bab i (proskrip)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan
pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian.
Dewasa ini perkembangan perekonomian di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
semakin majunya sistem informasi yang bergerak cepat sesuai dengan perkembangan
zaman.Dengan semakin pesatnya laju pembangunan, pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap
tahunnya mengalami peningkatan dimana peningkatan tersebut perlu dibarengi pula dengan
penambahan sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya kemakmuran bagi penduduk
Indonesia.
Majunya perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan
usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar,
menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari
pemerintah melalui jasa-jasa Bank dan Lembaga Keuangan lain seperti bantuan modal,
pinjaman, kerjasama dagang, simpanan dan sebagainya. Untuk meningkatkan kinerja ekonomi,
maka prioritas pemerintah dalam upaya mengembangkan perekonomian masyarakat salah
satunya adalah memberikan dukungan perluasan akses terhadap kredit sebagai jawaban terhadap
kelesuan dunia Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya beberapa tahun terakhir ini. Hal itu
ditempuh mengingat bahwa permasalahan yang dihadapi di dalam sektor perekonomian adalah
upaya pemberdayaan pengembangan usaha dan perekonomian masyarakat terutama usaha skala
menengah dan kecil sehingga bantuan permodalan dan akses kredit dirasakan sangat membantu
bagi masyarakat dan pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian di Indonesia. Oleh
sebab itu pemerintah melalui jasa dan peran perbankan dalam hal membantu masyarakat untuk
melakukan kegiatan usaha pada khususnya dan kegiatan ekonomi pada umumnya memberikan
bantuan berupa kredit atau pinjaman modal bagi para pelaku usaha baik usaha dengan skala
besar, menengah maupun kecil (Ahmad dan Abdul, 2008).
1
Bank sebagai perantara dalam memobilisasi dana dari masyarakat yang mempunyai
kelebihan dana kepada masyarakat yang kekurangan dana. Dengan kata lain dengan jasa bank,
dana yang menganggur dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dapat digunakan oleh
masyarakat yang membutuhkan dana dalam pembiayaan berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan
bank sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan sama seperti halnya dengan perusahaan
lainnya. Kegiatan pihak perbankan secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani
segala kebutuhan nasabahnya.
Perbankan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, memegang peranan yang penting
didalam kehidupan perekonomian.Dimana setiap usaha, baik itu sektor industri, perdagangan,
pertanian, perhubungan dan lain-lain baik kecil, sedang, maupun besar memerlukan kredit untuk
pengembangan usaha.
Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai peranan penting dalam menunjang
perekonomian suatu negara karena fungsi utama bank adalah sebagai wahana yang dapat
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien. Dimana hal ini sesuai
dengan kegiatan utama suatu bank yaitu menghimpun dana melalui simpanan dan menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun pinjaman.
Beragamnya jenis kegiatan usaha akan mengakibatkan beragam pula kebutuhan jenis
perkembangannya. Dalam prakteknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis,
begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat. Pembagian jenis-
jenis kredit yang disalurkan oleh bank dilihat dari berbagai segi antara lain segi kegunaan, tujuan
kredit, jangka waktu, jaminan dan sektor usaha yang akan dibiayai tersebut.
Salah satu yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan usaha
lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum
Islam bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari konsep usahanya serta teknik
operasional usahanya yang menyangkut jenis-jenis perjanjian yang digunakan. Dapat diyakini
bahwa kegiatan usaha yang diinspirasikan oleh sistem ekonomi kapitalis ini adalah dengan jalan
2
menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit yang dimanfaatkannya melalui dana
simpanan masyarakat yang kemudian dipinjamkan kembali kepada masyarakat dengan tambahan
berupa bunga. Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan
giro, Bank Konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaran bunga yang
besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined rate).
Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman itu tidak mendapatkan keuntungan yang fixed and
predetermined rate juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung
yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal. Jadi mengenakan tingkat bunga untuk suatu
pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan.
Dalam hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduknya adalah
beragama Islam, dapat menggunakan suatu sistem perbankan dan kegiatan ekonomi yang
berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan
bisnis dan transaksi umat.Bank Syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda dengan
pasar keuangan konvensional.Bank Syariah lahir dengan konsep dan filosofi interest free, yang
melarang penerapan bunga dalam semua transaksi perbankan karena termasuk kategori riba.
Terkait dengan hal tersebut, terdapat dalil yang melarang sistem riba, “…dan Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Terjemahan QS. Al-Baqarah: 275).
Perkembangan ekonomi syariah cukup pesat beberapa tahun belakangan terutama pada
sektor perbankan.Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya ekonomi Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Al- Hadist.Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan bank yang
dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip
syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau
jasa dari dana (Sri, 2005).
Bank Pembiayaan Rakyat merupakan salah satu bidang perbankan yang mulai
menerapkan sistem ekonomi syariah.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu
lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip
syariah ataupun muamalah Islam. BPR Syariah didirikan sebagai langkah aktif dalam
3
restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan
keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang terhadap
kebijaksanaan Bank Konvensional dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest).
Selanjutnya BPR Syariah secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem
perbankan Islam.
Pada dasarnya aktivitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak jauh berbeda
dengan BPR pada umumnya, perbedaannya terletak pada konsep dasar operasionalnya yang
berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Islam.Hal pokok yang menjadi faktor pembeda BPR
Syariah dengan BPR konvensial yaitu adanya insentif bunga pada BPR konvensional dan insentif
bagi hasil pada BPR Syariah.
Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung kegiatan
perbankan, karena dari situlah industri perbankan dapat bertahan hidup dan berkembang. Prinsip-
prinsip yang mendasari pembiayaan bank syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip jual-beli,
prinsip sewa dan prinsip pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip jual beli
dan bagi hasil yang paling menonjol dan menjadi “trademark” dari produk-produk bank syariah.
Penyediaan fasilitas pembiayaan tersebut dialihkan dari Bank Indonesia kepada lembaga
lain, akses BPR Syariah untuk memperoleh sumber pendanaan selain dari penghimpunan dana
dari masyarakat lebih banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan dari Bank Umum Syariah
untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPR Syariah (Ahmad dan Abdul, 2008).
Jasa-jasa yang terkait dengan jasa pembiayaan yangditawarkan oleh BPR Syariah salah
satunya adalah pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah merupakan jasa pembiayaan
dengan mengambil bentuk transaksi jual-beli dengan cicilan.Pola pelayanan jasa murabahah
dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada perjanjian murabahah, bank
membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli
barang tersebut dari pemasok kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambah
suatu mark-up atau tambahan biaya yang dirundingkan dan ditentukan dimuka oleh bank dan
nasabah.
4
Berdasarkan statistik Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia pada Desember 2010,
komposisi pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah sebagai
berikut:
Table 1.1
Pembiayaan BPRS (In Million Rp)
Akad 2006 2007 2008 2009 2010
Akad Mudharabah 26,351 41,714 42,952 52,781 65,471
Akad Musyarakah 65,342 90,483 113,379 144,969 217,954
Akad Murabahah 505, 633 716,240 1,001,743 1,269,900 1,621,526
Akad Salam 30 0 38 105 45
Akad Istishna 1,361 13,467 24,683 32,766 27,598
Akad Ijarah 6,783 3,661 5,518 7,803 13,499
Akad Qard 9,969 19,038 40,308 50,018 63,000
Multijasa 0 6,106 17,988 28,578 51,344
Total 615,469 890,709 1,256,610 1,586,919 2,060,437
Sumber: statistik BI, 2010
Dari data tersebut jelas bahwa akad jual beli dengan Murabahah menunjukkan posisi
lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa bank dan masyarakat lebih comfort terhadap jenis
pembiayaan ini dibandingkan dengan jenis pembiayaan lain seperti Mudharabah atau
Musyarakah.
Karena pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan terbesar maka penulis memilih
pembiayaan Murabahah sebagai variabel dependen, selain itu pola pembiayaan Murabahah yang
relatif mirip dengan pola pada kredit konsumtif yang di tawarkan oleh bank konvensional.
Faktor (variabel independen) yang diduga berpengaruh secara signifikan adalah margin
murabahah (Margin), dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan bermasalah atau non performing
financing (NPF).
Berdasarkan uraian dan data diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat suatu
penelitian dengan judul “Analisis pengaruh Margin Murabahah, Dana Pihak Ketiga dan Non
5
Performing Financing (NPF) Terhadap Penyaluran Pembiayaan Murabahah Pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia”.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah margin murabahah BPR Syariah mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?
2. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?
3. Apakah Non Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia?
4. Apakah margin murabahah, dana pihak ketiga (DPK) dan NPF secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran pembiayaan murabahah
pada BPRS di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Pengaruh margin murabahah pada BPR Syariah terhadap penyaluran pembiayaan
murabahah pada BPRS di Indonesia.
2. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran pembiayaan murabahah pada BPRS di
Indonesia.
3. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap penyaluran pembiayaan murabahah
pada BPRS di Indonesia.
4. Pengaruh margin murabahah, DPK dan NPF secara simultan terhadap penyaluran
pembiayaan murabahah pada BPRS di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
6
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
a) Secara teoritis
Penulisan ini sebagai bentuk penambahan literatur terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan pemberian kredit
perbankan berdasarkan prinsip syariah.
b) Secara praktis
Secara praktis hendaknya hasil dari penelitian ini dapat memberikan jalan
keluar bagi seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemberian kredit perbankan
dengan sistem syariah.
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Grand Theory
1. Teori Pembiayaan
a. Teori Muhammad (2002)
b. Teori Antonio (1999)
2. Teori Pembiayaan Murabahah
a. Teori Antonio
b. Teori Wiroso
3. Teori Margin
a. Teori Muhammad (2005)
4. Teori Non Performing Financing (NPF)
a. Teori Syafi’i Antonio
A.1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
A.1.1. Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah
ataupun muamalah islam.
BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
8
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya
diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah
terutama bagi hasil.
A.1.2. Sejarah Perkembangan
Istilah Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai
Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis
lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama
Bank Pembiayaan Rakyat (BPR).
Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Pembiayaan
Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun
1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya.
Status hukum Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto
tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan,
seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari
(LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit
Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan
(LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan
itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan
lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri
Keuangan.
Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak
dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta
diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR
Dana Mardhatillah, kec.Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera,
9
kec.Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada
tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari
Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.
Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif
dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket
kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.
Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat
suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan
bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).
UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
nampak lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh BI.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan
SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001
terdapat 81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang
berada di Indonesia.
A.1.3. Pendirian BPRS
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :
Persyaratan Umum
Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI
Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
10
Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I
dan Dati II
Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah
kecamatan kedudukan BPRS
Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :
Rencana akte pendirian dan AD BPRS
Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu
pada bank pemerintah
Permohonan Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan
melampirkan :
Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu
pada bank pemerintah
Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
Photocopy NPWP BPRS
Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat
yang akan digunakan
Mengirimkan data pengurus BPRS
Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
Persiapan Pra Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk
memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat
Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat –
11
lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus
melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan
mempersiapkan logo bank.
Laporan Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan
kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal.
A.1.4. Tujuan Pendirian BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber
hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari
BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan.
Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada
masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi
arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam
permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di
kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor
perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi
masyarakat membukapeluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada
gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.
3. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung
makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara
12
pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh
kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam
mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang
yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa
meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula
meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.
Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan,
yaitu (Djazuli,2002: 108)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan.
2. Meningkatkan pendapatan per kapita
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.
4. Mengurangi urbanisasi.
5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif
dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu
dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya
jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat
kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
A.1.5. Kegiatan Usaha
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Permbiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah.
13
Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
A.1.6. Produk-Produk BPR Syariah
Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :
a. Mobilisasi Dana Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima
simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini
dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji
(ONH), dll.
Simpanan amanah
Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat.
Akan penerimaan titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak
menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil
yang didapat melalui pembiayaan kepada nasabah.
Tabungan wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk
tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah.
Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian
dan dibayar setiap bulan.
14
Deposito wadi’ah / deposito mudharabah
Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad
penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana
yang digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadi’ah
mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi
hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan.
b. Penyaluran Dana
Pembiayaan mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank)
yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika
mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana,
sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan
kerja.
Pembiayaan musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak
digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-
sama.Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan
awal.
Pembiayaan bai bitsaman ajil
Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih
dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan
membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.
Pembiayaan murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang
15
dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar
harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh
tempo).
Pembiayaan qardhul hasan
Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan
kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya
dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan
barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah
dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan
kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme
pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan
nasabah.
Pembiayaan Al-Hiwalah
Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh
tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar
tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya.
Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana
BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar
dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar
pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik,
telepon, angsuran KPR, dll.
Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan
pembiayaan bai salam.
16
A.2. Margin (Mark-Up)
A.2.1. Pengertian
Margin merupakan keuntungan bank dari akad murabahah yang dinyatakan dalam
bentuk persentase tertentu yang ditetapkan oleh bank syariah. Margin keuntungan
merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh bank syariah dari harga jual objek
murabahah yang ditawarkan bank syariah kepada nasabahnya.
Di dalam pembiayaan murabahah tidak mengenal adanya bagi hasil atau nisbah
tetapi menggunakan margin. Besarnya margin ditentukan pada:
1. Jangka waktu atau angsuran
2. Besarnya pembiayaan yang diajukan nasabah
A.2.2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin
Menurut Muhammad (2004:192) faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
penetapan margin antara lain:
1. Komposisi pendanaan
Bagi bank syariah yang sebagian besar pendanaannya diperoleh dari dana giro dan
tabungan maka penentuan margin akan lebih kompetitif dibandingkan jika suatu bank
yang pendanaannya porsi besar berasal dari deposito.
2. Tingkat persaingan
Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis sedangkan tingkat
persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.
3. Resiko pembiayaan
Untuk pembiayaan yang pada sektor yang berisiko lebih tinggi, maka bank dapat
mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko lebih rendah.
4. Jenis nasabah
5. Kondisi perekonomian
Siklus ekonomi meliputi kondisi: revival, resesi, dan depresi.
6. Tingkat keuntungan yang diharapkan bank
17
Apapun kondisinya dan siapapun debiturnya, bank dalam operasionalnya setiap tahun
tentu telah menetapkan berapa besar keuntungan yang dianggarkan. Anggaran
keuntungan inilah yang akan berpengaruh pada kebijakan penentuan besarnya margin
atau bank.
A.2.3. Metode Penentuan Profit Margin
Ada empat penentuan prfot margin (Muhammad, 2004.116-119), yaitu:
1. Mark-up Pricing
Adalah penentuan tingkat harga dengan memark-up biaya produksi komoditas
yang bersangkutan.
2. Target Return Pricing
Adalah penentuan harga jual produk yang bertujuan mendapatkan tingkat return
atas besarnya modal yang diinvestasikan. Dalam bahasan keuangan dikenal
dengan Return on Investment (ROI). Dalam hal ini perusahaan akan menentukan
beberapa return yang diharapkan atas modal yang telah diinvestasikan.
3. Perceived-Value Pricing
Adalah penentuan harga dengan tidak menggunakan variabel harga sebagai dasar
harga jual. Harga jual didasarkan pada harga produk pesaing dimana perusahaan
melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk meningkatkan kepuasan
pembeli.
4. Value Pricing
Adalah kebijakan barang yang kompetitif atas barang yang berkualitas tinggi.
Penentuan harga dalam pembiayaan di bank syariah dapat menggunakan salah
satu diantara ke empat model tersebut diatas. Namun yang lazim digunakan oleh
bank syariah saat ini adalah dengan menggunakan metode going to rate pricing,
yaitu menggunakan tingkat suku bunga pasar sebagai rujukan (bench-mark).
Penentuan harga jual produk pada bank syariah harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan yang dibenarkan menurut syariah. Oleh karena itu, metode penentuan
harga jual berdasarkan pada mark-up pricing maupun target return pricing dapat
digunakan dengan melakukan modifikasi.
18
Penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika
berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasulullah secara transparan menjelaskan
berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan
berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara yang dilakukan Rasulullah dapat dipakai
sebagai salah satu metode bank syariah dalam menentukan harga jual produk murabahah.
Dengan demikian secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah
pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Muhammad, 2005.
140):
Harga Jual Bank= Harga Beli Bank+Cost Recovery+Keuntungan
Cost Recovery= Proyeksi BiayaOperasiTarget Volume Pembiayaan
Margin Dalam Presentase=Cost Recovery+KeuntunganHargaBeli
X 100 %
Biaya yang dikeluarkan dan harus dikembalikan (cost recovery) bisa didekati
dengan membagi proyeksi biaya operasional bank, dengan target volume pembiayaan
murabahah di bank syariah. Angka-angka tersebut dapat diperoleh dari Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP). Angka yang diperoleh kemudian ditambahkan dengan
harga beli dari pemasok dan keuntungan yang diinginkan sehingga didapatkan harga jual.
Margin dalam konteks ini adalah cost recovery ditambah dengan keuntungan bank .
apabila margin ini dihitung presentasenya tinggal dibagi dengan harga beli barang
dikalikan 100%. Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah presentase margin ini
dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark, agar
pembiayaan murabahah kompetitif margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga
pinjaman.
A.3. Dana Pihak Ketiga
A.3.1.Dana Yang Berasal Dari Masyarakat Luas
19
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan
merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber
dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan
sumber lainnya. Mudah dikarenakan asal dapat memberikan bunga yang relatif lebih
tinggi dan dapat memberikan fasilitas menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang
memuaskan menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit. Kemudian keuntungan
lainnya adalah dana yang tersedia di masyarakat tidak terbatas. Kerugiannya adalah
sumber dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri baik
untuk biaya bunga maupun biaya promosi.
Dalam bahasa sehari-hari kata simpanan sering disebut dengan nama rekening atau
account, dimana artinya sama. Dengan memliki simpanan atau rekening berarti memiliki
sejumlah uang yang disimpan di bank tertentu atau dengan kata lain simpanan adalah
dana yang dipercayakan oleh masyarakat untuk dititipkan di bank. Dana kemudian
dikelola oleh bank dalam bentuk simpanan seperti rekening giro, rekening tabungan, dan
rekening tabungan untuk kemudian diusahakan kembali dengancara disalurkan ke
masyarakat.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam
jenis simpanan (rekening). Sumber-sumber dana yang dimaksud ialah sebagai berikut :
1. Simpanan Giro
Pengertian giro menurut undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tanggal
10 November 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan. Dapat ditarik setiap saat, maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di
rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang
tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi persyaratan lain yang
ditetapkan oleh bank yang bersangkutan seperti keabsahan alat penarikannya.
Perkembangan rekening giro pada bank, tidak hanya melulu berdasarkan kepentingan bank
semata-mata, tapi juga kepentingan masyarakat modern, karena giro adalah uang giral yang
juga dipergunakan sebagai alat pembayaran, aitu melalui penggunaan cek. Dalam kehidupan
20
modern sekarang, motif transaksi dan berjaga-jaga yang paling banyak mewarnai alasan
penguasaan uang tunai. Bagi pengusaha (kecil, menengah, maupun besar) dan kaum
menengah ke atas, mempunyai rekening giro pada bank sudah merupakan kebutuhan mutlak
demi kelancaran berbagai urusan bisnis dan urusan pembayaran.
Penggunaan cek dalam transaksi pembayaran telah melampaui jumlah penggunaan
uang kartal.Salah satu segi yang amat penting dalam peningkatan jumlah pemegang giro
adalah kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut dan pelayanan (service) yang
menyenangkan nasabah. Dengan dua hal diatas, merupakan semacam promosi langsung
dimana nasabah-nasabah tentu akan bercerita dengan teman-temannya tentang kesenangan
mereka atas pelayanan bank yang cepat, tepat dan menyenangkan disamping keramah-
tamahan pekerja bank yang merupakannnn syarat penting.Melalui servis yang baik dan
menyenangkan serta tempat/ruangan nasabah yang nyaman dengan pelayanan yang ramah,
banyak pemegang rekening baru akan berdatangan setelah mendengar cerita teman-
temannya tentang servis yang memuaskan, hal ini tentu amat menguntungkan bank karena
dana giro yang dianggap sebagai dana besar yang termurah, akan terus berkembang dan
bertambah secara meyakinkan.
2. Simpanan Tabungan
Berbeda dengan simpanan giro, simpanan tabungan memiliki ciri khas
tersendiri.Jika simpanan giro digunakan oleh para pengusaha atau para pedagang dalam
bertransaksi maka simpanan tabungan digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan
oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa, atau Ibu rumah tangga.Kemudian bank dalam
menetapkan suku bunga juga berbeda dalam arti rata-rata suku bunga simpanan tabungan
lebih tinggi dari jasa giro yang diberikan kepada nasabah.Seperti halnya simpanan giro,
simpanan tabungan juga mempunyai syarat-syarat tertentuu bagi pemegangnya dan
persyaratan masing-masing bank berbeda satu sama lainnya. Disamping persyaratan yang
berbeda, tujuan nasabah menyimpan uang direkening tabungan juga berbeda sesuai dengan
sasarannya.Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
21
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian atau
kesepakatan yang telah dibuat antar bank dengan si penabung.Misalnya dalam frekuensi
penarikan, apakah 2 kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat.Yang jelas
haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya antara bank dengan nasabah.Kemudian dalam
hal sarana atau penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya.
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
Dewasa ini ada 4 macam tabungan yang diselenggarakan bank, yaitu Tabungan
Pembangunan Nasional (Tabanas), Tabungan Ongkos Naik Haji (ONH),Tabungan Asuransi
Berjangka (Taska) dan tabungan lainnya.Selain dari tiga macam bentuk dana dari pihak
ketiga diatas, yaitu Giro, Deposito dan Tabungan masih ada beberapa macam dana pihak
ketiga lainnya yang diterima bank. Tetapi dana-dana ini sebaagian besar berbentuk dana
sementara yang sukar disusun perencanaannya. Misalnya setoran jaminan yaitu dana untuk
setoran jaminan L/C (dalam dan luar negeri) dan untuk jaminan Bank. Dana-dana ini
bersifat sementara saja dan pada saatnya tidak lagi berada pada bank. Yang juga termasuk
dalam kategori dana pihak ketiga lainnya adalah sertifikat bank yang dapat diperdagangkan
dalam Pasar Uang.Keseluruhan sumber dana bank sebagaimana telah digambarkan diatas,
dana yang merupakan sumber keuangan bank juga berfungsi sebagai kewajiban bank yang
harus dipenuhinya baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Simpanan Deposito
Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya, di mana simpanan deposito
mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan dapat ditarik atau
dicairkan setelah jatuh tempo.Begitu juga dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi dari
kedua jenis simpanan sebelumnya.
22
Jatuh tempo artinya masa berakhirnya simpanan deposito.Artinya jika nasabah
meniympan uangnya dalam deposito berjangka untuk jangka waktu 3 bulan, maka uang
tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir yaitu setalah 3 bulan.
Sebagai contoh, jika seorang deposan mendepositkan uang tanggal 10 April 2000 untuk 3
bulan mendatang, maka tanggal jatuh temponya adalah setelah 3 bulan yaitu tanggal 10 Juli
2000 dan biasanya apabila dicairkan sebelum tanggal tersebut,maka si deposan akan
dikenakan denda (penalty rate) yang besarnya tergantung bank yang bersangkutan. Namun
dewasa ini banyak bank yang tidak mengenakan denda sekalipun ditarik sebelum jatuh
tempo.
Pengertian deposito menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Deposito atau simpanan berjangka adalah
simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
Berdasarkan suatu jangka yang cukup lama menggunakan dana deposito untuk
keperluan pemberian kredit atau investasi lain jangka pendek yang menghasilkan. Kepastian
dana tersebut dapat dipergunakan oleh bank adalah karena ada jangka waktu tertentu yang
meyakinkan bank bahwa dana itu tidak akan ditarik, kecuali pada saat jatuh tempo.
Untuk mencairkan deposito yang dimiliki deposan dapat menggunakan bilyet deposito atau
sertifikat deposito. Dalam praktiknya terdapat tiga jenis deposito yaitu deposito berjangka,
sertifikat deposito, deposit on call.
Pembagian jenis simpanan ke dalam beberapa jenis dimaksudkan agar para
penyimpan mempunyai pilihan sesuai dengan tujuan masing-masing.Tiap pilihan
mempunyai pertimbangan tertentu dan adanya suatu pengharapan yang ingin
diperolehnya.Pengharapan yang ingin diperoleh dapat berupa keuntungan dari bunga dan
kemudahan atau keamanan uangnya.Sebagai contoh, tujuan utama menyimpan uang dalam
bentuk rekening giro adalah untuk kemudahan dalam melakukan pembayaran, terutama bagi
mereka yang bergelut dalam dunia bisnis dan biasanya pemegang rekening giro tidak begitu
23
memperhatikan bunganya.Sedangkan bagi mereka yang menyimpan uangnya rekening
tabungan disamping kemudahan untuk mengambil uangnya juga adanya pengharapan bunga
yang lebih besar jika dibandingkan dengan rekening giro.
Kemudian tujuan menyimpan uang di rekening deposito dengan mengharapkan
penghasilan dari bunga yang lebih besar.Hal ini disebabkan bunga deposito yang diberikan
kepada deposan paling tinggi dari simpanan lainnya. Dengan demikian bagi bank simpanan
deposito merupakan dana mahal karena bunganya paling tinggi dan simpanan giro
merupakan dana murah, hal ini disebabkan bunga yang dikeluarkan oleh bank merupakan
bunga yang paling rendah.
A.4. Teori Non-Performing Financing
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari
besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank syariah disebut non perfoming
financing (NPF). Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria
yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah
pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.
Menurut Syafi’i Antonio (2001) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap
kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit)
maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.
Semakin ketat kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan
tingkat NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun.
1. Pengertian Non-Performing Finance
Non-Performing Finance atau Pembiayaan bermasalah secara umum adalah
Pembiayaan yang tidak lancar atau Pembiayaan dimana debiturnya tidakmemenuhi
persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pengembalian pokok
pinjaman, peningkatan margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan dan
sebagainya. Dalam pengertian khusus atau menurut BPRS, BPRS yang konservatif
24
melihat Pembiayaan atau pinjamanan yang diberikannya sebagai aset yang berisiko (risk
asset) dan karenanya BPRS harus mengelola risiko yang melekat pada proses pemberian
pinjaman. BPRS semacam ini mengganggap bahwa laporan keuangan yang seharusnya
dihasilkan oleh debitur untuk disampaikan kepada BPRSnya, sebagai salah satu
pengelola berisiko. Sarana untuk risk management ini tidak ada, maka Pembiayaannya
menjadi bermasalah.
2. Faktor-faktor penyebab Non-Performing Finance (NPF)
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat, maka
BPRS sebagai lembaga Pembiayaan, harus melakukan analisis melalui prinsip 5 C, guna
meminimalkan risiko bermasalahnya atau tidak kembalinya Pembiayaan. Kelima prinsip
tersebut meliputi :
1) Character
Keyakinan pihak BPRS bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-
sifat pribadi yang positip dan koperatip dan juga mempunyai rasa tanggung jawab
baik dari kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat
ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya.
2) Capacity
Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-
kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan
dilakukannya yang akan dibiayai dengan Pembiayaan dari BPRS. Jadi jelaslah
maksud dari penilaian terhadap capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha
yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat waktu sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakatinya.
3) Capital
Penilaian terhadap jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.
Hal ini kelihatannya kontradiktip dengan tujuan Pembiayaan yang berfungsi sebagai
25
penyedia dana. Namun memang demikianlah halnya dalam kaitan bisnis murni,
semakin kaya seseorang ia akan dipercaya untuk memperoleh Pembiayaan.
4) Collateral
Suatu penilaian terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau
debitur sebagai jaminan atas Pembiayaan yang diterimanya. Manfaat collateral yaitu
sebagai alat pengamanan apabila uasaha yang dibiayai dengan Pembiayaan tersebut
gagal atau sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi Pembiayaannya dari
hasil usahanya yang normal.
5) Condition of economy
Condition of economy yaitu adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi,
budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi kondisi perekonomian pada suatu
saatmaupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat
mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh Pembiayaan.
Banyak faktor yang menyebabkan Pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Faktor-
faktor penyebab terjadinya Pembiayaan bermasalah, yaitu :
a) Faktor internal BPR Syariah
b) Faktor internal nasabah
c) Faktor eksternal
d) Faktor kegagalan bisnis
e) Faktor ketidakmampuan manajemen
A.5. Konsep Pembiayaan
A.5.1. Pengertian
Pembiayaan menurut UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 adalah “Penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan kesepakatan atau persetujuan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut”.
26
Menurut Muhammad (2002: 16-17) pembiayaan atau financing , yaitu
pendanaan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan
kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan.
Antonio (1999:219), pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit.
A.5.2. Tujuan, Fungsi dan Jenis Pembiayaan
1) Tujuan Pembiayaan
Arifin (2003:210) menyatakan bahwa tujuan pembiayaan merupakan
bagian dari tujuan bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi
kesejahteraan stakeholdernya.Oleh karena itu tujuan pembiayaan harus memenuhi
visi, misi dan strategi usaha bank.
Selain untuk memperoleh keuntungan, tujuan pokok lainnya yang saling berkaitan
dengan pembiayaan adalah keamanan (safety).Menurut suyatno, et.al (1992: 15)
kemanan yang dimaksudkan adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk
uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga
keuntungan yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.
2) Fungsi Pembiayaan
Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagaimana diatas, menurut Sinungan
(1983: 211) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk:
a. Meningkatkan daya guna uang
b. Meningkatkan daya guna barang
c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
d. Menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat
e. Stabilitas ekonomi
27
f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional
3) Jenis-Jenis Pembiayaan
Gambar 2.1.
Jenis-Jenis Pembiayaan
Menurut Antonio (1999: 219-229), sifat penggunaannya pembiayaan dapat
dibagi menjadi:
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,
baik usaha produktif, perdagangan, maupun investasi.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi:
1. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan (a)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas ataupun mutu hasil
28
produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of
place dari suatu barang.
Unsur-unsur modal terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash),
piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya
terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang
dalam proses (working in process) dan persediaan barang jadi (finished
goods).
Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut,
dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk
mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-
komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun
perdagangan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa uang.
Sedangkan bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh
kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang,
melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah,
dimana bank bertindak sebagai penyandang dana(shahibul maal),
sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib).Skema pembiayaan
seperti ini disebut sebagai mudharabah (trust financing).Fasilitas ini dapat
diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara
periodik dengan nisbah yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo,
nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil
(yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.
2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan
investasi yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan
rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
a. Untuk pengadaan barang modal
b. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
c. Berjangka waktu untuk menengah panjang
29
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah
besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun
proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen
biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang
tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun
jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali)
pembiayaan.
Untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema
musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan
dengan prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan
penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik
dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan
menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang
ada ataupun dengan mengundang pemegang saham baru.
b. Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebutuhan komsumsi dapat dibedakan atas (a) kebutuhan
primer (pokok) yaitu: makanan, pakaian, tempat tinggal dan pendidikan, (b)
kebutuhan sekunder (kebutuhan tambahan) perhiasan, kendaraan, pariwisata
dan sebagainya.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk
pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema:
1. Jual beli dengan angsuran
30
2. Al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli
3. Al Musyarakah mutanaqishah atau descreasing partisipasion, dimana
secara bertahap untuk menurunkan jumlah partisipasinya
4. Ar Rahan untuk memenuhi kebutuhan jasa
Pembiayaan konsumsi tersebut biasanya digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan sekunder.Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat
dipenuhi dengan pembiayaan komersil.Seseorang yang belum mampu
memnuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin, dan oleh karena
itu wajib diberikan zakat atau sadaqah, atau maksimal diberikan pinjaman
kebajikan (al qard al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian
pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
Dalam operasionalnya jenis-jenis pembiayaan tersebut tersebut dalam
bentuk-bentuk produk operasional bank syariah seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sedangkan pembiayaan yang akan dibahas adalah pembiayaan
murabahah.
A.6. Pembiayaan Murabahah
Murabahah merupakan bagian terpenting dalam jual beli dengan prinsip akad ini
mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam
(Wiroso,2005:14)
a. Pengertian Murabahah
Antonio (1999:121) mendefinisikan murabahah adalah jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntunganyang disepakati (margin). Dalam murabahah harus
memberitahu harga yang ia beli da menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya.
31
Sedangkan menurut Wiroso (2005: 14) murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual
dan pembeli. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dengan prinsip akad
ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam.
Dalam islam jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang di
Ridhai oleh Allah SWT. Karakteristik Murabahah adalah bahwa penjual harus memberi
tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.
Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut
sebagai murabahah kepada pemesan pembeli.Dalam hal ini calon pembeli atau pemesan
dapat memesan kepada seseorang untuk membelikan sesuatu barang tertentu yang
diinginkannya. Kedua pihak membuat kesepakatan mengenai barang tersebut serta
kemungkinan harga asal pembelian yang masih sanggup ditanggung pemesan.Setelah itu
kedua belah pihak harus menyepakati berapa keuntungan atau tambahan yang harus
dibayar pemesan, jual beli antara kedua belah pihak dilakukan setelah barang tersebut ada
ditangan pemesan.
b. Landasan Murabahah
QS. An-Nisa 4
Artinya : “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan sukarela diantara kamu..”
QS Al-Baqarah 275
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhan-Nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
32
telah diambilnya dahulu [176] (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.
c. Syarat-syarat Murabahah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad Murabahah adalah
(Antonio,2001: 102-103):
1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan
3. Kontrak harus bebas dari riba
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
Secara pirinsip jika syarat dalam poin (1), (4) atau (5) telah dipenuhi maka
pembeli memiliki pilihan (a) melanjutkan seperti apa adanya, (b) kembali kepada penjual
lalu menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang dijual, (c) membatalkan kontrak.
Sesuai dengan sifat bisnis atau tijarah, transaksi murabahah memiliki beberapa
manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.Murabahah memberi banyak manfaat
kepada bank syariah.Menurut Antonio (1999: 127) salah satunya adalah keuntungan yang
muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.Selain itu
sistem murabahah juga sangat sederhana.Hal tersebut memudahkan penanganan
administrasi di Bank syariah.
Adapun kemungkinan resiko yang diantisipasi antara lain (Antonio,1999: 127-
128):
a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran
33
b. Fluktuasi harga komperatif, ini terjadi bila suatu harga barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak dapat mengubah harga
jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
berbagai sebab. Bisa saja rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau
menerimanya, karena itu sebaiknya dilindungi oleh asuransi.
B. Keterkaitan Antar Variabel
Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung kegiatan
perbankan, karena dari situlah industry perbankan dapat bertahan hidup dan berkembang.
Prinsip-prinsip yang mendasaripembiayaan bank syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip
jual beli, prinsip sewa dan prinsip pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip
jual beli (murabahah) dan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) yang paling menonjol dan
menjadi “trademark” dari produk-produk bank syariah.
Dominannya jenis pembiayaan murabahah dibandingkan jenis pembiayaan yang lain
disebabkan beberapa faktor. Dari sisi penawaran bank syariah, pembiayaan murabahah dinilai
lebih minim risikonya dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil. Selain itu
pengembalian yang telah ditentukan sejak awal juga memudahkan bank dalam memprediksi
keuntungan yang akan diperoleh.
M.Nadratauzzaman Hosen (2009)menyebutkan bahwa dari sisi permintaan nasabah, pembiayaan
murabahah dinilai lebih simple dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil.Hal ini lebih
disebabkan kemiripan oprasional murabahah dengan jenis kredit konsumtif yang ditawarkan oleh
perbankan konvensional, dimana masyarakat telah terbiasa dengan hal ini.
Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar besarnya pembiayaan
murabahah dapat memberikan dampak positif atau negatif bagi BPRS. Selanjutnya dikatakan
bahwa pengaruh positif atau negatif dari besarnya pembiayaan murabahah tersebut tergantung
pada kemampuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tersebut dalam menyalurkan pembiayaan
agar tetap produktif dan dapat memanfaatkan perkembangannya tersebut.
34
C. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang berkaitan dengan penyaluran pembiayaanyang pernah dilakukan
oleh peneliti-peneliti terdahulu, yaitu:
1. Lailiatul Masturoh (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi dengan
judul “Anlisis Hubungan Total Aset dan Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di
Indonesia Pada Periode (2004-2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kausalitas antara total asset dengan pembiayaan pada perbankan syariah, untuk
mengetahui hubungan impulse response function dari variable total asset dengan pembiayan
pada perbankan syariah, dan untuk mengetahui hubungan variance decomposition variable
total asset dengan pembiayaan pada bank syariah. Penelitian ini menggunakan model
ekonometrik yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan
stokastik adalah model Vector Autoregression (VAR). VAR merupakan suatu sistem
persamaan yang memperlihatkan setiap variable sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai
lag (lampau) dari variable itu sendiri dan nilai lag dari variable lain yang ada dalam sistem.
VAR dengan ordo p dan n buah variable tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai
berikut:
Dimana :
Yᵼ : Vektor variable tak bebas ( Y₁.ᵼ ,Y₂.ᵼ , Y₃.ᵼ )
A₀ : vector intersep berukuran n x 1
A₁ : matriks parameter berukuran n x 1
∑ᵼ : Vektor Residual (∑₁.ᵼ , ∑₂.ᵼ, ∑₃.ᵼ ) berukuran n x 1
Hasil penelitian, yaitu:
35
1) Dari hasil penelitian, didapat kesimpulan bahwa ada hubungan timbal balik antara variable
total asset dengan variable pembiayaan.
2) Secara umum, Hasil impulse response adanya shock variable pembiayaan selalu
menunjukan respon yang positif, begitu juga sebaliknya.
2. M. Nadratauzzaman Hosen (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal
yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BANK SYARIAH DI INDONESIA (PERIODE
JANUARI 2004 – DESEMBER 2008)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah permintaan pembiayaan murabahah dipengaruhi signifikan secara positif oleh
variabel akses, untuk mengetahui apakah margin, bunga, kurs, akses, inflasi dan nilai
jaminan signifikan terhadap permintaan pembiayaan murabahah. Model yang digunakan
untuk menganalisis data adalah model ekonometrika dengan model regresi karena relevan
dengan kerangka teori yang menjelaskan adanya variabel independent (margin, icons,
inflasi, kurs, akses, colt) terhadap variabel dependent (permintaan murabahah). Dimana
pengujian regresi yang dilakukan dengan metode backward, guna memperoleh model
dengan komposisi variabel yang hanya signifikan secara pasial saja. Hasilnya
menghilangkan dua variabel independent (inflasi dan nilai jamianan). dengan
menggunakan model persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Analisis Regresi:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + εi
Dimana:
Y= Variabel dependent (permintaan pembiayaan murabahah)
X1 = Margin murabahah (margin)
X2= Suku bunga kredit konsumtif bank konvensional (Icons)
X3= Inflasi (Inflasi)
X4= Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (Kurs)
X5= Akses yang dilihat dari total jumah cabang bank syariah di Indonesia (akses)
X6= Nilai jaminan pembiayaan murabahah (colt)
36
Εi= error (Tingkat kesalahan atau tingkat gangguan)
Hasil penelitian, yaitu:
1) Permintaan pembiayaan murabahah dipengaruhi signifikan secara positif oleh variabel
Akses.
2) Permintaan pembiyaan muarabahah dipengaruhi signifikan secara negatif oleh variabel
margin muarabahah, bunga kredit konsumtif bank konvensional dan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS.
3) Variabel inflasi dan nilai jaminan telah dikeluarkan dari model, dikarenakan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan murabahah.
3. Fike Mai Mandasari (2008) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi yang
berjudul: “SISTEM PENGENDALIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BPRS
BHAKTI HAJI MALANG”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem
pengendalian yang diterapkan pada BPRS Bhakti Haji Malang dalam mengelola pembiayaan
Murabahah. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data berdasarkan data primer dan
sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengklasifikasi dan menyeleksi untuk
memastikan data yang diperoleh benar-benar relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara dengan Account Officerdan data-data yang berkaitan langsung dengan BPRS
Bhakti Haji Malang.
Hasil penelitian, yaitu:
1) Kegiatan pengendalian yang ada pada BPRS BHM tidak berpedoman pada pengendalian
tertulis melainkan berdasarkan pada petunjuk dan arahan direksi yang sesuai dengan
AD/ART, peraturan perundangan yang berlaku.
2) Sistem pengendalian BPRS BMH tercermin atas struktur organisasi, sistem dan prosedur
pembiayaan, serta usaha pengawasan dan pembinaan pembiayaan.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan
menitikberatkan pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan seperti
37
margin, dana pihak ketiga dan pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing. Variabel
independen yang digunakan ada tiga, yaitu margin BPRS, Dana Pihak Ketiga dan pembiayaan
bermasalah (Non Performing Financing), sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah
total pembiayaan yang disalurkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di wilayah DKI Jakarta.
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
.
Judul dan
Nama Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian
1. Anlisis
Hubungan Total
Aset dan
Pembiayaan Pada
Perbankan
Syariah di
Indonesia Pada
Periode (2004-
2007). (Lailiatul
Masturoh, Tahun
2009)
Total asset
Pembiayaan
pada
perbankan
syariah
Uji Vector
Autoregressio
n (VAR).
Adanya hubungan timbal
balik antara variable
total asset dengan
variable pembiayaan.
Secara umum, Hasil
impulse response adanya
shock variable
pembiayaan selalu
menunjukan respon yang
positif, begitu juga
sebaliknya.
2. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Permintaan
Pembiayaan
Murabahah Bank
Syariah Di
Indonesia
(Periode Januari
2004–Desember
Margin,
Bunga
Kurs
Variabel
Akses
Inflasi
Nilai
jaminan
Model regresi
dengan metode
backward,
guna
memperoleh
model dengan
komposisi
variabel yang
hanya
signifikan
Permintaan pembiayaan
murabahah dipengaruhi
signifikan secara positif
oleh variabel Akses.
Permintaan pembiyaan
muarabahah dipengaruhi
signifikan secara negatif
oleh variabel margin
muarabahah, bunga
38
2008). (M.
Nadratauzzaman
Hosen, Tahun
2009)
secara pasial
saja.kredit konsumtif bank
konvensional dan nilai
tukar rupiah terhadap
dollar AS.
Variabel inflasi dan nilai
jaminan telah
dikeluarkan dari model,
dikarenakan tidak
memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap
permintaan murabahah.
D. Kerangka Pemikiran
Dewasa ini di Indonesia telah mulai banyak berdiri bank-bank Islam dengan sistem
syariah atau bank-bank konvensional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
Syariah.Dalam Bank Syariah, pemberi modal (kreditur) dan peminjam (debitur) menanggung
bersama resiko laba ataupun rugi.Proyek yang sedang dikerjakan sebagai jaminan sehingga
keduanya berusaha untuk menghadapi resiko secara adil. Menurut Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, jenis bank hanya dibagi atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Keduanya dapat menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
Salah satu produk pembiayaan dalam BPRS adalah pembiayaan murabahah. Menurut
Wiroso (2005: 14) murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dn keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembiayaan
ini memiliki sistem tersendiri seperti pembiayaan lainnya. Pembiayaan ini dapat digunakan
39
untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Nasabah juga harus memenuhi kewajibannya
kepada bank sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis antara bank dan nasabah.
Penyaluran pembiayaan murabahah yang dilakukan BPR Syariah bergantung dari
banyak faktor. Dalam penelitian ini, diduga terdapat tiga faktor yang akan berpengaruh
secara signifikan, yaitu Total Margin, Dana Pihak Ketiga dan pembiayaan bermasalah (Non-
Performing Financing).Sehingga dalam penelitian ini diperlukan suatu uji statistik untuk
menguji dan menganalisis apakah benar-benar variabel tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan.
Salah satu hubungan dan keterkaitan dengan variabel yaitu variabel NPF. Dimana,
kondisi pembiayaan pada bank syariah yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah
mempunyai hubungan yang erat dengan penyaluran pembiayaan. Dimana, Menurut Syafi’i
Antonio (2001) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga
perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPF maka akan semakin kecil jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan
kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat NPF) akan
menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun.
Murabahah menurut Wiroso (2005) adalah kegiatan terpenting dari jual beli dan
prinsip dengan akad ini mendominasi pendapatan bank di bank syariah. Atas penerimaan
angsuran murabahah yang dilakukan secara tunai, maka terdapat aliran kas masuk atas
pendapatan margin. Sehingga pendapatan margin murbahah tersebut merupakan unsur
pendapatan operasional bank syariah.
Berdasarkan temuan dari Nugroho (2005), Widyastuti dan Hendrianto (2010)
menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh antara volume pembiayaan yang diberikan oleh
bank syariah dengan penetapan dari margin pembiayaan tersebut. Tidak berpengaruhnya
volume pembiayaan ini mengindikasikan bahwa pembiayaan yang diberikan kemungkinan
sebagian besar tidak produktifsehingga tidak berkontribusi dengan margin.
Sedangkan Arumdhani (2011), menemukan adanya pengaruh yang signifikan dan
positif antara pembiayaan murabahah dengan margin murabahah. Sehingga setip kenaikan
40
dari volume pembiayaan yang diberikan bank syariah bisa menambah besarnya margin yang
diterima bank tersebut.
Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara skema kerangka
pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: (Gambar 2.2)
Gambar 2.2.
Kerangka Pemikiran
41
Pembiayaan Murabahah
Pada BPRS (Y)
Margin
(X1)
Dana Pihak Ketiga
(X2)
NPF
(X3)
E. Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun
berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk
pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997).
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran tersebut di
atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Hipotesis 1
“Total margin pada BPRS berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan murabahah pada Bank pembiayaan Rakyat Syariah”
2. Hipotesis 2
“Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”
3. Hipotesis 3
42
Analisis Data:
1) Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data Multikolinearitas Heteroskedastisitas Autokorelasi
2) Analisis Regresi Linier Berganda Koefisien Determinasi Uji statistic t Uji statistic F
“Non-Performing Financing berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”
4. Hipotesis 4
“Secara bersama-sama tingkat kecukupan Modal, Dana pihak ketiga, dan Non-
performing financing berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
murabahah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian meliputi variabel dependen yaitu penyaluran
pembiayaan murabahah pada BPRS. Dengan variabel independennya yang terdiri dari Total
Margin, Dana Pihak Ketiga dan Non-performing Financing.Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder, sedangkan metode analisis data menggunakan statistik Regresi linear
berganda, yang merupakan data tahunan dari tahun 2006-2010 di wilayah DKI Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang memliki karakteristik yang relatif
sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Dimana teknik sampling yang digunakan dalam
43
penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel sencara sengaja sesuai
dengan persyaratan sampel yang diperlukan.
Dalam penelitian kali ini, populasi yang digunakan adalah seluruh BPRS di wilayah
DKI Jakarta dalam periode Tahun 2006-2010.
C. Metode Pengumpulan Data
a. Sumber Data.
Data yang dikumpulan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupadata
laporan bulanan BPRS mulai januari 2006 sampai Desember 2010.
b. Jenis data.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantititatif, antara lain:
- Laporan yang diterbitkan oleh Bank IndonesiaLaporan statistik dan ekonomi yang diterbitkan setiap bulan oleh Bank
Indonesia- Laporan wajib BPRS
Berupa laporan BPRS mengenai hasil usaha bank.
c. Metode Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan metode studi dokumentasi
yakni mempelajari dokumen-dokumen dan laporan-laporan tahunan yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia wilayah DKI Jakarta.
D. Metode Analisis Data
D.1. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas ketergantungan suatu variabel
yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang lain yang di sebut dengan variabel
44
bebas dengan tujuan untuk mengestimasi dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan
nilai tertentu dari variabel yang di ketahui (Gujarati, 1996: 13-14).
Analisis regresi linier berganda ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Disini saya akan memberikan
contoh seperti artikel saya sebelumnya, lihat artikelnya disini. Sehingga yang saya cari
adalah pengaruh variabel bebas (independen variable) yaitu Margin (X1), Dan Pihak
Ketiga (X2), Non Performing Financing (X3) terhadap variabel terikat (dependen
variable) yaitu Beta (Y).
Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linear berganda, dan
persamaan regresinya dapat dirumuskan sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto)1:
Y = β₀ + β₁X₁ +β₂X₂ + β₃X₃ + ε
Keterangan :
Y = Jumlah penyaluran pembiayaan (variabel terikat)
β₀ = Intercept, diinterpretasikan sebagai nilai Y jika variabel bebas (X₁,X₂,X₃) sama
dengan nol
βn = Koefisien variabel bebas,merupakan rata-rata perubahan per unit variabel terikat
terhadap variabel bebas dengan asumsi variabel bebas lain konstan.
X₁ = Tingkat Margin
X₂= Dana Pihak Ketiga
X₃= Pembiayaan Bermasalah/Non Performing Financing (NPF)
Ε =error, merupakan variabel lain yang juga mempengaruhi jumlah penyaluran
pembiayaan tetapi tidak dimasukan sebagai variabel dalam penelitian ini.
Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi dari model penelitian yang
akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data penelitian
tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dianggap
1 Suharyadi dan Purwanto, Statitiska untuk Ekonomi & Keuangan Modern 1, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), p. 276.
45
relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji stasioneritas data setelah itu
dilakukan pengujian uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi,
heterokedastisitas, dan multikoliniearitas, kemudian dilakukan uji statistik yang meliputi
uji signifikansi parameter individu (uji t statistik), dan uji signifikan silmutan (uji F
statistik), dan uji koefisiensi determinasi (R2).
D.2. Uji Stasioneritas Data
1) Uji Akar Unit Philips – Perron (PP) test
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara
membandingkan nilai statisik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik
MacKinnon. Jika nilai absolute statistik PP lebih besar dari nilai krtitisnya, maka
yang yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaiknya nilai absolute statistik
PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data stasioner.
Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut , Hipotesis :
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol
H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
- Jika PP test statistik > PP tabel (critical Value α = ...% maka, menolak Ho
dan menerima H1
- Jika PP test statistik < PP tabel (critical Value α = ...% maka, Ho diterima
dan menolak H1.
2) Uji Derajat Integrasi
Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner. Untuk menghindari
regresi langsung maka harus ditransformasikan data tersebut menjadi data stasioner.
46
Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner,
maka diperlukan proses differensi data uji stasioner dan melalui proses differensi ini
disebut uji derakat integrasi.
Seperti uji akar PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan
stasioner. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang
diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik MacKinnon, Jika nilai
absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pad differensi tingkat pertama,
maka data dikatakan stasioner pada derajat kesatu. Akan tetapi, jika nilainya masih
lebih kecil maka uji integrasi perlu di lanjutkan pada differensi yang lebih tinggi
sehingga diperoleh data yang stasioner.
Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut, Hipotesis :
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol
H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol
Pengembilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
- Jika PP test statistik > PP tabel (critical Value α = ...% maka, menolak Ho
dan menerima H1
- Jika PP test statistik < PP tabel (critical Value α = ...% maka, Ho diterima
dan menolak H1.
3) Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik data sekunder ini, maka peneliti melakukan uji
normalitas, multikolinearitas, uji heterokedasitsitas, dan uji autokrelasi.
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual variabel dependen
dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas ini
menggunkan normality histogram (Insukindro, 2003:61)
47
Uji normalitas melalui uji Jarque-Bera (J-B). Metde ini menggunakan
perhitungan skewness dan kurtosis. Nilai statistik JB didasarkan pada distribusi
Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai probabilitas statistk JB
lebih kecil dari α = 5 % maka terjadi permasalahan normalitas atau residual tidak
didistribusikan secara normal dan sebaliknya (Widarjono, 2007:54)
b) Uji Multikolinieritas
Hubungan yang menyatakan bahwa linear sempurna atau pasti, di antara
beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau
tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi
masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing
variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas dan sebaliknya.
c) Uji Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya (Wing Wahyu Winarno, 2009). Autokorelasi
lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan
sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya.
Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang
bersifat antarobjek (cross section).
Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut Gujarati (2003), beberapa
penyebab autokorelasi adalah :
a) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman
b) Kekeliruan memanipulasi data
c) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
Dalam penelitian ini menggunakan Uji Breusch-Godfrey (BG). Nama lainnya
adalah Uji Lagrange-Multiplier (Pengganda Lagrange).
Dimana konsekuensi dari adanya autokorelasi ini adalah (Gujarati, 1995) :
48
1. Penaksiran tidak efisien, selang keyakinan menjadi lebar secara tidak perlu
dan pengujian signifikasinya kurang akurat.
2. Varian residual menaksir terlalu rendah.
3. Pengujian t dan f tidak sahih sehingga memberi kesimpulan yang
menyesatkan mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang ditaksir.
Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji
Breusch – Godfrey (BG Test) (Gujarati, 1995) :
Pengujian dengan BG Test dilakukan dengan meregresi variabel pengganggu Ui
dengan model autoregressive dengan orde sebagai berikut :
Ut = 1 Ut-1 + 2Ut-2 + …+ Ut- + t
Dengan Ho adalah 1 = 2 … = 0, dimana koefisien autoregressive secara
keseluruhan sama dengan nol menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada
setiap orde. Secara manual apabila X2 tabel, atau bisa dilihat dari nilai
probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Maka hipotesis
nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model dapat ditolak.
D.3. Pengujian Statistik
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
individu atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji
Statistik ini meliputi Uji F, Uji-t, dan koefisien determinasi (R2).
a) Uji Simultan (Uji F-statistik)
Uji yang menunjukan apakah variabel independen dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Ditentukan dengan
melihat nilai F-tabel dengan F-hitungnya. Jika nilai probabilitas < 0,05 atau α =
5% dan jika F-hitung > t-tabel maka suatu variabel independen secara bersama-
sama mempengaruhi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219)
49
b) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa besar kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen
dalam menjelaskan variabel dependen bersifat terbatas, jika mendekati satu maka
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya (Kuncoro,
2003:220)
c) Uji Parsial (Uji t-Statistik)
Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen
secara individu terhadap variabel dependen dengan variabel yang lain konstan.
Dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel.
Untuk nilai t tabel melihat dengan distribusi untuk α = 0,05 dan derajat n – k.
Maka dalam pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
Ho : β1 = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)
H1 : βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel h dependen)
D.4. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan mencoba menjelaskan masing-masing variabel yang
digunakan. Sebagai berikut:
1. Variabel Terikat (Dependen Variabel)
Variabel terikat adalah variabel yang perilakunya dipengaruhi oleh variabel
lain (variabel bebas). Variabel terikat yang dijelaskan penelitian ini adalah:
penyaluran pembiayaan murabahah dapat diartikan sebagai besarnya jumlah
penyaluran pembiayaan BPRS kepada masyarakat melalui akad murabahah. Salah
satu yang menjadi faktor adalah adanya ketersediaan modal yaitu Dana pihak ketiga
agar dapat menyalurkan pembiayaan tersebut kepada masyarkat sebagai salah satu
cara dalam memberikan kesejahteraan yang lebih layak bagi masyarakat yang
membuuhkan bantuan.
50
2. Variabel Bebas (independen variabel)
Variabel bebas yang dijelaskan penelitian ini adalah:
a) Total Margin
Margin merupakan keuntungan bank dari akad murabahah yang dinyatakan
dalam bentuk persentase tertentu yang ditetapkan oleh bank syariah.Margin
keuntungan merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh bank syariah dari
harga jual objek murabahah yang ditawarkan bank syariah kepada nasabahnya.
Dalam hal ini margin adalah variabel bebas yang diukur berdasarkan besarnya
tingkat return yang diperolehnya.
b) Dana Pihak Ketiga
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank
dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya
dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika
dibandingkan dengan sumber lainnya. Dalam hal ini Dana Pihak Ketiga
merupakan variabel bebas yang diukur berdasarkan jumlah deposito, dana giro
dan rekening (tabungan).
c) Non-performing Financing
Pembiayaan bermasalah secara umum adalah Pembiayaan yang tidak lancar atau
Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan,
misalnya persyaratan mengenai pengembalian pokok pinjaman, peningkatan
margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan dan sebagainya.Dalam hal
ini pembiayaan bermasalah (NPF) merupakan variabel bebas yang diukur
berdasarkan kewajiban pengembalian pinjaman.
51
Daftar Pustaka
www.bi.go.id
http://eprints.undip.ac.id/9685/SOEDARTO, MOCH. (2004) / ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN
RAKYAT (Studi Kasus pada BPR di Wilayah Kerja BI Semarang). Masters thesis,
program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
www.google.com
52