bab ii kajian pustaka 2.1 hakikat...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Membaca Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan. http:// kristanto.blogspot.com. Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi- bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penterjemahan rangkaian grafis ke dalam kata- kata. Proses recording dan decoding berlangsung pada kelas awal, yaitu SD kelas I, II dan III. Pendekatan membaca pada tahap awal ialah proses perseptual, yaitu 7

Upload: leminh

Post on 24-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Membaca

Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan

merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna

yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi

aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca

dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan.

Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau

dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang

sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam

memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi

nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara

berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu

diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks

bacaan. http:// kristanto.blogspot.com.

Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari

proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk

pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-

bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Proses decoding

(penyandian) merujuk pada proses penterjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-

kata. Proses recording dan decoding berlangsung pada kelas awal, yaitu SD kelas

I, II dan III. Pendekatan membaca pada tahap awal ialah proses perseptual, yaitu

7

pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa,

sedangkan proses memahami makna lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD.

Menurut Resmini, dkk (2006) hakikatnya aktivitas membaca terdiri dari

dua bagian yaitu:

a. Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas fisik dan mental

b. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekwensi dari

aktifitas yang dilalui pada saat membaca.

Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa

aktifitas baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca

terdiri dari beberapa aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami symbol tertulis.

2. Aspek perceptual yaitu kemampuan untuk menginterpretasikan apa yang

dilihat.

3. Aspek schemata kemampuan menghubungakan tertulis dengan struktur

pengetahuan yang telah ada.

4. Aspek berfikir yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi

yang dipelajari.

5. Aspek afeksi yaitu aspek minat membaca yang berpengalaman terhadap

kegiatan membaca.

Dikemukakan oleh Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2005: 3)

membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif. Menurut

pandangan tersebut membaca sebagai proses visual dan merupakan proses

menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi.

Membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan

banyak hal, karena dalam membaca tidak hanya melafalkan tulisan-tulisan,

melainkan melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan metakognitif.

Membaca sebagai proses visual, karena membaca adalah aktivitas

menterjemahkan simbol-simbol bunyi (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Membaca

sebagai proses berfikir, karena dalam membaca melibatkan aktivitas pengenalan

kata, pemahaman literal, interpretasi dan pemahan kreatif (Crawlet dan Mountain

dalam Rahim, 2008: 2).

Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu

dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks

bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu

kemampuan menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam

kaitannya dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang

terkandung dalam teks bacaan.

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang

bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan

memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-

pengalaman baru. Seseorang akan „gagap teknologi‟ dan „gagap informasi‟

apabila jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang

ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai

informasi aktual lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala

macam informasi dan perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari

media elektronik (misalnya TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan

cara membaca. Kedua macam media informasi tersebut masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Media elektronik dapat diakses dengan

cara yang lebih santai karena tinggal menonton suatu tayangan di TV.

Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita

membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang diakses dengan cara

membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni ketersediaan waktu

yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan memahami teks

bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan membaca, dsb.

Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik (misalnya TV),

kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut dapat dibaca

ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu diperlukan

Membaca merupakan istilah yang mengandung pengertian yang berbeda-

beda bagi setiap orang. Ada yang mengatakan bahwa membaca adalah sekedar

menyuarakan lambang-lambang tertulis tanpa mempersoalkan apakah kalimat

atau kata-kata yang dilisankan itu dipahami atau tidak (Sunar, 2008: 46).

Membaca seperti ini tergolong jenis membaca permulaan seperti yang dilakukan

di tingkat SD kelas I dan kelas II. Jika berpijak pada pandangan di atas, tentulah

banyak timbul anggapan yang keliru bahwa pembelajaran membaca merupakan

pelajaran termudah dikuasai tanpa banyak mengalami hambatan dan kesulitan.

Tarigan (2008: 7) mengutip pendapat Hodgson menyebutkan bahwa

membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca

untuk memperoleh pesan, yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-

kata/bahasa tulis”.

Anderson (dalam Tarigan, 2008: 7) menyebutkan bahwa dari segi

linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan

sandi recording and decoding proses. Pembacaan sandi (decoding) adalah

menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup

pengubahan bahasa tulisan yang menjadi bunyi yang bermakna. Makna bahasa

inilah yang memberikan manfaat kepada pembaca.

Sedangkan Klein, (dalam Rahim, 2005: 3) mengemukakan definisi

membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses (2) membaca adalah

strategis, membaca merupakan interaktif, membaca merupakan suatu proses

informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca dalam

membentuk makna.

Tarigan (dalam Rahim, 2005: 3), mengatakan bahwa membaca adalah

suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh

pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa

tulis. Klein, dkk (dalam Rahim, 2005: 4) mengemukakan bahwa definisi membaca

mencakup:

a. Membaca merupakan suatu proses

Merupakan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh

pembaca mempunyai peranan utama dalam membentuk makna.

b. Membaca adalah strategis

Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang

sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruksi makna ketika

membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca.

Anak yang berkembang dalam membaca, perbendaharaan katanya menjadi

bertambah dan cara pemahamannya akan berlangsung dengan mudah dan cepat.

Kalau hal ini tidak dapat terpenuhi maka hal-hal yang tersurat dan yang tersirat

tidak dapat tertangkap atau dipahami dan proses membacanya tidak terlaksana

dengan baik.

c. Membaca merupakan interaktif

Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang

senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan memenuhi beberapa tujuan

yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami

(readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.

Membaca adalah salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

keterampilan dasar terpenting pada manusia yaitu berbahasa. Membaca pada

hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya

sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir,

psikolinguistik, dan metakognitif.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Crawley dan Mountain,

(dalam Rahim, 2005: 2) bahwa membaca sebagai proses visual untuk

menerjemahkan simbol-simbol tertulis kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu

proses berfikir membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal,

interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa

aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.

Hodgson (dalam Tarigan, 2007: 7) mengemukakan pengertian membaca

adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

memperoleh pesan, yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau

bahasa tulisan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan

proses yang melibatkan penglihatan, ingatan, pemikiran, kecerdasan, dan

tanggapan untuk memahami bahan bacaan yang bertujuan untuk memperoleh

informasi atau mendapatkan kesenangan melalui media kata-kata.

2.1.1 Tujuan Membaca

Kegiatan membaca yang dilakukan oleh seseorang tentu memiliki tujuan

tertentu. Namun pada dasarnya membaca memiliki dua tujuan. Yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umum membaca adalah untuk mencari dan

mendapatkan informasi dari sumber yang dibaca. Dan secara khusus Tarigan

(2008: 7) mengemukakan bahwa membaca memiliki beberapa tujuan sebagai

berikut:

1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang

telah dilakukan oleh para penemu. Membaca seperti ini disebut membaca

untuk memperoleh perincian atau fakta (reading for details or facts).

2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal tersebut merupakan topik yang baik

atau menarik. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-

ide utama (reading for mains ideas)

3) Membaca untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita.

Membaca seperti ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan

(reading for sequence or organization)

4) Membaca untuk mengetahui serta menemukan mengapa para tokoh

merasakan. Membaca ini disebut membaca untuk Menyimpulkan, membaca

inferensi (reading for inferensi)

5) Membaca untuk mengetahui dan menemukan apa-apa yang tidak bisa atau

tidak wajar mengenai seorang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca

untuk mengelompokkan (Reading For Classify)

6) Membaca untuk mencari atau menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup

dengan ukuran-ukuran tertentu. Membaca seperti ini disebut membaca untuk

menilai (Reading To Evalue)

7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah. Membaca

seperti ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan

(Reading For Compare On Contrsts)

Sedangkan menurut Rahim (2008:11) mengutip pendapat Balnton dkk

(1966) menyebutkan tujuan membaca meliputi:

1) Kesenangan;

2) Menyempurnakan membaca nyaring;

3) Mengggunakan strategi tertentu;

4) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

5) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;

6) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

7) Mengkonfirmasi atau menolak prediksi;

8) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang

diperoleh dari suatu teks dalam beberpa cara lain

9) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Pembelajaran membaca di sekolah dasar (SD) menadi bagian penting dari

bahasa Indonesia. Syafi‟ie (dalam Hairudin, 2007:3-32) menyatakan bahwa

melalui pembelajaran membaca siswa diharapkan antara lain: 1) memperoleh

informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal, 2) mencari sumber,

menyimpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari bacaan, serta 3) mampu

mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan.

Tujuan membaca secara umum, adalah mengerti dan memahami makna

atau arti yang terkandung dalam bacaan tersebut. Dengan mengerti dan

memahami makna yang terkandung dalam bacaan tersebut, maka dapat

menambah pengetahuan si pembaca tentang masalah yang tertuang di dalamnya.

Membaca saangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dengan membaca

kita dapat memperoleh berbagai pengetahuan. Banyak pengetahuan yang ditulis

atau dituangkan dalam bentuk tulisan, baik dalam buku-buku, surat kabar,

majalah, ataupun dalam media tulis.

Menurut Buletin Pusat Kemajuan Studi (dalam Widya Mariana, 2003:11)

orang dalam melakukan aktivitas membaca pasti memiliki tujuan tertentu di

antaranya:

1) Mencari informasi khusus. Bahan bacaan berupa ensiklopedi, kamus, buku

petunjuk, dll.

2) Memperoleh ide-ide pokok bacaan/memperoleh gambaran singkat tentang isi

bacaan. Bahan bacaannya berupa buku teks, jurnal, dll.

3) Memperoleh pemahaman serta mengingat isi bacaan. Bahan bacaannya

berupa buku teks, jurnal, dll.

4) Rekreasi atau kesenangan. Bahan bacaannya berupa novel, komik, cerpen,

roman, dll.

Secara umum pembelajaran membaca yang dilakukan di sekolah harus

diarahkan agar mencapai beberapa tujuan utama pembelajaran membaca. Menurut

Abidin (2012: 5) minimal ada tiga tujuan utama pembelajaran membaca

disekolah, ketiga tujuan uatama tersebut adalah (1) memungkinkan siswa agar

mampu menikmati kegiatan membaca, (2) mampu membaca dalam hati dengan

kecapatan baca yang fleksibel, (3) memperoleh tingkat pemahaman yang cukup

atas isi bacaan. Sedangkan menurut Formiatno (2010:65) berpendapat bahwa

tujuan membaca adalah “Untuk mengetahui segala sesuatu yang belum pernah

kita ketahui dan menambah wawasan.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

membaca secara fleksibel pada dasarnya memiliki satu tujuan akhir bahwa

membaca harus dilakukan guna mencapai suatu pemahaman.

2.1.2 Manfaat Membaca

Kegiatan membaca mempunyai berbagai macam manfaat dalam kehidupan

sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu

mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya

dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat

kegiatan membaca menurut Rahim (2008: 1) memperoleh pengetahuan dan

wawasan baru yang semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih

mampu menjawab tantangan hidup pada masa yang akan datang. Manfaat lain

adalah (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media informatif;

(4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran; (6)

media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan

spiritual.

2.1.3 Kegiatan Membaca

Untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru

seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saa baca dan pasca baca dalam

pembejaran membaca. Beberapa tehnik lebih umum dan mencakup lebih dari satu

kegiatan, dalam satu pembelajaran. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang

bias dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.

Menurut Burn (dalam Rahim, 2008: 100) sebagai berikut:

1. kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum

siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca guru

mengarahkan perhatian pada pengaktifan schemata siswa yang berhubungan

dengan topic bacaan. Pengaktifan schemata siswa bisa dilakukan dengan

berbagai cara, misalnya dengan peninjauan awal, pedoman antisipasi,

pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan drama kreatif.

2. Kegiatan saat baca setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah

kegiatan saat baca (during reading). Beberapa strategi dan kegiatan bissa

digunakan dalam saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Akhir-

akhir ini perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi metakognitif

siswa selama membaca.

3. Kegiatan pasca baca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi

baru yang dibacanya kedalam schemata yang telah dimilikinya sehingga

diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

2.1.4 Jenis-jenis Membaca

Membaca sebagai suatu aktivitas yang kompleks, mempunyai tujuan yang

kompleks dan masalah yang bermacam-macam. Tujuan yang kompleks

merupakan tujuan umum dari membaca. Di samping tujuan umum itu tentu

terdapat pula bermacam ragam tujuan khusus yang menyebabkan timbulnya jenis-

jenis membaca, ditinjau dari segi bersuara atau tidaknya orang waktu membaca itu

terbagi atas:

1) Membaca yang Bersuara

Yaitu suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid,

ataupun pembaca bersama-sama orang lain. Jenis membaca itu mencakup:

a) Membaca nyaring dan keras

Yakni suatu kegiatan membaca yang dilakukan dengan keras, dalam buku

petunjuk guru bahasa Indonesia disebut membacakan. Membacakan berarti

membaca untuk orang lain atau pendengar, guna menangkap serta memahami

informasi pikiran dan perasaan penulis atau pengarangnya. Membaca nyaring ini

biasa dilakukan oleh guru, penyiar TV, penyiar radio, dan lain-lain.

b) Membaca Teknik

Membaca teknik biasa disebut membaca lancar. Dalam membaca teknik

harus memperhatikan cara atau teknik membaca yang meliputi:

1) Cara mengucapkan bunyi bahasa meliputi kedudukan mulut, lidah, dan

gigi.

2) Cara menempatkan tekanan kata, tekanan kalimat dan fungsi tanda-tanda

baca sehingga menimbulkan intonasi yang teratur.

3) Kecepatan mata yang tinggi dan pandangan mata yang jauh.

c) Membaca Indah

Membaca indah hampir sama dengan membaca teknik yaitu membaca

dengan memperlihatkan teknik membaca terutama lagu, ucapan, dan mimik

membaca sajak dalam apresiasi sastra.

2) Membaca yang Tidak Bersuara (dalam hati)

Yaitu aktivitas membaca dengan mengandalkan ingatan visual yang

melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Jenis membaca ini biasa disebut

membaca dalam hati, yang mencakupi: membaca teliti. membaca pemahaman.

membaca ide, membaca kritis, membaca telaah bahasa, membaca skimming, dan

membaca cepat.

Membaca teliti yaitu membaca yang menuntut suatu pemutaran atau

pembalikan pendidikan yang menyeluruh.

Membaca pemahaman yaitu membaca yang penekanannya diarahkan pada

keterampilan memahami dan menguasai isi bacaan. Jenis membaca inilah yang

akan penulis kaji lebih dalam lagi.

Membaca ide yaitu membaca dengan maksud mencari, memperoleh serta

memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.

Membaca kritis yaitu membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh

tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari

kesalahan.

Membaca telaah bahasa mencakup dua hal, yaitu:

1. Membaca bahasa asing yaitu kegiatan membaca yang tujuan utamanya

adalah memperbesar daya kata dan mengembangkan kosa kata.

2. Membaca sastra yaitu membaca yang bercermin pada karya sastra dari

keserasian keharmonisan antara bentuk dan keindahan isi.

Membaca skimming (sekilas) adalah cara membaca yang hanya untuk

mendapatkan ide pokok.

Membaca cepat adalah keterampilan memilih isi bahan yang harus dibaca

sesuai dengan tujuan kita, yang ada relevansinya dengan kita, tanpa membuang-

buang waktu untuk menekuni bagian-bagian lain yang tidak kita perlukan.

2.1.5 Pengertian Membaca Nyaring

Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan

alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau

pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan

seorang pengarang (Tarigan dalam Yuniardi, 2007:23).

Menurut Widodo (2009:14) membaca nyaring seringkali disebut membaca

bersuara atau membaca teknik. Disebut demikian karena pembaca mengeluarkan

suara secara nyaring pada saat membaca. Dalam hal ini yang perlu mendapat

perhatian guru adalah lafal kata, intonasi frasa, intonasi kalimat, serta isi bacaan

itu sendiri. Disamping itu, pungtuasi atau tanda baca dalam tata tulis bahasa

Indonesia tidak boleh diabaikan. Siswa harus dapat membedakan secara jelas

intonasi kalimat berita, intonasi kalimat tanya, intonasi kalimat seru dan

sebagainya. Juga lagu kalimat orang yang sedang susah, marah, bergembira, dan

suasana lainnya. Siswa dapat memberi tekanan yang berbeda-beda pada bagian-

bagian yang dianggap penting dengan bagian-bagian kalimat atau frasa yang

bernada biasa.

Pembelajaran membaca nyaring ini mencakup dua hal, yaitu pembelajaran

membaca dan pembelajaran membacakan. Pembelajaran membaca yang dimaksud

yaitu kegiatan tersebut untuk kepentingan siswa itu sendiri dan untuk pihak lain,

misalnya guru atau kawan-kawan lainnya. Si pembaca bertanggung jawab dalam

hal lafal kata, lagu dan intonasi kalimat, serta kandungan isi yang ada di

dalamnya. Pembelajaran yang tergolong membacakan yaitu si pembaca

melakukan aktivitas tersebut lebih banyak ditujukan untuk orang lain. Pembaca

bertanggung jawab atas lagu kalimat, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan,

suara, dan sebagainya. Bagi pendengar, lebih bertanggung jawab terhadap isi

bacaan, karena mereka ini dipihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembaca.

Menurut Tarigan (2008:22) membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau

kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama

dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi,

pikiran, dan perasaan seorang pengarang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca nyaring

adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan

ucapan dan intonasi yang tepatagar pendengar dan membaca dapat menangkap

informasi yang disampaikan oleh penulis, baik berupa pikiran, perasaan, sikap,

ataupun pengalaman penulis.

Keterampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai

kemampuan, diantaranya adalah: 1) menggunakan ucapan yang tepat, 2)

menggunakan frasa yang tepat, 3) menggunakan intonasi yang wajar, 4) dalam

posisi sikap yang baik, 5) menguasai tanda-tanda baca, 6) membaca dengan terang

dan jelas, 7) membaca dengan penuh perasaan, ekspresif, 8) membaca dengan

tidak terbata-bata, 9) mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya, 10)

kecepatan bergantung pada bahan bacaan yang dibacanya, 11) membaca dengan

tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan, 12) membaca dengan penuh

kepercayaan pada diri sendiri.

Dalam pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa membaca

nyaring menuntut berbagai keterampilan. Daftar keterampilan berikut ini sangat

menolong para guru dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan dalam membaca nyaring (Tarigan, 2008:25).

Menurut Tarigan (2008:25)berikut ini adalah keterampilan membaca

nyaring yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu:

1) Mempergunakan ucapan yang tepat,

2) Mempergunakan frasa yang tepat (bukan kata demi kata),

3) Mempergunakan intonasi suara yang wajar agar makna mudah terpahami,

4) Menguasai tanda-tanda baca sederhana seperti: titik (.), koma (,), tanda Tanya

(?), dan tanda seru (!).

2.1.6 Tujuan Membaca Nyaring

Menuru Ellis (dalam Rahim, 2008: 124) tujuan umum membaca nyaring

adalah pemahaman, menhasilkan siswa yang lancar membaca. Salah satu kegiatan

yang bisa membantu untuk mencapai tujuan umum tersebut ialah sering

membacakan cerita dan mendiskusikannya dengan siswa. Untuk pembaca pemula,

guru yang membacakan cerita untuk siswa merupakan suatu model mengajar yang

bagus, karena merupakan kegiatan berbagai pengalaman yang menyenangkan dan

memberikan kesempatan yang bagus untuk mendiskusikan materi bacaan dengan

siswa.

2.1.7 Pengertian Model Talking Stick

Untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu model sebagai alat

pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 13)

berpendapat bahwa “Model pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh

guru untuk menciptakan siatuasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung

bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang

memuaskan”. Model digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah

ditetapkan. Salah satu model dalam pembelajaran adalah model Talking Stick.

Menurut Suprijono (2013: 109) bahwa pembelajaran dengan model

Talking Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

Pembelajaran dengan model Talking Stick merupukan salah satu model yang

dapat digunakan dalam model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa.

Talking Stick merupukan salah satu model yang dapat digunakan dalam model

pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009: 109)

Talking Stick adalah model pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang

memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa

mempelajari meteri pokoknya.

Model talking stick ini berupa pemberian pertanyaaan kepada siswa.

Talking stickmerupakan pendekatan pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa

yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa

mempelajari materi pokoknya. Model ini diharapkan siswa akan lebih meningkat

aktivitasnya dalam melakukan kegiatan belajar (Gunawan 2003:195).

Adapun kelebihan model pembelajaran talking stick ini adalah:

1) Menguji kesiapan siswa.

2) Melatih membaca dan memahami dengan cepat.

3) Agar lebih giat dalam belajar.

Menurut Suherman (2006:84) sintaks pembelajaran talking stick adalah

sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan sebuah tongkat

b. Guru membagikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan

mempelajari materi pada buku pegangannya.

c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan

siswa untuk menutup bukunya.

d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru

memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut

harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa

mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru

e. Guru memberikan kesimpulan

f. Evaluasi, Yaitu berupa tes lisan dan refleksi

g. Penutup

Model Talking Stick memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain:

a. Kelebihan :

a) Menguji kesiapan siswa

b) Melatih siswa memahami materi dengan cepat

c) Agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai)

b. Kelemahan :

a) Membuat senam jantung.

b) Membuat sisiwa tegang,

c) Ketakutan akan pertanyaan yang akan di berikan oleh guru

Berdasarkan penerapan model diatas diharapkan siswa mampu

melaksanakan pembelajaran dengan baik, dan dengan kelebihan serta kekurangan

model tersebut di harapakan siswa mampu pula menikmati proses belajar

mengajarnya.

2.1.8 Manfaat Talking Stick

Adapun manfaat Talking Stick adalah sebagai berikut:

1. Agar siswa terlatih dalam mengemukakan pendapat.

2. Agar siswa memahami materi dengan cepat.

3. Ketika digunakan metode talking stick ini siswa tidak tegang dalam mengikuti

pembelajaran pada saat guru menyampaikan materi.

2.1.9 Pengertian Talking Stick

Menurut Suprijono (2013: 109) bahwa pembelajaran dengan Talking Stick

mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan

metode Talking Stick merupukan salah satu metode yang dapat digunakan dalam

model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009:

109) Talking Stick adalah metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa

yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa

mempelajari materi pokoknya.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode

Talking Stick adalah metode yang melibatkan siswa secara aktif melalui

penugasan awal untuk mempelajari materi terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan

pertanyaan dari guru dengan memberikan tongkat selanjutnya siswa menjawa.

2.1.10 Penerapan Model Talking Stick

Pembelajaran Talking Stick adalah pembelajaran yang dipergunakan guru

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Talking Stick sebagaimana

dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di kelas berorientasi

pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari

satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran

dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan

pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh

kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua

siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

Agar pembelajaran bahasa Indonesia menjadi pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan, salah satunya dapat dilaksanakan dengan penerapan model

pembelajaran talking stick. Talking stick merupakan sebuah model pembelajaran

yang berorientasi pada penciptaan kondisi dan suasana belajar aktif dari siswa

karena adanya unsur permainan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan model

talking stick karena selama proses pembelajaran berlangsung sesudah guru

menyajikan materi pelajaran, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk

mempelajari materi pelajaran yang telah diberikan, agar dapat menjawab

pertanyaan yang diajukan guru pada saat talking stick berlangsung. Mengingat

dalam talking stick, hukuman dapat diberlakukan, misalnya siswa disuruh

menyanyi, berpuisi, atau hukuman-hukuman yang sifatnya positif dan

menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan

model talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang

dilakukan dalam bentuk permainan.

2.1.11 Langkah-langkah Pembelajaran Model Talking Stick

Model talking stick ini secara umum bertujuan agar siswa mengetahui

letak kesalahannya sehingga pada akhirnya siswa akan dapat mengerjakan soal-

soal semaca itu sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru. Dengan

demikian diharapkan siswa tidak mengulangi kesalahan yang sama saat

mengerjakan soal yang serupa. Guru sebaiknya segera mengoreksi dan

memberikan evaluasi pada pekerjaan siswa. Selanjutnya segera

mengembalikannya kepada siswa. Cara ini akan lebih efektif karena siswa dapat

segera memperbaiki kesalahan dalam mengerjakan soal.

Talking stick merupakan pendekatan pembelajaran dengan bantuan

tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru

setelah siswa mempelajari materi pokoknya.

Langkah-langkah pembelajaran dengan model mode talking stick menurut

Ulfi Dwi Prasetyani (2010:31) yaitu:

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.

2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca an mempelajari

materi pelajaran.

3) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wawancara.

4) Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru

mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.

5) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, setelah itu

guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut

harus menjawabnya, demikian sampai sebagian besar siswa mendapat bagian

untuk menjawab setiap pertanyaaan dari guru.

6) Guru memberikan kesimpulan.

7) Guru memberikan evaluasi/penilaian.

8) Guru menutup pembelajaran.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran metode Talking

Stick dalam kegiatan belajar sudah banyak dilakukan. Diantaranya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Irfatul Aini, 2010 yang berjudul Penerapan Model

Pembelajaran Inovatif Melalui Metode Talking Stick Untuk Meningkatkan

Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 1 Singosari.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Talking Stick dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. Pada

siklus I aktivitas belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 24

meningkat menjadi 25 atau sekitar 4.1% dan peningkatan aktivitas belajar siswa

yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 77.5 meningkat menjadi 78.5

atau sekitar 1.27 %.

Sedangkan pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan

yakni nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 28 meningkat menjadi 31 atau

sekitar 10.71 % dan peningkatan aktivitas belajar siswa yang semula nilai rata-rata

kelas dari pre test sebesar 78,5 meningkat menjadi 81.4 atau sekitar 3.56 %, dan

sedangkan pada siklus III aktivitas belajar siswa mangalami peningkatan nilai

rata-rata kelas dari pre test sebesar 31 meningkat menjadi 36 atau sekitar 16.12%.

Dan peningkatan metode talking stick belajar siswa terlihat dari nilai rata-rata

kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 81.4 meningkat

menjadi 87 atau sekitar 6.43%.

Winda Rukmana. 2009. Dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan

hasil belajar melalui metode talking stick pada siswa kelas III SDN 3 Dambalo”.

Permasalahan dalam penelitian adalah rendahnya hasil belajar bentuk daun

pada siswa kelas III SDN 3 Dambalo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

meningkatkan hasil belajar melalui metode talking stick pada siswa kelas III SDN

3 Dambalo tahun pelajaran 20092010. Metode penelitian yang digunakan adalah

penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas III SDN Dambalo. Sumber data

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SDN Dambalo. Data yang

dikumpulkan dari penelitian ini berupa observasi selama proses pembelajaran

berlangsung, hasil observasi aktivitas guru dan siswa, hasil evaluasi siswa serta

dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan yang

diperoleh siswa pada observasi awal hanya sejumlah 5 orang atau sebesar 22.73%,

pada siklus I menunjukkan skor rata-rata perolehan siswa sebesar 68,18% dengan

ketuntasan sebesar 54.55%. Pada siklus II menghasilkan skor rata-rata perolehan

siswa sebesar 80 dengan ketuntasan 90.91%.

Perbedaan dalam penelitian ini yaitu dalam penelitian ini terletak pada

lokasi dan masalah yang diteliti. Sedangkan persamaannya adalah menggunakan

metode Talking Stick.