bab ii landasan teori dan pengembangan hipotesis …thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-1-00005-ak bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1. Auditing
II.1.1. Pengertian Auditing
Auditing merupakan salah satu jenis jasa penjaminan (assurance service). Oleh
karena itu, sebelum sampai pada definisi auditing maka akan disampaikan terlebih
dahulu definisi dari assurance service. Definisi assurance service menurut AICPA
Special Committee on Assurance Service dalam Boynton, Johnson dan kell (2002)
mendefinisikan assurance service sebagai berikut, ”Jasa profesional independen yang
dapat meningkatkan kualitas informasi bagi para pengambil keputusan” (h.19).
Jasa penjaminan memiliki nilai karena pemberi jaminan bersifat independen dan
tidak bias dengan informasi yang diperiksanya.Messier (2006) mendefinisikan:
”Assurance service are independent profesional service that improve the quality
of information, or its context, for decision makers” (p.14). Kebutuhan akan penjamin
bukanlah hal yang baru. Kantor – kantor akuntan publik telah puluhan tahun
menyediakan barbagai macam jasa penjamin.
Definisi auditing menurut American Accounting Association (AAA) dalam
Messier (2006) mendefinisikan pengauditan (auditing), “a systematic process of
objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic
actions and events to ascertain the degree of correspondence between those
assertions and established criteria and communicating the results to the interested
users” (p.13).
12
Definisi di atas dapat diartikan bahwa auditing adalah suatu proses sistematik
untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang
tindakan - tindakan dan kejadian - kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan
tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Agoes (2004) definisi auditing, “Suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan - catatan pembukuan
dan bukti - bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat meberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h.1)
Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003) melihat audit
dari pelaksana yang digambarkan sebagai pihak yang kompeten dan independen. Mereka
mengungkapkan, “Auditing adalah proses pengumpulan data dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria – kriteria yang ditetapkan.
Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independent dan kompeten.” (h.1)
Dari berbagai definisi yang telah disampaikan terdapat dua hal yang mendasar
berkaitan dengan auditing, yaitu kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang
ditetapkan dan pengumpulan atau perolehan dan pengevaluasian bukti.
Untuk melaksanakan pemeriksaan (auditing), diperlukan informasi yang dapat
diverifikasi dan sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman
pengevaluasian bukti tersebut. Proses penentuan jumlah bukti yang diperlukan dan
13
penilaian kelayakan informasi sesuai dengan kriteria merupakan bagian penting dari
auditing.
Berdasarkan beberapa definisi auditing di atas maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa auditing atau pemeriksaan merupakan suatu proses yang dilakukan
secara sistematis oleh orang yang kompeten dan independen untuk meningkatkan
kualitas informasi dengan cara memperoleh dan mengevaluasi bukti - bukti sehubungan
dengan asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi suatu entitas dan membandingkan hal
atau fakta tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan.
II.1.2. Jenis-Jenis Audit
Dalam buku Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003),
Jenis audit ditinjau dari objek yang diaudit, dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu
audit laporan keuangan (financial statement audit), audit ketaatan (complience audit),
dan audit operasional (operational audit).
a) Audit Laporan Keuangan
Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi
telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dimuat dalam pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK). Pada tanggal 7 September 1994 Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) telah mengesahkan berlakunya Kerangka Dasar Penyusunan dan
Pelaporan Keuangan dan PSAK no. 1 sampai dengan no. 35 yang berlaku efektif sejak 1
14
Januari 1995. Kerangka dasar dan PSAK-PSAK ini dikondisikan dalam buku Standar
Akuntansi Keuangan. Audit ini dilakukan oleh auditor independen.
b) Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari metode
operasi suatu organisasi untuk menilai efesiensi dan efektifitasnya. Umumnya, pada
saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada
menejemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan.
c) Audit Ketaatan
Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah audit (klien) telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki
otoritas lebih tinggi. (h.4).
II.1.3. Standar Auditing
Berdasarkan SPAP, audit yang dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas
jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu
professional, auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.
Menurut Mulyadi (2001), AP merupakan salah satu profesi yang memiliki
standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tuntutan untuk
bersikap profesionalisme dalam menjalankan profesinya harus diterapkan sesuai dengan
yang tercantum dalam standard auditing yaitu:
(I) Standard umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
15
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
(II) Standard Pekerjaan Lapangan
a. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang harus dilakukan.
b. Pekerjaan harus direncanakan sebaik - baiknya dan jika digunakan assisten
harus disupervisi dengan semestinya.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
(III) Standard Pelaporan
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip
akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian
16
tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan
maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor
dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat
tanggung jawab yang dipikulnya. (h.15)
II.1.4. Jenis-Jenis Auditor
Dalam Boynton dan Johnson (2002), secara garis besar terdapat tiga jenis
auditor, yaitu auditor pemerintah, auditor intern, dan auditor independen atau AP.
a) Auditor Independen
Auditor independent di Amerika Serikat biasanya adalah CPA yang bertindak
sebagai praktisi perorangan atau anggota KAP yang memberikan jasa auditing
professional kepada klien.
b) Auditor Internal
Auditor intern adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini
melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independent, yang dinamakan audit
internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi.
c) Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah dipekerjakan oleh berbagai kantor pemerintah di tingkat
federal, negara bagian, dan local di AS. Pada tingkat federal, terdapat tiga kantor utama,
yaitu the General Accounting Office (GAO), Interal Revenue Service (IRS), dan
Defence Contract Audit Agency (DCAA). (h.8).
17
Sedangkan di Indonesia auditor pemerintah terdiri dari dua, yaitu auditor
eksternal yang ditangani oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan auditor internal
yang disebut juga dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP).
II.2. Kantor Akuntan Publik
II.2.1. Pengertian Kantor Akuntan Publik
Pemeriksaan sebagai salah satu jenis assurances service pada umumnya,
terutama pemeriksaan independen yang dilakukan oleh seorang auditor independen atau
biasa disebut dengan AP yang merupakan suatu profesi yang memang memiliki
kompetensi untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Mulyadi (2001) menyatakan, Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
423/KMK.06/2002 Tentang Jasa AP, Akuntan didefinisikan sebagai seseorang yang
berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan AP adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari
Menteri untuk memberikan jasa pemeriksaan. Menurut SK. Menkeu
No.43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 sebagaimana diubah dengan SK.
Menkeu No.470/ KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999, KAP adalah lembaga yang
memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi AP dalam menjalankan
pekerjaannya. (h.25)
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa KAP merupakan tempat penyediaan
jasa oleh profesi AP bagi masyarakat. Sedangkan AP adalah akuntan yang berpraktik
dalam KAP yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam SPAP, dan auditor
independen adalah AP yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangn
historis, yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam
18
SPAP.
Dalam melakukan jasanya, AP harus berada dalam suatu badan hukum yang
biasa disebut KAP. AP dapat bertindak baik sebagai partner maupun sebagai pegawai
pemeriksa dalam KAP tersebut dan KAP dapat berbentuk KAP perseorangan, yang
terdiri dari seorang partner, maupun KAP persekutuan, yang terdiri dari beberapa
partner.
Struktur hirarki personal dalam KAP sangat beragam tergantung pada
manajemen KAP tersebut. Akan tetapi pada dasarnya setiap kantor AP mempunyai pola
dasar struktur yang sama walaupun seringkali berbeda dalam istilah yang digunakan.
Mulyadi (2001)menyatakan bahwa, pola umum dari struktur hirarki personal
dalam KAP adalah sebagai berikut:
a) Patner, menduduki jabatan tertinggi dalam penugasan audit; bertanggung jawab
atas hubungan dengan klien; bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai
auditing. Patner menandatangani laporan audit dan management lettrt, dan
bertanggung jawab terhadap penagihan fee audit dari klien.
b) Manejer, bertindak sebagai pengawas audit; bertugas untuk membantu auditor
senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit; mereview kertas
kerja, laporan audit dan menegement letter. Biasanya manajer melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior.
c) Auditor senior, bertugas untuk melaksanakan audit; bertanggung jawab untuk
mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana; bertugas
untuk mengarahkan dan mereview pekerjaan auditor junior.
d) Auditor Junior, melaksanakan prosedur audit secara rinci; membuat kertas kerja
untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. (h.31)
19
II.2.2. Jasa - Jasa Yang Ditawarkan Kantor Akuntan Publik
Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003), KAP
menyediakan berbagai macam jasa yang berkaitan dengan akuntansi dan pemeriksaan.
Selain jasa pemeriksaan independen terhadap laporan keuangan klien yang merupakan
jasa utama, KAP juga menyediakan jasa atestasi dan assurance. KAP secara
berkesinambungan terus mengembangkan produk - produk dan jasa - jasa baru,
termasuk pula spesialisasi dalam perencanaan keuangan dan penilaian bisnis. Berikut
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh KAP secara umum, yaitu:
a) Jasa Akuntansi dan Pembukuan
Kebanyakan klien kecil dengan staf akuntansi yang terbatas menyerahkan
pembuatan laporan keuangannya kepada KAP. Sebagian dari klien kecil tersebut
bahkan tidak mempunyai cukup karyawan untuk mengerjakan buku besar dan ayat
jurnalnya. Selanjutnya, KAP melaksanakan serangkaian jasa akuntansi dan
pembukuan untuk memenuhi kebutuhan dari para kliennya.
b) Jasa Perpajakan
KAP menyusun surat pemberitahuan pajak (SPT) pajak penghasilan dari perusahaan
dan perseorangan, baik yang merupakan klien audit maupun bukan. Disamping itu,
KAP juga memberikan jasa yang berhubungan dengan pajak pertambahan nilai,
pajak penjualan barang mewah, perencanaan perpajakan, dan jasa perpajakan
lainnya. Jasa perpajakan saat ini dilaksanakan oleh hampir semua KAP, dan pada
banyak KAP kecil jasa perpajakan memegang peranan yang lebih penting daripada
jasa audit.
c) Jasa Konsultasi Manajemen
Sebagian besar Kantor Akunta Publik memberikan jasa tertentu yang membuat
20
kliennya dapat meningkatkan efektifitas operasinya. Jasa yang ditawarkan beragam,
mulai dari pemberian saran - saran sederhana guna meningkatkan sistem akuntasi
klien hingga saran dalam strategi pemasaran, instalasi komputer, dan konsultasi
manfaat aktuaria. (h.12)
II.3. Kualitas Audit
Christiawan (2002), kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan
independensi. (h.5)
Kemudian Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas untuk
menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas
melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. (p.462)
Widagdo (2002) dalam Christiawan, terdapat 7 kualitas audit yang berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu (1) atribut pengalaman melakukan audit, (2)
atribut memahami industri klien, (3) atribut responsif terhadap kebutuhan klien, (4)
atribut pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit, (5) atribut komitmen kuat
terhadap kualitas audit, (6) attribut keterlibatan pimpinan audit terhadap pemeriksaan
dan (7) attribut melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat. (h. 13)
Dengan kata lain kualitas audit merupakan suatu rangkain hasil audit dari kinerja
auditor yang memiliki sistem pendidikan, pengalaman dan pelatihan yang memadai serta
independensi.
II.4. Pengembangan Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian.
Terdapat tiga variabel independen yang biasa disebut dengan variabel bebas yang
21
tercakup dalam unsur - unsur kompetensi dan satu variabel dependen atau dikenal
dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian kali ini. Variabel Independen
terdiri dari: (1) Pendidikan yang disingkat menjadi (PDK), (2) Pengalaman yang
disingkat menjadi (PGL), (3) Pelatihan yang disingkat menjadi (PLT), (4) Independensi
(IDP). Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas audit yang
disingkat menjadi (KA).
II.4.1. Unsur - unsur Kompetensi
Ruky (2003) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok konsultan
Hay & Mac Ber bahwa kompetensi adalah “an underlying characteristic of an
individual that is casually related to criterion – referenced effective and/or superior
performance in a job or situation.” (p.104).
Sedangkan menurut Munawir (1995), “Kompetensi seorang auditor ditentukan
oleh tiga faktor sebagai berikut: Pendidikan formal tingkat universitas, pelatihan teknis
dan pengalaman dalam bidang auditing, dan pendidikan profesional yang
berkelanjutan”. (h.32)
Sementara itu, dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa kompetensi adalah
kemampuan dan karak-teristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara
professional, efektif, dan efisien.
Kompetensi dipengaruhi sifat individu yang secara erat berhubungan dengan
pencapaian efektifitas atau kinerja maksimal dalam kerja. Kompetensi dapat dilihat dari
22
beberapa sifat individu yang dapat diukur atau dihitung sehingga menjadi pembeda
antara kemampuan rata - rata, di bawah rata-rata, atau di atas rata - rata. Sifat individu
yang mempengaruhi kompetensi seseorang antara lain meliputi, komponen - komponen
atau karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi menurut Spencer & Spencer
(1993) adalah:
1) Motives, yaitu konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau
dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif
tingkah laku seperti me-ngendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih
untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu.
2) Traits, yaitu karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi
atau situasi tertentu.
3) Self Concept, yaitu sikap, nilai, atau imaginasi seseorang.
4) Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen kompetensi
ini sangat kompleks. Nilai dari knowledge test, sering gagal untuk memprediksi
kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan
sesungguhnya yang diperlakukan dalam pekerjaan.
5) Skills, yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas - tugas fisik atau mental
tertentu. (h.11)
Profesi auditor atau AP berhubungan erat dengan kemampuan atau kompetensi
individu yang bersangkutan untuk bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan auditing. Jadi bisa disimpulkan bahwa unsur - unsur kompetensi secara
umum terdiri dari Pengetahuan, Keahlian, Pengalaman, Keterampilan, Pelatihan, dan
Pendidikan profesional yang berkelanjutan.
23
Dari berbagai sumber yang mengungkapkan komponen atau unsur - unsur dari
kompetensi, penulis merangkum dan menyederhanakan unsur - unsur kompetensi
menjadi empat unsur, yang terdiri dari:
II.4.1.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga bagi masyarakat untuk memperoleh
pengetahuan dan wawasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan akademik dan
menumbuhkan sikap, kepercayaan, nilai, jiwa sosial, dan keterampilan yang menunjang
dalam kehidupan bermasyarakat.
Ruslan (2007), mengatakan salah satu tujuan pendidikan di negara Amerika
Serikat adalah untuk menyeimbangkan jurang kemakmuran sehingga setiap individu
mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan kebiasaannya.
Menurut Sihombing, Umberto, Ida dan Bambang (2003), tujuan pendidikan
negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan untuk mewujudkan masyarakat yang
demokratis, berkeahlian, berdaya saing, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin,
mandiri, menguasai pengetahuan dan teknologi, berahlak mulia, beriman, maju,
sejahtera, dan cinta tanah air. (h.2-3).
Tujuan pendidikan di negara Amerika Serikat lebih sederhana dibandingkan
dengan negara Indonesia, akan tetapi pendidikan di Amerika Serikat lebih maju dan
kualitas sumber daya manusianya lebih berkualitas dibandingkan dengan Indonesia. Hal
ini terjadi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah minimnya fasilitas atau
sarana dan prasarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah di negara Indonesia.
24
Walaupun tingkat pendidikan di Indonesia belum sebaik Negara - negara maju
yang ada di dunia, tetapi dengan biaya pendidikan yang tercantum dalam RUU APBN
sebesar 20% dengan posisi di bawah sektor kesehatan dan ekonomi sudah membuktikan
bahwa pendidikan di negara Indonesia adalah hal yang sangat penting, hampir di seluruh
sektor dan bidang usaha menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama karena
umumnya pendidikan dianggap sebagai cerminan tingkat keahlian dan kualitas
seseorang.
Setiap profesi mempunyai identitas, pranata pengetahuan yang berbeda, kode
etik, dan karakteristik yang jelas. Menurut Holmes dalam Bajuri (1979) di samping
menguasai ilmu-ilmu yang disyaratkan untuk studi dengan titik berat akuntansi, seorang
AP atau auditor yang benar-benar berpendidikan harus dapat menguasai bahasa inggris,
ilmu statistik, ilmu perilaku, ilmu ekonomi, keuangan, manajemen, produksi, pemasaran,
hukum dagang, dan auditing. (h.48)
Hampir semua KAP yang besar hanya bersedia menerima sumber daya manusia
yang berpendidikan tinggi, minimal sarjana ekonomi (S1). Sehingga auditor dituntut
untuk memiliki pendidikan minimal sarjana ekonomi agar dapat diterima bergabung
baik di perusahaan maupun di KAP, bahkan banyak auditor yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dari S1 guna meningkatkan kualitas dan kemampuannya
untuk mencapai karir dan kedudukan yang lebih baik.
Pengauditan memang pekerjaan profesional dan oleh karenanya pengajaran dapat
diarahkan dengan tepat agar dapat menghasilkan para auditor yang memiliki sikap
profesionalisme sehingga dapat menjalankan pekerjaan audit secara profesional dan
menghasilkan kualitas audit yang bermutu.
25
Menurut Suwardjono (1992), Pengembangan pendidikan akademis yang dimiliki
oleh auditor sangat diperlukan, sehingga para auditor yang secara teoritis telah
mempelajari pengauditan tidak tergelincir menjadi pragmatis akan tetapi akan menjadi
lebih profesionalisme karena mendapatkan masukan yang lebih besar mengenai
profesionalisme dari pendidikan profesional yang merupakan pengembangan pendidikan
akademik. (h.167).
Dengan demikian hipotesis pertama penelitian ini adalah (dinyatakan dalam hipotesis
alternatif):
H1: Pendidikan memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit
II.4.1.2. Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu hal yang telah terjadi yang dapat dijadikan
pembelajaran untuk menghadapi kejadian yang serupa dengan kejadian lalu di waktu
berikutnya. Tenaga kerja yang berpengalaman, ternyata memberikan angka kemampuan
kerja rata - rata yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja yang berpengalaman.
Pengalaman kerja yang diperoleh tidak hanya memberikan tambahan pengetahuan dan
keterampilan kerja saja, tetapi juga dapat memberikan pengalaman yang bersifat efektif
misalnya disiplin, kerja sama, tanggung jawab, dan penyesuaian terhadap kondisi
pekerjaan. Apabila pekerjaan yang pernah dilaksanakan dan yang sedang dihadapi sama,
berarti unsur - unsur pengalaman yang telah dimiliki dapat sepenuhnya digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan barunya. Dengan demikian semakin mirip jenis pekerjaan
berarti semakin tinggi tingkat relevansinya, dan dapat mengerjakan pekerjaan tersebut
dengan baik.
26
Kenyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pengalaman kerja merupakan
hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam penerimaan sumber daya manusia yang
siap pakai, karena dengan pengalaman kerja diharapkan kemampuan sumber daya
manusia dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan benar, dan dengan pengalaman
kerja diharapkan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Untuk jenis pekerjaan tertentu, pekerjaan yang memerlukan keterampilan,
pengalaman kerja sangat berperan, karena pengalaman yang berulang-ulang atau banyak
akan menjadikan kebiasaan dan secara otomatis dapat mengerjakan tugas yang
merupakan kewajibannya dengan baik dan benar.
Thorne dan Machry (2000) mengemukakan: “……… the more experiences you
become and the better you get to know your self, the more clearly you are able to define
where your real talent and ability lies”. (p.28).
Semakin banyak menimba pengalaman dan semakin baik mengenal diri, maka
semakin mudah mengetahui posisi yang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang
dimiliki. Untuk mengetahui posisi yang tepat, perlu dilakukan eksplorasi kemampuan
diri secara cermat sehingga seluruh potensi yang dimiliki dapat berguna secara optimal.
Hall (1998), mendeskripsikan pengalaman dapat memberikan landasan yang
memungkinkan membangun dan memulai menyiapkan kemampuan untuk tugas yang
akan dating. Pengalaman yang dimplementasikan secara baik dapat menghasilkan
karyawan yang unggul. Nilai dan keahlian yang diperoleh melalui pengalaman dapat
mempengaruhi pelaksanaan tugas karyawan. (h.25)
Pengalaman kerja bagi seorang auditor dapat tercermin dari prestasi atau hasil
pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik. Periode atau lamanya bekerja seorang AP
tidak menjamin kualitas atau prestasi kerja yang baik, pengalaman yang dapat dijadikan
27
sebagai cerminan atau pedoman untuk menghasilkan prestasi yang lebih baik lagi adalah
jumlah tugas yang dilaksanakan dan frekuensi pemberian jasa kepada klien oleh seorang
AP.
Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting
dalam memprediksi kinerja AP, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu
persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi AP (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997).
Dengan demikian hipotesis kedua penelitian adalah (dinyatakan dalam hipotesis
alternatif):
H2: Pengalaman memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit
II.4.1.3. Pelatihan
Peningkatan kompetensi sangat penting bagi organisasi untuk meningkatkan
kualitas dan eksistensi. Pemanfaatan peluang atau sumber daya merupakan salah satu
penunjang siklus organisasi, oleh karena itu perlu pengelolaan sumber daya manusia
secara terpadu untuk mencapai tingkat kompetensi yang ditetapkan atau disyaratkan agar
keberhasilan organisasi dapat tercapai. Sebagai langkah awal adalah organisasi
mengukur kemampuan dan kelemahan anggotanya atau sumber daya manusianya untuk
kemudian merencanakan pelatihan yang sesuai agar kelemahannya dapat dikurangi
bahkan dihilangkan.
Pelatihan adalah pengetahuan atau wawasan yang diperoleh dari luar lingkungan
pendidikan akademis. Pelatihan ditujukan pada peningkatan kemampuan sehingga
pelatihan dilaksanakan dengan efektif, dan efisien untuk mencapai hasil yang
membanggakan.
28
Untuk kepentingan organisasi, pengembangan kompetensi harus menghasilkan
perbaikan kinerja sehingga meningkatkan daya saing dan efisiensi. Pengembangan
sumber daya manusia merupakan kegiatan pembelajaran teroganisir yang bertujuan
memperbaiki kinerja dan menumbuhkan kompetensi personilnya dengan tujuan
memperbaiki kinerja individu dan organisasi.
Tujuan dari pelatihan adalah untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri
dalam menghadapi pekerjaan. Pelatihan dapat dikatakan sebagai pengetahuan tambahan
yang menunjang dalam menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik. Jadi, dapat
dikatakan pelatihan merupakan suatu investasi di masa datang guna mencapai hasil yang
lebih baik.
Pelatihan di kalangan profesi AP sudah tidak asing lagi karena untuk
meningkatkan keterampilan sebagai AP, pelatihan merupakan alternatif yang banyak
dipilih dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan akademis dengan tujuan
mengembangkan keterampilan yang sama.
Sedangkan pendidikan mempunyai arti yang lebih luas dari Pelatihan (trianing).
Pendidikan menyangkut aspek keterampilan dalam bidang pengetahuan dan
pembentukan kepribadian, pengembangan wawasan dan daya nalar, dan etika sosial.
Sedangkan pelatihan pada umumnya hanya menyangkut aspek keterampilan.
Menurut Suwardjono, (1992) mengungkapkan bahwa pendidikan yang diperoleh
auditor di bangku kuliah yang menerima teori dengan rumus if-then tidaklah cukup
untuk bekal auditor untuk mengembangkan karirnya, kerangka konseptual dan
penalarannya harus dimiliki seorang auditor agar sikap kreatif dan inovatif dapat ikut
berkembang hal ini dapat dicapai dengan melakukan praktek langsung dan
29
mengembangkan keterampilan atau kemampuan yang dimiliki auditor yang dapat
diperoleh dari pelatihan. (h.268)
Dengan demikian hipotesis ketiga penelitian adalah (dinyatakan dalam hipotesis
alternatif):
H3: Pelatihan memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit
II.4.1.4. Independensi
Mautz dan Sharaf (1993), independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B.
Wilcox adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan
independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka
opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (h.246).
Persyaratan bagi independensi auditor yang diatur dalam Sarbanes-Oxley Act
diantaranya: menghindari beberapa aktivitas yang dilarang, semua jasa audit harus telah
disetujui oleh komite audit, adanya rotasi dari partner yang melakukan audit,
menghindari konflik kepentingan, dan penelaahan oleh Comptroller General terhadap
dampak potensial dari rotasi yang telah diwajibkan.
(http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/sarbanes.pdf, diakses tanggal 18 november
2008)
Selain memenuhi standar auditing yang ditetapkan, auditor juga harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
30
profesionalnya seperti yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kode
etik IAI yang memuat prinsip etika profesi.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI adalah sebagai berikut (Mulyadi;
2001):
1. Pernyataan Etika Profesi No.1: Integritas, Obyektifitas dan independensi
2. Pernyataan Etika Profesi No.2: Kecakapan Profesional
3. Pernyataan Etika Profesi No.3: Pengungkapan Informasi rahasia klien
4. Pernyataan Etika Profesi No.4: Iklan bagi Kantor Akuntan Publik
5. Pernyataan Etika Profesi No.5: Komunikasi antar Akuntan Publik
6. Pernyataan Etika Profesi No.6: Perpindahan staf/patner dari satu kantor
akuntan ke kantor akuntan lain. (h.59)
Boyton (2002), independensi auditor diterangkan dalam prinsip - prinsip kode
etik AICPA yang terdiri dari tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, objektivitas
da independensi, kecermatan atau keseksamaan, lingkup dan sifat jasa.
Objektitivitas adalah suatu sikap mental. Objektivitas berarti tidak memihak dan
tidak berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. Kepatuhan pada
prinsip ini akan meningkat bila para anggota menjauhkan diri dari keadaan yang akan
menimbulkan pertentangan kepentingan, karena akan melemahkan objektivitas anggota
dalam pelaksanaan audit terhadap klien. Sedangkan independensi seorang aditor akan
menjadikan pemberian pendapat yang menjadi kurang bernilai bagi mereka yang
mengandalkan laporan audit apabila auditor tersebut mempunyai kepentingan keuangan
atau hubungan usaha dengan klien. Sehingga para anggota yang berpraktik sebagai AP,
harus senantiasa menilai hubungannya dengan klien agar tidak melemahkan
independensinya. (h.101-103).
31
Dengan begitu kualitas audit yang dihasilkanpun bukan tidak mungkin menjadi
berpengaruh. Oleh karena itu, hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah (dinyatakan
dalam hipotesis alternatif):
H4: Independensi berpengaruh secara positif terhadap kualitas audit