bab ii kajian pustaka, konsep landasan teori, dan … · 2.1 kajian pustaka pada bagian kajian...

29
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini dikelompokkan menjadi dua kluster. Pertama, penelitian yang terkait langsung dengan isu-isu revitalisasi, pelestarian warisan budaya (cultural heritage), aktivitas wisata budaya dan sejarah di kawasan Kota Tua Jakarta. Kedua, difokuskan pada sejarah perkembangan kota dan desa yang mengalami perubahan spasial akibat globalisasi. Penelitian kluster pertama lebih difokuskan pada kawasan Kota Tua Jakarta sebagai destinasi wisata yang berhubungan dengan fenomena kegiatan pariwisata kota. Aspek-aspek yang diangkat menjadi isu sentral, yakni arsitektur bangunan- bangunan tua, pelestarian warisan budaya (cultural heritage), manajemen lanskap, zonasi, revitalisasi, dan analisis lingkungan kota. Penelitian Sastramidjaja (2009), Sugihartoyo dkk. (2010), dan Prakosa (2011) merupakan tiga kluster studi yang membahas mengenai topik kawasan Kota Tua Jakarta. Sastramidjaja (2009) dalam studinya yang berjudul This is not a Trivialization of the Past: Youthful Remediations of Colonials Memory in Jakartamenekankan pentingnya revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta sebagai tempat wisata yang sarat dengan memori masa lalu pada masa kolonial Belanda. Kota Tua mengalami metamorfosis dari kota tradisional, kota pramodern, kota kolonial, hingga kota modern. Kejayaan masa lalu kawasan sebagai pusat pemerintahan dan

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi

pembanding. Studi-studi ini dikelompokkan menjadi dua kluster. Pertama,

penelitian yang terkait langsung dengan isu-isu revitalisasi, pelestarian warisan

budaya (cultural heritage), aktivitas wisata budaya dan sejarah di kawasan Kota

Tua Jakarta. Kedua, difokuskan pada sejarah perkembangan kota dan desa yang

mengalami perubahan spasial akibat globalisasi.

Penelitian kluster pertama lebih difokuskan pada kawasan Kota Tua Jakarta

sebagai destinasi wisata yang berhubungan dengan fenomena kegiatan pariwisata

kota. Aspek-aspek yang diangkat menjadi isu sentral, yakni arsitektur bangunan-

bangunan tua, pelestarian warisan budaya (cultural heritage), manajemen lanskap,

zonasi, revitalisasi, dan analisis lingkungan kota. Penelitian Sastramidjaja (2009),

Sugihartoyo dkk. (2010), dan Prakosa (2011) merupakan tiga kluster studi yang

membahas mengenai topik kawasan Kota Tua Jakarta.

Sastramidjaja (2009) dalam studinya yang berjudul “This is not a

Trivialization of the Past: Youthful Remediations of Colonials Memory in Jakarta”

menekankan pentingnya revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta sebagai tempat

wisata yang sarat dengan memori masa lalu pada masa kolonial Belanda. Kota Tua

mengalami metamorfosis dari kota tradisional, kota pramodern, kota kolonial,

hingga kota modern. Kejayaan masa lalu kawasan sebagai pusat pemerintahan dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

13

pusat perdagangan dibangkitkan kembali melalui pemaknaan berbeda menjadi

destinasi wisata budaya dan sejarah yang merepresentasikan tren tempo doeloe.

Mediasi melalui keaktifan generasi muda terhadap sejarah masa lalu kawasan

Kota Tua diprakarsai oleh Sahabat Museum (BATMUS) dan Komunitas Historia

Indonesia (KHI). Kelompok generasi muda ini turut ambil bagian dalam

penyelenggaraan kegiatan-kegiatan wisata, seperti jejak sejarah kebudayaan

(heritage trail) dan jejak sejarah kepahlawanan (patriot trail). Plesiran Tempo

Doeloe (PTD) merupakan salah satu contoh kegiatan wisata dari Sahabat Museum

yang bertujuan untuk membangkitkan rasa cinta dan kepedulian terhadap simbol-

simbol sejarah peradaban masa lalu.

Sugihartoyo dkk. (2010) mengadakan penelitian berjudul “Strategi

Pengembangan Wisata Kota Tua sebagai Salah Satu Upaya Pelestarian Urban

Heritage, Studi Kasus: Koridor Kali Besar, Jakarta Barat”. Dalam penelitian ini

dibahas dampak modernisasi terhadap urban heritage di kawasan Kota Tua Jakarta

yang mulai termarginalkan dan terlupakan akibat pengembangan yang tidak

memperhatikan akar sejarah dan kebudayaan. Melalui penelitian ini Sugihartoyo

dkk. memberikan strategi alternatif sebagai solusi pengembangan urban heritage

tourism khususnya di koridor Kali Besar kawasan Kota Tua Jakarta.

Aspek-aspek yang menjadi perhatian, yakni kondisi fisik bangunan tua,

infrastruktur, lalu lintas kendaraan yang melintas, aksesibilitas, dan kondisi

lingkungan di sekitar kawasan Kota Tua. Aspek-aspek tersebut menjadi modal

kawasan untuk menunjang pariwisata kawasan Kota Tua. Kooperasi yang terjalin

di antara stakeholders atas prakarsa Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat

mempercepat terwujudnya kejayaan masa lalu kawasan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

14

Studi yang dilakukan Prakosa (2011) berjudul “Kota Tua Jakarta: Revitalisasi

Menyeluruh atau Menghilang?” Dalam studi ini dibahas maksimalisasi fungsi

kawasan yang diwacanakan menjadi kawasan wisata budaya. Revitalisasi kawasan

menjadi alasan kuat menghidupkan kejayaan masa lalu kawasan. Aset sejarah dan

budaya terefleksikan pada jajaran bangunan tua dengan arsitektur cantik bergaya

Eropa. Kisah-kisah menarik yang melatarbelakangi sejarah pembangunannya apik

dikemas menjadi produk-produk wisata baru. Latar belakang ini dijadikan topik

utama bahasan penelitian Prakosa.

Benang merah dari ketiga penelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagai

berikut. Pertama, aspek kesadaran kritis (critical awareness) kaum muda dalam

mengenal, menjaga, dan memelihara sejarah masa lalu kotanya. Kedua, isu-isu

pelestarian urban heritage untuk mewujudkan urban heritage tourism yang ada di

kawasan Kota Tua Jakarta. Ketiga, kawasan yang memiliki aset sejarah dan budaya

ini menjadi alasan kuat dan logis untuk dilakukannya revitalisasi. Paragraf

selanjutnya memaparkan komparasi mengenai persamaan dan perbedaan penelitian

yang dilakukan oleh Sastramidjaja, Sugihartoyo dkk., dan Prakosa dengan

penelitian ini.

Persamaan studi Sastramidjaja dengan penelitian ini adalah kawasan Kota

Tua Jakarta sebagai tujuan wisata sejarah yang merupakan representasi dari masa

lalu (tempo doeloe) pada masa kolonial Belanda. Tempo doeloe dalam wacana

Satramidjaja terkait dengan simbol-simbol kolonialisme, seperti rijsttafel (rice

table), fashion, arsitektur, interior desain, yang dicoba direproduksi untuk

kepentingan pariwisata. Serangkaian kegiatan wisata seperti jejak sejarah

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

15

kebudayaan (heritage trail) yang mengangkat simbol-simbol kolonialisme tersebut

menjadi bagian pelengkap dari komponen paket wisata yang ditawarkan.

Studi Sugihartoyo dkk. dan Prakosa memiliki pertalian dengan penelitian ini,

yaitu mengangkat isu-isu revitalisasi kawasan dan pemanfaatan warisan budaya

(cultural heritage) untuk kepentingan pariwisata. Urban heritage kawasan Kota

Tua Jakarta sebagai simbol warisan budaya dan sejarah menunjukkan identitas

sebuah kota tempo dulu yang nyaris terpinggirkan. Urban heritage tourism menjadi

solusi terbaik untuk mempertahankan kawasan Kota Tua. Atensi dan dukungan

stakeholders dibutuhkan untuk menghidupkan dan menguatkan kembali fungsi

lama kawasan ini sehingga menjadi destinasi wisata unggulan di Kota Jakarta.

Wacana tentang perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian

sebelumnya dijelaskan secara bertahap. Studi Sastramidjaja fokus pada kajian

sejarah dan konservasi terhadap gedung-gedung yang sarat nilai sejarah masa lalu

(tempo doeloe). Terkait dengan teori Sastramidjaja menggunakan teori urban

heritage, heritage marketing, dan kajian sejarah, sedangkan dalam penelitian ini

digunakan teori representasi budaya, teori pengelolaan warisan budaya, dan teori

kekuasaan. Penelitian ini menitikberatkan pada representasi pariwisata posmodern

kawasan Kota Tua yang memiliki aset sejarah dan aset budaya yang dikemas

menjadi aset pariwisata sebagai suatu perspektif kajian budaya.

Penelitian Sugihartoyo dkk. lebih komprehensif meliputi aspek fisik

bangunan tua, infrastruktur, lalu lintas kendaraan umum, aksesibilitas, dan kondisi

lingkungan, seperti kebersihan, keamanan, dan kenyamanan kawasan. Perangkat

SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities, threats) digunakan untuk

menganalisis faktor internal dan eksternal kawasan. Poin perbedaan penelitian ini

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

16

difokuskan pada representasi pariwisata posmodern kawasan Kota Tua, yaitu

penghadiran kepentingan untuk menguatkan makna dengan latar belakang kejayaan

masa lalu kawasan.

Sementara perbedaan penelitian Prakosa dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut. Pertama, menekankan pada proses revitalisasi kawasan yang menyeluruh

dan berkelanjutan. Kedua, perbaikan dan pembangunan pada infrastruktur kawasan.

Ketiga, penertiban fungsi kawasan dari para pedagang kaki lima (PKL) yang

merusak citra kawasan. Penelitian Prakosa menuntut keseriusan pemerintah selaku

pemilik kekuasaan dalam membuat keputusan dan tindakan untuk pemulihan fungsi

kawasan.

Paparan komparasi perbedaan dan persamaan pada kluster pertama dapat

memberikan gambaran jelas tentang maksud dan tujuan penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini. Dengan demikian, penelitian-

penelitian selanjutnya akan memberikan pengayaan perspektif terhadap kawasan

Kota Tua Jakarta. Kajian lain dapat mengambil perspektif tata kelola kota,

kesenjangan sosial, dan analisis kepentingan stakeholders kota.

Kluster kedua difokuskan pada bahasan sejarah mengenai perkembangan dan

pembangunan kota-kota besar yang memiliki kemiripan karakteristik dengan

kawasan Kota Tua Jakarta. Latar belakang kota-kota yang memanfaatkan fungsi

kotanya sebagai pusat pemerintahan, ibu kota provinsi (kecuali Desa Adat Ubud),

dan pusat kegiatan ekonomi. Selain itu isu-isu pelestarian dan revitalisasi menjadi

trending topic dalam seminar-seminar ataupun pertemuan-pertemuan ilmiah, baik

skala nasional maupun internasional.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

17

Penelitian-penelitian yang dijadikan referensi, yakni penelitian Ardhana

(2005), Surbakti (2008), dan Sukawati (2008). Ketiganya mencoba menelaah

pembangunan kota atau desa dalam mempertahankan kearifan lokal (local wisdom)

sebagai karakteristik umum kota-kota di Indonesia, khususnya Kota Denpasar,

Desa Adat Ubud, dan Kota Medan. Hal tersebut merupakan upaya mempertahankan

eksistensi budaya lokal melalui warisan budaya terhadap gempuran hebat

globalisasi.

Penelitian Ardhana (2005) mengenai Kota Denpasar berjudul “Denpasar:

Perkembangan dari Kota Kolonial hingga Kota Wisata”. Hasil penelitian Ardhana

dimuat dalam buku Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-Kota di Indonesia. Buku

tersebut cukup banyak memberikan kontribusi dalam penelitian ini. Ardhana telah

memberikan kontribusi yang cukup besar dengan melakukan kajian sejarah

terhadap Kota Denpasar mulai masa kerajaan, kolonial, hingga kemerdekaan.

Kota Denpasar tumbuh dan berkembang sebagai ibu kota provinsi dan

menjadi barometer pariwisata di Indonesia, khususnya bagian tengah. Kepadatan

lalu lintas, lahan perumahan semakin mahal, pengangguran, kemiskinan,

kriminalitas adalah beberapa dampak yang diakibatkan oleh derasnya migrasi

penduduk. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Denpasar dalam

menghadapi perubahan struktur kota dari kerajaan, kota kolonial, hingga menjadi

kota wisata. Hasil penelitian Ardhana ini memberikan gambaran mengenai

perubahan struktur kota, baik dari aspek sejarah, maupun tata kelola kota.

Studi lain yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah disertasi

Surbakti (2008) “Pusaka Budaya dan Pengembangan Pariwisata di Kota Medan:

Sebuah Kajian Budaya”. Pusaka budaya yang menjadi simbol identitas kota digusur

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

18

guna kepentingan pembangunan kota. Stakeholders seakan menutup mata dengan

Peraturan Daerah Kota Medan No. 6, Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan

dan Lingkungan yang bernilai Sejarah. Penghancuran pusaka budaya berupa

bangunan tua yang sarat akan makna sejarah di tengah gencarnya isu-isu pelestarian

dan pengembangan pariwisata kota merupakan poin utama disertasi Surbakti.

Surbakti dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa kepentingan

stakeholders menjadi yang utama dalam pembangunan dan pengembangan Kota

Medan. Pusat-pusat perbelanjaan modern tumbuh menjamur menggusur

keberadaan bangunan bersejarah. Komodifikasi menjadi ancaman untuk

mempertahankan pusaka budaya dalam konteks pengembangan pariwisata Kota

Medan. Referensi penelitian Surbakti menggunakan teori komodifikasi dari Marxis,

teori hegemoni dari Gramsci, dan teori diskursus kekuasaan atau pengetahuan dari

Foucault sebagai pisau analisisnya.

Sukawati (2008) mengadakan penelitian berjudul “Perubahan Spasial Desa

Adat Ubud, Gianyar, Bali dalam Era Globalisasi: Sebuah Kajian Budaya”. Hasil

penelitian tersebut dibukukan Dinamika Ruang Pariwisata Bali, Studi Kasus Desa

Adat Ubud (2009). Buku ini membahas problem-problem spasial di sebuah desa

(kota) pariwisata. Penelitian ini menemukan bahwa jumlah penduduk yang semakin

meningkat dan tuntutan kepentingan bisnis pariwisata menyebabkan perubahan

spasial parhyangan pada tingkat desa dan rumah tinggal, baik dalam pola ruang

maupun massanya. Pola bangunan rumah penduduk mengikuti arah pembangunan

infrastruktur untuk kepentingan pariwisata. Bangunan-bangunan baru dibangun

berdasarkan ideologi kapitalis sebagai latar belakangnya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

19

Hal yang sama berlaku terhadap bangunan hotel-hotel, artinya pembangunan

tidak beorientasi pada natah. Kearifan lokal yang kental di masyarakat Desa Adat

Ubud menjadi modal ekonomi dalam kegiatan pariwisata sehingga berdampak

pada peningkatan pendapatan desa setempat. Desa Adat Ubud merupakan entitas

wilayah tradisional yang berbudaya pertanian dengan kekayaan seni dan budaya,

adat istiadat, dan agama di tengah berkembangnya modernitas pariwisata pada era

globalisasi. Hasil maksimal dicapai dengan menciptakan kerja sama antara

stakeholders untuk kemajuan Desa Adat Ubud sesuai dengan amanat tri hita karana.

Ketiga paparan penelitian, baik yang dilakukan Ardhana, Surbakti maupun

Sukawati, fokus pada perkembangan kota yang awalnya dibangun dengan kearifan

lokal sebagai dasar filosofinya. Adanya pergeseran paradigma berpikir masyarakat

ke arah komersial sebagai dampak globalisasi tidak dapat dielakkan. Paragraf

berikut menjabarkan perbandingan antara persamaan dan perbedaan penelitian ini

dengan ketiga penelitian sebelumnya.

Persamaan penelitian Ardhana dengan penelitian ini adalah dampak

perkembangan dan pertumbuhan kota, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan politik

membawa perubahan-perubahan, bahkan persoalan baru. Persoalan-persoalan,

seperti transportasi massal, permukiman kumuh, dan tata kelola kawasan yang tidak

terkendali sebagai dampak dari tingginya angka pendatang yang masuk ke Kota

Denpasar. Kondisi serupa juga dialami Kota Jakarta, yaitu banyak kaum urban

memenuhi kota khususnya pada kawasan Kota Tua yang menjadi objek penelitian

ini.

Studi yang dilakukan Surbakti memiliki persamaan pada usaha-usaha

pelestarian bangunan bersejarah yang menjadi simbol kejayaan masa kolonial

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

20

Belanda. Modal budaya ini menjadi objek untuk pengembangan konsep pariwisata

baru cultural heritage tourism. Tren baru terjadi akibat dari pergerakan manusia,

modal, teknologi, media, dan ideologi seperti yang dikonsepkan oleh Appadurai

(1997).

Kemiripan studi Sukawati dengan penelitian ini adalah sama-sama fokus pada

aspek perubahan pola pariwisata akibat dampak globalisasi yang mengakibatkan

perubahan-perubahan pada ranah politik, ekonomi, dan budaya. Salah satu contoh

adalah perubahan spasial ruang yang mengikuti perkembangan pariwisata. Di pihak

lain penelitian ini melihat perubahan dalam pola produksi, distribusi yang dilakukan

stakeholders untuk mengantisipasi perubahan pola konsumsi wisatawan.

Perbedaan penelitian Ardhana, Surbakti, dan Sukawati dapat dilihat dari

perkembangan kota-kota tersebut dari perspektif sosial, ekonomi, dan politik.

Perbedaan penelitian Ardhana pada akar sejarah terbentuknya kota, yaitu awalnya

kota-kota di Indonesia merupakan kerajaan. Seiring dengan arus perdagangan

dengan dunia luar semakin berkembang menyebabkan perubahan pada struktur

perkembangan kota tersebut. Kota Denpasar dan Kota Jakarta memiliki modal

budaya yang berbeda sehingga perkembangan pariwisata di kedua kota ini berbeda.

Nilai-nilai kearifan lokal di Bali masih dipertahankan, seperti ritual-ritual

keagamaan dan tradisi leluhur yang menjaga hubungan dengan alam. Selanjutnya

modal budaya tersebut dikemas dengan konsep pariwisata posmodern. Di kawasan

Kota Tua Jakarta nilai-nilai kearifan lokal sedang dicoba dihadirkan kembali dalam

konsep kekinian.

Surbakti melihat bahwa perkembangan Kota Medan begitu pesat.

Pembangunan gedung bisnis modern dan pusat perbelanjaan yang mengabaikan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

21

pusaka-pusaka budaya ataupun situs-situs sejarah di Kota Medan. Kondisi ini

memperlihatkan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Medan tidak peduli dengan

simbol-simbol kejayaan masa lalu kotanya. Sikap berbeda ditunjukkan Pemprov

DKI Jakarta dalam menata kawasan Kota Tua dengan menggandeng stakeholders

untuk melakukan proyek revitalisasi. Hegemoni yang dilakukan Pemprov DKI

Jakarta dan Pemkot Medan memberikan dampak yang berbeda.

Perbedaan penelitian Sukawati dengan penelitian ini tampak pada pergeseran

spasial desa yang terjadi akibat globalisasi untuk kepentingan pariwisata. Dalam

hal ini tidak terjadi perlawanan dari masyarakat lokal, artinya mereka menerima

perubahan-perubahan tersebut. Konsep tri hita karana yang diusung menjadi

penahan lajunya gempuran globalisasi. Konstruksi dan rekayasa budaya terjadi

sama halnya dengan yang terjadi di kawasan Kota Tua Jakarta.

Berdasarkan perbandingan ketiga penelitian, kluster kedua ini menekankan

pada perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak globalisasi. Perubahan

dimaksud adalah pada pemanfaatan fungsi kawasan kota atau desa untuk

mengakomodasi kepentingan-kepentingan pihak lain. Masyarakat kota perlahan-

lahan mulai meninggalkan kearifan lokal sebagai warisan leluhur. Hal ini terjadi

karena mereka terlena dengan keuntungan ekonomi sesaat dan kehidupan

hedonisme yang ditawarkan oleh globalisasi.

Kajian-kajian pada kedua kluster ini tampak masih sedikit yang secara

spesifik meneliti kawasan Kota Tua Jakarta sebagai suatu representasi pariwisata

posmodern. Paradigma utama yang ada dalam pariwisata posmodern adalah

nostalgia masa lalu (Dann dan Potter, 2001: 72) dan heritage tourism (Cohen, 1979:

180). Pemanfaatan pusaka budaya masa lalu yang menjadi simbol kejayaan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

22

peradaban kota dapat dijadikan sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang

dikonsumsi wisatawan karena memiliki faktor-faktor seperti estetika, emosi, dan

nilai sejarah sebagai objeknya (Ardika, 2007: 47).

Penelitian ini memiliki pendekatan melalui multidisipliner, interdisipliner,

dan transdisipliner sesuai sifat dari kajian budaya. Posisi penelitian ini didasarkan

atas tiga aspek keilmuan, yaitu (1) ontologi, (2) epistemologi, dan (3) aksiologi.

Ketiga aspek ini menjelaskan posisi dari penelitian seperti penjelasan berikut.

Aspek ontologi memosisikan penelitian ini dari tiga realitas empiris yang

menjadi objek telaah penelitian. Pertama, pada apa bentuk representasi pariwisata

posmodern kawasan Kota Tua Jakarta. Kedua, bagaimana manajemen dalam

pengembangan pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta. Ketiga,

pergulatan makna apa yang terjadi pada representasi pariwisata posmodern

kawasan Kota Tua Jakarta.

Aspek epistemologi penelitian ini memosisikan pada level sembilan dari

kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI). Aspek aksiologis penelitian ini

memosisikan pada pemberdayaan. Pencapaian atas pemberdayaan kawasan Kota

Tua sebagai destinasi baru yang ramai. Di samping itu masyarakat dapat

terberdayakan setidaknya secara ekonomi, sosial, dan budaya.

2.2 Konsep

Konsep merupakan perangkat arti terkait dengan objek penelitian dan

menjadi ujung tombak dalam suatu penelitian. Representasi, pariwisata posmodern,

dan Kota Tua dipilih menjadi konsep utama penelitian ini.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

23

2.2.1 Representasi

Representasi merupakan tindakan menghadirkan atau mempresentasikan

sesuatu lewat sesuatu yang berbeda di luar dirinya melalui tanda atau simbol untuk

dihadirkan atau direpresentasikan (Piliang, 2009: 21). Representasi merupakan

kajian utama dalam cultural studies. Representasi diartikan bagaimana dunia

direkayasa secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita dalam makna

tertentu. Cultural studies hanya memfokuskan diri bagaimana proses pemaknaan

representasi itu sendiri terjadi (Barker, 2005: 10).

Representasi merupakan penggunaan tanda-tanda, seperti bunyi dan gambar

yang berfungsi untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau

mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindra, dan dibayangkan, bahkan dirasakan

dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2010: 24). Praktik-praktik pemaknaan dapat

mewakili atau menggambarkan suatu objek atau praktik lain di dunia nyata. Hal ini

diistilahkan sebagai efek representasional karena tanda tidaklah mewakili atau

merefleksikan objek secara langsung. Konsep lain yang dikemukakan (Said, 1985:

28), yaitu pertukaran budaya yang terjadi dalam suatu budaya tidak mencerminkan

kebenaran, tetapi mencerminkan suatu representasi. Artinya, bukan kehadiran

langsung, melainkan kehadiran ulang (re-presence) atau representasi.

Konsep lain tentang representasi dikemukakan oleh (Giles dan Middleton,

1999: 56-57) to represent didefinisikan sebagai berikut.

1) to stand in for, hal ini dicontohkan dalam kasus bendera suatu negara yang

jika dikibarkan dalam suatu event olahraga maka bendera tersebut

menandakan keberadaan negara yang bersangkutan dalam event tersebut.

2) to speak or act on behalf of, dicontohkan Paus menjadi orang yang

berbicara atas nama umat Katolik.

3) to re-present, dalam hal ini diartikan misalnya tulisan sejarah atau biografi

yang dapat menghadirkan kembali kejadian-kejadian pada masa lalu.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

24

Sejauh ini representasi dimengerti sebagai tindakan menghadirkan masa lalu

ke masa sekarang. Melalui representasi makna yang diproduksi dapat dipertukarkan

antaranggota masyarakat atau kelompok. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa

representasi merupakan salah satu cara untuk memproduksi makna dengan bantuan

segala bentuk media, khususnya media massa.

Rekayasa atau konstruksi media, terutama media massa berperan terhadap

segala aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat, objek, peristiwa, hingga

identitas budaya. Representasi yang dimaksud dapat berupa kata-kata atau tulisan,

gambar, simbol, artefak, bangunan, situs, dongeng, mitos, legenda, kabar burung,

film, dan lain-lain telah dikenal lama dan berkembang dalam masyarakat yang

kebenarannya tidak diketahui pasti. Representasi tidak hanya melibatkan

bagaimana identitas budaya direkayasa atau dikonstruksi di dalam sebuah teks

tetapi juga dikonstruksi di dalam proses produksi dan resepsi oleh masyarakat yang

mengonsumsi nilai-nilai budaya yang dipresentasikan tersebut.

Konsep-konsep tentang representasi yang dikemukakan oleh Piliang, Barker,

Danesi, Said, Giles, dan Middleton membantu untuk memahami arti representasi.

Representasi disimpulkan sebagai sebuah tindakan menghadirkan sesuatu lewat

sesuatu yang lain melalui makna dan simbol yang dilukiskan dalam bentuk bunyi,

gambar, gerak, dan lain-lain. Bagaimana dunia direkayasa atau dikonstruksi

sehingga dapat menghubungkan kejadian-kejadian masa lalu dan masa kini.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih

memberikan dampak pada pemanfaatan media. Media massa dikatakan menjadi

representasi dari realitas yang menutupi fakta, bahkan dianggap menjadi realitas

yang sebenarnya (Kushendrawati dan Margharetha, 2011: 126). Perkembangan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

25

media massa hiperealitas yang diciptakan sebagai hasil rekayasa menjadi suatu

kenyataan bahwa citra mengalahkan realitas.

2.2.2 Pariwisata Posmodern

Pariwisata posmodern adalah kegiatan wisata yang menekankan pada hal-hal

baru dan berbeda terkait dengan pemilihan destinasi yang tidak lazim (unpopular),

mencari keaslian (authenticity) untuk menemukan kebenaran, tertarik budaya lokal,

dan berorientasi pada alam (Light, 2000: 153). Pendapat lain mengenai pariwisata

posmodern adalah pariwisata minat khusus, dalam kelompok kecil, tertarik

nostalgia masa lalu, dan heritage tourism, serta berorientasi pada pariwisata alam

(Cohen, 1979: 180). Tren pariwisata kontemporer ditandai dengan munculnya

agen-agen perjalanan kecil yang memiliki spesialisasi tertentu, berkembangnya

atraksi-atraksi yang berhubungan dengan nostalgia dan pariwisata warisan budaya,

fokus kepada alam dan lingkungan. Hal ini yang menjadi ciri-ciri pariwisata

posmodern (Uriely, 1997: 983).

Pada konteks pariwisata posmodern nostalgia menjadi paradigma utama

seperti kutipan berikut.

“Wisatawan posmodern mencari masa lalu … kerinduan akan masa lalu yang

tidak dapat mereka temukan dalam lingkungan mereka sendiri saat ini.

Mereka tidak dapat mentolerir keterasingan mereka akan masa depan, mereka

mencari penghiburan dari masa lalu untuk membedakan antara yang benar

dan yang salah … kesenangan akan rasa sakit” (Dann dan Potter, 2001: 72).

Penjelasan ini memberikan simpulan bahwa pariwisata posmodern

merupakan konsep pariwisata baru. Produk-produk pariwisata yang ditawarkan

mengalami perubahan signifikan, terjadi pergeseran dari yang sifatnya pariwisata

massal (mass tourism) ke minat khusus (special interest). Pilihan destinasi yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

26

tidak lazim (unpopular), fokus pada budaya lokal, orientasi ke alam, dan nostalgia

merupakan elemen utama pariwisata posmodern.

Konsep definisi operasional pariwisata posmodern kawasan Kota Tua adalah

suatu kawasan yang didominasi oleh simbol-simbol budaya masa lalu yang menjadi

penghubung masa lalu dan masa kini. Kecenderungan pariwisata global

mengarahkan wisatawan untuk peduli (aware) terhadap warisan budaya (Ardika,

2007: 47). Simbol-simbol masa lalu yang mencerminkan kejayaan kawasan

menjadi tren tersendiri dari manifestasi pariwisata posmodern (Pitana dan Gayatri,

2005: 59).

Perkembangan pariwisata posmodern kawasan Kota Tua cenderung

mengarah pada konteks perkembangan pariwisata global. Wisatawan posmodern

berkecenderungan untuk mencari pengalaman baru dari kejayaan masa lalu

kawasan. Di pihak lain produk pariwisata posmodern merupakan hasil produksi

masa lalu yang menjadi inspirasi masa kini dan masa depan kemudian dikonstruksi,

dikemas, dan diberikan makna atau identitas baru.

2.2.3 Kota Tua Jakarta

Pemahaman tentang kota banyak mengambil definisi dari perspektif bidang

ilmu arsitektur. Kota sebagai permukiman yang relatif besar, padat, permanen,

terdiri atas kelompok individu, dan dari aspek sosial memiliki sifat heterogen

(Zahnd, 2003: 4). Pemahaman kota dulu dan kota kini berbeda. Konsep definisi

kota ini dianggap klasik tidak mewakili masa sekarang. Inspirasi untuk

menciptakan makna baru yang lebih komprehensif tentang kota sebagai berikut.

“Kota merupakan sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota

bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan ciri-

cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus, yaitu menyusun sebuah

wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

27

sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki-hierarki

tertentu” (Zahnd, 2003: 5).

Kawasan kota merupakan daerah yang bagian-bagiannya berhubungan satu

dengan lainnya. Pada konteks ini wilayah kota dijelaskan sebagai lingkungan yang

melekat dengan kekuasaan, pemerintahan, dan pengawasan (Zahnd, 2003: 266,

271). Di pihak lain definisi operasional tentang kawasan Kota Tua merupakan

wilayah lama yang menjadi tempat bermukim orang Belanda pada masa kolonial

Belanda (Zahnd, 2012: 294).

Pandangan lain dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum melalui Program

Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) mendefinisikan “Kota Pusaka”

sebagai berikut.

“Kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai (historical value) dan

memiliki pusaka alam, budaya, baik ragawi dan tak ragawi serta rajutan

berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka (heritage assets)

dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota (district), yang hidup,

berkembang, dan dikelola secara efektif (management)” (Dirjen Penataan

Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, 2013).

Pengertian tersebut memberikan simpulan bahwa (1) karakteristik kota yang

memiliki nilai sejarah, pusaka alam, budaya, baik ragawi maupun tak ragawi, yang

tertata utuh sebagai aset pusaka, (2) kemungkinan bisa berupa kawasan pusaka

sebagai bagian dari kota tersebut, serta (3) kota yang hidup dan berkembang dengan

tata kelola relatif baik.

Paragraf berikut memberikan informasi tentang kawasan Kota Tua Jakarta

yang menjadi objek dalam penelitian ini. Peninjauan dari aspek sejarah, geografis,

dan arsitektur menjadi bahasan. Berdasarkan perspektif sejarah, kawasan Kota Tua

Jakarta memiliki kronologis pengembangan perjalanan kota yang panjang. Lika-

liku perkembangan radikal cukup dramatis pada usianya yang hampir lima abad.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

28

Pada masa kolonial Belanda konsep pembangunan kota mengikuti kota-kota

di Eropa, khususnya Belanda. Kanal dan parit menjadi penanda karena struktur

daratan Kota Batavia lebih rendah dari pada permukaan laut. Sisi geografis kawasan

Kota Tua Jakarta menjelaskan bahwa posisi strategis kawasan sebagai pelabuhan

besar tempat singgah kapal-kapal dagang Eropa pada masa keemasan kawasan ini.

Ketika itu Kota Batavia dijadikan kota perdagangan untuk memudahkan akses lalu

lintas internasional (Haris, 2007: 4).

Berdasarkan kajian arsitektur, kawasan Kota Tua dibangun mengikuti ciri-

ciri fisik kota-kota di Eropa, khususnya Belanda dengan ciri khas kanal-kanal saling

berpotongan di tengah kota yang membentuk blok-blok segi empat yang tertata rapi

ditambah teraturnya jembatan di atasnya (Haris, 2007: 4). Gedung-gedung dengan

langit-langit yang tinggi, jendela besar, rumah-rumah berhalaman luas di tepi kiri

dan kanan Sungai Ciliwung, serta alun-alun di tengah jalan yang lebar (Dinas

Permuseuman Pemprov DKI Jakarta, 2007: iii).

Aspek sejarah, geografis, dan arsitektur kawasan Kota Tua tempo dulu

membuat perkembangan kawasan Kota Tua kini semakin berwarna. Gedung-

gedung, artefak, manuskrip, peta-peta, foto-foto, gambar, dan lain-lain menjadi

simbol kejayaan kawasan Kota Tua tempo dulu. Potensi yang dimiliki kawasan

Kota Tua dari ketiga aspek tersebut menjadi modal budaya utama dan daya tarik

wisata kawasan Kota Tua.

2.3 Landasan Teori

Paradigma kajian budaya memosisikan penelitian ini sebagai kajian kritis dan

posmodernis. Data penelitian dikaji secara interpretif dan disandingkan dengan dua

teori kajian budaya, yaitu teori representasi budaya (Agger) dan teori kekuasaan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

29

(Thompson). Teori kekuasaan Thompson memiliki kedekatan dengan teori relasi

kuasa dan pengetahuan dari Foucault. Menurut Foucault menguasai tidak berati

memiliki. Teori kekuasaan Thompson memfokuskan pada sumber-sumber

kekuasaan.

Penambahan teori pengelolaan warisan budaya (Hitchcock dan King) sebagai

pelengkap walaupun bukan termasuk dalam teori kajian budaya. Teori pengelolaan

warisan budaya membuat penelitian ini menjadi multi, inter dan trans. Ketiga teori

tersebut digunakan secara eklektik sebagai pisau analisis untuk menggali

representasi pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta.

2.3.1 Teori Representasi Budaya

Representasi merupakan penggunaan tanda-tanda seperti, bunyi dan gambar

yang berfungsi untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau

mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindra dan dibayangkan, bahkan dirasakan

dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2010: 24). Tafsiran lain tentang representasi

sebagai berikut.

“Representasi merupakan salah satu praktik penting yang memproduksi

kebudayaan. Konsep representasi sendiri dilihat sebagai sebuah produk dari

proses representasi. Representasi tidak hanya melibatkan bagaimana identitas

budaya disajikan atau dikonstruksikan di dalam sebuah teks, tetapi juga

dikonstruksikan di dalam proses produksi dan resepsi oleh masyarakat yang

mengkonsumsi nilai-nilai budaya yang direpresentasikan” (Hall, 2003: 17).

Pandangan antropolog mengatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh sistem

gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan

bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Kebudayaan berasal dari

bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

yang berarti budi atau kekal. Simpulan dari konteks di atas bahwa tindakan apa pun

yang dilakukan manusia dapat dikatakan sebagai kebudayaan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

30

“Dengan demikian, hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan”

karena jumlah tindakan yang dilakukannnya dalam kehidupan bermasyarakat

yang tidak dibiasakannya dengan belajar (yaitu tindakan, naluri, refleks, atau

tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologi, maupun

berbagai tindakan membabi buta), sangat terbatas” (Koentjaraningrat, 2011:

72-73).

Pandangan umum tentang kebudayaan identik dengan masa lalu, tetapi

kemajuan teknologi informasi menjadikan budaya dapat dinikmati oleh masyarakat

dalam bentuk yang berbeda. Dalam konteks bahasa umum teknologi diartikan

dengan tata cara. Dalam studi media istilah representasi merupakan cara pandang

bagaimana wacana yang berkembang di dalamnya, dalam studi wacana kritis

tentang pemberitaan, media memahami representasi sebagai konsep yang

menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan, atau pendapat

tertentu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2002: 113).

Representasi praktik-praktik kehidupan sehari-hari termasuk di dalamnya

kondisi-kondisi material yang melingkupi produksinya merupakan konsep

pemahaman tentang kebudayaan. Teori kebudayaan dipahami juga sebagai suatu

kajian atas hubungan elemen-elemen secara keseluruhan (Barker, 2005: 53).

Representasi-representasi budaya ditelaah oleh kajian budaya menurut pakar teori

kritis Agger dalam segala tingkatan, yaitu permulaan, mediasi, dan penerimaan atau

produksi, distribusi, dan konsumsi (Jenks, 2013: 235).

Produksi (permulaan) dalam konteks ini menjelaskan bagaimana produk

diciptakan melalui tahapan input, process, dan output. Input dalam konteks

penelitian ini adalah tata ruang kota termasuk di dalamnya bangunan-bangunan tua,

kawasan kota tua itu sendiri, serta cerita-cerita sejarah masa lalu dan mitos. Salah

satu contoh tentang mitos, yaitu “roti buaya khas betawi” diproduksi sedemikian

rupa melalui tahapan-tahapan tadi sehingga dihasilkan suatu keluaran yang dapat

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

31

dikonsumsi masyarakat. Pada fase kedua, yaitu process berarti bahwa input-input

tadi diproses melalui rekayasa-rekayasa, seperti rekayasa ekonomi, rekayasa politik,

dan rekayasa budaya.

Output (keluaran) sebagai hasil dari input dan process dalam kajian ini adalah

produk-produk wisata yang ada di kawasan Kota Tua Jakarta, baik yang bersifat

tangible maupun intangible. Salah satu contoh produk tangible ini merujuk pada

contoh mitos “roti buaya khas betawi” yang gambaran visualnya adalah roti yang

berbentuk buaya dalam ukuran besar (makna denotasi), sebagai salah satu syarat

dalam upacara pernikahan adat Betawi (makna konotasi). Keluarannya dalam

konteks ini roti yang direpresentasikan dalam bentuk sepasang buaya merupakan

persembahan mempelai pria kepada wanita, hanya dipajang dan ditempatkan dekat

pelaminan, tidak diperkenankan untuk dimakan. Buaya dalam mitos masyarakat

Betawi dipersepsikan sebagai hewan mistis yang dianggap keramat dan

melambangkan kekuatan spiritual untuk menolak kekuatan jahat.

Tahapan distribusi (mediasi) mengkonsepsikan bagaimana kebudayaan

didistribusikan sampai kepada masyarakat (society) oleh segala bentuk penggunaan

media seperti media massa. Dalam tahap ini sering terjadi perbedaan persepsi

karena faktor latar belakang yang berbeda penerima kebudayaan. Tahap akhir dari

produksi kebudayaan adalah konsumsi (penerimaan) menjelaskan bagaimana

kebudayaan yang dihadirkan dengan bentuk dan makna baru dapat diterima.

Gejala-gejala kebudayaan yang timbul dibedakan menjadi tiga gejala, yaitu

gagasan (ideofact), perilaku (sociofact), dan fisik (artifacts). Gagasan (ideofact)

digambarkan sebagai sesuatu yang tidak dapat diraba atau difoto, sifatnya abstrak,

berada pada alam pikiran masyarakat pemilik kebudayaan (Koentjaraningrat, 2011:

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

32

74). Jika gagasan tersebut diaplikasikan dalam wujud tulisan, keberadaannya tidak

lagi pada alam pikiran, tetapi berpindah pada karya yang dibukukan, bahkan bisa

juga tersimpan dalam bentuk yang lain, seperti disk, tape, arsip, microfilm, dan

microfiche.

Perilaku (sociofact) dideskripsikan sebagai interaksi, hubungan manusia satu

dengan lainnya mengikuti pola-pola tertentu dan didasarkan pada adat tata kelakuan,

sifatnya konkret, dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Fisik (artifacts)

dijelaskan sebagai keseluruhan hasil dari fisik dan aktivitas berupa perbuatan, dan

karya manusia, bersifat konkret, berupa benda-benda yang dapat diraba, dilihat dan

difoto.

Penggunaan teori representasi budaya dipaparkan sebagai analisis untuk

memberikan ulasan mengenai bentuk representasi pariwisata posmodern kawasan

Kota Tua Jakarta. Bentuk-bentuk representasi tidak mutlak sama dengan yang

direpresentasikannya karena ada pengaruh agen kekuasaan yang

melatarbelakanginya. Adapun agen kekuasaan yang dimaksud adalah pemerintah,

investor/industri, dan masyarakat. Terkadang tindakan penghadiran kepentingan

mengalami rekonstruksi dengan tujuan untuk menguatkan bentuk representasi

tersebut.

2.3.2 Teori Pengelolaan Warisan Budaya

Warisan budaya dalam perspektif pariwisata posmodern tidak lagi dianggap

sebagai sesuatu yang memiliki nilai sejarah, tetapi memiliki nilai ekonomis tinggi

melalui pemanfaatan sebagai objek dan daya tarik wisata. Pengakuan World

Tourism Organization (WTO) menguatkan bahwa 40% komponen perjalanan

wisata internasional dikuasai oleh kunjungan ke kawasan atau kota yang memiliki

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

33

warisan budaya (Timoty dan Boyd, 2003:1). Latar belakang ini menjadi peluang

besar yang ditangkap stakeholders untuk menggaet wisatawan minat khusus dengan

motivasi nostalgia mencari pengalaman berbeda dari refleksi masa lampau.

Komersialisasi kawasan, permainan kekuasaan, dan perebutan kepentingan

tak terelakkan di antara stakeholders. Jalan tengah dibutuhkan untuk pengelolaan

yang baik sehingga mengakomodasi kepentingan bersama. Beberapa kasus yang

terjadi mengorbankan banyak kelompok marginal. Salah satu contoh kasus adalah

konflik yang dialami Kota Tua Lijiang di Provinsi Yunan, Cina.

Konflik yang dialami terjadi karena perebutan kepentingan antara

masyarakat dan pengelola dalam konteks ini adalah industri pariwisata. Kawasan

yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia tahun 1997 menjadi pusat

perhatian dunia. Penetapan status tersebut berdampak positif untuk pengelola

karena kota ini menjadi terkenal dan dibanjiri wisatawan. Kondisi berbeda dialami

penduduk lokal, yaitu orang Naxi yang merupakan penduduk asli Kota Lijiang.

Perubahan struktur kota, termarginalkan, keterasingan, dan kehilangan

merupakan ungkapan perasaan orang Naxi terhadap Kota Lijiang yang menjadi

tempat mereka bermukim. Dalang semua rasa ketidaknyamanan ada pada pengelola

yang berlindung di balik konsep pariwisata (Ardika, 2015: 107). Kasus Kota Tua

Lijiang menjadi pembelajaran berharga mengenai konsep pengelolaan kawasan

yang diidentifikasi sebagai warisan peradaban budaya. Tata kelola kawasan

melibatkan stakeholders dan pembagian benefit yang adil tanpa mendiskreditkan

pihak minoritas.

Contoh konflik berikutnya dialami oleh negara-negara di Asia Tenggara yang

memiliki karakteristik serupa. Malaysia dengan kawasan Kota Tua Malaka dan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

34

George Town. Kamboja dengan kuil Angkor Wat di Kota Angkor. Indonesia

dengan Tongkonan dan Wae Rebo. Studi yang dilakukan Hitchcock dan King

menjelaskan hubungan antara budaya, pariwisata, dan politik akan memengaruhi

identitas budaya suatu bangsa. Industri pariwisata mengonstruksi elemen-elemen

tradisional yang dibangun, dibentuk, dideskripsikan, dan dikemas sedemikian rupa

demi kepentingan stakeholders. Eksploitasi warisan budaya berdampak pada

termarginalnya kepentingan penduduk lokal (Hitchcock dan King, 2010: 8-11).

Kondisi yang dialami Kota Lijiang dan kota-kota di Asia Tenggara

menegaskan pentingnya pengelolaan warisan budaya yang baik dengan

mengangkat prinsip-prinsip keseimbangan antara stakeholders dan masyarakat

lokal. Konflik tersebut menjadi pembelajaran berharga tentang bagaimana

memberdayakan masyarakat lokal supaya terlibat dalam pengelolaan kawasan atau

kota yang memiliki karakteristik simbol-simbol sejarah. Artinya, menyinergikan

semua kepentingan dengan menanggalkan superioritas relasi kuasa pihak dominan

menjadi solusi terbaik.

Berdasarkan latar belakang gambaran pergulatan konflik kepentingan konsep

pengelolaan yang dirumuskan Ardika, Hitchcock, dan King dijadikan acuan pokok.

Konsep dasar ini digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan

mengenai bagaimana pengelolaan pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta.

Untuk memberikan penjelasan komprehensif teori representasi budaya dan teori

kekuasaan juga digunakan dengan cara eklektik untuk memberikan penguatan.

2.3.3 Teori Kekuasaan

Untuk kepentingan penelitian ini konsep kekuasaan dibatasi dengan relasinya

terkait dengan pergulatan makna. Superioritas kelompok tertentu terhadap suatu

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

35

kawasan menjadi pertanda legitimasi atas makna kekuasaan. Konsep kekuasaan

Thompson diklasifikasikan menjadi lima bentuk, yakni (1) kekuasaan ekonomi, (2)

kekuasaan politik, (3) kekuasaan koersif, (4) kekuasaan budaya, dan (5) kekuasaan

simbolik (Lull, 1998: 83-84). Kelima kategori kekuasaan yang dimiliki dan

melekat, baik pada individu maupun kelompok. Di samping itu mereka berlomba

menunjukkan superioritas atau dominasi kekuasaannya (Barker, 2005: 516).

Paparan berikut secara komprehensif menggambarkan hubungan yang terkait

dengan pihak-pihak yang memainkan peran atas sumber-sumber kekuasaan yang

dimiliki. Kekuasaan-kekuasaan ini tidak dapat dipisahkan dari modal, jabatan,

kewenangan, dan kemampuan, baik individu maupun kelompok, dalam membentuk,

mempertahankan, dan menegakkan peraturan-peraturan sosial tertentu. Kekuasaan

ekonomi melekat pada modal ekonomi yang dimiliki kapitalis. Sementara

kekuasaan politik selalu diidentikkan dengan aparatur pemerintah sedangkan pihak

militer identik dengan kekuasaan koersif.

Kemampuan dalam mengekspresikan simbol-simbol tertentu tercermin

dalam kekuasaan simbolik. Ulasan suatu media dengan kekuasaan simbolik yang

melekat dapat memengaruhi dan menggiring opini publik terhadap suatu peristiwa

(Lull, 1998: 83-84). Kekuasaan budaya berhubungan dengan warisan modal budaya

seperti tradisi dan pola hidup masyarakat yang sifatnya diterima begitu saja (taken

for granted). Warisan melekat kuat pada masyarakat selaku aktor pemilik

kebudayaan tersebut.

Kelima sumber kekuasaaan ini saling memengaruhi dan menguatkan satu

dengan lainnya dalam memperjuangkan kepentingan individu atau kelompoknya.

Arena pertarungan ini cukup kompleks melibatkan kelompok-kelompok, seperti

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

36

pemerintah, swasta atau BUMN, masyarakat lokal, dan komunitas. Konsep

kekuasaan Thompson diasumsikan sebagai kausalitas antara sumber kekuasaan

yang bergantung kepada modal yang dimiliki.

Praktik superioritas atau dominasi merupakan strategi yang dilakukan untuk

kelanggengan kekuasaan. Contoh kasus yang dapat mendeskripsikan adalah

kemampuan media massa dalam melakukan komunikasi monolog sebagai

organisasi yang dapat memengaruhi ataupun menggiring opini publik terhadap

suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sosial individu atau masyarakat pada

umumnya. Pemberitaan melalui media akan mengundang opini publik. Respons

positif atau negatif publik dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pendidikan,

ekonomi, dan pengalaman masa lalu.

Kasus pemberitaan media mengenai penistaan agama yang melibatkan

Basuki Tjahaya Purnama atas pemberitaan Buni Yani yang merespons video

kunjungan kerja Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, ke Pulau

Pramuka Kepulauan Seribu dengan quote “apakah ini penistaan agama?” dalam

akun sosial media milik Buni Yani. Publik dalam hal ini kelompok dominan (umat

muslim) memiliki persepsi dengan latar belakang kekuatan agama mayoritas

memaksakan kehendak untuk memperkarakan ke meja hijau.

Di sini terlihat jelas bahwa ada kekuasaan yang sebenarnya ada pada level

subordinat dengan latar belakang yang kuat dapat menggiring kekuasaan dominan

dalam hal ini presiden, kepolisian, Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lewat contoh

konkret ini dapat dikatakan bahwa pengaruh media yang kuat dapat membuka jalan

bagi agen-agen tertentu untuk memaksakan kehendak. Di bawah kekuasaan budaya

ada beberapa orang atau kelompok mendapatkan keuntungan, sementara ada pihak

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

37

yang dirugikan. Konsep kekuasaan Thompson digunakan sebagai kajian untuk

menganalisis pergulatan makna kepentingan yang terjadi pada kawasan Kota Tua

Jakarta. Kepentingan ekonomi, politik, dan budaya merupakan pergulatan makna

kepentingan yang menjadi poin utama dalam rumusan masalah ketiga penelitian ini.

Arena pertarungan kompleks antara ketiganya dilandasi latar belakang kepentingan

yang berbeda pada kawasan yang sama.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

38

Aspek-aspek pariwisata

posmodern

1. Upaya pengembalian

fungsi lama kawasan.

2. Ikon Monas sebagai

branding Kota Jakarta

bergeser ke Kota Tua

Jakarta.

3. Pergeseran paradigma

pariwisata konvensional

ke kearifan lokal dan

keberlanjutan.

4. Modal budaya Kota Tua

direkayasa.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini digambarkan ke dalam model penelitian pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Penelitian

Keterangan:

= Hubungan langsung

= Hubungan tidak langsung

Bentuk representasi

pariwisata posmodern

kawasasan Kota Tua

Jakarta

Manajemen dalam

pengembangan pariwisata

posmodern kawasan Kota

Tua Jakarta

Pergulatan makna

representasi pariwisata

posmodern kawasan

Kota Tua Jakarta

Temuan Penelitian

Kota Tua Jakarta

Modal Budaya Kota

Tua

1. Sejarah bekas kota

kolonial Belanda.

2. Karakteristik kota

dengan bangunan

tua.

3. Arsitektur unik.

Representasi Pariwisata

Posmodern

Kawasan Kota Tua Jakarta

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

39

Penjelasan:

Kawasan Kota Tua yang menjadi cikal bakal Kota Jakarta kini dalam

perkembangannya banyak mengalami pasang surut. Sejarah masa lalu sebagai kota

kolonial Belanda dengan sejumlah bangunan tua menjadi karakteristik utama Kota

Tua Jakarta. Kota ini kaya akan nilai sejarah dan arsitektur unik perpaduan gaya

art deco dan art nouveau menjadi modal budaya bagi kawasan Kota Tua Jakarta.

Dukungan pemerintah melalui Pemprov DKI Jakarta beserta jajarannya dan JOTRC

yang mengupayakan untuk dilakukan revitalisasi terhadap kawasan Kota Tua.

Aspek-aspek yang melatarbelakangi perkembangan pariwisata posmodern di

kawasan Kota Tua Jakarta sebagai berikut. Pertama, mengembalikan fungsi lama

kawasan dengan fungsi dan pemaknaan berbeda. Kedua, ikon Monas sebagai

branding Kota Jakarta telah bergeser ke kawasan Kota Tua Jakarta. Ketiga,

perubahan paradigma berpikir wisatawan dari pariwisata konvensional bergeser

ke kearifan lokal dan keberlanjutan. Keempat, modal-modal budaya kawasan Kota

Tua direkayasa dan dimanfaatkan sebagai bentuk pariwisata posmodern.

Representasi merupakan tindakan penghadiran untuk kepentingan tertentu

dan dapat menguatkan kondisi yang terjadi pada kawasan Kota Tua Jakarta sebagai

representasi pariwisata posmodern. Dukungan pemerintah melalui Pemprov DKI

Jakarta untuk menyelamatkan kawasan Kota Tua Jakarta dari kehancuran dengan

mengeluarkan kebijakan untuk menguatkan arti penting kawasan ini sebagai aset

bangsa.

Berdasarkan deskripsi ini dikemukakan beberapa permasalahan yang terkait

dengan representasi pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta. Harapan

besar penelitian ini dapat menemukan solusi. Pertama, untuk mengetahui dan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI, DAN … · 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Studi-studi ini

40

memahami bentuk representasi pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta.

Kedua, untuk memahami dan mengetahui manajemen dalam pengembangan

pariwisata posmodern kawasan Kota Tua Jakarta. Ketiga, untuk mengetahui dan

memahami pergulatan makna representasi yang terjadi pada kawasan Kota Tua

Jakarta.

Berdasarkan metodologis yang telah ditetapkan, data-data dianalisis dengan

menggunakan beberapa teori secara eklektik seperti teori representasi budaya dari

Agger, teori pengelolaan warisan budaya (heritage management) dari Hitchcock

dan King, serta teori kekuasaan dari Thompson. Analisis tahap akhir penelitian

diharapkan menemukan hal baru yang berkaitan dengan representasi pariwisata

posmodern kawasan Kota Tua Jakarta.