bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 model pembelajaran
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Djamarah (2010: 356), pembelajaran kooperatif adalah sistem
kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini
adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi
personal, keahlian kerja, dan proses kelompok.
Rusman (2012: 202) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Menurut Salvin (2010: 100), pembelajaran kooperatif bukan hanya sebuah teknik
pengajaran yang ditunjukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi siswa, ini
juga merupakan cara untuk mencapai keceriaan, lingungan yang pro-sosial di
dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaaat penting untuk memperluas
perkembangan interpersonal dan keaktifan siswa.
Sunan dan Hans (2000) dalam Isjoni (2012: 12) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan satu cara pendekatan atau serangkaian
strategi khusu dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar
bekerja sama selama dalam proses pembelajaran.
Menurut Jacobsen (2009: 230), pembelajaran kooperatif merupakan istilah
umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik
kerjasama kelompok da interaksi antar siswa. Persamaan antar strategi ini adalah
bahwa siswa bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan dapat penulis tarik
kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi
pembelajaran yang dirancang dengan pengelompokan-pengelempokan siswa
menjadi kelompok kecil yang heterogen, yang setiap kelompok beranggotakan
9
antara empat orang siswa sampai enam orang siswa, dimana semua anggota
kelompok saling bekerja sama untuk memahami materi yang diajarkan serta
mencapai tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan.
2.1.1.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif, terlihat adanya
pergeseran peran guru yang sentral kepada peran guru yang mengelola aktivitas
belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Hamdani (2011: 30)
mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain:
1. Setiap anggota memiliki peran,
2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya,
4. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok, dan
5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan
dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup
di masyarakat.
Tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, sebagaimana
dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2012: 21-22), yaitu penghargaan
kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk
berhasil.
1. Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh
penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai
skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada
penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan
hubungan antar personal yang saling mendukung, membantu, dan peduli.
10
2. Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap
untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan
teman sekelompoknya.
3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skorsing ini, siswa yang
berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan
untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
11
2.1.1.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menjadi enam langkah atau fase, yang
dapat dilihat pada tabel berikut ini (Rusman, 2012: 211):
Gambar 2.1
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat
besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan
kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan
pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan
kerjasama dalam kelompok. Menurut Djjamarah (2010: 366-377) tidak ada
Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi
peserta didik
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
peserta didik belajar
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada
peserta didik dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan
peserta didik ke dalam
kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada peserta didik
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar agar melakukan
transisi secara efisien
4. Membimbing
kelompok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
12
satupun strategi pembelajaran yang baik diantara strategi pembelajaran yang lain.
Demikian halnya dengan strategi pembelajaraan kooperatif, ada kelemahan dan
kelebihan dalam pembelajaran kooperatif ini.
1. Kelebihan dari strategi pembelajaran kooperatif menurut Jaroliemek dan
Parker (1993) dalam Isjoni (2012: 24) adalah:
1) Saling ketergantungan yang positif,
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu,
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,
4) Suasana kelas rileks dan menyenangkan,
5) Terjadi hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru,
dan
6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman
emosional yang menyenangkan.
2. Selain adanya kelabihan, juga terselib beberapa kelemahan dari strategi
pembelajaran kooperatif yakni sebagagai berikut:
1) Guru harus mempersiapkan pembeajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga , pemikiran, dan waktu,
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas alat dan biayaya yang cukup memadai,
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan
topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga tidak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, dan
4) Saat diskusi kelas, terkadang hanya didominasi oleh seseorang, hal ini
menyebapkan siswa lain menjadi pasif.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran
kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi
pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme
guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid
mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah
meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan
13
memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam belajar sesuai
tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD ((Student Teams-Achievement Devision) (pembagian pencapaian
tim siswa)), merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru
menggunakan pendekatan Kooperatif Salvin, (2010:143).
Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai metode
pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan model teknik pembelajaran
secara spesifik. Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi hasil peserta
didik dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang
menggambarkan kegiatan dari siswa sampai akhir pembelajaran, yang khas
disajikan oleh guru. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi peserta didik dengan pendekatan metode, dan teknik pembelajaran
tertentu. Dengan kata lain Student Teams-Achievement Devision (STAD)
merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran yang sederha
dan baik untuk guru yang bar menggunakan pendekatan kooperatif didalam kelas,
Student Teams-Achievement Devision (STAD) juga merupakan suatu model
pembelajaran kooperatif yang aktif untuk siswa.
Menurut Salvin (1995: 71) STAD merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Guru membagi peserta didik menjadi
kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan
perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
Rohani dan Ahmad (1995: 64) menyatakan pembelajaran STAD adalah
totalitas aktifitas belajar mengajar diawali dengan perencanaan dan diakhiri
dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran
sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun
rencana pembelajaran, memberikan informasi bertanya, menilai dan sebagainya.
14
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikemukakan oleh Salvin merupakan
salah satu tipe kooperatif yng menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa yang saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Isjoni dalam
Turikam Taniredja (2011: 64).
Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan dapat penulis tarik
kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok
heterogen. Dengan karakteristik disetiap kelompok berbeda-beda, ada siswa yang
pandai, sedang, dan rendah guna bersama-sama untuk mencapai tujuan belajar
yang maksimal.
2.2.2 Kompen Pembelajaran kooperatif Tipe STAD
Menurut Salvin (2010: 143) komponen STAD adalah sebagai berikut:
a. Presentasi Kelas
Meteri dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi didalam
kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau
diskusi pelajran yang dilakukan oleh guru, tetapi juga memasukan presentasi
audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasanya hanyalah
bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD.
Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar
memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan
sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka
menentukan skor tim mereka.
b. Tim
Siswa dibagi menjadi bebrapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Fungsi utama dari tim ini
adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan tim lebih
khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan
kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya.Tim adalah fitur yang paling
15
penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah anggota tim
yang melakukan yang terbaik untuk tim, dan timpun harus melakukan yang
terbaik untuk mrmbantu tiap anggotanya. Tim ini akan diberikan dukungan
kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah
untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk kaibat
yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan
terhadap siswa-siswa mainstream.
c. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan
sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak memperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya.
d. Skor Kemajuan Individual
Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk
dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan
menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata
diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim.
Tabel 2.2
Skor Kemajuan Individual
Skor kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
10-1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30
(Slavin, 2010:159)
16
Tabel 2.3
Perhitungan Skor Kuis
No. Nama Siswa Skor Awal Skor Kuis Poin
Kemajuan
1.
2.
3.
4.
5.
(Slavin, 2010:162)
Tabel 2.4
Rangkuman Tim
Nama Tim:
No. Anggota Tim Poin Kemajuan
1.
2.
3.
4.
5.
Total Skor tim
Rata-rata tim
Penghargaan tim
(Slavin, 2010:163)
e. Penghargaan tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang
lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim
siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari
peringkat mereka.
2.2.3 Karakteristik Pembelajaran kooperatif Tipe STAD
Karakteristik STAD menurut Hamdani (2011: 40) antara lain: (1) Tujuan
kognitif : informasi akademik sederhana, (2) Tujuan sosial : kerja kelompok dan
kerja sama, (3) Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang
anggota, (4) Pemilihan topik pelajaran : biasanya oleh guru, (5) Tugas utama :
siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk
menuntaskan materi belajarnya, dan (6) Penilaian : tes mingguan.
17
2.2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah sebagai berikut (Suprijono, 2009: 133).
a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4-5 orang secara heterogen
(campur menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain)
b. Guru menyajikan pelajaran.
c. Guru memberi tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
kuis tidak boleh saling membantu.
e. Memberi evaluasi.
f. Kesimpulan
Persiapan-persiapan yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif tipe
STAD menurut Trianto, 2007:52 antara lain:
a. Perangkat pengajaran.
b. Membentuk kelompok kooperatif.
c. Menentukan skor awal (skor awal yang dapat digunakan STAD adalah nilai
ulangan sebelumnya: pengaturan tempat duduk dan kelompok kerja).
Langkah-langkah pengajaran STAD ini terdiri dari 6 fase seperti yang
disajikan pada tabel 2.5 berikut ini:
18
Tabel 2.5
Fase-fase Pengajaran STAD
Fase Kegiatan Guru
Fase I
Menyiapkan tujuan dan
motivasi siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase II
Menyajikan atau
menyampaikan informasi
Menyajikan informasi pada siswa dengan jalan
mendemonstrasikan atau lewat bacaan.
Fase III
Mengorganisasi
kelompok-kelompok
belajar
Menjelaskan pada siswa tentang bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase IV
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka bekerja dan belajar.
Fase V
Evaluasi
Mengevaluasi belajar tentang materi yang telah
diajarkan dan masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya.
Fase IV
Memberikan penghargaan
Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu.
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran kooperatif Tipe STAD
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan diantaranya sebagai
berikut: (1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma-norma kelompok, (2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat
untuk berhasil bersama, (3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih
meningkatkan keberhasilan kelompok, dan (4) Interaksi antar siswa seiring
dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga
memiliki kekurangan-kekurangan diantaranya sebagai berikut: (1) Membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum, (2)
Membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembagian kelompok sehingga pada
umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif, (3)
Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
19
melakukan pembelajaran kooperatif, dan (4) Menuntut sifat tertentu dari siswa,
misalnya sifat suka bekerja sama.
Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih
dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi
dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja
secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang
kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu
yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun
hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan
kekurangan-kekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan
pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja
sama dalam belajar secara kooperatif. (Fajar Wijayanti: 2014)
2.2.6 Penerapan Pembelajaran kooperatif Tipe STAD Berbantuan LCD
Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan LCD pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen (campur
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain)
b. Guru menyajikan pelajaran dengan LCD pembelajaran.
c. Guru memberi tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d. Guru memberikan bimbingan kepada setiap kelompok-kelompok yang
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas kelompok yang
didapatkannya
e. Guru meminta siswa bersama kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompok
20
f. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
kuis tidak boleh saling membantu.
g. Memberi evaluasi.
h. Kesimpulan.
Penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD ini dikarenakan
model pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran. Siswa dituntuk untuk aktif dalam diskusi untuk
mendapatkan skor yang tinggi bagi kelompok mereka, kemudian dari kelompok
yang memiliki jumlah skor yang tinggi akan mendapatkan reward untuk tim yang
hebat atau nilai kelompok yang tinggi.
Penggunaan LCD pembelajaran ditujukan untuk menarik dan memotivasi
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan LCD pembelajaran
guru dalam menyampaikan materi akan menjadi lebih mudah, serta siswa dalam
menerima materi pelajaran yang disampaikan akan mudah diterima oleh siswa.
Pada akhirnya pemahaman IPA siswa kelas 5 meningkat, sebab guru
mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
melalui LCD pembelajaran yang lebih menarik. Penulis berpendapat bahwa
pemberian suasana baru dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
melalui LCD pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam
mempelajari pelajaran IPA. Dengan menggunakan model pembelajaran STAD
berbantuan LCD pembelajaran diharapkan akan melibatkan siswa secara aktif.
Diharapkan pula dapat melatih kerja sama dan saling berbagi pengetahuan dengan
teman. Di samping itu model pembelajaran ini akan terasa menyenangkan bagi
siswa karena dalam proses pembelajaran ini, selain dapat melatih kerja sama dan
memupuk rasa sosialisasi pada anak, juga dapat memotivasi siswa dengan adanya
LCD pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan berpengaruh langsung terhadap
pencapaian hasil belajar siswa yang lebih baik.
21
2.3 Keaktifan Belajar Siswa
2.3.1 Pengertian Keaktifan Belajar Siswa
pada hakikatnya keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua
perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda-beda tergantung pada jenis
kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai (Hamalik,
2003). Sedangkan menurut Dimayanti dan Mudjiono (2009) mengemukakan
keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil boneka bentuk kegiatan
fisik yang dapay diamati. Contoh kegiatan fisik tersebut dikemukakan oleh
Usman (2011) yaitu meliputi aktivitas yang meliputi membaca, menulis,
melakukan eksperimen, dan demonstrasi. Aktivitas lisan meliputi bercerita,
membaca sajak, tanya jawab, diskusi dan menyanyi. Aktivitas mendengarkan
meliputi mendengarkan penjelasan dari guru, ceramah, pengarahan. Aktivitas
gerak seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas menulis seperti
mengarang, membuat makalah, membuat surat. Setiap aktivitas tersebut memiliki
bobot yang berbeda tergantung pada tujuan mana yang akan dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar.
Menurut Sardiman, (2011: 28) , keaktifan adalah kegiatan yang bersifat
fisik atau mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24-25), aktif adalah giat
(bekerja, berusaha), sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di mana
siswa dapat aktif. Pada penelitian ini keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan
belajar siswa.Belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih
baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahanaspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Jadi keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan di mana siswa aktif
dalam belajar.
Menurut Sudjana (1991) keaktifan belajar siswa dapat dilihat berdasarkan
indikator keaktifan siswa yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya,
terlibat dalam pemecahan permaslahan, bertanya kepada siswa lain atau guru
22
apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari bebrbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, melaksanakan diskusi
kelompok sesuai dengan petunjuk guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-
hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah
sejenis, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yangtelah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Melalui indikator keaktifan siswa, guru dapat melihat siswa telah
melaksanakan aktivitas belajar yang diharapkan atau tidak. Keaktifan belajar tidak
semata-mata muncul karena siswa tetapi guru juga harus berusaha untuk
memunculkan keaktifan siswa, sehingga dapat terjadilah suatu pemebelajaran
yang aktif dan siswa terpacu lebih lagi untuk aktif dalam pembelajaran setiap hari.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat penulis simpulkan bahwa keaktifan
belajar adalah suatu proses pembelajaran yang siswanya giat, dan berusaha untuk
mengikuti proses belajar mengajar, siswa harus terlibat dalam pemecahan
permaslahan, bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, melaksanakan diskusi kelompok sesuai
dengan petunjuk guru dalam proses belajar mengajar.
Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa dalam
proses belajar mengajar yang beraneka ragam seperti pada saat siswa
mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat suatu alat, membuat laporan
pelaksanaan tugas dan sebagainya. Paul B. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2005:
172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu:
1. Visual activeties (kegiatan-kegiatan visual) seperti membaca, mengamati
eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau
bermain.
2. Oral Activities (kegiatan-kegiatan lisan) seperti mengemukakan suatu fakta,
menghubungkan sutu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Listening Activities (kegiatan-kegiatan mendengarkan) seperti mendengarkan
uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.
23
4. Writing activities (kegiatan-kegiatan menulis) seperti menulis cerita,
karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagaianya.
5. Drawing activities (kegiatan-kegiatan menggambar) seperti menggambar,
membuat grafik, peta, diagaram, pola, dan sebagainya.
6. Motor activities (kegiatan-kegiatan motorik) seperti melakukan percobaan,
membuat konstruksi, model, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan
sebagainya.
7. Mental activities (kegiatan-kegiatan mental) seperti merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan, dan sebagainya.
8. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional) seperti menaruh minat,
merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.
2.3.2 Perbedaan Siswa Aktif dan Pasif
Menurut Moh Uzer Usman (2002: 21), mengajar adalah membimbing
kegiatan siswa sehingga ia mau belajar. Untuk itu keaktifan siswa sangat
diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa
sebagai subjek didik itu sendiri yang melaksanakan belajar, sehingga siswalah
yang seharusnya lebih banyak aktif, bukan gurunya. Perbedaan antara belajar aktif
dan pasif menurut Bobby De Potter dan Mike Hernacki seperti dikutip oleh Heni
Purwanti (2006: 25) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.6
Perbedaan Belajar Aktif dan Pasif
Aktif Pasif
Belajar apa saja dari setiap situasi
Tidak dapat melihat adanya potensi
belajar
Menggunakan apa yang dipelajari untuk Mengabaikan kesempatan untuk
mendapatkan manfaat atau keuntungan
berkembang dari suatu pengalaman
belajar
Mengupayakan agar segalanya
terlaksana Membiarkan segalanya terjadi
Bersandar pada kehidupan Menarik diri dari kehidupan
24
Berdasarkan dari perbedaan tersebut, seorang siswa aktif dalam belajar
jika siswa tersebut dapat belajar dari situasi apapun, siswa dapat menggunakan
apa yang dipelajari sehingga apa yang dipelajari tidak sia-sia. Selain itu siswa
yang aktif dalam belajar akan melakukan berbagai usaha untuk mencapai
tujuannya. Siswa yang aktif tidak akan menarik diri dari kehidupan karena dari
kehidupan tersebut siswa dapat belajar banyak hal.
2.3.3 Komponen Keaktifan Belajar Siswa
Dalam penilaian proses pembelajaran adalah melibatkan sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Jamal Ma’mur Asmani
(2012: 81-83) mengemukakan bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan
merupakan kegiatan pembelajaran aktif apabila guru dan siswa sama-sama
beraktifitas pada saat kegiatan berlangsung. Aktifitas tersebut terbagi dalam empat
komponen sebagai berikut:
Tabel 2.7
Komponen Aktifitas Guru dan Siswa
Komponen Kegiatan
Siswa Guru
1. Pengalaman Melakukan pengamatan
Melakukan percobaan
Membaca
Melakukan wawancara
Menghitung
Mengukur
Membuat sesuatu
Membuat kegiatan
yang beragam
Mengamati bekerja
Sesekali
mengajukan
pertanyaan
menantang
2. Interaksi Berdiskusi
Mengajukan pertanyaan
Meminta pendapat
orang lain
Bekerja dalam
kelompok
Mendengarkan dan
sesekali mengajukan
pertanyaan
menantang
Mendengarkan,
tidak menertawakan,
dan memberi
kesempatan dahulu
kepada siswa lain
untuk menjawab
Mendengarkan
25
Berkeliling
kekelompok,
sesekali duduk
bersama kelompok,
dan sesekali
memberikan
komentar
pertanyaan yang
menantang.
3.Komunikasi Memperhatikan atau
memberi komentar atau
pertanyaan yang
menantang
Menceritakan
Mendengarkan atau
memberi komentar atau
mempertanyakan
Melaporkan secara
lisan atau tertulis
Mengemukakan pikiran
atau pendapat
Mendemonstrasikan
atau
mempertunjukan
Menjelaskan
Berbicara
Bercerita
Tidak
menertawakan
Memajang hasil
karya
Memantau agar
pajangan dapat
dibaca siswa
4.Refleksi Memikirkan kembali
hasil karya atau pikiran
sendiri
Mempertanyakan
Meminta siswa lain
untuk memberikan
komentar/pendapat
Pendapat Jamal Ma’mur Asmani dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengukur seberapa besar keaktifan siswa selama mengikuti proses belajar
mengajar. Kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
mengenai keaktifan siswa, maka komponen dan kegiatan yang akan digunakan
sebagai indikator penilaian keaktifan siswa adalah:
1. Komponen Pengalaman
Pengalaman yang siswa punya berasal dari kegiatan yang siswa alami secara
langsun, dalam kegiatan belajar mengajar siswa hendaknya belajar melalui
berbuat dan mendapatkan pengalaman langsung dengan mengaktifkan banyak
indra. Semua kegiatan siswa yang masuk dalam komponen pengalaman
sendiri adalah melakukan pengamatan, melakukan percobaan, membaca
melakukan wawancara, menghitung, mengukur, membuat sesuatu. Semua
26
kegiatan-kefiatan ini akan masuk dan digunakan sebagai indikator penilaian
keaktifan siswa dari komponen pengalaman.
2. Komponen Interaksi
Suatu kegiatan belajar mengajar akan dapat berlangsung secara efektif apabila
terjalin interaksi antara guru dengan siswa, dengan interaksi pembelajaran
akan menjadi lebih hidup dan menarik selama berlangsungnya pembelajaran
tersebut. Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen interaksi antara
lain berdiskusi, menjakukan pertanyaan, meminta pendapat dari orang lain,
dan bekerja dalam kelompok. Kegiatan-kegiatan ini akan dijadikan indikator
dalam penilaian keaktifan belajar siswa dari komponen interaksi.
3. Komponen Komunikasi
Jika sebelumnya telah dibahas komponen interaksi maka tidak dapat terlepas
dari komponen komunikasi karena salah satu cara untuk berinteraksi adalah
dengan berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin baik antara guru dengan
siswa juga akan menambah keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran.
Kegiatan yang tergolong dalam komponen komuniasi antara lain
memperhatikan atau memberi komentar atau pertanyaan yang menantang,
menceritakan, mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan,
melaporkan secara lisan atau tertulis, dan mengemukakan pikiran atau
pendapat. Kegiatan-kegiatan ini yang akan digunakan sebagai indikator
keaktifan siswa dari komponen komunikasi.
4. Komponen Refleksi
Reflesi sendiri berarti memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.
Melalui kegiatan refleksi ini siswa dapat membenarkan tentang pertanyaan
atau jawaban yang salah. Kegiatan yang tergolong dalam komponen refleksi
adalah memikirkan hasil kerja atau pikiran sendiri. Kegiatan inilah yang akan
digunakan sebagai penilaian keaktifan siswa dari komponen refleksi.
27
2.4 Hasil Belajar Siswa
2.4.1 Pengertian Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004, dalam Dedy Kutawan, 2013:
15). Sedangkan menurut Howart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi 3 hal
dalam belajar mengajar: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan
pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana: 22).
Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang
telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah perubahan perilaku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja.
Perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar mencakup tiga aspek yaitu
aspek kognitif, afektif, dan psikomototik.
Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran
bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.
Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil
belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam
aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif.
Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang
telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de
Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember),
memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize),
mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).
Menurut Bloom ada tiga ranah atau domain dalam hasil belajar, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Lebih jelas lagi bahwa tiga ranah (domain)
menurut Bloom (dalam wikipedia, 2009), yaitu:
a. Cognitive domain (ranah kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman dan
penerapan.
28
b. Affective domain (ranah afektif), berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
c. Psychomotor domain (ranah psikomotor), berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoprasikan mesin.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami
pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,
kemampuan ini misalnya, dari yang belum tahu menjadi tahu, dan yang belum
bisa menjadi bisa.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat
untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,
kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuransubyektif yang bersifat
relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lainlain (Endang Poerwanti,
dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran
(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan
cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang
dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka
dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebutdengan instrumen. Dalam
dunia pendidikan instrument yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
29
2.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Slamet (2009:1) “IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-
tahapan metode ilmiah yang bersifat khas/khusus, yaitu menyusun hipotesis,
melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan
kesimpulan, dan seterusnya”.
Kardi dan Nur dalam trianto (2010:136) mengemukakan bahwa “ IPA
mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, didalam
perut bumi dan diluar angkasa, baik yang dapat diamati indra maupun yang tidak
mampu diamati dengan indra”.
Menurut H. W. Fowler dalam Trianto (2010:136), “IPA adalah
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-
gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.”
Adapun Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa “IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan didalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah
dan sikap ilmiah.”
Trianto (2010:136) menyimpulkan bahwa “IPA adalah kumpulan teori
yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gelaja alam,
lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen
serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya”.
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah. Sedangkan disebutkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSp) 2006, Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang
mulai diajarkan pada jenjang kelas tinggi. IPA sebagai cara tahu tentang alam
secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses
30
penemuan. Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi
siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disampaikan, dapat
disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu pengetahuan
yang disusun secara sistematis mempelajari tentang alam, peristiwa gejala-gejala
alam yang bisa diamati dan tidak diamati oleh indra, serta dapat dikembangkan
melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen dan menuntut sikap
ilmiah misalnya rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur.
2.5.2 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah
Dasar
Satuan tujuan pendidikan ditetapkan untuk menetukan arah dan kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Johndson, D & Johnson, R. (2003),
tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah membangun rasa ingin tahu
siswa, ketertiban siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan kesempatan
untuk mempraktekan metode ilmiah serta mengkomunikasikannya. Tujuan
pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran
IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri (PERMEN) No 22
tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan.
Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi
PERMEN No 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
31
d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusanl;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam mememilhara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.5.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di
Sekolah Dasar
Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006, mata
pelajar IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupann, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
Interaksinya dengan Lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi, sifatsifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda
langit lainnya
32
Tabel 2.8
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas
V Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Memahami hubungan antara
gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan
energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya
gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat
membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat
6. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu karya/model
6.1. Mendeskripsi-kan sifat-sifat cahaya
6.2.Membuat suatu karya/model, misalnya periskop
atau lensa dari bahan sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya.
7. Memahami perubahan yang
terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber daya
alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah
karena pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan
manusia yang dapat mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup
dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang
dapat mengubah permukaan bumi (pertanian,
perkotaan, dsb)
33
Berdasarkan ruang lingkup, SK dan KD pembelajaran IPA di tingkat
SD/MI, maka materi tentang Gaya merupakan materi yang akan dijelaskan dikelas
5 pada semester II dengan standar kompetensi Memahami hubungan antara gaya,
gerak dan energi serta fungsinya dan Kompetensi Dasarnya adalah
Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan
(gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
2.5.4 Hubungan atau Peranan LCD Sebagai Alat Bantu Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam pembelajaran IPA
LCD atau Liquit Crystal Display merupakan sebuat alat atau perangkat yang
dapat menampilkan gambar dan vidio dalam ukuran besar serta biasanya
digunakan sebagai alat bantu dalam presentasi dan dalam pembelajaran. Peranan
LCD pembelajaran dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
1. Guru menggunakan sebagai media presentasi atau menjelaskan materi yang
akan digunakan dalam pembelajaran.
2. Guru menggunakan LCD untuk menayangkan sebuah gambar-gambar yang
menunjang dan berkaitan dengan materi gaya.
3. Guru menayangkan vidio pembelajaran yang berhubungan dengan materi
gaya.
4. Guru menggunakan LCD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa.
5. Guru menggunakan LCD sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian Seno tahun 2012 dalam skripsinya yang
berjudul “Upaya Peningkatan prestasi belajar IPA Melalui Model Pembelajaran
STAD Bagi Siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten
Pati Pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa
peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran STAD.
Hal ini terlihat pada rata-rata kelas pada kondisi awal (pra siklus) 47,60, pada
siklus I naik menjadi 66,40. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 18,80 atau
39,49%. Sedangkan rata-rata kelas pada siklus II naik menjadi 73,20. Ini juga
34
terjadi peningkatan 6,80 atau 10,24%. Begitu juga pada ketuntasan belajar, pada
kondisi awal 20%, pada siklus I 60%, pada siklus II 80%. Skor minimal pada
kondisi awal 30, pada siklus I naik menjadi 40, dan pada siklus II juga naik
menjadi 50. Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal 80, pada siklus I naik
menjadi 90, dan pada siklus II naik menjadi 100.
Berdasarkan Penelitian Sunoto Tahun 2011 dalam skripsinya yang berjudul
”Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD untuk meningkatkan aktifitas
dan hasil belajar materi listrik siswa kelas VI” menyatakan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif model stad (1) dapat diterapkan dengan baik dalam
pembelajaran IPA, (2) dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dari kurang baik
pada siklus I menjadi baik pada siklus II, (3) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa yaitu nilai rata-rata kelas dari 69,31 pada siklus I menjadi 81,45 pada siklus
II dan siswa yang berhasil dari 29,16% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II
mata pelajaran IPA untuk materi listrik siswa kelas VI di SDN Sukoreno I
Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.
Berdasarkan hasil penelitian Dewi Anggraini Purbaningtyas tahun 2012
dalam skripsinya yang berjudul ”Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 01 Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD terbukti efektif terhadap hasil belajar IPA kelas IV SD
Negeri Sidorejo Lor 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. Hal itu
dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian dari hasil uji t yang menunjukkn
signifikansi 0,016<0,05 yang artinya bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD efektif terhadap hasil belajar IPA kelas IV SD Negeri
Sidorejo Lor 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.
2.7 Kerangka Pikir
Sebagai salah satu komponen pengajaran, model pembelajaran memiliki arti
yang penting dan patut dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan kualitas
35
pembelajaran. Tanpa menggunakan model pembelajaran kegiatan interaksi dalam
belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, oleh karena itu tidak pernah
ditemui guru yang mengajar tidak menggunakan model pembelajaran.
Pembelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II
tahun ajar 2013/2014 kodisi awal yang terjadi adalah guru dalam pembelajaran
masih menggunakan model pembelajaran konvensional, dalam menyampaikan
materi guru masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru
saja, sedangkan model pembelajaran ini mengakibatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA rendan, bahkan nilai siswa masih dibawah
KKM yang sudah ditentukan oleh sekolah.
Penulis dalam penelitian ini mencoba mengambil tindakan pada
pembelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun dengan menggunakan
model pembelajaran lain, model pembelajaran yang penulis ambil adalah model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan dengan LCD. Pengkolaborasian
model pembelajaran dengan media pembelajaran ini akan dilakukan pada siklus 1
dan siklus 2, siklus 1 peneliti akan menerapkan model pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD berbantuan dengan LCD pada pembelajaran IPA, dan pada siklus 2
penulis juga akan menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
berbantuan dengan LCD.
Dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan
dengan LCD ini terdapat peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun ajar
2013/2014. Sehingga hasil belajar siswa pun melebihi nilai KKM yang ditentukan
sekolah. Adapun kerangka berfikir mengenai penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbantuan LCD dapat dilihat sebagai berikut:
36
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Berbantuan LCD
KONDISI
AKHIR
TINDAKAN
KONDISI
AWAL
Guru
Dalam pembelajaran
IPA masih
menggunakan metode
konvensional atau
ceramah
Langkah-langkah Penerapan STAD
berbantuan LCD
1. Membentuk kelompok 4-5 siswa
2. Menyajikan pelajaran dengan
LCD
3. Memberikan diskusi kelompok
4. Membimbing diskusi kelompok
5. Kelompok presentasi
6. Refleksi pembelajaran
Siswa
Keaktifan dan hasil
belajar siswa pada mata
pelajaran IPA rendah
dan dibawah KKM
(70)
Siklus 1 dan Siklus II
Menerapkan model
pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantaun
LCD
Hasil Siklus 1
Keaktifan dan hasil
belajar meningkat ,
namun Keaktifan belum
mencapai indikator dan ,
hasil belajar belum
mencapai KKM
Hasil Siklus II
Keaktifan dan hasil
belajar meningkat,
keaktifan sudah mencapai
indikator, hasil belajar
mencapai KKM
Siswa
Keaktifan dan hasil
belajar meningkat,
keaktifan sudah
mencapai indikator,
hasil belajar mencapai
KKM
37
2.8 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LCD
dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa secara signifikan pada mata
pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun
ajar 2013/2014.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LCD
dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan pada mata
pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun
ajar 2013/2014.