bab i pendahuluan - digilib.uns.ac.id/prediksi... · digunakan adalah metoda aashto'93. metoda ini...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat dibutuhkan dalam
menunjang pembangunan pada masa sekarang ini. Dengan adanya jalan-jalan
penghubung, segala macam kegiatan baik kegiatan ekonomi, kegiatan sosial
maupun budaya dapat terlaksana hingga ke daerah-daerah terpencil.
Perkerasan jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan aspal minyak (aspal
konvensional) dengan penetrasi 60/70. Akan tetapi, penggunaan aspal penetrasi
60/70 masih memiliki kelemahan. Salah satunya adalah perkerasan jalan tidak
mampu menahan beban lalu lintas yang berlebihan dan temperatur tinggi sehingga
menimbulkan deformasi. Contohnya, ruas jalan Pantura mengalami kerusakan
dini akibat perkerasan jalan tidak mampu menahan kenaikan temperatur yang
mencapai 75oC pada jam sibuk serta banyaknya kendaraan yang melintasi jalan.
Penggunaan Retona diharapkan dapat mengatasi kelemahan aspal penetrasi 60/70
tersebut. Aspal Retona dikembangkan melalui proses penyulingan dan ekstraksi
asbuton. Proses tidak mengeluarkan semua mineral dari asbuton, tetapi hanya
mempertahankan Refined Buton Asphalt (Retona). Aspal Retona tersebut
dieksplorasi oleh PT. Olah Bumi Mandiri yang diproduksi di Jakarta. Aspal
Retona ini merupakan bahan additif (tambahan) campuran aspal minyak, guna
mempertinggi kualitas titik lembek. Dalam penelitian ini jenis Retona yang
digunakan adalah Retona Blend 55 yang dapat langsung dipakai seperti aspal
biasa. Retona Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak penetrasi 60 atau
penetrasi 80 dengan asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt).
Untuk mengetahui apakah Retona Blend 55 dapat dijadikan salah satu alternatif
aspal untuk mengatasi kerusakan dini pada jalan dengan beban lalu lintas yang
berlebih, maka perlu diadakan penelitian baik mengenai properti material aspal itu
sendiri, maupun properti material campuran Asphalt Concrete. Selain itu,
2
penelitian ini menggunakan alat bantu software BANDS (Bitumen and Asphalt
Nomograph) dan SPDM (Shell Pavement Design Method) untuk analisa overlay
design perkerasan jalan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana perbandingan properti material aspal pen 60/70 dengan aspal
Retona Blend 55?
b. Bagaimana perbandingan properti campuran Asphalt Concrete dengan
menggunakan aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 produksi?
c. Bagaimana perbandingan kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal
Retona Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design
perkerasan jalan, menggunakan alat bantu software SPDM serta Metode
Analisa Komponen 2002?
1.3. Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis aspal yang digunakan adalah aspal minyak penetrasi 60/70 produksi
Pertamina dan Retona Blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri, Jakarta.
b. Data lapis perkerasan eksisting dan data Lalu Lintas Harian (LHR) digunakan
data dari ruas Jalan Kartasura-Boyolali yang merupakan Jalan Nasional.
c. Metode analisis yang digunakan adalah metode komputasional menggunakan
alat bantu perangkat lunak analisis aspal dan perkerasan serta metode
perhitungan manual menggunakan Metode Analisa Komponen 2002. Adapun
software yang digunakan sebagai alat bantu adalah BANDS dan SPDM.
d. Properti material aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 didapatkan dari
hasil uji di laboratorium yang terdiri dari: nilai titik lembek, angka penetrasi,
dan suhu penetrasi.
e. Properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen 60/70 dan aspal Retona
Blend 55 didapatkan dari hasil Tes Marshall berupa: stabilitas, densitas, flow,
prositas, dan Marshall Quotient.
3
f. Input yang digunakan untuk analisa overlay design dengan program SPDM
berupa: asphalt mix stiffness atau bitumen stiffness, presentase volume bitumen
dan presentase volume agregat yang diperoleh dari hasil analisa dengan
software BANDS.
f. Perbandingan kinerja aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 dalam sistem
rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dapat dilihat dari tebal lapis perkerasan
maupun tebal lapis overlay pada satu model lapis perkerasan dengan bantuan
perangkat lunak SPDM.
g. Perbandingan design perkerasan jalan dengan cara perhitungan manual
menggunakan Metode Analisa Komponen 2002 dan cara komputasional
dengan alat bantu software SPDM dapat dilihat dari tebal lapis overlay pada
satu model lapis perkerasan yang diasumsikan mengalami kerusakan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian iniadalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui properti material aspal konvensional pen 60/ dibandingkan
dengan aspal Retona Blend 55.
b. Untuk mengetahui properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen
60/70 dibandingkan dengan aspal Retona Blend 55.
c. Untuk mengetahui kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal Retona
Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design perkerasan jalan,
menggunakan alat bantu software SPDM dibandingkan dengan Metode Analisa
Komponen 2002.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengantar
Lapisan perkerasan jalan harus mampu menahan beban lalu lintas yang berulang-
ulang. Apabila dihadapkan pada kondisi seperti ini, material-material bitumen
cenderung akan mengalami retak (cracks) akibat kelelahan (fatigue). Tipe
degradasi seperti ini bisa terjadi diakibatkan oleh peningkatan repetisi beban lalu
lintas dan penurunan kapasitas dari material dalam menyebarkan beban.
Karakteristik umur leIah (fatigue life characteristics) dari campuran beraspal
biasanya dikenal dengan nama Hukum Kelelahan (Fatigue Laws), yang
merupakan representasi antara regangan (atau tegangan) dan jumlah beban gandar
standar yang menyebabkan kegagalan (failure). Hukum kelelahan ini didapatkan
dari tes kelelahan di laboratorium, dimana ditujukan untuk memprediksi performa
kelelahan dari suatu sampel campuran beraspal dengan beberapa kriteria yang
sengaja ditambahkan agar mampu mewakili kondisi perkerasan eksisting (Silvino
Capitao dan Luis Picado Santos, 2005).
Deformasi permanen dari bahan campuran beraspal adalah penyebab utama dari
kerusakan. Namun demikian metode yang sederhana dan efektif untuk
mengevaluasi kinerja terhadap deformasi permanen belum tersedia secara praktis.
Di negara Protugal, suhu udara musim panas yang tinggi dan peningkatan beban
lalu lintas menjadi perhatian yang utama. Diprediksikan bahwa kerusakan
perkerasan jalan akibat deformasi permanen pada campuran beraspal akan
meningkat. Sehingga sangat penting untuk mengevaluasi deformasi permanen
dengan cara yang sederhana namun akurat (Dinis Gardete, Luis Picado Santos,
Jorge Pais, 2005).
Menurut Shell Bitumen Handbook (1990), menyatakan agar bahan untuk
modifikasi aspal efektif dan dapat digunakan secara praktis dan ekonomis, maka
5
haruslah:
a. tersedia dengan mudah
b. mencegah degradasi pada suhu pencampuran aspal
c. dapat dicampur dengan aspal
d. meningkatkan ketahanan kelelahan (flow) pada temperature yang tinggi di jalan
tanpa membuat aspal menjadi terlalu kental pada suhu pencampuran dan
penggelaran atau terlalu kaku atau terlalu getas pada temperatur jalan rendah
e. biayanya harus efektif
Campuran bahan tambah dan aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. mampu mempertahankan sifat-sifat utamanya selama penyimpanan,
pelaksanaan konstruksi dan selama masa pelayanan (selama masa
pengoperasian)
b. harus dapat diproses dengan peralatan konvensional
c. secara fisik dan kimia harus stabil selama penyimpanan, pelaksanaan, dan
pelayanan
d. mempunyai viskositas yang sesuai untuk pelapisan dan penyemprotan pada
suhu penggunaan secara normal
Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan
proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut sebagai aspal semen.
Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan
memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan
garam. Ini berarti jika dibuatkan lapisan dengan mempergunakan aspal sebagai
pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan
terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain (Sukirman, 1995).
Asbuton adalah bahan aspal alam yang tersedia di Pulau Buton yang digunakan
sebagai substitusi aspal minyak dan additive dalam campuran beraspal. Retona
Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak pen 60 atau pen 80 dengan
asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt) (Departemen
Pekerjaan Umum, 2008).
Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering
digunakan adalah metoda AASHTO'93. Metoda ini sudah dipakai secara umum di
6
seluruh dunia untuk perencanaan serta diadopsi sebagai standar perencanaan di
berbagai negara. Metoda AASHTO'93 ini pada dasarnya adalah metoda
perencanaan yang didasarkan pada metoda empiris. Parameter yang dibutuhkan
pada perencanaan menggunakan metoda AASHTO'93 ini antara lain adalah:
Structural Number (SN), lalulintas, reliability, faktor lingkungan, dan
serviceability (Siegfried, 2007).
Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan tebal perkerasan jalan atau
tebal lapis ulang perkerasan jalan adalah: Metode CBR untuk Jalan Kabupaten
1986, Metode Analisa Komponen SKBI 1987, Metode Bina Marga 0l/MN/B/1983
menggunakan data lendutan beban statis yaitu hasil pengujian dengan alat
Benkelman Beam, dan Metode AASTHO 1993 dengan menggunakan data
lendutan dinamis berdasarkan hasil pengujian dengan Falling Weight
Deflectometer (FWD), (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).
2.1.2. Penelitian Terdahulu dan Jurnal Internasional
A typical of HMA pavement is made of 86% by volume of aggregates bound with
about 10% by volume asphalt cement and incorprorates 4% of air voids. The
binder is a product of oil refining and its function is to glue the aggregate
particles together. These individual materials and components have different
physical and mechanical properties and behavior that have a significant effect on
the performance of HMA mixes (Gopalakrishnan et all, 2006).
The need to improve the performance of asphalt concrete mixes for heavier traffic
loads has led to many experiments with rubber polymers to improve asphalt
cements. Polymer additives to asphalt tensile (retained) resilient modulus test,
and Marshall (retained) stability test were conducted to study the moisture
susceptibility of these mixes (Gopalakrishnan, Metcalf, 2000).
The addition of polymer modifiers when used in conjunction with compatible
asphalts, can lead to improved high and low temperature performance combined
with increased flexibility and resistance to deformation. Compatible asphalts are
those that when blended with a polymer modifier, produce a two-phase mixture
that is characterized by a well dispersed polymer phase that is stable at high
7
temperatures (Johnston, King, 2008).
Sifat-sifat asbuton dan perilakunya telah diselidiki oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan Bandung (Puslitbang Jalan, Depratemen Pekerjaan Umum),
dan beberapa sifat di antaranya sebagai berikut: pada suhu 30oC asbuton bersifat
getas dan pada temperatur antara 40oC sampai 60oC menjadi lebih plastis dan
sukar dipecahkan; di atas suhu 60oC menjadi plastis dan tidak bisa dipecahkan,
dan pada suhu 100oC sampai 150oC menjadi cair (Brooks et all, 1983).
Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini
dalam hal penggunaan aspal Retona sebagai bahan penelitian, yaitu:
1. Sumarno (2006), melakukan penelitian mengenai hubungan abrasi agregat
pokok dengan Marshall Properties pada perencanaan aspal porus menggunakan
aspal Retona dan menyatakan bahwa hubungan nilai abrasi agregat cenderung
berbanding lurus dengan nilai disintegration pada pengujian Cantabrian dan
berbanding terbalik dengan stabilitas Marshall dan nilai kuat desak pada
pengujian UTM.
2. Mochamad Rivai Wisnu Ardianto (2003), melakukan penelitian untuk
mengetahui seberapa besar perbedaan Marshall Properties pada lapis perkerasan
Fricseal, pada berbagai presentase kadar aspal High Bonding Asphalt dan aspal
Retona dan menyatakan bahwa nilai karakteristik campuran Fricseal Retona
lebih tinggi kualitasnya dibandingkan Fricseal HBA baik stabilitas, ketahanan
kelelahan maupun workabilitasnya, akan tetapi memiliki fleksibilitas yang lebih
rendah dalam batas yang diijinkan.
3. Lia Anggreini (2008), melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui kinerja laboraturium campuran Lataston Lapis Aus (HRS-WC)
dengan penggunaan asbuton granular dan Retona Blend 55. Kinerja laboraturium
yang dimaksud adalah karakteristik aspal, karakteristik campuran Lataston lapis
aus (HRS-WC), modulus resilien dan karakteristik deformasinya. Dalam
penelitian ini dinyatakan bahwa secara keseluruhan campuan Lataston Lapis Aus
dengan aspal Retona Blend 55 memiliki ketahanan terhadap pengaruh air,
deformasi permanen, dan retak akibat beban lalu lintas yang tinggi.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
8
oleh Lia Anggreini dalam tesisnya, yaitu sama-sama meneliti karakteristik aspal
Retona Blend 55. Akan tetapi perbedaannya adalah aspal Retona Blend 55 dalam
penelitian ini dijadikan sebagai bahan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC)
sedangkan pada penelitian sebelumnya digunakan sebagai bahan campuran
Lataston Lapis Aus (HRS-WC).
Alasan pemilihan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) dalam penelitian ini
karena di Indonesia sebagian besar perkerasan jalannya menggunakan campuran
AC sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut agar dapat mengikuti
perkembangan lalu lintas yang terus meningkat. Penelitian terhadap Retona Blend
55 sebagai campuran AC ini dilakukan sebagai salah satu usaha pengembangan
tersebut. Dalam penelitian ini, selain diteliti mengenai karakteristik aspal dan
karakteristik Marshall campuran aspal, juga dilakukan analisa overlay design
perkerasan jalan dengan menggunakan alat bantu software BANDS dan SPDM
dan analisa overlay design perkerasan jalan dengan cara manual dengan Metode
Analisa Komponen 2002. Hasil perhitungan tebal perkerasan jalan tersebut akan
digunakan untuk memprediksi kinerja dari campuran Asphalt Concrete.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Aspal
Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk
memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Hidrokarbon
adalah bahan dasar utama dari aspal yang juga disebut bitumen. Secara umum
aspal yang digunakan saat ini berasal dari proses hasil residu dan destilasi minyak
bumi, atau sering disebut aspal semen. Pada kenyataannya, penggunaan aspal
semen memiliki kelemahan terhadap kenaikan suhu sehingga mengakibatkan
kerusakan dini pada perkerasan jalan berupa retak, alur, dan lain-lain yang
menyebabkan tidak tercapainya umur rencana. Retona yang merupakan
modifikasi antara aspal pen 60 atau pen 80 dengan semi ekstraksi asbuton, telah
diuji coba pada tol Cibubur sepanjang 2 kilometer, jalan Pantura sepanjang 200
meter, dan di daerah Ciasem sepanjang 200 meter terbukti sangat tahan terhadap
kenaikan suhu, penetrasi air, kerusakan retak, dan deformasi lainnya.
9
2.2.1.1. Jenis Aspal
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu :
a. Aspal alam, dibedakan menjadi dua, yaitu :
v Aspal gunung (rock asphalt).
v Aspal danau (lake asphalt).
b. Aspal buatan, yaitu :
v Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi.
v Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.
Untuk jenis aspal yang berasal dari minyak bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu :
a. Aspal panas (asphalt cement)
Pada suhu ruang berbentuk padat, dan pengelompokannya berdasarkan nilai
penetrasinya.
b. Aspal Emulsi (emulsion asphalt)
Merupakan campuran air dengan emulsifier. Yang menentukan sifat aspal
emulsi yaitu emulsifiernya.
c. Aspal Cair (cut back asphalt)
Merupakan campuran aspal cair dengan bahan pencair hasil penyulingan
minyak bumi.
2.2.1.2. Sifat Aspal
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada pada agregat itu sendiri.
Berarti aspal yang digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa umur pelayanan.
10
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah ikatan di dalam molekul
aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi
pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal memiliki sifat termoplastis, sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki
ketahanan terhadap temperatur.
4. Kekerasan Aspal
Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal ke permukaan agregat dan
penyemprotan aspal ke permukaan agregat terjadi oksidasi yang menyebabkan
aspal menjadi getas dan viskositas bertanbah tinggi. Semakin tipis lapisan aspal,
semakin besar tingakat kerapuhan aspal dan demikian juga sebaliknya. (Sukirman,
1992).
5. Sifat pengerjaan (workability)
Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang cukup dalam
pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan
penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.
2.2.1.3. Komposisi Aspal Retona Blend 55
Pada penelitian ini kami menggunakan jenis aspal alam mutu tinggi (Retona
Blend 55) yang didapat dari PT. Olah Bumi Mandiri-Jakarta. Retona merupakan
gabungan antara asbuton butir yang telah diekstraksi sebagian dengan aspal keras
pen 60 atau pen 80 yang pembuatannya dilakukan secara fabrikasi dengan proses
seperti diperlihatkan pada bagan alir pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Alur proses pembuatan aspal Retona Blend 55 secara fabrikasi
11
Retona dapat melayani berbagai konstruksi jalan dari kelas jalan medium, berat,
hingga sangat berat, baik untuk lalu lintas padat dan telah teruji pada Proyek DKI,
Pantura, Bus Way, Pelabuhan container (JICT), Terowongan Tol Cawang, sirkuit-
sirkuit, dan lain-lain. Aspal retona memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
1. Meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan keretakan akibat temperatur.
2. Kekuatan adhesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap penetrasi air yang
tinggi.
3. Usia pelayanan lebih lama (minimal dua kali), biaya pemeliharaan lebih murah,
mudah digunakan seperti aspal biasa.
4. Stabilitas marshall naik hingga 30%, stabilitas dinamis naik hingga 400%.
Penggunaan aspal Retona Blend 55 digunakan seperti aspal biasa, hanya perlu
diaduk atau disirkulasi dengan pompa aspal. Karakteristik Retona Blend 55 secara
umum telah memenuhi persyaratan aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam
yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Hasil Pengujian Aspal Retona Blend 55
No. Jenis Pengujian Metode Hasil Pengujian**) Spesifikasi*)
1. Penetrasi, 25oC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 41 40 55
2. Titik Lembek, oC SNI 06-2434-1991 57 Min. 55
3. Titik Nyala, oC SNI 06-2433-1991 318 Min. 225
4. Daktilitas; 25oC, cm SNI 06-2432-1991 87,5 Min. 50
5. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 1,09 Min. 1,0
6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen % berat RSNI M-04-2004 93,8 Min. 90
7. Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 0,019 Max. 2
8. Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli SNI 06-2456-1991 75,6 Min. 55
9. Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 06-2432-1991 107,5 Min. 50
10. Mineral Lolos Saringan No. 100, % SNI 03-1968-1990 98 Min. 90
Catatan : *) Spesifikasi Umum edisi Desember 2006
**) Hasil Pengujian Aspal oleh Departemen Pekerjaan Umum Mei 2008
2.2.2. Properti Material Bitumen
Data properti material bitumen yang diambil meliputi: Penetrasi Aspal, Titik
Lembek Aspal, Titik. Nyala Aspal, Daktilitas Aspal, Derat Jenis Aspal, dan
Kelekatan, Aspal pada Aggregat.
12
2.2.2.1. Penetrasi Aspal
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,
beban, waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu sesuai dengan SNI 06-
2456-1991.
2.2.2.2. Titik Lembek Aspal
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek bitumen yang
berkisar antara 30C - 200C sesuai SNI 06-2434-1991. Titik lembek adalah
temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan
bitumen yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga bitumen tersebut
menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai
akibat kecepatan pemanasan tertentu.
2.2.2.3. Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Pemeriksaan. ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari
semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang
mempunyai titik nyala open cup, kurang dari 70 C.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas
permukaan bitumen. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-
kurangnya 5 detik pada suatu titik pada permukaan bitumen. Pcmeriksaan yang
dilakukan sesuai dengan standar AASHTO T 73-89.
2.2.2.4. Daktilitas Aspal
Tujuan percobaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara
2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik
tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 06-2432-1991.
2.2.2.5. Berat Jenis Aspal
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan alat
piknometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan
13
berat zat cair suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Pemeriksaan yang
dilakukan sesuai dengan standar SNI 032440-1991.
2.2.2.6. Kelekatan Aspal pada Agregat
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan bitumen pada batuan
tertentu dalam air. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-
2440-1991.
2.2.3. Pembuatan Formula Campuran Kerja (Job Mix Formula)
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila
diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.
Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang
memenuhi kriteria:
a. Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu
lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi
plastis selama umur rencana.
b. Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup
akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.
c. Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
akibat beban lalu lintas tanpa mengalami retak.
d. Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi bawahnya.
e. Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan
erat dengan keselamatan pengguna jalan.
f. Ketahanan terhadap retak lelah (fatigue). Lapisan beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana.
g. Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan mudah dipadatkan.
14
2.2.3.1. Analisis Saringan
Pemeriksaan analisa saringan agregat dimaksudkan untuk menentukan pembagian
butiran (gradasi) dan menentukan perbandingan komposisi agregat untuk
keperluan mix design. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-
1969-1990.
2.2.3.2. Perhitungan Campuran
Untuk membuat benda uji campuran Asphalt Concrete perlu terlebih dahulu
diperhitungkan perkiraan kadar aspal optimum. Perkiraan kadar aspal optimum
dapat diperoleh dari Rumus 2.1.
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta .........................(2.1)
Dimana :
Pb = Perkiraan kadar aspal optimum
CA = Agregat kasar (%)
FA = Agregat halus (%)
FF = Bahan pengisi (%)
Konstanta = 0,51 (untuk Laston), 2-3 (untuk Lataston), 1-2,5 (untuk campuran
lain)
2.2.3.3. Marshall Test
Setelah gradasi agregat ditentukan selanjutnya adalah pembuatan rancangan kerja
dan diikuti dengan pembuatan benda uji. Kemudian benda uji tersebut dilakukan
pengujian Marshall Test.
Pemeriksaan campuran aspal dengan alat marshall dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran
aspal. Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk
menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban
sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Nilai flow
(kelelahan plastis) adalah keadaan perubahan bentuk dari bahan contoh sampai
batas leleh yang dinyatakan dalam mm. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan
standar SNI 06-2489-1991.
15
a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan
plastis yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari
hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian
Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan antar butir, penguncian antar
partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas
yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang
rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai
stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:
S = q C k 0,4536..................................(2.2)
Dimana :
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k = faktor kalibrasi alat
C = angka koreksi ketebalan
0,4536 = konversi beban dari lb ke kg
b. Flow
Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang
terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum
sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01.
Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran
flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga
diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu
melakukan pengujian Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan
viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan.
c. Marshall Quotient
Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan
dinyatakan dalam kg/mm.
16
MQ =FS
................................(2.3)
Dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = nilai flow (mm)
d. Porositas (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran
perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat
mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :
%100*1max
-=
GSD
VIM ...............(2.4)
Dimana :
VIM : Porositas (VIM) spesimen (%)
D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)
e. Volumetrik Tes
1. Densitas
Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat,
kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan
lentur.
Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :
D = )( WwWs
Wdry-
.................................(2.5)
Dimana :
Wdry = berat kering (gram )
Ws = berat jenuh (gram )
Ww = berat dalam air ( gram )
17
2. Spesific Grafity Campuran
Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk setiap volume (dalam
gr/cm). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap
komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran
(SGmix) diperoleh dari rumus berikut :
SGmix =
SGbWb
SGfWf
SGaghWah
SGagkWak %%%%
100
+++ .................................(2.6)
Dimana:
%Wak : persen berat agregat kasar ( % )
% Wah : persen berat aspal halus ( % )
% Wb : persen berat aspal ( % )
% W f : persen berat filler ( % )
SGagk : Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm3 )
SGagh : Specific Grafity agregat halus ( gr/cm3 )
SGb : Specific Grafity aspal ( gr/cm3 )
SGf : Specific Grafity filler ( gr/cm3 )
2.2.3.4. Analisa Rancangan
Melalui Marshall Test akan didapatkan angka stabilitas yang optimum. Nilai
kadar aspal optimum akan didapatkan yang diambil berdasarkan trendline nilai
stabilitas yang maksimum. Dengan demikian, didapatkan komposisi campuran
yang direkomendasikan sebagai bahan untuk campuran asphalt panas (Hot Mix
Asphalt).
2.2.4. Perangkat Lunak Analisis Bitumen BANDS
BANDS 2.0 adalah salah satu perangkat lunak analisis bitumen dan aspal yang
termasuk dalam paket software desain yang dikeluarkan oleh Shell Pavement
Design bersama dengan program SPDM 3.0.
BANDS terdiri atas seperangkat alat bantu bagi perencana dalam mengestimasi
properti material yang relevan dari bituminous binder dan asphaltic mix. Untuk
18
digunakan dalam perhitungan desain tebal perkerasan, software ini harus
digunakan bersama dengan SPDM yang memang didedikasikan untuk
perhitungan desain tebal perkerasan tersebut.
Adapun output yang dihasilkan oIeh perangkat lunak ini adalah bitumen stiffness,
percentage of voids, mix stiffness, fatigue life, dan fatigue strain.
2.2.5. Perangkat Lunak Analisis Bitumen SPDM
Filosofi pendekatan analitis dari desain perkerasan adalah bahwa struktur harus
diasumsikan seperti struktur teknik sipil yang lain. Adapun prosedur yang umum
digunakan adalah:
a. Mengasumsikan bentuk struktur;
b. Menentukan beban;
c. Mengestimasikan ukuran dari komponen-komponennya;
d. Menjalankan analisis strukturnya untuk menghasilkan tegangan-tegangan,
regangan-regangan, dan defleksi pada titik kritis pada struktur;
e. Membandingkan nilai ini dengan nilai ijin maksimum untuk mendapatkan
keamanan desain; ,
f. Menambahkan nilai kekuatan struktur (geometri) untuk mieningkatkan
ketahanan desain;
g. Mempertimbangkan sisi ekonomi dari hasil akhir analisis.
Perkembangan teknik analisis telah menjadi hal yang penting selama 25 tahun
terakhir. Metode berdasarkan penggunaan teori analisis memiliki beberapa macam
bentuk misalnya adalah berupa software desain perkerasan jalan berdasarkan
SPDM yang dikembangkan oleh Universitas Nottingham.
Pada tahun 1963, Perusahaan lnternasional Shell mempublikasikan seperangkat
nomogram/grafik yang dikembangkan dari analisis struktur dengan beberapa opsi
khusus. Meskipun berupa suatu software, namun SPDM dan adendumnya juga
dapat mempresentasikan metode desain dalam bentuk grafik, diagram, dan tabel.
SPDM didasarkan pada 3 lapis struktur yang terdiri atas perkerasan aspal dengan
dasar material berbutir di atas subgrade eksisting. Adapun beban lalu lintas
19
dikonversikan dalam standar beban gandar ekuivalen 80 kN. Masa layan/ umur
layan dari struktur tergambar dari banyaknya standar beban gandar ekuivalen
yang diaplikasikan ke struktur sebelum struktur mengalami kerusakan. Salah satu
parameter kerusakan adalah berupa: fatigue failure dari aspal dan deformasi
permanen akibat deformasi dari subgrade dan juga deformasi plastis dari lapisan
beraspal.
Kriteria paling utama dari kerusakan aspal adalah regangan horisontal pada
lapisan aspal bagian bawah, untuk deformasi subgrade adalah regangan vertikal
pada bagian atas subgrade, retak-retak pada lapisan aspal meningkat akibat
pengulangan regangan tarik. Retak-retak rambut, sekali terdeteksi akan menyebar
ke atas menyebabkan perlemahan perlahan-lahan dari struktur. Perkembangan
retak meningkat akibat akumulasi dari regangan permanen pada struktur.
Perhitungan kedalaman retak menggunakan prosedur analisis merupakan proses
yang kompleks. Pengalaman telah membuktikan bahwa rutting tidak akan terjadi
kecuali bila material didesain dengan jelek dan kurang pemadatannya.
2.2.6. Metode Analisa Komponen 2002
Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt
T-01-2002-B, konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat
kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan,
tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.
2.2.6.1. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-
sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus
resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan
Modulus Resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan
hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR
(Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus
(fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
20
MR (psi) = 1.500 x CBR(2.7)
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu-lintas.
2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
3) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
4) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas
untuk jenis tanah tertentu.
5) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.
2.2.6.2. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran C. Tabel ini hanya berlaku
untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak
berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus
dipergunakan.
Angka Ekuivalen = Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN53 KN ..(2.8) 2.2.6.3. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian
(degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-
macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang
direncanakan (umur rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan
kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan
karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan
21
meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas,
resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat
diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.2
memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam
klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi
menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat
yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.
Tabel 2.2. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 99.9 80 99,9
Arteri 80 99 75 95
Kolektor 80 95 75 95
Lokal 50 80 50 80
Sumber : Pt T-01-2002-B
Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang
dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,
reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall
standard deviation, S0) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan
lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan
desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter
penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.3
memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep
reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1) Mendefinisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan
jalan perkotaan atau jalan antar kota.
2) Memilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.3.
3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang
nilai S0 adalah 0,40 0,50.
22
Tabel 2.3. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate ) untuk tingkat reliabilitas tertentu.
Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR 50 0,000 60 - 0,253 70 - 0,524 75 - 0,674 80 - 0,841 85 - 1,037 90 - 1,282 91 - 1,340 92 - 1,405 93 - 1,476 94 - 1,555 95 - 1,645 96 - 1,751 97 - 1,881 98 - 2,054 99
99,9 99,99
- 2,327 - 3,090 - 3,750
Sumber : Pt T-01-2002-B
2.2.6.4. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar
standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan
perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x 18...(2.9)
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat
pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 0,7 tergantung
23
arah mana yang berat dan kosong. Faktor Distribusi Lajur (DL) disajikan dalam
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Faktor distribusi lajur (DL)
Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam
pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana
selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara
numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
Wt = w18 pertahun ((1+g)n-1)/g(2.10)
Dimana:
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).
2.2.6.5. Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut
di bawah ini :
IP = 1,0 : adalah menyatakan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
24
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana
diperlihatkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT). Kualifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan 1,0 1,5
1,5 1,5 2,0
-
1,5 1,5 2,0
2,0 2,0 2,5
1,5 2,0 2,0
2,0 2,5 2,5
- - -
2,5 Sumber : Pt T-01-2002-B
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan Tabel 2.6 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0).
Tabel 2.6. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)
Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan *) (IRI,
m/km) LASTON 4
3,9 3,5 1,0 > 1,0
LASBUTAG 3,9 3,5 3,4 3,0
2,0 > 2,0
LAPEN 3,4 3,0 2,9 2,5
3,0 > 3,0
Sumber : Pt T-01-2002-B
2.2.6.6. Kondisi Struktur Perkerasan Jalan
Survey mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk
mengetahui tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan
dimaksud yang meliputi:
1). Lapis permukaan (D1)
2). Lapis pondasi atas (D2)
3). Lapis pondasi bawah (D3)
25
Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi
perkerasan sesuai dengan Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien kekuatan relatif (a)
Lapis permukaan Beton aspal Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau
hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0.35 0.40
0.25 0.35
0.20 0.30
0.14 0.20
0.08 0.15
Lapis pondasi yang distabilisasi
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi >10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0.20 0.35
0.15 0.25
0.15 0.20
0.10 0.20
0.08 0.15
Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular
Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines. Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
0.10 0.14
0.00 0.10
Sumber : Pt T-01-2002-B
2.2.6.7. Lapisan Permukaan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan
untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.
Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama
dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan
koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
26
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.8 memperlihatkan nilai
tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Tabel 2.8. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat
Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG Lapis pondasi
agregat inci cm inci cm inci cm inci cm
< 50.000 *) 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10 50.001 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001 500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10 500.001 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001 7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15 > 7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15
*) atau perawatan permukaan **)Sumber : Pt T-01-2002-B
2.3. Analisis Data
2.3.1. Analisis Regresi
Analisis regresi adalah analisis data yang mempelajari cara bagaimana variabel-
variabel itu berhubungan dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang
didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang
menyatakan hubungan fungsional antara variabel variabel. Dengan analisis
regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan
data variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu :
1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh
variabel lain.
2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi
oleh variabel bebas.
Hubungan linear adalah hubungan dimana jika satu variabel mengalami kenaikan
atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika
hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan
membuat kenaikan juga pada variabel terikat. Setelahnya jika variabel bebas
mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat
hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas mengalami
penurunan, maka variabel terikat akan mengalami kenaikan.(Sudjana, 1996)
27
Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan anatar variabel pada penelitian ini,
digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien korelasi yang
disimbolkan dengan tanda r2 (rho) koefisien korelasi. Persamaan garis regresi
mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu
dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa
jenis persamaan regresi seperti berikut :
1. Persamaan linear
y = a + b x...(2.11)
2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua)
y = a + bx + cx2..(2.12)
3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga)
y = a + bx + cx2 + dx3(2.13)
Dimana :
y = Nilai variabel terikat, dalam hal ini adalah kuat tekan
x = Nilai variabel bebas, dalam hal ini adalah variasi residu oli
a, b, c, d = Koefisien
Penggunaan garis regresi ini dipilih karena model analisis regresi ini dianggap
sangat kuat dan luwes karena dapat mengkorelasikan sejumlah besar variabel
bebas dengan variabel terikat. Suatu variabel terikat dan variabel bebas terdapat
korelasi yang signifikan yang diuji melalui peluang ralat alpha. Variabel yang
diramalkan disebut kriterium dan variabel yang digunakan untuk meramal disebut
prediktor. Korelasi antara variabel kriterium dan variabel prediktor dapat
dilukiskan dalam suatu garis regresi. Garis regresi yang dianalisa adalah garis
regresi linear yang dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut
persamaan regresi. Tugas pokok analisis regresi adalah
1. Mencari korelasi antara kriterium dan prediktor
2. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak
3. Mencari persamaan garis regresi
4. Menemukan sumbangan relatif antara sesama prediktor jika prediktornya lebih
dari satu (Sutrisno Hadi,1987)
28
Persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian
disusun menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan
Microsoft ExcelTM dapat dibuat garis regresi liniernya, kemudian dari garis regresi
itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.
2.3.2. Analisis Korelasi
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif , untuk menggambarkan
derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur
seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua
pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi)
dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).
Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data
(xi ,yi) berukuran n dapat digunakan rumus :
( ) ( ){ }{ }2222 yynxxnyxxyn
rii --
-= ..( 2.14)
Dimana :
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah data
Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika terjadi perubahan pada satu variabel
akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah
yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi
digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan
variabel bebas, indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori
keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:
1. 0 r 0,2 korelasi lemah sekali
2. 0,2 r 0,4 korelasi lemah
3. 0,4 r 0,7 korelasi cukup kuat
4. 0,7 r 0,9 korelasi kuat
5. 0,9 r 1 korelasi sangat kuat
29
r2 digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa
besar proporsi atau presentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model
regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman
variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai
variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan.
Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang
terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi
berganda (r2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh
dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Rumus koefisien determinasi
berganda :
( ) ( )( )22
22102 .....
rrn
yyxbyxbybnr nni
--++-
= ....(2.15)
Dimana :
r2 = Koefisien determinasi berganda
b0,b1,bn = Koefisien persamaan regresi
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analitikal
menggunakan bantuan perangkat lunak analisis bitumen dan perkerasan jalan.
Dimana data-data dari perkerasan eksisting dan Data Lalu Lintas Harian (LHR)
didapatkan dari instansi terkait, dalam hal ini Balai Pelaksana Teknis Wilayah
Surakarta Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah selaku pengelola Jalan
Kartasura - Boyolali. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui prediksi
kinerja aspal Retona Blend 55 dibanding dengan aspal penetrasi 60/70 bila
digunakan sebagai wearing course berupa AC. Cara yang dilakukan untuk
membandingkan kinerja aspal adalah dengan melakukan uji aspal yang berupa uji
penetrasi, daktilitas, titik lembek, titik nyala dan titik bakar untuk mengetahui
properti material, Tes Marshall untuk mengetahui properti campuran Asphalt
Concrete masing-masing aspal, dan analisis overlay design perkerasan jalan
dengan kedua jenis aspal untuk membandingkan overlay thickness dari masing-
masing campuran aspal.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Jalan Raya Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dilaksanakan mulai bulan Mei 2010
hingga selesai.
3.3. Data
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap
beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium
serta dengan metode survey, baik survey secara langsung maupun survey
terdahulu oleh instansi-instansi terkait. Untuk beberapa hal pada pengujian bahan,
digunakan data sekunder yang dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang
31
sama. Untuk data perkerasan jalan diambil dari referensi dari instansi terkait
berupa data sekunder. Sedangkan data primer diperoleh dari uji bahan secara
langsung. Jenis data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu data
primer dan sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
manual yang ada serta survey yang dilakukan sendiri secara langsung yaitu :
1. Pengujian aspal yang berupa uji penetrasi, daktilitas, titik lembek, titik nyala,
dan titik bakar.
2. Analisis saringan agregat baru.
3. Marshall Test
4. Survey Kondisi Permukaan Jalan Perkerasan Eksisting
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari
penelitian lain) untuk bahan/jenis yang sama dan masih berhubungan dengan penelitian serta data dari hasil survey intansi-instansi terkait. Dalam penelitian ini,
data sekunder antara lain:
1. Data berat jenis agregat
2. Data Lalu Lintas Harian (LHR)
3. Data Tes Pit
4. Data CBR tanah dasar
3.4. Alat
Apabila data sekunder berupa spesifikasi dan properti material tidak tersedia maka
alat yang dipergunakan pada Laboratorium lalan Raya Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah sebagai berikut:
32
3.4.1. Alat Uji Marshall
Peralatan yang dipakai untuk Marshall Test adalah:
a. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head);
b. Cincin penguji kapasitas 2500 kg (5000 Ibs) dengan ketelitian 12 kg (925 Ibs),
dilengkapi dengan arloji tekan dcngan ketelitian 0,025 cm (0,0001");
c. Arloji penunjuk kelelahan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,001") dan
per1engkapannya;
d. Cetakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm, tinggi 7,5 cm (3
inci) lengkap dengan alat pelat atas dan leher sambung;
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200C;
f. Bak perendam (waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20C.
3.4.2. Alat Penunjang
Alat yang digunakan untuk persiapan dan penyelesaian penelitian terdiri dari:
a. Cetakan benda uji (mold);
b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata-rata
berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 Ibs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm
(18 inci);
c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan seienisnya), berukuran kira-
kira 20 x 20 x 45 cm (12" x 12" x l") dan diikatkan pada lantai beton, dengan
empat bagian siku;
d. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 1 gram;
e. Pengukur suhu berkapasitas 250C;
f. Dongkrak untuk melelepas benda uji;
g. Alat lain seperti panci, kompor, sendok, spatula, dan sarung tangan.
3.4.3. Alat Uji Penetrasi Aspal
Peralatan yang digunakan untuk uji penetrasi aspal antara lain:
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm;
33
b. Pemegang jarum seberat (47,2 0,05) gram yang dapat dilepas dengan mudah
dari alat penetrasi;
c. Pemberat (50 0,05) gram dan (100 0,05) gram masing-masing
dipergunakan untuk mengukur penetrasi dengan beban 100 gram dan 200
gram;
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44C atau HRC 64 sampai 60.
Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung;
e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan
diameter 55 mm dan tinggi 35 mm;
f. Bak perendam;
g. Tempat air untuk benda uji;
h. Termometer;
i. Stopwatch.
3.4.4. Alat Uji Titik Lembek Aspal
Peralatan yang digunakan untuk pengujian titik lembek aspal sebagai berikut:
a. Termometer;
b. Cincin stainless steel;
c. Bola logam (gotri),d = 3,5 mm, berat (3,45 - 3,55) gram;
d. Pengarah bola baja;
e. Dudukan benda uji;
f. Gelas beker (10 - 14,5) cm; .
g. Penjepit;
h. Pelat pemanas;
i. Sumber panas.
3.4.5. Alat Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Peralatan yang digunakan untuk pengujian titik nyala dan titik bakar aspal sebagai
berikut:
a. Cleveland open cup / cawan kuningan;
b. Pelat pemanas, terdiri dari logam untuk melekatkan cawan kuningan dan
bagian atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm;
34
c. Sumber pemanas. Pembakar gas atau tungku listrik, atau pembakar alcohol
yang tidak menimbulkan asap atau nyala di sekitar bagian atas cawan;
d. Termometer;
e. Penahan angin;
f. Nyala penguji, yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter (3,2 -
4,8) mm dengan panjang tabung 7,5 cm;
3.4.6. Alat Uji Daktilitas Aspal
Peralatan yang digunakan untuk pengujian daktilitas aspal adalah sebagai berikut:
a. Termometcr:
b. Cetakan daktilitas kuningan;
c. Bak perendam isi l0 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama pengujian
dengan ketelitian 0,lC dan benda uji dapat direndam sekurang-kurangnya 10
cm di dalam permukaan air. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar yang
berlubang diletakkan 5 cm dari dasar bak perendam untuk meletakkan benda;
d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap;
b. Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran
selama pemeriksaan.
c. Pelat dasar;
d. Alat pemanas;
e. Talk gliserin dan kuas.
3.4.7. Alat Uji Berat Jenis Aspal
Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis aspal sebagai berikut:
a. Termometer;
b. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu dengan ketelitian (2,5 +
0,1)C;
c. Picnometer;
d. Air suling sebanyak 100 cm3;
e. Bejana gelas;
f. Timbangan/ neraca.
35
3.4.8. Alat Uji Berat Jenis Agregat Kasar
Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis agregat kasar adalah
sebagai berikut:
a. Timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 100 mg;
b. Bejana;
c. Tangki air;
d. Ayakan.
3.4.9. Alat Uji Berat Jenis FiIler
Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis filler sebagai berikut:
a. Piknometer;
b. Termometer
c. Neraca;
d. Oven;
e. Aquades.
Pada penelitian ini digunakan Material Testing Apparatus (MATTA) yang dapat
diperoleh dari Puslitbang Bandung atau Laboratorium Jalan Raya Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3.5. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Batu pecah dan agregat halus
b. Pasir quarry Muntilan Yogyakarta
c. Aspal minyak penetrasi 60/70
d. Aspal Retona Blend 55
3.6. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan
3.6.1. Pengujian Penetrasi Aspal
Langkah-langkah dalam pengujian penetrasi aspal adalah sebagai berikut:
a. Contoh dipanaskan perlahan-lahan serta diaduk hingga cukup cair untuk dapat
36
dituangkan. Pemanasan tidak lebih dari 90C di atas titik lembek;
b. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Contoh perlahan-lahan
diaduk agar udara tidak masuk ke dalam contoh;
c. Setelah contoh cair merata, dituangkan ke dalam tempat contoh dan didiamkan
hingga dingin;
d. Menutup benda uji agar bebas dari debu dan mendiamkannya pada suhu ruang
selama 1 - 1,5 jam;
e. Meletakkan benda uji dalam bak perendam dengan suhu 25C selama 1 - 1,5
jam;
f. Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum yang telah dibersihkan
kemudian mengeringkan jarum penetrasi tersebut dengan lap bersih dan
memasang jarum pada pemegang jarum;
g. Meletakkan pemberat 100 gram di atas jarum;
h. Memindahkan benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi;
i. Menurunkan jarum perlahan-lahan sampai jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji;
j. Mengatur angka nol di arloji penetrometer hingga jarum penunjuk berimpit
dengannya;
k. Melepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka
waktu 5 detik;
l. Membaca angka penetrasi yang berimpit dengan jarum penunjuk;
m. Melakukan pekerjaan dengan urutan yang sama tidak kurang dari 3 kali untuk
benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu
sama lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
3.6.2. Pengujian Titik Lembek Aspal
Langkah untuk pemeriksaan titik lembek aspal adalah sebagai berikut:
a. Contoh dipanaskan (160C-170C) perlahan-lahan sambil diaduk terus-
menerus hingga cair merata. Waktu pernanasan aspal tidak boleh lebih dari 2
jam;
b. Memanaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan
meletakkan kedua cincin.di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari
37
campuran gliserin dan talk;
c. Menuangkan contoh ke dalam 2 buah cincin. Mendiamkannya sekurang-
kurangnya selama 30 menit;
d. Meratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang telah
dipanaskan setelah contoh menjadi dingin;
e. Kedua benda uji diatur dan dipasang di atas dudukannya dan pengarah bola
diletakkan di atasnya. Kemudian seluruh peralatan tersebut dimasukkan ke
dalam bejana gelas;
f. Mengisi bejana gelas dengan air suling baru dengan suhu 5C sehingga tinggi
permukaan air berkisar 101,6 mm sampai 108 mm. Meletakkan termometer
yang sesuai dengan pekerjaan ini di antara kedua benda uji (kurang lebih 12,7
mm dari tiap cincin);
g. Jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji diatur dan diperiksa
sehingga rnenjadi 25,4 mm;
h. Meletakkan bola. baja yang bersuhu 5C di atas dan di tengah permukaan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5C menggunakan penjepit dan
memasang kembali pengarah bola;
i. Memanaskan bejana hingga kenaikan suhu rnenjadi 5C per menit. Kecepatan
pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan rata-rata dari
awal dan akhir pekerjaan. Untuk 3 menit pertama beda kecepatan tidak boleh
lebih dari 0,5C sampai bola baja menyentuh permukaan pelat dasar.
3.6.3. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Langkah untuk pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal adalah sebagai
berikut:
a. Memanaskan contoh aspal antara 148C - 176C sampai cukup cair;
b. Mengisi cawan Cleveland sampai garis dan menghilangkan gelembung udara
yang ada di permukaan cairan;
c. Meletakkan cawan di atas pelat pemanas dan mengatur sumber pemanas
sehingga terletak di bawah titik tengah cawan;
d. Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah;
e. Menempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm
38
di atas cawan, dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah
cawan dan titik poros nyala penguji;
f. Kemudian mengatur poros thermometer sehingga terletak pada jarak
diameter cawan dari tepi;
g. Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji;
h. Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanasan sehingga kenaikan
suhu menjadi (15 1C) per menit sampai benda uji mencapai suhu 56C, di
bawah titik nyala perkiraan;
i. Mengatur kecepatan pemanasan 5C sampai 6C per menit pada suhu antara
56C dan 28C di bawah titik nyala perkiraan;
j. Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut
menjadi 3,2 - 4,8 mm;
k. Memutar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam waktu satu detik. Mengulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan
2C;
l. Melanjutkan pekerjaan i-k sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas
permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer dan catat.
m. Melanjutkan langkah sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-
kurangnya 5 detik di atas benda uji. Bacalah suhu termometer dan catat.
3.6.4. Pengujian Daktilitas Aspal
Langkah untuk pengujian daktilitas aspal adalah sebagai berikut:
a. Melapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat dasar
dcngan campuran gliserin dan talk. Memasang cetakan daktilitas di atas pelat
dasar;
b. Memanaskan contoh aspal kira-kira 100 gram hingga cair dan dapat
dituangkan;
c. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80C sampai 100C di atas titik
lembek, kemudian dituangkan dalam cetakan;
d. Mendinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30-40 menit lalu memindahkan
seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu
pemeriksaan selama 30 menit, kemudian meratakan contoh yang berlebihan
39
dengan pisau yang panas hingga cetakan terisi penuh dan rata;
e. Benda uji didiamkan pada suhu 25C dalam bak perendam selama 85-95 menit,
kemudian dilepaskan dari pelat dasar dan sisi-sisi cetakannya;
f. Benda uji dipasang pada alat mesin uji dan ditarik secara teratur dengan
kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan lebih
kurang 5% masih diijinkan;
g. Membaca jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus (dalam
cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam sekurang-
kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 0,5) C.
3.6.5. Pengujian Berat Jenis Aspal
Langkah pengujian berat jenis aspal adalah sebagai berikut:
a. Memanaskan contoh aspal keras sejumlah 50 gram, sampai menjadi cair dan
mengaduk untuk mencegah pemanasan setempat;
b. Menuangkan contoh tersebut ke dalam picnometer yang telah kering hingga
terisi bagian;
c. Mengisi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas picnometer
yang tidak terendam 40 mm. Kemudian bejana tersebut dijepit dan direndam
dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm. Suhu
bak perendam diatur pada suhu 25C;
d. Picnometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg
(A);
e. Bejana diangkat dari bak perendam dan picnometer diisi dengan air suling
kemudian picnometer ditutup tanpa ditekan;
f. Meletakkan picnometer ke dalam bejana dan menekan penutup sehingga rapat,
mengembalikan bejana berisi picnometer ke dalam bak perendam.
Mendiamkan bejana tersebut di dalam bak perendam selama sekurang-
kurangnya 30 menit, kemudian mengangkat picnometer dan mengeringkan
dengan lap. Menimbang picnometer dengan ketelitian 1 mg (B);
g. Menuangkan benda uji tersebut ke dalam picnometer yang telah kering hingga
terisi bagian;
h. Membiarkan picnometer sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan
40
menimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C);
i. Mengisi picnometer yang berisi benda uji dengan air suling, menutupnya tanpa
ditekan, dan mendiamkannya agar gelembung udara keluar;
j. Mengangkat bejana dari bak perendam dan meletakkan picnometer di
dalamnya dan kemudian menekan penutupnya rapat-rapat. Memaasukkan dan
mendiamkan bejana dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30
menit. Mengangkat, mengeringkan dan menimbang picnometer.
3.6.6. Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar
Langkah untuk pengujian berat jenis agregat kasar sebagai berikut:
a. Mengambil kerikil kering oven;
b. Menimbang kerikil seberat 5000 gram (A);
c. Memasukkan kerikil ke dalam container dan direndam selama 24 jam;
d. Setelah 24 jam, container dan kerikil ditimbang dalam keadaan terendam
dalam air (B);
e. Mengangkat container dari dalam. air kemudian mengeringkan kerikil dengan
dilap;
f. Menimbang kerikil dalam kondisi SSD (E);
g. Menimbang container dalam air (C);
h. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil
penimbangan langkah ke-4 dengan berat container (D).
3.6.7. Pengujian Berat Jenis Filler
Langkah untuk pengujian berat jenis filler adalah sebagai berikut:
a. Picnometer ditimbang dalam keadaan kosong dan kering (a gram);
b. Picnometer diisi aquades sampai penuh lalu ditimbang dan suhunya diukur (b
gram);
c. Picnometer diisi contoh tanah kering yang telah dioven selama 24 jam (tanah
yang dimasukkan ke dalam picnometer sebianyak 1/3 volume picnometer);
d. Picnometer yang berisi tanah kering ditimbang (e gram);
e. Picnometer berisi tanah kering diisi aquades sampai batas bawah leher
picnometer dan didiamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup;
41
f. Selanjutnya picnometer diketuk-ketuk sampai gelembung udara tidak ada
dalam air, aquades kelihatan jernih kemudian diisi aquades sampai penuh dan
ditimbang (d gram);
g. Mengukur suhu aquades dalam picnometer.
3.7. Prosedur Pengujian BendaUji
Berdasarkan American Standard for Testing Materials (ASTM), jumlah benda uji
yang diperlukan pada suatu penelitian berjumlah 3 buah benda uji untuk masing-
masing kondisi perlakuan. Untuk menguji karakteristik aspal keras dilakukan
empat pengujian yang terdiri dari uji penetrasi, uji titik lembek aspal, uji titik
nyala api, uji daktilitas, dan uji berat jenis aspal. Untuk menguji karakteristik
agregat dilakukan pemeriksaan keausan agregat kasar (data quarry), uji berat jenis
agregat, dan uji berat jenis filler. Data-data untuk memperoleh hasil uji tersebut
kesemuanya merupakan data primer.
Untuk mencari kadar aspal optimum pada campuran aspal panas dengan aspal
penetrasi 60/70 (aspal minyak) dilakukan pengujian Marshall Test dengan variasi
kadar aspal, menggunakan variasi kadar aspal: 4%; 4,5%; 5%; 5,5%; 6% (merujuk
pada hasil analisis saringan agregat). Tiap kadar aspal dibuat 3 benda uji, sehingga
dalam pengujian Marshall Test aspal optimum dibuat 15 benda uji. Setelah
didapatkan kadar aspal optimum, hasilnya akan dipakai untuk komposisi Asphalt
Mix pada program BANDS.
Langkah awal dalam pembuatan.benda uji adalah menentukan gradasi terhadap
material agregat dan pasir yang digunakan sesuai spesifikasi mix design existing.
Agregat yang sudah disaring, dicuci, lalu dioven. Langkah selanjutnya dapat
dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :
a. Langkah ke-l
Menghitung persentase yang dibutuhkan tiap saringan pada tiap gradasi yang
dipakai. Agregat ditimbang secara kumulatif dengan berat campuran total 1100
gram. Persentase berat aspal dihitung dari berat total campuran, dengan interval
0,5% berat campuran.
42
b. Langkah ke-2
Agregat dipanaskan sampai dengan suhu 170C - 200C kemudian dicampur
dengan aspal yang sudah dipanaskan (cair) sampai dengan suhu pencairan 80oC
sampai 100oC di atas titik lembek masing-masing aspal sesuai jumlah yang telah
dihitung dan sambil diaduk terus hingga merata, kemudian menurunkan campuran
dari tungku pemanas sampai dengan suhu 140C. Campuran dimasukkan ke
dalam cetakan mold yang telah dipersiapkan, tusuk-tusuk dengan spatula agar
posisi agregat dapat saling mengunci.
c. Langkah ke-3
Campuran yang ada dalam mold dipadatkan dengan jumlah tumbukan 75 kali tiap
sisi cetakan (atas dan bawah). Benda uji dikeluarkan dari mold dengan dongkrak.
d. Langkah ke-4
Setelah pembuatan benda uji selesai, kemudian dilakukan job mix formula, untuk
mendapatkan kadar aspal optimum yang selanjutnya didapatkan beberapa properti
material yaitu: kadar aspal optimum, presentase agregat, dan porositas campuran.
Selanjutnya data-data ini digunakan sebagai data masukan ke software analisis
bitumen.
3.7.1 Pengujian Marshall Test
Benda uji yang telah dibuat, diuji dengan alat uji Marshall dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel;
b. Benda uji diberi tanda pengenal;
c. Tiap benda uji diukur tingginya 4 kali pada tempat yang berbeda kemudian
dirata-rata dengan ketelitian 0,1 mm;
d. Benda uji ditimbang dalam keadaan kering;
e. Benda uji direndam dalam waterbath selama 30 menit, dengan suhu
perendaman 60C;
f. Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya dilapisi dengan oli
agar benda uji mudah dilepas;
g. Setelah benda uji dikeluarkan dan waterbath, segera diletakkan pada alat uji
43
Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flow meter) dan arloji
pembebanan/stabilitas;
h. Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu pacta saat arloji
pembebanan berhenti dan berbalik arah, saal itu pula flow meter dibaca;
i. Benda uji dikeluarkan dan alat uji Marshall dan pengujian benda uji.
3.8. Perangkat Lunak BANDS
Analisa properti material bitumen menggunakan software BANDS dilakukan
dengan urutan langkah sebagai berikut:
a. Dari Menu bar Nomographs pilih Bitumen Stiffness;
b. Kemudian pada bagian yang disediakan diisi berupa data uji laboratorium/ data
sekunder yaitu : nilai softening point, nilai penetration index, suhu bitumen,
dan waktu pembebanan, sehingga secara otomatis didapatkan nilai bitumen
stiffness di bagian bawah floating bar sebesar (x) MPa;
c. Langkah selanjutnya mencari Asphalt Mix Stiffness, Fatigue Life, dan Asphalt
Mix Performances dengan cara yang sama dengan saat menganalisa Bitumen
Stiffness.
d. Dari software ini, selanjutnya didapatkan keandalan properti material aspal
konvensional pen 60/70.
Berikut ini urutan langkah analisis fatigue life dengan software BANDS akan
disajikan dalam Gambar 3.1 dan tampilan worksheet software BANDS dalam
Gambar 3.2.
44
Choose Menu Bar Nomographs Choose Bitumen Stiffness Choose Asphalt Mix Performance Input data: Input data: - Softening point - Time of loading - Pen. value - Bitumen Temp. - Bitumen Temp. - Pen. value - Penetration temp. - Penetration temp. - Time of loading - Softening point
- Vol. percentage bitumen - Vol. percentage of aggregate
Output: - Fatigue Strain - Bitumen Stiffness - Penetration index
Output: - Penetration index
Choose Asphalt Mix Stiffness - Bitumen Stiffness - Asphalt Mix Stiffness - Fatigue life
Input data: - Bitumen Stiffness - Vol. percentage bitumen - Vol. percentage aggregate Output: - Precentage of Voids - Asphalt Mix Stiffness Choose Fatigue Life Input data: - Vol. percentage bitumen - Asphalt Mix Stiffness - Fatigue strain Output: Fatigue Life
Gambar 3.1. Diagram Alur Analisis Fatigue Life dengan Software BANDS
Gambar 3.2. Tampilan
3.9. Perangkat Lunak SPDM
Software SPDM digunakan untuk merenca
sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan
lapis ulang (overlay), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah
sebagai berikut:
a. Dari Menu bar Project,
rutting calculation; ataupun
b. Menentukan iklim daerah berupa suhu rata
c. Kemudian menentukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,
modulus elastisitas, poisson ratio
d. Menentukan karakteristik
e. Menentukan besarnya lalu lintas dan umur layan rencana;
f. Menentukan nama asphalt mix
bitumennya;
g. Menentukan properti material
poison ratio, modulus elastisitas, dsn ketebalan;
h. Langkah selanjutnya adalah mengklik
sehingga hasil analisis dapat muncul di layar komputer.
Gambar 3.2. Tampilan worksheet software BANDS
Perangkat Lunak SPDM
Software SPDM digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan yang
sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan
), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah
, dipilih menu, lalu ditentukan untuk thickness design
; ataupun overlay design;
entukan iklim daerah berupa suhu rata-rata tahunan;
entukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,
poisson ratio, dan persentase kadungan bitumennya;
entukan karakteristik base layers dan sub grade strain;
entukan besarnya lalu lintas dan umur layan rencana;
asphalt mix yang akan dipakai dan presentase kandungan
entukan properti material asphalt mix untuk overlay berupa data
, modulus elastisitas, dsn ketebalan;
Langkah selanjutnya adalah mengklik Menu bar Result dan calculate
dapat muncul di layar komputer.
45
nakan tebal perkerasan jalan yang
sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan
), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah
thickness design,
entukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,
e kadungan bitumennya;
yang akan dipakai dan presentase kandungan
berupa data-data:
calculate (F5)
Berikut ini analisis design overlay
Gambar 3.3 dan tampilan worksheet
Input data Input data Input dataClimate Existing Subgrade Layer Strain
Result:
Gambar 3.3. Diagram Alur Analisis
Gambar 3.4. Tampilan
design overlay dengan software SPDM akan disajikan dalam
worksheet software BANDS dalam Gambar 3.4
Choose Menu Bar Project
Choose Overlay Design
Input data Input data Input data Input dataSubgrade Traffic Overlay StiffnessStrain Mix
Result: Overlay Thickness (meter)
. Diagram Alur Analisis Overlay Design dengan software SPDM
Gambar 3.4. Tampilan worksheet software SPDM
Input 4 : Traffic
Input 6 : Stiffness
Input 5 : Overlay Mix
Input 3 : Subgrade Strain
Input 2 : Existing Layer
Input 1 : Climate
46
akan disajikan dalam
Input data Stiffness
SPDM
Input 5 : Overlay Mix
Input 3 : Subgrade Strain
ut 2 : Existing Layer
47
3.10. Metode Analisa Komponen 2002
Metode Analisa Komponen 2002 adalah metode perhitungan yang dipergunakan
untuk menghitung tebal perkerasan jalan, baik perkerasan baru maupun overlay.
Untuk perencanaan design overlay perkerasan jalan, urutan langkah-langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan kekuatan jalan lama berdasarkan tebal perkerasan jalan lama dan
koefisien kekuatan relative masing-masing lapis perkerasan;
b. Menentukan nilai CBR tanah dasar, kemudian hitung modulus resilien (MR);
c. Menentukan perkembangan lalu lintas dengan cara menghitung perkembangan
Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada tahun sebelumnya, kemudian
menghitung LHR pada awal umur rencana overlay perkerasan jalan;
d. Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan yang melintas pada
perkerasan jalan yang diteliti;
e. Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana per tahun (W18 per
tahun);
f. Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana
(W18);
g. Menentukan tingkat reliabilitas berdasarkan klasifikasi perkerasan jalan;
h. Menentukan nilai Deviasi Standar;
i. Menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) berdasarkan
kondisi perkerasan jalan lama;
j. Menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) berdasarkan
jenis perkerasan yang akan digunakan sebagai bahan perkerasan untuk
overlay;
k. Menentukan nilai ITP dengan cara plot nilai Standar Deviasi (SD), beban
gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana (W18), dan Modulus
Resilien (MR).
l. Menentukan tebal overlay berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) jalan
lama dan nilai ITP .
48
3.11. Tahap Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan kerja, yaitu:
a. Tahap ke-l : Persiapan
Mernpersiapkan alat-alat. dan bahan-bahan serta data-data yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Bahan yang harus dipersiapkan yaitu: agregat, aspal minyak
penetrasi 60/70, aspal Retona Blend 55 dan membersihkan alat-alat yang akan
dipergunakan. Selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium untuk
mendapatkan properti material secara lengkap. Setelah itu dilakukan pembuatan
rancang campur (JMF) untuk mendapatkan kadar aspal optimum sebagai dasar
melakukan.
b. Tahap ke-2 : Analisis Data dengan software BANDS
Data-data hasil pengujian laboratorium maupun hasil pengumpulan data sekunder
dari pabrik pembuat aspal pen berupa softening point dan penetration index
selajutnya dimasukkan ke software BANDS untuk mendapatkan output berupa
bitumen stiffness, asphalt mix stiffness.
c. Tahap ke-3 : Analisis Data dengan SPDM
Selanjutnya untuk dapat memodelkan ketebalan lapisan overlay maka dilakukan
analisis menggunakan software SPDM dengan input berupa iklim, perkerasan
eksisting, subgrade strain, properti material asphalt mix, dan data lalu lintas.
d. Tahap ke-4 : Analisis Data dengan Metode Analisa Komponen 2002
Data-data hasil pengumpulan data sekunder berupa data hasil Tes Pit, CBR tanah
dasar, dan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) selanjutnya juga dianalisis dengan
Metode Analisa Komponen 2002 untuk mendapatkan ketebalan lapis overlay
perkerasan jalan.
49
3.12. Kerangka Analitis
berikut:
START
Persiapan alat dan bahan untuk
uji properti material
Uji Laboraturium Aspal pen 60/70: Uji Laboraturium Aspal Retona Blend 55: 1. Softening Point 1.Softening Point 2. Penetration Index 2.Penetration Index 3. Penetration Value &Temp 3.Penetration Value &Temp 4. Presentase bitumen agregat 4.Presentase bitumen agregat
Pembuatan Job Mix Formula Pembuatan Job Mix Formula
Pembuatan benda uji Aspal pen 60/70: Pembuatan benda uji Aspal Retona Blend 55:
Kadar aspal: 4;4,5; 5; 5,5; 6% Kadar aspal: 4;4,5; 5; 5,5; 6%
(@ 3 benda uji) (@ 3 benda uji)
Tes dan analisis Marshall Tes dan analisis Marshall
Output: Output:
- Kadar aspal optimum - Kadar aspal optimum - Presentase agregat - Presentase agregat - Porositas campuran - Porositas campuran
Analisis dengan bantuan program:
BANDS (Bitumen & Asphalt Nomographs)
A B
50
A B
Output 1: Output 2: Perbandingan Aspal Perbandingan Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 sebagai material: 60/70 sebagai Asphalt Mix - Bitumen Stiffness (MPa) - Mix Stiffness (MPa) - Fatigue Life - Fatigue Strain
Optimasi Kinerja Keandalan aspal Retona Blend
- Sebagai material - Sebagai asphalt mix
Analisis dan Pembahasan Data Asphalt Mix untuk proses analisis selanjutnya
Input Analisis 1: Input Analisis 2: - Mix Stiffness - data lapis perkerasan - presentase bitumen (data eksisting Jl. Kartasura-Boyolali) - presentase agregat - data LHR - data CBR tanah dasar
Analisis dengan SPDM Analisis dengan Metode Analisa (Shell Pavement Design Method) Komponen 2002
Output Perkerasan Output Perkerasan Output ketebalan dengan aspal dengan aspal Pen overlay perkerasan Retona Blend 55: 60/70: jalan
Overlay Thickness Overlay Thickness
Pembahasan dan Kesimpulan: 1. Perbandingan properti Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 2. Perbandingan kinerja perkerasan dengan Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 3. Perbandingan design overlay dengan menggunakan software BANDS dan SPDM dan
dengan menggunakan Metode Analisa Komponen 2002
FINISH
51
3.13. Jadwal Rencana Penelitian
Jadwal penelitian disusun untuk memperlancar kegiatan penelitian sehingga
dapat memberikan arah dan gambaran urutan kegiatan penelitian yang
sistematis dan terstruktur. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel
3.1. berikut ini:
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh melalui pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium
Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil UNS merupakan data awal yang akan d
untuk mengetahui karakteristik
dikemukakan tentang hasil pemeriksaan bahan, pengujian benda uji dan
pembahasannya.
4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat Baru
Pemeriksaan agregat yang digunakan dalam penelitian dilakukan secara visual.
Pemeriksaan visual berupa pemeriksaan terh
permukaan agregat kasar, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang
digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar (
bervariasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1.
Pemeriksaan agregat di laboratoriu
berat jenis semu agregat kasar dan berat jenis semu agregat halus (
gravity). Pemeriksaan ini dilakukan di La
CA
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh melalui pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium
Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil UNS merupakan