bab ii
TRANSCRIPT
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah
mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana
saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan
suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-
orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka
yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses
perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan
adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang
bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton,
1958 dalam Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
ke rumah.
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun
pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi,otonomi, serta
perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa
bersalah dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep
hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat
diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindak
1
1.2. Rumusan Masalah
- Apa itu Hospitalisasi ?
- Apa saja stressor pada anak ketika di rawat di rumah sakit ?
- Apa saja pengaruh stress terhadap perkembangan anak ketika di rawat di
rumah Sakit ?
- Metode saja yang dapat dilakukan perawat untuk mengurangi stress anak ?
- Bagaimana cara mengukur tingkat stress pada anak ?
- Apakah metode penggunaan music dapat mengurangi stress anak ?
1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui apa itu pengertian Hospitalisasi.
- Untuk mengetahui apa saja stressor pada anak ketika di rawat di rumah sakit.
- Untuk mengetahui apa saja pengaruh stress terhadap perkembangan anak
ketika di rawat di rumah Sakit
- Untuk mengetahui metode apa saja yang dapat dilakukan perawat untuk
mengurangi stress anak
- Untuk mengetahui cara kita mengukur tingkat stress pada anak
- Untuk mengetahui apakah metode penggunaan music dapat mengurangi stress
anak
2
BAB II
LAMPIRAN JURNAL
3
BAB III
P E M B A H A S A N
2.1 Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi
dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan
masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini,
2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis
yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).
4
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang
mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak.
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada
anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan
mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat
perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam
kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan
dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadiankejadian
yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005)
2.1.1 Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yangtampak
pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang
anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah
mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang
dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status
kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan
sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-
kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah
sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun
spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat
tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan
pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara
5
yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan
menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat
membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998). Beberapa
perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak
merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami
perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang
dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak
terganggu.
Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu
masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan
menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir,
membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti
menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak
biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka
alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan
Utami, 2005).
Stressor ketika hospitalisasi pada anak, secara umum ialah :
1. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan,
monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing
binatang buas
2. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
3. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
4. Prosedur yang menyakitkan
5. Takut akan cacat atau mati.
6. Berpisah dengan orang tua dan keluarga
7. Anak belum mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru dengan segala rituinitas yang ada.
6
2.1.2 Mengurangi Dampak Stress Rawat Inap pada Anak
Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran
perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stress
hospitalisasi antara lain :
a. Meminimalkan dampak perpisahan
b. Mengurangi kehilangan kontrol
c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.
Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam
usahanya meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya
pengetahuan sebelumnya tentang stress hospitalisasi, karena
keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari
pemahaman dan kesadaran mengenai makna yang terkandung dalam
konsep-konsep keperawatan serta harus memiliki pengetahuan , sikap
dan keterampilan dalam menjalankan tugas sesuai dengan perannya.
Untuk itu, penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan dan sikap perawat dalam meminimalkan stress akibat
hospitalisasi pada anak pra sekolah
Berbagai perasaan yang muncul pada anak yaitu :
- cemas
- marah
- sedih
- takut
- rasa bersalah
- Perasaan itu timbul karena menghadapi sesuatu yg baru dan
belum pernah dialami
7
2.1.3 Pengaruh Stress terhadap perkembangan ketika di Rumah sakit
Setidaknya 30% anak pernah dirawat di rumah sakit sekali seumur
hidup dan lima persen lainnya pernah beberapa kali. Bagi mereka
rawat inap merupakan hal yang paling menyeramkan, karena
lingkungan yang terdapat di Rumah Sakit sangat berbeda dengan yang
sehari-hari biasa ia tinggali. Ditambah lagi prosedur rumah sakit
seperti pengambilan darah dan tindakan medis lainnya membuat stress
anak semakin meningkat. Stress yang meningkat pada anak dapat
berakibat pada gangguan pola tidur, gangguan pola makan, gangguan
perkembangan juga bisa memperlambat proses pemulihan.
2.1 Pembahasan Jurnal
Seperti yang sudah di jabarkan di atas tadi, hospitalisasi Hospitalisasi
merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga
dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.
Dalam Jurnal yang di lampirkan di depan tadi merupakan jurnal penelitian
yang dilakukan oleh Shida Kazemi, Shima Kazemi, Koosha
Ghazimoghaddam, Sima Besharat, Leila Kashani di the Taleghani Pediatric
Hospital yang memuat tentang apakah penggunaan music dapat mengurangi
stress anak ketika di rawat di rumah sakit atau yang biasa dengan istilah
hospitalisasi.
Ada berbagai metode pengurangan stress pada anak mulai dari membacakan
cerita, menonton kartun atau juga melakukan beberapa permainan termasuk
juga mendengarkan music supaya si anak tidak hanya focus terhadap rasa
sakit yang ia rasakan, dan dalam jurnal ini peneliti mencoba metode yang
8
menggunakan music apakah benar-benar efektif atau tidak dalam mengurangi
stress anak atau tidak. Musik , sebagai metode yang efektif dan bagian dari
rencana perawatan pasien , dapat digunakan sebagai alat terapi non - invasif
untuk menghilangkan rasa sakit dan kecemasan , meningkatkan rasa relaksasi
dan kekebalan tubuh dan menurunkan tekanan darah dan denyut nadi dan
respirasi tingkat pada manusia . Mendengarkan musik menyebabkan sekresi
endorphin dan dengan demikian , dapat menyebabkan modifikasi emosi dan
rasa sakit , juga , dapat meningkatkan kenyamanan individu .
Setiap anak pastinya memiliki perbedaan dalam hal perkembangan mereka,
ada yang mengungkapkan stress mereka dan ada juga yang tidak. namun
dapat dilihat dari prilaku dan ekspresi wajah si anak. Ada banyak metode
untuk mengukur tingkat stress anak diantaranya skala stres seperti tes
Spielberger juga skala wajah Piyeri.
Karena tingginya persentase rawat inap pada anak-anak dan komplikasinya
dan banyak efek samping obat , lebih perhatian dibayar untuk metode non -
farmakologis termasuk penggunaan program musik . Penelitian ini dilakukan
di provinsi Golestan untuk mengukur efek terapi musik terhadap penurunan
kecemasan pada anak 9-12 tahun dirawat di rumah sakit - tua di rumah sakit
akademik.
Peneliti menggunakan 60 orang anak sebagai sampel penelitian dengan
rentang umur 9 – 12 tahun yang di rawat di Rumah Sakit Anak kota Gorgan.
60 anak tadi di bagi menjadi 2 kelompok dengan 30 orang di setiap
kelompoknya. Kelompok yang pertama tanpa penggunaan music untuk
mengurangi stressnya yang dinamakan kelompok kontrol sedangkan
kelompok kedua menggunakan music kelompok intervensi.
9
Kriteria yang di gunakan inklusi, yaitu : menyertai salah satu orang tua dari
anak selama rawat inap , tidak ada riwayat rawat inap sebelumnya , tidak ada
gangguan bedah pada saat masuk , tidak ada masalah kesehatan demam, nyeri
dan mental , tidak ada penggunaan obat untuk mengurangi kecemasan atas
perintah dokter ' yang dicatat dalam file medis dan memiliki skor minimal
20 dalam tes skor kecemasan Speilburger . Dalam penelitian ini , instrumen
pengumpulan data menggunakan kuesioner yang mencakup informasi
demografis dan uji Spielberger kecemasan sifat pada anak-anak , ( STAIC ) .
Data demografi termasuk adalah sebagai berikut :
usia, jenis kelamin , pangkat lahir , penyebab rawat inap , riwayat trauma
kepala , riwayat guncangan mental, epilepsi , enuresis , gagap , menggigit
kuku , somnambulism , sejarah gagal , nilai rata-rata , obat-obatan dan juga
pekerjaan ibu , beberapa Data dianggap untuk mengukur kriteria inklusi dan
beberapa dari mereka digunakan untuk kelompok kasus dan kelompok
kontrol. Kuesioner kecemasan Speilberg adalah kuesioner laporan diri yang
telah dirancang untuk studi sifat dan sikap kecemasan ( kecemasan karena
rawat inap ) pada anak-anak . Kuesioner ini meliputi 20 pertanyaan untuk
mengukur kecemasan sifat dan 20 pertanyaan untuk sikap kecemasan . sifat
kecemasan mengacu pada stabilitas dan aspek keteguhan kecemasan ,
sedangkan sikap kecemasan adalah variabel dan itu menunjukkan aspek
variabel kecemasan .
Dalam penelitian ini, hanya sikap kecemasan ( sepuluh pertanyaan langsung
dan sepuluh pertanyaan menggunakan skoring ) digunakan . nilai minimum
jika mendapatkan skor 20 dan nilai maksimum jika mendapatan skor 60. Skor
yang kurang dari atau sama dengan 33 menunjukkan kecemasan ringan , dan
10
orang-orang yang lebih besar dari atau sama dengan 47 menunjukkan
kecemasan yang parah , skor lain menunjukkan kecemasan moderat.
Tim peneliti juga menggunakan system tes gambar, wajah kecemasan anak-
anak dinilai menggunakan skala Piyeri. Nanti ada 7 wajah yang diberi angka
dari 1 sampai 7 lalu nanti akan di beri tanda yang mana menurut mereka
sesuai dengan keadaan atau kondosi ia sekarang. Anak-anak memilih sebelum
dan setelah musik itu di perdengarkan kepada mereka. Tes Spielberger hasil
pengukuran kecemasan telah diproduksi oleh Spiel Burger dan rekan ( 1973 ) ,
untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pada anak-anak yang berusia 9-12
tahun dan yang memiliki kredibilitas ilmiah yang sangat tinggi.
Dari hasil penelitian tadi , terlihat bahwa tingkat sikap kecemasan kontrol
tidak ada perbedaan statistik yang signifikan. Sebuah perbedaan yang
signifikan diamati dalam mengurangi tingkat kecemasan pada kelompok
intervensi ( p < 0,05 ) . Penelitian serupa mengevaluasi efek terapi musik
dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit pada anak-anak leukemia yang
menjalani prosedur yang menyakitkan seperti lumbal pungsi. Kecemasan
pengukuran dalam satu studi dengan mengukuur tanda-tanda vital pasien,
selama dan setelah prosedur. Juga hasil yang sama diperoleh dari Bradt dkk
studi pasien dewasa dengan penyakit jantung kongestif.
Walworth et al menunjukkan bahwa musik sesi terapi dengan musik diri
disukai memiliki pengaruh besar pada peningkatan kualitas faktor hidup
seperti kecemasan , stres dan relaksasi. Itu juga ditemukan untuk mengurangi
durasi rawat inap . Nillson dkk , dalam penelitian mereka , mengevaluasi
pengaruh terapi musik terhadap stres dan dosis obat analgesik pada anak-anak
pasca operasi. Mereka menunjukkan bahwa musik dapat mengurangi dosis
obat analgesik dan tingkat stres . Penelitian yang sama dilakukan pada
perempuan yang menjalani operasi caesar dan hasil yang sama diperoleh.
11
Holm et al menunjukkan bahwa musik juga dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien yang sedang menunggu di ruang tunggu departemen
darurat.
Dalam studi lain pada tahun 2007 , efek musik dievaluasi pada pasien luka
bakar anak selama prosedur keperawatan . Terapi ini non -farmakologis
ternyata mempengaruhi suasana hati , kepatuhan dan relaksasi pasien
BAB IV
KESIMPULAN JURNAL
4.1 Kesimpulan Jurnal
Dari jurnal yang berjudul “Music dan Kecemasan di Rumah Sakit Anka”
dapat di tarik kesimpulan bahwa kelompok intervensi yang ketika
perawatannya di putarkan music dengan kelompok control yang tidak
menggunakan music, kelompok yang penggunaan music dapat mengurangi
tingkat kecemasan anak yang masih berumur 9-12 tahun kerika di rawat di
Rumah Sakit. Oleh karena itu efek negative dari rawat inap dan kecemasan
mereaka dapat dikurangi. Penggunaan music sebagai terapi pengurang stress
sangat di anjurkan sebagai pengganti obat-obat penenang kimia yang memiliki
efek samping bagi anak. Dan studi-studi yang dilakukan oeh peneliti ain
dengan koresponden yang berbeda pun juga menunjukkan hal yang sama.
12
4.2 Saran
BAB V
P E N U T U P
5.1 Kesimpulan
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga. Ada beberapa stressor anak ketika mengalami
hospitalisasi yaitu, kegagalan adaptasi anak terhadap lingkungan baru,
13
keterbatasan dalam sosialisasi dengan keluarga, nyeri, keterbatasan dalam
bergerak.
Ketika anak mulai stress dalam perawatn di ruamah sakit maka ini akan
menggangu perkembangan dia salah satunya penghambat proses
penyembuhan juga mengganggu pola tidur hingga pola makan dia. Banyak
metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi stress anak, misalnya diajak
untuk menonton kartun, bermain bersama, membacakan sebuah cerita, dan
juga memperdengarkan music.
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Jurnal Music and Anxiety in Hospitalized Children
http://www.jcdr.net/articles/PDF/1831/23%20-%202641.(A).pdf
Hawari, D. (2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi 11. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
Supartini Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.
Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.
Yogyakarta: Kanisius.
14