bab ii fenomena prt internasional dan...
TRANSCRIPT
33
BAB II
FENOMENA PRT INTERNASIONAL DAN DOMESTIK
Bab ini berisi pemaparan tentang fenomena pekerja rumah tangga secara
global dan pekerja rumah tangga secara domestik. Terdapat beberapa sub
pembahasan dalam bab ini diantaranya mengenai pekerja rumah tangga, yang mana
dalam sub bab ini membahas mengenai pekerja rumah tangga termasuk pekerjaan
dalam sektor formal atau informal, pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga ternyata
tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja melainkan juga anak-anak.
Selanjutnya, mengenai fenomena global pekerja rumah tangga, fenomena pekerja
rumah tangga di Indonesia, kemudian membahas mengenai masalah-masalah
pekerja rumah tangga di Indonesia.
2.1 Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Menurut konvensi ILO No. 189 tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja
rumah tangga pasal 1, Pekerja Rumah Tangga (PRT) didefinisikan sebagai
pekerjaan yang dilaksanakan di dalam rumah tangga yang digunakan sebagai sarana
untuk mencari nafkah, baik untuk satu atau beberapa rumah tangga, serta terikat
dalam suatu hubungan kerja, dan bukan melakukan pekerjaan rumah tangga secara
kadang-kadang.47 Akan tetapi konvensi ILO No. 189 tentang pekerjaan yang layak
bagi PRT ini belum diratifikasi oleh Indonesia tetapi Indonesia mempunyai
47 Laporan International Labour Organization, Buku Saku Kumpulan Peraturan-Peraturan Dan Referensi Tentang Pekerja Rumah Tangga, hal. 207-208, diakses melalui http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_539099.pdf (16/2/2017, 11:03 WIB)
34
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU tersebut disusun
atas dasar komitmen bangsa Indonesia terhadap penghargaan pada Hak Asasi
Manusia di tempat kerja antara lain dengan diwujudkan melalui ratifikasi kedelapan
konvensi dasar ILO diantaranya
1. Kebebasan berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No. 98)
2. Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100 dan No. 111)
3. Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29 dan No. 105)
4. Perlindungan Anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182)
Sejalan dengan ratifikasi kedelapan konvensi ILO tersebut, maka Undang-
Undang Ketenagakerjaan disusun dan harus mencerminkan ketaatan dan
penghargaan pada kedelapan konvensi dasar tersebut. Definisi tenaga kerja menurut
UU No. 13 tahun 2003 pasal 1 “tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.48 Akan tetapi PRT
seringkali terkecualikan dari UU No. 13 tahun 2003 padahal sebenarnya apabila
melihat definisi tenaga kerja tersebut harusnya PRT juga tercakup dalam UU No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada dasarnya sampai saat ini masih belum
ada rumusan khusus yang bersifat formal mengenai pengertian Pekerja Rumah
Tangga (PRT) dalam sistem hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Sampai
saat ini hanya ada Peraturan Menteri No. 2 tahun 2015 tentang perlindungan Pekerja
Rumah Tangga yang mendefinisikan “PRT adalah orang yang bekerja pada orang
48 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diakses dalam http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf (30/08/2017, 10:10 WIB)
35
perseorangan dalam rumah tangga untuk melaksanakan pekerjaan
kerumahtanggan dengan menerima upah dan/atau imbalan dalam bentuk lain”.49
Sebenarnya penggunaan istilah pekerja bagi PRT ini masih menjadi
perdebatan tidak hanya di Indonesia akan tetapi di negara-negara lain, lebih
khususnya di negara-negara berkembang. Akan tetapi menurut aktivis LSM di
Indonesia seperti Rumpun Tjoet Nyak Dien (RTND), Organisasi pekerja rumah
tangga (OPERATA), dan lain sebagainya, pekerjaan rumah tangga sama halnya
dengan pekerjaan lainnya.50 Oleh karena itu tidak ada lagi alasan untuk
membedakan pekerjaan PRT ini dengan pekerjaan lainnya.51 Penggunaan istilah
pekerja pada PRT ini merupakan sebuah wacana yang dikembangkan oleh para
aktivis LSM seperti rumpun tjoet Nyak Dien, organisasi pekerja rumah tangga, dan
LSM lainnya yang mempunyai kepedulian terhadap PRT serta organisasi
perburuhan internasional (ILO), dengan tujuan untuk mengganti istilah pembantu.
Dengan adanya perubahan istilah dari pembantu ke pekerja ini diharapkan pekerja
domestik dapat dilindungi oleh hukum-hukum ketenagakerjaan.
Penyebutan pembantu pada PRT inilah yang bisa menjadi salah satu
penyebab terjadinya ketidakteraturan kerja PRT, PRT seringkali ditimpa persoalan-
persoalan seperti kekerasan, pelecehan seksual, dan lain sebagainya, serta menjadi
49 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, diakses dalam https://jdih.bnp2tki.go.id/images/permen/PERMEN_No_2_Tahun_2015_Tentang_Perlindungan_Pekerja_Rumah_Tangga.pdf (27/10/2017, 10:17 WIB) 50Yuli Maiheni: Matahari Pekerja Rumah Tangga, diakses dalam http://www.jurnalperempuan.org/tokoh/yuli-maiheni-matahari-pekerja-rumah-tangga (20/07/2017, 07:53 WIB) 51 Laporan International Labour Organization, Bunga-Bunga di AtasPadas :Fenomena Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia, hal. 7-8, diakses melalui http://globalmarch.org/Child-Labour-Domestic/resources/indonesia/Flowers%20on%20the%20rock%20the%20phenomenon%20of%20child%20domestic%20workers%20in%20Indonesia.pdf (16/2/2017, 10:24 WIB)
36
penyebab Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU
PPRT) tidak juga selesai dibahas.52 Ketidakteraturan kerja PRT bisa terlihat bahwa
PRT biasanya mengerjakan semua jenis pekerjaan yang ada di rumah tangga.
Apabila melihat dari posisi dan fungsi PRT itu sendiri, PRT merupakan
posisi yang sangat vital bagi keluarga-keluarga tertentu, yang mana suami dan istri
bekerja sehingga mereka berfungsi sebagai manajer pengelola rumah tangga,
sementara majikannya berada di luar rumah. Artinya, PRT berperan sebagai kunci
atas kelangsungan dan kehidupan sebuah rumah tanga. Secara tidak langsung dalam
kondisi ini PRT memberikan kontribusi dalam kelangsungan karir serta pekerjaan
majikannya.
Berdasarkan waktu kerjanya, PRT bisa digolongkan ke dalam dua
kelompok yakni53
1. PRT yang live-in, artinya PRT tersebut bekerja di rumah majikan sekaligus
tinggal di rumah majikan serta menjadi bagian dari keluarga majikan.
2. PRT yang live-out, artinya PRT yang bekerja di rumah majikan, akan tetapi
tidak tinggal di rumah majikannya, PRT tersebut hanya mengerjakan
pekerjaan rumah tangga selama waktu tertentu (pagi-pagi, siang-sore, atau
pagi-sore), serta ada pekerjaan khusus yang dikerjakan dan tidak menjadi
bagian keluarga majikan.
52PRT Adalah Pekerja, Bukan Pembantu, diakses dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bea80c54626/prt-adalah-pekerja--bukan-pembantu (16/2/2017, 10:48 WIB) 53Wawancara penulis dengan Direktur LPKP JawaTimur, Suti’ah, Malang, 3 Februari 2017
37
2.2 Fenomena Global Pekerja Rumah Tangga
PRT merupakan fenomena yang telah tersebar luas dan berkembang di
seluruh dunia serta menjadi fenomena internasional.54 Fenomena PRT tersebut
merupakan permasalahan serius yang mendesak untuk dicari jalan pemecahannya.
Permasalahan mengenai PRT senantiasa menjadi pembicaraan hangat yang tidak
kunjung selesai. Hal ini terbukti dengan banyaknya laporan diberbagai media massa
yang memberitakan mengenai masalah yang dihadapi oleh para PRT di dunia. Tiga
dari sepuluh PRT di dunia tidak memiliki perlindungan hukum nasional mengenai
tenaga kerja.55
Sebagian besar jumlah PRT yang paling tinggi berada pada negara-negara
miskin atau berkembang. Ada sekitar 52.600.000 laki-laki dan perempuan yang
bekerja sebagai PRT di dunia. Jumlah paling banyak terdapat pada PRT perempuan.
Data tersebut menunjukkan di negara maju jumlah perempuan yang bekerja sebagai
PRT sebanyak 2.597.000 orang, kemudian di Eropa Timur dan CIS jumlahnya
396.000 orang, Asia dan Pasifik jumlahnya mencapai 17.464.000 orang, Amerika
Latin dan Karibia mencapai jumlah yang paling tinggi yakni sebesar 18.005.000
orang, Afrika sebanyak 3.835.000 orang, yang terakhir di Timur Tengah mencapai
1.329.000 orang.56
54Kola O. Odeku, An Overview of Domestic Work Phenomenon, Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol, 5, No, 9, Italy: MCSER Publishing, hal. 697-698, diakses melalui http://www.mcser.org/journal/index.php/mjss/article/viewFile/2861/2823 (22/03/2017, 17:38 WIB) 55Protect The Global Domestic Worker: Report, The Tyee, diakses melalui https://thetyee.ca/News/2013/01/16/Domestic-Worker/ (22/03/2017, 18:05 WIB) 56 Laporan International Labour Organization, Domestic Workers Across The World: Global and Regional Statistics and The Extent of Legal Protection, hal. 20, diakses melalui http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/---publ/documents/publication/wcms_173363.pdf (22/03/2017, 19:09 WIB)
38
Jumlah PRT di Amerika Latin dan Karibia jumlahnya berada pada posisi
yang paling tinggi yakni mencapai 19.593.000 orang.57 Hal ini diakibatkan karena
wilayah Amerika Latin dan Karibia merupakan wilayah dengan tingkat
ketidakadilan pendapatan yang tinggi menurut United Nations Development
Programme (UNDP) tahun 2010, sehingga rumah tangga di bagian atas mempunyai
sumber daya untuk mempekerjakan pekerja rumah tangga sementara itu pekerja
yang berada di bagian bawah harus bersedia menerima pekerjaan di layanan rumah
tangga meskipun tingkat upah serta perlindungan sosial rendah.58
Jumlah PRT perempuan di Amerika Latin dan Karibia sangat tinggi. Hal ini
disebabkan karena memang mayoritas pekerja rumah tangga diminati oleh kaum
perempuan, akan tetapi selain dimensi gender tersebut ada alasan lain.
Kemungkinan perempuan tersebut menjadi PRT disebabkan karena perbedaan
warna kulit hitam dan tidak hitam. Menurut Survei Rumah Tangga Nasional
(Pesquisa Nacional de Amostra por Domicilios Atau PNAD) ada sekitar 21,7
persen semua perempuan kulit hitam yang dipekerjakan adalah sebagai PRT.59
Sedangkan untuk jumlah PRT secara global pada tahun 2016 ILO memperkirakan
lebih dari 67 juta PRT yang mengisi angkatan kerja, khususnya di negara-negara
berkembang.60
57Domestic Workers, diakses melalui http://www.wiego.org/informal-economy/occupational-groups/domestic-workers (22/07/2017, 10:05 WIB) 58Ibid., hal. 25-26 59Ibid., hal. 26-27 60 Kami Tidak Akan Diam: 31 Kisah Pekerja Rumah Tangga di Balik Tembok Ruang Domestik, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_569568.pdf (25/08/2017, 13:15 WIB)
39
Sektor PRT dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan.
Menurut data ILO dari tahun 1995 hingga tahun 2010, jumlah PRT naik sekitar 19
juta dari jumlah 33.200.000 menjadi 52.600.000. Dapat dilihat pada diagram batang
2.1, rincian dari data tersebut mencatat bahwa Asia dan Pasifik mengalami
peningkatan yang cukup tinggi yakni dari jumlah 13.826.000 di tahun 1995,
kemudian pada tahun 2010 jumlah tersebut semakin meningkat sebanyak
21.467.000, yang mana jumlah tersebut terdiri dari PRT laki-laki dan perempuan.
PRT perempuan tetap yang memegang jumlah tertinggi yakni pada tahun 1995
sebanyak 12.194.000 sedangkan pada tahun 2010 mencapai 17.464.000.61
Diagram 2.1 Kenaikan Jumlah PRT Global Tahun 1995 ke 2010
Sumber : ILO.org
61 Child Labour and Domestic Work, diakses dalam http://www.ilo.org/ipec/areas/Childdomesticlabour/lang--en/index.htm (22/07/2017, 07:08 WIB)
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
Negara Maju Eropa Timurdan CIS
Asia danPasifik
Amerika Latindan Karibia
Afrika Timur Tengah
3245000
477000
13826000
10402000
4178000
1101000
3555000
595000
21467000
19593000
5236000
2107000
1995 2010
40
Dikawasan Asia, Filipina dan Indonesia memiliki jumlah PRT yang cukup
tinggi. Survei angkatan kerja di Filipina menunjukkan pada tahun 2010 jumlah
orang yang bekerja sebagai PRT mencapai 1,9 juta, jumlah tersebut naik sekitar 1,2
juta dari tahun 2001.62 PRT Filipina yang bekerja di dalam negeri, sebagian besar
berasal dari daerah-daerah miskin, kemudian mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah, serta kurang memiliki pengalaman kerja dari PRT yang mengambil
penempatan di luar negeri.63
Adapun masalah-masalah yang sering dihadapi oleh PRT global
diantaranya seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil seperti
ketidakpastian dalam hal upah atau upah rendah, perlakuan yang tidak manusiawi,
jam kerja yang panjang, dan lain sebagainya. PRT merupakan pekerjaan yang
berada di wilayah privat atau tersembunyi, yang mana pada rumah tangga lebih
memusat pada wilayah internal bukan di wilayah publik sehingga hal inilah yang
menempatkan PRT pada resiko pelecehan seksual dan penyerangan. Di negara-
negara seperti Arab Saudi dan Kuwait, para PRT sangat takut untuk melaporkan
kekerasan seksual tersebut karena beresiko, para PRT dapat diadili dan dihukum
akibat perzinahan serta pencabulan.64
Upah PRT bisa dibilang rendah, para PRT biasanya hanya mendapatkan
kurang dari setengah upah rata-rata bahkan terkadang tidak lebih dari 20 persen
62Ibid., hal. 29 63Ibid. 64Laporan Human Rights Watch, Decent Work For Domestic Workers: The Case For Global Labor Standards, hal. 9, diakses dalam https://www.hrw.org/sites/default/files/related_material/HRW_ILO_brochure_lores.pdf (30/05/2017, 10:06 WIB)
41
upah rata-rata.65 Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang cenderung saling
berkaitan, salah satu faktor utamanya yakni tingkat pendidikan pekerja rumah
tangga pada umumnya rendah, kemudian fenomena kurang dihargainya PRT, dan
lain sebagainya. Ada sekitar 27,2 juta PRT berhak atas upah minimum yang sama
atau lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja lain, 22,3 juta PRT tidak mempunyai
perlindungan terhadap upah yang terlalu rendah serta tidak memiliki standar upah
minimum yang berlaku bagi para PRT.66 Hal ini diakibatkan oleh fakta bahwa para
PRT tersebut hidup di negara yang tidak memiliki undang-undang upah minimum.
Kemudian sekitar 21,5 juta PRT tidak dicakup oleh peraturan upah minimum akan
tetapi peraturan tersebut ada hanya untuk pekerja lain. Pekerja rumah tangga di
Amerika Serikat dibayar kurang dari 25 persen upah minimum.67 Di beberapa
negara, seringkali para majikan juga menahan upah dari PRT sampai cuti tahunan,
hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa para PRT tersebut akan kembali
bekerja.68 Salah satu alasan rendahnya upah pekerja rumah tangga adalah posisi
tawar mereka yang lemah.
Masalah mengenai jam kerja yang panjang bagi PRT merupakan masalah
yang seringkali dihadapi oleh sebagian besar PRT di seluruh dunia. Di Asia dan
Timur Tengah, ada sekitar 95 persen PRT tidak mempunyai batasan jam kerja
65 Laporan Internationl Labor Organization, Pengupahan Pekerja Rumah Tangga, hal. 1, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_166260.pdf (30/05/2017, 11:02 WIB) 66Laporan International Labour Organization, Cakupan Pekerja Rumah Tangga di Dalam Undang-Undang Kondisi Kerja Utama, Op. Cit, hal 4 67 The Global Plight of Domestic Workers: Few Rights, Little Freedom, Frequent Abuse, diakses dalam https://www.theguardian.com/global-development/2015/mar/17/global-plight-domestic-workers-labour-rights-little-freedom-abuse (30/05/2017, 16:59 WIB) 68Ibid.
42
normal mingguan yang berlaku.69 Hal ini mengakibatkan timbulnya jam kerja yang
sangat panjang, khususnya banyak terjadi pada PRT yang live-in. Selain masalah
mengenai jam kerja yang terlalu panjang, adapun masalah lain yang masih terkait
yakni mengenai penentuan jangka waktu istirahat mingguan.
Lazimnya istirahat mingguan diberikan pada PRT setidaknya satu hari libur
disetiap minggunya. Akan tetapi masih ada sekitar 23,6 juta PRT di seluruh dunia,
tidak mendapatkan hak atas istirahat mingguan di bawah hukum nasional.70 Di
kawasan Asia dan Timur Tengah, hanya 5 persen dari semua PRT yang mempunyai
hak atas satu hari istirahat mingguan di bawah hukum nasional.71 Istirahat
mingguan merupakan satu elemen terpenting, karena selain untuk menjaga
kesehatan, para PRT juga bisa berkumpul dengan keluarganya, dengan memperluas
hak atas istirahat mingguan para PRT juga akan lebih fresh sehingga dapat
memberikan layanan yang baik dan berkualitas untuk majikan.
2.3 Fenomena Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Fenomena PRT di Indonesia bukanlah fenomena baru. Munculnya PRT di
Indonesia merupakan permasalahan sosial ekonomi yang cukup memprihatinkan
karena jumlah PRT di Indonesia meningkat seiring dengan semakin terbukanya
lapangan kerja. Berdasarkan data Satuan Kerja Nasional (Sakernas) dalam laporan
ILO, pada tahun 2012 ada sekitar 2.555.000 PRT yang bekerja di dalam negeri.72
69 Laporan International Labour Organization, Cakupan Pekerja Rumah Tangga di Dalam Undang-Undang Kondisi Kerja Utama, Op. Cit, hal 5 70Ibid. 71Ibid. 72 Laporan International Labour Organization, Technical Report: The Estimation Of Total Domestic Workers In Indonesia, diakses melalui http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_241123.pdf (03/05/2017, 07:43 WIB)
43
63 persen dari jumlah tersebut atau 1.609.650 adalah PRT yang bekerja selama
tujuh hari dalam satu minggu, hal ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam
kondisi kerja PRT di Indonesia.73 Hal inilah yang kemudian menyebabkan
pekerjaan sebagai PRT semakin lama semakin menunjukkan permasalahan
tersendiri terutama pada masalah pengabaian akan hak-hak yang seharusnya
didapatkan oleh PRT. Pengabaian hak ini cenderung mengarah pada arti eksploitasi
serta kemungkinan besar terjadinya tindakan kekerasan pada PRT di Indonesia.
PRT di Indonesia selama ini tidak dianggap sebagai pekerja melainkan
sebagian besar masyarakat Indonesia menyebutnya sebagai pembantu. Hal ini
dikarenakan bersifat membantu. PRT merupakan posisi yang sangat vital bagi
keluarga-keluarga tertentu, yang mana suami dan istri bekerja sehingga mereka
berfungsi sebagai manager pengelola rumah tangga, sementara majikannya berada
di luar rumah. Artinya, PRT berperan sebagai kunci atas kelangsungan dan
kehidupan sebuah rumah tanga. Secara tidak langsung dalam kondisi ini PRT
memberikan kontribusi dalam kelangsungan karier serta pekerjaan majikannya.
Penyebutan PRT sebagai pembantu tersebut yang membuat PRT di
Indonesia seringkali tidak terlindungi dari UU No.13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, padahal menurut UU No. 13 tahun 2003 PRT termasuk ke dalam
definisi pekerja, hal ini yang kemudian menyebabkan pengabaian atas hak-hak yang
seharusnya didapatkan oleh PRT seperti yang telah dijelaskan dalam UU No. 13
tahun 2003 mencakup aturan jam kerja, berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang
73 Laporan International Labour Organization, Promosi Kerja Layak Untuk Pekerja Rumah Tangga, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_349661.pdf (31/10/2017, 20:34 WIB)
44
Ketenagakerjaan pasal 77 ayat 2 dijelaskan bahwa waktu kerja normal adalah 7 jam
dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu serta
8 jam dalam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.74
Kemudian menyediakan keamanan di tempat kerja, berdasarkan UU No. 13 tahun
2003 pasal 86 telah dijelaskan juga bahwa setiap pekerja atau buruh berhak atas
perlindungan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,
serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.75
Berbicara mengenai PRT memang tidak bisa dilepaskan dari persoalan
ekonomi. Kondisi ini terjadi ketika orang merasa membutuhkan pendapatan setiap
bulan. Hal ini seringkali terjadi pada perempuan-perempuan golongan menengah
ke bawah yang ekonomi keluarganya membutuhkan pasrtisipasi kaum perempuan.
Fenomena perempuan yang bekerja sebagai PRT di Indonesia bukanlah suatu hal
yang baru. Kondisi ini pada satu sisi memberikan satu hal yang positif karena
sejatinya perempuan juga berhak memperoleh kesetaraan dalam hal pekerjaan, akan
tetapi disisi lain hal ini membuka celah masalah baru apabila dalam melakukan
pekerjaannya tidak diperlakukan sesuai aturan pekerja pada umumnya.
Keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi dapat ditunjukkan bahwa
di setiap tahunnya jumlah perempuan yang memasuki pasar kerja semakin
meningkat. Data dari BPS tahun 2010 menunjukkan jumlah angkatan kerja dengan
penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi atau penduduk yang
74Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diakses dalam http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf (12/06/2017, 11:11 WIB) 75Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Op. Cit
45
bekerja, mempersiapkan usaha mencapai 107,7 juta jiwa, yang mana jumlah
tersebut terdiri dari 39,5 juta orang perempuan dan 68,2 juta orang laki-laki.76 Hal
ini merupakan kenyataan bahwa perempuan juga menyumbang dalam
pembangunan suatu negara terbukti dengan adanya partisipasi perempuan sebagai
pekerja. Sehingga perempuan khususnya yang berada pada lapisan bawah di
Indonesia mempunyai peran ganda yakni selain sebagai ibu yang melahirkan anak,
perempuan tersebut juga berperan sebagai pencari kerja dengan tujuan untuk
memperoleh pendapatan.
2.4 Masalah Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Melihat berbagai permasalahan yang telah dijelaskan dalam sub bab
sebelumnya. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang
seringkali dihadapi oleh para PRT di Indonesia. Masalah yang seringkali dihadapi
oleh para PRT ialah pelanggaran yang menyangkut baik itu haknya sebagai pekerja
maupun haknya sebagai perempuan karena sebagian besar yang bekerja sebagai
PRT di Indonesia adalah perempuan. Jutaan perempuan di Indonesia yang bekerja
sebagai PRT sering mendapat perlakuan semena-mena dari majikan. Perlakuan
tersebut terjadi khususnya di rumah-rumah yang merupakan wilayah privat, yang
mana lebih memusat pada wilayah internal bukan di wilayah publik sehingga
apabila timbul permasalahan tidak diketahui oleh publik serta penyelesain
masalahnya tidak semudah kasus-kasus kriminal dalam konteks publik.77
76Jumlah Angkatan Kerja Mencapai 107,7 Juta Jiwa, Badan Pusat Statistik, diakses melalui http://sp2010.bps.go.id/ (22/03/2017, 21:12 WIB) 77Pekerja di Dalam Bayang-Bayang: Pelecehan dan Eksploitasi Terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia, Human Right Watch, hal. 1, diakses melalui https://www.hrw.org/sites/default/files/reports/indonesia0209in_web.pdf (23/03/2017, 20:29 WIB)
46
Kekerasan yang dialami oleh PRT di Indonesia masih seringkali terjadi.
Tahun 2015 ada sekitar 376 kasus, yang mana 65 persen dari kasus kekerasan yang
dialami oleh PRT adalah multi kekerasan yakni upah yang tidak dibayar, pelecehan,
dan penganiayaan.78 Menurut data dari JALA PRT hingga bulan September 2016
terdapat 217 kasus kekerasan terhadap PRT di Indonesia. Kekerasan yang terjadi
pada PRT terdiri dari kekerasan multi jenis mencapai 41 kasus yang mana
kekerasan ini mencakup kekerasan psikis, fisik, ekonomi, hingga seksual, kemudian
yang kedua yakni kekerasan fisik sebanyak 102 kasus terdiri dari pemukulan,
isolasi, dan perdagangan manusia, dan ketiga yakni kekerasan ekonomi mencapai
74 kasus.79
Adapun beberapa contoh kasus kekerasan pada PRT yang terjadi di
Indonesia. Pertama, Mufiatun yang bekerja sebagi PRT di rumah Agus Susanto
yang beralamat di Desa Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Kudus. Mufiatun mendapat
perlakuan kasar dari majikan seperti penganiayaan dengan cara menyetrika
perutnya karena melakukan suatu perbuatan yang tidak disukai majikannya.80
Kedua, kasus kekerasan yang dialami Sartini yang bekerja sebagai PRT. Sartini
beserta anaknya selama rentang waktu 9 bulan dianiaya di dua lokasi yang berbeda,
yang mana kedua lokasi tersebut diketahui Sartini sebagai rumah majikannya
78376 Kasus Kekerasan Pembantu Rumah Tangga Mencuat Sepanjang 2015, diakses melalui http://www.tribunnews.com/nasional/2015/10/04/376-kasus-kekerasan-pembantu-rumah-tangga-mencuat-sepanjang-2015 (05/06/2017, 09:27 WIB) 79Hingga September 2016, Kekerasan Terhadap PRT Capai 217 Kasus, Kompas, 15 September 2016, diakses melalui http://nasional.kompas.com/read/2016/09/15/16403781/hingga.september.2016.kekerasan.terhadap.prt.capai.217.kasus (23/03/2017, 20:44 WIB) 80Polisi Tangkap Majikan Penyetrika Pembantu Rumah Tangga, Antara News, 10 Oktober 2016, diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/589400/polisi-tangkap-majikan-penyetrika-pembantu-rumah-tangga (23/03/2017, 20:58 WIB)
47
berada di Klaten, Jawa Tengah dan Bantul, Yogyakarta. Tidak hanya berhenti pada
penganiayaan akan tetapi Sartini dan anaknya pernah juga disekap.81 Ketiga,
Toipah yang bekerja sebagai PRT khususnya pengasuh anak yang bekerja di rumah
majikannya yang bernama Fanny Safriansyah dan Anna Susilowati. Selama bekerja
menjadi pengasuh anak Toipah sering mengalami kekerasan serta penyiksaan yang
terjadi di rumah majikannya tersebut yang beralamat di Apartemen Ascott, Kebon
Kacang, DKI Jakarta. Kasus ini berlangsung sejak Juli hingga akhir September
2015. Toipah sering mendapat pukulan dengan tangan atau pun benda keras,
tendangan, serta tamparan dari majikan.82
Daftar panjang perlakuan kasar dan tidak manusiawi baik secara fisik,
psikologis, seksual, dan lain sebagainya yang dilontarkan oleh majikan terkadang
pemicu kekerasannya hanya bersumber dari kesalahan kecil atau ketidak sengajaan
yang diperbuat oleh para PRT. Masih banyak lagi contoh kasus yang belum
diketahui oleh publik, yang telah disebutkan di atas hanya sebagian kasus saja.
Merujuk pada definisi kerja layak menurut ILO yakni sarana untuk
mencapai keadilan baik itu keadilan dalam memberikan penghasilan yang adil,
menyediakan keamanan di tempat kerja dan menjamin perlakuan (bermartabat),
kesempatan yang sama bagi semua.83 Pertama, penghasilan yang adil. Hal ini juga
merupakan instrumen yang penting dalam memberikan perlindungan bagi pekerja
81Majikan Aniaya PRT Beserta Anaknya Yang Berusia 1,5 Tahun, Tribun News, 18 November 2016, diakses melalui http://www.tribunnews.com/regional/2016/11/18/majikan-aniaya-prt-beserta-anaknya-yang-berusia-15-tahun (23/03/2017, 21:18 WIB) 82Kasus Kekerasan Terhadap PRT Dampak Absennya Perlindungan Negara, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, diakses melalui http://www.bantuanhukum.or.id/web/kasus-kekerasan-terhadap-prt-dampak-absennya-perlindungan-negara/ (23/03/2017, 21:28 WIB) 83 Decent Work, diakses dalam http://www.ilo.org/global/topics/decent-work/lang--en/index.htm (28/10/2017, 09:07 WIB)
48
rentan dan dibayar paling rendah dari cakupan upah yang terlalu rendah.84 PRT
seringkali termasuk dalam kelompok ini.
Kedua, kondisi kerja yang aman dan bermartabat. Pelecehan seringkali
dialami oleh sebagian besar PRT, mengingat pekerjaan sebagai PRT sebagian besar
diminati oleh perempuan. Pelecehan seringkali dilakukan dengan
menyalahgunakan kekuasaan sehingga korban akan mengalami kesulitan dalam
membela diri. Pelecehan yang kerap kali terjadi pada PRT ini adalah pelecehan
seksual. Pelecehan seksual merupakan segala tindakan seksual yang tidak
diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau
fisik maupun isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain yang bersifat
seksual.85
Semua perlindungan yang menyangkut tiga komponen dalam definisi kerja
layak menurut ILO ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, akan tetapi
diperinci hanya berlaku bagi para pekerja dan pengusaha. Inilah yang kemudian
menyebabkan PRT yang cara kerjanya tidak masuk ke dalam definisi dipekerjakan
oleh seorang pengusaha sehingga PRT tidak dimasukkan dalam perlindungan UU
No.13 tahun 2003. Mengakibatkan PRT di Indonesia tidak memiliki perlindungan
hukum atas hak-hak kerja mereka.
Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tahun 2011
tentang pekerjaan yang layak bagi PRT akan tetapi Indonesia telah mengakui
84K131 Konvensi Penetapan Upah Minimum 1970, International Labour Organization, hal. 3, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/legaldocument/wcms_181928.pdf (12/06/2017, 08:54 WIB) 85Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, hal. 6, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_171328.pdf (12/06/2017, 10:27 WIB)
49
beberapa norma hukum internasional lainnya yang berkaitan dengan PRT
diantaranya Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Undang-undang No.
13 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.86 Dalam pengertian
tenaga kerja menurut UU tersebut tidak terdapat pembeda antara pekerjaan di sektor
formal dan informal. Lantas, ada pengecualian atas pemberlakuan UU No.13 tahun
2003 karena undang-undang tersebut tidak berlaku luas bagi semua pekerja di
Indonesia, dan PRT termasuk mereka yang tidak dilindungi dalam undang-undang
ketenagakerjaan tersebut.
Dalam publikasi ILO yang berjudul “Peraturan tentang Pekerja Rumah
Tangga di Indonesia: Perundangan yang Ada, Standar Internasiona dan Paktik
Terbaik” menyebutkan pemerintah selama ini mempermasalahkan PRT tidak
dimasukkan sebagai pekerja sebagaimana UU No.13 tahun 2003 karena masalah
pemberi kerja, dalam hubungan antara PRT dengan majikan bukan merupakan
badan usaha sementara pemerintah memuat bahwa pemberi kerja haruslah
pengusaha.87 Padahal PRT merupakan pekerja sebagaimana dimaksud dalam UU
No. 13 tahn 2003 mengenai Ketenagakerjaan, yang mana termuat dalam pasal 1
ayat 4 yang menyatakan “pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha,
86 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diakses dalam http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf (12/06/2017, 11:11 WIB) 87 Laporan ILO, Peraturan tentang Pekerja Rumah Tangga di Indonesia: Perundangan yang Ada, Standar Internasiona dan Paktik Terbaik, hal. 10, diakses dalam http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_122275.pdf (28/10/2017, 16:06 WIB)
50
badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lainnya”.88 Berdasarkan definisi
tersebut PRT merupakan pekerja, serta hubungan yang terjadi antara PRT dengan
majikan adalah hubungan kerja. Maka sudah sepantasnya PRT tidak di kecualikan
dalam UU No.13 tahun 2003.
Pengecualian inilah yang kemudian menyebabkan PRT kesulitan apabila
terjadi kasus pada PRT karena tidak adanya acuan dalam memutuskan perkara
sehingga dari waktu ke waktu apabila terjadi permasalahan pada PRT, kasus PRT
hanya berhenti di tengah jalan, tanpa ada penyelesaian hukum secara adil. Berbicara
mengenai kondisi kerja yang aman dan bermartabat berdasarkan definisi kerja layak
menurut ILO. Dalam UU No.13 tahun 2003 pasal 86 telah dijelaskan juga bahwa
“Setiap pekerja atau buruh berhak atas perlindungan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.89 Akan tetapi Melihat contoh kasus
pelecehan seksual atau kekerasan yang telah disebutkan di atas, sangat tergambar
jelas bahwa PRT di Indonesia memang tidak mempunyai hak atas lingkungan kerja
yang aman dan sehat. Hal ini menegaskan bahwa implementasi UU dalam negara
Indonesia sangat kurang. Inilah yang kemudian menjadi alasan bahwa PRT di
Indonesia harus mendapatkan perhatian lebih, karena hak-hak yang seharusnya
didapatkan oleh PRT lebih banyak diabaikan.
88 Ibid 89Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Op. Cit