bab ii
DESCRIPTION
mapri giziTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut itu normal atau bermasalah (gizi salah).
Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau
kelebihan dan atau keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan, kecerdasan dan aktivitas atau produktivitas (Siswanto, 2001). Status
gizi juga dapat merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang
dimasukkan ke dalam tubuh (nutrien input) dengan kebutuhan tubuh (nutrien
output) akan zat gizi tersebut (Supariasa, dkk., 2001).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk
ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya.
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan
keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari
energy yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk
lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
2.2. Kurang Gizi
Kurang gizi dapat dilihat secara makro dan mikro yaitu Kekurangan
Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY),
kekurangan zat besi (anemia defesiensi besi), dan kurang vitamin A (KVA)
(Almatsier, 2002).
2.2.1. Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
gari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat
3
badannya kurang dari 80% indeks berat badannya menurut umur (BB/U) baku
WHCS-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling
berat dan meluas tertutama pada balita. Pada umumnya KEP berasal dari keluarga
yang berpenghasilan rendah (Supariasa, dkk., 2001).
Klasifikasi KEP menurut % Median WHO-NCHS
a. KEP Ringan : BB/U 70 – 80 % Median WHO-NCHS
b. KEP Sedang: BB/U 60 – 70 % Median WHO-NCHS
c. KEP Berat : BB/U < 60 % Median WHO-NCHS
2.2.2. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)
GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) merupakan masalah gizi
yang serius, karena dapat menyebabkan penyakit gondok atau pembesaran
kelenjar tiroid di leher dan kretinisme (cebol). Kekurangan unsur yodium dalam
makanan sehari-hari, dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang Garam
beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (kalium iodat)
sebanyak 30-80 ppm. Kebutuhan yodium dalam sehari sekitar 1-2μg per kg berat
badan (Almatsier, 2002).
2.2.3. Anemia Gizi Besi (AGB)
Anemia Gizi Besi (AGB) didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar
hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal. Kelompok
yang rawan Anemia Gizi Besi (AGB) adalah anak balita, anak usia sekolah, dan
buruh serta tenaga kerja berpenghasilan rendah. Anemia gizi besi pada anak dapat
menimbulkan anak mudah lelah, lesu, dan penurunan produktivitas dan
kecerdasan (Almatsier, 2002).
Tabel 2.1. Batas normal Kadar Hemoglobin
Kelompok Kadar Hemoglobin Normal (g/dl)
Anak 6 bulan s/d 6 tahun 11
6 tahun s/d 14 tahun 12
4
2.3. Penyebab Kurang Gizi
UNICEF telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah
satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut
ditunjukkan bahwa masalah gizi dapat disebabkan oleh :
a. Penyebab langsung
Makan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan anak kurang
gizi.Hal ini timbul tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang
tetapi juga penyakit.Anak yang mendapatkan cukup tapi sering menderita
sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi buruk. Demikian pula pada anak
yang tidak mendapatkan makanan cukup, maka daya tahan tubuhnya akan
melemah dan akan mudah terserang penyakit.
b. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi buruk, yaitu :
- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan
- mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya.
- Pola pengasuhan anak yang kurang memadai. Setiap keluarga dan
masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh berkembang dengan baik
secara fisik, mental dan sosial.
- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem
pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan
air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh
setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengantingkat pendidikan, pengetahuan,
dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga., makin baik pola
pengasuhan makan akan makin banyak keluarga yang memanfaaatkan
pelayananan kesehatan.
5
Dampak
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Pokok masalah di masyarakat
Akar masalah (nasional)
Kurang Gizi
Sanitasi dan air bersih / pelayanan kesehatan dasar tidak memadaiPola Asuh Anak tidak memadaiTidak Cukup persediaan pangan
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat
Krisis ekonomi polotik dan sosial
Makan Tidak seimbangPenyakit infeksi
Kurangnya pendidikan pengetahuan dan ketrampilan
Pengangguran , inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Gambar 2.1. Penyebab Gizi Buruk (Unicef, 1998)
6
2.4. Penilaian Status Gizi Anak
Penilaian status gizi adalah langkah petama dalam skrining gizi kurang
dan buruk. Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat diantaranya yaitu (Depkes, 1992) :
1. Antropometri, yaitu mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
lemak dibawah kulit.
2. Klinik, yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli medis, biasanya yang
melakukannya adalah seorang dokter.
3. Laboratorium, yaitu pemeriksaan darah, urine dan tinja.
4. Dietetik, yaitu pemeriksaan jenis, jumlah, komposisi makanan yang dikonsumsi
oleh individu.
Berdasarkan Departemen Kesehatan (2011) penentuan status gizi anak
balita dilakukan secara klinis dan antropometri (BB/TB-PB), sehingga dapat
diketahui tingkat status gizi balita tersebut. Dalam pemakaian untuk penilaian
status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan
variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.
Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan
yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
7
BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan
kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias
Abunain, 1990).
c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat
dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan
dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan
karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran
keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun ( Depkes RI, 2004).
Indeks Antropometri yang sering dipakai adalah (Depkes, 2004).:
a. BB/U (berat badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya
kurang gizi (malnutrisi), tidak bisa menjelaskan apakah akut atau kronis.
b. TB/U (tinggi badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya
malnutrisi kronik.
c. BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) menggambarkan ada atau tidak
adanya malnutrisi akut.
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan
status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator
8
status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi
tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan
dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila
prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut
mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan
angka kesakitan.
Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku
Antropometeri WHO-NCHS
NoIndeks
yang dipakaiBatas Pengelompokan Sebutan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan
dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation
score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang
populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”,
sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under
nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen
terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).
9
Tabel 2.3 Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U,
BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
No
Indeks yang digunakanInterpretasi
BB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber : Depkes RI 2004.
2.5. Pemantauan Status Gizi
Pemantauan Status Gizi merupakan salah satu komponen Sistim
Kewaspadaan Pangan dam Gizi (SKPG) dengan tujuan memberikan gambaran
besaran masalah gizi kurang (Depkas RI, 2008). Tujuan umum kegiatan
pemantauan status gizi adalah tersedianya informasi status gizi secara berkala dan
terus-menerus, guna evakuasi perkembangan status gizi balita, penetapan kerja
sama dan perencanaan jangka pendek (Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes
RI, 1999). Dalam pengumpulan data status gizi balita digunakan indeks BB/U
dengan merujuk standar baku WHO-NCHS (Supariasa, dkk., 2001: 81).
10
2.5.1. Pemantauan Pertumbuhan Balita (0-59 bulan)
Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan melalui posyandu. Hal tersebut
merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah gizi yang dapat dilakukan
di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita
secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada kartu menuju sehat (KMS).
KMS adalah suatu pencatatan lengkap tentang kesehatan seorang anak.
KMS harus dibawa ibu setiap kali ibu menimbang anaknya atau memeriksa
kesehatan anak dengan demikian pada tingkat keluarga KMS merupakan laporan
lengkap bagi anak yang bersangkutan. (Narendra MB, 2000).
Pemantauan pertumbuhan balita melalui penimbangan berat badan di
posyandu mempunyai tujuan, yaitu:
1. Mengetahui status pertumbuhan balita dari bulan ke bulan,
2. Mengetahui secara lebih dini (awal) terjadinya gangguan pertumbuhan pada
balita sebagai upaya deteksi dini balita gizi buruk,
3. Memberikan tindakan penanggulangan (intervensi) segera pada anak yang
mengalami gangguan pertumbuhan agar dapat dikembalikan ke jalur pertumbuhan
normal dan
4. Memberikan konseling pada ibu/pengasuh anak dalam upaya mempertahankan
atau meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan anak.
(Modul Mata Kuliah Surveilans Gizi Dept. Gizi FKM UI, 2008).
Hasil Penimbangan Balita di Posyandu yang dilakukan setiap bulan
menghasilkan data penimbangan, yaitu:
• Jumlah balita (S) yang ada di wilayah desa.
• Jumlah balita yang memiliki KMS (K).
• Jumlah balita yang datang ditimbang (D) pada bulan penimbangan.
• Jumlah balita yang naik berat badannya (N) pada bulan penimbangan.
• Jumlah anak balita Bawah Garis Merah (BGM).
• Jumlah balita yang tidak naik berat badannya (T).
• Jumlah balita yang datang bulan ini, tetapi bulan lalu tidak datang (O).
11
• Jumlah balita baru yang datang (B).
Data untuk memantau pertumbuhan balita dilaporkan dalam bentuk
SKDN. SKDN sendiri mempunyai singkatan yaitu sebagai berikut:
S= adalah jumlah balita yang ada diwilayah posyandu,
K =jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS,
D= jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini,
N= jumlah balita yang naik berat badanya.
Pemantauan status gizi dilakukan dengan memanfaatkan data hasil
penimbangan bulanan posyandu. tersebut. Dari data hasil penimbangan tersebut
dapat dihasilkan cakupan kinerja program gizi yang didasarkan pada indikator
SKDN, yaitu:
• Cakupan penimbangan balita meliputi cakupan program (K/S): Memantau balita
yang telah mendapat KMS.
• Cakupan partisipasi masyarakat (D/S): Memantau partisipasi masyarakat untuk
menimbang balitanya ke posyandu.
• Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K): Memantau balita yang memiliki
KMS dan ditimbang di posyandu.
• Cakupan hasil penimbangan (N/D): Memantau efektifitas perbaikan gizi dengan
melihat jumlah balita yang naik berat badannya selama 2 kali berturut-turut datang
ke posyandu.
(Dirjen Binkesmas, Dir. Bina Gizi Masyarakat, Depkes RI, 2008).
2.5.2. Pemantauan Pertumbuhan anak usia 5-18 tahun
Tabel 2.4. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks IMT/U
INDEKS MASSA TUBUH
MENURUT UMUR
(IMT/U)
Status Gizi Ambang batas
Sangat Kurus <-3SD
Kurus -3SD sampai dengan <-2SD
Normal -2SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2SD
12