bab ii kajian pustaka a. komunikasi 1. pengertian ...digilib.uinsby.ac.id/664/3/bab 2.pdfyang dalam...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi dalam Pendidikan
Kata “komunikasi“ berasal dari kata latin cum, yaitu kata depan
yang berarti dengan dan bersama dengan, dan unus, yaitu kata bilangan
yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion
yang dalam bahasa inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan,
persatuan, gabungan, pergaulan, pergaulan, hubungan. Untuk ber-
communio, diperlukan usaha dan kerja. Dari kata tersebut dibuat kata kerja
communicare yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang,
memberikan sebagian kepada seseorang, tukar-menukar, membicarakan
sesuatu dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang,
bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Kata kerja
communicare itu pada akhirnya dijadikan kata kerja benda
communication, atau bahasa inggris communication, dan dalam bahasa
Indonesia diserap menjadi komunikasi. Berdasarkan berbagai arti kata
communicare yang menjadi asal kata komunikasi, secara harfiah
komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran
pikiran, atau hubungan.
11
Menurut Hoveland, Janis dan Kelley mendefinisikan komunikasi
demikian: “the process by which an individual (the communicator)
transmits stimult (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other
individu.”1 (komunikasi adalah suatu proses yang mana melalui
seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk
kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-
orang lainnya).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah: suatu
proses penyampaian pesan dari sumber pesan (komunikator) kepada
penerima pesan (komunikan) baik secara lisan maupun tulisan untuk
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain.
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi,
penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan yang disampaikan
berupa isi atau ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi, baik verbal (komunikasi yang menggunakan kata-kata secara
lisan maupun tulisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk
berhubungan dengan manusia lain)2, maupun non verbal (komunikasi
yang tidak menggunakan kata-kata seperti komunikas dengan gerakan
tubuh, sikap tubuh, kontak mata dan ekspresi wajah). Proses ini
6 Marhaeni fajar, ilmu komunikasi teori dan praktik, (Yogyakarta, graha ilmu :2009) h.31
2 Ibid., h.110
12
dinamakan encoding. Sedangkan penafsiran symbol-simbol komunikasi
tersebut oleh siswa dinamakan decoding.
Sudjana, mengemukakan tiga pola komunikasi yang terjadi dalam
kelas3 antara lain:
a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Dalam komunikasi satu arah siswa cenderung pasif, guru
berperan sebagai pemberi aksi yaitu sebagai sumber informasi
sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima aksi yaitu
penerima informasi. Pola komunikasi seperti ini, tidak melibatkan
siswa aktif dalam pembelajaran karena pembelajaran lebih berpusat
pada guru (teacher centre) dimana guru mendominasi proses
pembelajaran yang berlangsung.
b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Dalam komunikasi dua arah, guru dan siswa mempunyai peran
yang sama. Guru dan siswa dapat saling memberi dan menerima
informasi. Kegiatan siswa dan guru relatif sama dalam pembelajaran.
c. Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah
Dalam komunikasi banyak arah yang terlibat tidak hanya siswa
dan guru. Tetapi juga antara siswa dan siswa. Melalui pembelajaran
dengan pola komunikasi seperti ini melibatkan siswa aktif dalam
3 Nuri agustin, kemampuan komunikasi matematika siswa pada pembelajaran kooperatif dengan
strategi Think-Talk-Write (TTW), skripsi sarjana pendidikan, (Surabaya = Unesa, 2011), h. 14
13
proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing
dalam belajar atau fasilitator belajar.
Pola komunikasi di dalam kelas dapat dijelaskan pada gambar dibawah
ini:
Gambar 2.1. Pola Komunikasi dalam Kelas
Keterangan:
G = Guru
S1 = Siswa 1
S2 = Siswa 2
Menurut Effendy, komponen komunikasi ada lima4, yaitu:
1. Komunikator (communicator), adalah sumber atau pembuat atau
pengirim informasi. Yang berperan sebagai komunikator Dalam
komunikator pada saat proses belajar mengajar bukan hanya guru
tetapi juga siswa (komunikasi banyak arah)
4 Nurul Laily Indriyani, kemampuan komunikasi matematika siswa pada sub materi jajargenjang di
kelas VII-A SMP N 1 tanjung bumi bangkalan, skripsi sarjana pendidikan (Surabaya :UNESA, 2011),
h. 17
G
S1 S2
G
S1 S2
G
S1 S2
14
2. Komunikan (communicant), adalah pihak yang menjadi sasaran pesan
yang dikirim oleh sumber (komunikator). Sama seperti komunikator,
maka komunikan pada komunikasi dalam proses belajar mengajar
bukan hanya siswa tetapi juga guru (komunikasi banyak arah)
3. Pesan (message), dalam komunikasi yang dimaksud pesan adalah
sesuatu yang disampaikan pengirim (komunikator) kepada penerima
(komunikan). Dalam komunikasi pada proses belajar mengajar maka
yang dimaksud pesan adalah materi pelajaran yang sedang dipelajari.
4. Media, adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Media dalam
komunikasi pada proses belajar mengajar adalah segala alat yang di
gunakan untuk memindahkan pesan berupa materi pelajaran
matematika dari komunikator ke komunikan, baik berupa media lisan,
tulisan maupun media yang lainnya.
5. Efek (effect) atau pengaruh, adalah perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima (kominikan)
sebelum dan sesudah menerima pesan. Yang dimaksud efek disini
adalah pengaruh yang terjadi pada komunikan setelah mendapatkan
pesan (materi pelajaran) dari komunikator.
15
2. Kemampuan Komunikasi Matematika
Berkomunikasi diperlukan alat berupa bahasa. Matematika adalah
salah satu alat bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Matematika
merupakan bahasa yang universal dimana untuk satu simbol dalam
matematika dapat dipahami oleh setiap orang-orang di dunia ini, misalnya
dalam matematika menyatakan jumlah menggunakan lambang (+).
Menurut Barton5, ide-ide matematika yang akan dikomunikasikan harus
sistematis, sehingga matematika dihasilkan. Hal ini yang mmenyebabkan
matematika dan bahasa harus berkembang bersama.
Secara umum, bahasa matematika menggunakan empat kategori
simbol: simbol-simbol untuk gagasan (bilangan dan elemem-elemen),
simbol-simbol untuk relasi (yang mengindikasikan bagaimana gagasan-
gagasan dihubungkan atau berkaitan satu sama lain), simbol-simbol untuk
operasi (yang mengindikasikan urutan di mana matematika itu
diselesaikan).
Komunikasi matematika menurut NTCM adalah kemampuan siswa
dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan
masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian
5 Zainab, Komunikasi Matematika Dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal: MGMP Matematika
SMP Ogan ILIR dalam http://mgmpmatoi.blogspot.com/2011/12/komunikasi-matematis-dalam-
pembelajaran.html ,diakses 5 Januari 2013.
16
fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/ kkalimat, persamaan, table
dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan
tentang gambarr-gambar geometri. Melalui komunikasi, ide matematika
dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; cara berfikir siswa dapat
dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat diukur; pemikiran siswa
dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan matematika dan
pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan; dan komunikasi
matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan tingkatan atau jenjang
pendidikan maka tingkat kemampuan komunikasi matematika menjadi
beragam. Komunikasi matematis sangat penting karena matematika tidak
hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan
pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai
alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas,
tepat dan singkat.
Kemampuan komunikasi matematika siswa dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang
diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi
di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang
dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa,
misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah
17
guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesannya dapat secara lisan
maupun tertulis.
Aktivittas guru yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan
komunikasi matematika siswa antara lain:6
1. Mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa;
2. Menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik
hati, dan menantang siswa untuk berpikir;
3. Meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secarra lisan
dan tertulis;
4. Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa
dalam diskusi;
5. Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi
matematika dalam bahasa matematika bagi siswa;
6. Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan
bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk
berpartisipasi.
Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan
pemecahan masalah Cai (1996) membuat suatu tingkatan yang sering
6 http://www.unhalu.ac.id/staff/latif_sahidin/?p=38, diakses 2 juli 2012, 13:22 WIB
18
dijadikan panduan dalam beberapa penelitian kemampuan komunikasi
yaitu:7
1. Prosedur penilaian holistik kuantitatif
Dalam penilaian prosedur holistik kuantitatif, respon siswa
diberikan tingkat skor berkisar 0 – 4 didassarkan pada criteria tertentu.
Contoh rubrik penilaian holistik kuantitatif.
a. Siswa menempati tingkat 4, jika penjelasan atau proses solusi
menunjukkan pemahaman benar dan lengkap;
b. Siswa menempati tingkat 3, jika penjelasan atau proses solusi
benar dan perhitungan dengan sedikit kesalahan kecil;
c. Siswa menempati tingkat 2, penjelasan atau proses solusi sebagian
benar dan tidak lengkap;
d. Siswa menempati tingkat 1, jika penjelasan siswa menunjukkan
pemahaman yang terbatas pemahaman terhadap konsep;
e. Siswa menempati tingkat 0, jika jawaban dan penjelasan siswa
tidak menunjukkan pemahaman konsep.
2. Prosedur penilaian analisis kualitatif
Dalam proses analisis kualitatif, tanggapan siswa tidak diberi
nilai tetapi digolongkann dalam kategori yang berbeda sesuai dengan
penggunaan strategi dan jenis kesalahan yang dibuat. Dalam prosedur
7 Awwalul Hasanah, Kemampuan Komunikasi Tulis dan Lisan Siswa dalam Memecahkan Masalah
Terbuka (Open Ended) pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas VIII
SMP Buana Waru, skripsi tidak dipublikasikan, (Surabaya: IAIN, 2010), h. 30
19
analisis kualitaif, komunikasi matematika siswa diperiksa dalam dua
perspektif yang berbeda.
a. Kualitas komunikasi matematika
Kualitas komunikasi matematika siswa melibatkan
kebenaran dan kejelasan komunikasi;
b. Representasi komunikasi matematika
Representasi matematika meliputi langkah yang digunakan
siswa untuk berkomunikasi bagaimana mereka menemukan
jawaban. Secara umum kualitas komunikasi siswa dalam kategori
berikut ini:
i. Lengkap dan benar
Penjelasan atau penyelesaian langkah yang
menunjukkan proses yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban jelas dan benar.
ii. Hampir lengkap dan benar
Penjelasan dari proses solusi mereka hamper benar dan
metode yang digunakan tepat.
iii. Sebagian benar
Penjelasan dari proses solusi hanya sebagian benar dan
hanya menggunakan sebagian dari metode yang digunakan
untuk memecahkan masalah.
20
iv. Prosedur samar
Penjelasan di proses solusi kurang jelas dan metode
yang digunakan kurang tepat.
v. Informasi yang diberikan tidak rinci dan tidak menunjukkan
proses solusi mereka
Penjelasan dari proses solusi tidak benar dan metode
yang digunakan tidak tepat.
Selain itu terdapat indikator-indikator yang bisa digunakan untuk
mengukur kemampuan komunikasi lisan dan tulis menurut NTCM8
dapat dilihat dari,
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,
tertulis dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya
secara visual;
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan mengevaluasi ide-
ide matematika baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk
visual lainnya;
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dan strategi-strategi situasi.
8Mumun Syaban, Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa, (Jurnal, 2008. dalam
http://educare.e-fkipunla.net) diakses 10 Juli 2012, 21:36 WIB
21
Baroody, mengatakan bahwa pembelajaran harus dapat
membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima
aspek komunikasi yaitu representing (refresentasi), listening
(mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing
(menulis).9
a) Representing (refresentasi)
Refresentasi adalah: (1) bentuk baru sebagai hasil translasi
dari suatu masalah atau ide, (2) translasi suatu diagram atau
strategi fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Misalnya,
refresentasi bentuk perbandingan ke dalam beberapa strategi
kongkrit, dan refresentasi suatu diagram ke dalam bentuk simbol
atau kata-kata. Refresentasi dapat membantu anak menjelaskan
konsep atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan strategi
pemecahan masalah.
b) Listening (mendengar)
Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu
komunikasi. Seseorang tidak akan memahami suatu informasi
dengan baik apabila tidak mendengar yang diinformasikan. Dalam
kegiatan pembelajaran pun mendengar merupakan aspek penting.
Siswa tidak akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak
9 Kartini, Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Strategi Think-Talk-Write
(TTW), dalam http://kartiniokey.blogspot.com/2010/05/meningkatkan-kemampuan-komunikasi.html.
diakses 16 Juli 2012, 10:28 WIB
22
mampu mengambil inti sari dari suatu topik diskusi. Siswa
sebaiknya mendengar dengan hati-hati manakala ada pertanyaan
dan komentar dari teman-temannya. Baroody mengatakan bahwa
mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam
suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih
lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban
yang lebih efektif. Pentingnya mendengar juga dapat mendorong
siswa berfikir tentang jawaban pertanyaan.10
c) Reading (membaca)
Salah satu bentuk komunikasi matematika adalah kegiatan
membaca matematika. Membaca matematika memiliki peran
sentral dalam pembelajaran matematika. Sebab, kegiatan
membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Istilah
membaca diartikan sebagai serangkaian keterampilan untuk
menyusun intisari informasi dari suatu teks.
Kemampuan mengemukakan ide matematika dari suatu teks,
baik dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan bagian penting
dari standar komunikasi matematika yang perlu dimiliki siswa.
Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara
bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara
benar dalam bahasanya sendiri. Karena itu, untuk memeriksa
10 Ibid.,
23
apakah siswa telah memiliki kemampuan mambaca teks
matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui
kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan
kembali ide matematika dengan bahasanya sendiri.
d) Discussing (diskusi)
Salah satu wahana berkomunikasi adalah diskusi. Dalam
diskusi akan terjadi transfer informasi antar komunikan, antar
anggota kelompok diskusi tersebut. Diskusi merupakan lanjutan
dari membaca dan mendengar. Siswa akan mampu menjadi
peserta diskusi yang baik, dapat berperan aktif dalam diskusi,
dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya apabila
mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan mempunyai
keberanian memadai. Diskusi dapat menguntungkan, melalui
diskusi siswa dapat memberikan wawasan baru bagi pesertanya,
juga diskusi dapat menananmkan dan meningkatkan cara berfikir
kritis.
e) Writing (menulis).
Salah satu kemampuan yang berkontribusi terhadap
kemampuan komunikasi matematika adalah menulis. Dengan
menulis siswa dapat mengungkapkan atau merefleksikan
pikirannya lewat tulisan (dituangkan di atas kertas/alat tulis
lainnya). Dengan menulis siswa secara aktif membangun
24
hubungan antara yang ia pelajari dengan apa yang sudah ia
ketahui.
Izwati Dewi menjelaskan Untuk mengetahui komunikasi
matematika diperlukan petunjuk atau indikator yang dapat menentukan
apakah informasi yang diberikan akurat, lengkap, dan lancar. Maka
indikator keakuratan, kelengkapan, dan kelancaran komunikasi
matematika adalah :11
1) Keakuratan komunikasi matematika
Keakuratan komunikasi matematika sangat diperlukan, maka
indikator keakuratan komunikasi lisan adalah sebagai berikut:
i. Menyampaikan hal-hal yang relevan dengan masalah
dikatakan akurat bila subjek mengucapkan hal-hal yang
relevan dengan masalah dengan benar.
ii. Syarat-syarat atau rumus yang digunakan dikatakan akurat bila
subjek mengucapkan syarat-syarat rumus yang akan digunakan
dengan benar menurut kaidah matematika sesuai dengan
kriteria i.
iii. Melakukan perhitungan dikatakan akurat jika subjek
mengucapkan langkah-langkah perhitungan yang diperlukan
11 Izwita Dewi, Profil Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru Ditinjau Dari Perbedaan Jenis
Kelamin, Disertasi, tidak dipublikasikan (Surabaya: UNESA, 2009) h. 27
25
dengan benar sesuai dengan rumus yang diberikan pada
kriteria ii.
2) Kelengkapan komunikasi matematika
Indikator kemampuan komunikasi lisan adalah sebagi berikut:
i. Menyampaikan masalah dikatakan lengkap bila subjek
mengucapkan tentang hal-hal yang relevan dengan masalah
untuk menyelesaikan masalah.
ii. Syarat-syarat atau rumus yang akan digunakan dikatakan
lengkap jika subjek mengucapakan langah-langkah yang
diperlukan dalam perhitungan cukup untuk menyelesaikan
masalah.
iii. Melakukan perhitungan dikatakan lengkap jika subjek
mengucapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam
perhitungan cukup untuk menyelesaikan masalah.
3) Kelancaran komunikasi matematika
Indikator kelancaran dalam komunikasi lisan adalah subjek
tidak macet ketika menjelaskan penyelesaian masalah, sehingga
informasi yang diberikan sampai tujuan akhir.
26
Tabel 2.1 Rubrik Tingkat Komunikasi Tulis
Tingkat Kriteria
5
(lengkap dan benar)
a. Penjelasan tentang proses penyelesaian masalah
yang ditulis jelas dan benar,
b. Mengubah masalah ke kalimat matematika benar,
c. Perhitungan jelas dan benar,
d. Penggunaan simbol atau tanda matematika benar.
4
(hampir lengkap dan
benar)
a. Penjelasan tentang proses penyelesaian masalah
yang ditulis benar,
b. Mengubah masalah ke kalimat matematika benar,
c. Perhitungan dengan sedikit kesalahan kecil,
d. Penggunaan simbol atau tanda matematika
terdapat kekurangan penulisan.
3
(sebagian benar)
a. Penjelasan tentang proses penyelesaian masalah
yang dtulis sebagian benar,
b. Mengubah masalah ke kalimat matematika
sebagian benar,
c. Perhitungan terdapat kesalahan,
d. Penggunaan simbol atau tanda matematika salah.
2
(prosedur samar)
a. Penjelasan tentang proses hanya untuk beberapa
konsep saja,
b. Mengubah masalah ke kalimat matematika
banyak kesalahan,
c. Perhitungan banyak kesalahan.
1
(informasi yang
diberikan tidak rinci dan
tidak menunjukkan
a. Penjelasan tentang proses solusi tidak benar dan
tidak tepat,
b. Mengubah masalah ke kalimat matematika tidak
benar,
27
Tingkat Kriteria
proses solusi mereka) c. Perhitungan tidak benar.
Tabel 2.2 Rubrik Tingkat Komunikasi Lisan
Tingkat Kriteria
5
(lengkap dan benar)
a. Siswa mengucapkan hal-hal yang relevan dengan
masalah dengan benar dan dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah,
b. Siswa mengucapkan langkah-langkah yang
diperlukan dalam perhitungan untuk
menyelesaikan masalah,
c. Siswa mengucapkan langkah-langkah perhitungan
yang diperlukan dengan benar dan cukup untuk
menyelesaikan masalah,
d. Siswa tidak macet ketika menjelaskan
penyelesaian masalah, sehingga informasi yang
diberikan sampai tujuan akhir.
4
(hampir lengkap dan
benar)
a. Siswa mengucapkan hal-hal yang relevan dengan
masalah dengan sedikit kesalahan dan cukup
untuk menyelesaikan masalah,
b. Siswa mengucapkan langkah-langkah yang
diperlukan dalam perhitungan dengan sedikit
kesalahan tetapi cukup untuk menyelesaikan
masalah,
c. Siswa mengucapkan langkah-langkah perhitungan
yang diperlukan dengan sedikit kesalahan,
28
Tingkat Kriteria
d. Siswa agak macet (ragu-ragu) ketika menjelaskan
penyelesaian masalah.
3
(sebagian benar)
a. Siswa mengucapkan hal-hal yang relevan dengan
masalah sebagian cukup untuk menyelesaikan
masalah,
b. Siswa mengucapkan langkah-langkah yang
diperlukan dalam perhitungan hanya sebagian
untuk menyelesaikan masalah,
c. Siswa hanya menjelaskan sebagian dari
penyelesaian masalah.
2
(prosedur samar)
a. Siswa mengucapkan hal-hal yang kurang relevan
dengan masalah,
b. Siswa mengucapkan langkah-langkah tetapi tidak
menyelesaikan masalah.
1
(informasi yang
diberikan tidak rinci dan
tidak menunjukkan
proses solusi mereka)
a. Siswa mengucapkan hal-hal yang tidak relevan
dengan masalah,
b. Siswa mengucapkan langkah-langkah perhitungan
yang salah,
c. Siswa macet ketika menjelaskan.
Untuk mengukur kemampuan komunikasi tulis dan lisan siswa dapat
dilihat melalui rubrik tingkat komunikasi tulis dan lisan pada tabel di atas,
dimana untuk mengetahui tingkatan yang ditempati siswa harus memenuhi
kriteria yang terdapat pada rubrik. Jika salah satu kriteria tidak terpenuhi
maka tingkatan siswa turun pada tingkat di bawahnya.
29
B. Pembelajaran Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematika, diadopsi dari
bahasa Yunani mathematike yang berarti “mempelajari”. Kata mathematike
berasal dari kata mathema yang berarti “pengetahuan atau ilmu”. Kata
mathematic berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu
mathein atau mathenein yang berarti “belajar atau berpikir”. Jika dicermati
dari asal katanya, matematika mempunyai arti sebagai ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan berpikir atau bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran-
pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.12
Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
“ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional
yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.”13
Definisi
tersebut menggambarkan bahwa matematika berhubungan erat dengan belajar,
terutama yang berkaitan dengan bilangan serta operasi-operasi yang
membantu penyelesaian bilangan-bilangan tersebut. Akan tetapi, matematika
tidak hanya terbatas pada bilangan saja, karena matematika akan melatih
siswa untuk membentuk pola pikir yang sistematis dan rasional, mampu
menyelesaikan masalah serta membiasakan siswa bersikap teliti dan tekun.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, matematika
adalah ilmu pengetahuan dengan struktur terorganisir yang mengandung
12
Russeffendi ET, 1980: 148, Hakikat Matematika, dalam http://file.upi.edu/Direktori/Dual
Modes/Strategi_Pembelajaran_Matematika/Hakikat_Matematika.pdf diakses 26 November 2012. 13
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) h. 723.
30
bahasa artifisial dan memiliki pola pikir deduktif untuk melatih kemampuan
bernalar siswa dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan demikian, hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh
siswa meliputi perhitungan matematis (mathematics calculation) dan
penalaran matematis (mathematics reasoning).
Belajar dan pembelajaran menjadi kegiatan utama di sekolah.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat interaksi
(timbal balik) antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar demi berlangsungnya proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan, kemahiran serta pembentukan sikap dan
kepercayaan.14
Di sisi lain, pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, tetapi keduanya sebenarnya memiliki konotasi yang jauh
berbeda. Proses pengajaran mengilustrasikan hanya sebagai kegiatan satu
pihak (mengajar saja), sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi
antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat bergantung pada motivasi pelajar
dan kreativitas pengajar.15
Pelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang
dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan berhasil
mencapai target belajar. Keberhasilan dalam mencapai target belajar dapat
diukur dengan ditunjukkannya perubahan sikap dan kemampuan siswa
14 http://roebyarto.multiply.com/journal/item/105?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem,
diakses 26 November 2012. 15
Ibid.
31
melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik ditunjang dengan
fasilitas yang memadai disertai kreativitas guru akan menjadikan peserta didik
lebih mudah mencapai target belajar.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang diselenggarakan
oleh guru untuk membelajarkan siswa guna memperoleh ilmu pengetahuan
dan keterampilan matematika, dimana guru menciptakan situasi agar siswa
belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran penemuan terbimbing.16
Berdasarkan uraian di atas diperoleh bahwa pembelajaran matematika
merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman
baru mengenai matematika melalui serangkaian kegiatan yang terencana dan
terstruktur. Melalui kegiatan tersebut peserta didik dapat memperoleh
kegiatan belajar matematika dengan lancar dan menyenangkan. Ini dapat
diamati dengan adanya perubahan pada tingkah laku (peningkatan
pemahaman konsep siswa), sehingga hasil belajar siswa juga meningkat.
Seseorang dapat dikatakan belajar matematika apabila dalam diri orang
tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah
laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut misalnya dari
yang semula tidak mengetahui suatu konsep menjadi mengetahui konsep
tersebut dan mampu menggunakannya dalam mempelajari materi berikutnya.
Perubahan yang tampak tidak hanya dalam hal pengetahuan, bahkan mampu
16 Roebyarto, 2008, Pembelajaran Matematika, dalam http://pembelajaran-matematika hujkkl.html),
diakses 26 November 2012.
32
menggunakan aplikasinya dalam pemecahan masalah matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
C. Pendidikan Inklusi
1. Definisi Pendidikan Inklusi
Inklusi merupakan sebuah kata yang berasal dari terminologi
Inggris “inclusion” yang berarti “termasuknya atau pemasukan”.
Sementara Olsen & Fuller menyatakan bahwa inklusi merupakan sebuah
terminologi yang secara umum digunakan untuk mendidik siswa, baik
yang memiliki maupun tidak memiliki ketidakmampuan tertentu di dalam
sebuah kelas reguler.17
Dewasa ini, terminologi inklusi digunakan untuk
menggagas hak anak-anak yang memiliki ketidakmampuan tertentu untuk
dididik dalam sebuah lingkungan pendidikan (sekolah) yang tidak
terpisah dari anak-anak lain yang tidak memiliki ketidakmampuan
tertentu.
Sejalan dengan itu, ditegaskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa disebutkan bahwa pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
17
Bambang Dibyo Wiyono, Op.cit.
33
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.18
Dalam Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, menyatakan bahwa dalam
pemenuhan hak pendidikan anak, pendidikan yang ada pada saat ini telah
diarahkan untuk menuju pendidikan inklusi sebagai wadah ideal yang
diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua, terutama
anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus untuk memenuhi
haknya dalam memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak
lainnya.19
Menurut pasal 130 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 (1)
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan
pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan
melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan
pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan.20
18
Kelompok Kerja Inklusi Jawa Timur, Op.cit. 19
Nurjanah, Sekolah Inklusi sebagai Perwujudan Pendidikan Tanpa Diskriminasi (Studi Kasus
Pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 9 Surakarta), Jurnal pendidikan. 20
Wikipedia, Op.cit.
34
Dalam pendidikan inklusi, layanan pendidikan disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan khusus anak secara individual dalam konteks
pembersamaan secara klasikal. Dalam pendidikan ini tidak dilihat dari
sudut ketidakmampuannya, kecacatannya, dan tidak pula dari segi
penyebab kecacatannya, tetapi lebih kepada kebutuhan-kebutuhan khusus
mereka yang jelas berbeda antara satu dengan yang lain.
Selain itu, telah dikembangkan pula buku-buku pedoman untuk
sekolah inklusi, kepala sekolah, guru-guru, peserta didik maupun orang
tua peserta didik dan masyarakat. Buku-buku tersebut meliputi pedoman
alat identifikasi anak berkebutuhan khusus, pengembangan kurikulum,
pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan, pengadaan dan
pengelolaan sarana-prasarana, kegiatan belajar mengajar, manajemen
sekolah dan pemberdayaan masyarakat.21
Dengan demikian, perlu diingat bahwa pendidikan atau sekolah
inklusi bukan sebuah sekolah bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus
melainkan sekolah yang memberikan layanan efektif bagi semua
(education fol all). Dengan kata lain, pendidikan inklusi adalah
pendidikan dimana semua anak dapat memasukinya, kebutuhan setiap
anak diakomodir dan dipenuhi, bukan hanya sekedar ditolerir.
21
Bambang Dibyo Wiyono, Op.cit.
35
2. Tujuan dan Karakteristik Pendidikan Inklusi
Tujuan utama pendidikan inklusi adalah mendidik anak yang
berkebutuhan khusus (ABK) akibat kecacatannya di kelas reguler
bersama-sama dengan anak-anak lain yang non-cacat, dengan dukungan
yang sesuai dengan kebutuhannya, di sekolah yang ada di lingkungan
rumahnya.22
Di dalam Deklarasi Salamanca sebagaimana dalam kutipan
Firdaus menyatakan bahwa kelas khusus, sekolah khusus atau bentuk-
bentuk lain pemisahan anak penyandang cacat dari lingkungan regulernya
hanya dilakukan jika hakikat atau tingkat kecacatannya sedemikian rupa
sehingga pendidikan di kelas reguler dengan menggunakan alat-alat bantu
khusus atau layanan khusus tidak dapat dicapai secara memuaskan.23
Adapun beberapa karakteristik pendidikan inklusi yang dapat
dijadikan sebagai dasar layanan pendidikan bagi ABK, antara lain:24
a. Pendidikan inklusi berusaha menempatkan anak dalam keterbatasan
lingkungan seminimal mungkin, sehingga ia mampu berinteraksi
langsung dengan lingkungan sebayanya atau bahkan masyarakat di
sekitarnya.
b. Pendidikan inklusi memandang anak bukan karena kecacatannya,
tetapi menganggap mereka sebagai anak yang memiliki kebutuhan
22 Endis Firdaus, Op.cit. 23
Ibid. 24
Sue Stubbs, 2002, Pendidikan Inklusif: Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber, Terjemahan oleh Susi
Septaviana R, Tanpa tahun, Bandung: UPI Press, h. 52.
36
khusus (children with special needs) untuk memperoleh perlakuan
yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.
c. Pendidikan inklusi lebih mementingkan pembauran bersama-sama
anak lain seusianya dalam sekolah reguler.
d. Pendidikan inklusi menuntut pembelajaran secara individual,
walaupun pembelajarannya dilaksanakan secara klasikal. Proses
belajar lebih bersifat kebersamaan daripada persaingan.
3. Strategi Pendidikan Inklusi
Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) sebagaimana dikutip oleh
Wrastari menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah
inklusi dapat dilakukan dengan berbagai strategi sebagai berikut:25
a. Kelas Reguler (Inklusi Penuh)
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non
berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan
menggunakan kurikulum yang sama.
b. Kelas Reguler dengan Cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non
berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus.
25 Aryani Tri Wrastari dan Syafrida Elisa, mengutip pendapat Ashman, 1994 dalam Emawati, 2008,
Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi ditinjau dari Faktor Pembentuk Sikap. Jurnal pendidikan
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.
37
c. Kelas Reguler dengan Pull Out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non
berkebutuhan khusus di kelas reguler namun dalam waktu-waktu
tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan
guru pembimbing khusus.
d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non
berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan
dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada
sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar
bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler.
f. Kelas Khusus Penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada
sekolah reguler.
D. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat
diartikan secara sederhana sebagai anak yang lambat (slow) atau
38
mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.26
Adapun menurut
Heward, anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.27
Bisa jadi,
ABK justru memiliki kemampuan melebihi siswa pada umumnya,
misalnya anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan kecerdasan
luar biasa. Anak dengan karakteristik semacam ini memerlukan
penanganan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.
Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan tersendiri
dalam jenis dan karakteristiknya. Keunikan tersebut menjadikan mereka
berbeda dari anak-anak normal pada umumnya. Karena karakteristik dan
hambatan yang dimilkinya, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak berkebutuhan
khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
pada umumnya karena memiliki hambatan belajar yang diakibatkan oleh
adanya hambatan perkembangan persepsi, hambatan perkembangan fisik,
26
Anonim, Pendidikan ABK dan Inklusif: Definisi Anak Berkebutuhan Khusus, dalam definisi-anak-
berkebutuhan-khusus.html, Diakses 26 Agustus 2013. 27
Wikipedia, Anak Berkebutuhan Khusus, dalam id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus,
Diakses 26 Agustus 2013.
39
hambatan perkembangan perilaku dan hambatan perkembangan
inteligensi/kecerdasan. Bahkan sebagian dari ABK ada pula yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Berkebutuhan khusus
lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan
mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ABK
memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan
dan potensi mereka.
2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Kategori anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua bagian,
yaitu berkebutuhan khusus temporer dan berkebutuhan khusus
permanen.28
Ketika berkebutuhan khusus temporer tidak dapat ditangani
dengan baik maka akan menjadi berkebutuhan khusus permanen.
Berdasarkan kemampuan intelektualnya, ABK dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori.29
Kedua kategori tersebut antara lain: (1) anak
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-
rata dan (2) anak berkelainan yang memiliki kemampuan intelektual di
bawah rata-rata.
28 Memet dan Widyaiswara, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, (Online). (MEMAHAMI
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS _ LPMP Jawa Barat.htm), 2013, Diakses 26
Agustus 2013. 29
Bambang Dibyo Wiyono, Pendidikan Inklusif (Bunga Rampai Pemikiran Educational for All),
Jurnal pendidikan Univ. Negeri Malang, 2011.
40
Secara garis besar, yang tergolong anak berkebutuhan khusus
(ABK) berdasarkan jenis kebutuhannya sebagaimana menurut gagasan
Hallahan dan Kauffman, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dan
Hadiyanto, yaitu:30
(a) Tunanetra (anak dengan gangguan penglihatan),
(b) Tunarungu (anak dengan gangguan pendengaran), (c) Tunadaksa
(anak dengan kelainan anggota tubuh/gerakan), (d) Anak yang berbakat
atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, (e) Tunagrahita
(anak dengan retardasi mental), (f) Anak lamban belajar (slow learner),
(g) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (Attention Deficit
Disorder (ADD)/Gangguan konsentrasi, Attention Deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD)/Gangguan hiperaktif, Dyslexia/Baca,
Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara,
Dyspraxia/Motorik), (h) Tunalaras (anak dengan gangguan emosi dan
perilaku), (i) Tunawicara (anak dengan gangguan dalam berbicara), (j)
Autisme, dan (k) Anak korban narkoba serta HIV/AIDS.
a. Anak Berkelainan Penglihatan (Tuna Netra)
Anak berkelainan penglihatan adalah anak yang mengalami
ketidakmampuan menggunakan sebagian atau seluruh indera
penglihatan untuk mengenal lingkungan sehingga harus mempelajari
lingkungan dengan cara menyentuh dan merasakannya.
30
Ibid.,
41
b. Anak Berkelainan Pendengaran (Tuna Rungu)
Anak berkelainan pendengaran adalah annak yang mengalami
ketidak mampuan mendengar sebagian atau seluruh suara karena
tidak berfungsinya sebagian atau selusuh indera pendengar.
c. Anak Berkelainan Bicara (Tuna Wicara)
Anak berkelainan bicara adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan komunikasi seperti bicara gagap, bicara
pelat, atau terbata-bata, ucapan yang membingungkan, tidak jelas dan
sulit dipahami
d. Anak Berkelainan Keterbelakangan Mental (Tuna Grahita)
Anak berkelainan keterbelakangan mental adalah anak yang
memiliki taraf kecerdasan yang sangat rendah sehingga mengalami
kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya.
Terutama anak yang memiliki intelegensi rendah.
e. Anak Berkesulitan Fisik (Tuna Daksa)
Anak berkelainan fisik adalah anak yang mengalami kelainan
atau gangguan/ cacat pada tubuh, termasuk dalam kelompok ini
adalah gangguan fisik dan kesehatan, seperti epilepsy, diabetis,
atritis, dan asma.
f. Anak Berkesulitan Belajar (Learning Disabilities)
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mempunyai
kekurangan atau terhambatnya satu atau beberapa bagian dari proses
42
belajar. Kesulitan belajar mungkin terjadi dalam satu atau lebih dari
proses-proses dasar dalam pemahaman atau penggunaan bahasa lisan
dan tulis. Anak berkesulitan belajar mengalami gangguan-gangguan
konsentrasi perhatian.
g. Anak Lamban Belajar (Slow learner)
Anak lamban belajar adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit dibawah normal tetapi belum termasuk tuna
grahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90). Dalam beberapa hal
memiliki hambatan atau keterlambatan berpikir, mereespon
rangsangan, dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibandingkan dengan tuna grahita, lebih lamban disbanding yang
normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang
untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun akademik,
dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.31
Ciri-ciri yang dimiliki anak lamban belajar adalah:
a) Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6);
b) Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat
disbanding teman-teman seusianya;
c) Daya tangkap terhadap pembelajaran terlambat;
d) Pernah tidak naik kelas.
31 Pedoman Penyelenggaraan Inklusi Terpadu, Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Tingkat
Slow learner, (Bandung: DIKNAS, 2005), h. 20
43
Anak lamban belajar memiliki kebutuhan pembelajaran
khusus antara lain:
a) Waktu lebih lamma dibandingkan dengan tteman yang lain;
b) Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam
memberikan penjelasan;
c) Diperbanyak latihan daripada hafalan dan pemahaman.
h. Anak Autis
Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, motorik,
sensorik, kognitif, emosi, perilaku, pola bermain, dan interaksi sosial.
E. Siswa Lamban Belajar
1. Pengertian Lamban Belajar
Siswa lamban belajar (slow learner) adalah siswa yang intelegensi
atau kemampuan dasarnya setingkat lebih rendah dari pada tingkat
intelegensi siswa normal. Menurut klasifikasi Terman, IQ siswa lamban
belajar berkisa 70-90. Siswa seperti ini tidak digolongkan sebagai siswa
yang memiliki keterlambatan mental karena mereka dapat mencapai hasil
belajar yang cukup memadai, meskipun pada tingkat yang lebih rendah
dari pada siswa-siswa yang memiliki kemampuan normal atau sedang.
Siswa lamban belajar dapat mengikuti pendidikan pada kelas-kelas biasa
44
tanpa membutuhkan peralatan khusus, kecuali pengadaptasian program
belajar dengan kemampuan yang dimilikinya.
a. Ciri-ciri Siswa Lamban Belajar:
i. Keadaan fisik pada umumnya sama dengan siswa-siswa normal.
Dengan melihat keadaan fisiknya saja tidak dapat dibedakan mana
yang normal dan mana yang lamban belajar. Para ahli baru dapat
membedakan antara siswa lamban belajar dengan siswa normal
setelah mengadakan pengamatan dan tes psikologi.
ii. Kemampuan berfikirnya agak rendah, sehingga lamban dalam
memecahkan masalah-masalah yang sederhana. Hal ini yang
menyebabkan mereka kalah bersaing dengan siswa normal.
iii. Ingatannya agak lemah dan tidak bertahan lama. Mereka lekas
lupa dan biasanya tidak mampu mengingat suatu peristiwa yang
terjadi tiga tahun yang telah lewat. Dalam proses belajar mengajar
di sekolah, apa yang diterangkan oleh guru hari ini biasanya satu
minggu kemudian sudah terlupakan. Kalau siswa normal dapat
mengingat isi oelajaran lebih kurang 50% setelah membaca dua
kali, maka siswa lamban belajar hanya mampu mengingat 25%
saja.
iv. Dalam menuntut pendidikan di sekolah dasar banyak yang
mengalami putus sekolah. Enam puluh persen diantara siswa yang
putus sekolah tergolong siswa yang lamban belajar. Lebih dari
45
separuh nilai rapornya merah. Kalau guru mengetahui masalahnya
dan selanjutnya memberikan bimbingan dan bantuan seperlunya
maka putus sekolah 60% itu dapat dikurangi. Walaupun agak
terlambat, mereka akan dapat menyelesaikan pendidikannya di
sekolah dasar. Setelah tamat sekolah dasar mereka dapat
diarahkan untuk memasuki balai latihan atau sekolah kejuruan
yang lebih singkat.
v. Pernah tidak naik kelas
b. Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar32
i. Faktor internal
Faktor internal yaitu factor genetik, biokimia yang dapat
merusak otak, misalnya: zat pewarna pada makanan, pencemaran
lingkungan, gizi yang tidak memadai, dan pengaruh-pengaruh
psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
ii. Faktor eksternal
Faktor eksternal yaitu penyebab utama problem anak lamban
belajar (slow learner) yang berupa strategi pembelajaran yang
salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang
tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian
ulangan yang tidak tepat.
32
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/219440-anak-lamban-belajar-slow-learne
/#ixzz1wEp6YMwb, diakses 25 Mei 2012, 14.13 WIB
46
c. Bimbingan Siswa Lamban Belajar
Siswa lamban belajar dapat di didik bersama dengan siswa-siswa
yang normal, tetapi mereka tidak dapat diharapkan mencapai hasil
belajar sebaik yang dicapai oleh siswa-siswa normal. Mereka kurang
dapat berfikir secara abstrak. Oleh karena itu, bimbingan terhadap
siswa lamban belajar hendaklah selalu terkait dengan pengalaman
nyata murid.
Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh siswa lamban
belajar, beberapa bentuk bimbingan yang dapat diberikan adalah:
i. Menyediakan kesempatan belajar bagi murid sesuai dengan
tingkat kemampuannya.
ii. Membantu siswa menerima dan menyesuaikan kemampuan
mental yang dimilkinya.
iii. Melatih siswa agar dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya.
iv. Mendorong murid mengembangkan sikap-sikap yang konstruktif
terhadap kegiatan-kegiatan kerumahtanggaan, sosial, dan
kewarganegaraan.
47
F. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write
1. Definisi Think-Talk-Write
Strategi pembelajaran Think-talk-write (TTW) diperkenalkan
oleh Huinker Laughlin. Strategi ini pada dasarnya dibangun melalui
berpikir, berbicara dan menulis. Alur pelaksanaan strategi TTW
dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan
dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan
membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana
seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen
dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca dan
membuat catatan kecil, menjelaskan, mendenga dan membagi ide
bersama temannya, kemudian mengungkapknnya melalui tulisan
secara individual.33
Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca
suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian
membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam tahap ini siswa secara
individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian),
membuat catatan apa yang telah dibaca, baik berupa apa yang
33 Sunyoto dan Sri Rahmawati Fitriatien, Penerapan Strategi TTW (Think-Talk-Write) untuk
Meningkatkan Komunikasi Matematika dan Penalaran Siswa pada Materi Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel Kelas X TITL SMKN 2 Bangkalan, Jurnal (Surabaya: UNIPA Surabaya, 2011) dalam
digilib.unipasby.ac.id/files/disk1/7/gdlhub—drshsunyot-347-1-2.drs.-a.pdf. diakses 22 Februari 2014,
15:01 WIB
48
diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya
sendiri.34
Kemampuan membaca, dan membaca secara komprehensif
secara umum dianggap berpikir, meliputi membaca baris demi baris
atau membaca yang penting saja. Seringkali suatu teks bacaan diikuti
oleh panduan, bertujuan untuk mempermudah diskusi dan
mengembangkan pemahaman konsep matematika siswa. Dalam
strategi pembelajaran ini teks bacaan selalu dimulai dengan soal-soal
kontekstual yang diberi sedikit panduan sebelum siswa membuat
catatan kecil.
Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap
berikutnya “talk”, yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-
kata dan bahasa yang mudah dipahami. Tahap berkomunikasi (talk)
pada strategi pembelajaran ini memungkinkan siswa untul terampil
berbicara. Beberapa alas an tahapan “talk” ini penting dalam
matematika karena:
1) Tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara
ungkapan matematika sebagai bahasa matematika;
34 Martinis Yamin dan BanguI. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual , (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2009), h. 84
49
2) pemahaman matematika dibangun melalui interaksi dan konversasi
(percakapan) antara sesame individual yang merupakan aktivitas
sosial yang bermakna;
3) Cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah
melalui talk;
4) Pembentukan ide melalui proses talking;
5) Internalisasi ide, dalam proses konversasi matematika internalisasi
dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah;
6) Meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.35
Berkomunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi
dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas. Hal ini mungkin
terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan untuk “berkomunikasi
dalam matematika” sekaligus mereka berpikir bagaimana cara
mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu keterampilan
berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan siswa
mengungkapkan idenya melalui tulisan.
Selanjutnya tahap “write” yaitu menuliskan hasil diskusi pada
lembar kegiatan yang disediakan. Aktivitas menulis berarti
mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi atau berdialog antar
teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menurut
Shield dan Swinson (dalam Yamin) menulis dalam matematika
35 Ibid, h. 86.
50
membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu
pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari.36
Aktivitas menulis
akan membantu siswa dalam membuat hubungan danga
memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Selain itu
aktivitas menulis siswa bagi guru dapat memantau kesalahan siswa,
miskonsepsi dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama.
Aktivitas siswa selama tahap “write” ini adalah:
1) Menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan
termasuk perhitungan;
2) Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik
penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun
table agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti;
3) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan
ataupun perhitungan yang ketinggalan;
4) Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah
dibaca dan terjamin keasliannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi pembelajaran
yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa
tersebut dengan lancar. Strategi pembelajaran Think-Talk-write (TTW)
36 Ibid, h. 87.
51
didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku
sosial. Selain itu, strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW),
1) Mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan kemudian
menuliskan berkenaan dengan suatu topik;
2) Digunakan untuk mengembangkan tulisna dengan lancar dan
melatih bahasa sebelum menuliskannya;
3) Memperkenankan siswa untuk mempengaruhi atau memanipulasi
ide-ide sebelum menuliskannya;
4) Serta membantu siswa untuk mengumpulkan dan mengembangkan
ide-ide melalui percakapan terstruktur.
2. Kelebihan Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write
Kelebihan dari penggunaan strategi pembelajaran Think Talk
Write (TTW) yaitu sebagai berikut :
a. Mendidik siswa lebih mandiri;
b. Membentuk kerjasama tim;
c. Melatih berfikir, berbicara dan membuat catatan sendiri;
d. Lebih memberikan pengalaman pribadi;
e. Melatih siswa berani tampil;
f. Bertukar informasi antar kelompok/siswa;
g. Guru hanya sebagai pengarah dam pembimbing;
h. Siswa menjadi lebih aktif;
52
Berdasarkan kelebihan-kelebihan dalam penggunaan strategi
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) diatas, merupakan suatu
tindakan yang tepat apabila strategi ini diterapkan pada proses KBM
dengan tanpa mengurangi kualitas namun diharapkan dapat
memperbaiki dan meningkatkan tujuan pembelajaran.
G. Hubungan Komunikasi Matematika dengan Strategi Pembelajaran
Think-Talk-Write
Think-Talk-Write adalah strategi pembelajaran yang dimulai dengan
berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative
solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan
kemudian membuat laporan hasil presentasi.37
Menurut hasil beberapa
penelitian strategi pembelajaran Think-Talk-Write merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa.38
Think-Talk-Write merupakan strategi
pembelajaran yang mengedepankan perlunya siswa mengkomunikasikan atau
menjelaskan hasil pemikirannya mengenai masalah yang diberikan oleh guru.
Hal lain yang dapat menunjukkan hubungan antara Think-Talk-Write
dengan komunikasi matematika adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan
37 Syaiful Hadi, Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Strategi Pembelajaran Think-
Talk-Write (TTW) Peserta Didik SMPN 1 Manyar Gresik, Jurnal (Gresik: Universitas Muhammadiyah
Gresik) h. 5 38 Kartini, Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Strategi Think-Talk-Write
(TTW), dalam http://kartiniokey.blogspot.com/2010/05/meningkatkan-kemampuan-komunikasi.html)
diakses 16 Juli 2012, 10:28 WIB
53
komunikasi matematika adalah diskusi (bicara) dan menulis. Faktor lain dari
komunikasi, bahwa pembelajaran dapat membantu siswa untuk
mengkomunikasikan ide-ide matematika dengan presentasi, mendengar,
membaca, berdiskusi dan menulis. Kemampuan untuk mengemukakan ide
matematika dari suatu teks, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
merupakan bagian penting dari standar komunikasi matematika yang perlu
dimiliki oleh siswa. Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks secara
bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara benar dalam
bahasanya sendiri. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah siswa telah
mempunyai kemampuan membaca teks matematika secara bermakna, guru
dapat melihatnya melalui kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau
menuliskan kembali ide matematika dengan bahasanya sendiri.