bab ii
DESCRIPTION
BAB II Berat Molekul VolatilTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Volatilitas
Senyawa-senyawa kimia dapat dibedakan atas senyawa volatil dan non
volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama jika terjadi
kenaikan suhu. Yang termasuk senyawa volatil antara lain golongan aldehid, keton,
dan alkohol (Swastika, 2013). Menurut Henrickson (2005), bahwa semakin rendah
titik didih suatu senyawa maka semakin tinggi volatil senyawa tersebut karena titik
uapnya yang semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi titik didih senyawa tersebut
maka volatilitasnya semakin rendah (Kadir dkk, 2010).
Pada komponen yang memiliki relative volatility yang lebih besar akan lebih
mudah pemisahannya. Sehingga mudah atau tidaknya liquid untuk mendidih
bergantung pada volatilitasnya. Contoh pada hal ini sesuai dengan prinsip proses
destilasi, dimana destilasi terjadi karena perbedaan volatilitas komponen-komponen
dalam campuran liquid (Komariah dkk, 2009).
2.2 Berat Molekul
Bobot molekul suatu zat ialah jumlah bobot (dari) atom-atom yang
ditunjukkan dalam rumusnya (Keenan dkk,1999). Bobot atom dari sebuah atom dan
ionnya adalah sama. Hal ini karena atom dan ion hanya berbeda jumlah elektronnya,
sedangkan sumbangan elektron terhadap massa atom sangat kecil. Apabila satuan
rumus telah diketahui, maka ini merupakan cara sederhana untuk menentukan bobot
rumus suatu senyawa. Bobot rumus merupakan massa dari satuan relatif terhadap
massa yang ditentukan. Bobot rumus dapat juga ditentukan dengan penjumlahan
bobot atom-atomnya (Petrucci, 1987).
Umumnya untuk menghitung berat molekul seluruh unsur pada suatu
senyawa perlu mengalikan massa atom dari tiap unsur dengan jumlah atom dari
unsur yang ada dalam molekul dan kemudian menjumlahkannya. Dari massa
molekul dapat ditentukan massa molar dari suatu molekul atau senyawa. Massa
molar suatu senyawa (dalam gram) sama dengan massa molekulnya (dalam sma).
Misalnya, massa molekul air adalah 18,02 g, maka massa molarnya adalah 18,02 g
(Chang, 2005).
Pendekatan yang lebih langsung untuk menetapkan bobot molekul adalah
menggunakan persamaan gas ideal, sehingga perlu mengubah sedikit persamaan
tersebut. Jumlah mol gas, yang biasanya dinyatakan dengan “n” adalah sama dengan
masa gas “m”dibagi dengan masa molar “Mr” (satuannya g/mol). Jadi, n = m/Mr.
Bobot molekul (tidak bersatuan) secara numeris sama dengan massa molar. Dalam
menentukan bobot molekul gas dengan persamaan gas ideal diperlukan pengukuran
volume (V) yang dimiliki oleh suatu gas yang diketahui massanya (m) pada suhu (T)
dan tekanan (P) tertentu. Bentuk dari persamaan gas ideal yang diperlihatkan dapat
juga digunakan dalam berbagai penggunaan lain dimana jumlah gas diberikan atau
dicari dalam bentuk gram, bukan mol. Adapun bentuk persamaannya menjadi:
PV=mRTMr
atau Mr=mRTPV
..................................(2.1)
(Petrucci, 1987)
2.3 Sifat dan Persamaan Gas
Gas terdiri dari molekul-molekul yang jaraknya saling berjauhan sehingga
gaya tarik-menariknya sangat lemah. Gaya tarik yang lemah mengakibatkan
molekul-molekul gas itu bergerak ke segala arah. Molekul-molekul gas itu bergerak
sangat cepat dan terus bertumbukan satu sama lain dan juga dengan dinding
wadahnya. Adanya tumbukan ini menghasilkan tekanan. Molekul-molekul gas cepat
sekali berdifusi atau bercampur satu dengan yang lain. Jika beberapa macam gas
yang tidak saling bereaksi ditempatkan dalam wadah yang sama, maka gas-gas
tersebut akan segera bercampur sehingga membentuk campuran yang homogen. Hal
ini disebabkan oleh antar molekul gas terdapat banyak ruang kosong sehingga
molekul itu dapat bebas bergerak dan hanya sedikit mengalami rintangan.
Berdasarkan sifatnya, semua gas dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Gas ideal, yaitu suatu gas hipotesis yang mengikuti semua hukum-hukum
gas. Suatu gas dianggap ideal jika pada molekul-molekulnya tidak terjadi
interaksi atau gaya tarik-menarik dan tidak memerlukan ruang.
b. Gas nyata, yaitu gas yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti gas N2,
CO2, O2 dan yang lainnya yang mengikuti hukum gas pada tekanan
rendah (Yazid, 2005).
Semua gas akan memuai memenuhi ruangan dan akan menyerupai bentuk
ruang tempatnya berada. Gas tidak kasat mata dalam arti bahwa tidak ada partikel-
partikel gas yang dapat dilihat. Beberapa gas berwarna, seperti misalnya gas klor
(kuning kehijau-hijauan), brom (merah kecoklat-coklatan) dan iod (ungu). Beberapa
diantaranya mudah meledak seperti misalnya hidrogen dan beberapa diantaranya
secara kimiawi bersifat lembab (inert), seperti misalnya helium dan neon. Empat sifat
dasar yang menetukan tingkah laku fisis dari gas adalah banyaknya molekul gas,
voulme gas, suhu dan tekanan (Petrucci, 1987).
2.3.1 Hukum Boyle
Robert Boyle (1662), seorang ilmuwan dari inggris, mula-mula
mempelajari pengaruh perubahan volume terhadap tekanan suatu gas dan
suhu tetap. Ia mengamati bahwa gas cenderung kembali ke volume awalnya
setelah dimampatkan atau dimuaikan. Ia menemukan suatu hubungan yang
disebut hukum Boyle yang berbunyi “ Pada suhu tetap, volume sejumlah gas
berbanding terbalik terhadap tekanan gasnya”. Secara matematis, hubungan
terbalik antara tekanan dan volume adalah V ∝ 1P
(T konstan). Perbandingan
dapat diubah dengan menyisipkan tetapan kesebandingan, secara matematis:
V= kP
........................................................(2.2)
Bila pembanding dihilangkan, maka PV = konstan. Dengan cara lain dapat
dinyatakan:
P1V1 = P2V2..................................................(2.3)
(Yazid, 2005)
2.3.2 Hukum Charles dan Gay-Lussac
Hukum kedua dari gas dinyatakan oleh Alexander Charles (1787),
seorang ahli kimia dari Perancis yang tertarik pada udara panas. Ia
mempelajari pengaruh suhu yang diubah-ubah terhadap volume pada tekanan
tetap. Dari data-data percobaan, ia mendapatkan hubungan yang dikenal
dengan hukum charles yang berbunyi “Pada tekanan tetap, volume suatu gas
berbanding lurus dengan suhu mutlaknya”. Secara matematis:
V ∝ T.........................................................(2.4)
VT
=k.......................................................(2.5)
Dengan mengambil pendekatan lain, Gay Lussac juga mempelajari
pengaruh suhu terhadap tekanan pada volume tetap.dari hasil percobaannya.
Ia mendapatkan hubungan tekanan dan suhu yang disebut hukum Gay Lussac
yang berbunyi “Tekanan suatu gas dengan massa tertentu berbanding lurus
dengan suhu mutlaknya, bila volume tidak berubah”.
p1
P2=
T2
T2
p1
T1=
P2
T 2......................................(2.6)
(Yazid, 2005)
2.3.3 Hukum Avogadro
Amadeo Avogadro adalah ilmuwan dari italia. Pada tahun 1811 yang
mempublikasikan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa suhu dan tekanan
yang sama, sejumlah volume yang sama dari gas-gas yang berbeda
mengandung jumlah molekul yang sama pula. Hukum Avogadro menyatakan
“Pada tekanan dan suhu konstan, volume suatu gas berbanding langsung
dengan jumlah mol gas yang ada”.
V α n ...................................................(2.7)
(Chang, 2005)
2.3.4 Persamaan Gas Ideal
Hukum-hukum gas yang telah dibahas dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Hukum Boyle V ∝ 1P
(n dan T konstan)
b. Hukum charles V α T (n dan P konstan)
c. Hukum Avogrado V α N (P dan T konstan)
Pernyataan di atas dapat digabung sehingga diperolah persamaan induk
tunggal untuk perilaku gas:
V α nTP
dan V = R nTP
atau PV=
nRT.................(2.8)
Persamaan diatas disebut dengan persamaan gas ideal yang
menerangkan hubungan antara keempat variabel P, V, T, dan n. Gas ideal
adalah gas hipotesis yang perilaku tekanan, volume, suhunya dapat dijelaskan
secara lengkap melalui persamaan gas ideal. Molekul gas ideal tidak saling
tarik-menarik atau tidak saling tolak-menolak satu sama lain, dan volumenya
dapat diabaikan terhadap volume wadahnya. Meskipun di alam tidak
ditemukan gas ideal, ketidaksesuaian perilaku gas nyata pada suatu rentang
tekanan dan suhu yang layak tidak mempengaruhi perhitungan-perhitungan
secara berarti. Maka, persamaan gas ideal dapat digunakan untuk
menyelesaikan soal-soal (Chang, 2005).
Pada satu kasus khusus untuk satu jenis gas pada dua kondisi
(tekanan, temperatur, dan volume), n adalah konstan. Persamaannya menjadi:
p1. V 1
T1
= p2 .V 2
T2
.................................................(2.9)
(Keenan dkk, 1999)