bab i pendahuluan latar belakang masalaheprints.umm.ac.id/38821/2/bab 1.pdf · memindahkan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya Sastra merupakan salah satu bentuk ekspresi jiwa yang didasari oleh
berbagai persepsi, sikap, sudut pandang, serta tanggapan-tanggapan dari
pemikiran seorang pengarang terhadap kejadian yang terjadi di sekitarnya.
Terciptanya sebuah karya tidak lepas dari peran pengarang itu sendiri atas
pengalaman pribadinya mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang
bersinggungan dengan batinnya. Seperti yang dikatakan Luxemburg (dalam
Purba,2012:3) ciri tentang sastra salah satunya ialah merupakan sebuah ciptaan,
sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah hasil imitasi. Karya sastra merupakan
suatu hasil luapan emosi yang muncul secara spontan. Dapat disimpulkan proses
penciptaan karya sastra terjadi dari hasil pemikiran, renungan, terhadap sebuah
pandangan yang terjadi di kehidupan sekitar. Hasil dari perenungan tersebut akan
dicampur adukkan dengan ilmu pengetahuan, dan dari proses itu terjadi sebuah
hasil karya yang bisa disebut dengan karya sastra.
Karya sastra ialah sebuah wujud keindahan. Menurut Sumardjo (1988:5)
karya sastra bukan hanya mengejar bentuk ungkapan yang indah. Karya sastra
juga menyangkut masalah isi ungkapan, bahasa ungkapannya, dan nilai
ekspresinya. Wujud keindahan tersebut dilihat sebagai suatu nilai yang tinggi bagi
para penikmatnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karya sastra memiliki
beberapa keunggulan seperti keaslian, maupun keartistikan di dalam isi maupun
ungkapannya.
2
Keindahan dapat diartikan dengan estetika. Sugiarti (2014:135)
mengatakan bahwa estetika itu pada dasarnya merupakan suatu kenyataan yang
telah diberi interpretasi oleh pengamatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan ilmu yang memiliki unsur keindahan pada cerita yang memiliki
sebuah pemaknaan dalam kata-katanya. Sastra terdiri dari dua jenis, yaitu fiksi
dan nonfiksi. Sastra fiksi terdiri dari karya prosa, puisi, naskah drama dan novel.
Sastra nonfiksi terdiri dari esai, kritik sastra, biografi, otobiografi. Objek
penelitian ini akan difokuskan pada novel.
Novel merupakan bentukan dari karya sastra fiksi berbentuk prosa.
Menurut The American College Dictionary (dalam Purba,2012:62) suatu cerita
berbentuk prosa yang fiktif dengan panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh,
gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu
keadaan yang agak kacau atau kusut. Jadi dapat disimpulkan bahwa novel
merupakan karya sastra prosa hasil peniruan terhadap kegiatan sekitar yang
berisikan suatu pesan maupun nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam
hidup. Amanat dan nilai yang terkandung nantinya akan dikemas dengan alur
cerita dan koflik-konflik novel yang membuat cerita tersebut lebih berkesan dan
tidak monoton.
Pembaca memiliki peranan penting terhadap penilaian yang diberikan
kepada suatu novel. Novel yang memiliki alur cerita yang bagus yang akan
membuat pembaca merasa tertarik. Ketertarikan tersebut yang akan membuat
sebuah novel menjadi best seller. Salah satu contohnya dan menjadi objek
penelitian kali ini adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Ahmad Tohari adalah sastrawan Indonesia yang lahir di daerah Tianggarjaya,
Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1948. Beliau dikenal
sebagai penulis yang menggunakan gaya bahasa lugas, jernih dan sederhana selain
3
disamping kekuatannya yaitu metafora dan ironi. Kekuatan lain yang beliau miliki
ialah terletak pada penggambaran latar alam pedesaan yang lengkap dengan potret
dunia flora dan fauna.
Sastra disebarluaskan melalui bantuan berbagai media. Karya sastra
dipublikasikan di koran, majalah dan juga di dalam berbagai media elektronik.
Fungsi media sangat besar terhadap karya sastra. Nyoman (2014:205) berpendapat
bahwa karya sastra sebagai produk sebuah kebudayaan berkembang menjadi
kebudayaan massa karena diproduksi secara bersama-sama melalui media film,
baik itu radio dan televisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa, seiring berjalannya
waktu pada era kali ini tidak hanya sastra tulis yang banyak digemari tetapi karya
sastra mulai sering untuk dikenalkan melalui film. Oleh karena itu, film dan sastra
sangat berhubungan baik dan erat karena banyak karya novel yang dialih
wahanakan menjadi cerita film.
Film merupakan gabungan dari berberapa macam jenis kesenian yaitu seni
musik, seni rupa, drama, sastra serta ditambah dengan sedikit unsur fotografi.
Salah satu media penyebarluasan karya sastra ialah melalui media film. Menurut
Eneste (1991:60) baik tidaknya suatu film akan sangat bergantung pada
keharmonisan kerja unit-unit yang ada di dalamnya (produser, penulis skenario,
sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para pemain, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suksesnya sebuah karya film
tergantung dari kekompakan hasil kerja sebuah tim.
Secara umum pembentuk film memiliki dua unsur, yaitu unsur naratif dan
unsur sinematik (Pratista,2008:1). Unsur naratif adalah bahan atau materi yang
akan diolah, unsur sinematik adalah gaya atau cara untuk mengolahnya. Unsur
sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni, mis-en-scene,
sinematografi, editing, dan suara. Sastra dengan film tidak akan berhenti sebagai
4
salah satu lembaga sosial, melainkan sekaligus juga sebagai sosialisasi tata nilai.
Sosialisasi tata nilai terjadi karena adanya campur tangan unsur pengetahuan dan
kemajuan teknologi dan informasi yang dikemas dengan baik dan apik melalui
industri kreatif yang mendukungnya.
Proses perubahan alih wahana dari novel ke film disebut dengan
Ekranisasi. Ekranisasi dapat diartikan lebih tajam dari pada istilah adaptasi. Hal
itu berarti sebuah adaptasi hanya mengangkat cerita atau tokoh novel, sedangkan
ekranisasi berarti pemindahan novel ke layar putih atau dengan kata lain,
memfilmkan novel (Eneste,1991:11). Proses pemindahan bukan hanya untuk
memindahkan kata-kata menjadi bentuk visualisasi yang bisa di lihat dalam
bentuk gambar bergerak dan berkelanjutan. Begitupun sebaliknya, kini bukan
hanya alih wahana dari sebuah novel menjadi film tetapi alih wahana dari film
diangkat menjadi suatu novel. Dalam karya film sutradara juga berhak memberi
interpretasi sendiri terhadap skenario, sehingga terjadilah resepsi atas sebuah
resepsi.
Sutradara juga dapat memberi interpretasi sendiri terhadap skenario,
sehingga terjadilah resepsi atas sebuah resepsi. Sebuah novel atau cerpen yang
ditransformasikan ke bentuk film akan mengalami perubahan. Pengalihan atau
perubahan bentuk karya seni tersebut adalah hal yang biasa (Istadiyantha,2015:4).
Proses perubahan yang terjadi dianggap wajar karena perbedaan sistem sastra
dengan sistem film. Oleh karena itu dapat disimpulkan, menganalisis mengenai
proses perbedaan dan proses penikmatan pada novel ke bentuk film bukan hanya
disebabkan oleh perbedaan sistem sastra dan sistem film, tetapi terpenting ialah
karya sastra yang menghasilkan sebuah karya baru dengan makna dan cara
penyampaian yang baru pula, serta menjadi konsumsi para penikmat karya sastra.
5
Dalam proses penikmatan tersebut terjadi pro dan kontra terhadap karya
yang diekranisasikan. Pada proses ini menghasilkan ketidakpuasaan dan
kekecewaan yang tidak hanya datang dari pihak pengarang, penonton film bahkan
sering kecewa menonton film yang didasarkan pada novel tertentu. Eneste
(1991:10) menyebutkan, penonton kecewa menyaksikan film Doctor Zhivago
yang disutradarai David Lean. Filmnya tidak sebagus novel Doctor Zhivago karya
Boris Pasternak. Dalam novel, pembaca dapat membaca bagian-bagian yang
sangat halus dan menyentuh sisi kemanusiaan, sedangkan dalam film tidak di
jumpai hal tersebut. Contoh lainnya, novel Cintaku di Kampus Biru karya
Ashandi Siregar difilmkan oleh Ami Prijono (1976). Jadi dapat disimpulkan,
Sebagian para penonton menyatakan bentuk rasa kecewa yang terjadi karena tidak
cocoknya jalan cerita film ataupun karakter tokoh dibandingkan dengan novel
aslinya.
Proses perubahan dalam ekranisasi mengalami bentuk penciutan,
penambahan dan perubahan bervariasi terutama pada unsur pembangun yaitu
unsur intrinsik jalan cerita/alur, penokohan, latar, suasana, gaya, dan tema/amanat
novel ke film. Eneste (1991:61) menyatakan ekranisasi berarti terjadinya
perubahan pada proses penikmatan, yakni dari kegiatan membaca menjadi
menonton; penikmatnya sendiri berubah dari pembaca menjadi penonton.
Proses perubahan ekranisasi terjadi dikarenakan beberapa hal. Pertama,
film mempunyai keterbatasan teknis dan mempunyai waktu putar yang sangat
terbatas. Oleh karena itu, tidak mungkin memindahkan cerita novel secara
keseluruhan ke dalam film. Dengan demikian, para sutradara dengan terpaksa
melakukan penciutan atau pemotongan atas bagian-bagian tertentu, dan akhirnya
film tersebut tidak “selengkap” novelnya. Kedua, karena pertimbangan tertentu,
sutradara sebagai pembuat film dengan terpaksa menambahi bagian-bagian
6
tertentu dalam film, walaupun bagian yang ditambahi itu tidak ditemui dalam
novel. Dengan adanya penambahan ini, mungkin penulis merasa “tersinggung”
karna karyanya yang sudah dirasa sempurna masih ditambah-tambahi oleh
pembuat film. Ketiga, dalam proses mengekranisasi pembuat film merasa perlu
untuk membuat variasi dalam film, sehingga kesan film yang didasarkan atas
novel tidak “seasli” novelnya.
Pada penelitian ini difokuskan pada Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk
yang diangkat menjadi sebuah film dengan judul Sang Penari. Ketiga novel
tersebut yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera
Bianglala. Menurut Sugiarti (2011:194) ketiga novel tersebut merupakan satu
kesatuan pemikiran besar yang dikemas secara terpadu dan menarik. Film tersebut
berlatar di sebuah pedesaan, garis besar cerita diangkat dari salah satu cerita
rakyat daerah Banyumas Jawa Tengah. Baik novel maupun film, keduanya
memiliki penggemar tersendiri dikarenakan antusiasme yang tinggi dari pembaca
dan penonton. Novel Ronggeng Dukuh Paruk dipilih sebagai objek kajian dalam
penelitian ini karena beberapa hal. Pertama, cerita pada novel Ronggeng Dukuh
Paruk diangkat menjadi karya film atau bisa disebut mengalami ekranisasi.
Kedua, dalam proses ekranisasi tersebut cerita pada novel mengalami proses
perubahan. Dengan demikian, cerita yang ada di novel ke film berbeda. Novel
Ronggeng Dukuh Paruk mengalami proses ekranisasi menjadi film Sang Penari.
Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang divisualisasikan
menjadi film Sang Penari oleh sutradara Ifa Isfansyah, novel tersebut
menceritakan mengenai seorang Ronggeng di desa bernama Dukuh Paruk yang
bernama Srintil. Semangat Dukuh Paruk kembali sejak Srintil dinobatkan menjadi
ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun lalu.
Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil dan bersahaja itu, ronggeng adalah
7
perlambangan. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Di tengah cerita,
Srintil sempat memutuskan untuk berhenti menjadi ronggeng, karena ia merasa
pujaan hatinya tidak menyukai profesinya tersebut. Rasus pergi meninggalkan
Srintil demi tugas sebagai seorang prajurit. Malapetaka politik tahun 1965
membuat Dukuh Paruk hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena
kebodohan warganya, mereka semua terbawa arus dan divonis sebagai manusia
yang telah mengguncangkan negara ini. Pengalaman pahit menjadi tahanan politik
membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena setelah bebas, ia
berniat memperbaiki citra dirinya. Di samping itu, Srintil kembali jatuh, kali ini
bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil apapun, bahkan
cinta.
Sutradara film Sang Penari Ifa Isfansyah memvisualisasikan tokoh utama
Nyoman Oka Antara sebagai Rasus. Oka Antara, dapat dipercaya dapat
menggambarkan seorang pemuda yang terlihat tampan, tinggi, dan berwibawa
layaknya prajurit tapi rapuh dalam permasalahan cinta. Perubahan terjadi pada
tokoh tersebut, tidak hanya dari segi fisik namun perubahan dari karakter. Dalam
proses ekranisasi tersebut tidak dipungkiri bahwa akan terjadi berbagai perubahan.
Oleh karena itu, penggunaan sistem media yang berbeda yang menjadi alasan
kuat. Pada proses pembuatan film dibatasi dengan durasi waktu sehingga perlu
pertimbangan khususnya pada karakter tokoh utama.
Perubahan karakter tokoh utama yang terjadi pada film yang menjadi salah
satu latar belakang peneliti untuk mencoba meneliti novel Ronggeng Dukuh Paruk
dan film Sang Penari. Walaupun terdapat beberapa kesamaan antara novel dan
film dalam kisah yang disampaikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
novel dan film merupakan dua media yang berbeda, sehingga berbeda pula cara
penyajiannya. Dalam penelitian ini, peneliti mendeksripsikan perubahan karakter
8
tokoh utama yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari tetapi tidak muncul pada film Sang Penari karya Ifa Isfansyah.
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari penelitian-penelitian skripsi
terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian skripsi sebelumnya yang dilakukan
oleh Wulandari (2011) dengan judul Ekranisasi Novel Bidadari-Bidadari Surga
Karya Tere Liye Dan Film Bidadari-Bidadari Surga: Kajian Humaniora.
Penelitian tersebut meliputi alur, tokoh dan penokohan, setting dan konflik
sebagai sudut pandang pedoman dalam menganalisis. Secara umum penelitian
tersebut menganalisis perbedaan dari beberapa peristiwa yang ada di novel yang
tidak diwujudkan ke dalam film. penelitian ini juga mengkaitkan hasil perbedaan
analisis tersebut ke teori humaniora yang menjadi kajian lanjutan dari teori
struktural.
Terdapat penelitian skripsi lainnya yang dilakukan oleh Aderia (2013)
dengan judul Ekranisasi Novel ke Film Surat Kecil untuk Tuhan. Penelitian
tersebut menggunakan teori ekranisasi untuk mendeksripsikan perbandingan
episode cerita dari novel dan episode cerita dari film. Fokus penelitian tersebut
pada perubahan episode atau alur cerita yang terkandung. Selanjutnya, kedua hal
tersebut di jadikan kesimpulan. Secara umum, penelitian tersebut menganalisis
perbedaan dari beberapa peristiwa yang ada di novel yang tidak diwujudkan ke
dalam film.
Perbedaan yang mendasar dari penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya adalah sumber data yang diperoleh. Peneliti mengambil sumber data
melalui novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari. Peneliti juga
mengambil fokus pada perbandingan perubahan karakter tokoh utama yang terjadi
9
pada novel dan film. Perubahan karakter dilakukan dengan menggunakan metode
langsung melalui penampilan tokoh sedangkan metode tidak langsung melalui
dialog, lokasi dan situasi percakapan, nada suara, tekanan, dialek dan kosa kata
serta tindakan para tokoh. Kedua hasil perbandingan tersebut akan menjadi
kesimpulan akhir dalam penelitian ini.
Analisis proses ekranisasi karakter tokoh utama dalam novel ke film
menarik untuk diteliti. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan terpenting yang
terdapat dalam penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, peneliatan ini menjadi
perlu untuk dikaji dalam mengetahui deksripsi perbedaan bentuk karakter tokoh
utama dalam novel maupun film. Proses pencarian bentuk karakter tokoh utama
menggunakan metode langsung serta metode tidak langsung. Sehingga peneliti
melakukan penelitian dengan judul Ekranisasi Karakter Tokoh Utama Novel
Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari ke Film Sang Penari Karya
Sutradara Ifa Isfansyah.
1.2 Fokus Masalah
Fokus Masalah dalam sebuah penelitian diperlukan agar penelitian ini dapat
mengarah pada sasaran penelitian. Sebuah penelitian sangat perlu dibatasi ruang
lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu meluas. Ekranisasi merupakan
pelayarputihan, pengangkatan, atau pemindahan cerita novel ke media film.
Sebuah cerita novel yang di alihwahanakan menjadi film akan mengalami proses
perubahan yaitu penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi.
Pada ekranisasi akan terdapat proses perubahan yang terjadi pada tokoh, alur,
latar/setting dan juga tema. Penelitian akan membatasi analisisnya pada aspek
karakterisasi tokoh utama dikarenakan karakter tokoh utama dalam film
10
divisualisasikan dengan hasil berbeda yang telah mengalami proses perubahan
unsur-unsur pendukungnya terhadap cerita asli pada novel. Hal ini menjadi faktor
penting dan menarik untuk diteliti.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah tersebut, maka rumusan masalah yang ada di
dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Bagaimana penggambaran karakter tokoh utama pada Novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?
2. Bagaimana penggambaran karakter tokoh utama pada film Sang Penari
karya Ifa Isfansyah?
3. Bagaimana perubahan karakterisasi tokoh utama antara Novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan film Sang Penari karya Ifa
Isfansyah?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
a) Mendeksripsikan penggambaran karakter tokoh utama pada Novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
b) Mendeksripsikan penggambaran karakter tokoh utama pada film Sang
Penari karya Ifa Isfansyah.
c) Mendeksripsikan perubahan karakterisasi tokoh utama antara Novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan film Sang Penari
karya Ifa Isfansyah.
11
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat
mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis secara
optimal dan dapat bermanfaat secara umum.
1) Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a) Mengumpulkan dan menyusun ilmu mengenai ekranisasi dari novel ke
film, yang merupakan hasil dari membaca beberapa refrensi yang di
peroleh oleh penulis.
b) Menjelaskan ilmu mengenai ekranisasi dari novel ke film, yang merupakan
hasil dari membaca beberapa refrensi yang di peroleh oleh penulis.
c) Menjelaskan bentuk perubahan karakter tokoh utama pada novel
Ronggeng Dukuh Paruk ke film Sang Penari dengan menggunakan
metode langsung (telling) dan tidak langsung (showing).
2) Manfaat Praktis
Manfaat Praktis yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah:
a) Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala keilmuan mengenai
apresiasi dan penghargaan pembaca karya sastra terhadap aspek perubahan
yang terjadi dalam Novel Ronggeng Dukuh Parukke Film Sang Penari.
b) Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra di
Indonesia dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra selanjutnya.
1.6 Penegasan Istilah
1) Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pengangkatan atau pemindahan yang
menghasilkan proses perubahan berupa bentuk penciutan, penambahan, dan
perubahan bervariasi yang terjadi pada tokoh, alur, latar/setting.
12
2) Karakterisasi tokoh adalah cara melukiskan watak para tokoh yang
terdapat dalam suatu karya fiksi. Proses ini memiliki dua metode yaitu
dengan metode langsung dan metode tidak langsung.
3) Film adalah gabungan dari berbagai ragam kesenian, yaitu musik, seni rupa, drama,
sastra ditambah dengan unsur fotografi. Film juga termasuk alat audio visual yang
menarik perhatian orang banyak, karena dalam film itu memuat adengan yang
terasa hidup dan di kombinasi dengan suara, tata warna, dan kostum.
4) Penciutan adalah suatu hal yang disempitkan atau dipotong. Penciutan
dalam ekranisasi ialah cerita novel yang di angkat menjadi sebuah scene
atau adegan dalam film yang dimana cerita tersebut tidak semuanya
ditampilkan menjadi adegan runtut. Dikarenakan perbedaan penikmatan
antara novel dan film berbeda, dan juga keperluan dari film agar ceritanya
tetap berkesinambungan. Penciutan tidak hanya terjadi pada alur cerita
tetapi unsur-unsur intrinsik lainnya.
5) Penambahan menurut KBBI adalah proses, atau cara menambahkan.
Penambahan dalam ekranisasi ialah proses menambahakan baik dari alur,
tokoh, latar dan suasana yang terjadi dalam adegan. Penambahan ini
sendiri merupakan penting dilihat dari sudut films atau penambahan itu
masih memiliki hubungan dengan cerita secara keseluruhan.
6) Perubahan bervariasi adalah munculnya ide-ide baru yang terjadi pada saat
cerita novel di angkat menjadi film. Perubahan yang dimaksud yaitusutradara
mencoba memberikan sentuhan yang berbeda terhadap film. Film yang
mengalami perubahan bervariasi terkadang lebih banyak diberikan pada bagian
jalan cerita di akhir cerita film. Sutradara tidak meninggalkan tema besar atau
jalan cerita yang dimiliki oleh novel tersebut.
13
7) Metode langsung (telling) adalah pemaparan yang dilakukan secara
langsung oleh si pengarang. Metode ini biasanya digunakan oleh kisah-
kisah rekaan zaman dahulu sehingga pembaca hanya mengandalkan
penjelasan yang dilakukan pengarang. Metode langsung terdiri dari
karakterisasi menggunakan nama tokoh, karakterisasi menggunakan
penampilan tokoh dan tuturan pengarang.
8) Metode tidak langsung (showing) adalah metode yang tidak langsung
dengan metode dramatik yang mengabaikan kehadiran pengarang,
sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri secara
langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode tidak langsung terdiri
dari karakterisasi melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri
tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara,
tekanan, dialek dan kosakata, dan karakterisasi melalui tindakan tokoh.