bab ii baru -...
TRANSCRIPT
18
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG PENCURIAN
A. PENGERTIAN PENCURIAN
1. Pengertian Pencurian Dalam Hukum Positif.
Pencurian dalam bahasa, berasal dari kata “curi” yang mendapat
awalan pe- dan akhiran -an yng mempunyai arti proses, cara perbuatan
mencuri,1 Dalam hukum positif pencurian dijelaskan dalan BAB XXXII
KUHP, yaitu mengambil sesuatau barang, yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu
dengan melawan hak.2 Pencurian mengandung elemen-elemen, perbuatan
mengambil, suatu barang atau yang diambil, seluruhnya atau sebagian
milik orang lain, pengambilan dengan maksud memiliki.
Dalam pencurian mengambil yang dimaksud adalah mengambil
untuk dikuasai, maksudnya waktu pencuri mengambil barang, barang
tersebut belum ada dalam kekuasaannya, apabila waktu memiliki barang
itu sudah ada ditangannya, maka perbuatan tersebut bukan termasuk
pencurian tetapi penggelapan, pencurian dikatakan selesai apabila barang
tersebut sudah pindah tempat. Suatu barang, merupakan segala sesuatu
1 Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hlm. 200 2 KUHP pasal 362
19
yang berwujud dan barang yang tidak berwujud termasuk daya listrik dan
gas. Pengambilan tersebut harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk
memiliki, apabila seseorang mengambil barang milik orang lain karena
keliru tidak termasuk pencurian.3 Dalam KUHP dikenal beberapa macam
pencurian yaitu:
a. Pencurian Ringan
Pencurian biasa, barang yang dicuri tidak lebih dari Rp.250,-
pencurian dilakukan dua orang atau lebih, pencurian hewan meskipun
nilainya tidak lebih dari Rp.250,- tidak termasuk pencurian ringan, atau
pencurian pada waktu terjadi malapetaka, bencana baik yang disebabkan
alam atau manusia.
b. Pencurian dengan pemberatan
Pencurian dengan pemberatan yaitu pencurian biasa yang disertai
keadaan-keadaan, pencurian hewan, bila dilakukan pada waktu bencana,
dilakukan pada malam hari dalam keadan rumah tertutup yang ada
dirumah, dilakukan dua orang atau lebih dengan bekerja bersama-sama,
dilakukan dengan membongkar atau memecah untuk mengambil barang
yang didalamnya.
3 R. Susilo, Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Bogor: POLITEA, t.th. hlm. 216
20
c. Pencurian dengan kekerasan
Pencurian yang disertai dengan kekerasan, kekerasan yang
dimaksud kekerasan pada orang, bukun berupa barang, dilakukan sebelum
atau sesudah pencurian, bersama-sama dengan maksud untuk
memudahkan atau menyiapkan agar pencurian ada kesempatan untuk
melarikan diri.
d. Pencurian Dalam Keluarga
Pencurian yang dilakukan dalam kalangan keluarga atau suami istri
yaitu ada pertalian yang erat, selama pertalian perkawinan belum putus
maka pencurian tersebut tidak dijatuhi hukuman4.
2. Pengertian pencurian dalam hukum Islam.
Pencurian dalam Islam biasa disebut dengan sirqoh, mengambil
sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan menurut istilah sirqoh
adalah mengambil suatu (barang) hak milik orang lain secara sembunyi-
sembunyi dan dari tempat persembunyiannya yang pantas.5 Sedangkan
Abdul Qadir Audah membagi pencurian menjadi dua yaitu:
a. Pencurian yang dikenakan hadd
4 Ibid 5 Sudarsono, Pokok-pokok hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.ke-2, 2001, hlm. 545
21
b. Pencurian yang dikenakan yang dikenakan ta’zir6
Sedangkan pencuri yang dikenakan hadd dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Pencurian kecil
Pencurian dengan mengambil barang atau harta orang lain dengan
jalan sembunyi-sembunyi.
b. Pencurian besar
Pencurian dengan mengambil harta orang lain dengan jalan
perlawanan, dan pencurian ini disebut hirobah.7
Sedangkan Ibnu Rusyd, mendefinisikan pencurian yaitu
mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi tanpa
dipercayakan kepadanya.8 Dan menurut Syarbani Chatib, pencurian dalam
artian mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi, secara kajahatan
dengan syarat tertentu seperti barang tersebut bersih seperempat dinar
dilakukan oleh orang mukallaf dari tempat simpanannya.9
6 Abdul Qadir Audah, Al-Tasryi’ al-jina’i al-Islam, Al-muassasah al-risalah, Juz II, hlm. 214
7 Ibid 8 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Sulaiman Marai, Singapura, Juz II, hlm. 445. 9 Syarbani Chatib, Mughni al-muhtaj, Dar al-Fikr, Juz V, hlm. 158
22
B. SUMBER HUKUM PIDANA PENCURIAN
1. Sumber Hukum Pidana Pencurian dalam hukum positif
Sumber hukum dari hukum pencurian adalah hukum yang tertulis,
disamping itu di daerah-daerah tertentu, dan untuk orang-orang tertentu,
hukum pidana pencurian yang tidak tertulis, juga dapat menjadi sumber
hukum pidana pencurian. Induk peraturan hukum pidana positif adalah
kitab undang-undang hukum pidana (K.U.H.P) nama asli ialah “Wetboek
Van Strafecht Voor Nederkandsch Indie (W.v.s)” Tanggal 15 Oktober
1915 No 33 dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918, K.H.U.P atau
W.v.S.v.N.I, ini merupakan kopian (turunan) Dari Wetboek van strafecht
Negeri Belanda, yang selesai dibuat tahun 1881 dan mulai berlaku Tahun
1886.10
Pencurian dimuat dalam hukum pidana (KUHP) pada BAB XXII
yang membagi pencurian menjadi beberapa macam, penjatuhan pidana
dalam pencurian sesuai dengan kategori pencurian, dalam pasal 362
menyatakan:
Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-11
10 Sudarto, Hukum Pidana, Jilid 1, Semarang: Yayasan Sudarto, Cet. Ke 2, 1990, hlm 15 11 KUHP Pasal 362
23
Pencurian diatas yang dimaksud adalah pencurian biasa (ringan),
kemudian ketegori selanjutnya adalah pencurian dengan pemberatan, yaitu
pasal 362 pencurian dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara bagi pencuri
hewan, pencurian pada saat bencana, pencurian oada malam hari ditempat
yang sudah tertutup dengan membongkar atau memaksa.12Pencurian yang
dilakukan dengan cara tersebut dikategorikan pencurian ringan jika harga
barang tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dengan hukuman
penjara selama-lamanya tiga bulan penjara dan denda sebanyak-banyaknya
Rp.900,-.13
Pencurian yang lain ialah pencurian dengan kekerasan, kategori
pencurian ini dijelaskan dalam pasal 365 yang menyatakan:
1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap, ada ditangannya.
2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan:
1e. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau dijalan umum dan atau didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
2e. Jika perbuatan itu dilakukan dua orang bersama-sama atau lebih.
12R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 216 13 Pasal 364 KUHP
24
3e. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan jalan memakai kunsi palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
4e. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat.
3. Hukuman penjara selama-lamanya limabelas tahun dijatuhkan apabilakarena perbuatan itu ada orang mati.
4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapatkan luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih disertai pula oleh salah satu yang diterangkan dalam No 1dan 3.
Pencurian dalam keluarga, tidak dihukum oleh karena orang itu
sama-sama memiliki harta-benda suami istri. Hal ini didasarkan atas
alasan tata-susila, pencurian dalam keluarga diterangkan dalam pasal
367 KUHP yang menyatakan:
1. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu itu tidak dapat dituntut hukuman.
2. Jika ia suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur dan harta bendanya, atu sanak atau keluarga orang itu skarena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka bagi dia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenai kejahatan tersebut.
3. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan ayat kedua berlaku pula bagi orang itu.
Sumber hukum pidana pencurian yang lain adalah hukum pidana
adat, hukum adat merupakan hukum asli dan suatu yang asli berlaku
dengan sendirinya, kecuali jika ada hal-hal yang menghalangi berlakunya
25
hukum adat. Dalam daerah-daerah tertentu hukum pidana adat masih
mempunyai kekuatan sebagai sumber hukum positif dan diterapkan dalam
pengadilan negeri yang menggantikan pengadilan adat atau pengadilan
swapraja.14
2. Sumber Hukum Pidana Pencurian Dalam Hukum Islam.
Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan
pedoman atau yang menjadi sumber syari’at Islam yaitu: al-Qur’an, Hadist
Nabi Muhammad SAW dan Ijma’.15
1. Al-Qur’an
Dalam hukum Islam al-Qur'an adalah sumber hukum utama dari
semua ajaran syari’at Islam16, hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an yaitu:
اناانزلنا اليك الكتب بالحق لتحكم بين الناس بماارك اهللا ولاتكن للخإنين خصيما
Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (bagi orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat. (An-Nisa’ ayat 105)
Agama Islam sangat melindungi harta, karena harta merupakan
bahan pokok kehidupan, Islam memberi hukuman berat atas perbuatan
14 Sudarto, Op.Cit, hlm.18. 15 Sudarsono, Op.Cit. hlm. 1 16 Ibid, Op.Cit
26
mencuri yaitu hukum potong tangan atas pelakunya, hukuman potong
tangan dapat dijadikan pula peringatan kepada orang lain agar tidak
mencuri. Dengan demikian, maka ia tidak berani menjulurkan tangannya
untuk mengambil barang orang lain yang bukan miliknya hal ini sesuai
dengan firman Allah surat Al-Ma’idah ayat 3817:
لشارق والشارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بماآسبا نكالا من اهللا واهللا عزيز حكيما
Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Pencurian yang diterangkan dalam al-Qur'an Surat al-Ma’idah
tersebut adalah ketegori pencurian dengan pemberatan dan melalui beberapa
syarat yaitu:
1. Orang yang mencuri, dengan syarat sudah baligh, sadar dan
mengetahui akan haramnya mencuri (melawan hukum), terikat oleh
hukum dengan artian tidak gila atau mabuk, tidak dalam keadaan
darurat, kelaparan dan sebagainya.
2. Barang yang dicuri mencapai nizab, yaitu seperempat dinar atau
lebih, yaitu minimum tiga dirham sam dengan nilai emas sebesar
3,36 gram emas atau barang seharga tiga dirham, dalam ukuran dinar
dan emas sama dengan 13,44 gram emas.
17 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999, Cet ke-3, hlm. 223.
27
3. Barang curian itu benar-benar milik orang lain, baik semuanya atau
sebagian dan bukan milik keluaraga, orang tua atau anak.
4. Mengambil barang tersebut dengan cara sengaja, bukan kekeliruan
atau kesalahan. Dan untuk membedakan antara sengaja dan tidak
dilihat dari bukti, saksi atau pengakuannya sendiri.
5. Barang yang biasa ditempatkan pada tempat penyimpanan, seperti
lemari untuk menyimpan pakaian atau perhiasan, kandang bagi
binatang dan sebagainya.18
Dalam menjelaskan hukum pencurian hasil hutan, al-Qur’an belum
secara terperinci, hal inilah kemudian yang menjadikan Sunnah atau hadist
sebagai alternatif dalam penegakan hukum syari’at Islam.19 Selain itu dalam
penerapan hukum Islam menggunakan beberapa cara yaitu: dengan cara
tuntutan, suruhan, larangan dan perintah.20
2. Hadist
Hadist merupakan sumber hukum yang kedua selain al-Qur’an,
hadist adal ucapan rasulallah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan
kehidupan manusia atau tentang suatu hal, atau disebut pula sunnah
Qauliyah, pengertian sunnah mencakup dan meliputi: semua ucapan
rasulallah, perbuatan, dan yang di setujui oleh Rasulallah.
18 Sudarsono, Pokok-pokok hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.ke-2, 2001, hlm. 546 19 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Aneka Ilmu, Cet ke-1,
1997, hlm.86. 20 Islamil Muhammad Syah, Op.Cit, hlm. 32.
28
Pencurian dalam hadist terbagi menjadi beberapa macam, dalam
panentuan pidana dibagi sesuai dengan kadar pencurian, dalam syari’at
Islam dijelaskan hukuman ada tiga yaitu:
1. Hukuman hadd
Hukuman hadd merupakan hukum Allah, yang macam serta
jumlahnya telah ditentukan, dalam pencurian kategori dalam penerapan
hukuman hadd bersumber dari al-Qur'an jenis pencurian ini jika melanggar
ketertiban dan membahayakan kepentingan umum, untuk memelihara
keamanan dan ketentraman masyarakat, dan manfaat penjatuhan tersebut
dapat dirasakan oleh masyarakat.21
Pencurian dengan hukum hadd adalah potong tangan, apabila
dilakukan pada malam hari dirumah yang tertutup, barang dengan nilai
seperempat dirham, dilakukan dua orang yang masing-masing mendapat
nilai senisab, apabila menyebabkan terlukanya atau terbunuhnya oranglain,
pencurian dilakukan saat terjadi bencana.22 Hal tersebut sesuai riwayat
Imam Bukhari:
21 Ahmad Hasan, Asas-asas Hukum Islam Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, hlm. 6
22 Muhammad Hasbie As-Siddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet ke-2, 2001, hlm. 491-499
29
قال رسوالهللا صلى اهللا عليه وسلم لعن , يرة قالعن أعمش عن أبي صالح عن أبي هر
قال االعمش آانوا , اهللا السارق يسرق االبيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده
)رواه بخاري(وي دراهم يرون أنه بيض الحد يد والحبل آانوا يرون أن منها مايسا
Artinya: dan dari al-A’masy, dari Abu Shahih, dan Abu Hurairah, ia berkata, Rasuallah SAW bersabda: Allah melaknat pencuri yang mencuri telur (topi baja) yaitu dia (harus) dipotong tangannya, dan yang mencuri tambang, yaitu dua (harus) dipotong tangannya, al-A’masy berkata, bahwa yang dimaksud telur disini topi baja sedang yang dimaksud tambang yang harganya dengan beberapa dirham.23
2. Hukuman Qisas dan Diyat
Hukuman qisas dan diyat merupakan hukuman-hukuman yang
telah ditentukan batasannya, tetapi menjadi hak perorangan, dengan
pengertian sikorban memaafkan si pembuat kejahatan,24 pencurian yang
mendapatkan hukuman qisas atau diyat dalam keadaan sama dengan yang
terkenai hukuman hadd, namun si pembuat kejahatan atau pencuri
dimaafkan oleh pihak korban dan hanya wajib mengganti barang, dilakukan
dua orang dan tidak sampai senisab, pencuri belum aqil baligh, ada
kekeliruan atau kesalahan dalam pemilikan barang.25
3. Hukuman Ta’zir
Hukuman ta’zir apabila seseorang belum mempunyai syarat untuk
mendapat hukuman hadd maupun diyat atau qisas, hukuman ta’zir dimaksud
23 Imam Bukhari, Sunan Bukhari, Daar al-Kitab al-ilmiah, Beirut,1992, hlm.327. 24 Ahmad Hasan, Op.Cit. 25 Muhamad Hasbi As-Siddieqy, Ibid
30
untuk memberi pelajaran bagi si pembuat kejahatan, pencurian dalam
keluarga dapat dikenai ta’zir berupa hukum cambuk, hukum ta’zir
diserahkan sepenuhnya pada hakim Islam.26
Pencurian yang mendapat hukuman ta’zir jika, seorang budak yang
mencuri, seorang suami atau istri, anak yang mencuri milik bapaknya, atau
orang tua yang mencuri harta anaknya. Hukuman ta,zir bisa berupa hukum
cambuk sesuai dengan kadar keslahannya, serta dapat dipenjarakan atau
ditahan.27
3. Ijma’
Ijma’ merupakan hukum yang diperoleh atas kesepakatan beberapa
ahli ishtisan dan mujtahid, setelah rasulallah SAW tentang hukum dan
ketentuan beberapa masalah yang berkaitan dengan syari’at Islam.28 Ijma’
dimanifestasikan sebagai yurisprudensi hakim Islam.
C. PENGERTIAN PENCURIAN HASIL HUTAN
1. Pengertian Pencurian Hasil Hutan Dalam Hukum Positif.
Pencurian hasil hutan dijelaskan dalam undang-undang kehutanan
no 41 tahun 1999 pasal 50 ayat 3, pencurian hasil hutan adalah menebang
pohon, memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa meiliki
26 Sudarsono, Op.Cit, hlm. 549 27 Ahmad Hasan, Op.Cit. 28 Sudarsono, Ibid.
31
hak atau ijin dari pejabat yang berwenang,29 menerima, membeli atau
menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil
hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang
diambil atau dipungut secara tidak sah.30 Mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat
keterangan sahnya hasil hutan.
Dalam peraturan pemerintah pencurian hasil hutan diatur melalui
peraturan pemerintah No 28 tahun 1985 yang tertera dalam pasal 9 ayat 3,
bahwa jika seseorang mengambil, memungut hasil hutan tanpa ijin dari
pejabat yang berwenang adalah pencurian, jika mengambil serasah, hasil
hutan yang telah ditentukan oleh petugas yang berwenang.31 Pencurian
terhadap hasil hutan yang tidak dilindungi yaitu mengeluarkan, membawa,
mengangkut tumbuh-tumbuhan yang tidak dilindungi oleh undang-undang
tanpa ijin dari pejabat yang berwenang.
a. Unsur-unsur Pidana Pencurian Hasil Hutan
Pembahasan pencurian hasil hutan meliputi perbuatan manusia,
barang atau hasil hutan, tempat, dengan sembunyi-sembunyi. Dalam
keterangan diatas di jelaskan bahwa pencurian adalah mengambil barang
29 Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat 3.e 30 pasal 50 ayat 3.f 31 Peraturan Pemerintah No 28 tahun 1985, pasal 10.
32
yang bukan haknya untuk dijadikan hak miliknya atau untuk kepentingan
pribadi. Secara terperinci unsur-unsur pencurian hasil hutan yaitu:
a) Hasil Hutan
Hasil hutan yang dimaksud adalah sumberdaya alam yang
terkandung dalam hutan32 tersebut baik berupa nabati maupun hewani, hasil-
hasil nabati meliputi kayu perkakas, kayu industri kayu bakar, rumput-
rumputan, dan lain-lain bagian dari tumbuhan-tumbuhan di dalam hutan,
termasuk hasil yang berupa minyak. Sedangkan hasil hutan berupa hewani
yang dimaksud adalah hewan seperti satwa buru, satwa elok dan lain-lain
hewan serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya33.
Hutan sendiri yang dimaksud adalah sebagai suatu lapangan yang
luas, bertumbuhan kayu, bambu, palem, yang bersama dengan tanahnya,
beserta segala isinya baik nabati maupun hewani, secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberi
manfaat-manfaat produksi, perlindungan dan manfaat-manfaat lainnya
secara lestari34.
Pengusahaan hutan dilakukan oleh Negara dan dilaksanakan oleh
pemerintah, baik pusat maupun daerah berdasarkan undang-undang yang
32 Undang-undang No 5 tahun 1967 tentang pokok-pokok kehutanan pasal 1 ayat 2 33 Penjelasan Undang-undang No 5 tahun 1967 tentang pokok-pokok kehutanan pasal 1
ayat 2 34 Ibid
33
berlaku, pemerintah dapat bersama-sama dengan pihak lain dalam
menyelenggarakan pengusahaan hutan. Pengusahaan hutan perlu ada
perlindungan untuk mencegah, membatasi kerusakan-kerusakan hutan
beserta hasilnya, yang disebabkan perbuatan manusia, hewan ternak, daya-
daya alam hama dan penyakit serta menjaga hak-hak Negara atas hutan
beserta hasilnya.35
b) Perbuatan Manusia
Dalam memenuhi kebutuhan manusia mengedepankan ekonomi
tanpa melihat sisi ekologis terutama dalam bidang kehutanan atau
perkayuan, hal ini yang kemudian menjadi awal terjadinya perbuatan yang
dianggap melanggar hukum36. Perbuatan manusia yang dimaksud dalam hal
ini adalah perbuatan mencuri hasil hutan atau mengambil hasil dari hutan
tanpa ada ijin dari pihak yang berwenang, atau tanpa hak pengusahaan hutan
seperti yang dijelaskan awal, sumberdaya alam adalah milik negara dan
digunakan sebesar-besarnya demi kepentingan masyarakat, maksud dari hal
ini adalah dalam pemanfaatan hasil hutan harus melalui prosedur yang telah
ditentukan, dalam undang-undang pokok kehutanan dijelaskan bahwa hutan
terbagi menjadi beberapa macam baik dari sisi fungsi, maupun
pemanfaatannya.37
35 UU No 5 tahun 1967 pasal 13 36 Tempo, Satu Republik dua Presiden, Edisi 23-29 Juli, 2001, hlm. 63. 37 Undang-undang kehutanan No 41 tahun 1999, pasal 4
34
c) Tempat Pencurian
Dalam undang-undang kehutanan, hutan dibagi menjadi beberapa
macam sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, dalam undang-undang
kehutanan ditetapkan kawasan hutan ialah wilayah-wilayah tertentu yang
oleh menteri ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap.38 Tempat
pencurian bisa diartikan tempat dimana terjadi atau bisa dikatakan sebagai
pencurian hasil hutan, sesuai dengan undang-undang kehutanan yang
menyebutkan semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara.39 Dalam
pengusahaan dan pemanfaatan hasil hutan bertujuan untuk memperoleh dan
meninggikan produksi hasil hutan guna pembangunan ekonomi nasional dan
kemakmuran rakyat. Untuk kewenangan dalam pemungutan dan
pengusahaan hasil hutan diatur dalam perundang-undangan.
d) Sembunyi-sembunyi atau tanpa ijin.
Pengusahaan hutan dilakukan berdasarkan keputusan menteri, atau
pejabat yang berwenang, apabila dalam pengusahaan hasil hutan tidak sesuai
dengan perundang-undangan, tanpa ijin atau sembunyi-sembunyi dari
petugas yang berwenang, yang dalam uraian sebelumnya dijelaskan adalah
termasuk perbuatan melawan hukum, pengusahaan hasil hutan dengan
38 UU No 5 tahun 1967 pasal 3-5. 39 Ibid Pasal 7
35
mengambil, memungut, menyimpan, menerima, dan mempergunakan apa
yang telah ditentukan sebagai hasil hutan adalah termasuk perbuatan
mencuri40.
b. Macam-macam Pidana Pencurian Hasil Hutan
Pidana pencurian hasil hutan diatur dalam undang-undang
kehutanan No 41 tahun 1999 pasal 78 dan peraturan pemerintah No 28 tahun
1985 pasal 18, dalam pasal 78 pidana pencurian hasil hutan dibegi menjadi 2
yaitu:
a) Pencurian dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut,
menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau
memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari
kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama sepuluh
tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar
Rupiah)41.
b) Pencurian hasil hutan dengan cara mengeluarkan, membawa, dan atau
mengangkut tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi oleh undang-
undang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun penjara
dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah)42
40 UU No 41 tahun 1999 pasal 50 ayat 3.e dan f 41 UU No 41 tahun 1999 pasal 78 ayat 5. 42 Ibid, pasal 78 ayat 12
36
Sedangkan pidana pencurian ringan dijelaskan dalam PP No 28
tahun1985 pasal 18, yang menyatakan, mengambil rumput, serasah tidak
pada tempat yang telah ditentukan, dengan masud memiliki, menguasai
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah).
2. Pengertian Pencurian hasil hutan Dalam Hukum Islam
Islam mendevinisikan pencurian secara umum meski hikmah dan
larangan dimaksud untuk kemaslahatan umum, sesuai hadist Rasulallah
SAW yang diriwayatkan Abu Dawud:
حد ثنا نصر بن علي أخبرنا أبو اسامة عن ابن جريح عن عثمان بن أبي سليمان عن
قال رسول اهللا صل اهللا عليه وسلم : سعيد بن جبير بن مطعم عن عبد اهللا بن حبشي قال
"أسه في النارمن قطع سدرة صوب اهللا ر"
Cerita kepadaku Nasyr Ibn Ali yang mengabarkan kepdaku Abu Usamah dari Ibn Juraikha dari Usman Ibn Abi Sulaiman dari suaid Bin Dzubair Bin Mut’amah Dari Abdullah Bin Khabsya berkata:Rasulallah SAW bersabda “Barang siapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkan kepalanya kedalam neraka”43
Manifestasi dari hadist diatas adalah larangan terhadap penebangan
pohon yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar karena dalam riwayat
pohon tersebut, adalah sejenis pohon yang tumbuh dipadang sahara, ia
memiliki keistimewaan tersendiri; tahan haus, mampu menyejukkan, sering
43 Sunan Abu Dawud, Juz 3 Hadist 5239, Beirut-Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiah, 1996, hlm. 364.
37
dipakai tempat bernaung, buahnya bisa dimakan, dan lain-lain, dalam orang-
orang arab biasa menyebut pohon bidara dengan sebutan as-sidrah biasa
digunakan dalam mewakili seluruh pohon.44
Hukum pidana pencurian hasil hutan dalam Islam merupakan
permasalahan yang baru, setiap permasalahan yang baru ditanggapi positif
untuk menentukan status hukumnya, perumusan status hukum tersebut
bertujuan untuk menghasilkan panduan perilaku agar dapat dijadikan
landasan dalam berperilaku bagi masyarakat Islam.45
Pencurian hasil hutan sama diartikan sebagai pencurian dalam
rumah, yaitu tempat menyimpan harta benda, para ulama’ menyatakan yang
disyaratkan dalam menjatuhkan hukuman potong tangan atas pencuri ialah
barang yang dicuri dalam tempat yang terpelihara.46 Maksud dari tempat
terpelihara dalam pencurian hasil hutan adalah hutan, hutan yng dimaksud
adalah rumah makhluk hidup berkembang biakbaik nabati maupun hewani,
hutan merupakan tempat dimana hasil-hasil hutan baik nabati atau hewani
bertempat tinggal, dan sesuai dengan hukum kenegaraan hutan adalah milik
negara sesuai dengan undang-undang dasar republik Indonesia pasal 33 ayat
3 yang menyatakan “ kekayaan alam dan sumberdaya alam yang
44 Yusuf Qardhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002, hlm. 226.
45 Mujiono Abdillah, Fiqh Lingkungan Panduan spiritual hidup berwawasan lingkungan, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, Cet ke.1, 2005, hlm.49.
46 Muhammad Hasbie As-Siddieqy, Hukum-hukum fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-2, 2001, hlm. 491
38
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-
besarnya demi kesejahteraan rakyat”
a) Unsur-unsur Pencurian Hasil Hutan
Unsur-unsur pencurian sesuai dengan pengertian diatas adalah:
Pengambilan dengan sembunyi-sembunyi, yang diambil berupa harta yaitu
hasil hutan, harta itu milik orang lain, sengaja melakukan jarimah.47 Unsur-
unsur tersebut dalam kasus pencurian hasil hutan dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengambilan Dengan Sembunyi-Sembunyi
Pengambilan dengan sembunyi-sembunyi yang dimaksud adalah
mengambil barang dengan diam-diam, tanpa ijin dari pemilik, pada saat
pemilik barang terlena baik tertidur atau tidak ada ditempat, dalam hadist
diriwayatkan:
ثون درهما عن صفوان بن عمية قال آنت نائما في المسجد على حميصة ثمنها ثال
فجاء رجل فاختلسها متى فأخدالرجل فأتى به النبي صلى اهللا عليه وسلم فأخربه
فهال ليقطع فأ نتيته فقلت إتقطه من أجل ثالثين شيئ درهما انا أبيعه وانسيه ثمنها قال
آان هذا قبل أن تأتيني به
Artinya: Ketika kami tidur didalam masjid diatas kain saya, maka dicuri orang dan kami membawanya ke Rasulallah SAW dan beliau memerintahkan untuk memotongnya, lalu saya berkata pada Rasul:
47 Abdul Qadir Audah, Op.Cit. hlm. 518
39
sesungguhnya harga kain tersebut tiga puluh dirham, saya memebrikannya atau menjualnya, Beliau berkata: wah, hal itu adalah sebelum anda datang dengan kepada saya.48
Menurut kahalani pada hadist diatas dalil atas dipotongnya tangan
pencuri pada pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi dan dijaga
pemiliknya.49
2. Harta
Harta yang dimaksud adalah hasil hutan, dalam kategori hukuman
hadd barang senilai tiga dirham, sedangkan yang dimaksud harta dalam
pencurian hasil hutan adalah hasil yang berupa nabati, kayu perkakas, kayu
industri, bambu, rotan, dan lain-lain termasuk yang berupa minyak. Hasil
hewani seperti satwa buru, satwa elok, dan lain-lain serta bagian-bagiannya
atau yang dihasilkannya.50
3. Milik Orang lain
Milik orang lain yang dimaksud adalah bukan miliknya bisa jadi
milik umum atau barang untuk kepentingan umum, hasil hutan adalah milik
negara sesuai dengan konteks kenegaraan yaitu pasal 33 ayat 3 serta undang-
undang kehutanan No 41 tahun 1999 pasal 4.
4. Dengan sengaja
48 An-Nasai, Sunan Nasai, Semarang: Toha Putra, Juz 8, hlm.69 49 Kahalani, Subulus Salam, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Juz IV, hlm. 26 50 Penjelasan Undang-undang No 5 tahun 1967 tentang pokok-pokok kehutanan pasal 1
ayat 2
40
Dengan sengaja, jika terjadi kekeliruan maka tidak dikategorikan
pencurian dan tidak mendapatkan hukuman, para mujtahid menyimpulkan
orang yang mengingkari barang (titipan), tidak dipotong tangan.51 Artinya
orang yang dikatakan mencuri jika dengan sengaja atau dengan niat
mengambil tanpa ijin untuk menguasai, jika kesengajaan dilakukan karena
kemadaratan, kelaparan, atau karena ia belum mendapat haknya maka tidak
dihukum, para ulama’ menyatakan apabila seseorang mencuri harta
rampasan perang sedang ia salah seorang yang berhak menerima maka
tidaklah dipotong tangannya.
b) Macam-macam Pidana Pencurian Hasil Hutan.
Pencurian dalam hadist terbagi menjadi beberapa macam, dalam
panentuan pidana dibagi sesuai dengan kadar pencurian, dalam syari’at
Islam dijelaskan diats hukuman ada tiga yaitu:
1. Hukuman hadd
Hukuman hadd merupakan hukum Allah, yang macam serta
jumlahnya telah ditentukan, dalam pencurian kategori dalam penerapan
hukuman hadd bersumber dari al-Qur'an jenis pencurian ini jika melanggar
ketertiban dan membahayakan kepentingan umum, untuk memelihara
51 Muhammad Hasbie As-Siddiqy, Op.Cit. hlm. 493.
41
keamanan dan ketentraman masyarakat, dan manfaat penjatuhan tersebut
dapat dirasakan oleh masyarakat.52
Dalam kasus pencurian hasil hutan seperti riwayat Abu Dawud:
يمان عن حد ثنا نصر بن علي أخبرنا أبو اسامة عن ابن جريح عن عثمان بن أبي سل
قال رسول اهللا صل اهللا عليه وسلم : سعيد بن جبير بن مطعم عن عبد اهللا بن حبشي قال
"من قطع سدرة صوب اهللا رأسه في النار"
Cerita kepadaku Nasyr Ibn Ali yang mengabarkan kepdaku Abu Usamah dari Ibn Juraikha dari Usman Ibn Abi Sulaiman dari suaid Bin Dzubair Bin Mut’amah Dari Abdullah Bin Khabsya berkata:Rasulallah SAW bersabda “Barang siapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkan kepalanya kedalam neraka”
Pohon Bidara karena dilihat dari sisi manfaat untuk kepentingan
umum, sangat besar maka Hukum potong tangan wajib baginya, pencurian
gasil hutan sesuai dengan kadar pencurian yang diwajibkan atas potong
tangan maka akan dipotong tangannya.
2. Hukuman Diyat
Hukuman diyat merupakan hukuman-hukuman yang telah
ditentukan batasannya, tetapi menjadi hak perorangan, dengan pengertian
sikorban memaafkan si pembuat kejahatan,53 pencurian yang mendapatkan
hukuman diyat dalam keadaan sama dengan yang terkenai hukuman hadd,
52 Ahmad Hasan, Asas-asas Hukum Islam Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, hlm. 6
53 Ahmad Hasan, Op.Cit.
42
namun si pembuat kejahatan atau pencuri dimaafkan oleh pihak korban dan
hanya wajib mengganti barang, dilakukan dua orang dan tidak sampai
senisab, pencuri belum aqil baligh, ada kekeliruan atau kesalahan dalam
pemilikan barang.54
Jika pencurian hasil hutan dikarenakan kebutuhan maka diyat
wajib, apabila barang curian masih ada didapati pada diri pencuri maka
wajib dikembalikan.55 Sebagian ulama’ menyatakan pencuri wajib
membayar harga barang yang dicurinya, jika barang tidak ditemikan dan
pencuri sudah dipotong tangannya maka tidak wajib mengganti56.
3. Hukuman Ta’zir
Hukuman ta’zir apabila seseorang belum mempunyai syarat untuk
mendapat hukuman hadd maupun diyat atau qisas, hukuman ta’zir dimaksud
untuk memberi pelajaran bagi si pembuat kejahatan, pencurian dalam
keluarga dapat dikenai ta’zir berupa hukum cambuk, hukum ta’zir
diserahkan sepenuhnya pada hakim Islam.57
Pencurian hasil hutan yang mendapat hukuman ta’zir jika, seorang
tidak bermaksud mencuri, seorang yang ada hubungan dengan hutan
54 Muhamad Hasbi As-Siddieqy, Op.Cit, hlm. 495 55 Muhamad Hasbi As-Siddieqy, Op.Cit. 56 Kahar Mansyur, Bulughul Maram, jilid II, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm.220. 57 Sudarsono, Op.Cit, hlm. 549
43
tersebut atau penduduk asli. Hukuman ta,zir bisa berupa hukum cambuk
sesuai dengan kadar keslahannya, serta dapat dipenjarakan atau ditahan.58
D. PEMANFAATAN HASIL HUTAN
1. Kuota Pemanfaatan Hasil Hutan
Hasil hutan merupakan devisa negara dan dimanfaatkan sebesar-
besarnya demi kesejahteraan rakyat, pemanfaatan hasil hutan bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.59pemanfaatan hutan
dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam
serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional, dalam pemanfaatan hasil
huatan berupa kayu jika menggunakan siklus tebang sebesar 35 tahun, maka
tinggat pemanenan yang lestari diperkirakan seluas 0.324 juta ha pertahun
dengan produksi kayu bulat sebesar 7.5 juta m3.60
Sedangkan pemanfaatan hasil hutan berupa satwa, dapat dilaksanakan
dalam bentuk, pengkajian, penangakaran, perburuan, perdagangan, peragaan,
pertukaran, pemeliharaan dan lain-lain. dalam pemanfaatan satwa baik satwa
dilindungi atau tidak sharus sesuai dengan perundang-undangan, dalam
pemanfaatan berdasarkan populasi dan laju pertumbuhan.61pemanfaatan hasil
58 Ahmad Hasan, Op.Cit. 59 UU No 41 tahun 1999 pasal 23 60 Bintang C.H. Simangunsong, Nilai Ekonomi darihutan produksi Indonesia, Jakarta:
IWGFF, 2003, hlm.12. 61 Undang-undang no 13 tahun 1994 pasal 4
44
hutan dengan syarat: tidak menyebabkan terjadinya polusi genetik,
memantapkan ekosistem yang ada, memprioritaskan jenis satwa yang pernah
dan atau masih dikawasan hutan tersebut.
Dalam Islam mengenalkan pemanfaatan sumber daya alam secara
maksimal, Islam juga mengenalkan bahwa sumberdaya alam merupakan daya
dukung lingkungan bagi kehidupan manusia, dalam Al-Qur'an Surat al-
Baqarah ayat 29 Allah menyatakan:
و الذي خلق لكم ما في الا رض جميعا ث استوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وهو ه
بكل سيئ عليم
Artinya: Dialah yang menciptakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk didaya gunakan oleh kalian semua. Kemudian diapun menciptakan angkasa luar dan luar angkasa, Dia tahu segala yang ada.62
Kemudian Islam mengajarkan pemanfaatan hasil hutan tidak secara
berlebih-lebihan dan menggunakan asas lestari demi generasi selanjutnya
dalam surat Al-Hijr ayat 19-20
ر والقينا فيها رواسي وأمبتنا فيها من آل شيئ موون والا وجعلنالكم 19ض مد د نها
20فيها معا يش ومن لستم له برازقين
Artinya: Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan kepadanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah menjadikan untukmu dibimi keperluan-
62 Mujiono Abdillah, Op.Cit hlm. 38.
45
keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rizki kepadanya.
Manifestasi dari pemahaman ayat diatas, bahwa Islam
memperbolehkan mempergunakan sumberdaya alam yang ada dibumi
namun dalam batasan-batasan, ukuran dan kuota yang telah ditentukan
demi keberlangsungan hidup.
2. Perijinan Pemnfaatan Hasil Hutan
Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian ijin
usaha pemanfaatan kawasan, ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, ijin
usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, ijin usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu, ijin pemungutan hasil hutan bukan kayu, ijin pemungutan hasil hutan
kayu. Ijin usaha kawasan dapat diberikan kepada perseorangan, koperasi,
badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah, untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi masyarakat,
pemegang ijin diwajibkan bekerjasama dengan koperasi setempat.63
Perijinan pemanfaatan hasil hutan dibatasi dengan
mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha,
pemegang ijin berkewajiban menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan
tempat usahanya, pemegang ijin dikenakan iuran ijin usaha, privisi, reboisasi,
dan jaminan kinerja. Pemanfaatan ijin pertambangan dilakukan dengan
63 UU No 41 tahun 1999 pasal 30
46
mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu, dilarang
melakukan kegiatan pertambangan dengan pola pertambangan terbuka64.
Perijinan pemanfaatan hasil hutan sama dengan hak pengusahaan
hutan, yang syarat perolehannya ditentukan oleh menteri kehutanan, hak
pengusahaan hutan diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 tahun dan
dapat diperpanjang apabila tidak bertentangan dengan kepentingan umum, hak
pengusahaan hutan dapat dicabut jika bertentangan dengan kepentingan umu
dan berakhir batas waktunya.65
64 Ibid pasal 38 65 PP No 21 tahun 1970 pasal 13