bab ii kajian pustaka a. penelitian sejenis yang relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/bab ii =...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian yang berjudul Alih kode dan Campur Kode Santri dan Ustad di Pondok Pesantren Al-Manshuriyah, Kabupaten Pemalang pada tahun 2008 oleh Linda Argiyanti dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan macam dan proses terjadinya alih kode dan campur kode. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan Santri dan Ustad di pondok pesantren Al- Manshuriyah Kabupaten Pemalang. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode simak, dengan teknik dasar berupa teknik sadap, dilanjutkan dengan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Teknik dasar data yang digunakan adalah teknik catat dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Data kemudian dianalisis berdasarkan jenis kode, macam alih kode, campur kode, faktor penyebab alih kode, campur kode tingkat tuturan bahasa Jawa dengan metode agih dan teknik dasar Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik analisis selanjutnya adalah teknik subsitusi untuk menganalisis data alih kode serta teknik sisip untuk menganalisis campur kode. 2. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Guru Bahasa Indonesia dan Matematika dalam Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Kalibagor, Kecamatan Kalibagor Kecamatan Banyumas tahun pelajaran 2009 oleh Abdul Rokhmandari Universitas Muhammadiyah Purwokerto Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam, faktor dan tingkat tutur terjadinya alih kode dan campur kode. Jenis penelitian ini termasuk penelitian 8 Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Upload: phamlien

Post on 28-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

1. Penelitian yang berjudul Alih kode dan Campur Kode Santri dan Ustad di

Pondok Pesantren Al-Manshuriyah, Kabupaten Pemalang pada tahun 2008

oleh Linda Argiyanti dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan macam dan proses

terjadinya alih kode dan campur kode. Data yang digunakan dalam penelitian ini

berupa tuturan Santri dan Ustad di pondok pesantren Al- Manshuriyah Kabupaten

Pemalang. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan

data menggunakan metode simak, dengan teknik dasar berupa teknik sadap,

dilanjutkan dengan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Teknik dasar data yang

digunakan adalah teknik catat dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Data kemudian

dianalisis berdasarkan jenis kode, macam alih kode, campur kode, faktor penyebab

alih kode, campur kode tingkat tuturan bahasa Jawa dengan metode agih dan teknik

dasar Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik analisis selanjutnya adalah teknik

subsitusi untuk menganalisis data alih kode serta teknik sisip untuk menganalisis

campur kode.

2. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Guru

Bahasa Indonesia dan Matematika dalam Proses Belajar Mengajar Siswa

Kelas VII di SMP Negeri 2 Kalibagor, Kecamatan Kalibagor Kecamatan

Banyumas tahun pelajaran 2009 oleh Abdul Rokhmandari Universitas

Muhammadiyah Purwokerto

Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam, faktor dan tingkat tutur

terjadinya alih kode dan campur kode. Jenis penelitian ini termasuk penelitian

8

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

9

deskriptif kualitatif. Data yang digunakan peneliti berupa tuturan guru bahasa

Indonesia dan Matematika. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan

teknik lanjut, yaitu Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Selanjutnya, data yang

sudah terkumpul diklasifikasi berdasarkan bentuknya dan tahap terakhir menganalisa

data yang sudah diklasifikasikan berdasarkan dialek dan ragam bahasa.

Berdasarkan beberapa kajian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa

penelitian ini berbeda dengan penelitian Linda Argiyanti dan Abdul Rokhman.

Adapun perbedaannya terletak pada sumber data. Sumber data dalam penelitian Linda

Argiyanti berupa tuturan yang mengandung alih kode dan campur kode bahasa Jawa

antara santri dan ustad di pondok pesantren Al- Manshuriyah, sedangkan penelitian

yang peneliti lakukan berupa tuturan yang mengandung alih kode dan campur kode

pada tuturan guru dan siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Arab kelas XI Jurusan

Bahasa di SMA Islam Ta‟allumul Huda Bumiayu. Begitu pula sumber data dalam

penelitian Abdul Rokhman berupa tuturan guru bahasa Indonesia dan Matematika

dalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kalibagor,

Kecamatan Banyumas berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan.

B. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Menurut Pateda (1987:4), bahasa merupakan saluran untuk menyampaikan

semua yang dirasakan, dipikirkan, dan diketahui seseorang kepada orang lain. Bahasa

juga memungkinkan manusia dapat bekerja sama dengan orang lain dalam

masyarakat. Hal tersebut berkaitan erat dengan hakikat manusia sebagai makhluk

sosial yang memerlukan bahasa untuk memenuhi hasratnya. Pendapat lain dari Keraf

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

10

(2001: 1), yaitu bahasa adalah alat komunikasi antara masyarakat yang berupa simbol

bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Menurut Chaer dan Agustina (2004:

11), bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Nababan (1984:1),

menjelaskan bahwa bahasa merupakan salah satu ciri khas manusia yang

membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Menurut Hermawan (2014: 8), bahasa

adalah realitas yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tumbuh kembangnya

manusia pengguna bahasa itu. Realitas bahasa dalam kehidupan ini semakin

menambah kuatnya eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya dan beragama.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa bahasa

adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia, yang berupa simbol-simbol bunyi,

yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa itu bersistem menjadi ciri manusia yang

membedakannya dari makhluk lain. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang

bersifat arbitrer atau bebas dan terbentuk dari sejumlah komponen berpola tetap serta

dapat dikaidahkan. Bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat.

Bahasa memudahkan seseorang dalam berkomunikasi.

2. Fungsi Bahasa

Menurut Wardhaugh (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 15), fungsi bahasa

adalah sebagai alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Nababan (1984:

38) juga menyebutkan secara umum fungsi bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi

yang memiliki fungsi perorangan. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat

komunikasi supaya manusia dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi antara

sesama. Menurut Chaer dan Agustina (2004: 15-17), fungsi bahasa ada empat yaitu:

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

11

a. Dilihat dari sudut penutur, bahasa itu berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya,

penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Penutur bukan hanya

mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi sewaktu

menyampaikan tuturannya dan pendengar juga dapat menduga penutur sedih,

marah, atau gembira.

b. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, bahasa itu berfungsi direktif, yaitu

mengatur tingkah laku pendengar. Bahasa tidak hanya membuat seseorang

melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang

diinginkan pembicara.

c. Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau

metalinguistik, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu

sendiri.

d. Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan bahasa itu bersifat

imajinatif. Fungsi imajinatif ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita,

dongeng, lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun

pendengarnya.

Dengan mengetahui beberapa fungsi bahasa dari beberapa ahli. Peneliti

menyimpulkan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi antara penutur

yang satu dengan penutur lainnya dalam kondisi dan situasi tertentu. Bahasa berfungsi

sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat untuk mengekspresikan diri.

Selain itu, bahasa juga mempunyai fungsi yang bersifat personal atau pribadi, direktif,

metalingual atau metalinguistik dan imaginatif. Jadi, dengan adanya fungsi-fungsi

bahasa tersebut, penutur yang satu dengan penutur lainnya dapat menggunakan

Bahasa dalam situasi dan kondisi tertentu.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

12

3. Tinjauan Umum tentang Bahasa Arab

Bahasa Arab adalah salah satu jenis bahasa Semit, yaitu bahasa Arab kuno

yang sudah termasyhur berada di Jazirah ujung Asia barat. Bahasa Arab berasal dari

keturunan Sam bin Nuh yang bersumber di ujung Asia Barat, kemudian berkembang

dan tersebar luas ke seluruh penjuru bumi ini melalui dua cara, yaitu: (1) melalui

peperangan, kekerasan, pertengkaran, pembunuhan, perkosaan, dan (2) melalui

penyebaran agama, ilmu pengetahuan pendidikan, pengajaran, moral, perdamaian,

perekonomian, perdagangan (Shadry, 1980:7). Bahasa Arab adalah bahasa yang

memiliki kesatuan utuh dan kuat (Hermawan, 2014: 71). Dalam bahasa Arab biasanya

akar suatu kata akan melahirkan banyak kata yang lain. Bahasa Arab berdiri kokoh

dan tidak mudah tergoyahkan. Ini menunjukkan bahwa bahasa Arab bersifat dinamis.

Dinamika dan kekuatan bahasa Arab ditopang oleh standar yang keabsahannya dapat

dipertanggungjawabkan sampai kini. Standar itu tiada lain, yaitu Alquran. Bahasa

Alquran tidak pernah lapuk ditelan waktu, tidak lekang dimakan zaman, dan tidak

pernah berubah walaupun berbeda tempat.

Bahwa bahasa Arab sangat penting bagi manusia, kiranya tidak perlu

diragukan lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan menunjukkan pemakaian bahasa Arab

dalam aktivitas sehari-hari atau dalam pelaksanaan ibadah seperti halnya shalat.

Dalam proses belajar mengajar, bahasa Arab juga dipakai oleh semua guru. Dalam

membuka pelajaran biasanya guru menggunakan bahasa Arab, yakni ketika

mengucapkan salam. Semua itu merupakan suatu tanda bahwa bahasa Arab sangatlah

penting untuk kita pelajari dan kita lafalkan.

Pada dasarnya tidak ada bahasa yang lebih unggul daripada bahasa yang lain.

Maksudnya bahwa bahasa memiliki kesamarataan dalam statusnya, yaitu sebagai alat

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

13

komunikasi. Setiap bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya

dari bahasa yang lain. Karakteristik merupakan kekuatan yang bahkan dalam hal

tertentu tidak ada tandingannya. Demikian juga dengan bahasa Arab. Bahasa Arab

memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari bahasa lain. Karakter

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Jumlah abjad yang sebanyak 28 huruf dengan makhrijul (tempat keluarnya huruf)

tidak ada pada bahasa yang lainnya.

b. I‟rab, yakni sesuatu yang mewajibkan keberadaan akhir kata pada keadaan

tertentu, baik itu rafa‟, nashab, jazm, dan jar yang terdapat pada isim (kata benda)

dan juga fi‟il (kata kerja).

c. Ilmu Arudl (ilmu notasi syair) yang mana dengan ilmu ini sya‟ir berkembang

dengan sempurna.

d. Bahasa Ammiyah dan Fush-ha, Ammiyah dipergunakan dalam interaksi jual beli

atau komunikasi dalam situasi tidak formal, sedangkan fush-ha adalah bahasa

sastra dan pembelajaran, bahasa resmi yang dipergunakan dalam percetakan.

e. Adanya huruf “dhad” yang tidak ada pada bahasa yang lainnya.

f. Kata kerja dan bentuk gramatikal yang digunakan selalu berubah sesuai dengan

subjek yang berhubungan dengan kata kerja tersebut.

g. Tidak adanya kata yang bersyakal dengan syakal yang sulit dibaca, seperti “fi-u-

la”.

h. Tidak adanya kata yang mempertemukan dua huruf mati secara langsung.

i. Sedikit sekali kata-kata yang terdiri dari dua huruf (al-alfadz al al tsuna‟iyyah).

j. Tidak adanya empat huruf yang berharokat secara terus-menerus, disamping

aspek-aspek lain yang termasuk dalam ranah deep structure (al-bina‟ al-dahily)

baik segi metafora, fonologi, maupun kamus (Fuadi, 2010: 9-10).

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

14

4. Pembelajaran Bahasa Arab

Menurut Rahyubi (2012: 6), pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik supaya dapat terjadi proses pemerolehan

ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai upaya

membelajarkan siswa atau upaya membantu siswa dalam memperoleh informasi, ide,

keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan diri, dan cara-cara

bagaimana belajar yang baik. Dalam proses pembelajaran yang baik perlu adanya

penciptaan sistem lingkungan yang mendukung. Penciptaan sistem lingkungan berarti

menyiapkan kondisi lingkungan yang kondusif bagi peserta didik. Kondisi ini dapat

berupa sejumlah tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, persoalan yang menuntut

supaya siswa memecahkannya, dan seperangkat keterampilan yang perlu dikuasai

siswa. Termasuk di dalamnya ada sejumlah informasi dan pengetahuan serta

keterampilan yang perlu dikuasai peserta didik.

Menyiapkan kondisi lingkungan yang kondusif berarti juga menyediakan

sarana dan prasarana pembelajaran yang baik, tepat, dan mencukupi. Pembelajaran

(al-ta‟lim/ al-tadris), adalah proses yang identik dengan kegiatan mengajar yang

dilakukan guru sebagai arsitek kegiatan belajar, supaya terjadi kegiatan belajar

(Hermawan, 2014: 32). Dalam pembelajaran, terlihat bahwa guru merupakan faktor

yang paling penting dalam proses pembelajaran karena proses pembelajaran dikatakan

berhasil apabila seorang pengajar mampu menyampaikan materi kepada siswa dengan

baik dan jelas. Seorang pengajar (guru) secara terprogram membuat siswa belajar

melalui pemanfaatan sumber belajar secara optimal.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

15

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik supaya dapat

terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik supaya dapat belajar

dengan baik. Proses pembelajaran dialami manusia sepanjang hayat, serta berlaku

dimana pun dan kapan pun. Jadi, pembelajaran terjadi adanya interaksi antara guru

dengan peserta didik. Menurut Suharsono dan Retnoningsih (2008: 23), pembelajaran

berasal dari kata dasar “ajar” yang ditambah dengan awalan “pe-” dan akhiran “-an”

menjadi pembelajaran yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan

sehingga anak didik mau belajar. Menurut Bahaudin (dalam Hermawan, 2014: 32),

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik supaya dapat belajar

dengan baik. Hamalik (2007: 57) mengungkapkan pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang

diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswanya tentang bagaimana

memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan bersikap. Subtansi

pembelajaran adalah kegiatan mengajar yang dilakukan secara maksimal oleh seorang

guru supaya peserta melakukan kegiatan belajar dengan baik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan kegiatan

belajar materi yang kondusif untuk mencapai tujuan. Guru merupakan faktor yang

paling penting dalam proses pemudahan belajar sehingga guru sering disebut dengan

fasilitator.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

16

Sejalan dengan pengertian pembelajaran di atas, Hermawan (2014: 32)

menyatakan bahwa pembelajaran Bahasa Arab adalah upaya yang dilakukan guru

supaya terjadi proses pembelajaran pada siswa yang memungkinkan terjadinya

pemerolehan pengetahuan dan kemahiran berbahasa Arab. Dalam upaya

membelajarkan siswa kepada bahasa Arab, guru sebagai fasilitator bertugas

mengorganisasikan berbagai unsur untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Fasilitator

disini berperan sebagai pendidik dengan segala persyaratan yang harus dimilikinya

dan kasih sayang serta kepedulian yang harus dilimpahkan kepada peserta didiknya

sehingga melahirkan kreativitas dan prodiktivitas (Hermawan, 2014: 32). Selain

sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai contoh penggunaan bahasa Arab.

Penggunaan bahasa dalam proses pembelajaran antara lain menerapkan dua bahasa,

yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Arab dengan tujuan supaya siswa bisa memahami

tuturan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Bila guru tidak menggunakan

secara bergantian atau mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, siswa

merasa kesulitan dalam memahami tuturan guru tersebut. Oleh karena itu, alih kode

dan campur kode sangat diperlukan dalam interaksi belajar mengajar.

C. Kedwibahasaan

Menurut Suwandi (2010: 11), kedwibahasaan merupakan penggunaan dua

bahasa atau lebih oleh seseorang atau oleh suatu masyarakat. Menurut Suwito (1984:

27), kedwibahasaan adalah seseorang yang menggunakan dua bahasa atau lebih dari

satu bahasa. Menurut Weinreich (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007: 23),

kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara

bergantian. Pendapat lain dari Robert (dalam Pranowo, 1996: 7), yaitu kedwibahasaan

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

17

secara populer merupakan kemampuan berbicara dua bahasa oleh seseorang. Menurut

Mackey (dalam Pranowo, 1996: 7-8), kedwibahasaan adalah pemakaian yang

bergantian dari dua bahasa atau lebih. Menurut Tarigan (1988: 2), kedwibahasaan

adalah orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa, seperti bahasa nasional dan

bahasa asing, bahasa daerah dan bahasa nasional, dan sebagainya. Menurut Overbeke

(dalam Tarigan, 1988: 4), kedwibahasaan adalah komunikasi dua arah yang efisien

antara dua atau lebih yang berbeda menggunakan dua sistem linguistik yang berbeda.

Jadi, dengan mengetahui pendapat dari beberapa ahli tentang kedwibasaan dapat

disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan seseorang dalam

menggunakan dua bahasa untuk berinteraksi dengan orang lain.

D. Alih Kode

1. Pengertian Alih Kode

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 107), alih kode adalah peristiwa peralihan

Bahasa dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam

santai. Lebih lanjut alih kode menurut Aslinda, dkk.(2010: 85), adalah gejala

peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan terjadi antar bahasa serta

antar ragam dalam satu bahasa. Pendapat lain dari Hymes (dalam Rahardi, 2011: 20),

yaitu alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan

pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan ke

beberapa gaya dari suatu ragam. Menurut Suwandi (2008: 86), alih kode adalah

peralihan kode-kode di dalam sebuah tindak tutur, beraktualisasikan melalui sebuah

proses yang bersifat individual, yakni ketika seorang penutur atau pembicara

berpindah dari satu kode kepada kode yang lain, bergonta-ganti secara relatif cepat

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

18

dan terjadi pada tataran klausa atau kalimat. Menurut Nababan (1991: 31), alih kode

merupakan suatu kejadian ketika seorang penutur beralih dari suatu ragam fungsiolek

ke ragam lain, atau dari satu dialek ke dialek lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan peristiwa pergantian dari

satu kode ke kode yang lain dalam suatu tindak tutur. Kode tersebut bisa berupa

bahasa, dialek dan ragam. Peristiwa alih kode dilakukan oleh seorang penutur dalam

berkomunikasi karena adanya situasi dan maksud tertentu. Dengan adanya maksud

dan situasi tertentu penutur akhirnya beralih kode dengan tujuan supaya lawan tutur

lebih memahaminya. Pergantian atau peralihan tersebut dapat disadari atau tidak

disadari oleh penutur. Seorang penutur berpindah dari satu kode kepada kode yang

lain, bergonta-ganti secara relatif cepat dan terjadi pada tataran klausa atau kalimat.

Untuk lebih memperjelas tentang pengertian alih kode maka peneliti mencantumkan

contoh tuturan alih kode, yaitu sebagai berikut:

(1) Guru : “Minggu kemarin kita sudah mempelajari tentang perkenalan.”

(2) Siswa : “Ya Abi! Jumat lalu Ikbal dan Ica melakukan perkenalan Abi.”

(3) Siswa : “Iya Abi! katanya sih mau dijodohkan, sebentar lagi ada yang

mau nikah ini ha ha ha.”

(4) Guru : “Usqotu!”

“Diam!‟‟

(5) Guru : “Ija‟l kalimah ismu tafdil!”

„Buatlah kalimat kata sifat!‟

Tuturan di atas mengandung alih kode. Alih kode dilakukan oleh guru dan

siswa. Pada kalimat sebelumnya, yaitu pada tuturan (1) guru berbahasa Indonesia.

Pada tuturan (4) guru beralih ke bahasa Arab, yaitu “Usqotu!” siswa juga beralih

kode. Pada tuturan (3) siswa berbahasa Indonesia. Pada tuturan (6) siswa berbahasa

Arab, yaitu “Al khadiqotu ajmalu min bustanu”. Jadi, tuturan tersebut adalah tuturan

dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

19

2. Macam-Macam Alih Kode

Suwito (1995: 81), menyebutkan bahwa alih kode ada dua macam, yaitu alih

kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern, yaitu alih kode yang berlangsung

antara bahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya.

Alih kode ekstern, yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa

asing.

a. Alih kode intern

Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antara bahasa daerah dalam

suatu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, antar bahasa daerah, atau antara

beberapa ragam dan gaya terdapat dalam suatu dialek. Seperti dari bahasa Indonesia

ke bahasa Jawa atau sebaliknya. Masyarakat Indonesia sering kali menggunakan alih

kode intern dalam berkomunikasi, yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau

sebaliknya. Hal itu disebabkan masyarakat Indonesia umumnya masyarakat bilingual.

Alih kode tersebut digunakan oleh penutur tergantung pada situasi dan kondisi

tertentu. Untuk memperjelas tentang pengertian alih kode intern maka peneliti

mencantumkan contoh alih kode intern, yaitu sebagai berikut:

(1) Guru : “Coba Ayu buat kalimat ismu tafdil!”

(2) Siswa : “Pulpen lebih mahal daripada tas.”

(3) Guru : “Ya pulpene luwih larang pulpene 30 jutaan, tase tas kresek

dadi murah.” „Ya pulpennya lebih mahal, pulpen harga 30 juta, tasnya kantong

plastik jadi murah.”

Tuturan di atas terdapat alih kode intern. Pada tuturan (1) dan (3). Alih kode

dilakukan oleh guru. Semula menggunakan bahasa Indonesia, yaitu pada tuturan

“Coba Ayu buat kalimat ismu tafdil!”. Pada tuturan (3) guru beralih ke bahasa Jawa,

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

20

yaitu “ya mungkin pulpene luwih larang pulpene 30 jutaan tase tas kresek dadi murah.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa arah alih kode yang ada dalam tuturan

tersebut adalah dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

b. Alih Kode Ekstern

Alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa daerah asli

(daerah/Indonesia) dengan bahasa asing (Suwito, 1995: 81). Selain itu, Hymes (dalam

Rahadi, 2001: 20), juga menjelaskan bahwa alih kode ekstern terjadi antara bahasa asli

dengan bahasa asing, seperti alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, Arab

dan Bahasa asing lainnya. Masyarakat Indonesia sering kali menggunakan alih kode

ekstern dalam berkomunikasi, terutama penutur yang menguasai bahasa asing di

samping menguasai bahasa Indonesia. Alih kode tersebut digunakan oleh penuturnya

tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Jika alih kode intern berlangsung antara

bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya, maka

alih kode ekstern berlangsung antara bahasa sendiri dan bahasa asing, seperti dari

bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya. Untuk memperjelas tentang

pengertian alih kode ekstern maka peneliti mencantumkan contoh alih kode ekstern,

yaitu sebagai berikut.

(1) Guru : “Kemarin siapa yah yang kecelakaan?”

(2) Siswa : “Itu sih Pak, Gopar!”

(3) Guru : “I know!”

„Saya tahu!‟ (4) Siswa : “Yes yes.”

Tuturan di atas mengandung alih kode ekstern. Pada tuturan (1) guru

menggunakan bahasa Indonesia, yaitu “Kemarin siapa yah yang kecelakaan?” Pada

tuturan (3) guru menggunakan bahasa Inggris, yaitu “I‟know”. Pada tuturan (4) siswa

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

21

beralih kode menggunakan bahasa Inggris, yaitu ”Yes yes”. Tuturan tersebut dari

bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.

3. Faktor Penyebab Timbulnya Alih Kode

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 108), faktor penyebab timbulnya alih

kode ada lima macam yaitu: (1) pembicara, (2) pendengar atau lawan tutur, (3)

perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke

informal, (5) perubahan topik pembicaran.

a. Pembicara

Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk

mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu. Misal, Bapak A

setelah beberapa saat berbicara dengan bahasa Indonesia kepada Bapak B yang

mempunyai bahasa Ibu yang sama, dengan maksud supaya urusannya cepat selesai,

penutur melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa daerahnya. Jika Bapak

B ikut terpancing dan tetap menggunakan bahasa daerah, maka urusannya menjadi

lancar. Tetapi, jika Bapak B tidak terpancing dan tetap menggunakan bahasa

Indonesia kemungkinan urusannya tidak lacar. Rasa kesamaan satu masyarakat tutur

tidak terbangun, maka menyebabkan tidak adanya rasa kesamaan satu masyarakat

tutur. Dengan berbahasa daerah dalam bertutur akan lebih terasa keakrabannya

daripada menggunakan bahasa Indonesia. Alih kode untuk mendapatkan

“keuntungan” ini biasanya dilakukan oleh penutur dalam peristiwa dan mengharapkan

bantuan lawan tutur.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

22

b. Pendengar atau Lawan Tutur

Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode,

misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur

dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa lawan tutur kurang karena memang

mungkin bukan bahasa pertamanya. Kalau lawan tutur itu berlatar belakang bahasa

yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan

varian, ragam, gaya, atau register. Kalau lawan tutur berlatar belakang bahasa yang

tidak sama dengan lawan tutur, maka yang terjadi adalah alih bahasa. Sebagai contoh

antara penjual baju di Malioboro dengan pembeli. Penjual kedatangan pembeli

seorang turis asing yang mengajak bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia, kemudian

turis asing kehabisan kata-kata untuk terus berbicara dalam bahasa Indonesia,

sehingga seorang penjual harus beralih kode dalam bahasa Inggris, akhirnya

percakapan menjadi lancar kembali.

c. Perubahan Situasi dengan Hadirnya Orang Ketiga

Hadirnya orang ketiga pada saat melakukan permbicaraan pastinya sering

terjadi. Kemungkinan untuk melakukan alih kode tentunya akan dilakukan apabila

latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Kehadiran orang ketiga atau orang lain

yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan

oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya, ada

dua orang yang sedang melakukan pembicaraan menggunakan bahasa Jawa, kemudian

hadir orang ketiga yang menggunakan bahasa Indonesia, maka dua orang pertama

tersebut akan beralih kode menggunakan bahasa Indonesia.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

23

d. Perubahan dari Formal ke Informal atau Sebaliknya

Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan varian yang harus

digunakan. Misalkan, beberapa orang mahasiswa sedang duduk di depan ruang

perkuliahan menggunakan bahasa santai. Datanglah Ibu Dosen dan ikut berbicara,

maka mahasiswa beralih kode menggunakan bahasa Indonesia ragam formal. Dengan

hadirnya orang ketiga yang berstatus dosen, mengharuskan mahasiswa untuk

menggunakan ragam formal. Kecuali kalau dosen tersebut memulai dengan ragam

santai, maka siswanya tidak mengharuskan menggunakan bahasa formal. Perubahan

situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.

e. Perubahan Topik Pembicaraan.

Perubahan topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode.

Pada contoh percakapan antara sekretaris dan majikan, ketika topiknya tentang surat

dinas maka percakapan itu berlangsung dalam bahasa Indonesia. Ketika topiknya

bergeser pada pribadi orang yang dikirim surat, terjadilah alih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa. Sebaliknya, ketika topik kembali lagi tentang surat dinas

alih kode pun terjadi lagi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Peristiwa alih kode

tersebut, yaitu perpindahan topik yang menyebabkan terjadinya perubahan situasi dari

situasi formal ke situasi situasi tidak formal.

Menurut Suwito (1995: 85), faktor-faktor penyebab alih kode adalah sebagai

berikut: (1) penutur, (2) lawan tutur, (3) hadirnya penutur ketiga, (4) pokok

pembicaraan, (5) membangkitkan rasa humor, dan (6) sekedar bergengsi.

1) Penutur

Seorang penutur terkadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan

tuturnya karena sesuatu maksud dan tujuan tertentu. Ada berbagai maksud dan tujuan

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

24

melakukan alih kode antara lain yakni, situasi formal yang terikat ruang dan waktu.

Misalnya mengubah situasi yang resmi menjadi situasi tidak resmi ataupun

sebaliknya. Misalnya apabila seorang siswa berbicara di kelas dengan guru (dalam

situasi resmi), seharusnya mereka berbahasa Indonesia. Namun kenyataannya tidaklah

demikian. Seorang siswa nampak berusaha untuk sedapat mungkin beralih kode

dengan bahasa daerahnya. Usaha demikian dilakukan dengan maksud mengubah

situasi, yaitu dari situasi resmi ke situasi tidak resmi.

2) Lawan Tutur

Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan

oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat multilingual, seorang penutur mungkin

harus beralih kode sebanyak lawan tutur yang dihadapinya. Ketika menghadapi lawan

tutur, golongan alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau

alih register. Golongan alih kode tersebut mungkin terjadi dari bahasa daerah ke

bahasa daerah lain yang dikuasainya, dari bahasa daerah ke bahasa nasional atau

mungkin pula dari keduanya ke bahasa asing tertentu. Perubahan lawan tutur dapat

menyebabkan terjadinya alih kode.

3) Hadirnya Penutur Ketiga

Hadirnya orang ketiga pada saat melakukan permbicaraan pastinya sering

terjadi. Kemungkinan untuk melakukan alih kode tentunya akan dilakukan apabila

latar belakang ke bahasaan mereka berbeda. Hal itu dilakukan untuk menetralisasi

situasi dan sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga tersebut. Misalnya, apabila

ada dua orang yang sedang melakukan pembicaraan menggunakan bahasa Jawa,

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

25

kemudian hadir orang ketiga yang menggunakan bahasa Indonesia, maka dua orang

pertama tersebut akan beralih kode menggunakan bahasa Indonesia. Dengan tujuan

untuk menghormati hadirnya orang ketiga saat melakukan percakapan.

4) Pokok Pembicaraan (Topik)

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk dominan

dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan dibedakan menjadi dua,

yaitu: (1) pokok pembicaraan yang bersifat formal, misalnya masalah kedinasan,

ketatanegaraan, keilmuan, kependidikan dan sebagainya. Topik pembicaraannya

biasanya diungkapkan dengan bahasa baku dan disampaikan secara serius; (2) pokok

pembicaraan yang bersifat informal misalnya, masalah kekeluargaan, persaudaraan,

kesetiakawanan dan sebagainya. Topik pembicaraan disampaikan dengan bahasa tidak

baku, gaya sedikit emosional dan serba seenaknya.

5) Membangkitkan Rasa Humor

Banyak sekali alih kode yang dibangkitkan karena adanya maksud-maksud

tertentu yang terkandung dalam alih kode tersebut. Salah satunya, yaitu untuk

membangkitkan rasa humor atau melucu. Misalnya, sering dimanfaatkan oleh guru

pada jam pembelajaran terakhir, dengan tujuan untuk membangkitkan rasa humor

yang memang diperlukan untuk menyegarkan suasana yang dirasakan mulai lesu.

Membangkitkan rasa humor tidak hanya sering dilakukan oleh guru, tetapi bagi

pelawak sudah jelas fungsinya, yaitu membuat penonton merasa puas dan senang.

Alih kode demikian berwujud alih varian, alih ragam atau alih gaya bicara.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

26

6) Sekedar Bergengsi

Sebagian penutur ada yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Meskipun

faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-situasional tidak

mendukung adanya alih kode, alih kode tetap dilakukan sehingga dalam percakapan

tersebut tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.

Alih kode demikian biasanya didasari oleh penilaian penutur bahwa bahasa yang satu

lebih tinggi nilai sosialnya daripada bahasa yang lain. Misalnya, kebiasaan yang

dilakukan anak-anak remaja pada saaat berbicara dan bergaul. Guru saat melakukan

pembelajaran dengan menggantikan atau mecampurkan bahasa Inggris dengan tujuan

supaya menjadi lebih bergengsi dalam bertutur.

Faktor penyebab alih kode menurut Subyakto (dalam Suwandi, 2008: 87)

adalah sebagai berikut:

a. Keinginan untuk melibatkan orang lain dalam pembicaraan. Misalnya, ketika A

dan B sedang berbicara dengan bahasa Jawa datanglah si C yang tidak bisa

menggunakan bahasa Jawa. Karena A dan B ingin melibatkan C, mereka

menggunakan bahasa Indonesia supaya dapat dipahami juga oleh si C.

b. Keinginan untuk mengelakkan penggunaan tingkat tutur tertentu (misal dalam

bahasa Jawa) sehingga digunakan bahasa Indonesia yang dianggap netral.

c. Untuk menciptakan suasana yang lebih formal, seperti interaksi di kantor dan di

sekolah, kita lebih suka menggunakkan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah.

Dari pendapat para ahli di atas mengenai faktor penyebab terjadinya alih kode,

peneliti menyimpulkan bahwa ditemukan beberapa faktor yang memiliki kesamaan.

Faktor tersebut diantaranya, yaitu kesamaan antara faktor hadirnya orang ketiga,

perubahan topik pembicaraan, membangkitkan rasa humor dengan adanya pengaruh

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

27

maksud-maksud tertentu, dan melakukan praktik berbahasa dengan adanya pengaruh

untuk sekedar bergengsi. Peristiwa alih kode merupakan akibat dari keberadaan

masyarakat yang dwibahasa atau dalam masyarakat multibahasa. Dalam masyarakat

yang demikian, besar kemungkinan bahasa yang digunakan penutur dipengaruhi

adanya unsur bahasa lain yang juga dikuasainya. Kondisi yang demikian juga dapat

membawa akibat adanya hubungan saling ketergantungan antara bahasa satu dengan

bahasa lain pada masyarakat tutur. Artinya, tidak akan mungkin seorang penutur

dalam masyarakat tutur hanya akan menggunakan satu bahasa secara murni, dan tidak

terpengaruh oleh bahasa lainnya.

E. Campur Kode

1. Pengertian Campur kode

Menurut Nababan (1991: 32), campur kode adalah suatu keadan berbahasa

yang mencampurkan dua atau lebih bahasa dan ragam bahasa dalam suatu tindak

bahasa (Speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang

menuntut pencampuran bahasa. Menurut Chaer dan Agustina (2004: 114), campur

kode merupakan penggunaan bahasa yang di dalamnya terdapat beberapa kode. Kode

tersebut, yaitu kode utama atau kode dasar yang digunakan atau memiliki fungsi dan

keotonomiannya, sedangkan kode-kode yang lain yang terlihat dalam peristiwa tutur

tersebut hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces), tanpa fungsi atau keotonomian

kode. Menurut Aslinda dan Syafyahya (2007: 87), campur kode adalah seorang

penutur bahasa yang memasukkan unsur-unsur bahasanya ke dalam pembicaraannya.

Misalnya, ketika berbahasa asing, penutur memasukkan unsur-unsur bahasa Indonesia

ke dalam pembicaraannya. Dengan kata lain, campur kode terjadi apabila seseorang

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

28

yang berbicara dengan kode utama bahasa asing, yang memiliki fungsi

keotonomiannya, mencampur bahasanya tersebut dengan unsur bahasa Indonesia yang

berupa serpihan-serpihan tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.

Demikian pula sebaliknya. Menurut Suwandi (2008: 87), campur kode ialah

penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang

yang kita kenal dengan akrab.

Jadi dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan suatu penggunaan dua

bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada situasi bahasa tersebut.

Dalam pencampuran dua bahasa atau lebih tersebut terdapat beberapa kode, yaitu

kode utama sebagai kode dasar dan kode tambahan sebagai kode pendukung. Dalam

hal ini tidak ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut terjadinya campur

kode. Campur kode dapat berupa pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan

sebagainya. Untuk lebih memperjelas tentang pengertian campur kode maka peneliti

mencantumkan contoh tuturan campur kode, yakni sebagai berikut:

(1) Guru : “Anda jangan menjadi orang yang kajogan.”

„Anda jangan menjadi orang yang menyesal‟

(2) Siswa : “Iya Pak.”

(3) Guru : “Nanti menyesal ke depannya.”

(4) Guru : “Susan, sudah menunjukkan jam 9 kamu menulis di papan

tulisnya sudah lanjutkan besok.”

(5) Siswa : “Na‟am Abi, istai qitu tinggal seditik lagi.”

„Ya Abi, tunggu sebentar tinggal sedikit lagi!”

Pada contoh di atas termasuk alih campur kode. Guru melakukan campur kode

dengan tuturan “kajogan” yang maknanya „menyesal‟. Sebelumnya guru

mengucapkan tuturan dengan menggunakan bahasa Indonesia, yaitu “Anda jangan

menjadi orang yang kajogan yang.” Kata tersebut merupakan bahasa yang berasal dari

bahasa jawa yang berarti menyesal. Tuturan tersebut termasuk tuturan dari bahasa

Indonesia ke bahasa Jawa.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

29

2. Macam-Macam Campur Kode

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985:

78), membedakan campur kode menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

a. Penyisipan unsur-unsur yang berupa kata, adalah penyisipan unsur kata ke dalam

sebuah kalimat. Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil (Ramlan,

1990: 7). Misalnya pada tuturan “pancen sering kali ana kata-kata seolah-olah

Bahasa Arab itu kurang penting.” Kata “pacen” mempunyai makna padahal,

sedangkan “ana” yang berarti „ada‟. Tuturan tersebut mengandung campur kode

berupa penyisipan unsur yang berwujud kata. Pada tuturan “pancen sering kali

ana kata-kata seolah-olah bahasa Arab itu kurang penting” terjadi campur kode

berupa penyisipan unsur berwujud kata bahasa Jawa tingkat tutur ngoko ke dalam

kode utama, yaitu bahasa Indonesia. Penyisipan yang berwujud kata, yaitu

“…pancen…” dan “ …ana…”

b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, adalah penyisipan frasa ke dalam

sebuah kalimat yang merupakan kode utama. Menurut Ramlan (2005: 138), frasa

merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak

melampaui batas fungsi unsur klausa. Misalnya, pada tuturan “nah bel berbunyi

saatnya kita mengakhiri pembelajaran hari ini.” Sampai ketemu pada “next day

anak-anakku.” Tuturan tersebut terjadi campur kode berupa penyisipan unsur

bahasa asing, yaitu bahasa Inggris berwujud frasa dalam tuturan bahasa

Indonesia. Frasa, tersebut, yaitu“…next day…” Penutur dalam berbahasa

Indonesia menyelipkan unsur bahasa Inggris. Hal tersebut disebabkan penutur

tidak dapat secara tetap menggunakan bahasa Indonesia pada saat melakukan

tuturan.

c. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata, adalah penyisipan unsur

perulangan kata ke dalam sebuah kalimat sehingga kata tersebut mempunyai

makna yang jelas. Perulangan kata adalah sebuah kata, sama halnya dengan kata-

kata polimorfemis lainnya. Kata-kata polimorfemis adalah sebuah kata, maka

antara kedua unsurnya tidak terdapat jeda. Kedua unsur itu diucapkan serangkai.

Itulah sebabnya di dalam ejaan cara penulisannya perlu dirangkaikan dengan

tanda hubung (Chaer, 1993: 101). Misalnya, “Saya tadi malam jam 9 backing-

backingan orang”. Pada tuturan tersebut terdapat perulangan kata, yaitu pada kata

“backing-backingan” merupakan kode dari bahasa Inggris yang mempunyai arti

“membelakangi”.

d. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom adalah penyisipan

unsur ungkapan atau idiom frasa ke dalam kalimat. Ungkapan tersebut tidak

mengurangi arti kalimat secara keseluruhan. Ungkapan atau idiom adalah kata

atau gabungan kata yang digunakan oleh pembicara atau penulis untuk

menyatakan suatu hal, maksud, kejadian, atau sifat secara tidak langsung (Chaer,

2002: 2). Misalnya, tuturan “yah apa boleh buat, better laat dan noit yang

mempunyai makna „yah apa boleh buat, lebih baik terlambat daripada tidak sama

sekali‟. Pada tuturan tersebut terdapat penyisipan unsur idiom dari bahasa Inggris,

yaitu pada frasa “better laat dan noit” yang mempunyai arti lebih baik terlambat

daripada tidak sama sekali.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

30

e. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa, adalah penyisipan unsur klausa ke

dalam sebuah kalimat sehingga kalimat tersebut mempunyai makna yang jelas.

Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya

terdiri dari subjek dan predikat, serta mempunyai potensi untuk menjadi kalimat

(Kridalaksana, 1993: 110). Misalnya pada tuturan “Pemimpin sing bener ora

bakal korupsi, Itulah pemimpin yang kita harapkan”, yang mempunyai makna

„Pemimpin yang benar tidak mungkin korupsi, itulah pemimpin yang kita

harapkan.‟ Unsur yang disisipkan terdiri dari S dan P. Kata “itulah” merupakan

unsur S, sedangkan unsur P berupa “Pemimpin yang kita harapkan.” Pada tuturan

tersebut terjadi campur kode berupa penyisipan unsur bahasa Indonesia berwujud

klausa ke dalam tuturan bahasa Jawa. Pada kutipan tersebut penutur dalam

berbahasa Jawa menyelipkan bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan tidak

dapat secara tetap menggunakan bahasa Jawa pada saat melakukan tuturan.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Suwito (1995: 90-91), mengemukakan beberapa alasan faktor terjadinya

campur kode, yaitu antara lain: (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, (c)

keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Adapun faktor-faktor tersebut akan

dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

a. Identifikasi Peranan

Identifikasi peranan ini ukurannya adalah sosial, register dan edukasional.

Ukuran sosial terkait dengan latar sosial, maksudnya peranan penutur dengan mitra

tutur dalam suatu interaksi sosial (Suwito, 1995: 90). Misalnya, peran sebagai guru

dan murid, penyiar radio dan pendengar, dokter dan pasien, dan sebagainya. Mereka

akan menggunakan kode tertentu yang menunjukkan peran mereka pada waktu

bertutur. Ukuran register, maksudnya peranan penutur dan mitra tutur pada bidang

kegiatan atau keahlian tertentu. Misalnya, para dokter ketika berbicara tentang hal-hal

di bidang kedokteran akan menggunakan istilah-istilah kedokteran. Bahasa mereka

banyak ditandai istilah-istilah kedokteran itu merupakan register para dokter tersebut.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/159/2/BAB II = ISTIJABATULMAULIA.pdfdalam proses belajar mengajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2

31

Ukuran edukasional, maksudnya penggunaan campur kode untuk menunjukkan

tingkat pendidikan penutur dan mitra tutur.

b. Identifikasi Ragam

Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan oleh penutur pada

waktu melakukkan campur kode, yang akan menempatkannya pada hierarki status

sosial tertentu. Misalnya, antara majikan dan pesuruh di lingkungan masyarakat Jawa.

Dalam berkomunikasi dengan majikan, pesuruh menggunakan ragam bahasa yang

lebih tinggi yaitu menggunakan tingkat tutur krama. Sebaliknya majikan akan

berbicara pada pesuruh dengan ragam tingkat tinggi. Tahap ini merupakan upaya

peneliti menangani data berupa macam dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan

campur kode yang terdapat pada tuturan guru dan siswa dalam proses pembelajaran

Bahasa Arab kelas XI Jurusan Bahasa di SMA Islam Ta‟allulmul Huda Bumiayu.

c. Keinginan untuk Menjelaskan dan Menafsirkan

Suwito (1995: 90), menjelaskan bahwa campur kode ini lebih mangacu pada

keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Campur kode juga menandai sikap dan

hubungannya terhadap orang lain dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya.

Misalnya, seorang penutur bercampur kode dengan menggunakan bahasa Arab.

Penutur memberi kesan bahwa dirinya seorang muslim yang taat beribadah, atau

seorang pemuka agama Islam yang memadai. Seorang penutur bercampur kode

dengan unsur-unsur bahasa Inggris dapat memberi kesan bahwa si penutur “orang

masa kini” berpendidikan cukup dan menguasai lebih dari satu bahasa.

Alih Kode dan Campur Kode..., Isti Jabahtul Maulia, FKIP UMP, 2015