bab ii konsep dasar a. hemoroid 1....
TRANSCRIPT
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Hemoroid
1. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik ( Sjamsuhidajat & Jong, 2004 ).
Sementara pengertian menurut Smeltzer (2000) adalah pelebaran pembuluh
darah/ flexus vena.
2. Anatomi fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan
terbentang dari kolon sigmoid sampai anus, kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum.
Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 15 cm.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri
sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika
superior memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon
asendens dan dua pertiga proksimal kolon tranversum, dan arteria
mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal
kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum. Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria
7
sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Gambar 2.1 Letak hemoroid
.sumber : www. Gambar anatomi fisiologi hemoroid.com
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena
mesentrika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu
bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis
antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke
dalam vena-vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban
dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke
8
depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan
kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh
refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama
masuk pada hari itu.
Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding
rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh
sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh
sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan
keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai
rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum
yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi,
sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-
otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik
atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi
voluntar. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara
terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot
9
sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
Gambar 2.2 bentuk hemoroid
Sumber : www.gambar anatomi fisiologi hemoroid.com
3. Etiologi
Yang menjadi etiologi pada penyakit hemoroid adalah mengejan pada
waktu defekasi , kontipasi menahun ,batuk kronik , makanan ( pedas , diet
rendah serat ), sembelit kronis, terlalu lama berdiri atau duduk, dan angkat
berat ( Sjamsuhidajat & Jong, 2004; Reeves, 2001 ).
Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid
( Smeltzer , 2002 ).
4. Patofisiologi
Menurut Price (2000),dan Smeltser (2002), patofisiologi haemoroid
adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan venous
rectum dan vena haemoroidalis.
10
Ditensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah
anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan
beban. Namun bila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa
pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan
karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rectum,
pembesaran prostate.
Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering
mengakibatkan haemorroid karena vena haemoroidalis superior mengalirkan
darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga
mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan
intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat
kemudian ditransmisi daerah anarektal.
Aliran balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang
berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga
vena prolap dan menjadi haemorroid.
Nyeri dan perdarahan adalah dua gejala utama dari haemorroid. Data
yang perlu dikumpulkan meliputi hal-hal berikut :
1. Nyeri
a. Terjadi : dengan defekasi, duduk atau berjalan.
b. Karakteristik : terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau
berdenyut.
2. Perdarahan : ada atau tidak, jumlah warna (merah segar atau
merah tua).
11
3. Kotoran : konsitansi (kerasnya), terdapat goresan darah atau
nanah
Perdarahan biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan
yang dekat. Haemorroid internal seringkali berdarah waktu defekasi,
sedangkan haemorroid external jarang berdarah. Perdarahan rektal tidak boleh
keliru dengan perdarahan menstruasi pada wanita.
Terjadinya perdarahan sewaktu defekasi mengakibatkan trombosis.
Strangulasi prolapsus terjadi karena adanya bendungan pada vena yang
mengakibatkan suplai darah terhalang. Hal itu dapat menjadi indikasi
dilakukannya Haemorroidektomi.
Karena operasinya sering dianggap sebagai operasi kecil mungkin
terdapat kecenderungan untuk meminimalkan pembedahan anorektal. Pada
kenyataannya, pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang
banyak seperti pada banyak pembedahan yang besar. Rasa nyeri yang
merupakan akibat spasme rektal, dapat menghambat buang air kecil dan
defekasi. Pasien menyatakan kekhawatirannya tentang pengeluaran feses
pertama, yang dapat terasa tidak menyenangkan. Rasa nyeri dapat
diminimalkan dengan penggunaan analgetik, sitbath, dan pelembek feses.
Selama 12 jam pertama setelah pembedahan, perdarahan merupakan
hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul di dalam lubang anal dan
tidak dikeluarkan, untuk itu, tanda-tanda lain dari perdarahan harus dimonitor
(tanda-tanda vital, tidak dapat istirahat, haus). Pada periode ini sitbath
12
dihindarkan, karena penghangatan akan menambah perdarahan lebih lanjut
dengan melebarkan pembuluh darah.
5. Klasifikasi hemoroid
Hemoroid terjadi karena adanya gangguaan aliran balik dari vena
hemoroidalis,apabila pelebaran terjadi diplexus hemoroidalis superior.
Hemoroid digolongkan menjadi hemoroid internal dan eksternal.
Hemoroid interna :
Gejala –gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit
karena tidak hanya rasa sakit di daerah ini.
Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi atau tonjolan mukosa tidak melalui
anus dan hanya dapat ditemukan dengan proktoskopi.
2. Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada
saat defekasi, tapi setelah defekasi selesai tonjolan tersebut dapat masuk
dengan sendirinya.
3. Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan
sendirinya tetapi harus di dorong.
4. Derajat IV
Telah terjadi inkarserasi
13
Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid
eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 :
1. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruaan pada pinggir anus
dan sebenarnya adalah hematom.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah :
a. Sering rasa sakit dan nyeri
b. Rasa gatal pada daerah hemoroid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung-ujung saraf pada
kulit merupakan reseptor sakit
2. Kronik
Hemoroid eksterna kronik terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit
anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah
(Mansjoer,2000).
6. Manifestasi Klinis
Tanda utama biasanya adalah perdarahan. Darah yang keluar
berwarna merah segar, tidak bercampur dengan feses, dan jumlahnya
bervariasi. Bila hemoroid bertambah besar maka dapat terjadi prolaps. Pada
awalnya biasanya dapat tereduksi spontan. Pada tahap lanjut, pasien harus
memasukkan sendiri setelah defekasi. Dan akhirnya sampai pada suatu
keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam menjadi
tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal
14
akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan
edema dan peradangan.
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang,
yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi ( mengejan ),juga sering
pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang
merupakan gejala radang.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah
terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan
yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau
beberapa kuadran.
Pada pemeriksaan rectal secara digital mungkin tidak ditemukan
apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan
untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan (Mansjoer
, 2000 ).
7. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet yang tinggi serat mengandung buah dan sekam mungkin satu-
satunya tindakan yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang
berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus dapat membantu. Rendam
duduk dengan salep dan supositoria yang mengandung anestesi, astrigen
(witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan
pembesaran berkurang.
15
Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid.
Fotokoagulasi infra merah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah tehnik
terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang
mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid
berukuran kecil dan berdarah.
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi
pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anoskop dan bagian proksimal di atas
garis mukokutan dipegang dengan alat.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat
hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu
sampai timbul nekrosis.
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang masih ada. Selama pembedahan sfingter rectal
biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan
kauter atau dengan ligasi dan kemudiaan dieksisi. Setelah prosedur operatif
selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah, gelfoan atau kasa oxygel diberikan diatas luka
kanal.
8. Komplikasi
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para
anal, dan inkarserasi. Hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif
dan dilakukan eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran trombus.
16
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ani karena eksisi yang
berlebihan (mansjoer: 2000).
B. Hemoroidektomy
1. Pengkajiaan fokus
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori dengan II
pola kesehatan fungsional menurut Gordon.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan.
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat, dan
bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu
tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan
rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan
pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Menggunakan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan
metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan
makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan,
keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, berat badan,
tinggi badan, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola eliminasi.
Yang menggunakan :
1) Pola defekasi (warna, kuantitas, dll).
2) Penggunaan alat-alat Bantu.
17
3) Penggunaan obat-obatan.
d. Pola aktivitas.
a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi.
b. Pembatasan gerak.
c. Alat Bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola istirahat-tidur.
Yang menggunakan :
1) Pola tidur dan istirahat.
2) Persepsi, kualitas latihan dan rekreasi.
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola kognitif-perseptual
1) Penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan.
2) Kemampuan bahasa.
3) Kemampuan membuat keputusan.
4) Ingatan.
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Yang menggambarkan :
1) Body image.
2) Identitas diri.
3) Harga diri.
4) Peran diri.
5) Ideal diri.
18
h. Pola peran-hubungan sosial.
Yang menggambarkan :
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat.
2) Masalah keluarga dan masyarakat.
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress.
Yang menggambarkan :
1) Penyebab stress.
2) Kemampuan mengendalikan stress.
3) Pengetahuan tentang toleransi stress.
4) Tingkat toleransi stress.
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi.
Yang menggambarkan masalah seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan.
Yang menggambarkan :
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan.
2) Realisasi dalam kesehatan.
Sedangkan menurut (Doenges, 2000) dasar kata pengkajian meliputi :
a. Aktivitas.
Kelemahan umum, keterbatasan beraktivitas karena nyeri operasi
haemorroid.
19
b. Sirkulasi.
Takhikardi, hipotensi, perdarahan, pucat.
c. Eliminasi.
Perubahan pola defekasi : sembelit, konstipasi.
Terpasang dower kateter, infus.
d. Nutrisi makanan dan cairan.
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran mukosa
kering, kadar HB turun.
e. Nyeri/ kenyamanan.
Nyeri luka post operasi.
f. Pernafasan
Peningkat an frekuensi pernafasan, batuk.
g. Istirahat tidur
Perubahan pola tidur sekunder nyeri.
h. Keamanan
Kemungkinan demam sekunder luka operasi, alergi terhadap obat, riwayat
transfusi, reaksi transfusi.
i. Integritas kulit
Trauma jaringan, luka pembedahan.
j. Integritas ego
Masalah tentang pekerjaan, konsep diri (identitas, harga diri), peningkatan
ketegangan, perasaan cemas, takut.
20
2. Pathways
Sumber :
Price, 2000; dan Smeltzer, 2002
Konstipasi, Kehamilan, Tumor
Rectum, Pembesaran Prostat
Gangguan Venous Rectum
dan
Distensi terus menerus
Gangguan vena sfingter
Kongesti vena
Penyakit hati kronik
Vena Haemorroidalis superior mengalirkan
darah ke dalam sistem portal
Aliran balik
Tekanan intra abdominal
Tekanan vena portal dan vena sistemik
meningkat
Hipertensi portal
Vena Prolap
Haemorroid
TrombosisPendarahan Strangulasi prolapsus
Suplai darah terhalang
Haemoroidektomi
Perubahan keseimbangan cairan Luka bedah di anus
Kekurangan
volume cairan
Resti
Ketidak-
seimbangan
cairan
Resti
Hipertermi
Kerusakan integritas kulit
Invasi Bakteri
Proses Inflamasi
Resti
Infeksi
Spasme otot sfingter ani
Nyeri anal Perubahan pola
istirahat tidurKelemahan fisik
Takut BAB
Kurang perawatan
diri
Perubahan pola
eliminasi (Konstipasi)
21
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada post operasi
haemoroid (Carpenito, 2000) :
a. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sekunder akibat drainase, menurunnya motivasi untuk minum akibat
keletihan.
b. Nyeri anal berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
spingter ani sekunder akibat operasi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada
kulit atau jaringan anal.
d. Resiko hipertermi berhubungan dengan sirkulasi sekunder akibat dehidrasi
e. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran
invasif.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan pasca operasi dan
nyeri.
4. Fokus Intervensi
Fokus intervensi pada pasien pasca operasi haemorroid.
a. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sekunder akibat drainase, menurunnya motivasi untuk minum cairan
sekunder akibat keletihan (Doenges, 2000).
Dibuktikan dengan :
22
1) Ketidakcukupan masukan cairan oral
2) Penurunan berat badan
3) Kulit/ membran mukosa kering
4) Penurunan turgor kulit
5) Anorexia
6) Urine pekat/ sering berkemih
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, ditunjukkan
dengan tanda-tanda vital stabil (nadi berkualitas baik, turgor kulit
normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine individu yang
sesuai).
Rencana tindakan
1) Ukur dan catat intake dan out put dan tinjau ulang catatan intra operasi.
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan
penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi
intervensi.
2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Hipertensi, takhikardi, peningkatan pernafasan
mengidentifikasi kekurangan cairan (dehidrasi/
hipovolemia).
23
3) Catat munculnya mual/ muntah
Rasional : Mual selama 12-24 jam post operasi umumnya
dihubungkan dengan anastesi. Mual berlebihan lebih 3
hari mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik
pengontrol sakit/ therapy obat lain. .
4) Periksa pembalut, alat drein
5) Pantau suhu kulit, palpitasi denyut perifer
6) Beri cairan parental, produksi darah/ plasma sesuai petunjuk
7) Beri kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk
8) Pantau studi laboratorium Hb, Ht.
9) Bandingkan studi darah pra operasi dan pasca operasi.
b. Nyeri anal berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
spingter ani sekunder akibat operasi (Carpenito, 2001).
Dibuktikan dengan :
1) Komunikasi (verbal/ penggunaan kode) tentang nyeri yang
dideskripsikan
2) Perubahan pola tidur
3) Mobilitas fisik
4) Perubahan pada tonus otot, masker wajah rasa sakit
Kriteria hasil :
1) Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan.
2) Feses lembek, tidak nyeri saat BAB.
24
3) Tampak rileks, dapat istirahat tidur.
4) Ikut serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan.
Rencana tindakan
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur.
2) Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.
Rasional : posisi tidur miring tidak menekan bagian anal yang
mengalami peregangan otot untuk meningkatkan rasa nyaman.
3) Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.
Rasional : untuk meningkatkan mobilisasi tanpa menambah rasa nyeri.
4) Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rektal
hangat atau sit bath dilakukan 3-4x/ hari
Rasional : meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan odema dan
meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal)
5) Dorong penggunaan teknik relaksasi : latihan nafas dalam, visualisasi,
pedoman, imajinasi.
Rasional : menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali
perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
6) Beri obat-obatan analgetik seperti diresepkan 24 jam petama.
Rasional : memberi kenyamanan, mengurangi rasa sakit.
7) Tingkatkan pemasukan cairan + 3000 m/ hari dan diit tinggi serat.
Rasional : cairan cukup dan makan tinggi serat membantu
melembekkan feces sehingga mengurangi rasa sakit saat BAB.
25
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada
kulit/ jaringan anal. (Doenges, 2000)
Dibuktikan dengan :
1) Gangguan pada permukaan/ lapisan kulit dan jaringan anal.
Kriteria hasil :
2) mencapai penyembuhan luka.
3) mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik untuk meningkatkan
kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Rencana tindakan :
1) Beri penggantian balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptic kuat.
Rasional : lindungi luka dari kontaminasi, mencegah akumulasi cairan
yang dapat menyebabkan eksoriasi.
2) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan
luka/ berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah
terjadinya kondisi yang lebih serius.
3) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses
penyembuhan.
4) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : mencegah kontaminasi luka.
5) Irigasi luka dengan debridement sesuai kebutuhan.
26
Rasional : membuang luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
d. Resiko hipertermi berhubungan dengan sirkulasi sekunder akibat dehidrasi
(Carpenito, 2001)
Dibuktikan dengan :
1) Suhu lebih dari 37,8 0C per oral, 38,8 0C per rektal.
2) Kulit hangat, kemerahan.
3) Takhikardi, peningkatan pernafasan.
4) Berkeringat.
5) Keletihan.
6) Kehilangan nafsu makan.
Kriteria hasil, individu akan :
1) Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermi.
2) Menghubungkan metode pencegahan hipertermi.
3) Mempertahankan suhu tubuh normal.
Rencana tindakan :
1) Awasi suhu dan tanda-tanda vital tiap jam.
2) Beri cairan 3000 ml / 24 jam.
Rasional : Dehidrasi mungkin akan timbul sampai dengan cairan
diaprosis dan peningkatan ventilasi.
3) Observasi intake out put.
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap dehidrasi.
4) Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan.
Rasional : meningkatkan kooperatif pasien.
27
5) Menjaga kenyamanan lingkungan.
Rasional : dapat mempertahankan/ menstabilkan suhu pasien.
6) Beri anti piuretik sesuai indikasi.
Rasional : tindakan segera mencegah hipertermi.
e. Konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defekasi (Carpenito,2001)
Dibuktikan dengan :
1) defekasi kurang dari 3x/ minggu
2) mengejang dan nyeri pada saat defekasi
3) perasaan pengosongan tidak adekuat
4) mengeluh perasaan tekanan pada rectum
5) penurunan bising usus.
Kriteria hasil, individu akan :
1) menggambarkan program defekasi terapeutik
2) melaporkan atau menunjukkan eliminasi yang membaik (lunak, namun
tidak berdarah defekasi lebih 3x dalam seminggu)
3) menjelaskan rasional intervensi
Rencana tindakan :
1) Tetapkan pola toileting rutin bersama pasien
2) Ajarkan pasien/ keluarga tentang pentingnya segera berespon terhadap
perasaan defekasi.
Rasional : dengan distensi kronik feses akan lebih keras dalam rectum.
28
3) Rekomendasikan perubahan diit untuk meningkatkan bulk (tinggi serat
1x sehari) dan cairan ± 8-10 gelas/ hari.
Rasional : meningkatkan penyerapan cairan dalam usus sehingga feses
lembek.
4) Anjurkan mencoba supositora daripada oral dalam 1 jam setelah
sarapan.
Rasional : meningkatkan reflek gastro kolik bila lambung kosong
5) Meningkatkan tingkat aktivitas secara adekuat
Rasional : latihan yang tidak adekuat merupakan faktor utama dalam
perubahan konsistensi feses.
6) Hindari sarapan yang mengandung asam lemak
Rasional : memperlambat rangsangan reflek dan memperlambat
pencernaan
7) Tingkatkan penggunaan obat konstipasi 2x sehari bila diperlukan.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, konstipasi (carpenito,
2001)
Dibuktikan dengan :
1) Kesukaran tidur atau tetap tidur
2) Tidur sejenak sepanjang hari
3) Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari
4) Sering bangun waktu malam
Rencana tindakan :
1) Batasi masukan yang mengandung kafein
29
Rasional : dapat memperlambat pasien untuk tidur yang
mengakibatkan pasien tidak merasa segar saat bangun.
2) Dukung kebiasaan ritual sebelum tidur
Rasional : meningkatkan relaksasi dan persiapan untuk tidur.
3) Jelaskan peran nyeri terhadap stress akan meningkatkan kelelahan
Rasional : nyeri berkaitan dengan psikologis yang dapat mengganggu
kenyamanan individu.
4) Kaji pola tidur dalam pengaruh nyeri terhadap tidur.
Rasional : nyeri yang hebat akan mempengaruhi pola tidur.
5) Beri analgetik sesuai program dokter.
Rasional : mengurangi nyeri.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive
(Doenges, 2000)
Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk
mencegah infeksi.
2) Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit.
Rencana tindakan :
1) Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.
Rasional : mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosokomial
2) Cuci tangan dengan cermat
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
30
3) Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptik
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
4) Batasi pengunjung
Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan
infeksi.
5) Batasi alat-alat invasive untuk benar-benar perlu saja
Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan
infeksi.
6) Dorong dan pertahankan masukan TKTP
Rasional : kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
7) Beri therapy antibiotic rasional sesuai program dokter
Rasional : mencegah segera terhadap infeksi
8) Observasi terhadap manifestasi klinis infeksi (demam, drainase,
purulen)
Rasional : deteksi dini proses infeksi.
h. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan keletihan pasca operasi
dan nyeri (Carpenito, 2001)
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan keberhasilan optimal setelah bantuan dalam
perawatan diberikan.
2) Berpartisipasi secara fisik dan atau verbal dalam aktivitas pemberian
makanan mengenakan pakaian, ke WC, mandi.
31
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kemandirian pasien
Rasional : Berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri dapat
meringankan frustasi atas hilangnya kemandirian yang dimiliki.
2) Biarkan sedikit waktu untuk menyelesaikan aktivitas sendirian tanpa
dibantu
Rasional : Penurunan keterampilan motorik dapat menghambat
kemampuan untuk menangani pekerjaan yang sederhana.
3) Berikan reward untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri kemandirian dan
mendorong pasien untuk berusaha secara kontinue.
4) Pertahankan dukungan sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup
untuk mengerjakan tugasnya
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk
mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara
konsisten.
5) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan oleh
pasien sendiri
Rasional : Pasien mungkin menjadi sangat tergantung.