurikulum yang seringkali menjadi patokan mengajar
tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan belajar di
sekolah hanya memaksakan anak untuk menguasai seluruh materi yang telah disusun
dalam kurikulum, tidak mempertimbangkan apakah materi tersebut sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh siswa. Hal ini yang menyebabkan siswa berkembang bukan
karena minat serta bakatnya melainkan karena suatu keharusan. Saat ini telah
diterapkan kurikulum 2013 yang memberikan perubahan dalam pelaksanaan belajar,
siswa ditekankan untuk lebih banyak berkegiatan interaktif di kelas. Namun karena
belum meratanya kualitas pendidikan menyebabkan tidak semua sekolah mampu
menyediakan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan tersebut.
7
II.1.2 Belajar
Belajar merupakan sebuah kegiatan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
terutama bagi para pelajar, karena merupakan sebuah rutinitas yang harus dijalani.
Menurut Djamarat (2011) mengatakan bahwa belajar merupakan serangkaian jiwa dan
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif dan
psikomotor (h.13), dengan begitu gerak gaya harus diimbangi dengan proses jiwa untuk
mendapatkan sebuah perubahan. Artinya belajar merupakan sebuah proses masuknya
kesan-kesan baru dalam jiwa membuat sebuah perubahan pada jiwa bukan pada fisik.
Menurut Djamarat (2011), pada umumnya seseorang belajar untuk melakukan sebuah
perubahan namun tidak semua perubahan berasal dari hasil belajar, perubahan yang
disebabkan oleh faktor lain diluar pembelajaran tidak bisa disebut belajar contohnya
perubahan disebabkan mabuk, gila, atau terjadi kecelakan itu tidak tergolong belajar.
Lebih jelasnya lagi belajar merupakan sebuah proses yang menghasilkan perubahan
jiwa, proses dilakukan secara sadar sehingga dapat merasakan perkembangan
pengetahuan yang bertambah. Belajar erat kaitanya dengan sekolah namun belajar juga
bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Ilmu tidak hanya bisa didapat di sekolah
namun bisa didapatkan dimanapun dan kapanpun. Proses belajar dapat dijelaskan
sebagai berikut.
II.1.2.1 Mendengar
Kegiatan mendengar sering kali dilakukan pada kegiatan bejalar-mengajar di kelas,
guru sebagai pemberi materi menerangkan dan siswa mendengarkan maksud dari
setiap kata yang diucapkan oleh guru. Hal ini juga terjadi di luar sekolah seperti saat
mendengar suara di pohon dan menangkap bahwa itu suara burung. Proses
mendengarkan memerlukan sesuatu yang bisa didengar sebagai objek pembelajaran,
ditangkap oleh indra pendengaran untuk mendapatkan rangsangan yang diolah oleh
otak dan disimpan menjadi pengetahuan. Telinga sebagai indra pendengaran akan
menangkap setiap suara yang ada dan ditransper pada otak dan diolah, untuk
8
mendapatkan informasi yang tepat diperlukan fokus pada satu target suara, bila tidak
otak tidak akan dapat memaknai apa yang didengar. Dengan contoh siswa yang sedang
belajar di kelas mendengarkan penjelasan dari gurunya dan terjadi suara keras dari luar
kelas membuat yang tadinya mendengarkan perkataan guru beralih fokus pada suara
yang lain membuat informasi yang disampaikan guru tidak terserap semuanya
mendengar juga dipengaruhi oleh besar kecilnya suara serta kejelasan suara yang
didengar.
II.1.2.2 Memandang
Selain mendengarkan terdapat aktivitas lain untuk belajar berupa aktivitas memandang,
sebuah proses saat mata memfokuskan penglihatan pada objek pembelajaran. Proses
melihat juga termasuk pada prose belajar, contohnya di kelas disediakan papan tulis
untuk dituliskan materi agar dilihat serta dibaca oleh siswa. Dengan begitu anak akan
menyerap informasi yang dituliskan pada papan tulis dan memahaminya. Meskipun
tidak semua apa yang dilihat merupakan aktivitas belajar karena memandang yang
merupakan aktivitas belajar adalah memandang yang memiliki tujuan untuk mengubah
tingkah laku menjadi lebih baik dan bersifat positif. Bila pandangan tidak ada dasar
tujuan meskipun memandang sebuah objek tidak bisa disebut belajar. Contohnya disaat
melamun pandangan akan melihat pada satu arah namun memikirkan hal lain selain
apa yang dilihat tau tidak fokus pada apa yang dilihat, maka apa yang sedang dilihat
tidak dipelajari.
II.1.2.3 Mencatat
Kegiatan menulis atau mencatat merupakan sebuah kegiatan belajar yang sering
digunakan setelah melakukan aktivitas lainya seperti memandang dan mendengar.
Tujuanya sebagai pengingat atau merangkum pembelajaran. Terdapat perbedaan dari
setiap orang dalam mencatat ada yang secara keseluruhan dan ada juga yang
menuliskan inti-intinya saja sesuai dengan kebutuhan serta situasi setiap orang, tidak
semua kegiatan mencatat merupakan aktivitas belajar seperti mencatat segala sesuatu
9
yang tidak bermanfaat seperti menyalin, mencontek, dan menjiplak bukan bagian dari
belajar.
II.1.2.4 Membaca
Selain itu ada aktivitas membaca sebuah aktivitas yang sangat penting dalam proses
belajar. Karena dengan membaca bisa mendapatkan informasi serta pembelajaran
apapun yang diinginkan, aktivitas membaca tidak hanya bilakukan pada media buku
pelajaran, tapi bisa juga membaca sebuah informasi pada majalah, koran, jurnal, buku
cerita dan masih banyak lagi dengan kata lain. Membaca harus terdapat tulisan yang
dapat dibaca serta ada tujuan yang ingin diperoleh dari apa yang dibaca seperti
keilmuan dan pengetahuan.
II.1.3 Matematika
Menurut dari asal katanya matematika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan
prosedur operasiolan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah mengenai
bilangan. Ruseffendi yang dikutip oleh Heruman (2012) mengatakan bahwa
matematika merupakan sebuah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu mengenai pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, nilai dari unsur yang tidak didefinisikan, keunsur yang didefinisikan, ke
aksioma atau postulat, dan ahirnya menuju dalil (h.1). Sedangkan menurut Soedjadi
(2000) mendefinisikan bahwa matematika memiliki objek tujuan abstrak yang
bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang deduktif.
Matematika merupakan sebuah pelajaran yang penting bagi kehidupan manusia,
pentingnya matematika dibuktikan dengan konsep dasar matematika yang dipelajari
oleh anak diusia dini. Berikut merupakan pencapaian yang harus dicapai saat belajar
matematika disekolah dasar.
10
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berhitung merupakan sebuah keterampilan dasar yang perlu untuk dikuasai dan
dipahami, operasi hitungan yang diantaranya tambah, kurang, kali, bagi, selain itu
berhitung merupakan sebuah kegiatan untuk memecahkan sebuah masalah yang
bersifat hitungan (Poerwadarminta, 1996, h.253). Kemampuan berhitung anak di usia
dini bisa sebut sebagai kemampuan berhitung bagi pemula, sebuah kemampuan yang
harus dimiliki anak sebagai pondasi untuk mengembangkan kemampuan, dimulai
dengan lingkungan sekitar yang dekar dengan anak lalu dilanjutkan dengan pemberian
pengertian terhadap jumlah (Susanto, 2011).
Anak pada usia 0-4 tahun belajar berhitung dengan cara menyebutkan urutan bilangan
atau bilangan buta, anak hanya menyebutkan urutan angka anatara 1 hingga 10 tanpa
mengaitkan dengan benda yang bersifat konkret, pada usia tersebut anak bisa
menyebutkan bilangan hingga sepuluh dan di usia 5 sampai 6 tahun terjadi peningkatan
dengan dapat menyebutkan bilangan hingga ratusan (Sriningsih, 2008). Maka dari itu
kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa anak diusia 0 hingga 5 tahun merupakan
11
fase pengenalan matematika pada anak dengan menyebutkan bilangan secara berurutan
atau tidak, penyebutan bilangan tidak bersifat konkrit. Sedangkan anak diusia 5 sampai
6 tahun belajar untuk memahami serta mulai dikenalkan dengan konsep berhitung.
Menurut Suyanto (2005) bahwa tujuan dari diberikanya pembelajaran berhitung pada
anak usia dini yaitu sebuah logico-mathematical learning atau untuk belajar berpikir
logis atau matematis dengan cara yang mudah dipahami dan menyenangkan untuk
anak. Tujuannya anak dapat memahami bahasa matematis dan menggunakannya
dalam kehidupan bukan untuk anak dapat menyebutkan bilangan hingga seratus
bahkan seribu. Maka tujuan berhitung secara garis besar sebagai pembelajaran
berhitung bagi anak, sebagai upaya melatih anak supaya dapat berpikir logis dan
sistematis sejak dini. Dengan diberikan dasar-dasar pembelajaran berhitung sejak dini
membuat anak akan merasa siap mengikuti pembelajaran berhitung dijenjang
berikutnya yang lebih kompleks.
II.1.3.1 Penjumlahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) penjumlahan berasal dari kata jumlah
atau tentang bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan menjadi satu, pemberian kata
depan pen memberi arti kata kerja proses, cara menghitung. Selain itu menurut David
Glover (2006) mengartikan penjumlahan sebagai cara menemukan jumlah total dari
dua bilangan atau lebih dengan menggunakan tanda “+” sebagai simbol dari
penjumlahan. Penjumlahan memiliki tujuan untuk menemukan hasil penggabungan
dua buah bilangan atau lebih, merupakan salah satu dasar dari matematika yang harus
dipahami oleh anak sejak dini, untuk memberikan pemahaman serta maksud dari
penjumlahan atau menjumlahkan. Perlunya visualisasi penjumlahan dengan sebuah
media agar anak lebih memahami konsep penjumlahan. Penjumlahan atau
menambahkan bersifat (+) positif yang hasilnya bertambah, Penjumlahan bisa di
artikan ditambah atau diberi lagi, contohnya Bila memiliki 1 buah pensil dan ayah
memberikan 1 pensil lagi maka pensil yang dimiliki menjadi 2 pensil bila
menggunakan lambang bilangan sebagai berikut (1+1=2).
12
Untuk mempermudah dalam memahami konsep berhitung penjumlahan untuk anak
dapat menggunakan visualisasi berhitung sehingga matematika yang bersifat abstrak
dapat dengan mudah dimengerti oleh anak-anak. berikut ini merupakan visualisasi dari
proses berhitung penjumlahan menggunakan media berupa sumpit dan kotak:
Gambar II.1 Penjumlahan
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2019)
Penggunaan media berhitung dapat menjembatani anak memahami konsep matematika
yang bersifat abstrak, selain itu dengan memvisualkan proses berhitung penjumlahan
menggunakan sebuah media merangsang anak memahami sifat angka yang bila
dijumlahkan maka akan dirasakan menjadi semakin banyak.
II.1.3.2 Pengurangan
Sama halnya dengan penjumlahan pengurangan juga merupakan salah satu dasar dari
matematika yang harus dipahami sebagai pondasi berhitung yang seringkali digunakan
dalam menyelesaikan persoalan matematika, pengurangan adalah sebuah kegiatan
mengurangi sebuah benda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pengurangan adalah sebuah proses atau cara mengurangi atau mengurangkan yang
berasal dari kata kurang atau belum atau tidak cukup. Pengurangan atau dikurangi
bersifat (-) negatif. Pengurangan bisa diartikan sebuah proses pencarian hasil dari
angka atau benda yang telah dikurang. Contohnya Budi memiliki 2 buah apel dan
memakan 1 buah apel, maka saat ini Budi tinggal memiliki 1 buah apel. Konsep
13
pengurangannya adalah Budi memiliki 2 apel dikurangi 1 untuk dimakan maka dapat
ditulis dengan (2-1=1).
Untuk mempermudah dalam memahami konsep berhitung pengurangan untuk anak
dapat menggunakan visualisasi berhitung, sehingga matematika yang bersifat abstrak
dapat dengan mudah dimengerti oleh anak-anak. berikut ini merupakan visualisasi dari
proses berhitung pengurangan menggunakan media berupa sumpit dan kotak:
Gambar II.2 Pengurangan
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2019)
Penggunaan media berhitung dapat menjembatani anak memahami konsep matematika
yang bersifat abstrak, selain itu dengan memvisualkan proses berhitung pengurangan
menggunakan sebuah media merangsang anak memahami sifat angka yang bila
dikurangi dengan angka yang akan dikurangi maka akan dirasakan menjadi semakin
sedikit. Selain itu dengan media juga dapat membuat proses belajar menjadi lebih
menyenangkan.
II.1.4 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran Matematika merupakan suatu upaya untuk memfasilitasi, mendorong,
dan mendukung siswa dalam belajar Matematika. Banyak orang yang tidak menyukai
Matematika, termasuk siswa yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Mereka
14
menganggap Matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan. Anggapan ini
membuat mereka merasa malas untuk belajar Matematika.
Menurut Kline (2006), belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan, dengan suasana yang menyenangkan anak akan lebih fokus dan
menerima ilmu yang akan diberikan. Sedangkan menurut Pitadjeng (2006), orang yang
belajar akan merasa senang jika memahami apa yang dipelajari. Pendapat keduanya
juga berlaku bagi siswa Sekolah Dasar yang sedang belajar Matematika. Oleh karena
itu, di dalam belajar anak diberi kesempatan untuk merencanakan dan menggunakan
cara belajar yang mereka senangi. Selain itu, pendidik dalam mengajarkan Matematika
harus mengupayakan agar siswa dapat memahami dengan baik materi yang sedang
dipelajari.
Untuk menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan,guru harus
pandai dalam memilih metode yang akan digunakan dalam mengajar. Penggunaan
metode yang tepat dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
disampaikan oleh guru.
II.1.4.1 Proses Belajar-mengajar Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002) proses belajar-mengajar adalah suatu proses
yang dilakukan secara sadar dan bertujuan. Tujuan ini yang menjadi arah ke mana
proses belajar-mengajar tersebut akan di bawa. Proses belajar-mengajar akan berhasil
jika mampu memberikan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
dan nilai sikap dalam diri siswa. Walaupun belajar dan mengajar adalah dua hal yang
berbeda, keduanya saling berkaitan. Mengajar akan lebih efektif jika kemampuan
berpikir anak diperhatikan. Karena itu perhatian ditujukan kepada kesiapan struktur
kognitif siswa. Adapun struktur kognitif mengacu pada organisasi pengetahuan atau
pengalaman yang telah dikuasai siswa yang memungkinkan siswa itu dapat menangkap
konsep-konsep baru termasuk konsep Matematika.
15
II.1.4.2 Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Pada dasarnya masa usia sekolah dasar adalah masa anak-anak akhir dengan usia 6
hingga 11 tahun atau 12 tahun, tandanya anak sudah mulai memasuki sekolah dasar
serta dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang akan merubah sikap dan
tingkah lakunya (Nasution, 1993, h.44). Anak usia 6 sampai 7 tahun sudah mulai
mendapatkan pendidikan formal dengan landasan anak sudah matang dan siap untuk
belajar, maka dari itu dibentuk taman kanak-kanak untuk membangun minat anak
belajar formal, di taman kanak-kanak akan diberi dasar pembelajaran kedisiplinan,
serta kemandirian (Bahri, 2011, h.124-125). Perlunya sebuah upaya yang benar
memberikan pendidikan pada anak sesuai dengan tumbuh kembang anak, Syaiful Bahri
Djamarah (2011, 124-125) mengemukakan mengenai sifat-sifat yang dimiliki anak
dimasa sekolah dasar sebagai berikut:
Adanya sebuah korelasi positif yang tinggi antara kesehatan pertumbuhan
jasmani dengan prestasi sekolah.
Sikap yang cenderung mematuhi peraturan-peraturan dalam permainan.
Sering memuji diri sendiri.
Suka akan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain bila hal tersebut
menurut dia lebih menguntungkan dari yang lain.
Akan menganggap tidak penting bila sesuatu hal tidak bisa diselesaikan.
Diumur 6 hingga 8 tahun anak menyukai penilaian yang bagus tanpa mengingat
apakah prestasi tersebut pantas diberikan atau tidak.
Pada usia 6 hingga 13 tahun merupakan fase operasional konkret, ditandai dengan
kemampuan berpikir untuk menjalankan kaidah-kaidah logika, namun masih terikat
dengan objek yang bersifat konkret atau nyata. Usia 6 sampai 7 tahun anak sudah mulai
mengikuti sekolah dasar meskipun masih mengalami perkembangan kognitif atau
persoalan pengembangan kemampuan akal, dalam fase ini anak masih terikat dengan
objek-objek yang tampak dan bisa dirasakan oleh indra (Heruman, 2012, h.1). Perlunya
sebuah media yang dapat menjembatani matematika dengan anak berupa media serta
16
alat peraga untuk memperjelas pelajaran matematika yang bersifat abstrak agar dapat
lebih cepat dipahami dan dimengerti.
Anak dalam mempelajari suatu konsep matematika perlu diberi penguatan serta
pengalaman yang dapat diterima dan disimpan pada memori otak anak dengan begitu
perlu adanya sebuah pembelajaran perbuatan dan pengertian tidak hanya sekedar
hapalan saja. Menghapal tanpa dibantu peraga, anak akan mudah untuk lupa seperti
halnya pepatah yang mengatakan “saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka
saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti” (Heruman, 2012, h.2), penyampaian
pelajaran matematika pada anak perlu dapat titangkap oleh indra lain selain
pendengaran, agar lebih cepat untuk anak memahami serta sudah mengerti anak tidak
akan lupa. Tujuan akhir dari pembelajaran matematika pada anak sekolah dasar adalah
agar anak dapat terampil menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan
sehari-hari, untuk mencapai tujuan tersebut matematika sekolah dasar membagi
menjadi 3 kelompok diantaranya penanaman, pemahaman, dan pembinaan.
Penanaman Konsep Dasar (penanaman konsep)
Penanaman konsep secara garis besar berarti memberikan konsep baru yang belum
pernah dipelajari dan diketahui konsep tersebut, karena bersifat baru bagi anak maka
dari itu diperlukan sebuah jembatan yang menghubungkan kemampuan kognitif siswa
dengan matematika yang bersifat abstrak, sebuah media atau alat dibutuhkan untuk
membantu pola berfikir siswa (Heruman, 2012, h.3).
Pemahaman Konsep
Sebuah proses pembelajaran lanjutan dari proses penanaman konsep, bertujuan untuk
lebih memahami konsep yang telah diberikan. Pemahaman konsep sendiri dibedakan
menjadi dua sesuai waktu penyampaiannya itu sendiri, diawali penyampaian materi
pada saat pertemuan atau saat penanaman konsep. Dilakukan dengan memastikan
bahwa siswa menjadi paham dengan konsep yang baru diberikan. Tahap kedua adalah
pemahaman konsep yang dilakukan pada hari berikutnya dengan tujuan sebagai
17
pengingat konsep yang telah diterapkan pada hari sebelumnya, proses pemahaman
dilakukan secara berulang dengan bantuan contoh konsep agar lebih paham (Heruman,
2012, h.3).
Pembinaan Keterampilan
Pada proses terahir yaitu pembinaan keterampilan merupakan langkah terahir dari
penanaman dan pemahaman konsep, saat sudah dipahami langkah berikutnya
pembinaan keterampilan dengan tujuan agar siswa lebih terampil dalam melakukan
berbagai konsep matematika (Heruman, 2012, h.3).
II.2 Objek Penelitian
II.2.1 Jarimatika
Berdasarkan hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani pencipta metode
Jarimatika tanggal 28 April 2019 Jam 19.00 WIB. Dijelaskan bahwa jarimatika
merupakan sebuah metode berhitung kali, bagi, tambah, kurang menggunakan jari
sebagai medianya. Asal kata jarimatika adalah jari dan aritmatika, maka dapat diartikan
bahwa metode jarimatika berarti sebuah metode untuk membantu menyelesaikan
masalah hitungan kali, bagi, tambah dan kurang. Metode jarimatika merupakan sebuah
metode yang menjembatani anak belajar berhitung dengan konsep yang
menyenangkan, bertujuan agar anak menjadi senang belajar matematika. Untuk dapat
mengeri matematika merupakan hal yang mudah untuk anak karena otak anak akan
cepat menangkap dan memahami apa yang dipelajari. Selain itu dijelaskan pula bahwa
metode jarimatika memiliki fungsi sebagai media yang dapat memudahkan anak dalam
memahami konsep kali bagi tambah kurang dengan konsep pembelajaran yang
menyenangkan bagi anak, dengan tujuan agar anak dapat memahami konsep berhitung
serta membantu mempermudah dalam mengerjakan soal hitungan.
Penggunaan jaritangan sebagai media hitung menjadikan jarimatika lebih unik dan
disukai oleh anak-anak. Jari-jari yang merupakan salah satu anggota tubuh menjadikan
metode ini lebih ekonomis karena tidak perlu dibeli, tidak akan ketinggalan saat akan
18
digunakan berhitung serta anak tidak akan terbebani memori otaknya karena
penggunaan media hitung yang tidak perlu dihafal. Selain itu penggunaan jari saat
berhitung dianggap lucu oleh anak-anak dan dianggap sedang bermain sehingga proses
belajar menjadi lebih menyenangkan. Berikut ini merupakan visi dan misi metode
jarimatika yang diciptakan oleh Septi Peni Wulandani:
Visi, menjadi metode yang unggul untuk keluarga Indonesia dalam memahami
aritmatika sebagai pintu gerbang matematika.
Misi, membuat metode penambahan, perkalian, pengurangan dan pembagian
menjadi mudah dan menyenangkan.
Media yang digunakan untuk menyebarluaskan jarimatika yang digunakan selama ini
yaitu dengan pelatihan dan penyebaran buku. Menurut Septi Peni Wulandari (2014)
kini jarimatika telah mencapai kurang lebih 1.000 tempat kursus yang tersebar dari
Sabang di Nangroe Aceh Darussalam sampai Manokwari di Papua. Jarimatika telah
diakui sebagai teknik berhitung yang baik oleh masyarakat Indonesia. Konsep
jarimatika di temukan pertama kali oleh Septi Peni Wulandani dari tahun 2000 hingga
2003. Pada tahun yang sama dengan pengesahan hak cipta, dibuat buku mengenai
metode ini dan diproduksi secara masal.
Septi Peni Wulandari merupakan seorang praktisi pendidikan asal Salatiga Jawa
Tengah yang sangat peduli terhadap dunia anak dan keluarga. Metode jarimatika
merupakan hasil pemikirannya mengani belajar berhitung. Sebagaimana umumnya
anak-anak sekolah dasar yang mengalami kesulitan berhitung, sang anak juga
menghadapi masalah yang sama. Prihatin dengan kondisi tersebut, dibuatlah metode
yang dapat dengan mudah dimengerti oleh anaknya. Keberhasilan ini semakin
diperkuat setelah diterapkan pada anak-anak lain. Menyikapi kondisi ini, bahwa
metode ini mempermudah cara belajar matematika untuk anak-anak, maka diajukan
HAKI atau Hak Atas Kekayan Intelektual. Saat ini Septi Peni Wulandani telah menjadi
pemilik School of Life Lebah Putih dan komunitas Ibu Profesional. Tujuan utama
19
adalah membantu para ibu mempermudah anak belajar matematika. Beberapa
penghargaan telah diraih oleh Septi Peni Wulandani, diantaranya:
Nominator Ibu Teladan, Majalah Ummi 2004.
Meraih Danamon Award kategori Individu Pemberdaya Masyarakat 2006.
10 yang Mengubah Indonesia, majalah Tempo 2007.
Nominator International Enterpreuner of the year dari Emas Young tahun
2009.
20 Pemuda yang Mengukir Prestasi, penghargaan dari Menpora 2007.
Woman Of Entepreuneur, Ashoka Award USA 2007.
Tokoh Pendidikan Kesetaraan, Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan
Alternatif (ASAH PENA) 2008.
Terpilih menjadi salah satu ikon 2008 untuk kategori ilmu dan teknologi pilihan
majalah Gatra.
Inspiring Woman versi majalah KARTINI 2009.
Banyaknya penghargaan tersebut tak lepas dari kualitas penulisan serta buku yang
dikeluarkannya. Bebrapa respon positif dinyatakan oleh pembaca setelah mempelajari
dan mengajarkan metode jarimatika pada anak. Seperti yang dirasakan oleh Leni
seorang ibu dari Bandung yang menyatakan bahwa, “Anak saya selalu menyerah kalau
belajar matematika apalagi kalau sudah masuk pelajaran berhitung, kadang saya
sampai kesal sendiri. Setelah mempelajari metode jarimarika, berhitung anak saya
menjadi cepat dan sekarang dia menjadi senang mempelajari matematika”. Selain itu
pernyataan dari Chaerul dari Jakarta yang berpropesi sebagai seorang guru tunanetra
menyatakan sebagai berikut “Saya seorang guru tunanetra yang kebetulan juga
penyandang, semenjak mempelajari jarimatika saya dan murid saya merasa terbantu,
karena bisa berhitung menggunakan jari tangan yang bisa kami rasakan tanpa harus
melihat”.
20
Dapat disimpulkan dari pernyataan masyarakat yang telah mempelajari metode
jarimatika bahwa metode ini dapat membantu anak saat berhitung membuat anak
menjadi lebih sering berlatih dan menjadi menyukai matematika yang dulu dianggap
sulit oleh anak, selain itu penggunaan media hitung jari juga membantu masyarakat
yang berkebutuhan kusus untuk belajar berhitung tanpa harus melihat menjadi
kelebihan lain dari metode-metode lain. Berikut merupakan foto sosok dari seorang
Septi Peni Wulandani yang telah dikenal sebagai seoarang ibu profesional serta penulis
dari buku Metode jarimatika sekaligus pemilik School of Life Lebah Putih dan
komunitas Ibu Profesional.
Gambar II.3 Septi Peni Wulandani
Sumber: http://shantybelajarmenulis.blogspot.co.id/2015/10/oleh-oleh-dari-kuliah-umum-septi-peni 10.html.
II.2.2 Buku Jarimatika
Dari hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani pencipta metode jarimatika
tanggal 28 April 2019 Jam 19.00 WIB. Buku jarimatika saat ini telah mencapai cetakan
ke-53 serta telah dipasarkan hampir di seluruh Indonesia. Harga buku terjangkau bagi
kalangan menengah ke bawah. Buku berisi tatacara serta konsep berhitung
menggunakan jari lengkap dengan soal-soal pertanyaan yang harus dijawab oleh anak.
Buku jarimatika juga dibuat untuk membantu masyarakat terutama yang memiliki anak
21
dalam membimbing anaknya memahami konsep dasar kali, tambah, kurang, dan bagi,
dengan mudah dan menyenangkan.
Cover depan serta belakangnya berwarna serta berisikan sama halnya dengan buku lain
terdapat judul deskripsi isi buku, nama penulis dan juga layout sampul dengan warna
yang mencolok serta gambar seorang anak serta orang tua yang sedang menggerakkan
jari tangan seolah-olah sedang menghitung menggunakan jari cocok untuk dimiliki
anak-anak. Berikut ini adalah gambar dari cover depan buku jarimatika.
Gambar II.4 Cover depan buku jarimatika
Sumber : Pribadi (11/01/2019)
Namun pada dasarnya buku Jarimatika penambahan dan pengurangan ditujukan untuk
orang tua, dengan isi dari buku jarimatika penambahan dan pengurangan berupa
panduan untuk mengajarkan kepada anak metode jarimatika. Isi buku jarimatika
penambahan dan pengurangan berupa langkah-langkah serta cara mengajarkan metode
jarimatika yang baik dan benar kepada anak. Pada isi buku jarimatika penambahan dan
pengurangan terbagi menjadi dua garis besar pembahasan diantaranya penjelasan
mengenai bagaimana cara mengajarkan keterampilan berhitung yang baik pada anak
22
dan metode jarimatika yang diantaranya berupa penjelasan singkat dan cara berhitung
menggunakan metode jarimatika.
Pada bagian pengajaran keterampilan berhitung menjelaskan tentang tujuan dari anak
perlu menguasai keterampilan berhitung, cara mengajarkan konsep angka, lambang
bilangan, serta mengajarkan proses berhitung matematika pada anak. Intinya dari
pembahasan tersebut adalah menerangkan manfaat serta cara mengajarkan konsep
berhitung yang benar kepada anak. Untuk bagian kedua menjelaskan tentang metode
jarimatika yang berupa manfaat belajar metode jarimatika, formasi jari metode
jarimatika, rumus jarimatika serta soal matematika sebagai latihan. Berikut ini
merupakan gambar dari daftar isi dari buku Jarimatika penambahan dan pengurangan.
Gambar II.5 Daftar Isi buku Jarimatika. Sumber : Pribadi (11/01/2019)
Untuk desain pada buku jarimatika penambahan dan pengurangan didominasi oleh
gambar dan tulisan yang dibuat sederhana, sebagai pegangan orang tua dalam
mengajarkan metode jarimatika serta lebih memfokuskan pada proses belajar. Buku
dicetak dalam format hitam putih serta ilustrasi yang mudah dimengerti. Isi buku
jarimatika penambahan dan pengurangan terbagi menjadi 50% tulisan dan 50%
ilustrasi, penggunaan ilustrasi bertujuan memperjelas serta memberi contoh gerakan
serta formasi jari yang harus diperagakan saat proses belajar-mengajar metode
jarimatika. Berikut ini merupakan salah satu gambaran isi dari buku jarimatika
23
penjumlahan dan pengurangan yang ditulis oleh Septi Peni Wulandari selaku pencipta
metode jarimatika.
Gambar II.6 Isi buku Jarimatika. Sumber : Pribadi (11/01/2019)
Jarimatika penambahan dan pengurangan merupakan sebuah buku yang dirancang
untuk menuntun orang tua dan anak belajar metode jarimatika, sehingga dengan belajar
metode jarimatika anak akan mudah dalam proses berhitung dan menjadi akrab dengan
matematika serta menyukai matematika. Namun pada dasarnya buku jarimatika
penambahan dan pengurangan sangat tergantung pada orang tua atau pendamping
sebagai fasilitator anak belajar metode jarimatika, orang tua sebisa mungkin membuat
suasana belajar yang ceria dan menyenangkan bersama anak.
Buku Jarimatika penambahan dan pengurangan di dalamnya berisi himbauan kepada
orang tua untuk tidak memaksakan proses belajar, semua berawal dari minat serta
ketertarikan anak untuk mempelajari metode jarimatika. Belajar metode jarimatika
sebaiknya diawali dengan gembira serta diahiri dengan gembira, maka agar proses
belajar tetap menyenangkan sebaiknya diiringi dengan gerakan serta nyanyian yang
mudah di ikuti oleh anak-anak. Pada buku jarimatika penjumlahan dan pengurangan
diberikan cara berupa saran lagu serta gerakan yang dapat di ikuti serta diaplikasikan
orang tua saat proses belajar berlangsung.
24
Gambar II.7 Lagu serta gerakan jarimatika.
Sumber : Pribadi (11/01/2019)
II. 3 Kondisi Masyarakat
Untuk menghimpun data mengenai seberapa besar pengetahuan masyarakat mengenai
metode jarimatika maka dilakukan kuisioner kepada 70 responden. Dari 70 responden
41% orang mengetahui tentang metode jarimatika, dan 59% tidak mengetahui
mengenai metode jarimatika. Namun dari 41% responden yang mengetahui metode
jarimatika hanya 2 orang yang mengaku sudah lupa cara berhitung menggunakan
metode jarimatika, sedangkan yang lain hanya mengenal arti dari kata jarimatika yang
merupakan sebuah metode belajar berhitung dengan bantuan jari-jari tangan tanpa bisa
menggunakanya. Dapat disimpulkan bahwa metode jarimatika sudah banyak yang
mengetahui namun masih sedikit yang mempelajari dan bisa berhitung dengan metode
jarimatika.
Masih banyak orang tua yang mengetahi metode jarimatika namun tidak mempelajari
metode tersebut karena merasa kesulitan mengajarkan kepada anak. Berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan sebelumnya, masyarakat pun beranggapan bahwa
metode jarimatika perlu keahlian mengajar yang dapat memberikan suasana belajar
menjadi menyenangkan. Selain itu masyarakat beranggapan bahwa dengan
mengajarkan metode belajar yang tidak dipelajari anak disekolah akan membuat anak
menjadi bingung dan kesulitan.
25
Berdasarkan hasil wawancara bersama Septi Peni Wulandani selaku pencipta metode
jarimatika, mempelajari metode jarimatika selain membantu berhitung serta konsep
metode jarimatika yang memvisualkan proses berhitung lebih mudah dan tidak
membebani memori otak anak. Pada masa praoprasional anak sangat mudah menyerap
hal baru, sehingga ketika mereka kaya akan metode akan membuat anak bisa memilih
metode yang dianggapnya lebih mudah.
Terdapat kekurangan pada metode jarimatika yang dicetak pada buku jarimatika
penjumlahan dan pengurangan yaitu tidak semua orang tua dapat memberikan suasana
belajar yang menyenangkan seperti yang diajarkan pada buku tersebut, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang cara mengajar yang menyenangkan membuat proses
belajar menjadi lebih kaku dan tidak menyenangkan. Orang tua lebih memilih untuk
memasukan anaknya les atau memaksakan menggunakan metode yang diajarkan
disekolah.
II.3.1 Analisa
Untuk menghimpun data mengenai kesulitan anak belajar berhitung maka dilakukan
analisa kuisioner, untuk mendapatkan data yang lebih akurat kuisioner diberikan
kepada 70 orang dewasa. Dari pertanyaan apakah saat ini anak-anak mengalami
kesulitan dalam belajar berhitung, 63% mengatakan kesulitan dan 47% tidak kesulitan.
Dari pertanyaan apa penyebab kesulitan anak didapat 66% disebabkan kurang latihan,
24% kurang minat, 9% mengatakan cara belajar dan yang lainya. Dari pertanyaan
seberapa sering orang tua mendampingi anak belajar di rumah, didapat data
diantaranya 61% mengatakan kadang-kadang, 37% selalu, dan 1% tidak pernah. Dapat
disimpulkan bahwa kesulitan anak dalam belajar berhitung yaitu kurangnya latihan
serta pendampingan orang tua disaat belajar.
Selain itu untuk menghimpun data mengenai pengetahuan masyarakat terhadap metode
jarimatika maka dilakukan analisa kembali melalui kuisioner. Didapati data melalui
pertanyaan seberapa mengatahui mengenai metode jarimatika, 67% mengetahui dan
26
43% tidak mengetahui. Pada dasarnya masyarakat sebagian besar telah mengetahui
tentang metode jarimatika yang berupa sebuah metode belajar menggunakan bantuan
jari-jari tangan sebagai media bantu berhitung. Dari 67% masyarakat yang mengetahui
informasi metode jarimatika di antaranya dari buku, mulut ke mulut, internet serta,
tempat les. Berikut ini merupakan gambar persentase mengenai informasi metode
jarimatika yang dihasilkan dari kuisioner :
Gambar II.8 Informasi Jarimatika Sumber : Dokumen Pribadi (2019)
Dari data tersebut kembali dianalisis lebih mendalam melalui pertanyaan mengenai
penguasaan metode jarimatika, didapat bahwa 2% pernah menguasai dan 98% tidak
menguasai. Dari pertanyaan apakah metode jarimatika dapat menjadi solusi anak
belajar berhitung, didapat bahwa 67% menjawab bisa, 9% tidak bisa dan 22% mungkin.
Dan dari pertanyaan apa yang menjadi kesulitan mempelajari metode jarimatika,
didapat 66% sulit mengajarkan pada anak, 32% sulit mengatur waktu, dan 2% tidak
menjawab. Maka jarimatika merupakan sebuah metode yang dapat menjadi solusi
kesulitan anak belajar berhitung, namun masih banyak masyarakat yang merasa
kesulitan dalam mengajarkan metode jarimatika pada anak.
9%
40%
23%
11%
17%
informasi jarimatika
internet
buku
tempat bible/ les
mulut kemulut
tidak mengisi
27
Metode jarimatika dalam proses belajar-mengajar diperlukan suasana serta keadaan
yang baik, kurangnya pengetahuan terhadap cara membuat suasana belajar yang
menyenangkan. Hal ini membuat anak menjadi tidak fokus pada pelajaran dan proses
belajar menjadi tidak efektif, hal tersebut membuat masyarakat terutama orang tua
lebih memilih untuk memasukan anak les atau bimbingan belajar.
II.4 Resume
Metode jarimatika tidak hanya sekedar membantu anak dalam proses berhitung, namun
metode jarimatika juga dapat memberikan pemahaman proses berhitung yang mudah.
Ditambah media yang mampu memvisualkan proses berhitung sehingga tidak terlalu
membebani memori otak anak. Mengajarkan anak metode jarimatika perlu adanya
antusias serta kemauan dari anak untuk belajar metode jarimatika, dengan proses
belajar yang menarik dan menyenangkan anak tentu akan antusias dan fokus dalam
mempelajari metode jarimatika.
Namun kurangnya pengetahuan masyarakat secara mendalam mengenai metode ini,
serta kesulitan dalam mengajarkannya kepada anak membuat masyarakat lebih
memilih untuk memberika pelajaran nonformal berupa les atau bimbingan belajar.
Padahal metode ini dapat dipelajari di rumah akan lebih ekonomis karena tidak
memerlukan alat, hanya menggunakan jari-jari tangan. Selain itu belajar metode ini,
pelajaran matematika yang sulit dapat menjadi lebih menyenangkan. Maka perlunya
sebuah informasi mengenai metode jarimatika serta media bantu mengajar metode
jarimatika bagi masyarakat terutama orang tua.
II.5 Solusi perancangan
Berdasarkan permasalahan yang telah diteliti maka solusi perancangan yang akan
dibuat berupa media informasi yang dapat memberikan pengarahan serta pengetahuan
mengenai cara mengajarkan metode jarimatika. Tujuannya masyarakat dapat
mengetahui serta mempermudah dalam mempelajari metode jarimatika, terutama bagi
orang tua yang ingin mengajarkan metode jarimatika pada anaknya. Dengan media
28
yang dapat menarik minat anak belajar dapat mempermudah orang tua dalam
mengajarkan metode jarimatika, selain itu beberapa ilustrasi serta warna yang ceria
memberikan suasana belajar yang menyenangkan.