bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 2.1.1 -...

18
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang artinya belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, serta struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat (Susanto, 2013 : 184). Menurut Heruman (2007:4), mata pelajaran matematika memiliki keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pembelajaran spiral, sebagai dalil Bruner. Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013:186). Menurut Bruner dalam Muhsetyo dkk (2007:1.26), pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berfikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola (pattern) dan hubungan/ keterkaitan (relations). Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses drill & practice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir intuitif dan analitik, merupakan usaha yang luar biasa untuk selalu

Upload: dangthien

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Matematika

2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran Matematika

Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema

yang artinya belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa

Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan

dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang

terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, serta

struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat (Susanto, 2013 : 184).

Menurut Heruman (2007:4), mata pelajaran matematika

memiliki keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya

dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan

pembelajaran spiral, sebagai dalil Bruner. Dalam matematika, setiap

konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi

prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih

banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar

yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir

siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

matematika (Susanto, 2013:186). Menurut Bruner dalam Muhsetyo dkk

(2007:1.26), pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam

berfikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat

prediksi dan terampil dalam menemukan pola (pattern) dan hubungan/

keterkaitan (relations). Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses

drill & practice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir

intuitif dan analitik, merupakan usaha yang luar biasa untuk selalu

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

7

meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Proses pembelajaran

matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku

terlaksananya tujuan pembelajaran matematika.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika

Menurut Susanto (2013:189-190), tujuan dalam pembelajaran

matematika di sekolah dasar dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus. Tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran

matematika sebagai berikut

Secara Umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

sebagai berikut:

1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,

pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang

melibatkan pecahan.

2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun

ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan

volume.

3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.

4) Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan

penaksiran pengukuran.

5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran

tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan

menyajikannya.

6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan

mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

8

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika.

Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan

tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.

2.1.2 Keaktifan Belajar

2.1.2.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting

bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Sudjana dan Rivai

dalam agung (2010:74) mendefinisikan keaktifan belajar sebagai

peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara intelektual dan

emosional sehingga siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif

dalam suatu kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran.

Siswa dikatakan aktif dalam suatu kegiatan baik secara intelektual dan

emosional.

Hermawan (2007:83) menyatakan keaktifan belajar siswa tidak

lain adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri.

Siswa aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu

yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut,

Rousseau dalam Sumarno (2010) berpendapat bahwa setiap orang

belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas proses pembelajaran tidak

akan terjadi.

Menurut Sardiman (2011:100), keaktifan belajar adalah kegiatan

yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

9

suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Senada dengan pendapat

tersebut, Dimyati & Mudjiono (2009:45-46) menyatakan bahwa

keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik

semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental

emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan

perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai

dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan

latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

keaktifan belajar siswa adalah peristiwa dimana siswa terlibat langsung

secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dalam membangun

pengetahuan siswa itu sendiri dalam proses belajar guna memperoleh

hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi

kondusif.

2.1.2.2 Klasifikasi Keaktifan Belajar

Menurut Paul. D. Diedrich dalam Hamalik (2011:172-173),

keaktifan belajar dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelompok:

1. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati

orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang

ada atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu

pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat, wawancara,

diskusi, dan interupsi.

3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan

penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis

laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat

rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

10

5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar, membuat

suatu grafik , chart, diagram, peta, dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti: melakukan percobaan-

percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari, dan

berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat

hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat,

membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang,

dan gugup.

Menurut Sardiman (2011:101), jenis-jenis aktivitas siswa dalam

belajar adalah:

1. Visual activities, dalam hal ini: membaca, memperhatikan gambar,

demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, seperti halnya: menyatakan, merumuskan,

bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan

wawancara, diskusi.

3. Listening activities, misalnya: percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, sebagai contoh: menulis cerita, karangan,

laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, sebagai contoh: menggambar, membuat grafik,

peta, diagram.

6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:

melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain.

7. Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan

soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

11

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka keaktifan belajar

siswa dapat dilihat dari berbagai hal yaitu 1) kegiatan visual; 2)

kegiatan lisan; 3) kegiatan mendengarkan; 4) kegiatan menulis; 5)

kegiatan-kegiatan emosional.

2.1.3 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa secara

nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan

tujuan pengajaran (Jihad & Haris, 2013 : 15). Senada dengan pendapat

tersebut, Susanto (2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang

menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari

kegiatan belajar. Dimyati dan Mujiono (2009:17) menyatakan bahwa

hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi

siswa dan sisi guru. Jika dilihat dari sisi siswa, hasil belajar merupakan

tingkat perkembangan mental yang dibandingkan lebih baik dari

sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada

jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi

guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku

seseorang setelah siswa melakukan proses belajar mengajar yang dapat

dicapai dalam besarnya skor yang diperoleh siswa melalui pengukuran

proses belajar dan pengukuran hasil belajar sebagai hasil dari proses

belajar.

2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Susanto (2013:12), faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang datang dari

dalam diri individu siswa (internal factor), dan faktor yang datangnya

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

12

dari luar individu siswa (eksternal factor). Keduanya dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri

pesserta didik, mempengaruhi kemampuan belajar dan yang

meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,

ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan

kesehatan.

2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik

yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan

masyarakat.

Syah (2011:145) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan

di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan

siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi

pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri

siswa seperti minat, motivasi, dan kesiapan siswa. Sedangkan faktor

eksternal muncul dengan adanya pengaruh dari lingkungan sekitar

siswa.

2.1.3.3 Ranah Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2011:22), jenis - jenis hasil belajar terdiri dari

3 ranah yaitu:

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

13

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap nilai yang terdiri dari lima

aspek, yaitu penerimaan, jawaban dan reaksi, penilaian, organisasi,

internalisasi. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap

karena perubahan tingkah laku siswa dapat berubah sewaktu-

waktu.

3) Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan

dan kemampuan bertinda. Pengukuran ranah psikomotor dilakukan

terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan.

Bloom dalam Arikunto (2012: 131) membagi taksonomi dalam

tiga ranah yang juga mempengaruhi hasil belajar, tiga ranah tersebut

antara lain:

1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif

tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif

tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud antara

lain: mengenal (recognition), pemahaman (comprehension),

penerapan atau aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), evaluasi (evaluation).

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari

lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana

sampai tingkat yang kompleks. Kelima aspek tersebut yaitu

penerimaan (reciving/attending), jawaban (responding), penilaian

(assasment), organisasi, karakteristik nilai atau internalisasi nilai.

3) Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomor tampak dalam bentuk keterampilan (skill)

dan kemampuan bertindak individu. Terdapat enam tingkatan

keterampilan bertindak individu, yaitu:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

14

a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak

sadar

b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan

visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain

d) Kemampuan di bidang fisik, misalkan kekuatan, keharmonisan

dan ketepatan

e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana

sampai pada keterampilan yang kompleks

f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non

decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka ranah hasil belajar

siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek. Keenam aspek yang dimaksud antara lain:

mengenal, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis,

evaluasi.

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari

lima aspek. Kelima aspek tersebut yaitu penerimaan, jawaban, dan

penilaian.

3) Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar dalam bentuk

keterampilan dan kemampuan bertindak individu.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk

pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktivis. Pembelajaran

kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau tim.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

15

Menurut Huda (2013:111), model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara

bekerja dalam kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada

hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri. Suprijono

(2014:58) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama

dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dalam

pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model

pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru

mengelola kelas lebih efektif.

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model

pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan

untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, model

pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan

kompetensi sosial siswa serta model ini unggul dalam membantu siswa

memahami konsep-konsep yang sulit (Rusman, 2012 : 209).

2.1.4.2 Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Secara umum ada 4 pilar pembelajaran seperti yang dirumuskan

UNESCO yaitu (1) learning to know atau learning yang berarti juga

learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4)

learning to live together. Pada model pembelajaran kooperatif juga

terdapat lima prinsip (Sanjaya, 2006: 97), seperti yang dijelaskan

sebagai berikut:

1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence) artinya

adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok

menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan.

2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) artinya

setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan

kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok.

3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Ptomotion Interaction)

artinya antar anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

16

4) Use of collaborative/social skill artinya harus menggunakan

keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu

berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.

5) Group processing, artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka

bekerja secara skill yang efektif.

Apabila prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan oleh siswa dalam

pembelajaran maka siswa dapat meraih academic skill, social skill, dan

interpersonal skill dengan baik.

2.1.4.3 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

Suprijono (2009: 65) menjelaskan bahwa ada 6 langkah-langkah

dalam model pembelajaran kooperatif, adapun langkah-langkah (sintak)

model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai

berikut:

Tabel 2.1

Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-Fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran

dan mempersiapkan peserta didik

siap belajar

Fase 2: Present information

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi

kepada peserta didik secara verbal

Fase 3: Organize students into

learning teams

Mengorganisir peserta didik ke

dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada

peserta didik tentang tata cara

pembentukan tim belajar dan

membantu kelompok melakukan

transisi yang efisien

Fase 4: Assist team work and

study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama

peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5: Test on the materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi

pembelajaran atau kelompok-

kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan atau

penghargaan

Mempersiapkan cara untuk

mengakui usaha dan prestasi

individu maupun kelompok

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

17

2.1.4.4 Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran

kooperatif, menurut Rusman (2012:213-225) walaupun prinsip dasar

dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model

tersebut, adalah sebagai berikut: 1) Model student team achievement

division (STAD); 2) Model jigsaw; 3) Model investigasi kelompok

(Group Investigation); 4) Model make a match (Membuat pasangan);

5) Model TGT (Teams Games Tournaments); 6) Model struktural.

2.1.4.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

2.1.4.5.1 Pengertian Model Kooperatif tipe Make a Match

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match menurut

Rusman (2011:223-233) merupakan salah satu jenis dari model

pembelajaran kooperatif. Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah

peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep

atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.

Anita Lie (2008:56) menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match atau bertukar pasangan merupakan teknik

belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan

orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan

untuk semua tingkatan usia anak didik.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan

pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban terhadap

suatu pasangan atau pertanyaan suatu konsep melalui permainan kartu

pasangan (komalasari,2008:85). Model pembelajaran kooperatif tipe

Make a Match merupakan pembelajaran dimana setiap siswa

memegang kartu soal dan kartu jawaban dan siswa dituntut untuk

bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan kartu jawaban

maupun kartu soal yang dipegang pasangannya dengan batas waktu

tertentu, sehingga membuat siswa berfikir dan menumbuhkan semangat

kerjasama.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

18

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah merupakan sebuah

model pembelajaran dengan metode belajar sambil bermain dimana

siswa dituntut secara aktif bekerjasama dan berkomunikasi dengan

teman yang lain untuk mencari jawaban atas kartu yang dipegangnya

serta berlatih berfikir secara cepat, tepat dan teliti dalam mencari

pasangan yang tepat sesuai dengan kartu yang dipegangnya.

2.1.4.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Make a Match

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

ini guru berusaha meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam

kegiatan pembelajaran. Tentunya model ini memiliki kelebihan dan

kekurangan dan ini sesuai dengan pendapat Huda (2013: 253-254) yang

menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya :

a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif

maupun fisik.

b. Meningkatkan suasana menyenangkan untuk belajar karena

terdapat unsur permainan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang

dipelajari

d. Meningkatkan motivasi belajar siswa

e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil

presentasi

f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk

belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match juga memiliki

kelemahan, diantaranya:

a. Banyak waktu yang terbuang jika persiapan kurang.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

19

b. Pada awal – awal penerapan model, banyak siswa yang akan

malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak

siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi

pasangan.

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada

siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu

e. Menggunakan model ini secara terus menerus akan

menimbulkan kebosanan.

2.1.4.5.3 Langkah-langkah Model Kooperatif tipe Make a Match

Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match menurut Rusman (2013:223-224) dirumuskan

sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/

topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu

soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)

2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau

soal dari kartu yang dipegang

3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)

4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin

5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya

6. Kesimpulan

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian terkait Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Make a Match diantaranya penelitian Robert Artawa dan I wyn

Suwatra (2013) dan Denok (2010). Penelitian Robert Artawa dan I wyn

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

20

Suwatra (2013) berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make a Match Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Di

Gugus 1 Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

Make a Match terhadap pretasi belajar matematika kelas V di Gugus 1

kecamatan Selat. Penelitian yang dilakukan oleh Robert Artawa dan I Wyn

Suwatra menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (5,07>2,00) dengan taraf

signifikansi 5%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model Make a

Match dalam pembelajaran Matematika memberikan pengaruh terhadap

prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri di Gugus 1 Kecamatan Selat

Kabupaten Karangasem tahun ajaran 2012/2013.

Penelitian yang dilakukan oleh Denok (2010) berjudul “Perbedaan

Hasil Belajar Materi Trigonometri dengan Pembelajaran Kooperatif tipe

Make a Match dan Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Kelas X SMA

Ma’arif Pandaan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil

belajar matematika siswa kelas X SMA Ma’arif Pandaan pada materi

trigonometri yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil

belajar kelas kontrol adalah 61,8 dan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen

adalah 69,46. Hal ini berarti hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi

dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil uji hipotesis dengan uji t

menunjukkan taraf signifikansi 0,023. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kelas

eksperimen pada siswa kelas X SMA Ma’arif Pandaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, telah menunjukkan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap

hasil belajar matematika pada siswa. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian di atas adalah jika penelitian di atas hanya meneliti tentang

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

21

belajar matematika saja, maka dalam penelitian ini tidak hanya akan

meneliti pengaruh model kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil

belajar matematika namun pada penelitian ini menambahkan keaktifan

belajar siswa pada matematika. Penambahan variabel terikat berupa

keaktifan belajar siswa inilah yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian-penelitian sebelumnya.

2.3 Kerangka Berpikir

Belum optimalnya hasil belajar dan keaktifan belajar matematika pada siswa

kelas V SD Gugus Gatot Subroto menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Salah

satu upaya yang dapat dilakukan terkait permasalahan tersebut adalah dengan

pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang lebih menitikberatkan siswa

sebagai subjek pembelajaran dan bukan objek. Model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match merupakan salah satu model yang dimaksud.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan suatu model

yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata dan

merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan

kondisi belajar secara aktif kepada siswa. Ada 7 langkah model Make a Match

dalam kegiatan penelitian ini yaitu: 1) Menyiapkan beberapa kartu yang berisi

beberapa konsep atau topic yang memungkinkan cocok untuk sesi review, 2)

Membagikan kartu kepada semua siswa. Setiap siswa mendapatkan satu buah

kartu, 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya, 4) Diskusi menyelesaikan tugas secara bersama-sama, 5)

Memberikan poin kepada siswa yang menemukan pasangannya sebelum batas

waktu habis, 6) Presentasi hasil kelompok atau kuis, 7) Pemberian reward atau

penghargaan kepada pasangan yang mendapat point lebih banyak.

Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match menuntut siswa

untuk aktif dalam belajar. Keaktifan belajar dalam hal ini siswa dituntut untuk

dapat memperoleh pengetahuan dan mengkonstruksikan pengetahuan mereka

sendiri. Pembelajaran matematika dalam mendukungnya tuntutan siswa untuk

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

22

dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri diperlukan konsep belajar yang

baik. Konsep belajar siswa yang baik diduga dapat menghasilkan hasil belajar dan

keaktifan belajar yang lebih baik.

Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match menekankan

pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berfikir

untuk memahami konsep yang dipelajari. Proses pembelajaran tidak hanya

didominasi oleh guru, tetapi siswa juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran

dan menjadi bagian dalam pembelajaran. Aspek yang dinilai dalam penelitian ini

adalah keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini indikator

keaktifan belajar ada delapan yang dinilai yaitu : 1) Visual activities, 2) Oral

activities, 3) Motor activities, 4) Mental activities, 5) Emotional activities.

Berdasarkan uraian di atas peneliti melakukan penelitian dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Penerapan

pembelajaran pada penelitian ini berdasarkan skema kerangka berpikir. Adapun

skema itu adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, hipotesis yang dirumuskan

adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

Match terhadap keaktifan siswa pada siswa kelas V SD gugus Gatot Subroto

Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Semester II Tahun 2015/2016.

Model pembelajaran

kooperatif tipe Make a

Match.

Keaktifan Belajar

matematika siswa kelas

V SD N Ngraho 03

Hasil Belajar

matematika siswa kelas

V SD N Ngraho 03

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/2/T1_292012032_BAB II... · upaya meningkatkan penguasaan yang baik ... Menentukan

23

2. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

Match terhadap hasil belajar pada siswa kelas V SD gugus Gatot Subroto

Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Semester II Tahun 2015/2016.