bab ii konsep dasar a. pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl...11 c....
TRANSCRIPT
7
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara
internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan-lebihan,
distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 1998).
Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
sensori yang tidak terjadi dalam realitas (Videbeck, 2008).
Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada
panca-indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsinal, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi merupakan suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai dengan adanya
rangsangan dari luar (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi merupakan
persepsi klien melalui panca indera tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
8
B. Rentang Respons Neurobiologis
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologis. Perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam table berikut :
Rentang Respon Neurobiologis
Geurobiolo
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis
(Stuart, 2007).
Respon MaladaptifRespon Adaptif
1. Gangguan
pikiran atau
waham
2. Halusinasi
3. Ketidakmampuan
untuk kontrol
emosi
4. Ketidakteraturan
perilaku
5. Isolasi sosial
1. Pikiran logis
2. Persepsi akurat
3. Emosi
konsisten
dengan
pengalaman
4. Perilaku sesuai
5. Hubungan
sosial
1. pikiran kadang
menyimpang
2. Ilusi
3. Reaksi emosional
berlebihan atau
kurang
4. Perilaku aneh atau
tak lazim
5. Menarik diri
9
Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon
adaptif sampai maladaptif yaitu:
a. Respon adaptif
1. Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
2. Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
4. Perilaku sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan
dengan moral.
5. Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat.
b. Respon transisi
1. Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil kesimpulan.
2. Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
10
3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4. Perilaku aneh atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran
mengolah dan tidak kenal orang lain.
5. Menarik diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
c. Respon maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang.
3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4. Ketidakteraturan perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2007).
11
C. Pengkajian
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik belum diketahui, namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu
masalah dan mekanisme koping.
1. Faktor predisposisi :
Beberapa faktor predisposisi yang berkonstribusi pada respon munculnya
neorobiologi seperti halusinasi antara lain :
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologi yang maladptif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian - penelitian yang berikut :
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak.
2. Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian
menunjukkan hal-hal berikut :
a. Dopamin neurotransmiter yang berlebihan.
b. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain,
terutama serotonin.
c. Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin.
12
3. Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik
yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia
yang lebih tinggi dari pada pasangan saudara sekandung yang tidak
identik. Penelitian terbaru memfokuskan pada pemetaan gen dalam
keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan
pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.
b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologis terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyabab gangguan ini. Sehingga
kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional menurun.
c. Sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan
psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyabab utama gangguan jiwa
(Stuart, 2007).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
13
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu
(Stuart, 2007).
3. Menurut Videbeck (2008) berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi
antara lain :
a. Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering
adalah suara orang berbicara kepada klien atau membicarakan klien.
Mungkin ada satu atau banyak suara ; dapat berupa suara orang yang
dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang sering terjadi. Halusinasi perintah adalah suara-suara
yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan dapat mencakup melihat bayangan yang
sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah
14
meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak, misalnya
melihat monster padahal yang dilihat adalah perawat.
c. Halusinasi Penciuman meliputi mencium aroma atau bau padahal tidak
ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urina atau feses, atau
bau yang sifatnya lebih umum, misalnya bau busuk atau bau tidak sedap.
d. Halusinasi pengecap mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau
perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut
dapat berupa rasa logam atau pahit.
e. Halusinasi peraba (taktil) mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang
menjalar keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap dikulit.
f. Halusinasi kinestetik terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan
sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala yang tidak lazim,
misalnya melayang keatas tanah.
g. Halusinasi kenestetik meliputi laporan klien bahwa ia merasakan fungsi
tubuh yang biasanya tidak dapat dideteksi. Contohnya yaitu sensasi
pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan ke otak.
4. Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart & Sundeen, 1998 ) :
a. Tahap I : Menyenangkan – Ansietas tingkat sedang.
1. Tingkat :
Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
15
2. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan
pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu
mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c. Gerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lamban.
e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
b. Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat.
1. Tingkat
Secara umum halusinasi menjijikkan.
2. Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha
untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu
mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri
dari orang lain ( Non Psikotik ).
16
3. Perilaku klien
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal
peningkatan tanda – tanda vital.
b. Penyempitan kemampuan konsentrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realita.
c. Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat
1. Tingkat
Pengalaman sensori menjadi penguasa
2. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir ( Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya.
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit.
d. Gejala fisik dari ansietas berat ( berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk ).
17
d. Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik
1. Tingkat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
delusi.
2. Karakteristik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Perilaku menyerang seperti panik.
b. Potensial melakukan bunuh diri.
c. Amuk, agitasi, menarik diri, dan katatonik.
d. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D. Tanda Dan Gejala
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata yang cepat.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Menarik diri dari orang lain.
6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
7. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
18
8. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
E. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup
sehari-hari.
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri (Stuart, 2007)
F. Masalah Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran antara lain :
a. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran (Keliat, 2006).
b. Resiko perilaku kekerasan (Keliat, 2006).
c. Isolasi sosial : Menarik diri (Keliat, 2006).
19
G. Pohon Masalah
Core problem
(Keliat, 2006)
H. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan.
2. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran.
3. Isolasi sosial : menarik diri
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan persepsi sensori :halusiasi pendengaran
Resiko perilaku kekerasan
20
I. Intervensi
PERENCANAAN
NoTgl.
DX
DX.
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 27/1
2/20
10
Perubahan persepsi
sensori: Halusinasi
pendengaran
TUM :
Pasien dapat mengontrol
halusinasi yang
dialaminya.
TUK :
1. Pasien dapat
membina hubungan
saling percaya
1.1. Ekspresi wajah bersahabat,
menujukan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat
1.1.1. Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik:
a. Sapa pasien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
b. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
pasien
c. Buat kontrak yang jelas
d. Tunjukan sikap jujur dan
21
menepati janji setiap kali
berinteraksi
e. Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya klien
f. Beri perhatian kepada pada
pasien dan perhatikan kebutuhan
dasar pasien
g. Tanyakan perasaan pasien dan
masalah yang dihadapi pasien
2. Pasien dapat
mengenal
halusinasinya
2.1. Pasien dapat menyebutkan: Jenis
halusinasi, isi, waktu, frekuensi
timbulnya halusinasi
2.1.1. Adakan kontrak sering dan
singkat secara bertahap
a. Observasi tinglah laku pasien
terkait dengan halusinasinya
b. Tanyakan apakah pasien
mengalami sesuatu/halusinasi
c. Jika pasien menjawab iya,
tanyakan pa yang sedang
dialaminya
d. Katakan bahwa perawat
22
2.2. Pasien dapat mengungkapkan
bagaimana perasaannya
terhadap halusinasi tersebut.
percaya pasien mengalami
hal tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalami apa
yang dirasakan klien
e. Katakan bahwa ada pasien
yang lain yang mengalami
hal yang sama
f. Katakan bahwa perawat akan
membantu pasien
2.2.1. Diskusikan dengan pasien
tentang apa yang dirasakannya
jika terjadi halusinasi: marah,
takut, sedih, senang.
3. Pasien dapat
mengontrol
halusinasinya
3.1. Pasien dapat menyebutkan
tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya
a. Pasien dapat menyebutkan
cara baru mengontrol
halusinasinya.
3.1.1 Identifikasi bersama klien cara
yang dilakukan jika terjadi
halusinasi
3.1.2 Diskusikan cara cara yang
digunakan pasien,
a. Jika cara yang digunakan
adaptif beri pujian
23
b. Pasien dapat memilih cara
untuk mengendalikan
halusinasinya
c. Pasien melaksankan cara
yang dipilih untuk
mengendalikan
halusinasinaya
d. pasien mengikutsertakan
terapi aktivitas kelompok
b. Jika cara yang digunakan
maladaptive diskusikan
kerugian cara tersebut
3.1.3 Diskusikan cara baru untuk
memutuskan/mengontrol
timbulnya halusinasi
a. Katakan pada diri sendiri
bahwa itu tidak nyata (“Saya
tidak mau dengar pada saat
halusinasi terjadi)
b. Menemui orang lain atau
perawat/teman/anggota
keluarga untuk menceritakan
tentang halusinasinaya
c. Membuat dan melaksanakan
jadwal yang telah disusun
d. Meminta
keluarga/teman/perawat
untuk menyapa jika terjadi
halusinasi
24
3.1.4 Bantu pasien memilih cara yang
sudah dinjurkan dan latih untuk
mencobanya
3.1.5 Beri kesempatan klien untuk
melakukan cara yang sudah
dipilih dan dilatih jika berhasil
diberi pujian.
i. Anjurkan pasien mengikuti
terapi aktivitas kelompok
4. Pasien dapat
dukungan dari
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya
4.1. Keluarga menyatakan setuju
untuk mengikuti pertemuan
dengan perawat, keluarga
mempu menyebutkan
pengertian, tanda dan
gejala,proses terjadinya
halusinasi
4.1.1. Buat kontrak dengan keluarga
untuk pertemuan (waktu, tempat
dan topik)
4.1.2. Diskusikan dengan keluarga
(pada saat pertemuan
keluarga/kunjungan rumah)
a. Pengertian halusinasi
b. Tanda dan gejala halusinasi
c. Obat-obatan untuk
halusinasi
d. Cara yang dapat dilakukan
25
pasien dan keluarga untuk
memutuskan halusinasi
e. Cara merawat anggota
keluaraga yang halusinasi
dirumah (Beri kegiatan
berpergian bersama serta
pantau obat-obatan dan cara
pemberianya untuk
mengatasi halusinasi)
5. Pasien dapat
memanfaatkan obat
dengan baik
5.1.Pasien dapat menyebutkan: Pasien
dapat mendemonstrasikan
pengguanaan obat dengan benar,
pasien dapat menyebutkan akibat
berhenti minum obat
5.1.1. Diskusikan dengan pasien
tentang manfaat dan kerugian
tidak minum obat ( Nama,
warna, dosis, cara, efek terapi,
dan efek samping),
5.1.2. Pantau pasien pada saat minum
obat
5.1.3. Beri pujian jika pasien
menggunakan obat dengan
benar
5.1.4. Diskusikan akibat berhenti
26
(Keliat, 2006)
minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
5.1.5. Anjurkan pasien untuk
konsultasi kepada dokter atau
pearawat jika terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan
27
J. Strategi pelaksanaan
Dx 1 :Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar
Pasien
SP 1 p
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
8. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan
orang lain
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan ( yang biasa
dilakukan pasien)
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 4 p
28
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat (prinsip
5 benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya halusinasi
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
halusinasi
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 2 : Isolasi Sosial : Menarik Diri
Pasien
29
SP 1 p
1. Mengidentifikai penyebab isolasi sosial pasien
2. Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Melatih pasien berkenalan dengan satu orang
5. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya isolasi sosial
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi social
30
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
isolasi sosial
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 3 : Resiko Perilaku Kekerasan
Pasien :
SP 1 p
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan 1 (nafas dalam)
7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
31
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara verbal (meminta,
menolak dan mengungkapkan merah secara baik)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP 4 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual (berdoa,
sholat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP 5 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat
(prinsip 5 benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengartian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta
proses terjadinya perilaku kekerasan
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
32
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
perilaku kekerasan
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
perilaku kekerasan
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang