bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir a. tinjauan studi ... · percakapan atau dialog dalam talk...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Berbagai penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut. Penelitian pertama adalah skripsi berjudul Ketidakpatuhan
Maksim Prinsip Kerja Sama dalam Acara “Opini” di TV One: Sebuah Kajian
Pragmatik, karya Nanik Yuniarsih (2011), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Perumusan masalah
dalam penelitian ini meliputi: (1) bagaimana ketidakpatuhan maksim prinsip kerja
sama dalam talk show “Opini”? dan (2) bagaimana implikatur ketidakpatuhan
maksim prinsip kerja sama dalam talk show “Opini”? Tujuan penelitian ini adalah
(1) mendeskripsikan ketidakpatuhan maksim prinsip kerja sama talk show
“Opini”, dan (2) menjelaskan implikatur ketidakpatuhan maksim prinsip kerja
sama dalam talk show “Opini”. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode padan pragmatik. Teknik pengambilan data berupa
teknik rekam dan teknik catat. Data dalam penelitian ini adalah tuturan yang
mengandung ketidakpatuhan maksim prinsip kerja sama. Sumber data dalam
penelitian ini adalah seluruh tuturan yang dilakukan oleh kedua presenter dengan
pendukung acara lainnya yang direkam dalam lima episode. Penelitian ini
menggunkan teknik analisis metode kontekstual.
Penelitian kedua adalah skripsi berjudul Jenis-Jenis Implikatur
Percakapan Berdasarkan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Talk Show
HItam Putih di Trans 7, karya Sri Suyamti (2012), Jurusan Pendidikan Bahasa
10
11
Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu (1)
mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat pada
percakapan atau dialog dalam talk show “Hitam Putih”, dan (2) mendeskripsikan
wujud pengungkapan implikatur percakapan dari pelanggaran prinsip kerja sama
dalam talk show “Hitam Putih”. Penelitian ini menggunakan teknik simak catat.
Dalam hal ini penyimakkan dan pencatatan dilakukan sebanyak 4 episode dalam
penayangan talk show “HItam Putih” di Trans 7 dengan durasi 60 menit yang
mengenai teknik implikatur percakapan. Teknik simak adalah penyimakkan
bahasa lisan yang secara spontan dan melakukan pencatatan data yang relevan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan pragmatik yang
alat penentunya berupa bahasa yang bersangkutan. Metode padan pragmatik yaitu
metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual
tertentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa. Metode ini
dilaksanakan dengan alat penentu yaitu konteks. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini, maka diketahui ada 4 bentuk pelaggaran prinsip kerja sama yang terdapat
dalam talk show “Hitam Putih”. Pelanggaran itu meliputi pelaggaran maksim
kuantitas, pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim hubungan
(relevansi), dan pelanggaran maksim cara (pelaksanaan).
Penelitian ketiga adalah skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
dan Implikatur dalam Talk Show Jakarta Lawyer Club di TV One, karya Rido
Mulyanto (2012) Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adapun tujuan penelitian ini adalah
12
menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur dalam
talk show JLC di TV One. Data dalam penelitian ini adalah semua tuturan yang
mengandung pelanggaran prinsip kerja sama dalam talk show JLC di TV One
yang ditayangkan pada episode 26 Juli 2011, 2 Agusus 2011, 2 Agustus 2011, 9
Agustus 2011, 16 Agustus 2011, dan 22 Agustus 2011. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah tehnik rekam dan teknik catat. Teknik analisis
data yang digunakan adalah metode analisis kontekstual. Hasil kajian penelitian
tersebut (1) terdapat empat maksim prinsip kerja sama, yaitu maksim kuantitas,
maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Pelanggaran yang paling
banyak dilakukan ialah pelanggaran terhadap maksim kuantitas, kemudian diikuti
oleh maksim relevansi, maksim cara, dan maksim kualitas; (2) terdapat 15 macam
wujud pengungkapan implikatur percakapan yaitu implikatur menolak, implikatur
menyatakan marah, implikatur menyatakan mengalihkan pembicaraan, implikatur
menyatakan pemberi saran, implikatur menyatakan pembelaan, implikatur
menyatakan pembelaan, implikatur menyatakan perintah, implikatur menyatakan
gurauan, implikatur meyatakan sindiran, implikatur menyatakan ejekan,
implikatur menyatakan menyombongkan diri, implikatur menyatakan pujian,
implikatur menyatakan menantang, implikatur menyatakan melebih-lebihkan,
implikatur menyatakan menyederhanakan, dan implikatur menyatakan
menyakinkan.
Penelitian keempat adalah skripsi berjudul Prinsip Kerja Sama dalam
Acara Talkshow Debat Indonesia Lawyers Club, karya Cut Nur Azizah Putri
(2014), Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.
13
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis pematuhan dan pelanggaran
maksim prinsip kerja sama yang terjadi pada acara talk show debat Indonesia
Lawyer Club. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah tuturan pembawa acara dan para
narasumber yang diundang pada acara talk show debat Indonesia Lawyers Club.
Objek kajian dalam penelitian ini adalah tuturan pematuhan dan pelanggaran
prinsip kerja sama dan fungsi dari tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip
kerja sama pada acara talk showdebat Indonesia Lawyers Club. Instrumen
penelitian ini adalah human instrument. Human instrument dilakukan dengan
mengandalkan pengetahuan peneliti. Data penelitian dikumpulkan dengan metode
simak dengan teknik dengar dan catat. Analisis data dilakukan dengan metode
padan dengan submetode padan referensial. Keabsahan data diperoleh melalui
ketekunan pengamatan.
Penelitian kelima adalah tesis berjudul Prinsip Kerja Sama, Implikatur
dan Daya Pragmatik dalam Acara Tatap Mata di Trans7, karya Nisa Afifah
(2016), Program Studi Lingusitik Program Pascasarjana, Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Adapun tujuan peelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan
maksim yang muncul dan dominan dipatuhi pada prinsip kerja sama dalam acara
Tatap Mata di Trans7, (2) mendeskripsikan maksim yang muncul dan maksim
yang dominan dilanggar, serta fungsi yang mempengaruhi pelanggaran prinsip
kerja sama dalam acara Tatap Mata di Trans 7, dan (3) menjelaskan penerapan
implikatur dan daya pragmatik dalam acara Tatap Mata di Trans7. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan pragmatik. Data penelitian ini
berupa data lisan dari empat episode Tatap Mata di Trans7 yang didapat dengan
14
cara mengunduh di situs www.youtube com lalu ditranskripsikan ke dalam bentuk
tulis. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik
penyediaan data dilakukan dengan teknik rekam, serta teknik simak catat. Hasil
penelitian ini menunjukkan percakapan yang dilakukan pembawa acara dan
narasumber Tatap Mata di Trans7 lebih banyak mematuhi prinsip kerja sama
daripada melanggar prinsip kerja sama. Pada pematuhan dan pelanggaran prinsip
kerja sama ditemukan pada semua maksim Grice, yaitu maksim kuantitas, maksim
kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Selanjutnya, terdapat pula aplikasi
implikatur dan daya pragmatik pada Tatap Mata di Trans7.
Kelima penelitian terdahulu tersebut merupakan penelitian pragmatik yang
menggunakan teori prinsip kerja sama dan implikatur. Penelitian dengan judul
Penerapan Prinsip Kerja Sama dalam Acara Talk Show dr. Oz Indonesia di
Trans TV yang dilakukan oleh penulis ini mempunyai perbedaan dengan
penelitian-penelitian di atas. Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu ada pada data penelitiannya. Penulis tidak menemukan penelitian pada
talk show mengenai kesehatan. Segi yang menarik dari penelitian ini adalah
penulis dapat menemukan bahasa-bahasa yang digunakan dalam bidang kesehatan
menjadi tuturan yang menimbulkan pematuhan prinsip kerja sama maupun
pelanggaraan prinsip kerja sama. Ruang lingkup pemakaian bahasa dalam
penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu maka kemungkinan
hasil yang diperoleh pun akan berbeda. Dengan demikian, penelitian ini
membahas penerapan prinsip kerja sama yang terdiri dari pematuhan dan
pelanggaran prinsip kerja sama serta implikatur dengan sumber data penelitian
yang berbeda dari penelitian terdahulu.
15
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Pegertian pragmatik menurut Leech (terjemahan M. D. D. Oka, 1993:8)
adalah studi tentang makna dalam hubugannya dengan situasi-situasi ujar (speech
situation). Aspek situasi ujar meliputi: penyapa dan pesapa, konteks tuturan,
tujuan tuturan, tuturan sebagai tindak ujar, dan tuturan sebagai produk tindak
verbal. Dengan demikian, komunikasi berorientasi pada tujuan saat memproduksi
suatu tuturan.
Menurut Yule pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan
oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa
yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud
penutur. Studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan
orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh
terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana
cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan
orang yang mereka ajak bicara dimana, kapan, dan dalam keadaan apa (1996: 3).
Selanjutnya, Yule (1996:3) menyebutkan empat batasan ilmu pragmatik,
yaitu:
a. Pragmatics is the study of speaker’s meaning (pragmatik adalah studi yang
mempelajari tentang maksud penutur).
b. Pragmatics is the study of contextual meaning (pragmatik adalah studi yang
mempelajari tentang makna kontekstual).
16
c. Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said
(pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih
banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan).
d. Pragmatics is the study of the expression of relative distance (pragmatik
adalah studi yang mempelajari tentang ungapan jarak hubungan).
Menurut Wijana “pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan
itu digunakan di dalam berkomunikasi” (1996:2). Semantik dan pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya saja
semantik mempelajari makna secara internal sedangkan pragmatik mempelajari
makna secara eksternal. Makna yang ditelaah semantik adalah makna yang bebas
konteks sedangkan makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat
konteks.
Berikutnya, Gunarwan dalam PELBA 7 mengungkapkan bahwa
pragmatik adalah bidang linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan
makna atau daya (force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni
untuk apa suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan (1994:83-84). Menurut
Kridalaksana (2001:176) pragmatik adalah (1) syarat-syarat yang mengakibatkan
serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; (2) aspek-aspek pemakaian
bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna
ujaran.
Dari beberapa pengertian pragmatik menurut para ahli di atas, secara
umum dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah suatu cabang ilmu yang
17
mempelajari tentang maksud yang terkandung dalam ujaran yang terikat dengan
konteks.
2. Situasi Tutur
Menurut Rustono, situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat,
sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Dalam komunikasi tidak ada tuturan
tanpa situasi tutur. Memperhitungkan situasi tutur sangat penting di dalam
pragmatik. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat di identifikasikan
melalui situasi tutur yang mendukungnya. Tidak selamanya tuturan itu secara
langsung menggambarkan makna yang dikandung oleh unsur-unsurnya (1999:25).
Leech (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:19-21) menjelaskan
mengenai aspek-aspek situasi tutur untuk mengetahui apakah suatu percakapan
tersebut merupakan fenomena pragmatis atau semantis. Aspek situasi tutur
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)
Orang yang menyapa dinyatakan dengan n (penutur) sedangkan orang yang
disapa dinyatakan dengan t (petutur). Simbol-simbol tersebut merupakan
singkatan untuk „penutur/penulis‟ dan „petutur/pembaca‟. Jadi penggunaan n
dan t tidak membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja. Istlah-istilah
„penerima‟ (orang yang seharusnya menerima dan menafsirkan pesan) dan
„yang disapa‟ (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran pesan)
juga perlu dibedakan. Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan lewat dan
pendengar pesan dan bukan orang yang disapa.
18
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan
sosial sebuah tuturan. Leech mengartikan konteks sebagai suatu pengetahuan
latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur yang
membantu petutur menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Leech berpendapat bahwa pemakaian istilah tujuan dan fungsi sering sekali
lebih berguna daripada makna yang dimaksud atau maksud n mengucapkan
sesuatu. Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani
pemakaiannya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat
digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan.
d. Tuturan-tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansi-performansi verbal
yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Jadi pragmatik menangani
bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Sebuah tuturan dapat menjadi suatu contoh kalimat (sentence-intence) atau
tanda kalimat (sentence-token), tetapi bukanlah suatu maksud. Artinya, tuturan-
tuturan merupakan unsur yang maknanya dapat dikaji di dalam pragmatik.
Dengan perkataan lain, pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang
mengkaji maksud tuturan.
19
3. Prinsip Kerja sama
Menurut Wijana, dalam suatu percakapan dibutuhkan kerja sama yang
baik antara penutur dan mitra tutur sehingga tuturan bisa diterima oleh kedua
pihak. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya relevan dengan konteks,
jelas dan mudah dipahami, padat, ringkas (concise), dan selalu pada persoalan
(straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya. Akan
tetapi, jika penutur dalam suatu percakapan melakukan penyimpangan atau ada
implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya, maka penutur
yang bersangkutan tidak melaksanakan prinsip kerja sama dan tidak bersifat
kooperatif (1996:45).
Grice mengemukakan prinsip kerja sama yang merumuskan bahwa
setiap tuturan kita harus berkontribusi pada setiap tahap terjadinya proses
pertuturan. “Make your conversational contribution such as is required, at the
stage at which it occurs, by the accepted purpose of direction of the talk exchange
in which you are engaged” (buatlah sumbangan informasi Anda seinformatif yang
dibutuhkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati
atau arah percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang diikuti)
(1975:45). Selanjutnya, Grice juga mengungkapkan bahwa setiap penutur harus
mematuhi 4 maksim percakapan (conversational maxim), yakni maksim kuantitas
(maksim of quantity), maksim kualitas (maksim of quality), maksim relevansi
(maksim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maksim of manner).
1. The Maxim of Quantity (Maksim Kuantitas)
20
a. Make your contribution as informative as required (sumbangan
informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan)
b. Do not make your contribution more informative than required
(sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan).
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat
memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif
mungkin.Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang
sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung
informasi yang sungguh-sungguh diperlukan dapat dikatakan melanggar
maksim kuantitas.
Contoh :
Data (95)
Konteks Tuturan:
Percakapan berlangsung antara dr. Reisa dengan bintang tamu yaitu Sonya
artis pemain sinetron. dr. Reisa bertanya kepada Sonya berapa usia anaknya dan
dari jawaban yang diberikan Sonya terlihat adanya prinsip kerja sama dengan
menjawab informasi seadanya dan tidak berlebihan.
Bentuk Tuturan :
dr. Reisa : “Jumpa lagi di dokter oz Indonesia, ya hari ini kita akan membahas
tentang kontrasepsi. Suatu cara dan juga alat yang dilakukan oleh
para pasangan suami istri untuk melakukan dan mencegah
terjadinya kehamilan. Dan hari ini nih saya tidak akan sendirian di
studio karena sudah hadirseorang narasumber dan juga bintang
tamu tentunya yang akan menemani saya membahas tuntas tentang
berbagai permasalahan tentang kontrasepsi yaitu dokter santi dan
juga Sonya fatmala”.
dr. Reisa : “Usianya udah berapa ini anaknya ?”
Sonya : “Eeeeee..jalan dua setengah bulan.”
dr. Reisa : “Jalan dua setengah bulan ya, waoooow luar biasa, pengalaman
pertama jadi seorang ibu?”
Sonya : “Iya pengalaman pertama”
(95/MKS/MKnt/DOI/TransTV/13 Februari 2016)
21
Pada data (95) terdapat pematuhan maksim kuantitas. Maksim kuantitas
yang dipatuhi ialah pada submaksim pertama, yakni memberikan kontribusi yang
seadanya dan seinformatif mungkin. Dr. Reisa bertanya kepada bintang tamuya,
Sonya tentang anak pertamanya yang sudah berusia berapa bulan. Selanjutnya,
Sonya memberikan jawaban sesuai dengan yang ditanyakan oleh mitra tutur,
bahwa usia anak pertamanya adalah “Eeeeee. . jalan dua setengah bulan”. Dari
jawaban Sonya tersebut menunjukan pematuhan prinsip kerja sama maksim
kuantitas yang berfungsi menyampaikan informasi yang jelas.
Data (06)
Konteks Tuturan :
Konteks percakapan tersebut terjadi antara pembawa acara dr. Ryan
dengan bintang tamu yaitu Dea. Percakapan di atas menunjukkan perkenalan
antara dr. Ryan dengan Dea yang posisi nya di grup HI-vi sebagai vocalis.
Bentuk Tuturan :
dr. Ryan : “Hehehe. Si cantik namanya siapa?” (sambil nunjuk Dea yang ada
disamping Ilham)
Dea : “Hallo, nama saya Dalila Askadi Putri biasa dipanggil dengan
Dea. ”
dr. Ryan : “Iya, tepuk tangan dengan Dea. ”
dr. Reisa : “Iya, enak banget ya suaranya itu lho dok. Hehehe. ”
dr. Ryan : “Iya. hehhe. ”
(06/MKS/MKnt/DOI/TransTV/1 Januari 2016)
Pada data (06) terdapat pematuhan maksim kuantitas. Maksim kuantitas
yang dipatuhi ialah pada submaksim kedua yakni memberikan kontribusi yang
tidak lebih informatif dari yang dibutuhkan. dr. Ryan bertanya pada bintang
22
tamunya yaitu Dea, tentang siapa namanya, “Hehehe. Si cantik namanya
siapa?”. Selanjutnya, Dea memberikan jawaban melebihi dari yang dibutuhkan
oleh mitra tutur, Ia menjawab dengan menjelaskan nama panjangnya dan nama
panggilannya, “Hallo, nama saya Dalila Askadi Putri biasa dipanggil dengan
Dea”.
Pada data diatas jawaban Dea tersebut walaupun lebih panjang, tetapi tidak
lebih informatif dari yang ditanyakan, seharusnya Dea cukup menjawab nama
panjangnya saja itu jawaban yang cukup informatif dari yang dibutuhkan mitra
tutur.
2. The Maxim of Quality (Maksim Kualitas)
a. Do not say what you believe to be false (jangan mengatakan sesuatu
yang Anda yakini bahwa itu tidak benar)
b. Do not say that for which you lack adequate evidence (jangan
mengatakan sesuati yang bukti kebenarannya kurang menyakinkan)
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya dalam bertutur.
Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.
Contoh :
Data (101)
Konteks Tuturan :
Percakapan berlangsung antara dr. Santi dengan bintang tamu yaitu Sonya.
Percakapan tersebut Sonya bertanya kepada dr. Santi tentang apa perbedaan KB
spiral tembaga dengan hormonal. Dilihat dari jawaban dr. Santi terjadi adanya
prinsip kerja sama karena dari jawaban dr. Santi jawaban dari seorang dokter
yang sudah terbukti akurat kebenarannya.
Bentuk Tuturan :
dr. Santi : “Nah ini nih untuk spiral ada bentuk aslinya ini.”
23
Sonya : “Tapi dok kalo yang tembaga sama yang hormonal lebih aman yang
mana?”
dr. Santi : “Eeee..kalo masalah aman dua-duanya sama-sama aman.”
Sonya : “Bedanya?”
dr. Santi : “Cuma ada keuntungannya, kalo dia spiral tembaga memang
ini kan dia benda asing sehingga menyebabkan eee..lendir
daripada vaginanya ini akan keluar lebih banyak itu beresiko
untuk infeksi ya kalo kita tidak menjaga kebersihan vagina
dengan baik. kemudian juga ia menyebabkan darah haid
menjadi lebih banyak kemudian haid nya lebih panjang
kemudian juga kadang-kadang ada spoting-spoting diluar
siklus haid.” (101/MKS/MKlt/DOI/TransTV/13 Februari 2016)
Pada data (101) terdapat pematuhan maksim kualitas. Maksim kualitas
yang dipatuhi ialah pada submaksim pertama, yakni memberikan informasi yang
diyakini benar. Pada data di atas, dr. Santi menuturkan bahwa “Eeee. .kalo
masalah aman dua-duanya sama-sama aman”, dari jawaban tersebut terlihat ia
benar-benar menyakini hal tersebut. Hal itu terbukti ketika ia diminta oleh mitra
tutur, yaitu Sonya, untuk menjelaskan lebih lanjut perbedaan KB spiral yang
tembaga dan KB spiral yang hormonal, dr. Santi bisa menjelaskan secara jelas
dengan mengatakan “Cuma ada keuntungannya, kalo dia spiral tembaga
memang ini kan dia benda asing sehingga menyebabkan eee. . lendir daripada
vaginanya ini akan keluar lebih banyak itu beresiko untuk infeksi ya kalo kita
tidak menjaga kebersihan vagina dengan baik. Kemudian juga ia menyebabkan
darah haid menjadi lebih banyak kemudian haidnya lebih panjang kemudian
juga kadang-kadang ada spoting-spoting diluar siklus haid”.
Adapun fungsi pematuhan maksim kualitas tersebut ialah untuk
menyampaikan informasi yang benar sesuai fakta dan bukti yang ada. Seorang
penutur selain memberikan kontribusi yang diyakini benar, juga harus disertai
bukti yang ada.
24
Data (59)
Konteks Tuturan :
Konteks pada percakapan di atas terjadi antara dr. Ryan dengan bintang
tamu yaitu Dea. Dalam percakapan tersebut dr. Ryan menunjukkan bahwa ada
tempat kuliner yang memanfaatkan arang untuk membuat kopi yaitu kopi joss
yang terletak di Jogjakarta.
Bentuk Tuturan :
dr. Ryan :”Jadi pemirsa memang, bisa dari beberapa bahan untuk membuat
arang tapi sekarang itu dengan kemajuan dan untuk mendapatkan
manfaat yang maksimal ada juga yang menggunakan arang aktif.
Arang aktif itu yaitu suatu arang yang dibuat dengan cara khusus
dipanaskan di suhu sekitar 200 derajat. ”
Dea : “Waduh dimana?. ”
dr. Ryan : “Dan ini hampir banyak digunakan di tempat kuliner-kuliner
kita ya salah satuny adalah Jogja, waktu itu dr. Oz pernah
melihat langsung dimana di kopi jos namanya. ”
Dea : “Oooohh. . kopi joss. ”
dr. Ryan : “Pernah nikmati?”
Dea : “Pernah. . pernah… . ”
(59/MKS/MKlt/DOI/TransTV/1 Januari 2016)
Pada data (59) terdapat pematuhan maksim kualitas. Maksim kualitas yang
dipatuhi ialah pada submaksim kedua, yakni memberikan informasi yang diyakini
benar dan disertai bukti. Dea bertanya tentang dimana tempat yang memanfaatkan
arang aktif dengan suhu sekitar 200 derajat yang dimanfaatkan secara maksimal
“Waduh dimana?”. Kemudian dr. Ryan memberikan jawaban yang diyakini
benar dan disertai dengan bukti yang nyata, bahwa tim dr. Oz pernah mendatangi
langsung tempat kuliner yang berada di Jogja, merupakan salah satu tempat kulier
bernama kopi joss yang memanfaatkan arang aktif untuk pembuatan minuman
kopi.
25
Kebenaran jawaban dr. Ryan tersebut, didukung oleh bukti yang Ia punya.
Hal itu tampak pada tuturan, “Dan ini hampir banyak digunakan di tempat
kuliner-kuliner kita ya salah satuny adalah Jogja, waktu itu dr. Oz pernah
melihat langsung dimana di kopi jos namanya”. Fungsi pematuhan maksim
kualitas tersebut ialah untuk mempetahankan pendapat.
3. The Maxim of Relevance (Maksim Relevansi)
a. Make your contribution relevant (usahakan agar perkataan Anda ada
relevansinya)
Di dalam maksim relevansi dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama
yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat
memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan
itu. Bertutur dengan tidak memberikan konstribusi yang demikian dianggap tidak
mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama
Contoh :
Data (150)
Konteks Tuturan :
Percakapan berlangsung antara pembawa acara dr. Ryan dengan bintang
tamu Beniqno. Dalam percakapan tersebut dr. Ryan menyuruh Beniqno untuk
membuka tudung saji yang ada di atas meja. Dilihat dari jawaban Beniqno terjadi
prinsip kerja sama karena adanya tanggapan untuk membuka tujung saji tersebut.
Bentuk Tuturan :
dr. Ryan : “Makanya proses membantu penyembuhan mukosa atau lapisan pada
luka di area sariawan bisa dibantu dengan cara-cara di atas meja
ini. Ada apa di dalam ini?” (sambil nunjuk benda di atas meja)
26
Beniqno : “Ada apa ini?”
dr. Ryan : “Coba Beniqno silahkan dibuka!”
Beniqno : “Oke.” jeng..jeng..jeng… .” (sambil membuka tudung saji)
dr. Ryan : “Taraaaaa,,, ada apa?”
Beniqno : “Air, air anget, ini garem, backing soda, ada minyak kelapa, ini
madu.”(sambil nunjuk bahan-bahan di atas meja)
(150/MKS/MRl/DOI/TransTV/13 Februari 2016)
Pada data (150) terdapat pematuhan maksim relevansi, yakni memberikan
kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan. Dalam proses penyembuhan
mukosa atau lapisan pada luka di area sariawan bisa dibantu dengan cara-cara
menggunakan bahan yang sederhana. Dr. Ryan yang akan menjelaskan bahan-
bahan yang berada di atas meja, dengan menyuruh bintang tamu yaitu Beniqno
untuk membuka tudung saji, “Coba Beniqno silahkan dibuka!”, dari pernyataan
dr. Ryan tersebut menyebabkan Beniqno mengungkapkan tuturan yang sesuai
dengan topik pembicaraan yang diutarakan dr. Ryan, “Oke.” jeng. . jeng. .
jeng…”. Kerelevansian tuturan Beniqno terasa langsung oleh dr. Ryan karena
Beniqno dapat menafsirkan atau menangkap maksud tuturan dr. Ryan tersebut,
yaitu Beniqno melakukan apa yang di perintahkan oleh dr. Ryan yaitu untuk
membuka tudung saji yang ada di atas meja tersebut.
4. The Maxim of Manner (Maksim Cara)
Be perspicuous, and specifically:
a. Avoid obscurity (hindari pernyataan-pernyataan yang samar)
b. Avoid ambiguity (hindari ketaksaan)
c. Be brief (usahakan agar ringkas, hindari pernyataan-pernyataan yang
panjang lebar dan bertele-tele)
27
d. Be orderly (usahakan agar Anda berbicara dengan teratur)
Maksim cara ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara
langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip k
erja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Contoh :
Data (38)
Konteks Tuturan :
Konteks pada percakapan di atas terjadi antara dr. Ryan dengan bintang
tamu yaitu Ezra. Dalam percakapan tersebut Ezra menanyakan apakah pomade
alami buatan sndiri tersebut langsung bisa dipakai, menurut pemikirannya
langsung bisa dipakai, dan ternyata menurut dr. Ryan tidak bisa langsung dipakai
harus disimpan di wadah khususnya agar berbentuk padat dulu baru bisa dipakai.
Bentuk Tuturan :
dr. Ryan :”Ya untuk bahan-bahannya sebenarnya mudah gampang didapatkan
di toko kosmetik seperti bahan utamanya tadi adalah lilin lebah, ya
kemudian dicampur dengan beberapa bahan lainnya bisa
mengguakan minyak sayur!” (sambil mengaduk)
Ilham, Dea :“Hmmm minyak sayur?”
dr. Ryan :“Minyak sayur ini bisa, tergantung kepadatannya kala misalnya
kurang sesuai kekentalannya untuk kebutuhan kalian bisa ditambah
lagi, tapi kalau udah ngga usah ditambah lagi. Kemudian untuk
memberikan rasa kilap bisa kita menggunaka mentega.” (sambil
mengaduk)
Dea : “Hmmm, yes.”
dr. Ryan : “Lalu untuk aromanya bisa menggunakan minyak essensial yah. Lalu
kita aduk.” (sambil mengaduk)
Ezra : “Trus langsung dipake dok?”
dr. Ryan : “Di simpan dulu di wadah khususnya yah.”
Ezra : “Owh disimpan, kirain langsung dipakai.”
dr. Ryan : “Jangan, nanti di cemil.”
(38/MKS/MCr/DOI/TransTV/1 Januari 2016)
Pada data (38) terdapat pematuhan maksim cara. Maksim cara yang
dipatuhi ialah pada submaksim pertama, yakni memberikan jawaban yang jelas
dan tidak samar. dr. Ryan menjelaskan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
28
membuat pomade alami, yaitu bahan utamanya adalah lilin lebah kemudian
dicampur dengan bahan lainnya seperti minyak sayur. Dengan serentak Ilham dan
Dea bertanya kepada dr. Ryan dengan nada kaget, “Hmmm minyak sayur?”
kemudian dr. Ryan memberikan jawabannya dengan urut atau teratur. Pertama-
tama dr. Ryan menjelaskan bahwa minyak sayur tersebut bisa digunakan sebagai
bahan untuk membuat pomade alami tergantung kepadatannya, “Minyak sayur
ini bisa, tergantung kepadatannya kalau misalnya kurang sesuai kekentalannya
untuk kebutuhan kalian bisa ditambah lagitapi kalau udah ngga usah ditambah
lagi”.
Selanjutnya, dr. Ryan menjelaskan bahwa untuk memberikan rasa kilap
pomade alami tersebut apabila dipakai, bisa menambahkan bahan mentega,
“Untuk memberikan rasa kilap bisa kita menggunakan mentega”.
Data (38)
Konteks Tuturan :
Konteks pada percakapan di atas terjadi antara dr. Ryan dengan bintang
tamu yaitu Ezra. Dalam percakapan tersebut Ezra menanyakan apakah pomade
alami buatan sendiri tersebut langsung bisa dipakai, menurut pemikirannya
langsung bisa dipakai, dan ternyata menurut dr. Ryan tidak bisa langsung
dipakai harus disimpan di wadah khususnya agar berbentuk padat dulu baru
bisa dipakai.
Bentuk Tuturan :
dr. Ryan :”Ya untuk bahan-bahannya sebenarnya mudah gampang didapatkan
di toko kosmetik seperti bahan utamanya tadi adalah lilin lebah, ya
kemudian dicampur dengan beberapa bahan lainnya bisa
mengguakan minyak sayur!” (sambil mengaduk)
29
Ilham, Dea :“Hmmm minyak sayur?”
dr. Ryan :“Minyak sayur ini bisa, tergantung kepadatannya kala misalnya
kurang sesuai kekentalannya untuk kebutuhan kalian bisa ditambah
lagi, tapi kalau udah ngga usah ditambah lagi. Kemudian untuk
memberikan rasa kilap bisa kita menggunaka mentega. ” (sambil
mengaduk)
Dea : “Hmmm, yes. ”
dr. Ryan : “Lalu untuk aromanya bisa menggunakan minyak essensial yah. Lalu
kita aduk. ” (sambil mengaduk)
Ezra : “Trus langsung dipake dok?”
dr. Ryan : “Di simpan dulu di wadah khususnya yah. ”
Ezra : “Owh disimpan, kirain langsung dipakai. ”
dr. Ryan : “Jangan, nanti di cemil. ”
(38/MKS/MCr/DOI/TransTV/1 Januari 2016)
Pada data (38) terdapat pematuhan maksim cara. Maksim cara yang
dipatuhi ialah pada submaksim keempat, yakni memberikan jawaban secara
urut atau dengan teratur. dr. Ryan menjelaskan bahan-bahan yang akan
digunakan untuk membuat pomade alami, yaitu bahan utamanya adalah lilin
lebah kemudian dicampur dengan bahan lainnya seperti minyak sayur. Dengan
serentak Ilham dan Dea bertanya dengan dr. Ryan dengan nada kaget, “Hmmm
minyak sayur?”, kemudian dr. Ryan memberikan jawabannya dengan urut atau
teratur. Pertama-tama dr. Ryan menjelaskan bahwa minyak sayur tersebut bisa
digunakan sebagai bahan untuk membuat pomade alami tergantung
kepadatannya, “Minyak sayur ini bisa, tergantung kepadatannya kalau
misalnya kurang sesuai kekentalannya untuk kebutuhan kalian bisa
ditambah lagi tapi kalau udah ngga usah ditambah lagi”. Selanjutnya, dr.
Ryan menjelaskan bahwa untuk memberikan rasa kilap pomade alami tersebut
apabila dipakai, bisa menambahkan bahan mentega, “Untuk memberikan
rasa kilap bisa kita menggunakan mentega”.
30
Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa aspek keteraturan
tuturan dr. Ryan tampak pada keruntutan frasa dan kalimat yag ia gunakan.
Fungsi pematuhan maksim cara tersebut ialah untuk menyampaikan informasi
secara urut atau teratur.
4. Implikatur
Implikatur (implicature) adalah derivasi kata implicate, yang semula
bermakna “menuduh seseorang terlibat dalam perbuatan yang melanggar hukum”.
Makna ini diubah oleh Grice menjadi “sinonim” kata imply. Bedanya adalah
bahwa imply bermakna “menyiratkan secara umum”, sedangkan implicate
bermakna “menyiratkan secara kebahasaan. ” (Gunarwan, 2007:86)
Menurut Grice, istilah implikatur itu hampir selalu dikaitkan dengan
Grice yang mempostulatkan bahwa di dalam berkomunikasi orang hendaklah
bekerja sama dengan mitra wicaranya agar komunikasi itu efisien dan efektif.
Dengan kata lain partisipan komunikasi perlu mematuhi prinsip kerja sama atau
PKS (Cooperative Principle), yang dapat dijabarkan menjadi empat maxims atau
bidal, yaitu bidal keinformatifan, bidal kebenaran, bidal relevansi, dan bidal
kejelasan (dalam Gunarwan 2007:86).
Selanjutnya Grice (1975) dalam artikelnya yang berjudul Logic and
Conversation mengatakan bahwa istilah implikatur digunakan untuk menerangkan
apa yang diartikan, disarankan atau dimaksudkan berbeda dengan apa yang
dinyatakan penutur. Dalam teorinya mengenai implikatur, Grice berusaha
menjelaskan bagaimana seorang mitra tutur memahami apa yang dikatakan dan
31
dimaksudkan oleh penutur. Selanjutnya, dinyatakan bahwa sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan. Proposisi
yang diimplikasikan tersebut disebut sebagai implikatur.
Grice (2006:67) menyebutkan bahwa implikatur dibedakan menjadi dua
yaitu implikatur konvensional dan nonkovensional. Implikatur konvensional
adalah makna suatu ujaran yang secara konvensional atau secara umum diterima
oleh masyarakat, sedangkan implikatur nonkonvesional adalah ujaran yang
menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan sebenarnya.
Implikatur percakapan erat hubungannya dengan prinsip kerja sama.
Adanya ketidakpatuhan terhadap prinsip kerja sama tersebut melahirkan adanya
sebuah implikatur yang hendak disampaikan penutur kepada mitra tuturnya.
Ketidakpatuhan yang dilakukan peserta tutur itulah yang kemudian memunculkan
implikatur percakapan. Dalam PELLBA 18, Asim Gunarwan, mendefinisikan
implikatur sebagai sesuatu yang mengacu kepada yang dikomunikasikan penutur,
tetapi tidak dikatakan (ditulis) oleh si penutur. Maksud pernyataan tersebut adalah
ketika penutur menyampaikan informasi, mitra tutur dituntut untuk memahami
maksud yang disampaikan. Akan tetapi, munculnya implikatur tergantung dari
ketersediaan piranti dan istilah yang diucapkan oleh penutur. Hanya saja
implikatur berelasi dengan maksim yang berbeda (2007:86)
Menurut Yule (1996:40), implikatur terdiri dari 4 jenis implikatur
percakapan yaitu sebagai berikut.
a. Conversational Implicature (Implikatur Percakapan)
Asumsi dasar percakapan adalah jika ditunjukkan sebaliknya, bahwa
peserta-pesertanya mengikuti prinsip kerja sama dan maksim-maksim.
32
Contoh:
X : “Jam berapa sekarang?”
B : “Korannya sudah datang”.
Dalam percakapan antara penutur dan mitra tutur tersebut, mitra tutur
sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan sudah cukup untuk
menjawab pertanyaan penutur sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran
biasa diantarkan.
Implikatur percakapan dapat dikatakan sejenis makna yang terkandung
dalam percakapan yang dipahami oleh masing-masing partisipan. Implikatur
percakapan menerangkan yang mungkin diartikan, disarankan, atau
dimaksudkan oleh penutur dapat berbeda dengan yang dikatakan oleh penutur.
b. Generalized Conventional Implicatures (Implikatur Percakapan Umum)
Implikatur percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk
memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, maka disebut dengan
implikatur percakapan umum (Yule, 1996:40)
Contoh:
Pada suatu hari saya duduk di sebelah kebun.Seorang anak kecil melonggok
lewat pagar.
Implikatur tuturan tersebut yaitu kebun dan anak yang disebutkan bukan
milik penutur. Maka dari itu, tuturan tersebut tidak mematuhi prinsip kerja
sama. Apabila dia mengatakan „kebunku‟ dan „anakku‟ (lebih informatif
karena mengikuti maksim kuantitas) maka akan lebih mudah dipahami.
33
c. Particularized conversational implicatures (Implikatur Percakapan Khusus)
Pada peristiwa tutur, munculnya implikatur disebabkan adanya
persamaan pengetahuan dan konteks tertentu.Akan tetapi, seringkali tuturan
yang disampaikan terjadi dalam konteks yang sangat khusus.Inferensi-
inferensi yang demikian dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang
disampaikan sehingga menghasilkan implikatur percakapan khusus (Yule,
1996:42).
Contoh :
A : Apakah kamu suka es krim?
B : Apakah itu Pope Catholic?
Contoh tersebut menunjukkan bahwa jawaban B tidak memberikan
jawaban “ya”atau “tidak”.A harus berasumsi bahwa B melaksanakan kerja
sama. Jadi, A beranggapan pertanyaan “Pope” B dengan jawaban “ya”.Jadi
jawabannya sudah dimengerti, tetapi sifat dasar jawaban B juga
mengimplikasikan jawaban terhadap pertanyaan itu yaitu “ya”.
d. Conventional Implicatures (Implikatur konvensional)
implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau
maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan
dan tidak langsung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya.
Implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan
maksud tambahan jika yang disampaikan kata-kata itu digunakan. Kata
penghubung “tetapi” adalah salah satu kata-kata ini (Yule,1996:45).
34
contoh:
Mary menyarankan warna hitam, tetapi saya memilih warna putih.
Pada contoh tersebut, kenyataan bahwa Mary menyarankan warna hitam
dan bertolak belakang dengan pilihan saya yaitu warna putih. Implikatur tuturan
tersebut adalah kata “tetapi”.
5. Talk Show
Talk Show atau gelar wicara adalah suatu jenis acara televisi atau radio
yang berupa perbincangan atau diskusi seorang atau sekelompok orang “tamu”
tentang suatu topik tertentu (atau beragam topik) dengan dipandu oleh pemandu
gelar wicara. Tamu dalam suatu gelar wicara biasanya terdiri dari orang-orang
yang telah mempelajari atau memiliki pengalaman luas yang terkait dengan isu
yang sedang diperbincangkan. Suatu gelar wicara bisa dibawakan dengan gaya
formal maupun santai dan kadang dapat menerima telepon berupa pertanyaan atau
tanggapan dari pemirsa atau orang di luar studio (http://m.kompasiana.
com/santarosa/apa-itu-talk-show/).
Istilah talk show adalah aksen dari bahasa Inggris di Amerika. Istilah
talk show sendiri di Inggris biasa disebut Chat Show. Pengertian talk show adalah
sebuah program televisi atau radio di mana seseorang ataupun group berkumpul
bersama untuk mendiskusikan berbagai topik dengan suasana santai, tetapi serius,
yang dipandu oleh seorang moderator. Kadangkala talk show menghadirkan tamu
berkelompok yang ingin mempelajari berbagai pengalaman hebat
(http://ekocahyonoplaza. blogspot. com/).
35
Dalam kumpulan artikel multimedia juga dijelaskan mengenai ciri-ciri
tipikal talk show. Ciri-ciri yang dimaksudkan antara lain menggunakan
percakapan sederhana (casual conversation) dengan bahasa yang universal (untuk
menghadapi heterogenitas khalayak), tema yang diangkat harus benar-benar
penting (atau dianggap penting) untuk diketahui khalayak atau setidaknya menarik
bagi pemirsanya serta wacana yang dibahas merupakan isu (atau trend) yang
sedang berkembang dan hangat di masyarakat (http://www. perpuskita.
com/pengertian-talk-show/149/).
36
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir adalah cara kerja yang digunakan penulis untuk
menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Manfaat adanya kerangka
pikir yaitu untuk memudahkan penulis ketika menganalisis data. Adapun
kerangka pikir yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut.
Acara Talk Show dr. Oz Indonesia di Trans TV
pada bulan Januari dan Februari 2015
Dialog yang berupa tuturan pembawa
acara dengan bintang tamu serta
penonton di studio
Pendekatan pragmatik
Pematuhan prinsip
kerja sama
Pelanggaran
prinsip kerja
sama
Implikatur
Hasil Analisis:
1. Terjadinya pematuhan Prinsip Kerja Sama pada tuturan pembawa acara
dengan bintang tamu dan penonton studio dalam talk show dr. Oz
Indonesia di Trans TV.
2. Terjadinya pelanggaran Prinsip Kerja Sama pada tuturan pembawa acara
dengan bintang tamu dan penonton studio dalam talk show dr. Oz
Indonesia di Trans TV.
3. Terjadinya implikatur yang disebabkan oleh ketidakpatuhan Prinsip Kerja
Sama dalam talk show dr. Oz Indonesia.
37
Penjelasan dari bagan tersebut yaitu sumber data penelitian ini adalah
acara talk show dr. Oz Indonesia di Trans TV. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dialog yang berupa tuturan pembawa acara dengan bintang
tamu serta penonton di studio. Adapun episode yang dijadikan sumber data dalam
penelitian ini adalah episode 1 Januari 2016, 13 Februari 2016, dan 14 Februari
2016.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik karena data yang
akan dianalisis berupa dialog. Dialog yang berupa tuturan dari pembawa acara
dengan bintang tamu serta penonton di studio ini kemudian dianalisis dengan
menggunakan teori pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dan
implikaturnya. Hasil dari penelitian yang ingin dicapai yaitu mendeskripsikan
pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama pada tuturan pembawa acara
dengan bintang tamu serta penonton di studio beserta implikatur yang disebabkan
oleh ketidakpatuhan prinsip kerja sama dalam talk show dr. Oz Indonesia di Trans
TV.