bab ii landasan teori a. budaya membaca 1. membaca
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Budaya Membaca
1. Membaca
Membaca sendiri berasal dari kata dasar baca, yaitu memahami tulisan.
Membaca merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Tanpa membaca, manusia dapat dikatakan tidak dapat hidup
dizaman sekarang ini karena hidup manusia sangat bergantung pada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya (Olivia Femi, 2008:3).
Membaca adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki anak sedini mungkin,
anak diajak membaca berarti kita telah membekali keterampilan yang sangat
berguna (Sumarti dan M, Thahir, 2002:109). Karena dengan membaca anak
mendapatkan ilmu pengetahuan. Sedangkan Rahim (2008:166) berpendapat
“Membacaا padaا hakikatnyaا adalahا suatu kegiatan yang rumit yang melibatkan
banyak hal, tidak hanya sekedar menghafal tulisan, tetapi juga melibatkan
aktivitasاvisual,اpsikolinguistik,اdanاmetakognitif”.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan salah satu proses untuk memahami tulisan yang bertujuan untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin. Karenanya membaca perlu
dilakukan sejak usia dini untuk mengembangkan pengetahuan, dengan membaca
akan mendapatkan banyak informasi.
2. Budaya Membaca
Program literasi berkontribusi dalam meningkatkan prestasi peserta didik.
Upaya dalam mensukseskan Gerakan Literasi Sekolah salah satunya dengan
budaya membaca. Program budaya membaca merupakan suatu program yang
dirancang agar siswa saat membaca tidak hanya mahir membaca, akan tetapi
siswa dapat memahami isi bacaan. Hal ini sesuai dengan pengertian dari program
yaitu serangkaian kegiatan yang dirancang/ direncanakan oleh suatu organisasi,
10
yang dalam pelaksanaannya berlangsung melalui proses berkesinambungan.
(Wirawan, 2011: 17)
Pengertian budaya membaca sendiri adalah suatu sikap dan tindakan
membacam yang sudah menjadi bagian yang melekat dan mengikat dalam
kehidupan sehari-hari seseorang sehingga membaca dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan. Program budaya membaca diharapkan dapat membuat para guru
dan siswa meningkatkan intensitas membaca, sehingga pengetahuan guru dan
siswa dapat meningkat.
B. Literasi
1. Pengertian Literasi
Literasi penguasaan sistem-sistem tulisan konvensi-konvensi yang
menyertainya. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi merupakan hak
setiap orang dan merupakan dasar untuk sepanjang hayat. Kegiatan literasi
merupakan aktivitas membaca dan menulis yang terkait dengan pengetahuan
membaca dan menulis terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya (Rahayu,
2016:18).
Literasi berasal dari Bahasa Latin yaitu littera dan memiliki arti huruf dan
mencakup penguasaan sistem tulisan dan konvensi yang ada didalamnya. Kern
(2000:68) menyatakan bahwa literasi merupakan pemanfaatan praktik dalam
situasi sosial, dan histori, serta kebudayaan sehingga dapat menciptakan dan
menginterprestasikan makna dengan menggunakan teks. Literasi membutuhkan
sebuah kepekaan mengenai hubungan antara konteks penggunaan dengan
konvensi tekstual serta kemampuan dalam berefleksi secara kritis mengenai
hubungan-hubungan tersebut. Literasi juga bermaksud peka terhadap maksud dan
tujuan sehingga tidak bersifat statis melainkan dinamis dan dapat bervariasi.
Literasi membutuhkan berbagai kemampuan diantaranya kognitif, pengetahuan
tentang genre, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, serta wawasan budaya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut bisa disimpulkan, literasi itu membutuhkan
banyak kempuan. Pengetahuan genre merupakan pengetahuan mengenai jenis-
11
jenis teks yang berlaku atau digunakan untuk komunitas wacana, seperti halnya
teks naratif, deskripsi, eksposisi, dan lain-lain.
2. Macam-macam Literasi
Literasi berkaitan erat dengan kapasitas peserta didik dalam menerapkan
pengetahuan, mempunyai keterampilam terhadap mata pelajaran kunci dan
mempertimbangkan, menganalisa, serta berkomunikasi dengan efektif
sebagaimana peserta didik identifikasi, tafsirkan, dan penyelesaian permasalahan
dalam beragam permasalahan yang ditemui. Menurut Clay (2001:11-15)
menjelaskan bahwasannya “Literasi terdiri dari literasi dini, dasar, perpustakaan,
media, teknologi, dan visual. Literasi dini di Indonesia merupakan dasar untuk
memulai berliterasi menuju tahap selanjutnya”. Ada beberapa bagian literasi yang
dipaparkan lebih rinci dibawah ini:
a. Literasi Dini (Early Literacy)
Literasi dini merupakan keahlian yang dimilik sejak dini, seperi menyimak
bahasa secara lisan maupun berkomunikasi melalui ilustrasi yang terbentuk dari
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adanya pengalaman
peserta didik berkomunikasi menggunakan bahasa Ibu dapat membangun dasar
dari literasi itu sendiri. Dari penjelasan itu diperoleh kesimpulan berupa literasi
dini ternyata bisa membantu peningkatan pengetahuan serta kapabilitas dalam
berbahasa. Literasi juga mepermudah komunikasi anak usia dini secra lisan
maupun ilustrasi di lingkungan sekitarnya.
b. Literasi Dasar (Basic Literacy)
Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk berbicara, mendengarkan,
menulis, membaca, serta menghitung. Literasi dasar ini memiliki kemampuan
untuk berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, sertamenghitung yang
berkaitan dengan kemampuan menganalisa yang digunakan untuk
mempersepsikan informasi, menggambarkan, mengkomunikasikan informasi
berdasarkan pengambilan kesimpulan dan pemahaman.
12
c. Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
Literasi perpustakaan ini bertujuan membuat perpustakaan lebih maju,
menarik serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti meningkatkan
fasilitas, memperhatikan materi pembelajaran, dan kepasitas pelayanannya.
Literasi masyarakat merupakan pendukung secara efektif perkembangan budaya
belajar. Seharusnya perpustakaan bisa berguna sebagaimana pusat pembelajaran,
serta dapat menjadi agen perubahan bagi masyarakat.
d. Literasi Media (Media Literacy)
Literasi media ini memiliki kemampuan untuk mengetahui berbagai media
yang berbeda, contohnya media elektronik, media cetak, media digital, maupun
mengetahui apa tujuan dalam pemanfaatan teknologi. Menggunakan media literasi
ini masyarakat mampu mengembangkan intelektual mereka dengan aktif mencari
informasi yang dibutuhkan berdasarkan referensi yang sudah ada, sehingga
informasi tersebut dapat menjawab kebutuhan yang dicari.
e. Literasi Visual (Visual Literacy)
Literasi visual merupakan suatu interpretasi lebih lanjut diantara literasi
teknologi dengan literasi media, yang menggunakan materi visual dan audiovisual
dengan bermartabat serta kritis. Menafsirkan mengenai materi-materi visual
dimana banyak ditemui di kehidupan sehari-hari, bisa berupa cetak, audiovisual
dari tv maupun dari internet harus dikelola dengan bijak. Karena didalamnya
mengandung beragam unsur yang berpotensi memanipulasi serta hiburan
berlebihan dimana hal itu harus disaring berdasarkan norma dan peraturan yang
berlaku.
f. Literasi Teknologi (Technology Literacy)
Literasi teknologi merupakan salah satu keahlian dalam menguasai berbagai
hal yang berhubungan dengan teknologi yang ada mulai dari perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), dan juga cara menggunakan teknologi
secara bijaksana. Selain menguasai beberapa hal tersebut, ada beberapa keahlian
yang perlu dikuasai juga diantaranya bagaimana memaparkan suatu materi dengan
memanfaatkan teknologi yang ada, mengakses berbagai pengetahuan dari internet
13
serta mengubah materi dari bentuk digital menjadi bentuk cetak. Pada kenyataan
di kehidupan sehari-hari, penguasaan mengenai komputer (Computer Literacy)
didalamnya berisi bagaimana cara menyalakan dan mematikan komputer secara
baik dan benar, bagaimana cara menyimpan serta mengelola penyimpanan data
serta menjalankan perangkat lunak didalam komputer tersebut dengan baik dan
benar. Dengan begitu literasi teknologi bisa diartikan dengan keahlian yang berisi
ilmu pengetahuan, keahlian dalam berpikir secara kritis, serta pengambilan
keputusan dalam memanfaatkan teknologi secara efektif dan efisien khususnya
dalam bidang pendidikan.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komponen dari literasi
berbeda dan bervariasi dari setiap komponenya. Seperti literasi media, peseta
didik diharus memiliki keahlian dalam memahami berbagi jenis media yang
bervariasi. Sementara literasi visual lebih menghendaki penguasaan dengan lebih
lanjut diantara literasi teknologi dengan literasi media. Fakta tersebut
menunjukkan bahwasannya “literasi”ا bukanا halا yangا selaluا membacaا dan
menulis saja.
Untuk menanamkan budaya literat kepada peserta didik sangat dipengaruhi
dengan peran sekolah. Karenanya pada setiap sekolah harus ada dukungan penuh
terhadap pengembangan literasi. Membaca nyaring dan membaca dalam hati
merupakan salah satu program membaca dari kerangka besar untuk membangun
budaya membaca di sekolah. Sekolah dapat mendukung keberhasilan peserta
didik salah satunya dengan cara budaya literasi yang tinggi. Agar sekolah menjadi
garis terdepan dalam pengembangan budaya literasi.
Gerakan literasi sendiri di Indonesia mulai diperkenalkan tahun 2014,
kemudian beberapa daerah mulai untukا mendeklarasikanا sebagaiا “Kabupatenا
Literasi”. Gerakan literasi diprakarsai oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang
merupakan organisasi profesi guru yang bergerak meningkatkan profesionalisme
guru. Gerakan literasi oleh IGI bertujuan menjadikan siswa dan guruا “melek”ا
dalam membaca dan menulis.
14
C. Gerakan Literasi Sekolah
1. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
Gerakan literasi sendiri merupakan program yang dibuat oleh pemerintah
dengan berbagai alasan sebagi berikut: keterampilan membaca yang dimiliki
peserta didik, Indonesia menempati peringkat bawah, tuntutan keterampilan
membaca diabad 21 yaitu memiliki kemampuan memahami informasi secara
kritis, analitis, dan reflektif. Kemudian alasan selanjutnya yaitu pembelajaran
yang ada di sekolah belum mampu mengajarkan kompetensi abad 21. Terakhir
kebiasaan membaca di sekolah perlu lebih ditingkatkan dengan pembiasaan
membaca di keluarga dan masyarakat.
Gerakan literasi meupakan sebuah upaya yang harus dilakukan oleh sekolah
sebagai pembelajaran yag seluruh warganya literat sepanjang hayat melalui
pelibatan publik. Dari pengertian tersebut, bahwa pembiasaan literasi di sekolah
membutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk mensukseskan lingkungan yang
literat di sekolah.
“Gerakan literasi sekolah adalah salah satu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah (peserta didik, kepala
sekolah, pendidik, tenaga kependidikan,pengawas sekolah, komite sekolah, orang
tua/wali murid), akademisi, penerbit, media masa, masyarakat (tokoh masyarakat
yang dapat mepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dan lain-lain), dan
pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud,
2016:15).
Mengutip dari peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 23 tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, salah satunya mengenai “kegiatan
membaca buku non pembelajaran selama 15 menit sebelum pembelajaran
dimulai”. Kegiatan ini merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan
keterampilan membaca pada diri peserta didik dan merangsang imajinasinya.
Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa geraka literasi sekolah
merupakan usaha atau upaya yang dilakukan sekolah untuk menjadikan organisasi
pembelajar yang warganya literat sepanjang hanyat melalui pelibatan publik
15
dengan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai membaca buku
nonpelajaran. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan minat baca peserta didik.
Gerakan literasi sekolah merupakan salah satu gerakan sosial yang memliki
dukungan kolaboratif dari berbagai elemen. Usaha yang dilakukan untuk dapat
mewujudkan pembiasaan membaca peserta didik. Kegiatan literasi peserta didik
adalah kegiatan yang harus dilakukan peserta didik selama proses berjalannya
gerakan literasi sekolah berlangsung. Gerakan literasi sekolah memiliki tujuan
umum yaitu menumbuhkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan pada gerakan literasi sekolah supaya
peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Gerakan Literasi Sekolah
Dengan adanya budaya literasi yang tinggi di sekolah peserta didik akan lebih
berhasil intelektualnya dan sebagai tenaga pendidik akan lebih semangat dalam
mengajar. Program membaca ini merupakan bagian kecil dari kerangka besar
untuk mewujudkan budaya literasi sekolah.
Menurut Yayuk et al (2018) berpendapat individu yang literat sains harus
dapat membuat keputusan yang lebih berdasar. Mereka harus dapat mengenali
bahwa sains dan teknologi adalah sumber solusi. Sebaliknya, mereka juga harus
dapat melihatnya sebagai sumber risiko, menghasilkan masalah baru yang hanya
dapat diselesaikan melalui penggunaan sains dan teknologi. Oleh karena itu,
individu harus mampu mempertimbangkan manfaat potensial dan risiko dari
penggunaan sains dan teknologi untuk diri sendiri dan masyarakat. Literasi sains
tidak hanya membutuhkan pengetahuan tentang konsep dan teori sains, tetapi juga
pengetahuan tentang prosedur umum dan praktik terkait dengan inkuiri saintifik
dan bagaimana memajukan sains itu sendiri. Untuk semua alasan tersebut, literasi
sains dianggap menjadi kompetensi kunci yang sangat penting untuk membangun
kesejahteraan manusia di masa sekarang dan masa depan.
Tahun 2016 Kemendikbud mengatakan “pada tujuan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan umun dan tujuan khusus.
Tujuan umumnya yaitu menumbuh kembangkan budi pekerti siswa melalui
16
pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka jadi pembelajar sepanjang
hayat. Sedangkan untuk tujuan khususya terdapat empat yaitu, (1)
menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah,
(2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literal, (3)
menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak,
agar warga sekolah mampu megelola pengetahuan, (4) menjaga keberlanjutan
pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadai berbagai
strategi membaca.”
Ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas, bahwa tujuan gerakan literasi
sekolah secara umum dan khusus adalah membuat lingkungan sekolah itu menjadi
lingkungan sepanjang hayat, dengan cara membudayaka kegiatan membaca
maupun menulis. Gerakan literasi sekolah yang terlihat mudah untuk diterapkan,
ternyata pelaksanaan di lapangan tidak mudah kelihatannya. Hal tersebut karena
disetiap sekolah memiliki kemapuan yang berbeda dalam mengakomodasi
penciptaan lingkungan sekolah yang literat.
3. Prinsip-Prinsip Gerakan Literasi Sekolah
Dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah tentunya mempunyai prinsip
yang sebagai dasar landasan. Menurut Kern (2000: 23) ada tujuh prinsip
pendidikan literasi, yaitu: (a) literasi melibatkan interpretasi, (b) literasi
melibatkan kolaborasi, (c) literasi melibatkan konvensi, (d) literasi melibatkan
pengetahuan kultural, (e) literasi melibatkan pemecahan masalah, (f) literasi
melibatkan refleksi diri, (g) dan literasi melibatkan penngunaan bahasa. Untuk
melaksanakan pendidikan literasi yang mencangkup interpretasi, kolaborasi,
konvensi, kultural, pemecahan masalah, refleksi diri serta penngunaan bahasa
sangat penting dimiliki oleh setiap peserta didik. Ada banyak cara untuk
mengajarkan pendidikan literasi pada peserta didik, salah satunya yakni dengan
Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Mempersiapkan pertimbangan kesiapan tiap sekolah sebelum membahas pada
tahapan pelaksanaan gerakan literasi sekolah. Supaya sekolah mampu menjadi
17
garis terdepan dalam pengembangan budaya literasi sekolah. Ada 3 tahapan dalam
gerakan literasi sekolah yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan, dan tahap
pembelajaran.
a. Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada Tahap Pembiasaan
Pada tahap pembiasaan ini bertujuan menumbuhkan minat terhadap bacaan
dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Pengembangan
kemampuan literasi pada peserta didik sangat dipengaruhi oleh penumbuhan
minat baca. Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di lingkungan
sekolah.ا “Pembiasaan ini bertujuan menumbuhkan minat terhadap bacaan dan
terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca
merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi lanjut”.
(Anderson, 2011:63).
a. Kecakapan literasi tahap pembiasaan
Tabel 2.1 Kecakapan Literasi Terhadap Pembiasaan
Sumber: Tabel Kecakapan pada tahapan pembiasaan (Utama, 2016:8)
18
b. Prinsip dan fokus pelaksanaan tahapan pembiasaan
Tabel 2.2 Fokus dan Prinsip Kegiatan Tahap Pembiasaan
Sumber: Tabel Kecakapan pada tahapan pembiasaan (Utama, 2016:9)
c. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pembiasaan meliputi:
1. Setiap hari membaca 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai,
dengan membaca buku nyaring (read aloud) atau semua earga sekolah
membaca dalam hati (sustained silent reading).
2. Membangun lingkungan yang ada disekolah sebagai tempat yang kaya akan
literasi, sepertihalnya: (1) menyiapkan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan
spot-spot baca yang nyaman; (2) mengembangkan sarana lain (UKS, kantin,
kebun sekolah); (3) penyedian koleksi teks cetak, visual, digital maupun
19
multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) membuat
bahan kaya teks ( print-rich materials).
b. Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada Tahap
Pengembangan
Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku
pengayaan. “Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan
kemampuan memehami bacaan dan mengkaitkan dengan pengalaman pribadi,
berpikir kritis, dan mengelola kemampuan komunikasi secara kreatif melalui
kegiatan menanggapi bacaan pengayaan” (Anderson, 2011:64).
Pengembangan lebih lanjut minat baca untuk kemampuan literasi tahap
berikutnya. Kegiatan literasi pada tahap ini diharapkan mampu mengembangkan
kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi,
berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif (verbal,
tulisan, visual, digital) melalui respons terhadap bacaan.
a. Kecakapan literasi tahap pengembangan
Tabel 2.3 Kecakapan Literasi pada Tahap Pengembangan
20
Sumber: Tabel Kecakapan pada tahap pembiasaan (Utama, 2016:29)
b. Prinsip dan fokus pelaksanaan tahapan pembiasaan
Table 2.4 Kegiatan Literasi pada Tahap Pengembangan
Sumber: Tabel Kecakapan pada tahap pembiasaan (Utama, 2016:31)
21
c. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pembiasaan meliputi:
1. Setiap hari membaca 15 menir sebulum kegiatan belajar mengajar dimulai
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati,
membaca bersama, dan/atau membaca terpadu diikuti kegiatan lain dengan
tagihan nonakademik, contoh: membuat peta cerita (story map),
menggunakan graphic organizers, bincang buku.
2. Mengembangkan lingkungan fisik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi
dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan
kegemaran terhadap pengetahuan dan berbagai kegiatan, antara lain: (1)
memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial,
dan semangat belajar siswa, penghargaan ini dapat dilakukan setiap upacara
bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (2) kegiatan-kegiatan akademik
lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah (belajar di kebun
sekolah, belajar di lingkungan luar, wisata perpustakaan kota/daerah dan
taman bacaan masyarakat, dll).
3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di perpustakaan
sekolah/perpustakaan kota/daerah atau tamanbacaan masyarakat atau sudut
baca kelas dengan berbagai kegiatan, anatara lain: (1) membacakan buku
dengan nyaring, membaca dalam hati membaca bersama (shared reading),
membaca terpadu (guided reading), menonton film pendek, dan/ atau
membaca teks visual/digital (materi dari internet); (2) siswa merespon teks
(cetak/visual/digital), fiksi dan nonfiksi, melalui beberapa kegiatan sederhana
seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan berbincang
tentang buku.
c. Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada tahap Pembelajaran
Meningkatkan kemampuan literasi pada semua mata pelajaran dengan
menggunakan strategi membaca di semua mata pelajaran dan pemanfaatan
buku pengayaan. Dalam tahap pembelajaran, semua mata pelajaran dilakukan
dengan merujuk pada keragaman teks (cetak/ visual/ digital) yang ada pada
buku-buku pengayaan. Guru diharapkan berperan secara kreatif dan proaktif
mencari referensi pembelajaran yang sesuai dan relevan serta mampu
22
mengurangi kebergantungan pada buku teks pelajaran dan Lembar Kerja
Siswa (LKS).
a. Kecakapan literasi pada tahap pembelajaran
Tabel 2.5 Kecakapan Literasi pada Tahap Pembelajaran
Sumber: Tabel Kecakapan pada tahap pembiasaan (Utama, 2016:58-60)
23
b. Fokus kegiatan pada tahap pembelajaran
Kegiatan yang dapat dilakukan di tahap pembelajaran antara lain
sebagai berikut.
1. Guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan
2. Kemampuan literasi peserta didik. Untuk mendukung hal ini, guru
dapat melakukan penelitian tindakan kelas.
3. Guru mengembangkan rencana pembelajaran sendiri dengan
memanfaatkan berbagai media dan bahan ajar.
4. Guru melaksanakan pembelajaran dengan memaksimalkan pemanfaatan
sarana dan prasarana literasi untuk memfasilitasi pembelajaran.
5. Guru menerapkan berbagai strategi membaca (membacakan buku
dengan nyaring, membaca terpandu, membaca bersama) untuk
meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.
c. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahapan pelaksanaan pembelajaran
meliputi:
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui
kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati,
membaca bersama, dan/ atau membaca terpadu diikuti kegiatan lain
dengan tagihan non-akademik dan akademik.
2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran disesuaikan dengan tagihan
akademik di kurikulum 2013.
3. Menerapkan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata
pelajaran (misalnya dengan menggunakan graphic organizers),
menggunakan lingkungan fisik, social, afektif, dan akademik disertai
beragam variasi bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang sarat akan
literasi di luar buku teks pelajaran dalam rangka memperkaya
pengetahuan dalam mata pelajaran.
Semua tahapan yang ada pada kegiatan gerakan literasi sekolah yaitu tahapan
pembiasaan, tahapan pengembangan, dan tahapan pembelajran, mempunyai
tujuannya sendiri-sendiri. Pada tahap pembiasaan ini tujuannya yaitu dapat
menumbuhkan minat peserta didik terhadap kegiatan membaca dan terhadap
bacaan. Berbeda dengan tahap pengembangan yang bertujuan untuk
24
mempertahankan minat terhadap keinginan membaca dan meningkatkan
kelancaran serta pemahaman peserta didik. sedangkan dalam tahapan
pembelajaran tujuannya adalah mempertahankan minat terhadap bacaan dan
terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kecakapan literasi peserta didik
melalui buku pengayaan.
D. Karakteristik Kelas Tinggi (IV dan V)
Peserta didik kelas di kelas tinggi (IV dan V) pada masa ini mereka sudah
memiliki tingkat kematangan untuk belajar, sudah siap menerima dialog yang
diberikan oleh sekolah. Sangat berbeda dengan masa pra-sekolah dengan usia
sekitar 8 tahun yang tekanan belajarnya lebih difokuskanاpadaا “bermain”,ا padaا
masa sekolah dasar penekanan lebih diarahkan kepada aspek intelektualitas.
Menurut Syamsudin, Abin (2001:13) ada beberapa karakteristik kelas tinggi,
yaitu:
1) Perkembangan Fisik Motorik
Pertumbuhan fisik yang dialami sudah beranjak dewasa dan diikuti juga
dengan perkembangan motorik yang sudah terkoordinasi dengan baik.
2) Perkembangan Intelektual
Anak pada usia sekolah dasar sudah dapat mereaksi terhadap rangsangan
intelektual atau dapat dikatakan sudah bisa menanggapi persoalan-persoalan yang
bersifat kognitif yang melibatkan proses berpikir.
3) Perkembangan Bahasa
Dalam komunikasi dengan orang lain, bahasa menjadi sarana yang sangat
penting. Dengan bahasa maksud yang akan disampaikan dapat diterima atau
dimengerti oleh lawan bicara dan juga mengenal dirinya, sesama, alam semesta,
ilmi pengetahuan, nilai moral dan agama.
4) Perkembangan Emosi
Anak pada usia sekolah dasar (khususnya kelas IV dan V) mulai menyadari
bahwa dalam komunikasi, pengungkapan emosi yang kasar tidak dapat diterima
dan tidak disenangi, dengan begitu mulai ada proses belajar mengendalikan
emosi.
25
E. Analisis Swot
Analisis Swot merupakan identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis
yang bertujuan merumuskan strategi, swot ini juga bentuk analisis situasi dan
kondisi yang bersifat deskriptif/memberi gambaran (Rachmat, 2014:285).
Sedangkan Cahyono, dkk (2015:99) menjelaskan bahwa Analisis SWOT
(Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) didefinisikan sebagai berikut:
1. Kekuatan (Strengths)
Kekuatan ini dapat diartikan sebagai kelebihan yang dimiliki oleh sekolah.
Membuat rancangan program, menjalankan program, dan mengevaluasi
program GLS sudah dilakukan oleh sekolah. Sehingga sebagian besar dapat
memenuhi indikator yang sudah ditetapkan Standart Nasional Pendidikan
untuk meningkatkan mutu sekolah.
Pada gerakan literasi sekolah ini budaya membaca perlu dilestarikan dan
dkembangkan. Terlebih yang penting adalah fasilitas yang memadai, pendidik
yang profesional, dukungan orang tua dan masyarakat sekitar, lingkungan
yang mendukung pada kegiatan membaca.
2. Kelemahan (Weaknes)
Pada kelemahan ini terletak dibagian sumber daya manusianya, baik
peserta didik, karyawan sekolah, keterbatasan anggaran dana, dan pendidik
dalam pemenuhan Standart Nasional Pendidikan.
Kelemahan program yang ada di SDN Tlogomas 02 Malang ini yaitu
sarana prasarana (gedung perpuatakaan, sudut baca yang masih kurang bersih,
dan ada beberapa buku bacaan yang sudah lama), tenaga pendidik ada yang
kurang profesional, dan juga cara pengelolahan perpustkaan yang kurang
profesional.
3. Peluang (Opportunities)
Peluang ini antara lain memberikan pelatihan dan pendidikan kepada
tenaga pendidik dengan tujuan meningkatkan kualitas sekolah, pelaksanaan
26
pembiayaan, peencanaan serta memberikan dampak positif terhadap semua
unsur operasional sekolah maupun sarana prasarana sekolah.
Pada gerakan literasi sekolah ini yang merupakan peluang meliputi
meningkatkan mutu peserta didik, menjadikan lembaga pendidikan yang
memiliki citra atau keunggulan terlebih dibidang membaca.
4. Ancaman (Theats)
Ancaman dalam program GLS ini berupa kurang maksimalnya dalam
sosialisasi, perencanaan, evaluasi, pelaksanaan serta upaya perbaikan yang
dikelola dengan management yang kurang baik dan tidak sesuai dengan
standart dari Pendidikan Nasional sehingga dapat mengganggu proses
peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekolah.
Ancaman yang ada dalam gerakan literasi sekolah ini meliputi
berkurangnya tenaga pendidik yang profesional karena adanya mutasi untuk
mengemangkan gerakan literasi di sekolah lain, dapat kehilangan
keunggulan/identitas yang telah diraih oleh SDN Tlogomas 02 Malang dalam
budaya membaca, dan melemahnya budaya membaca peserta didik dari ke
generasi selanjutnya.
Tujuan peneliti menggunakan penelitian dengan analisis SWOT adalah
untuk mengetahui kendala serta permasalahan yang ada dalam program GLS
melalui budaya membaca, baik dari sektor internal (kekuatan, kelemahan)
maupun sektor eksternal (peluang, ancaman) yang terdapat di SD Negeri
Tlogomas 02 Malang.
F. Kajian Penelitian yang Relevan
27
Tabel 2.6 Kajian Penelitian yang Relevan
28
G. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir